Creeping Eruption-referat Kecil

17
CREEPING ERUPTION I. Pendahuluan Creeping eruption disebut juga cutaneus larva migrans (CLM), “sand worms”, creeping verminous dermatitis, plumber’s itch and duck’s hunter itch. Disebabkan oleh penetrasi dan migrasi larva nematoda di dalam epidermis. (1-2) Cutaneus larva migrans adalah kelainan kulit yang khas berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari kucing atau anjing (1) Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika selatan dan barat, di Indonesia pun banyak dijumpai. (2) CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan penelitian yang ada, terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik daripada terapi topikal. (2,3) II. Etiologi 1

description

referat

Transcript of Creeping Eruption-referat Kecil

CREEPING ERUPTION

I. PendahuluanCreeping eruption disebut juga cutaneus larva migrans (CLM), sand worms, creeping verminous dermatitis, plumbers itch and ducks hunter itch. Disebabkan oleh penetrasi dan migrasi larva nematoda di dalam epidermis.(1-2)Cutaneus larva migrans adalah kelainan kulit yang khas berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari kucing atau anjing (1)Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika selatan dan barat, di Indonesia pun banyak dijumpai.(2)CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan penelitian yang ada, terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik daripada terapi topikal.(2,3)

II. EtiologiPenyebab utama dari creeping eruption adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma brazilienes (spesies yang paling sering ditemukan pada manusia) dan Ancylostoma caninum. Di Asia timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloideus sterconalis, dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar, selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya.(1,3)

III. PatogenesisCreeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang binatang yang didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang terkontaminasi feses anjing atau kucing. Hospes normal cacing tambang ini adalah kucing dan anjing. Telur cacing diekskresikan ke dalam feses, kemudian menetas pada tanah berpasir yang hangat dan lembab. Kemudian terjadi pergantian bulu dua kali sehingga menjadi bentuk inefektif (larva stadium tiga). Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kulitnya. Biasanya migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari.(2,4)Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per hari, biasanya antara stratum granulosum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit bergerak tanpa arah tujuan yang pasti sepanjang dermoepidermal. Hal ini menginduksi reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.(1,2)Larva bermigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes penderita dan larva tidak mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai ke dermis, sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang diekskresi larva menyebabkan inflamasi, sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi, meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi siklus hidup, larva sering kali migrasi ke paru-paru, sehingga terjadi infiltrat paru. Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa hari sampai beberapa bulan.(1,4,5)

IV. Manifestasi KlinisMasuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok (snakelike appearance), menimbul dengan diameter 2-3 mm, berwarna merah segar, atau merah muda, dan terasa gatal. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Waktu dari terekspos sampai adanya onset dari gejala biasanya memakan waktu 1-6 hari. (1,2)Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa milimeter sampai sentimeter setiap harinya. Bisa terdapat satu lesi maupun beberapa lesi. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Terowongan yang sudah lama akan mengering dan menjadi krusta dan bila pasien sering menggaruk akan menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder.(2,4)Tempat predileksi adalah tungkai, plantar, tangan (unilateral/ bilateral), pinggang, bahu, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.(1,6)

Gambar 1: Gambar dikutip dari kepustakaan 6

Gambar 2: gambar dikutip dari kepustakaan 5

V. Diagnosis1. AnamnesisPenderita tinggal atau habis bepergian ke daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab. Memiliki kebiasaan sering berjalan tanpa menggunakan alas kaki atau memiliki kegiatan yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Terdapat kucing atau anjing yang berkeliaran di sekitar tempat tinggal penderita. (2,3)2. Pemeriksaan FisisDengan inspeksi pada daerah tungkai, plantar, tangan, anus, bokong atau paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada, akan tampak adanya lesi seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul dan vesikel di atasnya.(1,2) 3. Pemeriksaan penunjang Untuk menunjang diagnosis bisa dilakukan biopsi kulit. Walaupun tidak terlalu bermakna.(3) Bila infeksi ekstensifbisa dijumpai tanda sistemik berupa eosinofilia perifer, sindrom loeffler(infiltrat paru yang berpindah-pindah), peningkatan IgE. Hanya sedikit pasien yang menunjukkan eosinofilia perifer danpeningkatan IgE.(2,3) Pemeriksaan histologi bisa juga digunakan dimana akan tampak larva nematoda terperangkap di antara kanal folikel, stratum korneum atau di dermis bersama dengan infiltrat eosinofilik inflamasi.(1,2)

VI. Diagnosis Banding1. Skabies Etiologi: Sarcoptes scabiei, termasuk filum ArthropodaGejala klinis: - Pruritus nokturna, gatal pada malam hari Menyerang manusia secara berkelompok Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi. Pada skabies terowongan yang terbentuk tidak sepanjang seperti pada CLM dan gatal pada malam hari. Pada skabies terdapat papul atau vesikel yang berpasangan. Menemukan tungau 2. Dermatitis insects bite: Papul yang terdapat pada insect bite memiliki kemiripan terhadap lesi permulaan dari CLM yang berbentuk papul.3. Herpes zooster: Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul-papul lesi ini dapat menyerupai herpes zooster stadium permulaan. Dimana herpes zooster diakbitkan oleh virus.(1)

VII. PenatalaksanaanNon-medikamentosaInfeksi cacing tambang dapat dicegah dengan menghindari kontak kulit langsung dengan tanah yang tercemar dengan kotoran binatang dengan memakai alas kaki yang memadai setiap saat. Pengobatan cacing tambang untuk kucing dan anjing merupakan hal untuk mencegah creeping eruption. Kotoran binatang harus dipindahkan secara benar dari area aktivitas manusia. (1,3,5)Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, larva akan mati dan diarbsorbsi. Meskipun penyakit ini dapat sembuh sendiri, rasa gatal yang hebat dan resiko infeksi sekunder memaksa seseorang untuk berobat. Untuk kasus yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan. Jika perlu dapat diberikan secara topikal ditujukan untuk lesi awal yang terlokalisir. Untuk kasus yang lebih berat dapat diberikan obat peroral. Pengobatan oral untuk lesi yang luas atau gagal dengan topikal. Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal. Jika terjadi infeksi sekunder oleh bakteri dapat diberikan antibiotik.(3-5)

MedikamentosaPengobatan oral1. ThiabendazoleMerupakan antihelmintes heterosiklik generasi ketiga. Merupakan drug of choice dari CLM. Menghambat enzim fumarat reduktase sehingga menginhibisi pembentukan mikrotubuli..(3,5)Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum luas, misalnya tiabendazole (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 50mg/kgBB/hari, 2 kali sehar, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat diulang setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingya mual, pusing, dan muntah.(2)Topikal thiabendazole 10% krim, walaupun kurang efektif, merupakan alternatif yang baik untuk anak-anak untuk mencegah efek samping sistemik dari pengobatan.(6) DewasaTopikal berupa suspensi 10-15% (kadang dicampur dengan krim kortikosteroid) secara oklusi, 2 kali sehari, selama minimal 1 minggu. Oral 25-50mg/kgBB/hari, tiap 12 jam, selama 2-5 hari(2,5)

Anak-anakDosis 25-50mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak lebih dari 3 gr/hari(2)2. IvermectinAntiparasit sistemik makrosiklik yang berspektrum luas terhadap nematoda. Cara kerjanya dengan menghasilkan paralisis flaksid melalui pengikatan kanal klorida yang diperantarai glutamat. Mungkin merupakan drug of choice karena keamanan, toksisitas rendah dan dosis tunggal. Dosis 12mg atau 200 ug/kgBB dosis tunggal(4,5)3. Albendazole Merupakan generasi ketiga dari obat heterosiklik antihelmintes. Sudah digunakan untuk mengobati penyakit parasit pada saluran pencernaan. Antihistamin spektrum luas yang mengganggu ambilan glukosa dan agregasi mikrotubuli. Sebagai alternatif pengganti tiabendazole.(5) Dosis untuk orang dewasa (>2thn), sehari 400mg sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari berturut-turut atau 2x 200 mg sehari selama 5 hari.(2) < 2 thn: 200mg/hari selama 3 hari dan diulang 3 minggu kemudian jika perlu.(2)

Pengobatan TopikalThiabendazole, Aplikasi topikal dari 10%-15% thiabendazole ointment pada daerah lesi memperlihatkan hasil yang memuaskan. Krim thiabendazole dibuat dari penghancuran 500mg tablet thiabendazole yang dilarutkan dalam air. Pada kebanyakan penderita, lesi dari traktus migrasi larva membaik dalam waktu 48 jam pengobatan. Tujuan utama dari pengobatan topikal adalah untuk mencegah terjadinya efek samping sistemik.(5)Albendazole, Aplikasi topikal dari 10% albendazole krim 2 kali sehari membaik dalam waktu 10 hari.(2)

Agen Pembeku TopikalMembekukan sesuai dengan alur dari larva yang terdapat pada kulit dengan sprai ethylene cloride, solid carnbon dioxide, atau nitrogen cair terkadang berhasil. Cara terapi ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 sampai 1, dua hari berturut-turut. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.(2,5)

VIII. KomplikasiEkskoriasis dan infeksi sekunder oleh bakteri akibat garukan merupakan komplikasi yang sering terjadi. Infeksi umumnya disebabkan oleh streptococcus pyogenes. Bisa juga terjadi impetigo, reaksi alergi lokal atau general misalnya edema dan reaksi vesicobullous.(1,5)

IX. PrognosisPrognosisnya sangat bagus. Creeping eruption merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Manusia merupakan hospes penderita, dimana ketika larva mati, lesi akan membaik dalam waktu 4-8 minggu, terkadang waktu 1 tahun.(6)

X. KesimpulanMerupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing dimana paling banyak disebabkan oleh ancylostoma braziliense. Banyak terdapat pada daerah tropis dan subtropis. Beresiko terhadap orang yang sering berhubungan dengan tanah berpasir dan tidak memakai alas kaki. Manusia terinfeksi melalui kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi. Manusia merupakan hospes aksidenta.Gejala klinis yang timbul berupa gatal, papul, eritematous, kadang disertai rasa nyeri serta lesi khas yang berbentuk linear berbelok-belok. Dapat juga terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder yang umumnya disebabkan oleh streptococcus pyogenes.CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan penelitian yang ada, terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik daripada terapi topikal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S. Creeping eruption. Dalam: Djuanda A., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Ed-5. Jakarta: Fk-UI; 2010. Halaman 125-62. Elizabeth M.W., Caumes E. Helminthic infections In: Wolf K., Goldsmith L.A., Katz S.I., editors. Fizpatricks Dermatology in General Medicine. 7thEd. New York: McGrawHill; 2008. Page 2023-43. Sterry W., Paus R., Burgdorf W. Thieme Clinical Dermatology. New York: Thieme; 2006. Page 131-24. Lopez F.V., Hay R.J. Parasitic Worms and Protozoa. In: Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C., editors. Rooks Textbook of Dermatology. 7thEd. Oxford: Blackwell; 2004. Page 32.17-185. Caumes E. Treatment of Cutaneous Larva Migrans. CID 2000;30:811-4 6. Vano S.G., Gil M.M., Truchuelo M., Jaen P. Cutaneus larva migrans: a case report. Cases Journal 2009;2:112

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT KECIL UNIVERSITAS HASANUDDIN Oktober 2013

CREEPING ERUPTION

DISUSUN OLEH : Fentynnisa Nur Amalia ArifinC11109758

PEMBIMBING :dr. Junia Kirana DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR201311