Ringkasan Summer School FSI 2012

39
Pembukaan short course SUMMER SCHOOL THE FLETCHER SUMMER INSTITUTE, TUFTS UNIVERSITY, BOSTON NON VIOLENT CIVIL RESISTANCE Boston, 24-29 Juni 2012 ====================================================================== =============== Non Violent Action: Key Concept By Rev. James Lawson, One of Dr. Martin Luther king’s strategists during the U.S Civil Rights Movement Nashville “We were warriors”. Sebuah film documenter yang menceritakan sebuah pergerakan non violent dimotori oleh mahasiswa di Fisk University, dimana ajaran Gandi tentang non violent action dijadikan nilai fundamental gerakan. Gerakan ini dimulai dari sebuah diksusi kecil di dalam gerekan tentang ajaran gandi tentang non violent action. Secara perlahan diskusi kecil bergerak menjadi sebuah training mental untuk pada pejuang non violent. Suasana segregasi antara kulit putih dan kulit hitam memicu diskusi kecil yang dihadiri mahasiswa sebagian besar kulit hitam menjadi sebuah gerakan. Dengan prinsip- prinsip non violent, para mahasiswa yang sudah dilatih dengan ajarna non violent, berpakaian sangat rapi dan menembus ruang-ruang publik yang tersegregasi. Mereka secara sengaja masuk ke dalam bar orang kulit putih, gereja, restaurant dan tempat-tempat pelayanan publik, tanpak dengan tenang, yakin, solid dan disiplin untuk tidak melawan meskipun mendapatkan reaksi kekerasan fisik. “ Majemen bilang kami tidak boleh melayani negro”, kata seorang pelayan restoran. Mereka tidak bereaksi apapun kecuali secara tenang ngobrol dan menikmati suasana seperti layaknya orang kulit putih. Aksi non violent ini merambah dari tempat satu ke tempat lain. Melibatkan semakin banyak orang beda kelompok, usia dan gender karena dibawah satu kepentingan “ kesetaraan dan anti diskriminasi”. Negara secara represif memasukkan para pioneer aksi ke dalam penjara. 1

description

cddd

Transcript of Ringkasan Summer School FSI 2012

Page 1: Ringkasan Summer School FSI 2012

Pembukaan short course

SUMMER SCHOOL THE FLETCHER SUMMER INSTITUTE, TUFTS UNIVERSITY, BOSTON

NON VIOLENT CIVIL RESISTANCE

Boston, 24-29 Juni 2012

=====================================================================================

Non Violent Action: Key ConceptBy Rev. James Lawson,

One of Dr. Martin Luther king’s strategists during the U.S Civil Rights Movement

Nashville “We were warriors”. Sebuah film documenter yang menceritakan sebuah pergerakan non violent dimotori oleh mahasiswa di Fisk University, dimana ajaran Gandi tentang non violent action dijadikan nilai fundamental gerakan. Gerakan ini dimulai dari sebuah diksusi kecil di dalam gerekan tentang ajaran gandi tentang non violent action. Secara perlahan diskusi kecil bergerak menjadi sebuah training mental untuk pada pejuang non violent. Suasana segregasi antara kulit putih dan kulit hitam memicu diskusi kecil yang dihadiri mahasiswa sebagian besar kulit hitam menjadi sebuah gerakan. Dengan prinsip-prinsip non violent, para mahasiswa yang sudah dilatih dengan ajarna non violent, berpakaian sangat rapi dan menembus ruang-ruang publik yang tersegregasi. Mereka secara sengaja masuk ke dalam bar orang kulit putih, gereja, restaurant dan tempat-tempat pelayanan publik, tanpak dengan tenang, yakin, solid dan disiplin untuk tidak melawan meskipun mendapatkan reaksi kekerasan fisik. “ Majemen bilang kami tidak boleh melayani negro”, kata seorang pelayan restoran. Mereka tidak bereaksi apapun kecuali secara tenang ngobrol dan menikmati suasana seperti layaknya orang kulit putih. Aksi non violent ini merambah dari tempat satu ke tempat lain. Melibatkan semakin banyak orang beda kelompok, usia dan gender karena dibawah satu kepentingan “ kesetaraan dan anti diskriminasi”. Negara secara represif memasukkan para pioneer aksi ke dalam penjara.

Cerita pada synopsis film di atas dikenal dengan civil rights movement. James Lawson, salah tokoh penting dalam film tersebut, menekankan bahwa istilah yang dipakai dalam civil rights movement tidak berbeda dengan non violent action. Ini sebuah discourse yang ketika disebut, orang sudah bisa menduga bahwa yang dimaksudkan adalah sebuah gerakan penghapusan diskriminasi ras di Amerika. Sementara istilah non violent action atau passive resistance dipakai oleh Gandi di Afrika Selatan dan juga di India. Kemudian kita juga mengenal Civil Resistance. Secara substansi sama. Tapi secara history berbeda.

James menekankan pada pidatonya bahwa ada tiga hal penting untuk mengidentifikasi non violent action: unity, solidarity dan disiplin. Unity artinya sebuah gerakan ini harus ditopang oleh kesatuan utuh pada penggagasnya. Artinya setiap kepentingan yang berbeda disatukan di dalam satu keutuhan tujuan yang sama. Solidaritas artinya sebuah gerakan mampu menyentuh perasaan banyak orang dan membangkitkan solidaritas untuk terlibat mendukung gerakan non violent action. yang terakhir adalah

1

Page 2: Ringkasan Summer School FSI 2012

disiplin. Apapun yang terjadi di dalam aksi non violent ini, semua orang harus patuh pada pimpinan untuk tidak melakukan aksi diluar scenario yang sudah ditetapkan.

Dengan demikian, sebuah gerakan non violent tidak bisa tanpa sebuah perencanaan strategi yang matang. Semua jenis pendekatan dan metode yang diturunkan dari prinsip-prinsip ajaran Gandi adalah dipilih dengan sadar dan dipatuhi bersama. Perubahan scenario di lapangan menunggu perintah pimpinan. Inilah mengapa sebuah gerakan non violent membutuhkan pimpinan yang kuat dan memahami konsep dan prinsip-prinsip ajaran Gandi, karena dialah yang akan menggerakkkan massa. Kalau demikian, apakah kita di Indonesia memiliki sebuah gerakan non violent? Ukurannya ada tiga yaitu unity, solidarity dan disiplin. ***

Hari 1, 25 Juni 2012

Sesi I

Perkenalan

Sesi perkenalan dilakukan dengan metode konvensional, setiap orang menyebutkan nama dan concern masing-masing. Karna ada sekitar 50 orang di dalam ruangan, maka perkenalan memakan waktu yang cukup panjang. Perkenalan dibantu dengan adanya handbook tentang peserta sehingga bisa dipakai untuk memperdalam pengenalan diri masing-masing.

Sesi II

The Ideas and Dynamics of Civil ResistanceBy Jack DuVall

Struktur v.s Agency. Jack membuka presentasinya dengan mengulas pentingnya peran bahasa di dalam pergerakan civil resistance. Bukan saja karena bahasa mewakili cara pandang seseorang dari latar belakang keluarga, media dan juga teman-teman, tetapi bahasa menyimbulkan seluruh latar belakang sosial, ekonomi, dan politik seseorang. Secara lebih rinci dikotomi penggunaan bahasa bisa ada seperti berikut:

Structure Agency state Non state actorsgovernment citizensrulers peoplelaws Consent Elites Cvil SocietyInstitutions MovementsConditions SkillsTo-Down Bottom Up

2

Page 3: Ringkasan Summer School FSI 2012

Physical Political“Unrest” Resistance Resolution Reform/Revolution

Gerakan Civil Resistance lebih banyak menggunakan bahasa-bahasa Agency, yang menyimbulkan kekuatan dari dalam masyarakat yang ikat oleh sebuah gerakan kolektif dimana target perubahan adalah kepentingan politik masyarakat di dengar. Pergerakan ini dimulai dari bawah ke atas yang terrencana dalam sebuah perubahan jangka panjang yang menyentuh pada kesadaran kritis masyarakat.

Gerakan civil resitance dimotori oleh tiga orang penting diantaranya adalah Frederick Douglas, tokoh pembebasan buruh di Amerika, percaya bahwa kekuatan saja tidak cukup tanpa sebuah pergerakan kolektif yang menyatukan consent semua orang. Leo Tolstoy sangat berpengaruh dalam konsepnya the rights to rise up, yang banyak menginspirasi Gandhi pada konsep passive Reesistance. Gerakan Gandhi juga diinspirasi oleh Perlawanan Irlandia dan Rusia Revolusi 1990. Gandhi sangat terkenal dengan taktik non violentnya yaitu long March, menolak membayar pajak, boycott, dan aktif melakukan negosiasi.

Taktik di dalam civil resistance, dikelompokkan menjadi tiga: Protes atau persuasive, non cooperation (menolak kerjasama), dan Intervention. Taktik protes adalah cara-cara yang dipakai oleh pergerakan sipil seperti demo, long march, yang memerlukan gerakan massa. Non cooperation adalah sebuah cara perlawanan yang ditunjukkan dengan penolakan seperti boycott dan civil discobidience. Dan intervensi adalah cara-cara yang dipakai untuk melobby ketika ruang-ruang negosiasi dibuka lebar oleh opponent.

Gerakan civil resistance dipercaya sebagai sebuah cara powerful yang sudah dipraktekkan di berbagai belahan dunia. SEbut saja di India pada tahun 1920-1940, Salvador tahun 1994, Poles (1970-1980), Afrika Amerika (1960), Chilli (1985-1988), Czechs Slovaks (1989), Filipino (1986), German Timur (1989) dan sebagainya. Hasilnya sangat menggembirakan dimana dari 67 gerakan civil resistance, 50 diantaranya berhasil dan dalam kurun waktu 35 tahun (1970-2005), sudah terjadi 67 transisi di Negara-negara yang mengalami persoalan diskriminasi ras, krisis ekonomi dan juga hidup dalam cengkreman penguasa yang dictator.

Tidak sedikit di dalam gerakan civil resistance, massa kemudian terpancing bentrok dengan aparat keamanan dan bahkan clash antara massa dengan pihak polisi kerap kali menimbulkan banyak korban. Ini yang disebut risiko di dalam gerakan civil resistance yang kadang tidak bisa dihindari. Akan tetapi bahwa risiko harusnya bisa direncanakan dan diantisipasi agar tidak merusak planning aksi.

Jack sangat yakin bahwa gerakan civil resistance bukan datang dari ruang kosong. Gerakan ini harus direncanakan dengan baik. Bahkan beberapa komponen penting di dalam merancang gerakan civil resistance harus ada diantaranya adalah Consent, Reason, self-rule, representation, resilience dan transformasi. Consent adalah kemauan dari masyarakat. Artinya bahwa ini sebuah tahapan dimana pendukung civil resistance terfasilitasi kepentingannya, terwadahi gagasan tentang kekuasaan dan mau digerakkan untuk menciptakan ruang untuk perlawanan. Reason (alasan), adalah sebuah tujuan dari gerakan. Artinya sebuah gerakan harus ada landasan masalahnya sehingga capaian juga jelas. dalam menentukan masalah, penting untuk mengedepankan rasa hormat akan kepentingan masyarakat,

3

Page 4: Ringkasan Summer School FSI 2012

pendekatan persuasive dan tidak melakukan kekerasan, dan memegang erat nilai-nilai keterbukaan dan kredibilitas sebuah gerakan. Sef- Rule dimaknai sebagai komitmen diri. Bahwa sebuah gerakan haruslah hasil dari refleksi pribadi yang kuat sebagai basis dari gerakan. dalam tahap ini, seharusnya pemain-pemain inti dalam civil resistance sudah bisa menjawab pertanyaan mendasar seperti “mengapa saya melakukan ini?”, sehingga kekuatan diri ini bisa menjadi fundamen kuat bagi pergerakan. Kekuatan diri harus diorganisir dengan kekuatan diri orang lain dalam sebuah perencanaan yang matang dan disiplin tinggi akan prinsip-prisip non violence. self-rule adalah spiritualitas di dalam gerakan. Spiritualitas tidak harus bersumber pada sebuah ajaran agama atau budaya. Sama sekali tidak. Spiritualitas yang dimaksudkan disini seperti yang diajarkan oleh Gandhi.

Civil resistance juga membutuhkan representasi. Karena kekuatan civil resitance pada massa, maka penting sekali sebuah gerakan bisa memancing semua orang untuk terlibat di dalamnya. Representasi ini bukan hanya pada level jumlah, tetapi juga sebuah gerakan harusnya bisa mewakili kegelisahan masyarakat. olehkarenanya skill mendengarkan, mendelegasikan kekuasaan, dan mengupayakan partisipasi penting. Karena ini representasi kepentingan orang banyak, maka seharusnya gerakan tidak ada hirarkis dan tidak menonjolkan heroism individu. Resilience, gerakan haruslah mandiri dan tidak didekte oleh kepentingan apapun. Artinya gerakan punya otonomi untuk mengatur mau kemana dan secara mandiri mengatur sumber daya di dalam gerakan itu sendiri. Untuk mencapai kemandirian penting bagi gerakan menentukan momentum yang tepat untuk bergerak, mengatur strategi dan juga taktik yang digunakan di dalam gerakan. Ini yang disebut agency. dan agency ini bisa didapatkan di dalam diri orang-orang yang bergabung di dalam pergerakan. Yang terakhir adalah transformation. Sebuah tujuan pergerakan adalah transformasi. untuk itu semua individu di dalam gerakan adalah stakeholder atau pemangku kepentingan. Tidak ada musuh tunggal, olehkarenanya sikap mawas diri dan komitmen untuk menyelesaikan perjuangan sampai tercapai perubahan harus tetap dijaga di dalam pergerakan.

Forum diskusi:

taktik mogok makan; apakah ini bisa diterima dalam konsep non violence action? how to prevent religious leader hiject the process common language yang bisa dipakai untuk mengkonsolidasikan masa can movement survive without leader? strategy yang terbaik ! jika terjadi backfire, apa yang harus dilakukan?

Sesi III

Forming a Movement: Cognitive LiberationBy Maciej Bartkowski

Dr. Maciej mengawali sesi dengan dilemma terhadap gerakan civil resistance yang mungkin sudah sering didengar oleh kita semua; diantaranya adalah kita tidak tahu bagaimana perasaan mayoritas, jika memang mereka mayoritas. Kita tidak tahu apakah akan ada banyak yang bergabung di dalam gerakan

4

Page 5: Ringkasan Summer School FSI 2012

civil resistance, dan kapan mereka kemudian meninggalkan gerakan civil resistance. Kita juga tidak tahu apakah gerakan civil resistance ini akan tetap konsisten dengan non violent action ditengah-tengah provokasi dan opresi dari penguasa. Kita juga sama sekali tidak tahu bahwa sebuah pergerakan pada akhirnya bisa sukses. Lantas apa yang membuat gerakan pemberontakan ini bisa muncul?

Dulu orang sangat yakin kalau Mesir bukan Tunisia. Sehingga tidak mungkin terjadi penggalangan massa untuk menjatuhkan rezim otoritarian yang telah berkuasa 30 tahun. Tapi kita lupa bahwa disamping ada rezim yang otoriter, kita menemui sebuah kondisi polarisasi agama dan budaya yang tinggi, kelas menengah yang berpendidikan, keterbukaan akses internet, pekerja yang terorganisir dan masalah kompleksitas lainnya, yang kemudian mendorong gerakan civil resistance di Mesir muncul. Fakta lain yang bisa mendorong munculnya gerakan civil resistance adalah kondisi ekonomi rakyat yang semakin sulit dan sentralistik kekuasaan yang menimbulkan gab antara pusat dan daerah. Dalam kondisi seperti ini jawabannya hanya satu yaitu civil resistance.

Civil resistance hanya terjadi jika adanya cognitive liberation. Dr. Maciej menyebutnya sebagai awakening (kebangkitan), yaitu sebuah kesadaran yang menyakini bahwa kekuatan ada di rakyat, yang lemah secara kekuasaan. Bahwa risiko itu bisa dibagi dengan orang banyak jika bergerak bersama. Bahwa pergerakan dianggap sebuah pesta rakyat yang paling menarik dan akan tetap berjalan sejauh mana dibutuhkan. Bahwa kekuatan kolektif rakyat sangat bisa dipakai untuk meruntuhkan sistem dan kekuasaan tirani. Cognitive liberation lahir dari perasaan mendalam sebagai seorang manusia yang hidup dalam penghinaan dan rasa rindu akan sebuah harga diri.

Cognitive liberation bisa dibentuk dari sebuah discourse. Bahasa sangat memainkan peranan penting untuk mengkristalkan kesadaran rasa pada setiap orang untuk secara bersama bergerak. Civil resistance tidak akan terjadi tanpa dirancang, maka memainkan discourse untuk penggalangan massa juga tidak lepas dari perencanaan. Beberapa contoh penggunaan discourse untuk menggalang dukungan mass dipakai di beberapa Negara pada saat perlawanan terjadi, seperti berikut ini:

“ British is ruling the country for their own benefit, why should we help them? We will coerce them to leave but on friendly term.’ (India)

“Racism does not know the borders. It is not about being black. Racism is about experience. Regarding you are White, India, Colored, Black you can feel being discriminated. The fight against apartheid is thus a common fight of the whole humanity regardless of race” ( South Africa)

“We are 99%. We oppose economic inequality and unfair threatment that benefit 1%. We no longer believe in the American dream and will no longer be silent” (USA)

Discourse juga dipakai dalam visualisasi / gambar dengan menggunakan data-data akurat. V isualisasikan discourse ketidakadilan itu sendiri dan membangun kesadaran publik menjadi. Cara jitu melakukannya

5

Page 6: Ringkasan Summer School FSI 2012

adalah dengan menggunakan data-data statistic. Misalnya kasus penggunaan pesawat pribadi presiden Tunisia, Ben Ali yang disinyalir tidak singkron antara jadual kunjungan presiden dalam satu tahun ke Negara A, dengan intensitas penggunaan pesawat presiden ke Negara A. Ternyata pesawat kepresidenan juga dipakai oleh Istri Ben Ali untuk shopping di Negara A. Ada juga kampanye ember biru di Rusia, dan sebagainya. Visualisasi haruslah dicari yang tepat sehingga pesan tersampaikan dengan baik. Sayangnya saya tidak punya gambar-gambar untuk membantu penjelasan ini. Tapi teman-teman bisa juga melihat di perjalanan civil resistance kita, setiap kali aksi demonstrasi, kita juga temukan visualisasi Soeharto atau SBY dalam demo. Visualisasi ini bisa jatuh pada penghinaan. Misalnya dengan memainkan gambar-gambar tokoh dengan tubuh binatang, dikasih rambut, kumis dan sebagainya yang kira-kira didekatkan dengan sosok tertentu.

Kekuatan discourse juga bisa ditunjang dari sebuah pemahaman ideology yang dalam sehingga formulasi yang dipakai akan berbeda. Coba perhatikan discourse dibawah ini:

Hidup V.S Mati “His language smell like death (Serbia)“Please tell the world how much we love life,.. We just want to be free (Iran)‘ We went out we ask for life, they are killing us (Yamen)“ We are not in search of death, We are looking for life (Tiananmen People)“ I am doing this for my children”..what life is this? (one of protestor of Egyptian)

Solidarity

Our protest is peaceful. Sunni and Syiah are brother. We will never betray this country (Saudi Arabia)

Humor V.S PelanggaranThe chairman of the election commission comes to Putin after the election: “ I have a good news and bad news. Which do you want to hear first? The bad news.Zyuganov, the communist party candidate, got 75% of the vote. Holy crap!—cried Putin. What the good news? You got 76%.

Discourse hidup v.s mati, kita bisa melihat formulasi kata yang sangat apik dan beraroma positif “kecintaan pada hidup”. Menurut saya, kekuatan dari discourse ini memberikan kesan hormat dan renungan mendalam bahwa terlalu banyak kehidupan yang direnggut olehkarenanya rakyat berteriak untuk mempertahankan kehidupan yang masih ada. Saya secara pribadi lebih menyukai permainan discourse yang jauh dari nuansa menghina. Karena violence tidak hanya pada fisik, mental tapi juga penggunaan bahasa. Penggunaan discourse kehidupan ini sedikit demi sedikit mengkristalkan orang-orang karena semua orang satu common ground yaitu membuat

Akhirnya, bahwa selalu ada kerinduan untuk bicara persoalan martabat sebagai manusia. Untuk memperjuangkannya, kita harus membuatnya sepopuler mungkin, sehingga orang lain juga bergerak.

6

Page 7: Ringkasan Summer School FSI 2012

Untuk sebuah perjuangan mempertahankan martabat, maka harus terjun langsung. Karena orang lain itu sifatnya menginspirasi, dan diri kita sendiri yang bisa membuat perubahan untuk Negara tercinta. ***

Sesi IV

Strategic Planning and Tactical InnovationBy Hardy Merriman

Tidak ada aksi tanpa rencana. Perencanaan secara sistematis di dalam sebuah aksi disebut strategic planning. Sesi ini membahas dua hal yaitu perencanaan strategis aksi dan menentukan taktik aksi yang inovatif. Hardy Merriman, pemateri adalah direktur program di ICNC yang lama mengamati dan terlibat langsung dengan civil resistance di beberapa Negara. Ada tiga hal penting yang akan dibahas oleh Hardy dalam presentasinya adalah peran strategy, taktik dan taktik efektif. Untuk menyamakan pemahaman kita semua, Hardy memberikan definisi bebas tentang strategi dan taktik sebagai berikut:

A plan of action or policy designed to achieve major or overall aim. Strategy is the idea of how non violent strunggle shall develop, how its separate component shall be fitted together to contribute advantageously to achieve its objective. It also coordinates and directs all appropriate and available (human, political, economic, moral etc) of the group to attain its objective in a conflict

Tactic is a limited plan of action base on conception of how, in a restricted phase of conflict, to use effectively the available means of action to achieve a specific limited objective. Tactics are intended to use in implementing strategy in face the overall conflict.

Apakah strategi itu penting? Kita sekarang hidup dalam sebuah struktur dimana ruang politik terbuka lebar untuk melakukan sebuah perubahan. Kecenderungan para pemimpin menggunakan kekerasan untuk menghalau protes dari masyarakat sipil. Ditambah dengan dukungan dari dunia internasional terhadap rezim otoritarian karena kepentingan penguasaan sumber daya alam. Disisi lain kita juga dihadapkan pada dampak dari pembangunan yang tidak sensitive pada perdamaian dan bencana alam, sehingga memperparah tingkat kemiskinan di banyak Negara. Arus demokratisasi telah membawa banyak perubahan positif pada keterbukaan press, partisipasi kelas menengah, dan kebebasan penuh berekspresi melalui dunia maya, bisa dianggap peluang untuk melakukan perubahan.

Namun disisi lain, kita mempunyai kekuatan agency sanggup membuat kita membuat sebuah visi bersama, menata strategy dan melakukan kampanye, menentukan tujuan yang bisa digapai, memikirkan taktik yang inovatif untuk mendorong capaian tujuan, berfokus pada kekuatan diri, membuat komunikasi efektif, melihat kembali kelemahan, membangun koalisi dan akhirnya mengenali orang-orang yang loyal dan orang-orang yang pro status quo, dan untuk sebuah perubahan maka hendaklah dimulai dengan orang-orang yang memang sudah terbukti loyal.

7

Page 8: Ringkasan Summer School FSI 2012

Tidak ada formula khusus menyusun strategi. Strategi itu ibarat seni. Namun, yakinlah bahwa strategi akan membantu kita untuk menghadapi situasi buruk dalam gerakan perubahan. Jika boleh diilustrasikan, strategi itu terbagi menjadi 3 yaitu strategi taktik (bawah), strategi kampanye (tengah) dan strategi visi (atas). Jika sebuah pergerakan memiliki strategi, maka arah proses untuk mencapai goal akan terkordinasi dan terkonsolidasi dengan baik, sehingga secara sistmatis bisa diukur. Namun jika tidak , maka akan amburadul. Satu yang penting dalam menyusun strategi adalah budaya dan bagaimana orang menyukai dan fun dengan pergerakan tersebut.

With Strategy No Strategy (uncoordinated visi,

kampanye dan taktik)

Peran kampanye sangat penting, untuk menyuarakan pesan yang sudah dirumuskan. Kita bisa refleksi dari kampanye yang dibuat oleh para pendahulu kita, misalnya Kampanye tentang Garam dengan long march 1993 oleh Gandi pada saat penjajahan Inggris di India, Kampanye Boikot Prt Elisabeth Afrika Selatan 1984, kampanye boikot di Navshille pimpinan Martin Luther, dan sebagainya. Semua ini tidak begitu saja lahir dari ruang kosong. Semua strategi kampanye melalui sebuah perenungan mendalam dan juga diskusi panjang dengan tim. Misalnya Gandi, untuk menentukan bahwa sebuah strategi gerakan untuk melakukan occupy salt (menguasai garam rakyat), beliau harus merenung selama 6 bulan untuk mendapatkan strategi yang jitu.

Strategi kampanye yang baik, akan diturunkan ke dalam strategi taktik yang inovatif sehingga selain membuat orang-orang yang bergabung di dalam gerakan merasa senang, juga menarik public untuk berpartisipasi. Sharp mengklasifikasi taktik menjadi tiga macam yaitu:

8

visi

kampanye

Taktik

Page 9: Ringkasan Summer School FSI 2012

Protes tanpa kekerasan dan Persuasi; jenis taktik ini sering sekali dipakai oleh gerakan civil resistance, dan tapi untuk memenangkan lawan tidak cukup dengan hanya memakai taktik ini. Contoh petisi, unjuk rasa, mendisplay symbol, bernyanyi, teater jalanan, penjagaan, sms, statemen public, website dan sebagainya)

Non cooperation; taktik ini membutuhkan orang banyak untuk bergabung sehingga kekuatannya akan terasa, jika bisa dilaksanakan akan memberikan kerugian besar pada pihak musuh

o Aspek sosial misalnya pemboikotn dari pergaulan, penggantungan aktifitas sosial, keluar dari acara,

o Aspek ekonomi misalnya pelanggan boikot, pengecer boikot, mogok, walk out, tinggal di rumah, menolak membayar sewa, menarik semua uang di bank, menarik investasi )

o Aspek politik misalnya berhenti kerja, keluar dari intitusi pemerintah, menahan informasi

Intervensi tanpa kekerasan misalnya pembangkangan masyarakat, pendudukan, pembentukan institusi parallel, blockade bangunan. Taktik ini membutuhkan disiplin tinggi dari anggota aksi karena risiko yang dihadapi sangat tinggi. Risiko yang dihadapi bisa merusak. Ini bisa efektif meskipun hanya beberapa orang yang melakukannya.

Gene Sharp mengkompilasi semua taktik yang pernah dipakai oleh gerakan civil resistance dan semuanya sejumlah 198 taktik. Anda bisa melihat di link berikut ini untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang taktik inovatif http://www.aeinstein.org/organizations/org/198_methods.pdf

Untuk mengkordinasi dan mengkonsolidasikan gerakan, penting adanya sebuah insstitusi yang bisa dijadikan tempat untuk merancang, merefleksikan gerakan. Ada empat kategori untuk membuat institusi alternatif ini yaitu membangun kapasitas, kemandirian, masyarakat sipil dan permudah masa transisi.

Bagaimana kita yakin taktik yang dipakai efektif? Pertama, taktik akan efektif jika dipakai untuk tujuan. Tujuan harus diformulasikan dengan jelas, bisa dicapai, menarik banyak orang, ada hubungannya dengan strategi. Kedua, taktik harus punya pesan yang efektif. Yang dimaksudkan dengan pesan efektif itu adalah sebuah pesan yang bisa mempersatukan pendukung dan memecah belah pendukung dari lawan. Ada 4 syarat agar pesan bisa sampai yaitu fokus pada apa yang akan ditujukan, ada jastifikasi dari budaya, agama, atau nilai-nilai, memunculkan emosi, dan pembawa pesan haruslah dipilih dan agak berjarak dengan audiens agar dia bisa fokus dan disiplin dengan kesepakatan yang sudah dibuat.

Akhirnya, saya bisa simpulkan bahwa taktik yang dipakai dalam gerakan sosial haruslah kreatif dan inovatif. Jangan menggunakan taktik yang sama untuk masalah berbeda. Taktik yang sama bisa saja dipakai di tempat yang berbeda. Mengapa butuh taktik yang inovatif? Agar para pendukung gerakan selalu tertarik untuk terlibat dalam gerakan tersebut agar mereka tidak merasa bosan dengan terlibat dalam gerakan. ***

9

Page 10: Ringkasan Summer School FSI 2012

Sesi malam

Menonton film ‘Bringing Down the Dictator’ oleh Ivan Marovic

Fil berdurasi 58 menit ini sangat bagus dijadikan sebuah best practice dari civil resistance di Serbia yang dimotori oleh gerakan mahasiwa untuk menumbangkan regim Slobodan Milosevic pada Oktober 2000 dengan kekuatan massa dan aksi non violence. Otpor, nama gerakan dan sekaligus institusi gerakan yang dimotori oleh mahasiswa melakukan model gerakan non violence secara sistematis. Mereka melakukan rekrutmen, training dan simulasi untuk peningkatan kapasitas pengikutnya agar pada momentum yang ditentukan bisa digerakkan bersama. Sistem Cell dipakai oleh Otpor untuk mempercepat pematangan kesadaran kritis pada mahasiswa khususnya, agar gerakan ini bisa berjalan dengan cepat. Pada perjalananya, masyarakat sipil akhirnya banyak mendukung, bahkan mereka bisa menyatukan partai politik sebagai bagian dari supporter untuk penggulingan Milosevic saat itu.

Yang paling menarik dari film ini adalah tentang visualisasi strategy, proses perkembangan gerakan dari kecil menjadi besar, penggunaan taktik gerakan yang bervariasi, sangat kuat terlihat di dalam film ini. Sehingga kita bisa belajar lebih detil. Termasuk contoh penggunaan discourse ‘kehidupan’ juga sangat apik dibungkus di dalam film ini. Yang mengagetkan adalah bahwa pergerakan mahasiswa di Serbia sangat diinspirasikan oleh gerakan mahasiswa di Jakarta, pada saat penggulingan Soeharto. Menurut Ivan, saat itu Otpor dalam kondisi jatuh dan tidka bersemangat karena dimatikan oleh opresi. Namun, ketika melihat bahwa gerakan mahasiswa di Indonesia berhasil menggulingkan rezim orde baru, maka mereka kemudian menata kembali strategi dan berhasil. Mereka memakai slogan ‘ He’s Finished’ untuk memprovokasi kejatuhan Milosevic.

Satu hal yang tidak dilakukan oleh mahasiswa Indonesia adalah masuk ke dalam politik praktis untuk mengawal perubahan. Paska kejatuhan Milosevic, Otpor lantas mentransformasi diri menjadi partai politik dan para pimpinan mereka mencalonkan diri menjadi parlemen. Sebagian pimpinan Otpor akhirnya duduk di parlemen dan sebagian lain melakukan kegiatan.

Hari 2, 26 Juni 2012

Review

Penggunaan bahasa menjadi topic review yang cukup ramai. Pasalnya di dalam presentasi pada hari pertama bahasa dianggap menjadi hal vital di dalam gerakan untuk menentukan apakah pesan kita bisa ditangkap oleh masa dan media. Bukan hanya itu, penggunaan bahasa yang menyerempet pada penghinaan juga menjadi pertanyaan apakah ini masih konsisten dengan prinsip-prinsip non violence action. Karena definisi violence itu bukan hanya fisik, tapi juga non fisik, termasuk penggunaan bahasa.

Kedua, apa bedanya non violence action dengan civil resistance. Sepertinya jika dilihat dari apa yang dilakukan Gandhi sebelumnya, bentuk dan rasanya berbeda. Tapi di dalam pembahasan hari pertama, seolah mereka hanya beda nama, sementara prinsip-prinsip dianggap sama. Pertanyaan ini sampai akhir dari sesi, tetap tidak terjawab. Mungkin karena memang Fletcher school memang tidak membedakan

10

Page 11: Ringkasan Summer School FSI 2012

hal itu dan lebih mencondongkan wacana Non Violent Conflict daripada non violence Action. Hanya pada presentasi Jame Lawson, saja

Sesi I Sustaining the Movement; Unity and Coalition Building

By Hardy Merriman

Saya senang dengan presentasi Hardy karena selalu memulai dengan definisi akan topik bahasan. Saya rasa ini karena terlalu banyak konsep dan teori yang dipakai untuk mendefinisikan topic bahasan, sehingga perlu ada pembatasan atau kejelasan definisi. Kedua, saya juga melihat bahwa penentuan definisi di awal secara tidak langsung mengarahkan audience untuk sepakat (sementara) dengan cakupan definisi yang diberikan oleh nara sumber. Dua kata yang perlu secara definisi jelas di semua audience adalah movement dan koalisi:

“Movement is on going collective effort aimed at bringing about consequential change in social, economic dan political order. Movement are civilian based, involved widespread popular participation and alert, educate, serve and mobilize people in order to create change”

“Coalition exists anytime two of more social movement organizations work together to achieve common purpose or to engage in joint activities. Coalitions may be built around many issues and any scale of society, from neighborhood issues to international conflict, and may involve work on single project or longer-term collaboration on multiple activities over time”

Secara sederhana definisi di atas bisa diringkas menjadi. Movement atau pergerakan itu adalah sebuah usaha kolektif yang sedang berjalan, diikuti oleh individu maupun organisasi, tersebar luas dan diikuti oleh semua golongan yang mentargetkan sebuah perubahan. Sementara Koalisi adalah terhubungkannya dua atau lebih organisasi yang mendukung pergerakan dan mereka bekerja bersama untuk mencapai tujuan.

Keuntungan membangun koalisi yang paling besar adalah legitimasi dari orang atau intitusi banyak.Karena kekuatan civil resistance itu terletak pada kekuatan sipil, maka jumlah orang-orang dalam sebuah gerakan sangat penting. Koalisi juga akan membantu setiap organisasi untuk melakukan revitalisasi pendekatan organisasi, menumbuhkan kepemimpinan baru, menambah profil di mata public, memperbanyak akses untuk sumber daya baik manusia maupun financial. Dan yang pasti akan memperkuat dan memperlebar kekuatan gerakan.

Sebuah koalisi sangat mudah gagal jika goal yang ingin dicapai tidak jelas atau terlalu abstrak. Gandhi mempunyai target goal yang sangat jelas misalnya boikot membayar tax atau occupy salt untuk melawan British. Risiko lain adalah organisasi di dalam koalisi harus memberikan waktu untuk melakukan konsolidasi agar setiap step perubahan yang dicapai bisa diakses oleh semua anggota koalisi. Koalisi yang tidak hati-hati bisa mengecilkan eksistensi organisasi lain karena ada dominasi tertentu di dalam koalisi. Jika tidak ada mekanisme menjaga komitmen, sangat mungkin koalisi patah ditengah jalan

11

Page 12: Ringkasan Summer School FSI 2012

karena perbedaan misi organisasi. Budaya koalisi harus bisa diterima di semua organisasi sebagai budaya gerakan, jika tidak maka akan sangat muda anggota koalisi mengundurkan diri.

Sebaliknya koalisi akan menguat jika ada kesamaan ideologi, nilai dan alat promosi yang dipakai. Kesamaan identitas gender, kelas, agama, ethnisitas, orientasi seksual juga bisa memperkuat koalisi, karena kemudian anggota akan diikat dalam sebuah goal bersama yang mengakar pada identitas mereka. Koalisi juga bisa kuat jika ada ikatan personal antar anggotanya atau mempunyai kesamaan sejarah organisasi.

Koalisi tidak lahir dari ruang kosong. Ini adalah sebuah perjalanan panjang dan bahkan persoalan rekrutmen anggota koalisi juga tidak didasarkan pada analisis rugi-untung, tapi lebih pada didasarkan pada kekuatan faktor di atas tadi. Faktor ekternal yang mendukung pembentukan koalisi adalah konteks politik atau institusional, ancaman yang disadari sebagai risiko bersama, kesempatan politik untuk membuat sebuah perubahan, mengangkat kesamaan profesi atau identitas golongan, dan kekuatan untuk menjanjikan perubahan dengan pendekatan alternatif.

Koalisi akan sulit terwujud jika tidak ada faktor kepercayaan dari anggota, tipisnya hubungan personal diantara anggota koalisi, identitas budaya organisasi, nilai yang diusung oleh organisasi, sejarah organisasi anggota koalisi. Sebaliknya koalisi akan menguat jika memiliki goal yang kuat, visi yang positif, framing isu yang efektif, kepercayaan dan hubungan personal yang kuat, adanya kapasitas tiap organisasi yang bisa dimanfaatkan, adanya sebuah refleksi kegagalan atau keberhasilan aksi yang difasilitasi secara baik. Dan koalisi akan melemah jika tidak ada kejelasan pembagian tugas dan sumber daya, tidak ada kesamaan ideology, visi dan nilai-nilai, kontestasi kepentingan politik di dalam gerakan sendiri akan hasil yang harus dicapai, tidak ada mekanisme penyelesaian perselisihan, berjuang terus tapi tidak ada penghargaan, perubahan dinamika politik internal koalisi, klas antar individu karena kepentingan, tidak menerima partner baru. ***

Sesi II

Non Violent Dicipline and Radical FlanksBy Kurt Shock and Howard Barell

Studi dilakukan oleh Karatnychy and Acherman (2005) menyatakan bahwa mulai tahun 1975-2005, non violent resistance terbukti sangat efektif untuk menggerakkan perubahan. 50 dari 67 transisi demokrasi di berbagai Negara, menggunakan civil resistance. Tahun 1900 sampai dengan 2006, ditemukan bahwa 53% dari 323 total kasus kampanye yang menggunakan pendekatan non violent relative lebih sukses dibandingkan dengan kampanye yang menggunakan pendekatan kekerasan (26%) dalam mencapai goal seperti perubahan rezim, perjuangan kemerdekaan, self determination (penentuan nasib sendiri) ataupun kemerdekaan wilayah (Chenoweth dan Stephen 2011).

12

Page 13: Ringkasan Summer School FSI 2012

Dan non violent Resistance telah berkembang jauh bahkan sampai sekarang dipakai orang. kasus terbaru adalah pergerakan di Negara-negara Arab, penurunan presiden marcos di Philipine dan juga gerakan apartheid di Afrika Selatan adalah bukti konkrit bahwa non violent resistant sangat powerful mengawal perubahan. Namun, demikian saya berargumentasi bahwa non violent civil resistance terpengaruh oleh ancaman kekerasan yang kuat. Misalnya di Phillipine, gerakan penurunan Marcos terjadi karena pada saat itu pemerintah Philipine menerapkan darurat militer dan banyak sekali penduduk yang terbunuh. Sehingga ini memicu adanya gerakan non violent resistance. Untuk menjelaskan ini Shock menggunakan konsep Radical Flank Effect (Efek Gerakan Radikal menggunakan kekerasan), yang bisa saja berimplikasi pada positif dan negatif efek pada gerakan non violent resistance. Positive Radical Flank Effect artinya kampanye kekerasan meningkatkan pengaruhnya pada kampanye non kekerasan, dimana gerakan non violent lebih menimbulkan ancaman yang sedikit dibandingkan dengan kampanye kekrasan, dan pada saat yang sama kampanye kekerasan akan menimbulkan krisis politik yang kemudian justru membuka peluang untuk kampanye non violent untuk masuk. Sementara Negatif Radical Flank Effect adalah kampanye kekerasan menurunkan pengaruh pada kampanye non kekerasan. Jika sipil mengangkat senjata maka pemerintah akan membalas dengan represi karena Negara selalu mempunyai komparasi yang referensinya semua kekerasan. Penggunaan kampanye kekerasan semakin mengukuhkan pendekatan kekerasan yang dipunyai oleh Negara karena Negara mendapatkan legitimasi untuk menggunakan senjata untuk menumpas gerakan sipil. Selain itu, jika kekerasan dipakai maka akan banyak orang-orang yang meninggalkan gerakan, karena disegala model protes pada pemerintah pasti akan menimbulkan risiko yang sangat tinggi. Semua kampanye menggunakan kekerasan akan sangat mudah untuk jatuh pada kekerasan terbuka.

Studi yang dipaparkan oleh Dr. Shock mengajukan pertanyaan apakah kampanye kekerasan yang terjadi secara bersamaan dengan kampanye non kekerasan, berpengaruh pada kesuksesan gerakan non kekerasan? Study mengambil sampel pada 323 contoh gerakan sipil yang terjadi pada tahun 1900-2006 dengan jumlah 106 kasus kampanye non kekerasan. untuk membatas pemahaman public, study mengambil definisi Radikal sebagai kelompok yang cenderung menggunakan kekerasan untuk melawan.

Temuan studi sangat mencegangkan bahwa 60% gerakan sipil dimana kekerasan tidak ada, maka cenderung sukses, dibandingkan dengan adanya kekerasan yaitu sebanyak 40%. Selanjutnya, studi juga menemukan bahwa Impak dari kampanye kekerasan yang terus menerus pada kampanye non kekerasan dapat mengontrol proses demokratisasi, memperkuat Negara, dan menyebarkan partisipasi public. Jika dibandingkan tingkat partisipasi masyarkat pada kampanye kekerasan dan non kekerasan jumlahnya secara statistic 1:2, misalnya jika pada aksi kekerasan ada sekitar 50,000 orang terlibat, maka pada aksi non kekerasan akan lebih banyak 2 kali lipat. Mengapa jumlah orang terlibat dalam aksi kekerasan sedikit? Karena setiap aksi kekerasan selalu mengundang risiko besar dan mengancam hilangnya nyawa, dan aksi kekerasan menimbulkan aksi balik kekerasan. Sementara kampanye non kekerasan lebih mudah menarik simpati dan memobilisir masa karena orang merasa nyaman, disamping ini cenderung mendorong terciptanya relasi yang baik antara masyarakat sipil dan demokrasi.

13

Page 14: Ringkasan Summer School FSI 2012

Contoh yang paling bagus adalah gerakan anti apharteid di AFrika Selatan. Secara singkat, Howards menegaskan bahwa hubungan

***

Sesi III

Backfire and Security DivisionsBy Ivan Marovic and Prof. Kurtz

Ivan, salah satu aktifis Revolusi Serbia berbagi pengalaman tentang bagaimana dampak dari backfire atau serangan balik dari pihak penguasa pada gerakan sosial dan bagaimana mengatasinya. Dan Prof. Kurt melengkapi presentasi dengan memberikan kerangka pada manajemen backfire. Secara sederhana backfire atau serangan balik dengan menggunakan kekerasan dari pihak penguasa manakala aksi-aksi demonstrasi terjadi. Backfire bisa dipicu dengan cara penganiayaan pelaku revolusi, penculikan atau pembunuhan di public untuk memberikan tekanan pada masa gerakan sosial untuk tidak melanjutkan aksi mereka.

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang backfire and bagaimana merespon backfire, saya akan memberikan contoh dari Serbia tentang kejadian pembunuhan. Secara lengkap berikut ceritanya sebagai berikut:

Di tengah-tengah gerakan masa menurunkan presiden Milozovic, tiga orang anggota Otpor (kelompok revolusioner) dipukuli oleh gang yang diketuai oleh anak Milosovic. Anehnya korban ditahan oleh polisi. Kejadian tersebut membuat gelisah masa gerakan sosial.

Kejadian diatas memberikan efek langsung pada gerakan sosial yaitu semakin menguatkan gerakan dan juga bisa melemahkan. Berikut bebreapa efek dari backfire yaitu: represi terhadap tujuan gerakan artinya gerakan sosial ditantang untuk kembali melihat apakah goal yang dirumuskan masih relevan. Kejadian backfire ini juga memaksa gerakan sosial untuk melihat kembali kelemahan-kelemahan secara internal yang bisa dijadikan celah untuk semakin diintervensi. Teraniayanya ketiga orang anggota gerakan, apakah cukup sepadan dengan tujuan gerakan. Artinya ongkos yang harus ditanggung oleh gerakan harus dipertimbangkan lagi, sehingga membuka gerakan untuk merevisi strategi mereka. Backfire akan memberikan kesempatan pada gerakan sosial untuk melihat kredibilitas gerakan, kewajiban moral, pembelotan anggota gerakan dan delegitimasi gerakan. Dan ini akan semakin menguatkan gerakan itu sendiri.

Dalam proses menata kembali strategi gerakan, pengalaman Serbia menarik untuk dilihat bagaimana aksi kekerasan represif tersebut perngaruh pada cara gerakan sosial dan pemerintah menata kembali strategi mereka.

14

Page 15: Ringkasan Summer School FSI 2012

Gerakan sosial pemerintah1. Reveal (membongkar):

memberitakan apa adanya bagaimana kondisi korban dan bagaimana saat ini.

1. Cover-up (menutupi); pemerintah secara sengaja menutupi kejadian tersebut dengan mengontrol pemberitaan di media masa

2. Redeem (menebus) : menceritakan siapa orang-orang yang dibunuh atau dianiaya tersebut

2. Devalue (merendahkan) : merendahkan orang-orang tersebut dengan memelintir pemberitaan yang memojokkan mereka

3. Reframe : bagaimana membungkus kejadian kekerasan dengan simbolisasi Negara sebagai sponsor kekerasan dan harus bertanggungjawab

3. Re-interpret: memberikan interpretasi baru bahwa Otpor = teroris

4. Redirect : memperkuat mobilisasi orang dan kampanye besar-besaran

4. Official channel: secara resmi semakin menguatkan untuk memperbesar pasukan penjaga

5. Resist (perlawanan) : kejadian kekerasan dijadikan alasan untuk semakin memperkuat perlawanan dan semakin menguatkan konsolidasi internal

5. Intimidate : menguatkan aksi represif dan intimidasi

Prof. Kurt memperkuat presentasi dengan memberikan penekanan pada backfire justru akan memperkuat posisi gerakan sosial dan memperlemah posisi pemerintah. Mengapa? Dengan melakukan aksi kekerasan, pemerintah semakin kehilangan legitimasinya dan sebaliknya gerakan sosial akan menemukan momentum untuk memperkuat pola konsolidasi dan kampanye untuk memperluas partisipasi semua pihak dalam mendukung tujuan gerakan sosial tersebut.

Setelah backfire, gerakan sosial bisa melakukan tiga hal yaitu: memperkuat rekrutmen terhadap simpatisan public, membangkitkan dukungan dari pihak ketiga, dan mempercepat fraksi di kalangan elit. Karena manjemen non violent action itu seperti seni, jadi tidak bisa secara sanklek dirumuskan begitu saja.

Terkait dengan isu framing, ada beberapa model framing yang ditawarkan oleh Kurt seperti: Framing kejadian represif itu sendiri, framing pekerjaan atau tugas-tugas yang bisa dilakukan dengan tiga hal: diagnosis, prognostic dan motivasi. Framing diagnosis adalah proses identifikasi apa yang salah yaitu menganalisis adanya perubahan pada sistem, hubungan antara persoalan sistem dengan aksi represif. Framing prognostic adalah melakukan identifikasi pada apa yang harus dilakukan. Artinya gerakan sosial sudah harus mengindetifikasi kapasitas dan risiko untuk melakukan respon terhadap backfire. Serta

15

Page 16: Ringkasan Summer School FSI 2012

memikirkan efek dari strategi dan taktik yang dipilih. Yang terakhir adalah framing motivasi, adalah melihat kemungkinan bagaimana semua actor bisa dimobilisasi untuk memperkuat gerakan, sehingga serangan balik dari gerakan sosial menunjukkan legitimasi dari seluruh pemangku kepentingan baik dari sisi budaya dan sturktural. Dalam hal ini, penting sekali pengemasan bahasa untuk mempersatukan semua kepentingan, sehingga begitu formulasi pesan yang muncul semua orang sepakat dan mau bergerak.

Sesi IV

Internal Agency and External AgencyKim Wilson and Sadaf Lakhani

Berbeda dengan presentasi pada sesi sebelumnya. Kali ini kedua nara sumber membawa kita pada intervensi agent internal dan eksternal dalam merespon krisis di sebuah Negara. Persentasi lebih difokuskan pada bagaimana development isu bermain dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat. Saya tertarik sekali dengan presentasi Dr. Kim yang menyoroti tentang dilemma agensi dan bantuan. Idenya cukup simple. Dia mengambil studi kasus di India, diantara orang-orang miskin di Indonesia, tradisi menabung masih bisa jalan. Bahkan dia juga menyoroti tradisi arisan di Indonesia di kalangan orang-orang miskin menjamur sebagai cara untuk meningkatkan income. Meskipun saya tidak sepakat dengan Kim sepenuhnya tentang analisis ekonomi tentang arisan di Indonesia yang menurut pengalaman saya sebagai insider bukan pada persoalan uang. Uang menjadi tujuan kedua, karena pada dasarnya manusia selalu ingin menemukan cara untuk berkumpul dan berbagi satu dengan lainnya. Anyway, saya tidak akan memberikan opini saya pada presentasi Kim karna saya sudah klarifikasi dengan Kim saat makan malam di atas kapal pesiar.

Kim melihat bahwa civil resistance saja tidak cukup. Harus ada proses untuk melanjutkan proses transformasi ini sehingga goal benar-benar bisa membumi. Salah satu hal penting dalam mengisi transformasi atau revolusi adalah kerja-kerja pembangunan dan pemberdayaan. Dalam konteks pemberdayaan, Kim tampaknya mencoba merefleksikan tidak semua intervensi dari luar itu baik. Pengalaman dia kerja di Indonesia dan india dengan kelompok ibu-ibu di kampung memberikan pembelajaran bahwa dalam keterbatasan apapun agensi itu ada. Misalnya di India, orang termiskin di India terutama perempuan, masih mau digerakkan untuk melakukan siasat pada kehidupan mereka. Menabung disepakati sebagai jalan keluar untuk menata manajemen keuangan mereka agar ada cadangan keuangan yang bisa dimanfaatkan bagi mereka pada saat krisis. Di Indonesia, ada sistem arisan, yang ini dia asumsikan sebagai siasat perempuan dalam mendapatkan sejumlah uang dalam jumlah yang besar dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama.

Menurut Kim, yang menarik dari studi kasus ini adalah bahwa ada sebuah sistem lokal yang bisa dipakai untuk mensiasati tantangan hidup yang kompleks dengan keterbatasan yang dimiliki oleh perempuan. Sistem tradisional ini harusnya dijadikan basis untuk memperkuat kapasitas perempuan untuk mengisi

16

Page 17: Ringkasan Summer School FSI 2012

transformasi atau revolusi. Karena ketika kita mengabaikan sistem lokal maka belum tentu dukungan yang kita berikan benar-benar yang mereka butuhkan.

Berbeda dengan Lakhani, dia melihat bantuan external tetap dibutuhkan dalam kondisi dimana Negara rapuh. Secara definitive, Negara rapuh (fragile state) bisa diartikan sebagai sebuah Negara yang pemerintahnya tidak bisa memberikan pelayanan pada masyarakatnya termasuk pada si miskin. Berikut check list sebuah Negara dikatakan rapuh:

Berisiko konflik atau kekerasan Akuntabilitas institusi pemerintah buruk Kapasitas untuk mengelolah pelayanan public dan sumber daya alam kecil kontrol teritori lemah Tingkat kemiskinan dan kemampuan untuk deal denga kemiskinan rendah Proses politik yang tidak efektif untuk mempengaruhi pengambilan keputusan Institusi dan system pemerintah yang lemah

Negara yang rapuh akibat konflik atau kekerasan akan mengganggu capaian MDGs sehingga penting bagi pihak internasional untuk memberikan asistensi agar capaian MDGs tidak buruk. Terutama membantu orang-orang miskin di sana. Bukan hanya itu, ada kecenderungan Negara-negara yang pernah mengalami kekerasan 44% jatuh kembali pada kubangan yang sama. Dan kegagalan agensi internasional dalam membentuk.

Tantangan besar Negara paska konflik kekerasan dalah mengembalikan infrastruktur dan juga relasi antar individu. Memenuhi kebutuhan penghidupan orang-orang. Secara keseluruhan mereka harus mengembalikan kondisi dan situasi politik, ekonomi dan sosial bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya. PR terbesar pada upaya membangun kembali Negara yang lebih demokratis tentunya.

Hari ke III 27 June 2012

Review

ada dua hal mendasar dalam sesi review yang menjadi diskusi panjang yaitu definisi sukses dan gagal. Memang secara singkat sukses didefinisikan sebagai capaian atau secara sederhana sukses itu adalah tercapaian gol yang ditetapkan. Namun lebih mendalam adalah apakah setiap orang yang tergabung di dalam sebuah gerakan merasakan sukses tersebut. apakah setiap orang mendapatkan pembelajaran atau sesuatu dalam sukses yang diraih oleh gerakan itu sendiri. Sementara dalam gerakan civil resistance, tidak ada konsep gagal karena sebuah gerakan itu pada hakikatnya adalah proses aksi refleksi sehingga jika saat sekarang civil resistance belum bisa mencapai tujuan, maka mereka akan melakukan konsolidasi kembali dan kembali melakukan aksi publik.

17

Page 18: Ringkasan Summer School FSI 2012

Sesi I

Democratic Backslide and Personal AutocracyBy Lisbet Tarlow and Olena Tregub

Olena, saat ini sedang menyelesaikan studi paska sarjananya di Hubungan Internasional di Fletcher School of Law and Diplomacy, Tufts University. Presentasi pada sesi ini ada dua orang. Presentasi Olena memfokuskan pada Gerakan protes di Rusia melawan Otokrasi, sebuah sistem politik yang dikendalikan oleh satu orang. Rusia punya sejarah panjang perlawanan masyarakat sipil untuk menumbangkan pimpinan mereka, Yanayev di Moskow pada Agustus 1991. Dewasa ini, gerakan protes di Rusia tidak banyak tapi kuat. Mereka sudah mulai menggunakan media online dan juga menggunakan media seni kreatif untuk memperluas dukungan sipil dan juga dukungan dari berbagai organisasi politik di lokal. Namun, gerakan juga menghadapi tantangan besar untuk merangkul banyak orang yang tersebar di berbagai Negara, desa dan segala penjuru pelosok negeri di Rusia dimana Vladimir Putin, Presiden Rusia saat ini. Dia sangat pandai menciptakan ketakutan masa dan juga menggunakan dukungan internasional untuk meyakinkan mengendalikan stabilitas public, serta mempropagandakan bahwa “Revolusi Warna” (Color Revolution) akan mengganggu stabilitas ekonomi dan politik sehingga pantas untuk diberantas.

Untuk mengendalikan itu semua, penggunaan internet dikontrol oleh Negara karena ini adalah kunci alat expansi gerakanan ke segala penjuru negeri. Dengan mengontrol penggunaan internet, maka semua akses konsolidasi gerakan akan bisa dideteksi oleh pemerintah. Dalam kondisi terbatas seperti ini, apakah gerakan sipil mampu beradaptasi dan menemukan pola yang lebih kreatif sehingga masih secara konsisten untuk tetap melawan karena melawan adalah kebutuhan bukan pilihan.

Paska revolusi Oranye (Orange Revolution) di Ukraina, masyarakat harus melakukan penghematan belanja besar-besaran karena kegagalan revolusi untuk memperkenalkan bagaimana reformasi politik dan ekonomi seharusnya dilakukan. Pemimpin revolusi karena dianggap gagal menghantarkan reformasi sehingga mendapatkan animo public terhadap kepemilikan umum semakin tinggi. Bahkan ironis sekali people Power yang menghantarkan Victor Yushchenko pada pencalonan presiden 2005, tapi juga sekaligus yang menjatuhkan dia pula. Dengan menggandeng politisi perempuan kuat Julia, salah satu perempuan politisi dan pengusaha hebat, ketua revolusi Oranye berhasil memenangkan pemilihan umum. Namun kondisi politik tidak juga membaik. Rakyat Ukraina semakin apatis dengan politik, tapi juga tetap menjaga konsistensi civil resistance untuk sebuah perlawan. Bahkan menurut Tarlow protes semakin sering dan semakin banyak orang terlibat. Menjelang pemilu, pemerintah menggunakan berbagai cara untuk memperkecil partisipasi public dalam banyak hal, sementara kelompok masyarakat terus melakukan konsolidasi untuk melawan rezim. Salah satu cara anak-anak muda untuk menarik perhatian banyak orang adalah dengan menggunakan pop culture. Salah satu taktik untuk meningkatkan partisipasi public yang bisa dilihat di youtube adalah “putting on the ritz”. Video singkat ini menggambarkan sekelompok anak muda yang memulai aksinya dengan menarik. Mereka kemudian berhasil melibatkan banyak orang di sekitar tempat mereka menari.

18

Page 19: Ringkasan Summer School FSI 2012

Dalam kesimpulan presentasinya, TAlow merefleksikan civil resistance yang ada di negaranya untuk memperhatikan bagaimana membuat civil resistance efektif? Caranya adalah memastikan bahwa gol yang diusung oleh gerakan tetap terjaga. gerakan seharusnya tidak terlalu dekat dengan pihak penguasa untuk menjaga independen. Tapi juga tidak harus jauh karena pada fase tertentu kebutuhan gerakan untuk menegosiasikan gol mereka, maka disinilah memerlukan kedekatan dengan pemerintah. Setidaknya para pemimpin gerakan mempunyai atau kenal baik dengan beberapa orang yang ada di pengambilan keputusan di tingkat elit. Mekanisme penyelesaian persoalan di tingkat internal gerakan harus diperhatikan juga.

Sesi ini mendapatkan tanggapan cukup ramai pada refleksi para peserta yang mengalami situasi di mana ketika sebuah gerakan berhasil menumbangkan rezim maka belum tentu mendapatkan figure yang tepat untuk menggantikan rezim sebelumnya. Tidak jarang kesempatan akhirnya jatuh pada orang yang tidak punya visi perubahan. Kemudian fase masuk pada transisi yang berat yang membuat krisis. Untuk menjawab hal tersebut maka diperlukan sebuah revolusi baru. mengapa masyarakat yang sudah belajar dari rezim yang salah tapi tetap saja salah pilih? Ini juga terjadi d Serbia dan mungkin juga di Indonesia. Salah satu alasannya adalah para actor kunci di revolusi atau reformasi, mengambil jarak dari mainstream pemerintahan dan lebih mengambil wilayah di luar struktur, sehingga tidak ada control atau pengawasan pada agenda reformasi atau revolusi. Masyarakat juga belum membeirkan kepercayaan untuh pada orang-orang baru, sehingga dengan terpaksa mereka menentukan pilihan pada orang-orang lama.

SEsi II

Movement Media

By Giordano and Berger

Jujur, presentasi dari sesi ini yang paling menarik karena dilakukan dengan cara tim dan juga menggunakan metode yang berbeda. Giordano dan Berger adalah tokoh kunci dalam school of authentic journalism yang mereka dirikan untuk mengimbangi konstruksi media mainstream yang sering mengeksploitasi berita sehingga kebencian menyebar luas.

Presentasi pertama memaparkan tentang school of authentic journalism yang diselenggarakan setiap tahun di Mexico, dengan mengundang pada jurnalis untuk belajar bagaimana membuat jurnalisme counter. kata authentic sendiri dipilih tidak dengan ruang kosong. Menyadari bahwa jurnalisme yang berkembang salah arah, bahkan bisa dikatakan tidak otentik lagi. Maka school of authentic journalism membeirkan warna beda. Beda disini adalah mengembalikan peran media sebagai pembawa misi perdamaian dan memberikan pencerahan.

19

Page 20: Ringkasan Summer School FSI 2012

Sebuah film documenter berjudul “This is Maria” dihasilkan dari Sekolah ini. This is Maria menceritakan tentang seorang ibu yang kehilangan anak karena drug. ibu ini harus meyakinkan banyak orang bahwa kita harus mengatakan perang dengan narkoba. banyak anak-anak mati sia-sia, belum lagi perubahan sosial budaya yang mengarah pada masyakat yang sangat membingungkan. Maria memulai dari lingkup keluarga dan kemudian teman-teman dan para tetangga untuk angkat bicara “the war of drugs”. Dalam perjuangannya tidak mudah, karena ada represi dari aparat. Tapi dengan bersama maka bisa mengalahkan semua tantangan.

Film dokumenter lain yang dibuat adalah humor civil resistance. Film ini mengilustrasikan kembali tentang bagaimana menjatuhkan dictator. pesan humor yang disampaikan di dalam film ini menarik untuk direplikasi. misalnya pesan-pesan seperti “buatlah politik itu sexy”, “ buat segila mungkin” dan bekerja untuk politik.

Kedua dokumenter diatas digarap dengan budget yang murah tapi tinggi kreatifitasnya. Yang terpenting dalam membuat film documenter adalah tujuan dan misi apa yang ingin diangkat di dalam film. Olehkarenanya kerja tim dalam pembuatan media kreatif sangat dianjurkan. Keuntungannya adalah tim bisa menghubungkan setiap kekuatan individu, merangkai cerita kecil menjadi cerita besar, kekuatan tim bisa membuat kepuasan yang besar. Satu trik dalam membuat film documenter adalah bisa dilakkan dengan memprofil seseorang yang akan dijadikan tokoh dari satu orang ini bisa memotret semua persoalan sekitar dia.

Susah mengukur impact dari media secara konkrit. Tetapi ketika kita onlinekan hasil karya kita dan direspon oleh public, itu salah satu cara mengukur impact.

Sesi III

A Conversation on Leadership in Civil ResistanceBy Nutter

Sesi ini dilakukan dengan model percakapan beberapa orang untuk menggali gagasan kepemimpinan. Tidak seperti sesi sebelumnya yang banyak presentasi, Nutter lebih banyak bersifat sebagai fasilitator mengembangkan dialog dengan peserta dan nara sumber lainnya.

Salah satu komponen penting dalam membangun civil resistance adalah kepemimpinan. Secara sederhana kepemimpinan diartikan sebagai kapasitas untuk mempengaruhi orang lain untuk mendukung gol gerakan. Olehkarenanya isu leadership jadi penting karena sebuah gerakan membutuhkan perencanaan yang baik, dan juga usaha me-landing-kan dalam tataran praktik. karena tinggi harapan perubahan pada civil resistance, maka seorang leader yang dibutuhkan oleh gerakan haruslah mempunyai kualitas pada kepemimpinan akal, personality atau kepribadian, dan hati.

20

Page 21: Ringkasan Summer School FSI 2012

Kepemimpinan akal adalah kekuatan kecerdasan pada seseorang untuk memikirkan gerakan secara visioner, jauh ke depan. Seorang pemimpin harus punya visi besar untuk melakukan perubahan tetapi juga sekaligus rasional memikirkan bagaimana menurunkan visi ke dalam langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan visi tersebut. Seorang pemimpinan adalah talker. Mereka punya kemampuan untuk berbicara di publik dengan baik mempengaruhi masa dan juga siap melakukan negosiasi dengan para elit. Sehingga ketrampilan komunikasi menjadi penting sekali dipunyai oleh seorang leader. Kepemimpinan hati adalah doers. Seorang pemimpin harus punya passion untuk menjalankan gagasan yang dimilikinya, sehingga menjadi kenyataan. Seorang pemimpin harus suka memimpin. Tim adalah kepemimpinan yang terbaik. Karena dalam tim kita akan belajar tentang menyukai orang lain, menjaga kepercayaan dan menjaga ambisi.

Perdebatan tentang women leadership terjadi di sesi Tanya jawab. Saya menceritakan tentang peran para ibu dalam reformasi 1998 di Jakarta, dimana melalui suara ibu peduli perempuan mengambil peran mobilisasi sumber daya untuk mendukung reformasi. Saya melihat kecakapan para perempuan dalam mengambil ruang kosong yang tidak terignore oleh gerakan sosial, sangat berani dan jenius. sehingga membantu memperpanjang nyawa gerakan. Paula dari Mexico juga melihat dalam konteks perempuan, kepemimpinan tidak bisa hanya dipotret dari sisi politik publik semata, karena ada banyak contoh kepemimpinan perempuan yang melihat bahwa kemampuan perempuan mengambil keputusan untuk merdeka dari ketertindasan adalah politik dan ini kepemimpinan. Jadi kepemimpinan tidak hanya dilihat dari sudut pandang yang sempit.

Sesi IV

Civil Resistance and Human Rights

(Wilson, King, Barrack)

Apa hubungan antara civil resistance dan human rights? Human rights itu amunisi dari civil resistance. Dan civil resistance itu sebagai alat untuk mengekspresikan pelanggaran hak-hak manusia (HAM). bahkan secara ambisius human Secara sederhana ini bisa dijelaskan bahwa civil resistance itu bentukan dan ekspresi tidak terpenuhinya hak-hak manusia secara universal. Civil resistance bisa dipakai untuk mencegah dan sekaligus melawan segala bentuk opresi gaya baru. Ini artinya bahwa civil resistance itu sebagai alat untuk menegakkan hak-hak asasi manusia dan mempertahankan HAM yang sudah direngkuh.

Presentasi yang dibawakan secara santai dan dalam bentuk percakapan oleh tiga nara sumber Wilson, Mary King dan Nicola cukup menarik ditiru sebagai cara penyampaian yang tidak monoton. Jika anda masih ingat sebuah gerakan perlawanan Gandi di India. Apa sebenarnya yang sedang diperjuangkan oleh Gandi? Kemerdekaan sebagai bangsa. Ini adalah hak asasi manusia. Karena dengan tidak merdeka sebagai bangsa, maka dampaknya adalah tidak merdeka dari ekonomi, politik dan budaya. Rakyat juga tidak bebas sebagai manusia, karena hidup dalam sebuah ketakutan, kesengsaraan, yang diciptakan oleh penguasa. Bagaimana Gandi melawan? Gandi menggunakan kekuatan orang-orang. Artinya Gandi

21

Page 22: Ringkasan Summer School FSI 2012

menggunakan kekuatan tanpa senjata adalah orang-orang yang memiliki emosi terjajah sebagai modal politik untuk menggerakkannya dalam bentuk perlawanan sipil.

Dari Contoh Gandi, HAM memainkan tiga ranah yaitu sebagai pertama, institusi politik, dimana kekuatan individu orang-orang ini diikat dan dikristalkan ke dalam sebuah institusi gerakan Satyagraha. Kedua, emosi sebagai orang terjajah hak-haknya menjadi motivasi untuk melawan untuk menghentikan penjajahan dengan cara nir kekerasan. Ketiga, alat untuk memantau sejauhmana capaian pemenuhan kebutuhan hak-hak asasi manusia dan perempuan dipenuhi oleh rezim berkuasa. Kerangka HAM bisa secara efektif dijadikan alat monitoring untuk melihat efektifitas pekerjaan pemerintah dalam memenuhi hak-hak rakyatnya.

Kerangka HAM yang dimuat di dalam deklarasi HAM diasumsikan dapat membantu bagaimana masyarakat memahami hak-hak mereka dan bagaimana pemerintah menentukan pemenuhan akan hak-hak mereka. Meskipun perlu banyak porsi untuk membicarakan pada pejuang HAM yang secara pratikal memiliki perlindungan yang kecil dibandingkan beban tanggungjawabnya. Ini yang disebut “gak nyambung”. Ketika rakyat menyerahkan diri di dalam Negara berdaulat, maka secara otomatis mereka membuat kontrak sosial dengan Negara. Dalam konsepnya Rousseau, kontrak sosial (social contract) itu seperti pertukaran antara kerelaan atau kebebasan dengan pemenuhan hak-hak asasi manusia yang wajib diselenggarakan oleh Negara. Jadi, wajar kalau kemudian rakyat melawan ketika kontrak sosial dilanggar oleh elit penguasa melalui penyimpangan wewenang dan tanggungjawab mereka terhadap rakyat.

Wacana perlawanan sipil seharusnya bukan hal baru. Namun demikian disiplin ilmu sosial belum secara sistematis memasukkan ini ke dalam ilmu sosial. Masih sedikit dokumentasi tentang perlawanan sipil, sebaliknya perlawanan sipil direpresentasikan ke dalam wacana lain seperti keamanan, human rights, ilmu ekonomi lingkungan, dan sebagainya, yang kemudian membuat wacana perlawanan sipil terkesan teknis. Padahal kalau kita melihat gerakan Gandi, Martin Luther King semua dilandasi oleh wacana filsafat yang sangat kuat yaitu tentang non violent action. Mengapa praxis non violent action di berbagai Negara belum bisa diakui sebagai bagian dari social science? ***

Hari IV 28 June 2012

Review

Dari hari ke hari wacana perlawanan semakin keliatan di kalangan peserta untuk mempertanyakan existing concept dan mempertemukan dengan konteks lokal Negara masing-masing. Pertama, konsep HAM, dirasa sangat sulit dikenalkan di kalangan muslim di Pakistan, sehingga perlu pekerjaan ekstra untuk menurunkan ke dalam konteks muslim Pakistan. Kedua, reformasi bahasa. Konteks Maldive, masyarakat hampir tidak punya bahasa mereka sendiri ketika Rezim otoriter secara sistematis mengganti beberapa bahasa yang mengidentikkan dan bahkan mengukuhkan kekuasaan. Olehkarenya untuk melawan maka harus ada bahasa baru yang membebaskan pemahmana lama. Bahasa sangat berpengaruh untuk menggerakkan perlawanan sipil. Pembebasan bahasa yang dimaksudkan bisa

22

Page 23: Ringkasan Summer School FSI 2012

pembebasan secara literal tapi juga secara substansi. Saya ingin memberikan contoh penggunaan bahasa untuk perlawanan dalam konteks Indonesia. Orde Baru Soeharto menggunakan kata Wanita yang diartikan dalam bahasa jawa wani ditata. Untuk mendongkrak kerja-kerja pemberdayaan perempuan, maka hal pertama yang perlu dilawan adalah penggunaan kata Wanita. Para feminis menciptakan istilah perempuan. Awalnya perempuan diasosiakan dengan kelompok radikal. Tapi kemudian ini dijadikan symbol perlawanan, sehingga ketika reformasi terjadi 1998, kata-kata inipun akhirnya diadopsi oleh berbagai agensi dan juga pemerintah.

Sesi I

Civil Resistance and movements Against Exploitation

(Middleton-Detzer, Berger)

Mengawali sesi tentang eksploitasi dan perlawanan sipil. Berger, meminta peserta untuk menyebutkan berbagai macam bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh Negara maupun pihak pengusaha dan kemudian melahirkan perlawanan sipil. Peserta diminta untuk diskusi kelompok dengan orang disamping kanan dan kiri mereka untuk menuliskan bentuk-bentuk eksploitasi sumber daya alam dan juga human rights di Negara masing-masing. Dan yang kedua adalah menuliskan bentuk perlawanan sipil untuk merespon eksploitasi tersebut. Setelah selesai peserta diminta untuk menempelkan kertas hasil di atas peta dunia. Dan dalam sekejap, warna peta menjadi berubah dengan warna merah kertas tersebut yang mengindikasikan persoalan tersebut serius.

Dengan latihan ini, setiap orang jadi tahu bentuk-bentuk eksploitasi apa saja yang pernah dan sedang terjadi berbagai belahan dunia. Bagaimana rakyat melawan eksploitasi tersebut. Dari berbagai kasus, eksploitasi sumber daya alam menunjukkan masalah serius di berbagai Negara, dimana Negara dan pengusaha bekerjasama untuk mendapatkan benefit sebanyak mungkin tapi tidak mempedulikan rakyatnya.

Salah satu bentuk eksploitasi sumber daya alam terbesar adalah di Papua Barat. Middleton melakukan studi tentang perlawanan sipil di papua terhadap Freeport. Mogok Kerja yang dilakukan oleh buruh Freeport dimulai pada tanggal 15 September 2011, menghasilkan kesepakatan kenaikan upah butuh Freeport sebesar 40%. Tentu saja perlawanan rakyat papua bukan perjuangan yang mudah. Yang menarik untuk saya bagi dari model perlawanan sipil di papua adalah terorganisir. Perlawanan muncul karena Freeport mengambil untung besar tapi membayar karyawan kecil dengan jaminan perlindungan yang terbatas. Dana CSR juga tidak secara maksimal diberikan oleh perusahaan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat, karena sifatnya hanya karikatif dan tidak menyentuh esensi kebutuhan rakyat papua yang secara kapasitas dan skill tertinggal dari daerah lainnya.

Dalam perlawanan buruh Freeport, hampir semua buruh yang tergabung di dalam serikat buruh setuju untuk mogok kerja, sehingga gerakan terlihat kompak dengan jumlah yang signifikan. Karena kekuatan jumlah dalam perlawanan sipil sangat penting. Isu yang digelar adalah kenaikan upah. Penggerak utama adalah SPSI, dipimpin oleh Sudiro. Dibawah kepemimpinan Sudiro, gerakan sipil menggunakan prinsip-prinsip anti kekerasan secara disiplin dan menuangkan tuntutan mereka dalam sebuah surat resmi yang

23

Page 24: Ringkasan Summer School FSI 2012

berisi: hak untuk berorganisasi, jaminan pendidikan, perbedaan upah antara pekerja Freeport di Indonesia dengan di Negara lain.

Pada perjalanan gerakan, masa sempat mendapatkan intimidasi, dan SPSI mendapatkan de-legitimasi dari perusahaan, namun ini tidak menggoyahkan gerakan, meraka kemudian membangun strategi aliansi orang-orang papua dan non papua untuk memperbanyak pengikut gerakan. Gerakan semakin kuat dan bisa mencapai negosiasi maksimal. Pembelajaran terbaik dari kasus papua adalah kekuatan SPSI sebagai serikat buruh secara politik diterima dan efektif untuk menggerakkan massa dan melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan.

Contoh lain yang menarik juga berasal dari Mesiko, dimana war of drug dan illegal logging mempunyai kaitan yang serius. Pada tahun 2011, perempuan, anak-anak dan laki-laki melawan illegal logging dengan aksi menurunkan Bupati mereka. Orang-orang dari kampung yang punya masalah illegal logging dan peredaran Narkoba, sekitar 18.000 membuat 200 camp dan menduduki kota sebagai pressure ke Bupati agar merespon persoalan illegal logging atau jika tidak mampu maka Bupati boleh mengundurkan diri. Selama di camp mereka melakukan percakapan dengan penduduk kota menjelaskan mengapa mereka harus menduduki kota. Proses percakapan dari hati ke hati inilah yang menuai dukungan penuh dari warga kota dan secara efektif mendukung gerakan perlawanan mereka.

Dampak yang bisa dilihat dari negosiasi yang berhasil adalah menurunnya kriminalitas, berkurangnya aktifitas illegal logging dan yang terakhir ini berdampak pada penyebaran Narkoba. Pembelajaran yang bisa diambil adalah ketika kita melakukan framing isu, bisa saja tidak menggunakan isu utama tapi isu alternative yang bisa menggerakkan banyak orang untuk terlibat langsung di dalam perlawanan. Nah, di aksus Mesiko kasus Illegal logging dipilih sebagai isu perekat untuk mendulang berbagai macam dukungan dari berbagai pihak. ***

Sesi II

Civil Resistance, Negotiations and Democratic Transition

(Bartkowski dan Finnegan)

Bartkowski bilang bahwa 323 gerakan besar Non Violent Action (NVA) dalam kurun waktu 1900-2006 memastikan bahwa Negara yang mengalami gerakan sipil non kekerasan lebih bisa mengawal proses demokratisasi dengan baik dibandingkan dengan Negara yang mengalami transisi dengan kekerasan dan Top Down. Dampak perlawanan sipil pada demokratisasi adalah keterbukaan ruang politik bagi masyaarkat untuk secara aktif terlibat dalam proses demokrasi.

Namun disisi lain juga memberikan tantangan yang besar pada masa transisi karena pertama harapan terlalu tinggi pada pelaku reformasi akan memunculkan komparasi pada benak orang. Orang sering lupa bahwa proses transisi memakan waktu cukup lama karena membenahi bukan saja sistem politik tapi juga sistem budaya yang koyak oleh ideologi kekerasan dan perang. Kedua, rendahnya budaya demokrasi, karena bertahun-tahun dipaksa untuk menggunakan budaya otoritarian maka secara tidak

24

Page 25: Ringkasan Summer School FSI 2012

sengaja ini mentransformasi diri ke dalam pelaku demokrasi, karena memang sistem politik baru belum kuat. Ketiga, terjadi kekacauan sistem, karena berada dalam dilemma antara transformasi dan sebagian orang yang ingin mempertahankan sistem lama. Rezim boleh ganti tapi sistem belum tentu, karena rezim sebelumnya sudah menanamkan budaya korup dan tidak transparan sehingga perombakan sistem harus dilakukan secara keseluruhan dengan cara memasang mekanisme membatasi prilaku orang.

Keempat, peluang sangat kecil, ini terkait dengan kondisi dimana orang-orang lama masih mendominasi sistem, maka peluang untuk berubah sangat kecil. Kelima, dominasi politisi tua, dimana paska reformasi harusnya orang-orang muda yang punya gagasan perubahan bisa menjadi pemimpin, tapi sayangnya perputaran bursa kepemimpinan masih didominasi oleh pemain lama. Sehingga ketika terpilih, mereka masih membawa semangat lama.

Negara dikatakan sukses dalam melakukan transisi ketika ada desentralisasi kekuasaan, pemenuhan hak-hak warga, reformasi ekonomi dengan distribusi merata pada warga lintas kelas terutama kelas miskin, Peradilan independent, pengaruh eksternal yang terkontrol, meningkatnya kelas menengah, perpecahan sosial kecil, adanya tradisi politik baru yang lebih demokratis.

Sukseskah transisi di Negara-negara dimana revolusi terjadi? Polandia, Mesir dan Tunisia mencerminkan kekerasan dan pemberontakan yang tak henti-hentinya. Di Gorgia, aktifis reformasi bergabung dengan sistem dan berjuang di internal sistem politik yang akan dirubah, dan tidak ada yang masuk di dalam CSO, sehingga tidak ada control kritis di masyarakat sipil. CSO tidak bisa menjadi watch dog, sehingga peran diambil alih oleh media yang memainkan peran penting untuk watch dog.

Karena masa transisi juga tanggungjawab gerakan sipil, maka ini harus dipersiapkan dengan baik sehingga tuntutan reformasi bisa dijalankan. Pertama, harus ada budaya merencanakan dimana setiap institusi yang terlibat di dalam gerakan reformasi harusnya duduk bersama untuk merencanakan bagaimana masa transisi dibuat. Kedua, membuat pemerintah bayangan (shadow government), dimana harus ada penyiapan khusus para aparat hukum, melakukan judicial reform, perbaikan ekonomi dan juga uang pension untuk warga, jaminan sosial dan sebagainya. Ketiga, ada CSO alternative, artinya bahwa gerakan membutuhkan orang untuk tetap konsisten di CSO, tidak semuanya masuk ke pemerintahan. Ada transformasi politik pada aktifis menjadi politisi, mempertahankan keutuhan gerakan, adanya koperasi rakyat untuk mendongkrak kemandirian rakyat, perbaikan sistem sekolah, suburnya kelompok-kelompok pendukung dan membangun model kampanye yang mendukung perubahan dan kritis.

Finnagen, presenter kedua lebih memfokuskan pada negosiasi. Secara sederhana negosiasi biasa dimaknai sebagai tindakan kompromi yang mungkin saja tidak bisa 100% mengabulkan target. Jika kita melakukan proses negosiasi maka kita sebenarnya sedang berhadapan dengan YA dan TIDAK, dan sinergi antara YA dan TIDAK secara bersama itulah negosiasi. Negosiasi memerlukan strategi yaitu untuk melihat identitas primer dan sekunder dalam negosiasi, lalu mengidentifikasi isu yang diperselisihkan dengan jelas agar apa yang dinegosiasikan itu jelas dan tidak bertele-tele. Sebelum negosiasi hendaknya kelompok sudah melakukan asesmen untuk memperjelas kepentingan masing-masing pihak sehingga kompromi yang disepakati adalah bagian dari capaian yang ingin didapat.

25

Page 26: Ringkasan Summer School FSI 2012

Negosiasi efektif melibatkan tiga hal penting yaitu perubahan mekanisme internal, perubahan mekanisme eksternal dan skill. Perubahan mekanisme internal yang dimaksudkan adalah upaya di internal gerakan sipil untuk mempertahankan keutuhan gerakan, termasuk keutuhan kepentingan dalam negosiasi. Suara pecah di dalam gerakan sipil akan mempengaruhi proses negosiasi. Kedua, Perubahan mekanisme eksternal yaitu mempelajari benar pilihan-pilihan yang ditawarkan oleh lawan terkait dengan peralihan kekuasaan, sehingga membutuhkan artikulasi komunikasi yang baik, cara berpikir analitis, dan mendengar aktif sehingga bisa mengakomodasi semua kepentingan untuk kemudian dibuat prioritas. Ketiga adalah ketrampilan Perlawanan sipil, yaitu kapasitas untuk mengelolah kepentingan politik gerakan dan menjaga keberlangsungan gerakan sipil sehingga fungsi kontrolnya tetap jalan meskipun pemerintahan baru berjalan dengan baik.

Apakah negosiasi jalan terbaik? Yang jelas bahwa negosiasi adalah alat yang digunakan oleh civil resistance. Ini juga memerlukan evaluasi untuk mengontrol pengaruh dan kekuasaan, serta memikirkan bagaimana konflik bisa dikelolah di dalam gerakan sipil. ***

Sesi III

Women Resisting(King and Codur)

Ini merupakan sesi workshop parallel. Sesi dibagi menjadi empat yaitu Perlawanan Perempuan, Perlawana rakyat Tibet ke China, kasus Bahrain, dan civil resistance dan media. Karena saya menghadiri sesi parallel Women Resisting, maka report hanya difokuskan pada sesi ini saja.

Rosa Parks, perempuan negro amerika, aktifis gerakan perlawanan sipil pada kasus perbedaan ras di Amerika. Rosa juga dikenal sebagai “the mother of the freedom movement” karena keberanian dia yang melawan supir yang memerintahkan dia memberikan tempat duduk pada orang kulit putih pada 1 Desember 1955. Kasus ini dijadikan symbol perlawanan sipil di dunia internasional. Rosa hanya satu diantara sekian banyak perempuan yang pernah mengukirkan kontribusi besar dalam sejarah gerakan sipil di dunia. Sebut saja nama-nama lain seperti Maria Stewart, Sojour Truth, Hariet Tubna, Lucy Stone dan sebagainya. Mereka semua dengan berani melawan ketidakadilan dan penindasan atas kelompok marginal di Amerika.

Bentuk-bentuk perlawanan perempuan merangkum lintas isu seperti menumbangkan komunisme di Polandia, menghapuskan hukum poligami dan honor killing, juga perempuan yang paling banyak mensukseskan taktik boykot belanja di Mall di Afrika Selatan dan juga di Amerika pada masa Martin Luther King. Contoh-contoh gerakan perlawanan sipil perempuan seperti the green Belt movement di Kenya, Mother of Plaza De La Mayo, Serbia, Liberia, Kairo dan berbagai gerakan perempuan di berbagai belahan bumi. Dari semua pergerakan perempuan yang paling menarik untuk disimak adalah strategi dan taktik yang dipakai.

Strategi yang dipakai oleh gerakan perempuan adalah ideologisasi perempuan sebagai istri yang baik, ibu yang baik, dan juga peran tradisional perempuan kadang kala dijadikan kekuatan gerakan, terutama

26

Page 27: Ringkasan Summer School FSI 2012

untuk mengharapkan dukungan banyak perempuan lintas kelas. Padangan esensialisme bahwa perempuan penjaga damai dan laki-laki penyebar perang, cukup bahaya jika dipakai dengan membabi buta. Tetapi jika difungsikan sebagai upaya untuk memakai kekuatan perempuan, maka tidak masalah. Secara fakta sejarah memang perempuan memiliki andil besar dalam perlawanan sipil. Secara detil bagaimana mereka berkontribusi di dalam pengembangan gerakan sipil, apa kekuatan gerakan sipil perempuan untuk dipromosikan pada gerakan perempuan di masa mendatang. Dan yang terakhir adalah penting untuk melakukan dokumentasi pada kekhususan hubungan antara nilai-nilai yang dipakai oleh gerakan dengan hasil yang didapatkan. Apakah ada bedanya dengan gerakan sipil secara umum? ***

Hari V, 29 June 2012

Sesi I

Conflicts in Fragile StatesBy Shultz

Bagaimana perasaan anda jika Negara anda dikatakan fragile state? Siapa yang berhak menentukan suatu Negara itu fragile atau tidak? Jika memang diperlukan intervensi lantas model Negara mana yang terbaik akan dipakai? Pertanyaan-pertanyaan menghiasi sesi tanya jawab, dan sempat membuat suasana cukup panas dan terprovokasi karena analisis Prof. Shultz secara akademisi sempat membuat banyak pihak panas kuping. Persoalannya sebenarnya simple saja, analisis yang dipaparkan oleh Shultz murni akademisi dan secara praktikal susah sekali untuk dipraktekkan sehingga kesannya sangat negatif. Mungkin juga karena sebagian peserta datang dari Negara yang pernah merasakan kolonialisme sehingga semangat perlawanan memuncak.

Tidak semua Negara yang mengalami revolusi mampu bangun dan berkembang menjadi Negara demokratis. Ada tiga kategori Negara yaitu kuat, lemah dan gagal. Negara kuat artinya perangkat Negara dan sistem hukum berjalan dan jaminan sosial masyarakat juga kuat, civil societies kuat. Sementara Negara lemah adalah Negara tidak mampu mengontrol teritori, monopoli, krisis keamanan warga, ada pergerakan sipil, dan CSO masih aktif. Negara gagal adalah semua criteria Negara lemah ada di sini dan ditambah dengan CSO yang lemah.

Negara dikatakan gagal jika kehilangan legitimasi baik vertikal maupun horisontal. Artinya tidak ada prinsip-prinsip politik yang diyakini secara bersama, dan kontrak sosial dengan rakyat tidak jalan; masyarakat percaya dan pasrah mendukung Negara sebagai penyelenggara pemenuhan hak-hak manusia. Jika seperti ini tentu saja tidak ada reformasi keamanan, ekonomi, politik.

Hanya dengan intervensi dari pihak luar, bisa menolong perbaikan state failure. Sayangnya tidak dijelaskan secara detil bagaimana intervensi yang ideal. Termasuk sebenarnya saya sediri penasaran tentang bagaimana agen internasional menolong Negara gagal. Jadi model Negara mana yang akan dipakai? Sementara kalau kita lihat apa yang dilakukan oleh World Bank untuk menolong kemiskinan, juga tidak malah mengurangi, tapi malah menciptakan kemiskinan baru. ***

27

Page 28: Ringkasan Summer School FSI 2012

28