pedagogi kritis

download pedagogi kritis

of 3

Transcript of pedagogi kritis

  • 5/21/2018 pedagogi kritis

    1/3

    PEDAGOGI KRITIS: Suatu PengantarOlehLodewyk F. Paat

    PengantarBidang pendidikan di Indonesia pada akhir 90an dan awal 2000an telah mun

    cul perspektif atau teori pendidikan yang bernuansa critical pedagogy. Perspektifini nampak sekali dalam buku-buku karangan Paulo Freire seperti Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan yang diterjemahkan dari The Politics of Education: Culture, Power, and Liberation, atau buku tentang teori pendidikanPaulo Freire seperti Conscientizacao Tujuan Pendidikan Paulo Freire karya Willia

    m A. Smith, dan buku Mansur Fakih dan ............... seperti Pendidikan Popular, dan buku karya A. Tilaar Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Sayangnya, perspektif pedagogik kritis ini, yang relatif baru di Indonesia, tidak nampak di kurikiulum-kurikulum pendidikan guru di Indonesia. Sehingga tidak heran kalau calon guru dan guru-guru yang didik di lembaga pendidikan tenaga kependidikan tinggi seperti bekas IKIP tidak mengenal teori ini.Pada tulisan ini saya ingin mengajak anda mengenal atau mendiskusikan pedagogikkritis (maaf, saya tidak menganggap diri saya sangat tahu atau tahu banyak tentang pedagogik kritis). Tulisan ini, pertama, saya akan membahas perkembangan pedagogik kritis, kemudian saya akan membahas pengertian pendidikan pedagogik kritis, dan terakhir akan diuraikan tentang beberaapa konsep pedagogik kritis yang penting dipahami sebagai calon guru atau guru.

    Perkembangan Pedagogik KritisPedagogik kritis, berbeda dengan teori-teori pendidikan dominan (psikologi), tidak hanya membahas aspek mikro atau teknis tetapi juga aspek makro yaitumembahashubungan sekolah dan masyarakat. Pedagogik kritis atau pendidikan radikal dalam menjawab bagaimana hubungan sekolah dan masyarakat telahmelalui tiga tahap (Burbules, 1986). Fase-fase itu adalah (1) fase teori reproduksi sosial dan budaya dilihat dari perspektif makro; (2) fase teori produksi budaya dilihat dariperspektif mikro (teori resistensi Paul Willis), dan (3) fase peningkatan resistensi secara pedagogis dan politis.

    Fase teori reproduksi sosial budaya. Pada fase ini pendidik pedagogi kritis atau pendidik radikal melihat fungsi sekolah, kaitannya dengan mmasyarakat,adalah sebagai alat sistem kapitalis. Menurut teori ini sekolah cenderung merepr

    oduksi pengatahuan, ketrampilan, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, dan sikap dari sistem kapitalis atau kelas dominan. Bowles dan Gintis dengan teori korespondensinya menganggap bahwa fungsi sekolah adalah untuk memproduksi pekerja-pekerjabagi sistem kapitalis. Di beberapa sekolah di US menunjukan adanya correspond sekolah dengan bidang perdagangan atau usaha dan ini nampak sekali secara fisik. Ruang hallways dan ruang kelas nampak sebagai mimic masyarakat (lihat Frenwick W.English hal 84, 87)(Untuk konteks Indonesia kita mungkin boleh bertanya apakah sekolah-sekolah kejuruan untuk kepentingan siswa atau untuk kepentingan sistem perusahaan, atau dengan pertanyaan lain siapakah yang memperoleh keuntungan siswaatau perusahaan?) Sekolah juga memproduksi ideologi reproduktif seperti mobilitas. Ideologi ini diarahkan kepada menyalahkan korban (blamingthevictim) kalau korban gagal, dalam hal ini korban adalah siswa dari orangtua kelas pekerja, mencapai tangga teratas. Fase ini dapat kita sebutfase pesimis karena meminjam pendapa

    t Aronowitz dan Giroux teori ini memberikan sedikit harapan untuk merubahdan menentang sekolah yang represif atau membatasi (Aronowitz & Giroux 1993, h. 67).

    Fase teori produksi budaya perspektif mikro. Pada fase ini beberapa teoritisi atau pendidik menentang teori reproduksi perspektif makro karenateori inireduktif dan deterministis. Teori produksi budaya perspektif mikro iniselain menekankan aktivitas sehari-hari guru dan siswa di kelas juga menenkan kan human agency didalam tekana struktural. Teori inijuga menganggap bahwa reproduksi selaluakan berhadapan dengan unsur-unsur oposisi. Tokoh utama yang berpengaruh pada periode ini adalah Paul Willis dengan bukunya Learning to Labour: How working cla

  • 5/21/2018 pedagogi kritis

    2/3

    sskids get working class jobs. Dalam karya ini Willis memberi gambaran bahwa siswa kelas pekerja, tidak seperti pandangan teori reproduksi makro yang menganggapbahwa siswa adalah pasif, lebih aktif dan kritis dalam menentukan arah dan tujuan dirinya. Bahkan dalam menentukan arah dan tujuannya, siswa-siswa dari kelas pekerja ini melakukan resistensi (resistance). Pengertian resistensi yang diajukan oleh Burbules adalah kapasitas siswa untuk terlibat dalam macam-macam pemberontakan dan aktivitas-aktivitas melawan yang merasuk kedalam struktur dasar sistemdominan(1986, h.302). Perlawanan yang dilakukan oleh siswa-siswa ini antara lainperlawanan terhadap otoritas guru, kepala sekolah, penolakan terhadap kurikulumyang mendorong mobilitas sosial, menolak ideologi prestasi. Perlawanan ini memproduksi budaya oposisi atau counterculture. Budaya oposisi ini mengkibatkan, per

    tama, dalam jangka panjang, siswi-siswa kelas pekerja menjadi pekerja unskilledatau semi-skilled. Kedua, dalam jangka pendek, budaya oposisi atau counterculture menjadikan siswi-siswa ini memeluk budaya maskulin sesuai dengan lapangan pekerja di toko dan cepat memperoleh gaji.

    Fase teori resistensi baru (new theory resistance). Pada fase ini, dengan pengaruh Henry Giroux, teori resistensi baru mengmbangkan strategi-strategi pedagogisdan politis yang digunalkan untuk mendorong keluar atau menciptakan perailaku oposisi baik dari guru dan atau siswa.

    Pengertian PedagogiSebelum kita membahas konsep-konsep pedagogi kritis ada baiknya kita lih

    at dahulu pengertian pedagogi kritis menurut pedagogi kritis. Roger I. Simon sal

    ah satu pedagog pedagogik kritis mendefinisikan pedagogi sebagai berikut:

    Pedagogi (adalah istilah yang kompleks dan luas dibandingkan dari pada peng-ajaran), merujuk pada penggabungan isi kurikulum dan disain, teknik-teknik dan strategi-strateg, metode-metode dan tujuan evaluasi, waktu dan ruang untuk penerapannya. Semua aspek-aspek pendidikan ini menyatu dalam realitas apa saja yang terjadi di kelas. Aspek-aspek pendidikan ini menata suatu pandangan tentang bagaimanakerja guru dalam konteks institusional yang menspesifikasi-kan suatu versi khusus tentang pengetahuan apa yang paling bernilai, apa mak-na mengatahui sesuatu, dan bagaimana kita membangun representasi diri kita sendiri, orang lain, dan lingkungan fisik dan sosial kita. Singkatnya, bearbicara tentang pendidikan atau pedagogi mau tidak mau juga berbicaara tentang apa yanfsiswa dan guru kerjakan bersama, tentang politik kultural dan praktik-praktik pendukung. Rencana pendidikan

    atau pedagogi adalah rencana visi politis. Dalam [erspektif ini, kita tidak dapat berbicara tentang praktek-praktek pengajaran tanpa bebrbicara politik (Darder,1991 h.76)

    Dari definisi ini kita dapat simpulkan bahwa pengertian pendidikan dari perspektif pedagogi kritis berbeda dengan pengertian pendidikan perspektif behavioris atau fungsionalis. Pengertian pendidikan dari pedagogik kritis bersifat politis sedang-kan pengertian pendidikan behavioris atau fungsionalis bersifat teknis. Penger-tian pendidikan yang bersifat politis ini, menurut Paulo Freire dan Ira Shor, mem-punyai implikasi bahwa pendidikan tidak netral, dan pendidikan itu hanya mem-punyai dua fungsi: menjinakan atau membebaskan (domestication or liberation).Kita sebagai pendidik hanya mempunyai pilihan memperkuat ideologi dominan sebagai ekspresi penjinakkan atau menantang ideologi dominan yang merupa-kan ekspresi

    pembebasan.

    Konsep-konsep Pedagogi KritisKonsep-konsep dibawah ini adalah konsep-konsep yang tersebar di bebe-rap

    a buku pedagogi kritis yang ditulis oleh Barry Kanpol (1994), Joan Wink (1997),Peter McLaren (1994), dan Antonia Darder (1991). Konsep-konsep ini, dikembangkanpada masa fase teori resistensi baru, dapat kita gunakan sebagai alat untuk menganalisis apa yang terjadi di sekolah, dan dengan konsep-konsep inikitadapatmelakukanperlawanan terhadap ideologi dominan atau tindakan penjinakkan.

  • 5/21/2018 pedagogi kritis

    3/3

    Hegemony vs counterhegemony.Konsep yang diajukan oleh Gramsci ini merujuk pada sekumpulan fungsi pend

    ominasian, pendidikan, dan pengarahan yang dilakukan suatu kelas sosial yang dominanselama periode tertentu terhadap suatu kelas sasial lainnya, bah-kan sejumlah kelas sosial lainnya...(Paat & Paat, 2001). Proses hegemoni me-nurut beberapapedagog pedagogik kritis seperti Giroux (1988) dan Wink (1997) dapat melalui institusi: sekolah, gereja, media, dan lembaga politik, atau melalui program pengayaan, buku-buku, teks-teks, film, dan wacana guru.

    Konsep counterhegemony atau resistance oleh Kanpol dikategorikan da-lamdua bentuk (1994, h.35). Pertama, counterhegemony dipandang sebagai bentuk pembuat makana dan atau pengetahuan alternatif yangterpisah dari ben-tuk pengontrolan

    hegemonik. Kedua, counterhegemony menggabungkan kelom-pok pemelawan (kelompok yang menantang asumsi kelompok dominan seperti kelompok rock, dan hipies, atau punk)kedalam relasi pembantu. Contoh counter-gegemony yang populer adalah tindakanguru (Robin William sebagai Keating) dalam film Dead Poets Society. Disini guru, keating, memberikan pengetahuan alternatif tentang belajar sebagai suatuperlawanan. Seorang guru yang melihat kelemahan struktural dari evaluasi seperti tesperlu menanyakan beberapa perta-nyaan seperti: Siapa yang menyusun tes? Pengetahuan siapa yang diwakili? Kebudayaan siapa yang diwakili dalam tes ini?Deskilling vs ReskillingGuru-guru tanpa menyadari bahwa, di dalam sekolah tradisional, mereka mengalamideskilling. Ketrampilan dan kemampuan mengajar yang telah mereka miliki atau dipelajari selama pendidikan di perguruan tinggi kependidikan telah dimatikan ataudibunuh. Kemampuan mereka direduksi pada aspek teknis. Mereka hanya diminta unt

    uk menerapkan aturan-aturan, atau melaksanakan perencanaan pengajaran orang lain. Inilah yang disebut deskilling. Proses deskilling ini terjadi ketika konsepsi dipisahkan dengan pelaksanaan. Mahasiswa calon guru, sesuai dengan kurikulum pendidikan guru, diajarkan ketrampilan-ketrampilan: mengelola kelas, membuat test, membuat perencanaan pengajaran, menggunakan dan memilih metode atau strategi belajar-mengajar. Sayang, pemgetahuan inilah yang men-deskilling guru. Belum jelas? Coba anda bayangkan kalau anda mengajar, se-mua pengetahuan inisudah di packagedananda tinggal melaksanakan. Pada-hal, dengan pengetahuan pengajaran ini andadapat merencanakan kegiatan belajar mengajar dan sekaligus melasanakannya.

    Guru atau pedagog pedagogik kritis memahami secara penuh dan mera-sakanproses deskilling ini. Guru perlu lepas dari keadaan ini, dan ini berarti dia perlu melakukan reskilling. Proses reskilling terjadi ketika guru menyadari dan kritis terhadap proses dan bentuk deskilling. Reskilling terjadi ketika guru menya

    -dari isi-isu pengontrolan teknis seperti siapa yang membuat dan menentukan kurikulum, menyadari bentuk-bentuk metodologi pengajaran yang kering atau monoton, dan menyadari reproduksi nilai yang represif atau menindas, atau me-nyadari sikapyangmerendahkan siswa atau guru. Singkatnya, reskilling terjadi ketika guru mengontrol kerjanya dan mentrampilkan kembali (reskilled) kemam-puan mengajarnya seperi merubah bentuk metodologi yang kering atau monoton menjadi kaya, atau merubah tujuan pengajaran yang represif dan merendahkan martabat manusia menjadi tujuan pengajaran yang membebaskan atau mem-berdayakan.

    PenutupPedagogi kritis di dunia pendidikan secara umum, dan secara khususnya pa

    da institusi pendidikan tenaga kependidikan masih baru karena itu perspektif inimasih perlu didiskusikan secara akademik di perguruan tinggi tenaga kependidika

    n dan dipraktekan di kelas sekolah-sekolah laboratorium.