Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

72
Saatnya Disabilitas Bangkit S E T A R A D A L A M K E B E R A G A M A N dia Januari 2012 l Rp 21.500,- Sosok Membatik dengan Kaki h.28 Inklusi Jejak HKI di Makassar h.64 Cerita Sampul “Deaf No Problem,” Dian Inggrawati h.06 m e d i a d u n i a d i s a b i l i t a s JANUARI 2012 01 FA diffa_SIIP.indd 1 12/20/11 1:15 AM

description

Laporan Utama: Saatnya DIsabilitas Bangkit

Transcript of Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Page 1: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Saatnya Disabilitas Bangkit

S E T A R A D A L A M K E B E R A G A M A Ndiffa

Januari 2012 l Rp 21.500,-

SosokMembatik dengan Kaki h.28

InklusiJejak HKI di Makassar h.64

Cerita Sampul“Deaf No Problem,” Dian Inggrawati h.06

m e d i a d u n i a d i s a b i l i t a s

JANUARI 2012 01

FA diffa_SIIP.indd 1 12/20/11 1:15 AM

Page 2: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 201202

FA diffa_SIIP.indd 2 12/20/11 1:15 AM

Page 3: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

2012: Cinta Tak Kenal KataCacat

diffaS E T A R A D A L A M K E B E R A G A M A N

MEMILIKI seorang anak penyandang disabilitas adalah kemungkinan yang

bisa menimpa orang tua mana pun. Tanpa kecuali. Tanpa memandang suku,

agama, kaya atau miskin, warna kulit, pangkat, ataupun derajat sosial. Namun

semua orang tua lebih suka menjauhkan pikiran mereka dari kemungkinan

ini. Bahkan ketika tak sengaja memikirkan pun, kita kerap mendengar para ibu

dan ayah yang tengah menantikan kelahiran anak mereka segera berujar: amit-amit jabang bayi.

Si jabang bayi sendiri tentulah tak pernah tahu akan terlahir tanpa kekurangan atau terlahir

sebagai penyandang disabilitas. Sama halnya para orang tua tak pernah tahu akan menjadi

seperti apa kelak anak mereka. Apakah menjadi anak baik, saleh, dan membanggakan orang tua,

atau menjadi anak yang durhaka.

Tak ada jaminan untuk memastikan anak-anak tumbuh dewasa sesuai keinginan, harapan,

atau cetak biru para orang tua. Ketidakpastian ini sudah dimulai sejak ibu mengandung anaknya.

Namun benih yang sejak kehamilan sudah didiskriminasi dan ditolak kebanyakan orang tua

adalah janin atau bayi dengan disabilitas. Malang sekali memang nasib manusia yang terlahir

sebagai penyandang disabilitas. Padahal belum tentu anak-anak yang terlahir tanpa cacat akan

menjadi manusia yang lebih baik kelak. Para orang tua sepertinya menutup mata terhadap

fakta sepanjang sejarah hidup manusia bahwa kejahatan, kekejaman, kesewenang-wenangan,

penyiksaan, dan kebejatan perilaku manusia lebih banyak dilakukan manusia bukan penyandang

disabilitas. Bahwa unsur kemanusiaan seseorang bukan terletak pada dimensi fisik atau biologis

saja. Namun, konstruksi mental semacam ini sudah diwariskan dan dilestarikan selama berabad-

abad sehingga mengakar demikian kuat di hati, jiwa, dan otak kita.

Orang bijak banyak mengagung-agungkan cinta orang tua pada anak yang katanya tak

bersyarat. Jika benar demikian, maka seharusnya para orang tua juga tetap mencintai anak

yang dilahirkan sebagai penyandang disabilitas. Tak peduli apa pun disabilitas itu. Syukurlah,

saya masih mengenal segelintir orang tua yang cintanya tak kenal cacat meski anak mereka

penyandang disabilitas. Ini memberi saya harapan dan keyakinan bahwa cinta orang tua pada

anak yang tanpa syarat bukan omong kosong atau nonsens. Orang tua memang seharusnya

mencintai anak-anak mereka apa pun kondisinya. Terkecuali si anak adalah anak durhaka

pembawa kejahatan, bencana, dan kehancuran bagi sesamanya. Ya, para orang tua bisa

mengecualikan hal ini, karena anak durhaka macam Malin Kundang atau penjahat perang

seperti Hitler tak layak mendapatkan cinta dari siapa pun.

Kini sudah tahun 2012 yang menurut banyak ramalan adalah tahun kiamat bagi dunia ini.

Apakah kita masih akan terus mewariskan konstruksi mental itu atau tidak, tentu tergantung

pada keputusan kita sebagai individu. Jika kita memutuskan untuk tidak terus mewariskannya,

maka kita harus kampanyekan bahwa cinta tak kenal kata cacat. Terutama sekali cinta orang tua

pada anak. Jika di tahun 2012 ini kita sempatkan diri merefleksikan semua peristiwa yang terjadi

di bumi, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sesama manusia, kita mungkin akan

menyadari bahwa yang bisa menyelamatkan manusia dari ancaman kiamat apa pun adalah cinta.

Tepatnya, kekuatan cinta yang tanpa syarat. Cinta yang tak kenal kata cacat.

(FX Rudy Gunawan)

Pemimpin Perusahaan/Pemimpin RedaksiFX Rudy Gunawan

General ManagerJonna Damanik

Redaktur EksekutifNestor Rico Tambunan

KonsultanYunanto Ali, HandoyoSinta Nuriah WahidMohamad Sobary, Jefri Fernando

RedakturIrwan Dwi KustantoAria IndrawatiMila K. KamilPurnama Ningsih

KontributorAndhika Puspita Dewi (Semarang)Fadjar Sodiq (Bandung)Jerry Omona (Papua)Muhlis Suhaeri (Pontianak)Yovinus Guntur (Surabaya)Bambang Prasetyo (Bandung)

Redaktur BahasaArwani

Redaktur KreatifEmilia Susiati

Fotografer Adrian Mulja

IlustratorDidi Purnomo

PemasaranSigit D. Pratama

AdministrasiEka Rosdiana

Distribusi dan SirkulasiJonna DamanikBerliaman HalohoPT Trubus Media SwadayaJl Gunung Sahari III/7Jakarta Pusat 10610

PenerbitPT Diffa Swara MediaYayasan Mitra Netra

PercetakanPT Penebar Swadaya

Alamat RedaksiJl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430

Telepon 62 21 44278887Faxs 62 21 3928562e-mail: [email protected]

Did

i Pur

nom

o Sigi

t D P

rata

ma

JANUARI 2012 03

mata hati

FA diffa_SIIP.indd 3 12/20/11 1:15 AM

Page 4: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Did

i Pur

nom

o

JANUARI 201204

sambung rasa

DIFFA menurut saya bukan majalah biasa. Di umur yang terhitung muda majalah ini sudah mendorong banyak perubahan di dunia disabilitas. Sedikit demi sedikit masyarakat awam mengenal seperti apa disabilitas dan apa saja yang mereka kerjakan lebih dekat. Diffa yang pertama kali memberikan kesempatan saya

mengenal dunia disabilitas dan membuat saya tersadar bahwa disabel harus diakui keberadaan dan kemampuannya.

Kehidupan disabilitas sangat mengispirasi saya. Semangat pantang menyerah merekalah sangat patut kita contoh. Dengan keterbatasan fisik, mereka tidak mau dianggap “tidak mampu”. Mereka berusaha agar tetap bisa bekerja demi kehidupan yang layak. Tapi di satu sisi banyak orang yang memandang sebelah mata. Pemerintah harusnya bisa melihat dengan cermat permasalahan mereka.

Lantas timbul pertanyaan, bagaimana cara disabilitas menunjukkan kepada dunia bahwa mereka mampu bekerja dan layak disetarakan? Media mungkin salah satu caranya. Dengan media yang mengupas semua permasalahan disabilitas diharapkan masyarakat akan tersadar betapa sangat berartinya mereka.

Harapan saya buat diffa, semoga diffa benar benar mampu menjadi “jendelanya kaum disabilitas”. Kapanpun ada liputan dijogja saya siap membantu. Sukses terus buat diffa.Lutfi Anandika - Mahasiswa

FA diffa_SIIP.indd 4 12/20/11 1:15 AM

Page 5: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

retina

Awal tahun 2012 seperti fajar yang memberi harapan bagi dunia disabilitas Indonesia. Undang-undang tentang Hak Penyandang Disabilitas sudah disahkan. Perhatian dan pandangan masyarakat terhadap dunia disabilitas semakin terbuka. Saatnya disabilitas Indonesia menatap cakrawala baru.

h. 07

h. 16

h. 20

h. 25

persepsi

sosok

h. 28

pindaih. 31

bugar

kolomKang Sejo

JANUARI 2012 05

Kita Tertinggal dalam Eksekusi dan Implementasi

empati

Siswadi

Tlogo Plantation Resort: Kesunyian

yang Indah

jejak

Intervensi Dini Anak Disabilitas

Membatik dengan KakiAyu Tri Handayani lahir

sebagai penyandang

tunadaksa; tanpa lengan

kanan, sementara tangan

kiri mengecil tidak

sempurna. Tapi ia bisa

menunjukkan keistimewaan

dengan membatik

menggunakan kaki.

Musik Terapi yang Memberi Prestasi

Ayu Tri Handayani

Sengaja, Bernafas Yuk!

h. 35

tapakUpaya Melahirkan Kader Disabilitas

h. 37

konsultasi pendidikanSekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

h. 40

Manusia Bukan Singa

h. 42

ruang hatiMembangun Semangat Orang Tua

dengan ABK

h. 44

cerpen, cermor, puisih. 46

Jendelah. 52

biografih. 56Stevie Wonder (2)

bingkai bisnish. 59Peluang Ternak Lele di Pekarangan Rumah

dan simak tulisan lainnya...

inklusih. 64Rintis Sekolah Inklusi di Makassar

FA diffa_SIIP.indd 5 12/20/11 1:15 AM

Page 6: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Deaf? No Problem!

TEPAT jam 11.30 WIB, diffa tiba di kediaman Dian Inggrawati di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Hari ini adalah sesi pemotretan sampul majalah diffa dengan Dian Inggrawati sebagai modelnya.

Saat diffa tiba, Dian sedang membersihkan rumah sambil menunggu kedatangan Ibunya. Dia menyambut diffa dengan ceria dan bergegas menyiapkan diri untuk berangkat ke lokasi pemotretan. Kami pun segera berangkat begitu Ibunda Dian tiba.

Sepanjang perjalanan yang diwarnai kemacetan, Ibunda Dian bercerita tentang perjuangannya

mempersiapkan Dian Inggrawati untuk mengikuti ajang Miss Deaf World 2011. Cerita yang luar

biasa, penuh perjuangan serta keyakinan yang tak pernah berhenti walau kadang menyakitkan dan mengharukan.

Hujan deras menyambut kami ketika memasuki tol jagorawi menuju studio VHR tempat pemotretan sampul diffa. Namun itu tidak mengurangi semangat kami semua yang ada di dalam mobil. Kami mengusir kejenuhan dengan mengobrol ceria bersama Dian dan ibunya.

Setiba di studio VHR, setting pemotretan sudah disiapkan oleh fotografer Adrian dan Sigit, dan yang akan menjadi pendamping Dian kali ini adalah Harkafka Nagendra yang akrab di panggil Difka, putra bungsu keluarga Pemimpin Redaksi diffa.

Sebelum pemotretan, di tengah dinginnya cuaca, kami menyantap hidangan makan siang yang telah disiapkan Ibunda Difka yang juga merupakan Istri Pemred diffa. Makanan yang sangat lezat, apalagi dengan sambal yang luar biasa enak membuat tubuh kami hangat dan kenyang.

Setelah menyelesaikan makan siang, Dian bergegas

berganti pakaian dibantu Ibunda tercinta. Semangat dan rasa percaya diri tampak jelas terlihat dari semua

perilaku Dian.“Aku senang bisa menginspirasi

teman-teman pembaca diffa”, ujarnya. “Deaf? No Problem.”

Setelah Dian selesai berdandan, lengkap dengan gaun dan mahkotanya yang anggun, sesi pemotretan pun dimulai. Tapi, baru beberapa saat Adrian mengarahkan gaya Dian dan Difka, tiba-tiba Difka ngambek. Waduuuhhh..... ini kejadian langka. Selama ini, justru model penyandang disabilitas yang lebih sering kehilangan mood dalam acara pemotretan sampul diffa. Untung hal ini tak berlangsung lama. Sesudah mendapatkan wejangan dari Ayah dan Ibunya, Difka pun kembali bersemangat.

Berbagai pose diarahkan Adrian, sementara Sigit mengabadikan momen-momen tersebut lewat lensanya. Sepanjang pemotretan, keceriaan selalu hadir dalam interaksi Dian dan Difka. Pemotretan pun berlangsung lancar tanpa kendala lagi.

Di akhir sesi pemotretan, setelah Adrian dan Sigit mendapatkan angle yang diharapkan, kembali perbincangan kami lanjutkan. Apa saja yang kami obrolkan? Banyak hal. Yang pasti, dalam obrolan itu, Dian kembali mengulang slogannya, “Deaf? No Problem!” yang telah mengiringi langkahnya mencapai kesuksesan sebagai runner up Miss Deaf World 2011.*Jonna Damanik

Sigi

t D P

rata

ma

JANUARI 201206

cerita sampul

FA diffa_SIIP.indd 6 12/20/11 1:15 AM

Page 7: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Saatnya Disabilitas

Bangkit

Awal tahun 2012 seperti fajar yang memberi harapan bagi dunia disabilitas Indonesia. Undang-undang tentang Hak Penyandang Disabilitas sudah disahkan. Perhatian dan pandangan masyarakat terhadap dunia disabilitas semakin terbuka. Saatnya disabilitas Indonesia menatap cakrawala baru.

Sigi

t D P

rata

ma

JANUARI 2012 07

retina

FA diffa_SIIP.indd 7 12/20/11 1:15 AM

Page 8: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

“...melayani kebutuhan pendidikan penyandang tuna netra ganda bukanlah hal yang tidak mungkin...”

Sigi

t D P

rata

ma

JANUARI 201208

FA diffa_SIIP.indd 8 12/20/11 1:15 AM

Page 9: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

MENINGKATNYA pengakuan dan perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap penyandang disabilitas amat terasa pada bulan-bulan terakhir 2011. Oktober 2011, DPR mengesahkan UU No. 19 Tahun 2011 tentang Hak Penyandang Disabilitas. Berbagai kegiatan dalam rangka

Hari Penyandang Disabilitas Internasional terasa lebih meriah dan bermakna. Ini terlihat dari beberapa kegiatan yang diliput dan pendapat yang direkam diffa.

Pementasan Massal Minggu siang 27 November 2011, Pejaten Village, mal tempat belanja

dan sosialita baru di kawasan Jakarta Selatan, tampak lebih ramai dari biasa. Mal itu dipenuhi penyandang aneka disabilitas beserta para pendamping atau keluarga.

Di lobi utama mal itu berlangsung pementasan drama musikal massal yang diperankan 100 penyandang disabilitas dari aneka jenis, tunanetra, tunarungu/wicara, tunadaksa, tunagrahita, hingga penyandang autistik. Mereka datang dari Jawa, Bali, dan Sumatera.

Pementasan itu dalam rangka merayakan Hari Internasional Penyandang Cacat (Hipenca) yang diperingati di seluruh dunia setiap tanggal 3 Desember. Pementasan diselenggarakan Panitia Bidang Seni Hipenca 2011 bekerja sama dengan Kementerian Sosial, Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI), dan berbagai organisasi penyandang disabilitas dan sosial

JANUARI 2012 09

FA diffa_SIIP.indd 9 12/20/11 1:15 AM

Page 10: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

“...mereka dikenalkan pada sesuatu yang selama ini tidak disangka atau diketahui...”

Sigi

t D P

rata

ma

JANUARI 201210

FA diffa_SIIP.indd 10 12/20/11 1:15 AM

Page 11: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

lain. Pementasan drama musikal

“Sang Muriang” itu disesuaikan dengan tema peringatan tahun ini: Indahnya Jika Mau Memahami. Ceritanya berisi berbagai persoalan yang dihadapi penyandang disabilitas sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, dalam pergaulan, maupun dalam aktivitas formal di masyarakat, seperti sekolah dan tempat bekerja.

Pertunjukan drama diselingi penampilan berbagai grup seni, seperti Differensia Band, yang semua anggotanya penyandang tunanetra dan tunadaksa. Gamelan Surakarta Grup yang beranggotakan penyandang tunanetra. Penampilan tari daerah oleh para penyandang tunagrahita dari Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) Jakarta. Pertunjukan sulap oleh pesulap tunanetra Daddy Waluyo serta fashion show oleh belasan model tunarungu/wicara.

Pementasan juga diramaikan beberapa sosok penyandang disabilitas berprestasi, seperti Dian Inggrawati, Juara II Miss Deaf World 2011. Christian Sitompul, tunagrahita yang meraih medali emas dalam Special Olympic 2011 di Athena. Michael, pemain golf muda satu-satunya penyandang tunanetra di Asia.

Tak kalah menarik adalah permainan gitar dengan kaki oleh Aceng, tunadaksa yang tidak memiliki tangan. Tunadaksa asal Purwokerto yang juga mampu menyetir mobil dengan kaki ini juga bertugas menjadi MC, mendampingi Kemal Mochtar dan Dewi Hughes.

Pertunjukan drama mengalir alamiah dengan plot adegan yang longgar, sesuai dengan kondisi para pemeran. Dengan segala keterbatasan, para

penyandang disabilitas berusaha menampilkan peran masing-masing. Mereka sering mempermainkan kedisabilitasannya, sehingga mengundang kelucuan. Juga sering muncul kejutan dari kemampuan para pemain. Misalnya, dua orang pacaran yang tiba-tiba didatangi fotografer penyandang tunadaksa yang tidak memiliki tangan (keduanya hanya sebatas siku). Wah!

Pementasan itu membuat banyak pengunjung mal Pejaten Village siang itu heran, kaget, dan surprise. Mereka seperti dikenalkan pada sesuatu yang selama ini tidak disangka atau tidak ditahui. Banyak pengunjung tampak terharu.

Gerak Jalan RaksasaMinggu pagi 4 Desember

2011, halaman gedung RRI Pusat, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, dipenuhi 1.000 penyandang disabilitas aneka jenis. Mereka berkelompok dan mengenakan seragam kaos sesuai jenis disabilitas. Penyandang tunanetra mengenakan kaos berwarna hijau, tunadaksa mengenakan kaos

kuning, tunarungu/wicara berwarna biru, dan tunagrahita berkaos oranye.

Ribuan penyandang disabilitas ini akan mengikuti gerak jalan santai dalam rangka memperingati Hari Penyandang Disabilitas Internasional sekaligus Hari Relawan. Kegiatan ini dilaksanakan Ikatan Relawan Sosial Indonesia (IRSI) bersama RRI bekerja sama dengan berbagai lembaga dan organisasi seperti Dompet Dhuafa, Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI), Yayasan Asih Budi, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), dan AUS-AID.

Pengibaran bendera start dilakukan Ibu Negara Ani Yudhoyono, didampingi Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar, dan Ketua DPP Ikatan Relawan Sosial Indonesia (IRSI) Parni Hadi. Dari Jalan Merdeka Barat, peserta gerak jalan menuju Jalan MH

Nes

tor R

ico

Tam

buna

n

JANUARI 2012 11

FA diffa_SIIP.indd 11 12/20/11 1:15 AM

Page 12: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Thamrin, berputar di Bundaran HI dan kembali ke gedung RRI. Rombongan kelompok gerak jalan didahului marching band SLB Wimar Asih Pejaten, Jakarta Selatan.

IRSI melibatkan berbagai kelompok relawan dari sekolah-sekolah, pramuka, dan perkumpulan bela diri untuk mendampingi barisan penyandang disabilitas. Menurut Direktur Utama RRI Niken Widiastuti, pada waktu yang sama juga dilakukan gerak jalan disabilitas serupa di 38 kantor RRI di seluruh Indonesia. Total seluruh penyandang disabilitas yang mengikuti gerak jalan tercatat 12.173 orang. Karena itu gerak jalan ini masuk rekor MURI. Diberitakan, gerak jalan di kantor RRI Surabaya diikuti peserta paling banyak, yakni 1.517 penyandang disabilitas.

Meski memiliki keterbatasan, para penyandang disabilitas

tetap bersemangat. Kelompok penyandang tunanetra berjalan sambil berpegangan dan memegang tongkat. Kelompok tunadaksa umumnya memakai kursi roda. Yang terlihat paling segar adalah barisan tunarungu/wicara. Kelompok penyandang tunagrahita yang berintikan atlet-atlet Special Olympic Indonesia (SOIna) paling bersemangat dengan yel-yel khas mereka.

Barisan panjang peserta gerak jalan didampingi keluarga dan pendamping masing-masing, dibantu relawan dari sekolah, pramuka, dan perkumpulan beladiri. Sesuai lomba gerak jalan, sambil menikmati makan siang yang disediakan panitia, mereka menyaksikan pementasan tari dan lagu oleh sesama penyandang disabilitas. Ramai dan meriah.

Pesta Anak di SemarangKemeriahan memperingati

hari kebebasan penyandang disabilitas ini tidak hanya di Jakarta. Di Semarang, Senin 5 Desember 2011, Precious-One, perusahaan penghasil aneka kerajinan dengan mempekerjakan penyandang tunarungu, bekerja sama dengan Giant Hypermart menyelenggarakan pesta anak penyandang disabilitas.

Sekitar 1.200 anak penyandang disabilitas dari seluruh Semarang diundang untuk menikmati semua permainan dan game di arena Mr. Giant. “Yang datang bukan hanya dari YPAC dan SLB di Semarang, juga dari panti asuhan dan yayasan lain,” kata Ratnawati dari Precious-One.

Dalam kegiatan ini setiap anak diberi koin untuk bermain sesuai keinginan. Mereka asyik bermain didampingi keluarga. Mereka juga

Sigi

t D P

rata

ma

JANUARI 201212

FA diffa_SIIP.indd 12 12/20/11 1:15 AM

Page 13: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

menikmati suguhan makan minum dan hiburan, antara lain penampilan Band Autis. Cindy, vokalis Band Autis yang bersuara paten, memukau anak-anak penyandang disabilitas.

Ratnawati mengatakan, acara Special Day For Special Children bertujuan memberikan kegembiraan kepada anak-anak disabilitas di

Semarang, sekaligus memberi inspirasi pembelajaran kepada masyarakat. “Kami ingin memberi inspirasi kepada seluruh masyarakat bahwa anak disabilitas adalah bagian dari anak Indonesia yang juga berharga dan berhak mendapat kesempatan untuk merasakan kebahagiaan dalam hidup mereka.”

Wali Kota Semarang Soemarmo yang membuka acara memberikan respons menjanjikan. Ia menyatakan akan berusaha agar semua penyandang disabilitas di Semarang memperoleh pekerjaan. Caranya? “Mulai sekarang, di saat mereka masih kecil, kita bina dan fasilitasi agar memiliki ilmu dan

And

ika

Istim

ewa

JANUARI 2012 13

FA diffa_SIIP.indd 13 12/20/11 1:15 AM

Page 14: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

keterampilan yang membuat mereka mandiri,” ujarnya. Mudah-mudahan bukan sekadar janji. Bagaimanapun, upaya memberikan perhatian dan kegembiraan kepada anak-anak penyandang disabilitas ini membesarkan hati.

Buka Mata dan HatiTiga kegiatan tersebut hanya

sebagian dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan berbagai kota dan daerah di seluruh Indonesia menyambut Hipenca. Puncak perayaan Hipenca diselenggarakan di Balai Samudera, Kelapa Gading, Jakarta Utara, 3 Desember

2011. Sayangnya, acara yang diselenggarakan Kementerian Sosial dan dimeriahkan 700 penyandang disabilitas serta dihadiri Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, dan Meneg PPPA Linda Agum Gumelar ini kurang bergema.

Kegiatan-kegiatan ini membahagiakan, karena menunjukkan meningkatnya aktivitas dan perhatian terhadap penyandang disabilitas. Seperti dikemukakan Parni Hadi, Ketua IRSI dan pelaksana gerak jalan disabilitas di kawasan Monas, sudah saatnya masyarakat dan pemerintah

memberi perhatian lebih besar terhadap penyandang disabilitas. “Mereka titipan Tuhan yang harus kita beri pilihan. Memanusiakan mereka dengan memberi mereka kesempatan. Membuat suara mereka terkenal. Penyandang disabilitas punya potensi. Potensi mereka digali. Diberi kesempatan,” ujarnya.

Pendiri Dompet Dhuafa dan mantan pemimpin LKBN Antara serta Dirut RRI ini mengatakan, terdorong mendirikan dan memimpin IRSI karena saat ini Indonesia kehilangan kerelawanan. “Banyak orang kehilangan cinta. Padahal gerakan sosial itu merupakan kekuatan ketiga setelah kekuatan politik dan ekonomi,” ujarnya. Lewat IRSI, ia ingin menggalang kembali kerapatan sosial dan kerelawanan yang terlupakan itu, termasuk dalam hal dunia disabilitas.

Menurut wartawan senior yang juga aktif di kepengurusan pramuka ini, pemerintah mestinya secara bersama bisa berbuat kepada penyandang disabilitas lebih dari sekarang. “Harusnya setiap departemen mencoba berbuat. Konkret saja!” ujarnya. Ia memberi contoh pihak keamanan yang mengawal Ibu Negara Ani Yudhoyono dalam acara gerak jalan penyandang disabilitas. “Mestinya protokol kenegaraan sekalipun harus memberi perhatian khusus kepada disabilitas. Harus beda protap-nya dengan protap umum,” tegasnya.

Memang, saatnya warga negara penyandang disabilitas mendapat perhatian yang lebih besar dan hak. Saatnya dunia disabilitas Indonesia bangkit. * Nestor & Andhika

And

ika

JANUARI 201214

FA diffa_SIIP.indd 14 12/20/11 1:15 AM

Page 15: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Perjuangan untuk Hari Esok

PENGESAHAN Undang-

undang No.19 Tahun 2011

tentang Hak Penyandang

Disabilitas oleh Dewan

Perwakilan Rakyat, Oktober

2011, dinilai sebagai tonggak kebangkitan

disabilitas di Indonesia. Lahirnya undang-

undang ini dinilai sebagai momentum

titik tolak pelaksanaan reformasi secara

menyeluruh terhadap sistem hukum dan

kebijakan penyelenggara negara terhadap

pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Mungkinkah? Bagaimana agar hal itu

bisa tercapai?

Dr Cecep Effendi, Deputy German

Technical Cooperation Desentralization as

Good Governance (GTC-DeCGG), lembaga

kerja sama pemerintah Indonesia - Jerman

di bidang pemerintahan, yang banyak

terlibat dalam pembuatan perundangan

menyangkut otonomi daerah,

mengingatkan kini semua urusan eksekusi

pelayanan rakyat berada di tangan

pemerintah daerah. Karena itu, organisasi

dan kalangan penyandang disabilitas

perlu berjuang agar kepentingan

penyandang disabilitas terjamin terlayani.

“Kita harus pastikan daerah terikat oleh

satu perundang-undangan yang memaksa

untuk melaksanakan pelayanan itu,”

ujar doktor lulusan Jawaharlal Nehru

Universtity, India, ini.

Dr Cecep menyebut UU No. 32 Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU

No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Daerah yang saat ini dalam

proses revisi sebagai contoh. Dalam dua

undang-undang tersebut ada substansi

yang sangat penting bagi penyandang

disabilitas, yaitu urusan wajib dasar.

“Yang dimaksud dalam urusan

wajib dasar adalah layanan yang harus

dieksekusi pemda dengan standar

norma yang dibuat oleh pusat, dengan

menggunakan ukuran standar minimal.

Contohnya, antara lain pendidikan dan

kesehatan. Pemda harus mengeksekusi itu.

Kalau pemda tidak mampu, pemerintah

pusat akan membiayai melalui dana

alokasi khusus (DAK). Organisasi

penyandang disabilitas, seperti Persatuan

Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) harus

berusaha agar layanan penyandang

disabilitas masuk dalam urusan wajib

dasar itu,” kata Dr Cecep. “Ini sangat

krusial. Dengan begitu pemerintah daerah

mau nggak mau harus mengeksekusi,

mendapat alokasi dana dalam APBD,

dikasih anggaran oleh DPRD.”

Dr Cecep membenarkan sekarang

ada momentum yang tepat. Tapi ia

mengingatkan, dalam kehidupan

bernegara, berbagai kelompok

kepentingan berbagi dan sering harus

berkompetisi untuk kepentingan masing-

masing. “PPCI dan berbagai organisasi

disabilitas harus berjuang melobi

pemerintah dan DPR agar kepentingan

penyandang disabilitas terjamin dan

diagendakan dalam semua peraturan

dan perundangan,” ujar sarjana sejarah

lulusan Universitas Indonesia dan mantan

wartawan ini. “Itu bisa tidak ada kalau

tidak ada tekanan dari bawah!” ingatnya.

* Nestor

Sigi

t D P

rata

ma

“PPCI dan berbagai organisasi disabilitas harus berjuang melobi pemerintah dan DPR agar kepentingan penyandang disabilitas terjamin dan diagendakan dalam semua peraturan dan perundangan,”

JANUARI 2012 15

FA diffa_SIIP.indd 15 12/20/11 1:15 AM

Page 16: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Kita

Tertinggal

dalam

Eksekusi dan

Implementasi

SALAH satu momen penting yang juga pantas dianggap sebagai titik tolak baru kebangkitan dunia disabilitas di

Indonesia adalah disahkannya UU No.19 Tahun 2011 tentang Hak Penyandang Disabilitas oleh Dewan Perwakilan Rakyat, 18 Oktober 2011. Undang-undang ini secara resmi telah dicatatkan dalam Lembaran Negara Tahun 2011 No.107, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2011 No.5251, 10 November 2011.

Undang-undang ini diharapkan dapat menjadi titik tolak bagi pelaksanaan reformasi secara sistematis dan menyeluruh terhadap sistem hukum, baik kebijakan maupun sikap dan perilaku penyelenggara negara terhadap pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Pengesahan undang-undang ini dinilai tak lepas dari jasa dan perjuangan Siswadi, Ketua Umum Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) periode 2001-

Siswadi

2006 dan 2006- 2011. Bagaimana perjuangan selama memimpin PPCI dan apa yang diharapkan dari lahirnya UU No. 19 Tahun 2011? Berikut petikan wawancara dengan Siswadi yang akrab dipanggil Pak Sis.

Selama sekian tahun memimpin PPCI, capaian apa yang membuat Pak Sis paling lega?

Insya Allah, beberapa capaian dapat diraih,

meskipun masih lebih banyak lagi yang harus

diraih. Secara manajemen organisasi, kami bisa

melaksanakan Rakernas dan Munas sesuai jadwal.

Rakernas maupun Munas merupakan indikator gerak dan dinamika suatu organisasi. Di antara capaian-capaian, yang menggembirakan adalah diundangkannya UU No. 19 Tahun 2011 sebagai pengesahan Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas. Undang-undang ini merupakan kado akhir periode kepengurusan kami.

Ada rencana yang dirasakan belum berhasil atau tercapai?

Antara lain advokasi implementasi UU No. 4 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial

Saya tegaskan, kita harus sama-sama berlatih menjalankan komitmen. Dan diperlukan penyegaran dan pembaruan strategi perjuangan sesuai dengan tuntutan objektif organisasi.

Siswadi terpilih menjadi Ketua Umum DPP PPCI

periode 2001-2006 dalam Munas PPCI  III di Makassar.

Dalam Munas PPCI IV di Medan, ia kembali terpilih secara

aklamasi untuk periode 2006-2011. Dalam Munas PPCI V di

Bekasi, Oktober 2011, ia menyatakan tidak bersedia dipilih

kembali. Gufroni Sakarin kemudian dipilih sebagai Ketua

Umum PPCI periode 2011-2016. Siswadi diminta peserta

Munas sebagai Ketua Dewan Pertimbangan DPP PPCI.

Pak Sis dikenal sebagai orang yang sabar. Dengan

kesabaran itu ia berhasil menginspirasi lingkungan di

organisasi penyandang disabilitas. Karena itu, banyak yang

menyayangkan ia melepas kepemimpinan di PPCI.

JANUARI 201216

empati

FA diffa_SIIP.indd 16 12/20/11 1:15 AM

Page 17: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Penyandang Cacat yang sangat amat jauh dari harapan. Demikian pula implementasi atas Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Cacat Tahun 2004-2013 juga masih jauh dari ekspektasi penyandang disabilitas. Pelayanan dan pemberdayaan penyandang disabilitas pada sebagian besar daerah otonom, kabupaten, kota dan provinsi juga belum sesuai harapan. Demikian pula kuota 1 persen tenaga kerja penyandang disabilitas juga belum dapat dipenuhi.

Keinginan strategis yang harus dilanjutkan PPCI adalah tersedianya data Indeks Pembangunan Manusia bagi Penyandang Disabilitas (IPM PD). Indeks ini salah satu parameter kualitas hidup penyandang disabilitas yang disajikan secara terukur (kuantitatif). Dengan data itu kita dapat berbicara banyak tentang kebijakan, teknik operasional, serta evaluasi dalam pemberdayaan disabilitas.

Dalam konteks perhatian terhadap penyandang disabilitas, apa ketertinggalan negara kita dibanding negara lain?

Kita tertinggal dalam hal eksekusi dan implementasi di lapangan. Dalam hal peraturan perundang-undangan bisa dikategorikan cukup, namun pada tataran pelaksanaannya masih tertinggal. Kita bisa lihat perbandingan nyata dalam ketersediaan aksesibilitas pada bangunan gedung,

transportasi umum, dan banyak sektor lain yang masih tertinggal. Di bidang pendidikan, negara kita mulai ada kemajuan, terutama dengan diterapkannya konsep pendidikan inklusif. Menurut Pak Sis, sudahkah memadai?

Ya, pendidikan inklusif diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dari rendahnya tingkat serap pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif harus diperluas jangkauan pelayananannya dan diperdalam konten serta kualitasnya. Sebaiknya ada perencanaan strategis untuk mencapai jangkauan pelayanan setiap desa atau kelurahan harus tersedia sekolah inklusif.

Bagaimana dengan aksesibilitas dan kesempatan di bidang pekerjaan?

Aksesibilitas dalam bidang pekerjaan masih sangat jauh dari harapan, meskipun

telah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Undang-undang tenaga kerja secara eksplisit menyebut kewajiban BUMN, perusahaan, dan koperasi untuk mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas minimal 1 orang bagi yang mempekerjakan

100 orang lebih. Seharusnya pemerintah dalam penerimaan PNS

dapat memberikan contoh dengan penyediaan kuota 1 persen bagi

penyandang disabilitas.

FX R

udi G

unaw

an

JANUARI 2012 17

FA diffa_SIIP.indd 17 12/20/11 1:15 AM

Page 18: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Pak Sis kelihatan sengaja ingin berhenti, meski banyak yang tetap mengharap. Mengapa?

Memang ada wacana dari sebagian peserta Munas yang berharap saya melanjutkan satu periode lagi, meskipun harus mengubah anggaran dasar. Saya sampaikan, organisasi yang sehat harus ada regenerasi kepemimpinan. Dalam Anggaran Dasar PPCI secara jelas disebut jabatan ketua umum paling banyak dua periode. Saya tegaskan, kita harus sama-sama berlatih menjalankan komitmen. Ketiga, diperlukan penyegaran dan pembaruan strategi perjuangan sesuai dengan tuntutan objektif organisasi. Saya tegaskan kepada teman peserta Munas, regenerasi itu lebih penting.

Di banyak negara, organisasi non-pemerintah banyak berperan dan pemberian layanan terhadap disabilitas, sedangkan pemerintah mendukung dengan kebijakan atau dana. Bagaimana di negara kita?

Layanan terhadap penyandang disabilitas semestinya bukan hanya tanggung jawab Kementerian Sosial, karena kementerian hanya berwenang pada rehabilitasi sosial. Sedangkan rehabilitasi lainnya mestinya menjadi wewenang sesuai dengan fungsi masing-masing kementerian. Ini menjadi masalah yang serius, karena ego sektoral kementerian inilah yang menjadikan implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Disabilitas tidak terlaksana sebagaimana mestinya.

Bentuk kerja sama pemerintah - swasta yang ideal dalam penanganan disabilitas, sebaiknya bagaimana?

Penanganan disabilitas harus secara terpadu dan berkelanjutan dengan penyadaran terhadap semua pemangku kepentingan (stake holders) penyandang disabilitas melalui visi bersama dan misi yang harus dilaksanakan masing-masing. Jika semua stake holders penyandang disabilitas, pemerintah, legislatif, akademisi, perusahaan BUMN, swasta, koperasi, tokoh masyarakat, media massa, serta ormas dan orsos mampu menjalankan sesuai peran dan fungsinya, insya-Allah kesejahteraan lahir batin bagi penyandang disabilitas akan segera terwujud. * Nestor

JANUARI 201218

FA diffa_SIIP.indd 18 12/20/11 1:15 AM

Page 19: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 2012 19

FA diffa_SIIP.indd 19 12/20/11 1:15 AM

Page 20: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Tlogo Plantation Resort terletak di kawasan Tuntang, sekitar 30 kilometer

dari kota Semarang. Jika lalu lintas tidak macet hanya perlu waktu 40-an menit

dari Bandara Ahmad Yani Semarang untuk sampai di Tlogo Plantation

Resort. Jika macet, tambahkan saja dengan waktu macet. Bisa macet 20

menit, 30 menit. Dari hiruk-pikuk jalur Semarang-Ungaran-Salatiga yang dipenuhi derap industrialisasi lengkap

dengan polusinya, tiba-tiba saja hening menyergap begitu kita memasuki

kawasan Tlogo.

Tlogo Plantation Resort: Kesunyian

yang Indah

FX R

udi G

unaw

an

JANUARI 201220

jejak

FA diffa_SIIP.indd 20 12/20/11 1:15 AM

Page 21: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

MESKI daerah itu bernama Tlogo, ternyata tak ada telaga di situ. Hanya kawasan

perkebunan yang sangat cocok untuk melepas kepenatan dari kegaduhan irama hidup perkotaan. Suasana tenang dan damai dengan udara sejuk dan deretan pepohonan besar membuat kita mendadak merasa terbebas dari segala rutinitas hidup. Kita benar-benar bisa merasakan alam bebas di Tlogo Plantation Resort. Kita bisa memahami dengan mudah dan seketika apa arti back to nature begitu menghirup udara segar Tlogo. Biasanya untuk merasakan kebesaran alam semesta sebagai

wujud keagungan Sang Pencipta perlu perjuangan dan biaya besar. Misalnya dengan mengunjungi piramida di Mesir. Atau menembus ganasnya ombak di laut lepas untuk melihat ikan paus di Lamalera, sebuah ujung dunia di kawasan Nusa Tenggara Timur. Jika tak punya kesempatan, waktu, dan biaya untuk perjalanan panjang seperti itu, tak ada salahnya memasukkan Tlogo Plantation Resort dalam daftar atau agenda travelling Anda.

Telaga Hening Tanpa AirKebanyakan tempat tujuan

wisata pada dasarnya menawarkan refreshing bagi para pengunjung. Sebagian secara khusus FX

Rud

i Gun

awan

JANUARI 2012 21

FA diffa_SIIP.indd 21 12/20/11 1:16 AM

Page 22: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

menawarkan refreshing dengan cara menjual ketenangan atau kesunyian dari alam pegunungan, pantai, atau perkebunan. Berbeda dari atmosfer vila-vila di kawasan Puncak, Bogor, yang sudah menjadi terlalu ramai, di daerah Tlogo kesunyian tetap terjaga. Tidak ada deretan vila dan para penjajanya yang menyerbu setiap ada mobil melintas. Di Tlogo hanya ada Tlogo Plantation Resort dengan 20-an cottage yang terisolasi dari jalanan. Jarak antar-cottage sekitar 3 meter hingga 5 meter. Setiap cottage dikelilingi pohon-pohon besar yang membuat suasana terasa lebih asri, sejuk, dan damai. Cukup dengan merogoh kocek sekitar Rp 400 ribu – Rp 500 ribu kita bisa melewatkan satu malam dengan suasana yang sulit kita dapatkan di tempat lain.

Bermalam di Tlogo kita akan mendapatkan malam yang dipenuhi ketenangan. Keheningan akan memperjelas suara-suara alam semesta di sekeliling kita. Suara kodok, jangkrik, dan binatang malam lainnya sesekali membentuk simfoni alam tersendiri yang anehnya terasa tak memecah kesunyian malam. Seperti berada di pinggiran sebuah telaga sunyi yang membuat kita hanyut dalam perenungan-perenungan tentang makna hidup. Lalu kita pun menjadi lebih tajam menangkap harmoni malam alam semesta. Itulah suasana yang sangat terasa di Tlogo, meski tak ada telaga sunyi di situ. Yang ada hanya sebuah

FX R

udi G

unaw

an

JANUARI 201222

FA diffa_SIIP.indd 22 12/20/11 1:16 AM

Page 23: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Penduduk ManokwariPenduduk Kabupaten Manokwari pada tahun 2006 berjumlah

82.303 jiwa penduduk pria dan 79.019 jiwa penduduk perempuan. Jumlah ini terus meningkat dan terlihat dari adanya pemekaran provinsi yang berkedudukan di ibu kota Kabupaten Manokwari. Dari Jakarta penerbangan ke Manokwari menempuh waktu sekitar 5 jam, biasanya dengan rute Jakarta-Makasar-Biak-Manokwari.

Penduduk Kabupaten Manokwari umumnya tinggal di daerah kota yaitu Distrik Manokwari Barat sebesar 32,06% dan di ikuti oleh Distrik Manokwari Selatan sebesar 5,13%. Selain itu ada daerah satuan Pemukiman Transmigrasi (SP) yang juga mengalami pertumbuhan penduduk sangat pesat yaitu Distrik Prafi sebesar 7,75% atau menempati posisi kedua sebagai distrik berpenduduk terbanyak yang diikuti oleh Distrik Masni dengan 7,57% dan Warmare 5,21% sebagai posisi ke tiga dan ke empat.

Distrik yang terpadat penduduk nya adalah Distrik Manokwari Baratdengan 228,53 jiwa/km2. sedang kan Distrik yang paling rendah kepadatannya adalah Distrik Senopi dengan 0,75 jiwa/km2 atau dalam 2km hanya kurang dari 2 jiwa.  

Sejarah ManokwariCatatan sejarah tentang

Papua dimulai pada abad ke VII. Pada abad itu para pedagang Sriwijaya telah sampai di kawasan Papua dan menyatakan Papua termasuk wilayah Kerajaan Sriwijaya yang mereka beri nama Janggi. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah – rempah, wangi – wangian, mutiara dan bulu burung Cenderawasih.

Konon, Raja Sriwijaya yang bernama Maharaja Sri Indrawarman mengirim utusannya ke Kaisar Cina dan mempersembahkan bulu-bulu burung yang indah. Sementara itu seorang musafir Cina yang bernama Chon You Kwa menulis, bahwa di Kepulauan Indonesia sekarang terdapat suatu daerah bernama Tungki yang merupakan bagian dari Maluku. Jika nama Tungki itu dipakai untuk menyebut Jenggi, maka hal ini memperkuat keterangan adanya hubungan Papua dengan Kerajaan Sriwijaya. Dalam Kitab Negara

Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca (1365), Papua termasuk wilayah Majapahit atau Majapahit ke

kolam renang berukuran sedang untuk sarana olah raga para pengunjung. Para tamu yang tak suka berenang tak perlu khawatir, karena dengan jalan kaki berkeliling mengikuti jalan setapak yang artistik pun sudah olah raga tersendiri. Dan jika masih kurang berkeringat, Anda bisa meneruskan berjalan di kawasan perkebunan yang berbukit-bukit persis di belakang Tlogo Plantation Resort.

Konsep back to nature juga terasa di dalam setiap cottage yang sederhana namun nyaman dengan kamar mandi terbuka dan teras kecil untuk menyeruput teh atau kopi di sore hari. Televisi tetap disediakan untuk para tamu yang tak bisa hidup tanpa televisi. Jika benar-benar menginginkan keheningan alam dan sesaat ingin hidup tanpa televisi, kendali ada di tangan Anda. Tinggal cabut saja kabelnya lalu masukkan benda itu ke lemari. Sepertinya sesekali semua orang perlu melakukan hal itu. Tanpa sadar kita telah semakin menjadi pecandu televisi. Mengerikan. Untuk mengurangi kecanduan itu, menikmati kedamaian dan kesunyian telaga tanpa air di Tlogo bisa menjadi pilihan mudah dan murah. Meski udara sejuk dan bahkan dingin, setiap cottage tetap dilengkapi pendingin ruangan. Sama seperti halnya ketergantungan pada televisi, orang-orang kota juga sangat tergantung pada pendingin

JANUARI 2012 23

FA diffa_SIIP.indd 23 12/20/11 1:16 AM

Page 24: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

ruangan. Apalagi di era perubahan iklim yang membuat panas matahari terasa jauh lebih terik dan menyengat.

Usai Merenung Mari Menyanyi Malam di Tlogo memang terasa

jauh lebih panjang. Jika tak ingin menghabiskannya hanya untuk merenungkan hidup di tengah kesunyian yang damai, Anda tak perlu khawatir. Usai merenung, Anda bisa bernyanyi karaoke di ruang pertemuan yang merupakan bangunan tua peninggalan zaman pra-kemerdekaan. Seperti semua orang tahu, menyanyi adalah cara jitu dan mujarab untuk sesaat melepaskan semua persoalan yang tengah melanda hidup. Untuk melepaskan kepenatan dan kesuntukan yang memenuhi hati dan jiwa. Itulah sebabnya karaoke seakan telah menjadi hiburan wajib bagi banyak orang dan membuat seorang Inul Daratista sukses besar sebagai pengusaha karaoke keluarga setelah menggebrak panggung dangdut Indonesia dengan goyang ngebornya. Di ruang pertemuan Tlogo yang besar

dan mirip pendapa kabupaten itu Anda juga boleh-boleh saja jika ingin bergoyang ngebor untuk melepaskan hasrat atau membebaskan diri sejenak dari segala belenggu pencitraan diri.

Viva dan Pieter, dua orang yang berwenang di Tlogo Plantation Resort, memang menyediakan karaoke dengan layar besar di ruang pendapa untuk para tamu dan relasi mereka. Anehnya, malam-malam sunyi di Tlogo tetaplah malam-malam yang sunyi meskipun suara merdu, sumbang, bagus, pas-pasan mencoba memecah kesunyian itu. Suara-suara itu seperti langsung hanyut dan tenggelam di telaga sunyi tanpa air Tlogo. Di setiap jeda lagu, di setiap tarikan nafas panjang, tetap ada kesunyian malam yang menyelinap begitu saja. Itulah indahnya kesunyian malam di Tlogo. Dan merasakan hal itu membuat kita akhirnya merasa damai, terlepas dari ketegangan-ketegangan hidup yang mencabik-cabik hati. Di sinilah alam mengajarkan kita tentang indahnya kesunyian yang tercipta dari semesta. Sayang, selama berabad-abad manusia hanya sibuk

merusak dan menghancurkan alam untuk memuaskan nafsu serakah.

Nah, jika Anda ingin merasakan indahnya kesunyian dan belajar menikmati kedamaian alam semesta dengan cara santai, mudah, dan tidak mahal, datanglah ke Tlogo Plantation Resort. Di Tlogo Anda bisa merenung, menyanyi berkaraoke, dan merenung lagi. Anda juga bisa merasakan nikmatnya kopi hitam panas dan singkong goreng di pagi atau sore hari tanpa harus merogeh kocek dalam-dalam seperti di Starbuck atau Excelso. Atau jika ingin menyelesaikan deadline pekerjaan tanpa diganggu hiruk-pikuk apa pun, Tlogo adalah tempat yang tepat. Tlogo juga tempat yang cocok untuk bermacam pelatihan atau workshop. Suasana tenang Tlogo sangat kondusif untuk bermacam workshop dan pelatihan. Sangat kondusif untuk meredakan kegelisahan dan kegalauan manusia-manusia modern yang tak pernah berhenti diganggu keresahan dan kehampaan jiwa. (Advertorial)

FX R

udi G

unaw

an

JANUARI 201224

FA diffa_SIIP.indd 24 12/20/11 1:16 AM

Page 25: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 2012 25

SUATU pagi di kantor Mitra Netra. Ahmad berjalan memasuki ruang tamu digandeng ibunya. Tubuhnya berkeringat.

Begitu merasa berada dalam ruangan, Ahmad melepaskan diri, mengorientasi ruangan dengan meraba sana-sini. Sesekali ia bertanya kepada ibunya, kalau menyentuh sesuatu yang tidak ia mengerti. Anak berusia hampir tiga tahun ini menjadi tunanetra akibat tumor mata.

Berbeda dari Ahmad, Rakhel memasuki ruang tamu Mitra Netra digendong pengasuhnya. Usianya hampir dua tahun. Rakhel menjadi tunanetra karena kelahiran prematur. Pagi itu ia datang bersama ibu dan neneknya. Begitu diturunkan dari gendongan, Rakhel langsung menangis sejadi-jadinya. Melihat cucunya menangis, sang nenek mengambil dan menggendongnya. Rakhel belum bisa berjalan dengan baik. Padahal ia tidak punya masalah dengan kaki.

Stimulasi dan Intervensi DiniMengapa Ahmad kuat berjalan?

Bagaimana ia bisa begitu santai dan percaya diri di tempat asing dan senang mengenali benda-benda? Sebaliknya, mengapa Rakhel demikian rapuh dan cengeng?

Ini tak lepas dari sikap orang tua. Ada orang tua yang belum bisa menerima sepenuhnya anak

Intervensi Dini Anak Disabilitas

Persepsi

balitanya menyandang disabilitas, sehingga melindungi secara berlebihan, seperti yang terjadi pada Rakhel. Tapi ada orang tua yang realistis menerima kenyataan dan memberikan intervensi dini yang dibutuhkan anak, seperti yang terjadi pada Ahmad.

Intervensi dini adalah tindakan atau stimulasi awal kepada bayi yang menyandang disabilitas. Tujuan intervensi dini adalah mengurangi dampak disabilitas yang terjadi atau dialami, sehingga anak balita penyandang disabilitas dapat tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin sesuai tahapan usia.

Ada empat aspek intervensi dini, yaitu: aspek medis, pendidikan, emosi/psikologis, dan aspek sosial. Aspek medis adalah tindakan medis yang masih mungkin dilakukan untuk mengurangi dampak disabilitas. Misalnya operasi pengangkatan katarak pada anak yang mengalami katarak karena faktor keturunan. Pada beberapa jenis disabilitas, intervensi dini aspek medis ini juga dapat berupa terapi fisik. Contohnya, latihan fisik pada anak balita dengan down syndrom yang mengalami kelemahan organ motorik, agar dapat berjalan dan menggunakan tangannya dengan lebih baik.

Intervensi dini aspek pendidikan adalah tindakan atau stimulasi yang dilakukan pada bayi disabilitas agar dapat tumbuh kembang dengan baik dan kelak siap memasuki usia sekolah. Contohnya, anak balita tunarungu perlu sedini mungkin memiliki kosakata yang cukup, agar bisa berkomunikasi.

Bayi yang tak dapat melihat sama sekali perlu stimulasi khusus, berupa sentuhan dan suara, agar belajar berinteraksi

FA diffa_SIIP.indd 25 12/20/11 1:16 AM

Page 26: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 201226

tentu berbeda stimulasinya. Latihan berbicara dan berkomunikasi disesuaikan dengan jenis autistik yang dialami.

Intervensi dini aspek emosi dan sosial diperlukan agar anak balita tunanetra dapat belajar melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dengan baik. Misalnya bagaimana mengekspresikan ketidaknyamanan, kemarahan, mengendalikan emosi, berteman, dan berbagi.

Jika intervensi dini ini tidak dilakukan atau diabaikan, dapat menimbulkan disabilitas tambahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Rakhel tadi contohnya. Ia tidak memiliki masalah dengan kakinya. Ia belum bisa berjalan dengan baik karena selalu digendong. Orang tua Rakhel khawatir jika berjalan

sendiri, Rakhel akan menabrak benda-benda di sekitarnya. Padahal, ada cara yang bisa diajarkan agar Rakhel dapat berjalan dan melakukan mobilitas dengan benar dan aman. Jika kondisi ini tidak segera diatasi, Rakhel akan mengalami masalah-masalah lain berikutnya. Bukan tidak mungkin ia akan terlambat masuk sekolah.

Peran Penting Orang TuaKapan intervensi dini bayi

disabilitas dimulai, tergantung orang tua, ayah dan ibunya. Jika orang tua yang dikaruniai bayi disabilitas dapat segera menerima kondisi anaknya, pasti akan menumbuhkan sikap positif. Jika sikap positif telah terbangun, orang tua akan mencurahkan segala kemampuan untuk melakukan

dengan lingkungan. Stimulasi suara mendorong ia menggerakkan dan mengangkat kepala. Sentuhan dan bantuan gerakan tertentu akan membantunya menggerakkan badan, hingga kemudian dapat tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan. Stimulasi indra perabaan juga diperlukan sebagai persiapan belajar membaca dan menulis huruf Braille, berlatih mengenali lingkungan, dan melakukan mobilitas.

Agar anak balita disabilitas dapat memiliki keterampilan melakukan aktivitas hidup sehari-hari, perlu diberikan latihan bina diri. Misalnya mandi dan gosok gigi, mengenakan pakaian, makan, mencuci tangan dan kaki, buang air, dan meletakkan benda-benda. Pada anak balita dengan sindrom autistik,

Did

i Pur

nom

o

FA diffa_SIIP.indd 26 12/20/11 1:16 AM

Page 27: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 2012 27

stimulasi-stimulasi agar bayi disabilitas tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin.

Menerima kenyataan dan menumbuhkan sikap positif pada kehadiran bayi disabilitas tidak mudah. Sebagian orangtua di fase awal hanya memusatkan perhatian pada tindakan medis. Mencoba mencari kesembuhan ke mana saja. Hal ini dapat dimaklumi. Tapi jika orang tua hanya fokus ke tindakan medis dan mengabaikan aspek lain, mereka akan kehilangan “masa emas” anak balita mereka. Jika ini terjadi, yang jadi korban adalah si anak.

Persoalan lain jika orang tua belum dapat menerima bayi disabilitasnya, mereka akan sibuk dengan perasaan dan pikiran sendiri. Mungkin merasa malu atau merasa akan terbebani seumur hidup. Sekali lagi, jika ini terjadi, bayi disabilitaslah yang akan menjadi korban. Ia tidak akan mendapatkan stimulasi dan intervensi yang seharusnya diberikan, guna mengoptimalkan tumbuh kembang bayi disabilitas.

Salah satu cara untuk menumbuhkan sikap positif adalah mencari informasi dari sumber-sumber yang benar sebanyak mungkin. Ketidaktahuan akan berakibat tumbuhnya sikap negatif. Bingung, tak tahu apa yang harus dilakukan. Khawatir, apakah bayi disabilitasnya bisa menjadi orang yang berguna atau memiliki masa depan. Kondisi terburuk adalah sikap apatis dan putus asa. Informasi yang benar akan memberikan pencerahan, memberikan inspirasi, dan menjadi referensi.

Majalah diffa salah satu sumber informasi tentang disabilitas di Indonesia. Majalah ini diterbitkan

antara lain untuk memberi solusi akan minimnya sumber informasi yang benar tentang disabilitas, di antaranya untuk orang tua yang memiliki anak disabilitas. Selain itu, para orang tua bisa mencari informasi lewat internet.

Kelompok Dukungan Orang TuaBentuk lain sumber informasi,

referensi, dan inspirasi yang bisa diperoleh secara life adalah kelompok orang tua yang memiliki anak disabilitas. Forum ini bisa jadi teman berbagi, saling menguatkan, dan memberi solusi sesama orang tua yang memiliki anak disabilitas. Dari pengalaman penanganan anak dan orang dengan disabilitas di seluruh dunia, kelompok dukungan semacam ini terbukti berhasil memperbaiki bahkan mengubah sikap negatif menjadi sikap positif.

Pada dasarnya kelompok dukungan ini merupakan bentuk konseling kelompok. Konseling individu dilakukan oleh konselor kepada klien satu per satu. Konseling kelompok dilakukan konselor kepada sekelompok orang secara bersama-sama. Dalam suatu kelompok dukungan orang tua yang memiliki anak disabilitas, konselor menghadirkan orang tua yang telah berhasil melampaui masa kritis. Orang tua ini akan menjadi bukti dan referensi hidup bagi anggota kelompok lain yang belum mencapai tahap positif.

Cerita pengalaman sesama orang tua telah terbukti ampuh membantu orang tua lain yang masih bersikap negatif. Sekolah-sekolah luar biasa atau klinik terapi anak disabilitas menyadari betapa pentingnya peran orang tua dalam pendidikan dan pengasuhan anak disabilitas, sehingga penyelenggaraan kelompok

dukungan ini difasilitasi sekolah atau klinik terapi.

Dalam perkembangannya, kelompok dukungan orang tua ini dapat berkembang menjadi “organisasi” yang lebih formal. Contohnya, Persatuan Orangtua Penyandang Cacat Anak (Portupencanak) dan Yayasan Balita Tunanetra. Dengan berorganisasi secara lebih formal, asosiasi orang tua akan dapat menyuarakan aspirasi mereka kepada semua pihak yang berkepentingan. Misalnya kepada pemerintah, sektor usaha, sekolah, perguruan tinggi, komisi hak asasi, dan komisi perlindungan anak. Dengan berasosiasi, suara orang tua akan lebih lantang dan akan lebih didengar.

Di negara maju, asosiasi orang tua dengan anak disabilitas memiliki peran penting. Asosiasi ini bahkan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah di bidang pendidikan anak disabilitas. Orang tua yang memiliki sikap positif adalah guru anak disabilitas yang sebenarnya. Merekalah yang paling memahami disablitas anaknya.

Mari sayangi anak dengan disabilitas. Menjadi anak atau orang dengan disabilitas bukanlah pilihan. Itu adalah fakta yang harus diterima, dihadapi, dan dijalani. Disabilitas adalah bagian dari perbedaan. Jika kita semua mau belajar mengerti, ada hikmah yang luar biasa di balik perbedaan ini. * Aria Indrawati

FA diffa_SIIP.indd 27 12/20/11 1:16 AM

Page 28: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 201228

sosok

Ayu Tri HandayaniMembatik dengan Kaki

Andi

ka

FA diffa_SIIP.indd 28 12/20/11 1:16 AM

Page 29: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 2012 29

Ayu Tri Handayani lahir sebagai penyandang tunadaksa; tanpa lengan kanan, sementara tangan kiri mengecil tidak sempurna. Tapi ia bisa menunjukkan keistimewaan dengan membatik menggunakan kaki.

AYU lahir di sebuah kampung bernama Banyuanyar, Kecamatan Banjarsari, Surakarta, Jawa Tengah, 9

Februari 1991. Karena disabilitas yang disandangnya, orangtua Ayu menyekolahkannya di SLB.

Masa bersekolah di TK hingga SMP, Ayu lalui dengan mulus. Namun saat hendak masuk SMA, Ayu mengalami persoalan karena di daerah mereka belum ada SMALB. Seperti umumnya penyandang disabilitas lain, hal itu membuatnya frustasi dan minder bergaul dengan teman-teman sebaya.

“Rasa minder itu muncul saat saya mulai bisa membandingkan diri dengan teman yang lain. Ada permainan yang tak bisa saya ikuti, dan saya merasa tak diterima,” kenang Ayu, saat ditemui diffa di sela-sela kegiatan demo membatik di Lawangsewu, Semarang.

Menurut Ayu, sesungguhnya penolakan dari lingkungan hanyalah perasaan yang muncul dari dalam diri saja. “Penyandang disabilitas, khususnya tunadaksa biasa mengalami fase frustasi seperti itu. Itu terjadi saat mereka membandingkan diri dengan orang lain yang normal. Mereka kemudian menciptakan bayangan-bayangan bahwa dirinya tak diterima oleh

lingkungan,” jelas Ayu. Menurut Ayu, jika seorang

penyandang disabilitas tak mampu mengelola diri dalam fase kritis seperti itu, terlebih kalau tidak ada dukungan dari keluarga dan lingkungan, maka hal itu akan berdampak buruk bagi diri sang penyandang disabilitas tersebut. Namun Ayu beruntung, saat memasuki fase itu, dia mendapatkan dukungan dan bimbingan dari mantan guru-gurunya di SLB.

Belajar MembatikKondisi mental Ayu kembali

stabil setelah memasuki bangku SMA, dan semakin stabil setelah mendapat perhatian khusus dari Pandono, guru yang mengajarinya membatik. Terlebih Pandono kemudian berhasil mengusahakan donasi dari sebuah industri batik besar di Solo untuk mendukung Ayu. “Dengan bimbingan Pak Pandono dan dukungan YPAC, saya memantapkan diri belajar membatik,” tutur Ayu.

Saat belajar membatik itulah, Ayu merasa motivasinya terpompa. Ia belajar keras menari-narikan canting di atas kain mori yang sudah digambari sketsa dengan menggunakan kakinya. Sambil mematangkan teknik dan keterampilan membatik dengan kaki, Ayu juga belajar banyak tentang batik. Mulai dari motif, sejarah, filosofi dan semua hal yang berhubungan dengan batik.

Dari situ, kecintaan Ayu terhadap kreasi orisinal Indonesia yang sudah mendapat pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya dunia itu makin mengental. Kecintaan itu membangkitkan semangat belajarnya. Kakinya makin terampil menulis, menggambar dan

Andi

ka

FA diffa_SIIP.indd 29 12/20/11 1:16 AM

Page 30: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

And

ika

JANUARI 201230

mengerjakan tugas lain yang oleh orang normal dikerjakan dengan menggunakan tangan. Kebetulan, sebelum membatik, Ayu sempat belajar merangkai mote atau manik-manik untuk dijadikan aneka kerajinan. “Itu sangat membantu saya dalam memupuk ketelatenan,” cerita Ayu.

Setelah memantapkan hati untuk menapaki jalan sebagai pecanting batik, Ayu makin rajin belajar. Tahun pertama, ia berlatih seminggu dua kali. Tahun kedua, setelah gerakan motorik kakinya semakin halus, ia menambah porsi latihan hingga lima kali seminggu.

Ayu mengaku, selama menjalani proses latihan itu, dirinya sempat mengalami pasang surut semangat. Bukan karena masalah kecerdasan atau kemampuan, namun karena merasa diperlakukan berbeda. Sesungguhnya, yang berbeda hanya pendekatan yang dilakukan instruktur; karena Ayu harus menggunakan kaki, maka cara berlatih Ayu pun dibuat berbeda.

“Alhamdulillah, saya bisa melalui proses dan masa sulit itu,” kenang Ayu.

Berharga MahalSetelah makin

terampil membatik, Ayu mulai merasa mantap menatap masa depan. Ia terus memproduksi berbagai motif, mulai dari isen-isen (ragam hias) yang mudah; dari yang berukuran besar hingga yang kecil dan njelimet. Hasilnya luar biasa. Batik yang ia hasilkan dengan menggunakan kaki tak kalah indah dengan batik kreasi para pecanting normal yang

menggunakan tangan.Salah satu buktinya, saat ia

membatik di Lawangsewu, istri Gubernur Jawa Tengah, Sri Suharti Bibit Waluyo membeli salah satu karya Ayu dengan harga Rp 15 juta. “Saya bukan hanya tertarik dengan kain, motif ataupun warnanya. Saya juga tertarik dengan cerita yang melatarbelakangi penciptaan kain ini,” ujar Sri Suharti mengenai pembelian batik itu.

Ayu sendiri makin termotivasi dengan penghargaan dan pendapatan yang ia peroleh dari ketekunannya membatik. “Biasanya kalau motifnya sederhana dan tidak sulit, saya bisa menyelesaikan satu lembar kain batik tulis dalam dua minggu,” ujar Ayu. Dan ternyata, para pecanting atau pembatik normal pun membutuhkan waktu yang sama.

Dalam kegiatan di Lawangsewu, Ayu diminta memperagakan bagaimana ia memanfaatkan kakinya yang luar biasa untuk memegang canting, mencelupkan

canting itu ke dalam malam (lilin panas), dan menggoreskannya ke lembaran kain mori. Orang-orang yang menyaksikan Ayu tampak terpesona melihat keahliannya yang tak biasa itu.

“Selain membatik, Ayu juga mahir merangkai manik-manik menjadi tas, dompet, kantung HP, dan gantungan kunci. Ini contoh-contoh karya Ayu,” kata MC sambil menunjukkan beberapa benda buatan Ayu. Karya Ayu itu memang menarik. Komposisi warna manik-manik yang dirangkai membentuk motif primitif yang tampak cantik.

Ayu menanggapi komentar dan pujian yang dilontarkan dengan senyum sambil terus bekerja. Seperti ia ungkapkan sebelumnya, bekerja membuat batik mulai dari menggambar sketsa di atas kertas, menyalin sketsa itu di kain, menggambari sketsa di kain itu dengan malam cair, mencelupkan kain ke dalam semacam cat berwarna, menutupnya lagi, menghilangkan malam dengan merebus kain, dan seterusnya, membutuhkan kreatifitas, kesabaran dan konsentrasi.

Begitulah, Ayu Tri Handayani yang tak punya tangan, mampu meruwat dirinya menjadi sosok yang lebih percaya diri dan produktif. Tapi tentu saja semua itu tidak datang tiba-tiba. Optimisme dibangun dengan perjuangan. Ayu adalah sebuah episode inspirasi dalam kehidupan. Inspirasi keluarga. Inspirator masyarakat. * Andhika Puspita Dewi

Andi

ka

FA diffa_SIIP.indd 30 12/20/11 1:16 AM

Page 31: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

YPAC Music Percusion

Musik Terapi

yangMemberi

Prestasi

SESUNGGUHNYA penyandang disabilitas juga manusia yang sempurna. Sebab, dengan keterbatasannya ia

bisa menunjukkan kemampuan, lewat cara yang mungkin unik atau berbeda dari orang lain. Jadi, setiap orang yang dapat memanfaatkan kemampuan, meskipun secara fisik tidak sempurna, bukanlah manusia cacat.

Sugiyan, Kepala Pengembangan Bakat Minat Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surakarta, meyakini benar prinsip itu. Dan ia ingin menanamkan serta menunjukkan bukti prinsip itu kepada anak-anak asuhnya. Ia ingin membangkitkan semangat anak-anak asuhnya sekaligus mendobrak pandangan disabilitas identik dengan keterbelakangan. Karena

itu ia mendirikan YPAC Music Percusion, grup musik yang seluruh anggotanya penyandang disabilitas.

Kini YPAC Music Percusion menjadi grup musik yang pantas dibanggakan. Mereka sering tampil di panggung dan membuat kagum penonton. Hal yang sebenarnya tidak mudah dan membutuhkan kerja keras. Bagaimana mereka mencapai itu?

Dari Terapi ke Prestasi YPAC Music Percusion berdiri

sejak April 2008. Kelahiran grup musik ini dibidani Sugiyan. Menurut Sugiyan, kelahiran YPAC Music Percusion tak lepas dari kegiatan musik terapi.

Musik memang lekat dengan dunia disabilitas. Umumnya pelatih atau terapis semua jenis disabilitas memanfaatkan musik

JANUARI 2012 31

Pindai

Faja

r Sod

iq

FA diffa_SIIP.indd 31 12/20/11 1:16 AM

Page 32: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

sebagai latihan terapi untuk membantu menggerakkan syaraf motorik. Sugiyan kemudian terpikir menjadikan musik terapi memberikan manfaat lain. “Saya ingin menunjukkan musik terapi juga bisa memberi prestasi,” ujarnya.

Ide tersebut diwujudkan dengan menjaring anak-anak yang memiliki sense of music. Sugiyan melakukan audisi di setiap kelas. Cara melakukan audisi pun unik. Sugiyan meminta anak-anak melakukan klotekan, permainan irama memukul meja dengan tangan. “Dari situ bisa diketahui, kalau ada yang klotekan

JANUARI 201232

FA diffa_SIIP.indd 32 12/20/11 1:16 AM

Page 33: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

yang menghasilkan irama, berarti anak tersebut memiliki sense of music,” ujar Sugiyan.

Setelah anak-anak terpilih, sang pelatih mulai memberikan latihan secara intensif. Latihan ini dibagi dua kelompok. Anak-anak yang cerdas secara intelegensia dilatih bermain keyboard, gitar melodi, dan bas. Sisanya dilatih bermain perkusi, yang permainan musiknya lebih sederhana.

Membangun Ketegaran Menariknya, latihan musik

yang diberikan bukan jenis instrumental atau musik klasik yang biasanya diberikan kepada anak-anak penyandang disabilitas karena bermanfaat positif untuk otak dan motorik. Tetapi warna musik yang lebih nge-beat, seperti country, cha-cha, dan yang sejenis. “Pertimbangannya lebih kepada sense yang ditimbulkan warna musik. Kalau musiknya lebih nge-beat, maka akan memunculkan semangat,” jelas Sugiyan.

Selain warna musik yang nge-beat, lagu-lagu yang diajarkan dipilih dan disesuaikan dengan

umur anggota grup. Pengasuh ingin menanamkan pola bermain musik yang sesuai dengan edukasi, yang baik dan alamiah. Tidak bersifat karbitan dan instan, seperti ajang pencarian bakat di televisi, anak kecil menyanyikan lagu dewasa. Karena sebagian besar anggota YPAC Music Percusion masih anak-anak, maka lagu yang diperkenalkan pun lagu-lagu anak, seperti “Soleram” dan “Pepaya Mangga Pisang Jambu”.

YPAC Music Percusion melakukan latihan sekali seminggu, setiap Jumat. Atmosfer latihan terasa sangat akrab. Mereka sering terlihat bersendau gurau, tanpa mempedulikan kondisi fisik. Tegar, misalnya, yang menyandang disabilitas fisik, harus memainkan keyboard dengan tangan dan jari terbalik. “Wah, bergaya!” goda temannya. Tegar dan teman lain malah tertawa. Sama sekali tak ada kemarahan. Anak-anak polos ini sadar betul bahwa mereka memiliki keterbatasan yang sekaligus menjadi kelebihan. Justru keunikan itulah yang harus ditonjolkan.

YPAC Music Percusion memang tak hanya menempa kemampuan musik para anggotanya. Tetapi juga menempa emosi, ketegaran, dan kepercayaan diri sebagai penyandang disabilitas. Mereka diajarkan mandiri dan tegar, tidak minta dikasihani. Minta dikasihani akan membuat manja dan tidak berkembang.

Kampanye KemampuanYPAC Music Percusion dalam

medio tiga tahun ini telah pentas di banyak tempat dan kesempatan. Setiap bulan YPAC Music Percusion memiliki jadwal pentas tetap di Car Free Day Solo. Kelompok musik ini sudah tak terhitung tampil di

JANUARI 2012 33

Faja

r Sod

iq

Faja

r Sod

iq

FA diffa_SIIP.indd 33 12/20/11 1:16 AM

Page 34: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

hadapan Wali Kota Surakarta Joko Widodo. YPAC Music Percusion menjadi langganan untuk menghibur pejabat yang berkunjung di Surakarta.

YPAC Music Percusion juga pernah diundang pentas di Bali. Masyarakat Bali mengapresiasi penampilan mereka dengan respons yang hangat. Juga para wisatawan asing.

Tak hanya direspons dangat baik, penampilan anak-anak penyandang disabilitas yang polos dan ceria sering mengundang tangis haru para penonton. Anak-anak itu seperti memberikan pelajaran tentang ketegaran. Bahwa menyandang disabilitas bukan cacatlah cacat atau keterbelakangan, hanya perbendaan kemampuan. Karena itu tak seharusnya dimandang sebelah mata.

Sugiyan bersama 17 anak penyandang aneka disabilitas yang bergabung dalam YPAC Music Percusion telah bersatu dan bekerja sama menjadi tim yang tangguh, menunjukkan kepada masyarakat agar tak memandang rendah

terhadap penyandang disabilitas. Juga , menjadi inspirasi bagi sesama penyandang disabilitas, tak perlu ragu menunjukkan kemampuan atau rendah diri. * Fajar Sodiq

JANUARI 201234

Faja

r Sod

iq

FA diffa_SIIP.indd 34 12/20/11 1:16 AM

Page 35: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 2012 35

SALAH satu ciri manusia hidup adalah bisa bernapas. Bernapas merupakan kegiatan menghirup

oksigen melalui hidung, dan mengeluarkan karbon dioksida juga melalui hidung.

Setiap sel dalam tubuh kita membutuhkan oksigen. Oksigen yang kita hirup saat bernapas akan masuk ke paru-paru melalui tenggorokan. Darah yang dipompa oleh jantung akan mengambil oksigen di paru-paru dan mengalirkannya ke seluruh tubuh. Nutrisi penting ini antara lain diperlukan sel-sel tubuh untuk bekerja, tumbuh, dan bertahan.

Dalam keadaan tertentu, misalnya saat marah, khawatir, seusai berolahraga, dan setelah melakukan aktifitas fisik berlebihan, kita akan bernapas lebih cepat atau bahkan sangat cepat, yang biasa kita sebut dengan “tersengal-sengal”. Cara bernapas semacam ini tidak dianjurkan, karena jumlah oksigen yang dihirup menjadi sedikit. Bernapas pendek-pendek juga memicu jantung berdetak lebih cepat.

Bernapas BiasaBernapas adalah gerak

otomatis tubuh kita. Kita tidak membutuhkan instruksi dari otak untuk bernapas. Gerak otomatis organ tubuh kita, termasuk paru-paru diatur oleh saraf di sumsum bagian batang otak, yang terhubung dengan sumsum tulang belakang. Itu sebabnya, jika seseorang mendapatkan serangan stroke di bagian batang otak, biasanya ia tak dapat bertahan, karena serangan ini

Bugar

Sengaja Bernapas, Yuk!

mengganggu bahkan menghentikan kerja organ vital tubuh, termasuk paru-paru yang kita gunakan untuk bernapas dan mendapatkan oksigen.

Cara bernapas yang baik adalah yang tidak terlalu cepat, melainkan pelan dan panjang. Dengan demikian jumlah oksigen yang kita hirup akan lebih banyak.

Sengaja Bernapas

Untuk membantu tubuh tetap sehat, kita perlu banyak oksigen. Lalu bagaimana agar kita mendapatkan oksigen dalam jumlah yang lebih banyak? Jawabnya adalah: dengan “sengaja bernapas”.

Luangkan waktu untuk sengaja

bernapas. Caranya, tarik napas panjang, tahan sebentar, lalu hembuskan. Dengan cara begini, kita akan mendapatkan oksigen dalam jumlah yang lebih banyak.

Mereka yang bekerja di kantor dapat melakukannya sambil duduk di kursi kerja. Setelah bekerja selama satu atau dua jam, beristirahatlah sejenak. Duduklah dengan punggung tegak dan bersandar di kursi. Letakkan tangan di atas paha. Rileks. Lalu tarik napas panjang hingga empat hitungan. Hembuskan pada hitungan kelima. Lakukan hal ini beberapa kali, misalnya sepuluh kali. Jika ingin mendapatkan efek rileks yang lebih, lakukan sambil memejamkan

Did

i Pur

nom

o

Faja

r Sod

iq

FA diffa_SIIP.indd 35 12/20/11 1:16 AM

Page 36: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 201236

mata. Saat menarik napas panjang, rasakan oksigen yang sedang memasuki paru-paru kita.

Ketika kita menahan napas selama beberapa detik setelah menarik napas panjang, kita melatih sel-sel tubuh kita untuk bertahan tanpa pasokan oksigen selama beberapa detik. Jika sel-sel tubuh kita terlatih dapat bertahan beberapa detik tanpa oksigen, tentu mereka akan jauh lebih kuat jika mendapat cukup pasokan oksigen.

Kegiatan sengaja bernapas ini dapat kita lakukan di sela-sela kesibukan sehari-hari. Namun, sangat dianjurkan untuk melakukannya di tempat yang berudara bersih. Misalnya di bawah pohon yang rindang saat siang hari. Di siang hari, daun-daun melakukan fotosintesis atau mengubah karbon dioksida menjadi oksigen. Jadi, jika kita melakukan kegiatan sengaja bernapas di bawah pohon, kita akan langsung menghirup udara bersih penuh oksigen yang dihasilkan oleh dedaunan.

Sengaja bernapas dapat juga dilakukan saat kita berada dalam kondisi tertekan yang memicu meningkatnya emosi negatif. Dengan menarik napas panjang dalam situasi semacam ini, kita akan menjadi lebih tenang dan lebih dapat mengendalikan emosi. Emosi negatif yang akan muncul pun dapat terdorong keluar dari diri kita.

Dampak Sengaja Bernapas

Tujuan melakukan aktivitas sengaja bernapas adalah untuk menambah asupan oksigen, jika dengan bernapas biasa kita belum mendapatkan oksigen sebanyak yang diperlukan oleh tubuh. Karena itu, jadikan aktivitas sengaja bernapas sebagai bagian dari

keseharian kita. Lakukan sesering mungkin. Sengaja bernapas dapat membantu menyeimbangkan keempat roda kesehatan kita; sehat fisik, sehat emosi, sehat spiritual dan sehat sosial. Kegiatan sengaja bernapas juga dapat membantu memperkuat otot paru-paru dan organ pernapasan lainnya. Saat kita menarik napas panjang, rongga paru akan membesar dan menampung oksigen dengan lebih optimal. Semakin sering kita sengaja bernapas, semakin kuat otot-otot tersebut.

Bila tubuh kita mendapatkan cukup oksigen, setiap sel akan dapat berfungsi secara optimal. Daya tahan tubuh kita akan lebih meningkat. Metabolisme tubuh pun akan membaik. Kita menjadi lebih tahan terhadap berbagai penyakit, misalnya infeksi virus dan bakteri, bahkan juga tumor dan kanker.

Oksigen diperlukan oleh tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak atau mati. Misalnya saja untuk memperbaiki kinerja sel otak. Kerusakan sel otak terjadi antara lain karena aliran darah ke otak terhambat. Ini berarti, otak tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup. Jika sel otak rusak, tak ada lagi cara untuk memperbaikinya. Padahal otak merupakan organ tubuh yang penting, karena otak merupakan pusat seluruh saraf yang mengendalikan semua kegiatan tubuh kita, baik gerakan refleks maupun non-refleks.

Saat ini kegiatan sengaja bernapas ini juga dijadikan salah satu bentuk terapi penyakit, baik penyakit fisik maupun non fisik. Namanya bisa bermacam-macam; ada yang menyebut “meditasi”, ada pula yang menyebut “relaksasi”. Beberapa jenis olahraga bela diri

juga mengajarkan kegiatan sengaja bernapas, yang biasa disebut “olah napas”.

Terapi pernapasan juga dilakukan kepada mereka yang menderita kanker. Kanker adalah sel atau jaringan liar yang tumbuh di dalam tubuh kita. Jaringan liar ini merampok pasokan oksigen di dalam tubuh penderita. Akibatnya, sel-sel sehat kekurangan oksigen. Pertahanan tubuh pasien pun menurun drastis. Ia jadi mudah lelah dan lemah. Terapi pernapasan akan memberikan pasokan oksigen yang berlimpah. Dengan demikian sel-sel sehat memiliki kemampuan lebih untuk melawan sel-sel jahat tersebut.

Kita juga dianjurkan banyak beristirahat atau tidur saat terserang flu. Karena dengan tidur, kita mendapatkan pasokan oksigen lebih banyak. Saat kita tidur, apalagi jika tidur sangat nyenyak, napas kita menjadi sangat pelan dan panjang. Oksigen yang kita hirup akan membuat sistem kekebalan tubuh bekerja lebih maksimal serta melawan infeksi virus atau bakteri yang sedang kita alami.

Begitu pentingnya fungsi oksigen bagi tubuh kita. Namun harus disasadari, bahwa udara di sekitar kita tak hanya mengandung oksigen, tapi juga racun-racun akibat polusi. Oleh karena itu, agar kita bisa mendapatkan pasokan oksigen berlimpah, di samping melakukan kegiatan sengaja bernapas, kita juga wajib berpartisipasi menjaga udara di sekitar kita tetap bersih.

Jadi, mari kita jaga bumi agar tetap bersih. Niscaya pasokan oksigen untuk kita akan berlimpah. * Aria Indrawati

FA diffa_SIIP.indd 36 12/20/11 1:16 AM

Page 37: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

AUSTRALIAN Development Scholarship (ADS) memberikan kesempatan kepada Pertuni untuk mengirim kader-kadernya belajar ke Australia. Mereka diharapkan akan menjadi kader-kader tunanetra

berkualitas di masa depan.

Tunanetra dan Pendidikan Tinggi Akhir tahun 2004, Presiden International

Council of Education for People with Visual Impairment (ICEVI) melakukan evaluasi bersama Pertuni, mengapa upaya peningkatan kualitas hidup tunanetra di Indonesia dirasakan sangat lambat. Evaluasi itu menyimpulkan, tidak sebandingnya hasil yang dicapai dan proses perjuangan, salah satu karena “rendahnya tingkat pendidikan rata-rata tunanetra di Indonesia”. Termasuk mereka yang berperan sebagai pemimpin di Pertuni.

Dukungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan

tunanetra Indonesia telah dilakukan oleh banyak lembaga internasional. Namun, mereka baru memusatkan perhatian pada pendidikan dasar.

Dari survei Pertuni tahun 2005, hanya ada 150 orang tunanetra di seluruh Indonesia yang menyelesaikan pendidikan tinggi. Sementara berdasarkan estimasi Kementerian Kesehatan, sekurangnya ada 3 juta penyandang tunanetra di Indonesia. Sebab utama minimnya tunanetra berpendidikan tinggi adalah karena tidak ada sistem dukungan untuk mahasiswa tunanetra. Sebagian besar tunanetra yang menempuh pendidikan tinggi harus berjuang sendiri.

Mencermati situasi ini, sejak tahun 2006, ICEVI dengan sponsor

dari The Nippon Foundation membantu Indonesia melalui Pertuni, mengadakan gerakan kampanye untuk merintis sistem layanan pendukung bagi mahasiswa tunanetra. Pendidikan dasar memang penting. Tapi pendidikan tinggi adalah jalan strategis menuju perubahan.

Gerakan kampanye bertujuan mendorong universitas menjadi entitas pendidikan yang lebih ramah pada tunanetra. Keramahan ini berupa penyediaan layanan pendukung yang dibutuhkan. Contohnya, perpustakan yang dilengkapi teknologi adaptif, sehingga tunanetra dapat dengan mudah mengakses referensi. Atau, ruangan khusus yang dilengkapi teknologi adaptif berupa komputer berikut perangkat lunak pembaca layar, sehingga tunanetra dapat belajar lebih mandiri.

Tujuan kedua, dengan adanya sistem dukungan pada mahasiswa tunanetra, diharapkan akan ada lebih banyak tunanetra melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan tinggi. Dengan tunanetra berpendidikan tinggi ini,

JANUARI 2012 37

Tapak

Australian Leadership Awards (ALA) Fellow

Upaya Melahirkan Kader Disabilitas

Nes

tor R

ico

Tam

buna

n

FA diffa_SIIP.indd 37 12/20/11 1:16 AM

Page 38: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Indonesia diharapkan akan memiliki lebih banyak pemimpin tunanetra berkualitas di masa depan.

Setelah berjalan lima tahun, hasil gerakan kampanye ini mulai terlihat, meski baru hanya dapat menjangkau enam kota, Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya, Makasar dan Padang. Ada peningkatan jumlah mahasiswa tunanetra sebesar 20 persen.

Belajar ke Luar NegeriBentuk lain dari ihktiar Pertuni mendorong lahirnya

lebih banyak pemimpin I organisasi mengikuti berbagai pelatihan di luar negeri. Hal ini dimungkinkan karena Pertuni juga terlibat aktif dalam kerja sama berskala global dalam pemberdayaan tunanetra.

Di samping menjalin kerja sama dengan ICEVI – sebuah jaringan berskala global yang mendorong peningkatan kualitas pendidikan tunanetra, Pertuni juga anggota World Blind Union (WBU). Melalui jejaring ini memungkinkan Pertuni mendapatkan sponsor untuk mengirim kader pemimpin belajar ke

JANUARI 201238

Nes

tor R

ico

Tam

buna

n

FA diffa_SIIP.indd 38 12/20/11 1:16 AM

Page 39: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

manca negara. Mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan di

luar negeri memiliki dampak positif bagi tunanetra. Mereka dapat lebih merasakan dan memahami kemajuan yang dicapai negara lain. Hal ini diharapkan menjadi sumber inspirasi bagi mereka, dan mengupayakan penerapannya di Indonesia sekembali dari pelatihan.

Beberapa pelatihan di manca negara yang secara rutin diikuti kader Pertuni di antaranya, pemanfaatan teknologi adaptif untuk tunanetra di Jepang dan Malaysia, dan desain website yang aksessibel di Bangkok. Pengiriman kader mempelajari teknologi adaptif ini telah berperan meningkatkan akses tunanetra Indonesia ke teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu dampaknya, jendela dunia kini terbuka lebih lebar. Tunanetra di Indonesia memiliki lebih banyak referensi dan sumber inspirasi.

Australian Leadership Awards (ALA) FellowPertengahan tahun 2011, Pertuni mendapat

tawaran dari Australian Development Scholarship (ADS) untuk mengirimkan kader dan pengurus belajar kepemimpinan di Australia. Pertuni menyambut baik tawaran tersebut.

Melalui program ALA Fellow, Australian Government Agency for International Development (AUSAID) menyediakan beasiswa bagi warga masyarakat di negara sedang berkembang untuk mengikuti pelbagai pelatihan di Australia. Beberapa topik yang dipelajari adalah kesetaraan gender, hak asasi manusia, pembangunan berperspektif inklusif, disabilitas, lingkungan hidup, kesehatan, dan sebagainya.

Guna membantu Pertuni memenangkan ALA, ADS mengajak Nossal Institute, sebuah lembaga penelitian di bawah Universitas Melbourne, serta Vision Australia, sebuah lembaga penyedia layanan untuk tunanetra di Australia, bertindak sebagai co- sponsor. Aplikasi untuk Pertuni diajukan ke AUSAID oleh Nossal Institute, yang telah berpengalaman mengelola pelatihan semacam ini. Peran Presiden WBU Marianne Diamond yang juga asal Australia pun tak kalah pentingnya dalam proyek ini.

Nossal Institute memberikan kuota pada Pertuni untuk mengirimkan 12 tunanetra. Tim seleksi internal Pertuni pun dibentuk untuk memilih calon peserta. Mereka terdiri dari Ketua Umum Didi Tarsidi, Ketua III Aria Indrawati, dan Ketua Departemen Pemberdayaan Perempuan Rina Prasarani. Hasil seleksi internal Pertuni kemudian disampaikan kepada Nossal Institute

untuk kembali disaring. Waktu yang diberikan sangat terbatas, hanya dua minggu.

Dalam proses seleksi ini, hal penting yang menjadi bahan pertimbangan adalah rekam jejak kandidat dalam perjuangan memajukan kehidupan tunanetra di Indonesia, serta bagaimana mereka akan mengaplikasikan hasil pelatihan untuk keberlanjutan perjuangan tersebut. Dari seleksi tersebut terpilih 9 tunanetra dan dua peserta cadangan.

Pelatihan akan berlangsung selama empat minggu. Topik-topik yang akan dipelajari antara lain adalah pengarusutamaan isu disabilitas dalam pembangunan berperspektif inklusif, ketrampilan melakukan advokasi, tindak lanjut setelah ratifikasi konvensi hak penyandang disabilitas, prospek kerja sama antara Indonesia dan Australia dalam pemberdayaan tunanetra, bagaimana membangun jaringan di tingkat regional dan global, dan sebagainya.

Dalam pelatihan ini, peserta tidak hanya belajar di kelas, namun juga ada tugas-tugas yang harus dilakukan baik secara individu maupun kelompok, serta belajar langsung dari organisasi tunanetra yang berkiprah di bidang pemberdayaan dan advokasi di Australia

Di akhir pelatihan, peserta diminta menyusun rencana aksi, apa yang akan mereka lakukan di organisasi sebagai implementasi pelatihan yang diikuti. Peserta juga diminta menyampaikan laporan atas pelaksanaan rencana aksi tersebut. Nossal Institute juga akan terus memantau rekam jejak peserta pelatihan secara berkala melalui Pertuni.

Memenangkan ALA Fellow adalah kesempatan emas bagi Pertuni. Peserta pelatihan kepemimpinan ini akan menjadi bagian dari tim inti “laskar” Pertuni di masa depan”. Mereka akan juga punya tugas tambahan khusus, yaitu membagikan ketrampilan dan pengetahuan yang didapat dari pelatihan di Australia kepada sebanyak mungkin tunanetra di daerah masing-masing. Dengan demikian, pelatihan di Australia ini akan memiliki efek bola salju. * Aria Indrawati

JANUARI 2012 39

FA diffa_SIIP.indd 39 12/20/11 1:16 AM

Page 40: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Bapak Asep Supena yang terhormat,

Saya David, pengelola sebuah

sekolah swasta. Dari majalah diffa saya

membaca tulisan tentang sekolah-

sekolah inklusif yang menerima

siswa berkebutuhan khusus. Saya ingin

mengembangkan sekolah kami menjadi

sekolah inklusif. Apa saja yang harus dipersiapkan untuk

mengembangkan sebuah sekolah

menjadi sekolah inklusif? Mohon

penjelasan Bapak.Terima kasih.

Pertama-tama saya sampaikan salut dan penghargaan atas keinginan Anda untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Tidak mudah menemukan orang yang memiliki keinginan untuk menerima dan melayani anak berkebutuhan khusus.  

Berdasarkan pengalaman saya mencermati pelaksanaan pendidikan inklusif di berbagai tempat di Indonesia, modal pertama untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif adalah keinginan, semangat, dan komitmen. Modal tersebut kini sudah ada pada Anda. Maka, aspek-aspek selanjutnya yang harus diupayakan dan disediakan di sekolah Anda dapat saya jelaskan.

Pertama, ada satu orang guru yang memiliki kualifikasi pendidikan dan atau keahlian dalam bidang pendidikan luar biasa (pendidikan khusus). Artinya, dia lulusan (sarjana) dari jurusan pendidikan luar biasa. Atau, yang bersangkutan telah lama berpengalaman dalam menangani anak berkebutuhan khusus (ABK), walaupun bukan sarjana pendidikan luar biasa. Guru ini akan bertugas sebagai motor penggerak dan konsultan bagi guru-guru lain dalam penanganan ABK. Di lapangan, guru ini dikenal dengan sebutan GPK, singkatan dari guru pembimbing khusus.

Kedua, guru-guru umum (reguler) yang ada di sekolah Anda paling tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman dasar tentang ABK dan bagaimana mereka belajar, khususnya dalam konteks pendidikan inklusif. Artinya, perlu ada sosialisasi dan pembekalan kepada para guru mengenai hal ini. Ini sebenarnya tidak terlalu sulit. Saat ini banyak tulisan tentang anak berkebutuhan khusus dan tentang pendidikan inklusif, termasuk yang ada di majalah diffa.

Anda dapat juga meminta bantuan kepada sekolah luar biasa (SLB) terdekat atau perguruan tinggi yang memiliki jurusan pendidikan luar biasa untuk mengadakan sosialisasi tersebut. Di Indonesia kurang lebih ada 11 perguruan tinggi yang memiliki jurusan pendidikan luar biasa (PLB). Di antaranya adalah Universitas Negeri Padang, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dan Universitas Negeri Surabaya.

Jangan lupa juga membaca Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif. Dalam peraturan tersebut Anda akan memperoleh informasi tentang bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusif, paling tidak menurut kebijakan yang digariskan pemerintah.

 Ketiga, ketika dua unsur pertama telah tersedia, selanjutnya perlu diupayakan hal-hal teknis lain yang bersifat pendukung. Contohnya

konsultasi pendidikan

JANUARI 201240

FA diffa_SIIP.indd 40 12/20/11 1:16 AM

Page 41: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

tahu ketika kita telah memulai dan secara konsisten melayani anak berkebutuhan khusus.

Jika mengalami kesulitan ketika akan memulai atau selama melaksanakan pendidikan inklusif, pihak-pihak yang bisa dihubungi dan dimintai bantuan di antaranya SLB terdekat, pejabat dinas pendidikan yang terkait, perguruan tinggi yang memiliki jurusan PLB, serta direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PPK-LK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta.

Semoga penjelasan ini bermanfaat dan semoga sukses mewujudkan impian Anda yang sangat mulia.

pengadaan alat dan sarana yang cocok dengan kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Bentuk sarana khusus ini, misalnya ruang sumber (resource room), yaitu ruangan khusus untuk mendukung layanan bagi anak berkebutuhan khusus. Penjelasan tentang ini cukup panjang, tetapi akan mudah dipikirkan jika di sekolah sudah ada guru pembimbing khusus.

Keempat, beritahukan kepada dinas pendidikan setempat bahwa sekolah Anda menyelenggarakan pendidikan inklusif. Hal ini penting, agar sekolah Anda mendapatkan dukungan. Paling tidak agar dinas pendidikan setempat mengetahui, supaya tidak terjadi salah persepsi dan pemahaman. Sosialisasikan juga kepada staf sekolah dan para orang tua murid supaya mereka juga memiliki pemahaman dan sikap yang positif terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif. Tunjukkan dan beritahukan juga kepada masyarakat bahwa sekolah Anda terbuka bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sebenarnya masyarakat secara bertahap akan

Dr. Asep Supena, M.Psi

Dosen Jurusan Pen-didikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pen-didikan, Universitas Negeri Jakarta

JANUARI 2012 41

Did

i Pur

nom

o

FA diffa_SIIP.indd 41 12/20/11 1:16 AM

Page 42: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

ALAM tak mengenal kata “jaminan sosial”. Tapi alam yang terbentang luas ini memberi pelajaran pada

kita bahwa semua makhluk bisa memperoleh kehidupannya masing-masing dengan menggunakan kapasitas yang berbeda-beda. Cacing yang begitu lemah, dan hidupnya di dalam tanah, pun memperoleh kehidupan secukupnya. Burung di angkasa, yang bebas merdeka, juga memperoleh kehidupan secukupnya. Hewan yang terbebas seperti burung pun tak

kebersamaan “ ringan sama dijinjing”, “ berat sama dipikul”.

Kita tahu, di dalam masyarakat komunal jumlah warganya sedikit, sehingga mereka saling mengenal secara pribadi. Jika ditelusuri, mereka bersaudara satu sama lain.

Mereka memiliki hubungan darah yang dekat. Setidaknya melalui perkawinan maka persaudaraan terbentuk. Semua saudara kita.

Orang-orang yang belum saling mengenal pun, ketika ditelusuri siapa nenek moyangnya, ternyata mereka bersaudara. Persaudaraan dalam suatu “klan”, suatu “suku”, suatu “marga” macam itu yang diadopsi di dalam konstitusi kita untuk mewujudkan semangat persaudaraan baru, yang jauh lebih luas dan bertaraf nasional.

Kita dapat membuat kesimpulan bahwa konstitusi kita mencerminkan orientasi sosial

Manusia Bukan Singa

OLEH MOHAMAD SOBARY

pernah hidup berlebihan. Mereka hidup hanya secukupnya.

Di dalam rimba raya yang kejam, singa menjadi raja diraja. Tetapi singa hidup hanya secukupnya. Hewan ganas itu tak menimbun makanan di dalam suatu “bank” makanan hewan. Singa bukan manusia. Dan tak punya keserakahan manusia.

Manusia yang mana? Di dalam masyarakat komunal, manusia membaca dan belajar dari kehidupan alam semesta. Mereka belajar tidak serakah. Mereka belajar hangat mengakomodasi pihak lain. Mereka menerima siapa pun sebagai warga. Dan meskipun tak disebutkan dalam kata-kata indah, di masyarakat komunal tercipta tata kehidupan sosial yang menjamin warga yang tak mampu.

Di dalam masyarakat itu tak ada yang “terbuang”. Tak ada kelompok “termarginalisasi”. Semua pihak berada dalam lingkup tata kehidupan yang “mewadahi”, dan pemimpin menyediakan diri sebagai pelindung bagi semua pihak. Kalau “hak umum” yang bisa memberi pelayanan pada salah satu warga tak tersedia, sang pemimpin menggunakan milik pribadi, milik keluarga, untuk dijadikan kekuatan penjamin bagi mereka--- jika ada -- yang telantar, terbuang, termarginalisasi.

Konstitusi kita disusun oleh para tokoh berpikiran sangat modern. Para tokoh itu memiliki citara kehidupan komunal yang pernah menyejarah di masa lampau. Mereka berhubungan secara hangat, salingmenerima dan saling melindungi. Para penyusun konstitusi itu mengadopsi semangat dan tata kehidupan masyarakat komunal. Kehidupan yanag rukun, yang mencerminkan semangat

kolom kang sejo

JANUARI 201242

Did

i Pur

nom

o

FA diffa_SIIP.indd 42 12/20/11 1:16 AM

Page 43: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

yang hangat dan mendalam, tetapi dirumuskan di dalam rumusan modern, sama seperti orientasi konstitusi di negara-negara modern di dunia. Untuk mewujudkan semangat itu diperlukan suatu penyesuaian sosial yang panjang, dan lama.

Tidak mudah bagi kita untuk memperlakukan secara hangat semua pihak sebagai saudara. Orang yang tak kita kenal harus diperlakukan sebagai saudara. Orang yang bukan saudara harus diperlakukan secara adil seperti saudara satu “klan”, satu “suku”, satu “marga” yang kita kenal dengan baik. Kita membutuhkan sebuah “sejarah” baru, yang mengambarkan perjalanan jerih payah itu. Dan kita sedang menulis “sejarah” baru itu.

Di masa lalu tokoh pemersatu seperti Bung Karno berpidato, menulis, dan meyakinkan bahwa kita, dalam satu bangsa besar ini,

bersaudara. Bung Karno bekerja keras membuat kita semua menjadi satu bangsa, yang merupakan saudara satu sama yang lain. Maka disusunlah perlakuan yang sama, karena semangat bahwa kita satu saudara tadi.

Setiap warga negara memperoleh jaminan status yang sama di depan hukum. Semua berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Semua berhak memperoleh pelayanan pendidikan. Kelompok-kelompok miskin dan anak-anak telantar dijamin oleh negara.

Bung Karno tahu akan janji ini. Beliau ikut memberi arah dan jiwa konstitusi meskipun konstitusi dirumus oleh para tokoh lain. Beliau selalu berada di garis depan. Kelompok tersingkir tak boleh ada. Kelompok terbuang harus diakomodasi di dalam sistem yang nyaman. Orang-orang

telantar harus dibikin tak telantar, karena negara memiliki semangat mewadahi mereka.

Tapi kita hidup di alam modern. Tatanan kita modern. Dan kata modern tak berarti lebih baik dari yang bukan modern. Para penyelenggara kehidupan negara selalu kekurangan dana untuk mewujudkan janji dalam konstitusi.

Dan untuk menjadi orang bertanggung jawab penuh, yang bisa mengayomi warganya seperti pemimpin masyarakat komunal, tak ada yang mampu. Jika dana untuk “umum” tak tersedia, pemimpin masyarakat komunal menggunakan

milik pribadi atau keluarganya, seperti disebut di atas. Tapi kita, di masyarakat modern, dalam hidup modern ini, tak mampu berbuat begitu.

Kalau terhadap kelompok miskin, termarginalisasi, dan kelompok-kelompok disabel, uang belanja negara tak mencukupi, mengapa kita tak bisa meniru sikap pemimpin masyarakat komunal, yang bersedia membelanjakan uang pribadi dan cadangan hidup keluarganya?

Mengapa cadangan hidup anak cucu hingga tujuh turunan sudah dipikirkan oleh manusia modern, tapi biaya hidup kaum miskin dan kelompok disabel untuk bisa sekolah, mengikuti pendidikan dan untuk berkembang sebagai manusia, tak ada yang memikirkan?

Uang hasil korupsi dihimpun di tempat tersembunyi, seolah mereka mau hidup abadi. Apa pelajaran yang kita petik dari masyarakat komunal hanya kulitnya. Kita tak mampu menjiwai kepemimpinan sejati mereka.

Kita terlalu egois. Dan mungkin, juga terlalu serakah. Mengapa kita menimbun kekayaan yang tak kita ketahui apakah kita akan mampu menikmatinya? Rupanya, kecanggihan tak menolong. Kecanggihan hidup kita juga dilengkapi kecanggihan untuk menjadi serakah.

Kita bisa mencoba meniru tata hidup masyarakat komunal. Tapi kita tak bisa meniru kesederhanaan hidup singa, yang mencari makanan hanya sekadarnya. Singa mencari makan sekadar untuk hidup. Kita menghimpun makanan dan kekayaan, terkadang tidak untuk apa-apa.

Dan mungkin, sebabnya, karena manusia bukan singa.

JANUARI 2012 43

FA diffa_SIIP.indd 43 12/20/11 1:16 AM

Page 44: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

ruang hati

Membangun Semangat Orang Tua dengan ABKIbu Frieda yang terhormat,

Nama saya Ida. Saya memiliki anak dengan down syndrome, saat ini berusia 18 bulan. Tommy, anak saya, memiliki tantangan yang cukup kompleks. Syaraf-syaraf motorik kasarnya juga lemah. Sejak Tommy berusia 12 bulan saya membawanya ke tempat terapi. Dari terapi itu memang mulai tampak kemajuan. Kaki Tommy menjadi lebih kuat. Jari-jari tangannya mulai dapat menggengam benda-benda.Saya sering bermimpi Tommy bisa berjalan dengan baik, bahkan berlari. Setiap kali habis bermimpi seperti itu, saya selalu lebih bersemangat membimbing Tommy latihan yang diajarkan di tempat terapi. Namun, jika saya menyampaikan hal ini kepada suami, ia mengatakan saya terlalu berlebihan. Suami sering menasihati saya supaya tidak  berharap berlebihan, agar tidak kecewa jika yang saya inginkan tidak terjadi.Menurut Ibu Frieda, apakah sikap saya tersebut salah? Benarkah saya berharap berlebihan. Mohon nasihat dan saran Ibu. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Saya salut atas semangat dan pengharapan Ibu. Memang seharusnya begitulah kita menjalani. Harus berpengharapan. Apalagi dengan adanya anak istimewa yang Tuhan berikan untuk Ibu asuh dan sayangi. Dengan pengharapan Ibu, masa depan Tommy yang mencakup tumbuh kembang, latihan kemandirian, dan pendidikannya akan lebih terarah.

Perjalanan Ibu dan seluruh keluarga dalam mendidik Tommy akan cukup panjang, perlu kontinu, dan berkesinambungan. Tentu saja Tommy akan bisa berjalan ataupun berlari sebagaimana anak lain. Tapi untuk itu Tommy perlu tetap dalam kondisi sehat. Dirawat kesehatannya, dilatih fungsi motorik kasar, sensori-integrasi, bantu diri, wicara, dan pendidikan, sejak usia dini sampai mencapai kemampuan dasar minimal.

Untuk mencapai kemampuan tersebut, ibu perlu panjang sabar. Libatkan seluruh keluarga secara kontinu dan bergantian. Ibu juga perlu waktu untuk diri sendiri, sehingga tidak jenuh dan bisa optimal dalam membimbing Tommy.

Pada awal 5 tahun hingga 10 tahun pertama, biasanya yang menjadi prioritas bagi anak seperti Tommy adalah faktor kesehatan. Ini bisa menyangkut fungsi pancaindera, fungsi bagian dalam tubuh, seperti pencernaan, dan lain-lain. Ada baiknya Ibu memiliki dokter keluarga yang dapat memahami tumbuh kembang anak down syndrome, termasuk perawatan dalam hal gizi.

Tommy juga perlu dibiasakan melakukan atau mengalami segala aktivitas yang dilakukan oleh anak lain seusianya. Ketika bisa dan dalam keadaan sehat, biarkan dia bermain dengan orang lain. Jangan terlalu dibatasi dan dilindungi secara berlebihan, sehingga

JANUARI 201244

FA diffa_SIIP.indd 44 12/20/11 1:16 AM

Page 45: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Membangun Semangat Orang Tua dengan ABK

potensinya untuk berkembang jadi terhambat.

Untuk pendidikan Tommy, Ibu bisa belajar dari pengalaman sesama orang tua yang juga memiliki anak dengan down syndrome. Misalnya dengan bergabung di Persatuan Orang tua Anak Down Syndrome (Potads) atau organisasi sejenis.

Sudah banyak lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) di berbagai wilayah. Informasi juga dapat diperoleh melalui internet. Teknologi sekarang sudah maju. Dengan mudah Ibu Ida bisa bergabung dan bersambung rasa dengan orang-orang lain, mencari informasi yang ibu perlukan. Selamat terus berpengharapan! *

Frieda Mangunsong Guru Besar (Profesor) Fa kul tas Psikologi Universitas Indonesia yang se jak tahun 1980 mengajar dan sejak tahun 1984 mendalami bidang Psikologi Pendidikan.

JANUARI 2012 45

Did

i Pur

nom

o

FA diffa_SIIP.indd 45 12/20/11 1:16 AM

Page 46: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

cerpen

DEBURAN ombak memecah keheningan. Pantai ini memang jarang dikunjungi orang. Namun

entah sudah berapa banyak kisah tersimpan di sini. Seperti juga kisah pertemuan kami.

“Hai, aku Revan,” sapanya sambil mengulurkan tangan.

“Renata,” sahutku tak acuh. Ia mungkin kecewa dengan

sikapku yang tidak ramah. Namun ia tetap duduk di sampingku, menemaniku sampai matahari terbenam.

Sudah seminggu ini aku selalu datang ke pantai ini. Mencoba melepas segala kecewa dan menyembuhkan luka hati. Mengharap mendapat ketenangan. Hingga kedatangan cowok yang ngeyel itu.

“Renata, kamu sedang jatuh cinta, ya?” tanyanya memulai pembicaraan setelah perkenalan yang tak kuacuhkan.

“Dari mana dapat kesimpulan seperti itu?”

“Habis, kamu nggak pernah

absen berkunjung ke sini?” “Apa itu selalu pertanda jatuh

cinta?” Aku menyahut tanpa menoleh. Aku sudah tutup buku dengan yang namanya cinta. Buat apa ada cinta kalau hanya merasakan kebahagiaan semu sesaat dan luka? Diam-diam emosiku bangkit menyadari luka yang kembali terbuka.

“Kita sama. Sama-sama kecewa dan sama-sama jatuh cinta,” ia berucap dengan tenang.

“Aku kecewa karena kenyataan hidup. Dan aku jatuh cinta pada pantai ini, karena memberi kedamaian!” sahutku sedikit emosional.

Dia tersenyum. “Hidup memang tak selalu seindah angan-angan. Suka dan duka sering datang silih berganti. Namun itulah hidup. Jika tidak ada duka, maka suka pun tak punya arti. Jika tak ada tangis, tawa tidak punya makna, bahkan senyum terasa hambar. Semua harus kita hadapi dengan tabah dan syukur. Selama masih ada pelangi sebagai sahabat hujan…”

Kemudian ia bangkit dan

melangkah pergi menuju mobil hitamnya. Dan hilang di ujung jalan, meninggalkan aku dalam kebingungan. Sejak itu aku tak pernah melihat mobil hitam itu lagi. Ia menghilang bagai ditelan bumi. Meninggalkan seuntai pesan aneh, yang ajaibnya menjelma menjadi secercah asa dan membuat aku lebih tegar mengarungi kehidupan.

***“Hey!” kejut sepupuku Rosie.

“Apalagi sih yang dilamunin?” Ia mengambil majalah dari tanganku. “Wah, majalah diffa terbaru, nih? Puisinya mana, ya?” Ia berbicara sendiri sambil asyik membuka-buka halaman majalah, mencari rubrik kesukaannya.

“Ada apa sih, Ren?” ucapnya sambil melirikku sejenak.

Aku tetap diam. Melihatku tetap bengong ia menepukkan kedua tangan.

“Rena sayang… ngapain kamu pikirin? Sampai beruban juga nggak akan selesai kalau kamu melamun doang. Gugurin aja! Kan baru jalan dua bulan. Ya, kan?”

“Hush… gila kamu!” Aku mengacungkan tinju.

Rosie tertawa. “Makanya cerita, dong. Apa lagi sih yang kamu pikirin? Kamu kan cantik, pinter, sudah wisuda, punya pacar cakep dan cinta banget sama kamu. Punya keluarga dan teman yang care banget sama kamu. Apalagi sepupu kamu itu.…”

“Siapa…?”“Itu…. si Rosie. Dia kan yang

paling sayang sama kamu.…”Plak! Aku memukul lengannya.

Dia hanya tertawa. “Pasti Rosie Sayang… asal besok dibawain edelweis, yah?”

“Ye, kalau ada maunya, sok baik gitu!”

“Iya dong, kan sepupu satu-

SepenggalCerita Cinta AGUS BUDIANTO

JANUARI 201246

FA diffa_SIIP.indd 46 12/20/11 1:16 AM

Page 47: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

satunya, nih. Yaah…? Bawain yaah…?”“Iya… Cerewet!”Kalau sudah begitu, baru deh senang hatinya. “Ren, asyik dong, besok

mendaki gunungnya sama yayang tercinta lagi. Hati-hati aja, ya. Rosie sudah pesan sama Kevin, dia pasti jagain kamu. Tahu nggak, apa katanya?”

“Emang dia bilang apa?”“Sumpah mati, Ros… nyawaku kan kuberikan untuknya.” Aku tertawa geli melihat Rosie menirukan gaya Kevin.“Wah, Ren… Kevin itu bener-benar seorang pujangga. Kadang iri deh aku

sama kamu….”“Ros, Andi sudah datang, tuh.” Suara Mama mengejutkan kami.”Ya, Ma.” Rossie langsung bangkit. “Sudah, ya… gue nge-date dulu. Bye…!”

lambainya sambil berlari menyongsong cowok barunya itu.Rosie, Rosie…. Seharusnya aku yang iri sama kamu. Hidupmu begitu

mudah dan sederhana. Tapi setiap orang memang memiliki problem dan romantika hidup masing-masing.

JANUARI 2012 47

Did

i Pur

nom

o

FA diffa_SIIP.indd 47 12/20/11 1:16 AM

Page 48: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Kini aku dapat mengerti semua untaian kata yang pernah diucapkan Revan. Thanks, Revan. Karena kamu telah menghidupkan kembali semangat hidupku yang hampir padam.

***

KINI aku telah menemukan kembali cinta sejatiku, Kevin, cowok pekerja keras, romantis, dan mampu membuktikan semua kata yang diucapkannya. Dialah yang berhasil mencairkan hatiku yang beku dan membangun kepercayaanku kepada cowok. Memang, ia terkadang kelewat cemburu dan overprotective. Tapi semua itu ia lakukan karena cintanya kepadaku. Kusadari, aku pun amat menyayanginya.

Dan di sinilah terasa kebersamaan kami, dalam terjalnya pendakian ini. Kevin selalu ada di sisi dan siap untuk menolong dan menjagaku.

“Semua…! Cari perlindungan!” tiba-tiba terdengar teriakan ketua pendakian.

Aku takut. Kurasakan tanah yang kupijak bergetar dan percikan lava merah itu menuju ke arahku. Oh, Tuhan… di sinilah Kau menjemputku, seruku dalam batin. Lalu semuanya kelam….

Suasana sunyi. Tak ada lagi gempa. Aku terbangun dan mendapati diriku masih hidup. Allhamdulilah…. Aku berada di rumah sakit. Entah sudah berapa lama aku tertidur.

“Nggak…” jawabku.“Mama dan Papa sedang

menemui dokter. Eh, padahal dokter bilang mungkin kamu baru bangun besok, itu paling cepat….” kalimat Rosie terhenti karena suara Mama terdengar dari luar luar pintu.

“Renata nggak mungkin lumpuh,

Pa. Mama nggak akan tahan melihat dia harus duduk di kursi roda…. ” ujar Mama bercampur isak tangis tertahan.

“Sudah, Ma… tabah dan sabar. Ini semua cobaan Tuhan,” terdengar suara Papa dalam nada getir.

Aku tersentak. Lumpuh? Kursi roda? Ya Tuhan… itukah takdir-Mu atas diriku?

***

SUDAH tiga bulan ini aku tergantung pada kursi roda, sejak keluar dari rumah sakit itu. Aku mencoba untuk tetap tegar dan menghiasi rumah yang suram ini dengan senyum, namun sering tak sanggup. Setiap senyuman beriringan dengan tetesan air mata. Aku tak pernah sanggup melupakan Kevin, sosok yang amat aku cintai, yang telah mengorbankan hidupnya untuk melindungiku dari semburan lava di Merapi. Akhirnya, orang tuaku memutuskan menjodohkan aku dengan anak kenalan Papa. Dan anehnya, cowok yang lebih memilih punya usaha sendiri daripada ikut usaha orang tuanya itu bersedia dijodohkan dengan seorang cewek lumpuh sepertiku, tanpa pernah bertemu sebelumnya. Aku tak mengerti. Tapi tak berusaha menolak. Aku tak mungkin mencintai dia. Aku tak mungkin melupakan Kevin, karena namanya telah terpahat dalam pusara hatiku.

Akhirnya hari pertunangan tiba. Keluarga calon suamiku akan datang berkenalan sekaligus melamar. Semua sudah dipersiapkan. Aku menurut saja. Aku tak tega. Sudah lama keluarga ini kehilangan keceriaan karena aku. Dan, ah… ini kan baru tunangan saja. Belum tentu kami jadi menikah. Mudah-mudahan laki-laki itu berubah pikiran dan membatalkan

pertunangan ini. “Ren, calonmu sudah datang!”

suara Rosie mengejutkanku. Dari tadi aku memang bersembunyi di kamar. “Dia akan ke sini. Baik-baik, ya….” lanjut Rossie dengan nada menggoda, lalu berlalu.

Dadaku berdebar. Aku memutar kursi roda menghadap jendela. Kudengar pintu terbuka dan suara langkah berhenti. Aku tetap membelakanginya, memandang ke rintik hujan yang membasahi kaca jendela. Hatiku terasa basah dan perih, seperti rintik hujan itu. Mungkinkah aku mengganti tempat Kevin dengan orang yang belum pernah aku kenal?

“Renata…” terdengar suara tenang memanggil namaku. “Hidup memang tak selalu seindah angan-angan. Suka dan duka sering datang silih berganti. Namun itulah hidup. Jika tidak ada duka, maka suka pun tak punya arti. Jika tak ada tangis, tawa tidak punya makna, bahkan senyum terasa hambar. Semua harus kita hadapi dengan tabah dan syukur. Selama masih ada pelangi sebagai sahabat hujan….”

Ha…?! Itu kata-kata yang dulu berhasil membangkitkan semangatku dari patah hati. Itu suara lembut yang kutemu di di pantai… Aku memutar kursi rodaku dengan cepat, dan… aku menemukan wajah tenang dan selalu berhias senyum itu di sana.

“Revan….?”“Dulu… sebelum pertemuan di

pantai itu… aku sudah tahu Renata, dan jatuh cinta. Tapi waktu buat aku mungkin baru sekarang.…”

Aku terpana. Linglung. *

Agus Budianto, penulis, penyan-dang disabilitas tunadaksa, bermu-kim di Madiun, Jawa Timur.

JANUARI 201248

FA diffa_SIIP.indd 48 12/20/11 1:16 AM

Page 49: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

cermor

Acara pertemuan disabilitas di Solo berlangsung meriah. Para penyandang disabilitas berkumpul. Penyandang tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, hingga perwakilan paguyuban orang tua berbaur dalam pertemuan itu.

Tiba-tiba Ismail, Ketua Gerakan Tunarungu Wicara di Solo, menarik tangan Juminten dan mengajaknya ngobrol serius. Katanya dengan suara cadel, ”Jum, Gelkatin dapat ploglam seminal tapi calatnya halus buat ploposal dulu. Ini bagaimana? Caya bica minta tolong kamu?”

”O, bisa. Seminar apa dan acaranya bagaimana?” Juminten menjawab dengan vokal dan gerak bibir yang jelas agar tidak salah mengerti.

Ismail menjelaskan, seminar itu tentang HAM dan Konvensi Internasional tentang Penyandang Disabilitas. “Kalau begitu kamu bisa minta Rohadi menjadi narasumber. Dia sangat mengerti urusan HAM dan gerakan advokasi di komunitas disabilitas.”

Tapi Ismail kelihatan merengut, pertanda tidak berkenan.“Kenapa tidak suka dengan Rohadi? Dia hebat, lho. Dia juga

punya banyak teman di dewan dan pemda.”Ismail tetap menggeleng. “Maaf Jum, bukan belalti kami

tidak cuka, tapi Lohadi tidak ditelima olang-olang dinas dan dewan.”

“Masa, sih? Alasannya apa dia tidak diterima?” “Dia tidak pelnah pakai sepatu. Dalam peltemuan lesmi

celalu pakai sendal daimatu, bukan sepatu.”Juminten bengong. Rohadi memang kehilangan

keseimbangan kalau pakai sepatu, karena itu pakai sandal. Kalau harus pakai sepatu, sediakan saja kursi roda. Tapi, masa sih orang-orang dewan dan pemda menolak orang cerdas dan hebat hanya karena sepatu? Nah, sekarang yang nggak cerdas siapa? (Zipora Purwanti)

Samsiah penyandang tundaksa karena polio tungkai kaki kanan. Sehari-hari ia sibuk sebagai ibu rumah tangga sambil mengelola usaha vermak jeans. Kesibukan itu membuat Nisa, anaknya, lebih banyak diasuh sang nenek yang tinggal bersama mereka. Si nenek biasanya memanjakan cucunya dengan diayun-ayun dalam gendongan.

Satu ketika sang nenek pulang ke desa. Menjelang tidur siang, Nisa merengek-rengek minta digendong sambil minum susu botol. Samsiah bingung. Sejak Nisa lahir hingga usia 3 tahun Samsiah tidak pernah menggendong, karena masalah kakinya.

Karena tangis Nisa semakin menjadi-jadi, Samsiah terpaksa menggambil selendang dan dengan susah payah menggendong Nisa. Hingga habis susu satu botol, Nisa tak kunjung tidur. Malah terlihat keringatan. Dengan tertatih-tatih Samsiah membawa Nisa ke kebun belakang, untuk mencari udara segar. Tapi Nisa tetap tak bisa tidur. “Nis, kok tidak bobo-bobo? Ibu sudah capek lho,” ujar Samsiah agak nggak sabar karena capek.

”Bu, nggak bisa bobo. Digendong ibu kaya naik jungkat-jungkit….”

Samsiah jadi tertawa mendengar komentar putrinya. Ya, pasti berbeda dari digendong sang nenek. (Zipora Purwanti)

Ditolak karena Sepatu

Gendongan Ibu

* Zipora Purwanti, aktivis perempuan penyandang disabilitas, bermukim di Solo, Jawa Tengah.

JANUARI 2012 49

Did

i Pur

nom

o

Did

i Pur

nom

o

FA diffa_SIIP.indd 49 12/20/11 1:16 AM

Page 50: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

puisi

Kutinggalkan namaku Terkubur di layar ponselmuBersama kupu-kupu Beberapa daun kering berserakan pula di situLayu bersama mimpi-mimpikuTermangu-mangu menyandar di depan bambuDekat inboxmu yang diam membisuKetika angin menerbangkan huruf-huruf pesan singkatkuTengah malam berganti tahunKemudian kucari-cari kembali daun-daun Yang mengering di antara nama-nama yang ikut terkubur ituMendadak terasa bekuBetapa kecilnya cintaku padamuMasih pantaskah kugali lagi rindukuBila yang tersisa hanyalah Selembar daun kering dan huruf layuDi layarmu yang menggerimis itu  Masih terdengar tetes bintang jatuh Ada sayap-sayap serupa kabut Di binar-binar bola matamu, suram sekali    Dan ketika ponsel itu berdering: “selamat tahun baru” Berkelap-kelip bayang kupu-kupu ituMeninggalkan pesan singkat pada daun kering itu“aku rindu padamu”   

*Irwan Dwi Kustanto, penyair tunanetra, aktif di Mitra Netra dan majalah diffa

Rindu yang TerkuburIRWAN DWI KUSTANTO

JANUARI 201250

FA diffa_SIIP.indd 50 12/20/11 1:16 AM

Page 51: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Apresiasi

FILM ini bercerita tentang perjuangan seorang gadis bernama Angel dalam menapaki hidupnya sebagai manusia yang

berbeda; Angel ditakdirkan tidak memiliki kemampuan mendengar alias menjadi tunarungu oleh Sang Pencipta.

Keberhasilan keluarga Angel dalam membentuk dirinya yang penyandang disabilitas hingga menjadi “seseorang” adalah suatu keberhasilan yang jarang diangkat ke dalam sebuah cerita fiksi. Sesungguhnya, peran keluarga dalam kehidupan seorang penyandang disabilitas sangatlah berarti. Namun sayang, banyak keluarga penyandang disabilitas yang tidak siap, bahkan tidak mau menerima kehadiran seorang penyandang disabilitas di antara mereka. Dalam kondisi demikian, maka film ini pun menjadi suatu inspirasi yang diharapkan dapat mengubah paradigma penonton dalam menghadapi kehadiran penyandang disabilitas di lingkungan mereka.

Penolakan masyarakat terhadap penyandang disabilitas dalam komunitas tertentu juga tergambar dalam film ini, yaitu saat Angel mulai bersekolah di sekolah umum. Gambaran perjuangan Angel dalam menuntut ilmu di sekolah umum telah mampu mengangkat semangat inklusi bagi penyandang disabilitas. Pesan yang disampaikan oleh film ini pun menjadi sangat kuat: tatanan inklusi harus tetap ada di bumi Indonesia, walau begitu banyak tantangan yang harus dihadapi.

Hak-hak hidup penyandang disabilitas walau sekecil apapun, termasuk untuk jatuh cinta dan menerima cinta kasih seseorang yang bukan penyandang disabilitas juga menjadi pesan tersendiri dalam film ini, agar paradigma masyarakat bisa berubah dalam memahami hak untuk dicintai dan mencintai bagi penyandang disabilitas.

Meskipun tidak secara menyeluruh, film ini mampu mengangkat permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas. Hal ini tentu patut mendapat apresiasi; terutama karena film bertema penyandang disabilitas boleh jadi masih kurang diminati oleh kebanyakan penonton film.

*Jonna Damanik

Ayah, Mengapa

Aku Berbeda?

Sutradara : Findo Purwono HW

Pemain : Surya Saputra, Dinda Hauw,

Rima Melati, Indra Sinaga,

Fendy Chow, Rafi Cinoun,

Kiki Azhari, dan

Rheina Mariyana.

Adaptasi dari novel karya:

Agnes Danovar

JANUARI 2012 51

FA diffa_SIIP.indd 51 12/20/11 1:16 AM

Page 52: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

SEPERTI apakah kondisi autisme di negara dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang kurang lebih mirip

negara kita? Apakah autisme di negara seperti India mengalami situasi yang sama dengan autisme di negara kita? Bagaimana sikap keluarga terhadap anak autis di India? Fasilitas dan pelayanan seperti apa yang tersedia? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini biasanya ditanyakan keluarga yang memiliki anak dengan autisme. Menurut estimasi, di India setidaknya ada 2 juta penduduk atau rakyat hidup dengan autisme. Angka ini mengacu pada jumlah

jendela

penduduk India yang sangat besar dengan perhitungan 1 di antara 150 orang kemungkinan menderita autisme. Dengan jumlah sebesar itu, sulit untuk mengetahui secara persis bagaimana kondisi para penyandang autis. Tulisan ini hanya akan memberikan gambaran umum. Tanpa riset empiris yang mendalam, sebenarnya memang sulit untuk menggambarkan kondisi autisme di negara mana pun.

Selama ini banyak orang tua dari anak-anak autis di negara kita belajar secara autodidak untuk mengurus dan melakukan berbagai treatment pada anak-anak mereka. Mereka mencari berbagai referensi untuk dipelajari,

Political Will Pemerintah India

untuk Autisme

JANUARI 201252

ww

w.n

ewho

pper

.sul

ekha

.com

FA diffa_SIIP.indd 52 12/20/11 1:16 AM

Page 53: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

berdiskusi, berkonsultansi, dan mengimplementasikan hal-hal yang mungkin dilakukan. Beberapa orang tua bahkan nekat berhenti bekerja agar bisa mengurus secara total anak mereka. Dan hasilnya memang sepadan. Banyak kemajuan didapat dengan totalitas semacam itu. Di India, dari estimasi 2 juta penderita autis, pada era sebelum tahun 1990-an sebagian mungkin belum atau tidak terdiagnosis bahwa mereka menderita autisme. Jika belum terdiagnosis, jelas mereka

juga tidak menerima perawatan dan pelayanan sebagai penderita autis. Hal ini lebih menyulitkan dibandingkan bila pihak keluarga sudah mengetahui pasti bahwa ada anggota keluarga mereka yang autis.

Kondisi Sebelum 1990-anSebelum tahun 1990-an,

di kalangan pekerja medis India, kontroversi dan salah pengertian tentang autisme masih banyak terjadi. Belum ada

JANUARI 2012 53

FA diffa_SIIP.indd 53 12/20/11 1:16 AM

Page 54: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

kesepemahaman di kalangan medis terkait pengertian autisme, sehingga akhirnya memicu banyak kontroversi dan perdebatan yang berujung pada berbagai kesalahpahaman atau misunderstanding tentang autisme. Dan dengan kondisi di kalangan medis profesional India yang seperti itu, tingkat salah diagnosis terhadap penyandang autis pun menjadi lebih tinggi. Inilah persoalan mendasar yang dihadapi keluarga dengan anak autis di India. Bagaimana mungkin bisa melakukan perawatan dan terapi yang tepat jika diagnosisnya keliru?

Katakanlah saat pertama diperiksa sang anak hanya didiagnosis sebagai “anak yang lamban”, otomatis si anak hanya akan mendapat perawatan untuk diagnosis “lamban” tersebut. Setelah mencoba perawatan itu dan tak ada perubahan, orang tua di India akan membawa kembali anaknya pada dokter yang sama untuk diperiksa lagi. Pada pemeriksaan ini kembali terjadi diagnosis yang tidak tepat dan kejadian yang sama terulang. Tidak puas atas diagnosis dokter itu, orang tua lantas membawa anaknya ke dokter lain. Lalu ketika belum juga tepat diagnosisnya, mereka akhirnya mungkin akan ke psikolog dan/atau psikiatri. Bayangkan bagaimana anak autis dan orang tuanya menjalani proses panjang ini hanya untuk mendapatkan diagnosis yang benar. Proses misunderstanding dan diagnosis ini bukan hal sepele. Banyak biaya dan berisiko tinggi. Dan ini tidak hanya terjadi di India. Di negara kita dan banyak negara lain hal ini masih banyak terjadi.

Autisme di India sebelum tahun 1990-an memiliki atmosfer dengan kompleksitas masalah

yang secara sosial-ekonomi-budaya mirip dengan autisme di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Rentang kompleksitas masalahnya pun sangat panjang. Secara ekonomi saja kita tahu betapa berbeda nasib anak autis yang lahir dari keluarga miskin dibandingkan anak autis yang terlahir dari keluarga menengah atau kaya. Anak autis dari keluarga miskin tidak punya akses untuk mencari dan melakukan berbagai upaya treatment atau pengobatan lainnya. Mereka dengan sendirinya hanya memiliki sedikit sekali peluang untuk survive. Lebih pelik lagi pada masa itu di kalangan dokter pun muncul opini yang tidak mendukung penanganan autisme untuk keluarga kaya sekalipun. “Kalaupun diagnosisnya sejak awal benar, toh percuma juga karena kita tak banyak memiliki sarana dan fasilitas untuk melayani anak autis.” Itulah suara sumbang dan pesimistis segelintir dokter di India.

Meskipun di India pada tahun 1980-an sudah ada lembaga negara yang dikenal sebagai Rehabilitation Commision of India atau RCI, permasalahan misunderstanding dan salah diagnosis autisme sampai tahun 1990-an tetap merupakan persoalan pelik di negara itu. Lembaga tingkat nasional yang berbentuk komisi nasional ini beranggotakan tokoh-tokoh penyadang disabilitas dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya seperti pendidik, pemerhati masalah sosial, dan pembela hak asasi manusia. RCI antara lain bertugas memberikan masukan kepada pemerintah untuk mengembangkan kebijakan yang berkaitan dengan penyandang disabilitas serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya. Indonesia belum

JANUARI 201254

ww

w.n

ewho

pper

.sul

ekha

.com

FA diffa_SIIP.indd 54 12/20/11 1:16 AM

Page 55: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

memiliki lembaga negara semacam RCI. Yang ada hanya organisasi-organisasi penyandang disabilitas yang berdiri sendiri-sendiri dengan fokus berbeda-beda dan biasanya tergantung pada jenis disabilitasnya. RCI yang merupakan lembaga negara semacam Komnas HAM di negara kita jelas juga sangat diperlukan di Indonesia.

Perubahan Besar 1990-an & Peran Media

Pada pertengahan tahun 1990-an, pemerintah India secara resmi mengakui autisme sebagai salah satu bentuk disabilitas. Ini adalah sebuah awal terjadinya perubahan besar bagi penyandang autisme di India. Berangkat dari political will yang konkret dan terwujudkan sebagai sebuah kebijakan resmi, perubahan pun lebih cepat terjadi. Implementasi dari kebijakan yang dikeluarkan Departemen Kesehatan India itu lantas menjadi mesin pendorong untuk bergulirnya roda perubahan nasib para penyandang autisme di negara itu. Inilah pelajaran penting bagi pemerintah Indonesia yang dalam berbagai implementasi kebijakan kerap mengalami banyak kendala dan hambatan, sehingga meski sudah ada undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, sampai ke peraturan pemerintah daerah, tetap saja berbagai kebijakan tinggal sebagai kebijakan belaka. Beberapa departemen pemerintah di negara kita mungkin sudah memiliki kebijakan dan program terkait dengan hak-hak penyandang disabilitas, namun implementasi kebijakan tersebut masih jauh di awang-awang.

Jika dilihat dari apa yang sudah dilakukan pemerintah India untuk mengatasi berbagai persoalan

disabilitas secara keseluruhan, maka negara kita cukup jauh tertinggal. Terutama upaya-upaya dan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah kita boleh dibilang masih sangat sedikit dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan pemerintah India. Beberapa contoh terkait dengan autisme yang dilakukan pemerintah India bisa dijadikan model pembelajaran bagi pemerintah kita. Ketika sudah ada kebijakan resmi bahwa autisme adalah salah satu bentuk disabilitas, maka pemerintah India langsung melakukan perubahan konkret. Sebelum ada kebijakan itu sekolah-sekolah yang mendidik anak-anak autis tidak bisa mengajukan dan menerima bantuan dari pemerintah. Setelah ada kebijakan tersebut, pemerintah langsung mendata dan memberikan bantuan dana kepada sekolah-sekolah tersebut. Jika sebelumnya keluarga yang memiliki anak autis tidak mendapatkan konsesi dan bantuan sebagaimana penyandang disabilitas lainnya, maka sesudah ada kebijakan itu mereka mendapat konsesi dan bantuan. Sebelum ada kebijakan itu, jika anak autis ingin mendapat konsesi dari pemerintah, harus dianggap mengalami keterbelakangan mental. Padahal, anak autis berbeda dari anak tunagrahita.

Kini di India perubahan besar dalam kehidupan para penyandang autis sudah terjadi. Selain komitmen pemerintah, faktor lain yang membantu terjadinya perubahan itu adalah peran media. Melalui media yang sejak pertengahan tahun 1990-an banyak mengekspose dan memberikan ruang bagi suara para keluarga penyandang autis, roda perubahan pun bergulir lebih cepat. Komitmen para orang

tua melalui media akhirnya bisa membentuk komunitas orang tua/keluarga dengan anak autis. Mereka berbagi dan saling mendukung melalui media. Para penyandang autis yang sudah dewasa juga membentuk komunitas dengan dukungan banyak pihak yang bisa terkonsolidasi lebih baik melalui bantuan dan peran media.

Media di Indonesia sampai saat ini masih sedikit memberikan ruang bagi penyandang autis dan penyandang disabilitas lainnya. Hanya pada momen-momen tertentu, liputan dan pemberitaan tentang penyandang disabilitas mendapat ruang di media. Itu pun lebih bersifat permukaan saja, misalnya prestasi atau perayaan-perayaan hari peringatan disabilitas. Tentang persoalan-persoalan yang mendasar, masih sangat kurang mendapat tempat di media massa, baik nasional maupun daerah. Padahal, dengan bantuan peran media, India bisa mencapai banyak perubahan secara cepat. Ini karena fungsi media sebagai kontrol sosial terhadap kekuasaan pemerintah memang masih menjadi satu pilar tersendiri dalam sistem sosial masyarakat. Hasil yang bisa didapat India sangat berarti. Untuk contoh kasus autisme, di India para penyandang autis dan keluarga mereka kini bisa mendapat suara dan tempat dalam proses penyusunan legislasi. Selain itu, mereka juga bisa berperan besar dalam gerakan pemberdayaan penyandang disabilitas secara umum. Jadi, jika kita mau belajar dari India, proses perubahan dan perbaikan kehidupan bagi para penyandang autis ataupun disabilitas lainnya, tidak akan menjadi sekadar wacana. FX Rudy Gunawan

JANUARI 2012 55

FA diffa_SIIP.indd 55 12/20/11 1:16 AM

Page 56: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Stevie Wonder (2)Idola Dunia Musik dan Disabilitas

Stevie Wonder memberikan inspirasi kepada anak-anak muda di seluruh dunia dalam upaya melakukan berbagai pencapaian, kendati memiliki keterbatasan fisik

Biografi

JANUARI 201256

Did

i Pur

nom

o

FA diffa_SIIP.indd 56 12/20/11 1:16 AM

Page 57: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

STEVIE Wonder masuk dapur rekaman pada usia sangat belia, 13 tahun. Luar biasa, rekaman berjudul

Recorded Live: The 12 Year Old Genius itu melahirkan satu lagu, Fingertips, yang langsung menjadi top hit, bahkan menduduki urutan pertama di Amerika Serikat. Hal ini melambungkan nama Stevie Wonder. Begitu pula ketika meluncurkan album kedua, tahun 1966.

Sejak saat itu Stevie Wonder masuk jajaran bintang dunia. Tidak ada yang menandingi kesohoran Stevie Wonder. Selama karirnya penyanyi, penulis lagu, produser rekaman ini telah merekam dan menyanyikan lebih dari 30 top hit, memenangkan 21 Penghargaan Grammy. Ini rekor untuk artis solo yang belum tertandingi hingga kini.

Musik Aneka WarnaKeistimewaan Stevie Wonder

karena ia memperoleh penghargaan untuk berbagai kriteria, baik sebagai penyanyi, sebagai pencipta lagu,

maupun produser. Dan semua lagu itu memiliki warna yang sangat beragam.

Setiap lagu Stevie Wonder punya komposisi musik yang berbeda. Tidak ada lagu yang memiliki suara yang sama. Setiap lagu seperti berdiri sendiri dan punya tujuan khusus. Artinya, sepanjang karirnya, dia tidak pernah menulis 2 lagu yang serupa, baik musik maupun lirik. Nggak ada yang punya pendekatan yang sama. Semua lagu berbeda karakter ini menunjukkan betapa kreatifnya Stevie Wonder.

Stevie Wonder pernah menang sebagai Penyanyi Pria Terbaik

lewat lagu You Are. Tapi ia juga pernah menang sebagai pop terbaik dan penyanyi R & B. Tapi ia juga memiliki lagu bernada jazz dan balada sentimental seperti Litely.

Selain bernyanyi solo, Stevie juga berkolaborasi dengan banyak penyanyi dan musikus dunia. Ia berkolaborasi dengan Paul McCartney dalam lagu Ebony and Ivory. Tercatat ia pernah berduet dengan Barbra Streisand, Michael Jackson, Dionne Warwick, bahkan penyanyi lagu-lagu Latin Julio Iglesias. Dalam lagu That’s What Friends Are For, Stevie berkolaborasi dengan Dionne Warwick, Elton John, dan Gladys Knight.

Salah satu kolaborasi yang

fenomenal, ketika tahun 1985 Stevie Wonder bersama Bruce Spiringsteen dan banyak bintang dunia meluncurkan single amal untuk Afrika, We Are the World. Single ini berhasil mengajak warga dunia memperhatikan dan menyumbang rakyat Benua Afrika yang saat itu dilanda kelaparan hebat.

Oktober 2005, Stevie Wonder meliris album ke-25 yang diberi judul Album ini diluncurkan setelah vakum selama 10 tahun, sejak terakhir merilis album Conversation Peace pada tahun 1995. Dalam album ini Stevie menyanyikan lagu-lagunya yang pernah menjadi hit, dari Master Blaster (Jammin’), Higher Ground, Livin for the City, Overjoyed, Lately, Superstition, dan As. Juga sebuah lagu baru You Are the Only One for Me.

A Time to Love mendapat sambutan hangat. Bagaimana tidak? Album ini menunjukkan betapa kayanya warna musik dan hebatnya Stevie Wonder.

Perdamaian dan DisabilitasStevie Wonder dikenal sebagai

musikus yang banyak mendukung kegiatan sosial. Selain proyek We Are The World, Stevie kerap menggarap proyek-proyek musik yang berhubungan dengan masalah-masalah kemanusiaan. Ia menciptakan, memproduksi, dan membawakan lagu-lagu untuk kepentingan amal dan dukungan bagi orang-orang cacat, tunawisma, pengidap AIDS, kanker, diabetes, mengalami kelaparan dan kekerasan dalam rumah tangga.

Selain lewat lagu, Stevie Wonder juga aktif melakukan kegiatan sosial lewat aktifitas dan organisasi. Tahun 1983 ia mempelopori kampanye untuk menjadikan

JANUARI 2012 57

FA diffa_SIIP.indd 57 12/20/11 1:16 AM

Page 58: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

“Martin Luther King Day” sebagai hari libur nasional di AS. Ia juga memberikan dukungan bagi penghapusan apartheid di Afrika Selatan. Kegiatan amalnya antara lain disalurkan melalui “President`s Committee on Employment of People with Disabilities”, “Children`s Diabetes Foundation”, “Junior Blind of America” dan dibentuknya “Wonder Vision Awards Program”.

Kegiatan dan keterlibatan dalam aktifitas-aktifitas amal dan sosial mendorong Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menobatkan Stevie Wonder sebagai Duta Perdamaian PBB. Ban Ki-moon mengaku kagum akan kehebatan sosok Stevie Wonder, yang walaupun buta sejak lahir, berhasil jadi penyanyi dan musikus legendaris, dan menjadi figur yang sangat inspiratif.

“Ia seseorang yang dikagumi oleh jutaan orang dan telah memberikan kontribusi kepada jutaan manusia,” kata Ban Ki-moon ketika mengumumkan penunjukan Stevie menduduki jabatan prestisius itu.

Ban Ki-moon menilai, Stevie Wonder telah secara konsisten memanfaatkan suara indahnya serta hubungan spesial yang dijalinnya dengan publik untuk menciptakan dunia yang lebih baik “Stevie Wonder benar-benar memberikan inspirasi kepada anak-anak muda di seluruh dunia dalam upaya melakukan berbagai pencapaian, kendati memiliki keterbatasan fisik,” ujar Ban Ki-moon.

Sebagai duta PBB, Stevie Wonder bertugas mendukung upaya-upaya PBB dalam memberdayakan potensi penyandang disabilitas di berbagai belahan dunia.

Pribadi TerhormatStevie pertama menikah dengan

Syreeta Wright, penyanyi anggota grup musik yang didirikannya “Wonderlove”. Kemudian ia menikahi Kai Millard Morris, seorang model dan desainer. Dari perkawinan ini lahir Mandla Kadjaly Carl Stevland Morris dan Keita Morris, serta anak perempuan Aisha Morris.

Diluar kehidupan pribadi ini, Stevie Wonder adalah warga dunia yang pantas dihormati dan jadi inspirasi. Penyanyi dan musikus legendaris ini telah mengingatkan dunia akan seseorang yang gigih memperjuangkan kekurangannya, untuk kemudian menjadi sosok yang memiliki kelebihan dengan sejumlah prestasi yang diakui dunia. Mengingat Stevie Wonder, adalah mengingat perjuangan di mana hak-hak manusia dan sipil dihormati, serta taraf hidup orang-orang kurang beruntung ditingkatkankan.

Stevie Wonder pantas jadi inspirasi dunia, terutama bagi para penyandang disabilitas. Karena itu, sungguh pantas kalau ia dianugerahi penghargaan “Gershwin Award for Lifetime Achievement”. Penghargaan untuk orang yang berjasa seumur hidup. * Nestor - dari berbagai sumber.

JANUARI 201258

FA diffa_SIIP.indd 58 12/20/11 1:16 AM

Page 59: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Bingkai Bisnis

JANUARI 2012 59

IKAN lele adalah ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di pulau Jawa. Beternak lele banyak dilakukan oleh para peternak karena kebutuhan pasar akan ikan ini sangat tinggi dan harganya relatif murah sehingga terjangkau

oleh masyarakat penikmatnya. Nilai gizi yang sangat tinggi serta kemudahan pemeliharaan juga membuat peluang budidaya ikan lele menjadi sangat besar.

Tingkat permintaan di beberapa daerah luar Jawa sangat tinggi sehingga peternak lele di Jawa mempunyai peluang yang besar untuk mengirim lele ke luar pulau Jawa. Belum lagi kebutuhan ekspor dalam bentuk fillet, membuat budidaya ikan lele semakin diminati masyarakat di pulau Jawa.

Lahan Sempit untuk Budidaya LelePemeliharaan ikan lele dari bibit sampai

menjadi lele yang siap dijual dengan ukuran konsumsi tertentu sangatlah mudah. Budidaya lele dapat dilakukan pada lahan yang sempit, seperti di pekarangan rumah atau lahan-lahan lain di perkotaan yang sangat terbatas ketersediaan lahan kosongnya. Pengadaan lahan yang dapat dimodifikasi tentu merupakan peluang bagi kita untuk menjadikan budidaya ikan lele sebagai cara mendapatkan penghasilan tambahan atau bahkan penghasilan

utama. Budidaya ikan lele pada lahan yang sempit dapat dilakukan dengan media terpal plastik sebagai kolamnya. Jadi kita tidak harus menggali tanah atau membuat kolam yang permanen.

Kolam Terpal untuk Memelihara LeleTerpal yang cocok untuk dijadikan kolam lele

adalah terpal yang biasa digunakan untuk tenda acara pernikahan atau penutup barang bawaan di truk, biasanya berwarna biru. Ukuran terpal yang ideal adalah 6x5 meter dengan ketebalan standar.

Di tiap pojok kolam terpal, kita tancapkan bambu atau kayu setinggi 2 meter sebagai tempat mengikat ujung-ujung terpal. Untuk mengantisipasi air kolam meluap saat hujan, di setiap sudut kolam, pada ketinggian 1 meter dari dasar kolam, kita buat lubang dengan diameter 0,5 sentimeter. Dengan adanya lubang ini, air kolam tidak akan meluber saat hujan, melainkan keluar melalui lubang-lubang tersebut. Ketinggian air kolam setinggi 1 meter pun dapat tetap terjaga.

Pemilihan BibitBibit yang disarankan untuk budidaya lele di

kolam terpal adalah bibit ikan lele sangkuriang. Ikan lele jenis sangkuriang sudah teruji sebagai bibit unggul yang diproduksi oleh balai pembibitan Departemen Pertanian. Bibit lele ini memenuhi kategori pertumbuhan yang cepat sampai mencapai ukuran yang dapat dikonsumsi. Selain itu, lele sangkuriang mempunyai daya tahan yang kuat dan kemampuan adaptasi yang cepat terhadap media terpal. Ukuran bibit yang disarankan adalah bibit sepanjang 11-12 sentimeter.

Kolam terpal seluas 2x3x1,5 meter dapat diisi 3.000 bibit lele sangkuriang. Diharapkan pada usia 60 hari pembesaran, lele akan mencapai ukuran konsumsi sebesar 1/8, artinya pada usia 60 hari pembesaran, 1 kilogram berisi 8 ekor lele.

Peluang Ternak Lele di Pekarangan Rumah

Did

i Pur

nom

o

FA diffa_SIIP.indd 59 12/20/11 1:16 AM

Page 60: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 201260

Perhitungan Biaya Produksi dan Laba

Berikut adalah perkiraan biaya produksi dan laba dari beternak lele sangkuriang di kolam terpal: Biaya pembelian terpal dan pembuatan kolam terpal adalah Rp 300.000,-Biaya produksi :Bibit lele sangkuriang 3.000 x Rp 400,- Rp 1.200.000,-Pakan untuk 60 hari (180 kg pelet x Rp 8.500,-) Rp 1.530.000,- +Total biaya produksi 60 hari Rp 2.730.000,-Dengan nilai jual setelah 60 hari dan asumsi penyusutan 5%, maka akan dihasilkan lele siap jual sebanyak 356 kilogram.Jika harga pasaran lele rata-rata Rp 12.000,- per kilogram, maka saat panen kita bisa memanen lele senilai Rp 4.380.000,-Jadi, perkiraan laba bersih yang bisa diperoleh dari satu terpal kolam lele sangkuriang ukuran 2x3x1,5 meter adalah Rp 1.650.000,-

Melihat perhitungan di atas, maka beternak lele sangkuriang tentulah sangat menjanjikan sebagai salah satu sumber penghasilan yang dapat dilakukan tanpa harus mengeluarkan tenaga dan biaya yang terlalu besar.

Cara PemeliharaanJika kita ingin membudidayakan lele dalam satu

kolam terpal, sebaiknya kita memiliki kolam terpal cadangan yang lebih kecil untuk proses sortir atau pemilahan ikan lele. Hal ini diperlukan agar besar ikan lele dalam tiap kolam relatif sama. Penyortiran ini juga bertujuan agar ikan lele yang besar tidak memakan yang kecil, sehingga penyusutan hasil produksi pun dapat diminimalisir.

Langkah pemeliharaan lele di kolam terpal:

Buatlah kolam berukuran 2x3x1,5 meter dari terpal berukuran 6x5 meter. Kolam ini dibuat di atas permukaan tanah; artinya kita tidak perlu menggali tanah lagi.

Isilah kolam terpal dengan air bersih setinggi 40 sentimeter. Diamkan air selama 2 hari sebelum memasukkan bibit.

Masukkan 3.000 ekor bibit ikan lele sangkuriang. Proses penebaran hendaknya dilakukan pada waktu pagi hari sebelum matahari bersinar terik.

Berilah makanan pertama kali dengan pelet berukuran kecil. Lakukan pemberian pelet pada sore hari ketika matahari mulai terbenam. Ini dilakukan agar proses adaptasi bibit yang baru dimasukkan ke kolam dapat berjalan dengan sempurna.

Hari berikutnya, lakukan pemberian pakan sebanyak 1 kilogram setiap pagi dan sore hari. Lakukan hal ini sampai bibit berusia 2 minggu.

Setelah 2 minggu, kuras kolam sampai tinggi air hanya mencapai 20 sentimeter. Lalu lakukan penyortiran berdasarkan ukuran ikan. Pisahkan ikan ke dalam 2 kolam. Isi kembali dengan air sampai setinggi 60 sentimeter. Saat pengisian air, taburi kolam dengan garam mineral sebanyak 2 genggam untuk mencegah pertumbuhan jamur.

Pada usia 2 minggu, tetap berikan pakan dalam ukuran kecil. Namun, tambahkan porsinya menjadi 1,5 kilogram setiap kali makan. Lakukan hal ini sampai usia ikan mencapai 1 bulan.

Setelah usia ikan 1 bulan, kuras kembali air sampai setinggi 30 sentimeter. Setelah itu, masukkan lagi air yang baru sampai setinggi 80 sentimeter. Jangan lupa menaburkan garam mineral kembali.

Setelah ikan berusia 1 bulan, berikan pelet dengan ukuran lebih besar. Beri pakan seberat 1,5 kilogram setiap kali makan, yaitu pagi dan sore.

Pada usia 45 hari, lakukan kembali pengurasan kolam. Setelah itu, isi kembali kolam dengan air sampai setinggi 1 meter. Jangan lupa menaburkan garam mineral. Tetap beri pakan seberat 1,5 kilogram 2 kali sehari.

Apabila lele tampak menggantung di permukaaan kolam, maka itu adalah salah satu tanda bahwa kondisi air kolam tidak stabil dan berpotensi membuat lele rentan terkena penyakit. Pulihkan kondisi kolam dan ikan lele dengan cara menumbuk dan memeras daun tablo sampai keluar airnya. Lalu masukkan air perasan daun tablo tersebut ke dalam kolam. Tumbuhan daun tablo biasa tumbuh di pinggir sawah atau di tempat pembenihan.

PanenPanen dapat dilakukan setelah lele berusia 60 hari.

Jika kita melakukan proses pemeliharaan dengan benar, maka diharapkan pada usia 60 hari, lele mencapai ukuran 1/8.

Agar panen berhasil, bibit lele sangkuriang harus merupakan bibit unggul yang berasal dari pemijahan yang teruji dan bersertifikat. Belilah bibit di sentra-sentra pemijahan resmi, atau lebih baik lagi, di balai pembibitan Departemen Pertanian.

Selamat mencoba! Jonna Damanik

FA diffa_SIIP.indd 60 12/20/11 1:16 AM

Page 61: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

TELAH pernah dibahas bagaimana prosedur standar membantu penyandang disabilitas tunanetra hingga berada

dalam pesawat. Berikut petunjuk dalam untuk proses berikutnya.

Keluar BandaraPetugas darat membantu

penumpang tunanetra melewati proses imigrasi (untuk penerbangan luar negeri) dalam pengambilan bagasi hingga menuju pintu keluar bandara dan bertemu dengan penjemput. Jika tidak ada penjemput, petugas membantu mencarikan taksi atau angkutan umum lain yang diperlukan.

Selama proses menuju pintu keluar bandara, petugas perlu menawarkan bantuan yang berhubungan dengan keperluan penumpang tunanetra, mungkin menuju ke toilet, membeli makanan/minuman atau kebutuhan lain, menukarkan uang di money changer, dan lain-lain.

Jika TransitPetugas kabin membantu

penumpang tunanetra keluar dari pesawat untuk kemudian mengalihkan tanggung jawab

Panduan Pelayanan Penerbangan untuk Penumpang Tunanetra (3)

membantu penumpang tunanetra ke petugas darat bandara setempat.

Petugas darat bandara setempat membantu penumpang tunanetra menuju ke ruang tunggu atau hotel transit.

Selama transit, petugas darat menginformasikan kepada penumpang tunanetra cara meminta bantuan kepada petugas jika membutuhkan. Akan lebih mudah jika penumpang tunanetra dipersilakan menunggu di kantor petugas perusahaan penerbangan, seperti yang umumnya dilakukan airline di luar negeri.

Jika waktu transit hanya sebentar dan tidak perlu berganti pesawat, petugas kabin dapat meminta penumpang tunanetra tetap berada di pesawat, atau menawarkan apakah ia akan menunggu di ruang tunggu. *

Beranda

JANUARI 2012 61

FA diffa_SIIP.indd 61 12/20/11 1:16 AM

Page 62: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Bisikan Angin

PENAMPILAN Aceng, penyandang tunadaksa asal Purwokerto memberi warna tersendiri dalam pementasan drama musikal penyandang disabilitas di Mal Pejaten Village, akhir November 2011. Selain menjadi MC mendampingi Kemal Mochtar dan Dewi Hughes, ia juga tampil mendemonstrasikan permainan gitar dengan kaki sambil bernyanyi.

Bagi sebagian orang yang tidak pernah menyaksikan, barangkali tak terbayang orang seperti Aceng, yang tidak memiliki kedua tangan, memainkan gitar dengan kedua kaki. Caranya, gitar diletakkan di lantai, jari satu kaki memetik senar gitar, sementara jari kaki sebelah lagi memainkan grip. Aceng memainkan gitar sambil bernyanyi. Ia membawakan dua lagi, salah satunya lagu Ku Tak Bisa dari Slank. “Saya belajar main gitar begini lima tahun,” ujar Aceng, menjawab pertanyaan penonton.

Bukan hanya main gitar, Aceng juga bisa menyetir mobil dengan kedua kakinya. Ia sedang berencana memecahkan rekor mengemudikan mobil dari Magelang hingga Istana Merdeka di Jakarta. “Saya ingin membuktikan, menyandang disabilitas bukan berarti tidak mampu,” ujarnya penuh percaya diri.

Kemampuan-kemampuan yang diperoleh lewat latihan keras itu membuat Aceng memperoleh banyak kesempatan. Ketika tampil di acara “Kick Andy” di MetroTV, ia mendapat kesempatan bermain dengan D’Massive, grup musik idolanya. “Dulu sih banyak orang menertawakan. Tapi sekarang nggak,” ujarnya.

ACENG

JANUARI 201262

FA diffa_SIIP.indd 62 12/20/11 1:16 AM

Page 63: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

SETELAH melepaskan jabatan Direktur Utama RRI, tahun lalu, nama Parni Hadi jarang terdengar. Tahu-tahu ia

muncul sebagai Ketua Pelaksana dalam acara gerak jalan santai penyandang disabilitas di gedung RRI Pusat, Jl. Merdeka Barat, awal Desember 2011. “Saya sekarang Ketua Umum IRSI. Kebetulan rekan-rekan mempercaya IRSI jadi pelaksana acara ini,” ujar pendiri Dompet Dhuafa ini.

Wartawan senior mantan pimpinan LKBN Antara dan aktifis pramuka ini menjelaskan, IRSI (Ikatan Relawan Sosial Indonesia), organisasi baru yang dipimpinnya termasuk orsol “balibul” alias bawah lima bulan. Ia berjanji akan mengerahkan segala jaringan yang dimilikinya untuk menggerakkan organisasi yang bertujuan menggerakkan kembali kerelawanan dan solidaritas sosial ini, termasuk dalam masalah penyandang disabilitas. “Dompet Dhuafa juga akan memberi perhatian khusus ke masalah tersebut,” ujarnya.

Parni Hadi dikenal sebagai orang yang santun namun terus terang. Dalam acara gerak jalan penyandang disabilitas yang dihadiri Ibu Ani Yudhoyono dan beberapa menteri itu, ia tampak santai. “Yang utama dalam hidup itu berbuat, bukan mencari publisitas,” katanya. * Nestor

Parni Hadi

JANUARI 2012 63

FA diffa_SIIP.indd 63 12/20/11 1:16 AM

Page 64: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Inklusi

SD Inpres Maccini Baru

Perintis Sekolah Inklusi di Makassar

JANUARI 201264

FA diffa_SIIP.indd 64 12/20/11 1:16 AM

Page 65: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

SD Inpres Maccini Baru

Perintis Sekolah Inklusi di Makassar

MASIH pukul 06.00 pagi. Tapi halaman SD Inpres Maccini Baru, di Jl. Dangko, kawasan

Tamalate, Makassar, sudah mulai kelihatan ramai. Beberapa guru dan murid asyik menyapu daun yang berserakan. Halaman sekolah itu dipayungi beberapa pohon berdaun rindang. Sekeliling teras ruang kelas dihiasi tanaman hias dan rambat. Tampak asri.

Hj. Ajawati, sang kepala sekolah, ada di antara orang yang sibuk menyapu itu. Ia mengenakan training. “Sudah biasa begini. Jam 6 saya sudah ada di sekolah, olahraga sambil bersih-bersih,” ujarnya sambil tertawa. “Di sini kekeluargaan. Semua ikut bersih-bersih,” lanjutnya, sambil menunjuk beberapa orangtua murid yang ikut menyapu.

SD Inpres Maccini Baru bukan sekolah elit. Tapi SD ini memiliki keistimewaan tersendiri karena menjadi sekolah inklusif pertama di kota Makassar, bahkan di Sulawesi Selatan. “Ya, kami berterima kasih. Ini berkat bantuan semua pihak,” ujar Hj. Ajawati sambil tersenyum.

Bantuan HKIMenurut Bu Ajawati, SD Inpres

Maccini Baru sudah mendapat pembinaan sejak tahun 2007, sebelum ditetapkan sebagai sekolah inklusif setahun kemudian. Pihak yang dianggap berperan penting dalam penetapan itu antara lain adalah Helen Keller Indonesia (HKI), yang secara khusus pernah melakukan pelatihan mengenai pendidikan inklusif di SD Maccini Baru.

“Pelatihan itu diikuti semua guru. HKI juga mengundang komite sekolah, pengawas pendidikan dan

guru dari sekolah lain,” jelas Bu Ajawati. “Alhamdulillah, semua guru di sini sudah mengerti inklusi itu apa,” lanjut ibu 4 anak yang sudah menjadi kepala sekolah sejak 1999 ini.

Hellen Keller Indonesia (HKI), adalah organisasi internasional yang sejak tahun 2003 membantu peningkatan pendidikan inklusif di Indonesia melalui program Opportunities for Vulnerable Children (OVC). HKI bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan didukung United States Agency International Development (USAID) memberikan pendampingan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam mengembangkan kebijakan dan tatalaksana pendidikan inklusif serta sistem layanan pendukung (guru pembimbing khusus, pusat sumber) untuk menjamin peluang bagi anak-anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan yang layak dan setara menuju tercapainya prinsip “pendidikan untuk semua”.

Menurut Rina Suryani dari Departemen Komunikasi HKI, yang juga mendampingi diffa berkunjung ke SD Maccini Baru, saat ini HKI menjalankan program OVC di enam provinsi Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Untuk tiap provinsi, HKI menempatkan koordinator provinsi dan staf.

“HKI itu bagus. Bikin pelatihan sampai tuntas. Juga ada tindak lanjut. Kita terus diawasi, dilihat hasilnya. Jadinya bagus,” ujar Bu Ajawati. Namun ia mengakui, sekolahnya juga mendapat bantuan dari pemerintah daerah maupun pusat. Bantuan itu antara lain adalah penempatan Guru N

esto

r Ric

o Ta

mbu

nan

JANUARI 2012 65

FA diffa_SIIP.indd 65 12/20/11 1:16 AM

Page 66: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Pembimbing Khusus (GPK) di SD Maccini Baru.

Penempatan GPK ini, menurut Ibu Ajawati tak lepas dari jasa Iis Masdiana, M.Pd., koordinator GPK se-Sulawesi Selatan. Iis Masdiana adalah tokoh penggerak pendidik inklusif yang September 2011 lalu memperoleh Anugerah Pendidikan Inklusif 2011. Pemberian penghargaan ini dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional bekerja sama dengan HKI dan didukung oleh USAID. Pemberian penghargaan ini diberikan untuk mendorong perkembangan pendidikan inklusif Indonesia.

Banyak ABKDukungan HKI dan penetapan

SD Inpres Maccini Baru sebagai sekolah inklusif tak lepas dari kondisi sekolah ini. Menurut Bu Ajawati, sekolah ini berlokasi di kawasan pemukiman yang cukup padat. Bahkan, kawasan sekitar sekolah ini dulu dianggap kawasan kumuh dan tertinggal, karena ada perkampungan penyandang kusta. “Jadi lumrah, kalau di daerah ini banyak penyandang disabilitas,” ujar Hj. Ajawati.

Menurut ibu 4 anak ini, di sekolah yang ia pimpin, ada sekitar 40 siswa yang masuk kriteria anak berkebutuhan khusus (ABK). Mereka terdiri dari anak tunarungu, tunadaksa, dan autis. “Tapi mayoritas masuk ke kategori keterlambatan belajar,” jelas Bu Ajawati.

Siswa-siswa ABK ini berbaur dalam kelas, ditangani oleh guru masing-masing serta dibantu Abdul Muin (48 tahun), guru GPK yang ditempatkan di SD Maccini Baru. Abdul Muin berstatus sebagai guru honorer. Pria kelahiran Bone ini lulusan SPGLB tahun 1986. Ia lama merantau ke Balikpapan, Kaltim, menjadi guru di sebuah SLB swasta. Tahun 2008 ia kembali ke Makassar, dan menjadi GPK di SD Inpres Maccini Baru atas rekomendasi Bu Iis Masdiana, bersamaan dengan penetapan sekolah ini sebagai sekolah inklusif.

Muin mengaku tidak begitu kesulitan atau kaget menghadapi anak berkebutuhan khusus (ABK) di SD Maccini Baru, karena sudah

Nes

tor R

ico

Tam

buna

n

JANUARI 201266

FA diffa_SIIP.indd 66 12/20/11 1:16 AM

Page 67: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

lama bekerja sebagai guru SLB dan mengikuti banyak pelatihan menangani siswa ABK, termasuk anak autis. “Autisme itu persoalan perilaku. Mereka sering manja dan susah diarahkan. Kalau dipegang, teriak. Dikasih buku, dibuang. Harus dirayu-rayu, dicari celah dia mau apa,” jelas Muin.

Muin memberi contoh anak yang tidak mau disuruh menulis. Ternyata maunya pakai papan tulis sendiri. Akhirnya bawa papan tulis dari rumah. “Ya, di kelas dia menulis di papannya,” tutur Muin.

Siswa-siswa ABK di Maccini Baru kelihatan akrab dengan Muin. Sebentar-sebentar ada anak yang mendatanginya bertanya sesuatu. Ketika melewati ruang kelas 3, dua siswa penyandang tunarungu bertanya padanya dengan bahasa isyarat. Sejenak Muin menjelaskan, disaksikan oleh sang guru kelas. “Saya jadi pendamping guru kelas. Kalau ada masalah, saya dipanggil,” jelasnya.

Bu Ajawati mengaku merasa beruntung dengan keberadaan Pak Muin, karena tidak semua sekolah inklusif bisa mendapatkan GPK. “Alhamdulillah, anak tunarungu, di kelas 3 dan kelas 4 umumnya sudah mulai bisa dilepas. Anak-anaknya mulai bisa mandiri. Guru-guru kelas juga sudah mulai bisa menangani sendiri,” jelas Bu Ajawati.

Inklusi Sosial Bu Ajawati mengaku senang

dengan penetapan sekolah yang ia pimpin sebagai sekolah inklusif. Lebih senang lagi, karena sekarang penerimaan masyarakat sekitar cukup menggembirakan. Di setiap penerimaan siswa baru, dalam pertemuan orangtua, Bu Ajawati selalu menjelaskan bahwa sekolah ini inklusif, ada siswa-siswa ABK

JANUARI 2012 67

FA diffa_SIIP.indd 67 12/20/11 1:16 AM

Page 68: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

yang belajar berbaur dengan siswa lain. “Orangtua di sini menerima, tidak pernah ada masalah. Tidak pernah ada yang komplain,” tutur Bu Ajawati.

Manfaat sekolah ini sebagai sekolah inklusif telah dirasakan oleh masyarakat sekitar, salah satunya Ridawati (32 tahun). Nurika, putri pertama Ridawati, menyandang autis. Semula ia bingung mau menyekolahkan anaknya di mana. “Saya pusing. Mau disekolahkan di SLB, tempatnya jauh, biayanya juga mahal. Ada tetangga yang memberi tahu sekolah ini inklusif. Tidak mahal, bahkan gratis. Ya sudah, saya bawa ke sini,” tuturnya

Kini Nurika sudah duduk di

kelas 3. Dia sudah mulai lancar membaca, berhitung, dan kali-kalian. “Dia sudah mulai tenang duduk dalam kelas, tidak keluar-keluar lagi. Pokoknya, senanglah,” ujar ibu dua anak ini, tampak senang.

Namun bukan berarti SD Inpres Maccini Baru tidak punya persoalan. Padatnya penduduk di sekitar sekolah membuat jumlah siswa di sekolah ini juga besar. “Kami terpaksa membuat sekolah pagi dan siang. Jadi ada 12 rombongan belajar,” jelas Bu Ajawati.

Karena jumlah siswa begitu banyak, Bu Ajawati terpaksa mempekerjakan 7 orang guru honorer, padahal ada aturan dana BOS tidak boleh lebih dari 20 persen untuk belanja pegawai. “Saya

cuma bisa membayar mereka Rp 300.000 sebulan. Kasihan. Kalau bias, guru-guru honorer ini diangkat jadi PNS,” ujar ibu yang sudah jadi guru sejak tahun 1986 ini.

Menurut sarjana lulusan Universitas Negeri Makassar (UNM) ini, persoalan sekolah inklusif berkaitan erat dengan persoalan sosial, kemiskinan, dan semacamnya. “Banyak siswa yang menjadi ABK karena kemiskinan. Jadi, upaya inklusi juga harus dilakukan secara sosial,” ujar Bu Ajawati. Artinya, semua pihak harus merasa berkepentingan dan ikut bertanggung jawab. * Nestor

Nes

tor R

ico

Tam

buna

n

JANUARI 201268

FA diffa_SIIP.indd 68 12/20/11 1:16 AM

Page 69: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Ragam

Sabtu, 19 November 2011, Yayasan Balita Tunanetra (Banet) mengadakan Charity Night bertempat di Café dia.loe.gue, Jl. Kemang Selatan Raya, Jakarta Selatan.

Banet adalah organisasi social yang fokus kepada tumbuh kembang anak-anak balita dengan gangguan penglihatan. Visinya memberikan dukungan emosional bagi orangtua yang baru memiliki anak tunanetra dengan memberikan informasi mengenai solusi ketunanetraan, seperti tempat pemeriksaan, sekolah, cara berinteraksi dengan anak-anak tunanetra, dan lain sebagainya. Banet juga menyediakan bahan bacaan tentang penanganan anak tunanetra bagi orangtua dan keluarga. Juga, menghubungkan sesama orangtua anak tunanetra, dan memberikan dukungan serta pendampingan bagi orangtua dan keluarga anak tunanetra.

Dalam acara ini, Banet melakukan penggalangan dana melalui penjualan tiket masuk serta pelelangan beberapa lukisan dan patung dari donator. Dana yang masuk akan digunakan membantu kegiatan Banet. Selama ini dana untuk menunjang berbagai kegiatan Banet ditanggung bersama-sama para pengurus yayasan.

Dalam kegiatan ini Amy Headifen membawakan presentasi tentang latar belakang, kegiatan dan program-program yang sudah dilaksanakan Banet. Presentasi ditutup dengan pemutaran slide foto foto anak-anak tunanetra yang dilayani Banet dan berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan. Di masa depan, Banet berharap bisa menjangkau berbagai lapisan masyarakat yang lebih luas. Demi tumbuh kembang si anak-anak penyandang tunanetra.

* Primaningrum

Sembilan pesepeda melakukan jelajah sepeda Jakarta-Bali tanpa kebisingan. Pelepasannya dilakukan dengan sederhana, tanpa kehebohan dan gembar-gembor media massa. Dukungan hanya berasal dari perseorangan, klub sepeda, perusahaan pembuat tas sepeda dan tentu saja perusahaan sepeda yang mereka kayuh. Tidak ada sponsor di luar dunia persepedaan.

Dalam keheningan, mereka menikmati suasana pelepasan. Hal itu terpancar dari wajah-wajah mereka yang tampak tersenyum penuh semangat. Mereka adalah Rahma Anggraini (31 tahun) sebagai ketua kelompok, Yunara (35 tahun) menjabat Kepala Humas, Sansan Sanjaya (50 tahun) peserta tertua, Ishak Santika (19 tahun) peserta termuda, Rico Milano (41 tahun), Wahyu Fitrianto (28 tahun), Alriyanto (29 tahun), Oyi Sukandar (38 tahun) dan Siswandi (25 tahun).

Sembilan pesepeda tunarungu ini akan menaklukkan rute Jakarta – Bali selama 23 hari, mulai 11 Desember 2011 sampai 3 Januari 2012. Selama perjalanan, tim ini akan beristirahat di masjid, pom bensin, kantor polisi dan losmen. Setelah tiba di Bali, mereka akan kembali ke Jakarta dengan menggunakan kereta api.

Caption foto : Para pesepeda sedang diperkenalkan kepada publik dalam acara pelepasan “Gowes Tunarungu Jakarta – Bali”.

Banet’s Charity Night Bersepeda

dalam Hening

Prim

anin

grum

Adr

ian

Mul

ya

JANUARI 2012 69

FA diffa_SIIP.indd 69 12/20/11 1:16 AM

Page 70: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 201270

Terimakasih, Relawan

DESEMBER bukanlah semata bulan ke-12 atau penutup tahun. Bagi gerakan disabilitas, Desember

adalah “bulan pengingat”. Setiap tanggal 3 Desember diperingati sebagai Hari Internasional Penyandang Disabilitas. Sementara 5 Desember diperingati sebagai Hari Sukarelawan Internasional.

Gerakan memajukan kehidupan penyandang disabilitas di seluruh dunia tak lepas dari peran sukarelawan. Bahkan, para sukarelawan salah satu pilar penting dalam gerakan disabilitas. Mereka datang dari pelbagai kalangan. Mulai dari keluarga yang memiliki anggota penyandang disabilitas, komunitas pelajar dan mahasiswa, ibu rumah tangga, kalangan professional, dan sebagainya.

Bantuan yang mereka berikan pun beraneka ragam. Mulai dari mengetik ulang buku untuk diproses menjadi buku Braille, pembaca buku audio yang berguna untuk para tunanetra, pengurus di organisasi penyedia layanan untuk penyandang disabilitas, sampai menjadi panitia

pendamping saat ada event, hingga menangani pekerjaan “serius” seperti membantu mengembangkan perangkat lunak dalam pembuatan buku Braille, membangun sistem manajemen, hingga usaha penghimpunan dana.

Ada dua skema yang lazim dalam sistem

kerja sukarela. Pertama, lembaga atau organisasi yang dibantu tidak menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk kerja sukarelawan. Artinya, segala biaya operasional yang diperlukan untuk membantu organisasi ditanggung sendiri oleh sukarelawan. Bahkan, jika membutuhkan fasilitas tambahan, sukarelawan mengupayakan sendiri.

Skema kedua, lembaga yang dibantu oleh sukarelawan menyediakan fasilitas serta biaya operasional yang diperlukan sukarelawan. Biaya operasional ini biasanya meliputi biaya transportasi dan makan. Bantuan para sukarelawan ini sangat membantu organisasi penyandang disabilitas, karena pada umumnya dana sangat terbatas, sementara pekerjaan yang harus dilakukan banyak.

Tahun 1990-an hingga awal 2000-an, banyak organisasi sukarelawan internasional menawarkan tenaga sukarelawan kepada organisasi yang melayani penyandang disabilitas di Indonesia. Penempatan sukarelawan ini umumnya menggunakan skema kedua: sukarelawan menerima dana operasional. Jika lembaga

penerima bantuan sukarelawan tak dapat menyediakan, organisasi sukarelawan tersebut yang mengupayakan. Pada umumnya para sukarelawan ini adalah para profesional.

Sejak tahun 2000-an, kegiatan kesukarelawanan di Indonesia mulai lebih menggeliat dan mulai diorganisir dengan lebih baik. Salah satu contoh Barisan Voluntir atau BRAVO, yang berkomitmen membantu penyelenggaraan cara-acara penyandang disabilitas.

Sekolah-sekolah swasta yang dikelola dengan standar internasional, biasa memberikan tugas kesukarelawanan yang disebut community service. Kegiatan ini sangat baik untuk mendidik anak-anak memahami dan melibatkan diri pada masalah sosial yang ada di sekitarnya, serta menumbuhkan semangat kesukarelawanan sejak dini.

Namun, semangat kesukarelawanan di Indonesia masih perlu didorong pertumbuhannya. Hal ini sebaiknya dimulai dari keluarga. Orangtua yang menjadi sukarelawan di suatu kegiatan akan memberi contoh kepada anak-anak mereka tentang betapa pentingnya berbagi pada sesama.

Kesukarelawanan memang seharusnya menjadi bagian dari sistem sosial kita. Gerakan disabilitas telah membuktikannya. Kemajuan yang dicapai saat ini tak bisa dilepaskan dari peran penting para sukarelawan. Majalah diffa pun berdiri antara lain karena dukungan sukarelawan yang berkomitmen mengambil peran memajukan dunia disabilitas. Terimakasih, teman-teman sukarelawan. Kalian adalah duta kehidupan dan peradaban. * Aria Indrawati

pelangi

Did

i Pur

nom

o

FA diffa_SIIP.indd 70 12/20/11 1:16 AM

Page 71: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

JANUARI 2012 71

FA diffa_SIIP.indd 71 12/20/11 1:16 AM

Page 72: Majalah Diffa Edisi 13 - Januari 2012

Satu tahun yang terlalui dalam detikUntuk terus menjadikan yang istimewa ( Special )

Dengan segala anugerah dirinya ( Gift )Menyambut 2012 dalam ( IN )

cahaya ( Light )

Selamat Tahun Baru 2012Majalah diffa

Media Dunia Disabilitas

Alamat Redaksi: Jl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430

Telepon 62 21 44278887, Faxs 62 21 3928562, e-mail [email protected]

1EDISI 04-APRIL 2011diffa

diffa Retina Rumah KampusKhusus Disabel

TapakPanti MultitunaJejak Sejarah

JendelaBelajar Kesetaraandari Ohio

Majalah Keluarga HumanisNo. 04 April 2011 Rp. 21.500,-

Ketegaran Ibu Dua Anak Autis

INCLUDEAudio Version

S E T A R A D A L A M K E B E R A G A M A N

Edisi 04 April ok.indd 1 3/21/11 4:38 PM

FA diffa_SIIP.indd 72 12/20/11 1:16 AM