Manajemen Airway

29
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian. Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien. Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.

Transcript of Manajemen Airway

Page 1: Manajemen Airway

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari

kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien

ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga

terhindar dari kecacatan atau kematian.

Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi

ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat

dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh

dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera.

Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak

permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian

pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah

mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan

terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang

mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu Airway Breathing

Management.

2. Tujuan Khusus

Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan:

a. Pengelolaan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Menggunakan Alat

b. Tindakan Pembebasan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Tanpa

Menggunakan Alat (Manual)

c. Mengeluarkan benda asing pada saluran nafas

Page 2: Manajemen Airway

2

1.3 Sistematika Penulisan

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Umum dan khusus

1.3 Sistematika penulisan

BAB II. AIRWAY BREATHING MANAGEMENT

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

2.2 Jalan Nafas (Airway)

2.3 Pengelolaan Jalan Nafas dengan Tanpa Alat

2.4 Tindakan Pembebasan Jalan Nafas dengan Alat

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Manajemen Airway

3

BAB II

PEMBAHASAN AIRWAY MANAGEMENT

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk

metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut

dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Saluran pernapasan terbagi atas beberapa bagian

yaitu:

1. Saluran Nafas Bagian Atas

a. Rongga hidung Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).

b. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal

lidah).

c. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan).

2. Saluran Nafas Bagian Bawah

a. Laring: Terdiri dari Tulang rawan krikoid, Selaput/pita suara, Epilotis, Glotis.

b. Trakhea: Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin

tulang rawan seperti huruf C.

c. Bronkhi: Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri.

d. Epiglotis: Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran

kecil yang dinamakan epiglotis.

3. Alveoli

4. Sirkulasi Paru

Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan

mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke

ventrikel kiri.

5. Bronkus dan paru

Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis,

bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik .Pada alveolus

akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.

Page 4: Manajemen Airway

4

2.2 Jalan Nafas (Airway)

Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah

hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Sehingga

Penilaian jalan napas (Airway) pada korban yang pertama kali adalah:

1. Mendengarkan apakah ada suara nafas tambahan?

2. Apakah jalan nafas terbuka

Tanda-tanda sumbatan pada jalan nafas yaitu :

1. Bagian atas

a. Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke

belakang.

b. Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan

atau darah.

c. Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa

bengkak ataupun jalan nafanya menjadi kasar.

2. Bagian bawah

a. Rales

b. Wheezing: seperti suara biola dimana mengalami penyempitan di

bronkusnya.

c. Stridor

2.3 Pengelolan Jalan Nafas Tanpa Alat

Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada korban tidak

sadar. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan kehilangan kekuatan ototnya sehingga

akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trakea

sebagai jalan napas. Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan

tetap memperhatikan kontrol servikal. Dengan tujuan membebaskan jalan napas untuk

menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan

oksigenase tubuh.

Page 5: Manajemen Airway

5

2.3.1 Membuka Jalan Nafas

Pemeriksaan Jalan Napas dengan look/lihat gerakan nafas atau pengembangan

dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran, listen/dengar aliran

udara pernafasan, feel/rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi

penolong. Ada dua manuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu

head tilt/ chin lift dan jaw trust manuver.

Gambar 1. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan.

1. Head Tilt / Chin LiftTehnik ini hanya dapat digunakan pada korban tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini adalah:

a. Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan tangan yang paling dekat dengan dahi korban).

b. Pelan-pelan tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi kearah belakang.c. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu

korban. Jika korban anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan dibawah dagu.

d. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan samapi mulut korban tertutup. Jika korban anak-anak, jangan terlalu menengadahkan kepala.

e. Pertahankan posisi ini.

2. Jaw TrustPada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

a. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi kepala korban. Letakkan tangan di kedua sisi kepala korban.

b. Cengkeram rahang bawah korban pada kedua sisinya.jika korban anak-anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkan pada sudut rahang.

c. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan.

d. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir bagian bawah dengan kedua ibu jari.

Page 6: Manajemen Airway

6

2.3.2 Membersihkan Jalan Nafas

Sapuan jari (finger sweep) dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.

Cara melakukannya :

1. Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)

2. Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.

2.3.3 Mengatasi Sumbatan Nafas Parsial

Mengatasi sumbatan nafas parsial dapat digunakan teknik manual thrust

1. Abdominal thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan

mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).

a. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari

pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan

satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban,

sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat

kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut

dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah

dan gerakan yang jelas.

Page 7: Manajemen Airway

7

b. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak

sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka

ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu

tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh

di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan

pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat

ke arah atas.

Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi

terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung

melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

c. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.

Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di

atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu

dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan

yang cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan dengan

menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

2.4 Pemasangan dan perawatan Oropharyngeal

2.4.1 Pengertian Oropharyngeal

Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara mulut

dan pharynx pada orang yang tidak sadar yang berfungsi untuk membebaskan jalan

nafas. (Medical Dictionary).

Pembebasan jalan nafas dengan oropharyngeal tube adalah cara yang ideal untuk

mengembalikan sebuah kepatenan jalan nafas yang menjadi terhambat oleh lidah

pasien yang tidak sadar atau untuk membantu ventilasi (Sally Betty,2005).

Oropharyngeal tube adalah alat yang terbuat dari karet bengkok atau plastik

yang dimasukkan pada mulut ke pharynx posterior untuk menetapkan atau

memelihara kepatenan jalan nafas. (William dan Wilkins). Pada pasien tidak sadar,

lidah biasanya jatuh ke bagian pharynx posterior sehingga menghalangi jalan nafas,

Page 8: Manajemen Airway

8

sehingga pemasangan oropharyngeal tube yang bentuknya telah disesuaikan dengan

palatum / langit-langit mulut mampu membebaskan dan mengedarkan jalan nafas

melalui tabung / lubang pipa. Dapat juga berfungsi untuk memfasilitasi pelaksanaan

suction. Pembebasan jalan nafas dengan oropharingeal tube digunakan dalam jangka

waktu pendek pada post anastesi atau langkah postictal. Penggunaan jangka panjang

dimungkinkan pada pasien yang terpasang endotracheal tube untuk menghindari

gigitan pada selang endotraceal.

2.4.2 Organ-organ yang terlibat dalam oropharyngeal airway

a. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)

b. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal

lidah)

c. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

2.4.3 Indikasi dan Kontra Indikasi

1. Indikasi

Adapun indikasi pemasangan oropharyngeal tube adalah sebagai berikut :

a.       Pemeliharaan jalan nafas pasien dalam ketidaksadaran,

b.      Melindungi endotracheal tube dari gigitan,

c.       Memfasilitasi suction pada jalan nafas

2. Kontra indikasi

Tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan sadar ataupun semi sadar

karena dapat merangsang muntah, spasme laring. Harus berhati-hati bila terdapat

trauma oral.

2.4.4 Konsep Fisiologi / Pengaruh Terhadap Tubuh

Pemasangan oropharengeal tube meniadakan proses pemanasan dan

pelembaban udara inspirasi kecuali pasien dipasang ventilasi mekanik dengan

humidifikasi yang baik. Perubahan ini menyebabkan gagalnya silia mukosa bronkus

mengeluarkan partikel-partikel tertentu dari paru. Discharge trakea berkurang dan

menjadi kental, akhirnya terjadi metaplasia skuamosa pada epitel trakea.

Pada penderita dengan bantuan jalan nafas oropharyngeal ini merupakan

benda asing dalam tubuh pasien sehingga sering menjadi tempat ditemukan berbagai

koloni bakteri, yang sering ialah Pseudomonas aeruginosa dan kokus gram positif.

Page 9: Manajemen Airway

9

Pada fiksasi oropharyngeal tube juga sering kali menimbulkan penekanan pada salah

satu sisi bibir pasien sehingga bisa menyebabkan luka/nekrotik sebagai penyebab

masuknya kuman ke dalam tubuh pasien.

2.4.5 Prinsip Pencegahan Infeksi

Untuk pencegahan infeksi, digunakan prosedur yang bersih baik itu dari

peralatan dan juga lingkungan bersih dalam melakukan prosedur tindakan. Untuk

perawatan, jaga kebersihan mulut setiap 2 sampai 4 jam jika dibutuhkan.

Oropharyngeal tube dapat direndam di baskom yang telah diisi air kemudian

dibilas dengan larutan hydrogen peroxida dan air.

2.4.6 Prinsip / Hal Lain Untuk Pemasangan Oropharyngeal tube

a. Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang atau

apabila ukuran terlampau panjang, epiglotis akan tertekan sehingga

menyebabkan jalan nafas tersumbat.

b. Hindarkan terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat.

c. Jangan gunakan alat ini pada pasien dimana refleks faring masih ada karena

dapat menyebabkan muntah dan spasme laring.

2.4.7 Hal Yang Dikaji Sebelum Tindakan

Hal yang dikaji sebelum tindakan pemasangan oropharyngeal tube. Pastikan

pasien dalam keadaan tidak sadar. Pemaksaan pemasangan alat ini akan menimbulkan

“gag reflek” atau muntah yang mungkin menyebabkan aspirasi. Perhatikan dan ukur

besarnya oropharyngeal tube yang akan dipakai.

2.4.8 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Kerusakan pertukaran gas spontan

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

3. Kerusakan menelan

4. Resiko infeksi

2.4.9 Outcome Yang Ingin Dicapai Dari Pemasangan Oropharingeal Tube

Tujuan pemasangan oropharyngeal tube adalah Menjaga kepatenan jalan nafas pasien.

Tujuan perawatan orupharyngeal tube adalah Menjaga jalan nafas tetap paten dan

Mencegah terjadinya infeksi

2.4.10 Prosedur Persiapan dan Pemasangan serta Perawatan Oropharyngeal

A.Persiapan Perawat

Page 10: Manajemen Airway

10

1.Persiapan Alat

a. Mayo

b. Sarung tangan

c. Plaster

d. Bengkok

e. Tounge spatel

f. Kasa

g. Suction

h. Selang penghisap

2. Persiapan Lingkungan

a. Ciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman serta kooperatif

b. Siapkan sampiran atau sketsel

3. Persiapan Pasien

a. Informasikan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan

b. Posisikan klien terlentang, upayakan sedekat mungkun dengan bagian atas

empat tidur

c. Pastikan pasien dalm keadaan aman untuk dilakukan tindakan

d. Pastikan tidak terdapat reflek faring

B. Prosedur Tindakan Pemasangan oropharyngeal tube

a. Cuci tangan, gunakan sarung tangan

b. Pilihlah ukuran airway yang sesuai dengan pasien. Hal ini mungkin dilakukan

dengan menempatkan jalan napas di pipi pasien dengan bagian datar di bibir.

Ujung dari jalan napas harus ada di dagu pasien.

c. Masukkan jalan napas dengan mengikuti salah satu cara dibawah ini. Balik jalan

napas sehingga bagian atasnya menghadap kemuka. Mulai untuk memasukkan

jalan napas ke mulut. Sebagaimana jalan napas mendekati dinding posterior Faring

dekat lidah belakang, putar jalan napas pada posisi yang seharusnya (180 º).

Gunakan penekan lidah , gerakkan lidah keluar untuk menghindari terdorong ke

belakangmasuk faring posterior. Masukkan jalan napas oral ke dalam posisi yang

seharusnya dengan bagian atas masuk kebawah dan tidak perlu diputar.

Page 11: Manajemen Airway

11

d. Jika reflek cegukan pasien terangsang, cabut jalan nafas dengan segera dan

masukkan kembali.

e. Fiksasi jalan napas dengan plester dan letakkan di pipi dan melintasi bagian

datar dari jalan napas, pada bibir pasien. Jangan menutupi bagian terbuka dari jalan

napas. Harus berhati- hati untuk menjamin pasien tidak cegukan terhadap jalan

napas ketika direkatkan pada tempatnya. Perekatan dapat mencegah pasien dari

dislokasi jalan napas dan karena itu pasien muntah segera setelah ia sadar kembali.

Prosedur perawatan oropharyngeal tube :

a. Cuci tangan , gunakan sarung tangan, lakuka perawatan oral pada sisi rongga

mulut yang tidak terhalang oleh pipa.

b. Perhatikan tanda panjang pipa dalam sentimeter dengan acuan bibir pasien.

c. Pegang pipa dalam tanda tersebut dan dengan hati-hati dan cermat gerakkan pipa

kesisi lain dari mulut pasien.

d. Pastikan bahwa tanda acuan tetap sama.

e. Gunakan penghisap oral sesuai kebutuhan

f. Atur kembali posisi klien

g. Rapikan semua peralatan, lepaskan sarung tangan dan buang di tempat yang

disediakan.

h. Evaluasi status pernafasan klien, kenyamanan klien.

i. Perawat mencuci tangan

2.4.11 Evaluasi

1. Kaji status neurologi pasien secara berkala. Jalan napas dapat menyebabkan

muntah-muntah pada pasien yang sensitif dan karenanya harus digunakan hanya

pada pasien tidak sadar.

2. Monitor pasien dari penumpukan sekresi oral dan penghisapan rongga mulut.

3. Jika keadaan pasien memungkinkan, pemakaian jangka panjang

memerlukanpelepasan jalan napas untuk memberikan perawatan oral.

Dokumentasi

1. Catat ukuran dari jalan napas yang digunakan

2. Catat waktu prosedur dilakukan dan toleransi pasien

Page 12: Manajemen Airway

12

3. Catat setiap perubahan dalam status pasien dan atau setiap komplikasi

4. Catat kecepatan dan sifat dari pernapasan.

2.5 Pemasangan dan perawatan Nasopharyngeal

2.5.1 Pengertian Nasopharyngeal

Nasopharyngeal adalah suatu cara untuk mengelurkan sekret dari saluran nafas

dengan menggunakan suction kateter yang di masukan melalui hidung atau rongga

mulut kedalam faring atau trakea.

Penghisapan lendir digunakan bila klien mampu batuk scara efektif tapi tidak

mampu membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau menelan. Tindakan

pengisapan lendir juga, tepat pada klien yang kurang responsif atau koma, yang

memerlukan pembuangan sekret oral.

2.5.2 Tujuan Nasopharyngeal

1. untuk memelihara saluran nafas dengan tetap bersih

2. untuk mengeluarkan sekret dari pasien yang tidak mampu mengeluarkan sendiri

3. diharapkan suplay oksigen terpenuhi dengan jalan nafas yang adekuat.

2.5.3 Indikasi dan Kontra Indikasi

Nasopharyng saluran udara kadang-kadang digunakan oleh orang yang

memiliki slep upnea. Alat ini juga digunakan oleh para profesional perawatan darurat

seperti EMT dan paramedis dalam situasi dimana bentuk pemeliharaan jalan nafas

buatan diperlukan tetapi tidak mungkin atau disarankan menggunakan jalan nafas

Orofaryngeal, jenis yang digunakan saluran nafas tambahan, atau intubasi, dianggap

paling cara tertentu untuk mengamankan jalan nafas paten, tetapi juga yang paling

infasif medis. Dalam pasien yang tak sadarkan diri hisap dari saluran nafas atas juga

didapat diterapkan melalui NPA. Penyisipan dari NPA merupakan kontra indikasi dari

pasien dengan cidera kepala berat atau wajah, atau memiliki bukti patah tulang

tenggkorak basilar (tanda battle mata rakun, cairan screbrospinnal/darah dari telinga).

Karena kemungkinan penyusupan langsung pada jaringan otak sebuah jalan nafas

orofaryngeal dapat digunakan sebagai pengganti, tetapi perangkat ini sering memicu

pasien untuk reflek muntah, sementara saluran udara nasopharyng biasanya tidak.

Page 13: Manajemen Airway

13

2.5.4 Prosedur Pemasangan Nasopharyngeal

No Prosedur TindakanBobot Nilai

Ket1 2 3 4

1 Pengertian : Nasopharyngeal adalah suatu cara untuk

mengelurkan sekret dari saluran nafas dengan

menggunakan suction kateter yang di masukan melalui

hidung atau rongga mulut kedalam faring atau trakea.

2 Tujuan :1. untuk memelihara saluran nafas dengan tetap bersih

2. untuk mengeluarkan sekret dari pasien yang tidak

mampu mengeluarkan sendiri

3. diharapkan suplay oksigen terpenuhi dengan jalan

nafas yang adekuat

3 Persiapan Alat :1. Masker2. Sarung tangan steril3. Aquades steril4. Jelly5. Pipa nasofaring6. Bengkok

4 Persiapan klien / keluarga :1. Kaji ulang respon klien sebelum tindakan.2. Beritahukan kepada klien / keluarga tentang

hal-hal dan maksud tindakan yang akan dilakukan

5 Persiapan Lingkungan :1. Tutup gorden / pasang sampiran2. Anjurkan keluarga untuk menunggu di luar

ruangan terkecuali anggota keluarga yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan tindakan.

6 Pelaksanaan :1. Cuci tangan.2. Petugas memakai masker dan sarung tangan.3. Posisikan pasien terlentang dan gunakan teknik

chin lift – head tilt / jaw thrus untuk mengamankan jalan nafas secara manual.

Page 14: Manajemen Airway

14

4. Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air sebelum dimasukkan dengan mencelupkan dalam aquades steril.

5. Ujung hidung didorong dengan hati-hati ke arah atas, bagian sudut ujung selang harus menghadap dasar lubang hidung atau septumnasi.

6. Memasukkan pipa kedalam lubang hidung, masukkan terus hingga bagian pinggir pipa berhenti dan tertahan kuat pada lubang hidung pasien. Jangan pernah mendorong kuat, jika sulit untuk memajukan pipa, tarik keluar dan coba pada lubang hidung yang lain.

7. Kaji ulang respon klien setelah tindakan.8. Sampaikan terimakasih kepada klien atas

kerjasamanya.9. Rapihkan kembali klien pada posisi nyaman.10. Bersihkan dan rapihkan alat-alat yang telah

digunakan.11. Buka sarung tangan dan buang ke tempat

sampah medis.12. Cuci tangan.13. Dokumentasikan pada catatan keperawatan.

2.6 Suctioning

2.6.1 Pengertian Suction

Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan

jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat

dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya

sendiri.  ( Ignativicius, 1999 ).

Sebagian pasien mempunyai permasalahan di pernafasan yang memerlukan

bantuan ventilator mekanik dan pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube), dimana

pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube) masuk sampai percabangan bronkus pada

saluran nafas. Pasien yang terpasang ETT (Endo Trakeal Tube) dan ventilator maka

respon tubuh pasien untuk mengeluarkan benda asing adalah mengeluarkan sekret

yang mana perlu dilakukan tindakan suction.

Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan

memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube (OTT),

traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk

membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah

terjadinya infeksi paru. Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami

Page 15: Manajemen Airway

15

kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan

melalui trakea gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan

gaster, infark miokard (Elly, 2000).

2.6.2 Indikasi penghisapan sekret endotrakeal diperlukan untuk

1.       Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)

a.       Pasien tidak mampu batuk efektif

b.      Di duga ada aspirasi.

2.      Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan :

a.       Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara  napas

tambahan.

b.      Di duga ada sekresi mukus di dalam sal napas.

c.       Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan.

3.      Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.

4.      Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi.

5.      Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal.

Penerapan prosedur suction diharapkan sesuai dengan standar prosedur yang

sudah ditetapkan dengan menjaga kesterilan dan kebersihan agar pasien terhindar dari

infeksi tambahan karena prosedur tindakan suction. Adapun standar yang digunakan

di RS dr. Kariadi adalah (Protap RSUP Dr. Kariadi, 2004).

2.6.3 Komplikasi yang dapat terjadi akibat penghisapan sekret endotrakeal (Setianto,

2007):

1.  Hipoksia / Hipoksemia

2.  Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal

3.  Cardiac arest

4.  Arithmia

Page 16: Manajemen Airway

16

5.  Atelektasis

6.  Bronkokonstriksi / bronkospasme

7.  Infeksi (pasien / petugas)

8.  Pendarahan dari paru

9.  Peningkatan tekanan intra kranial

10.  Hipotensi

11.  Hipertensi

2.6.4 Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan

penghisapan sekret endotrakeal adalah (Setianto, 2007):

1.    Meningkatnya suara napas

2.    Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran

pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal volume.

3.    Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang bisa

dipantau dengan pulse oxymeter

4.     Hilangnya sekresi pulmonal.

2.6.5 Prosedur Pemasangan Suction

No. Prosedur TindakanBobot Nilai

Ket1 2 3 4

1.

Pengertian :

Tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan

lender dari jalan nafas melalui mulut, hidung,

intratracheal dengan menggunakan mesin

suction.

2.

Tujuan :

1. Mengeluarkan benda asing berupa

cairan pada jalan nafas

2. Jalan nafas bersih dari slym

Page 17: Manajemen Airway

17

3. Persiapan Alat :

1. Mesin penghisap lender

2. Slang penghisap lendir sesuai

kebutuhan

3. Air matang untuk pembilas dalam

tempatnya (kom)

4. Cairan desinfektan dalam

tempatnya untuk merendam

slang

5. Pinset anatomi untuk memegang

slang

6. Spatel / sundip lidah yang

dibungkus dengan kain kasa

7. Sarung tangan

8. Bak instrumen

9. Kasa

10. Bengkok

4. Persiapan Klien/keluarga :

1. 1. Bila pasien sadar :

Siapkan dengan posisi setengah

duduk

2. 2. Bila pasien tidak sadar :

− Posisi miring

− Kepala ekstensi agar

penghisap dapat berjalan

lancar

Page 18: Manajemen Airway

18

5. Persiapan Lingkungan :

1. Tutup gorden/pasang sampiran

2. Anjurkan keluarga untuk menunggu

diluar ruangan terkecuali anggota

keluarga yang akan dilibatkan dalam

pelaksanaan tindakan.

Page 19: Manajemen Airway

19

6. Pelaksanaan :

1. Pakai Barak Short

2. Jelasakan pada pasien/ keluarga

dan inform concern

3. Alat didekatkan pada pasien dan

perawat cuci tangan

4. Perawat memakai sarung tangan

5. Pasien disiapkan sesuai dengan

kondisi

6. Slang dipasang pada mesin

penghisap lendir

7. Mesin penghisap lendir

dihidupkan pada keadaan “on”.

8. Sebelum menghisap lendir pada

pasien, cobakan lebih dahulu

untuk air bersih yang tersedia

9. Tekan lidah dengan tong spatel

10. Tempatkan tissue pada dahu

klien

11. Hisap lendir pasien sampai

selesai. Mesin dimatikan.

12. Bersihkan mulut pasien kassa

13. Membersihakan slang dengan

air dalam kom

14. Slang direndam dalam cairan

desinfektan yang tersedia

15. Alat dirapihkan

16. Perawat cuci tangan

Page 20: Manajemen Airway

20

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah

hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Breathing

(Bernapas) adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan

pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru

(RJP).

Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat.

Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat

sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan

oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga

memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan

menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan

kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat

penting dilakukan secara efektif dan efisien.

3.2 Saran

Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang

telah disusun meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari sempurna. Oleh

karena itu kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat

membantu menyempurnakan makalah yang selanjutnya.

Page 21: Manajemen Airway

21

DAFTAR PUSTAKA

- Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II,

EGC: Jakarta

- John, A, Boswick, 1997. Perawatan Gawat Darurat. Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta

- Purwadianto, Agus, dkk, 2000. Kegawatdaruratan Medik. Jakarta: Binarupa

Aksara