KONSTRUKSI TEROR TERHADAP PENYIDIK...
Transcript of KONSTRUKSI TEROR TERHADAP PENYIDIK...
KONSTRUKSI TEROR TERHADAP PENYIDIK KPK
(Framing Pemberitaan Teror Terhadap Novel Baswedan
di Harian Tempo dan Harian Republika)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Siti Afifah
NIM. 11140510000159
PROGRAM STUDI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019 M
ABSTRAK
Siti Afifah. KONSTRUKSI TEROR TERHADAP PENYIDIK KPK
(Framing Pemberitaan Teror Terhadap Novel Baswedan di Harian Tempo
dan Harian Republika).
Media massa merupakan sarana yang digunakan oleh seseorang, kelompok
maupun organisasi untuk merealisasikan suatu kepentingan. Media membingkai
sebuah pemberitaan guna mencapai tujuannya. Peran media massa dalam
membingkai kasus teror terhadap Novel Baswedan pada April 2017 menjadi kuat.
Novel Baswedan merupakan aparat negara yang bertugas sebagai penyidik
Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK). Novel diteror oleh dua orang yang tidak
dikenalnya menggunakan air keras yang mengakibatkan matanya rusak pada 11
April 2017 lalu setelah ia melaksanakan salat subuh di dekat rumahnya, hingga
saat ini pelaku pun belum terungkap. Novel sudah beberapa kali mendapat
tindakan kriminal saat menjalankan tugasnya.
Pembingkaian kasus teror terhadap Novel Baswedan dalam Harian Tempo
dan Harian Republika terlihat berbeda pandangan. Harian Tempo terlihat
membingkai kasus tersebut berkaitan dengan kasus Setya Novanto dan e-KTP.
Sedangkan Harian Republika lebih menekankan kronologi kejadian teror terhadap
Novel Baswedan di dalam headline berita tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab bagaimana Harian Tempo dan Harian Republika membingkai
pemberitaan teror terhadap Novel Baswedan.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, penulis menggunakan metode
analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki. Terdapat empat struktur
golongan besar, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Menggunakan
pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis
Hasil dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa Harian Tempo dan Harian
Republika melakukan pembingkaian pada pemberitaan teror terhadap Novel
Baswedan. Harian Tempo membingkai kasus teror yang dialami Novel Baswedan
berkaitan dengan kasus e-KTP. Sedangkan pada headline Harian Republika,
bingkai yang ditonjolkan yaitu kronologi kejadian teror yang dialami Novel
Baswedan. Keberpihakan Harian Tempo dan Harian Republika terhadap kasus
teror yang dialami Novel Baswedan sangat besar, terlihat dalam penyajian berita
dengan menonjolkan isi yang sangat membela Novel Baswedan serta ingin kasus
ini segera dituntaskan.
Kata Kunci : Teror, Penyidik KPK, Novel Baswedan, Framing, Zhongdang
Pan dan Gerald M.Kosicki, Harian Tempo, Harian Republika.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahhirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya yang begitu banyak, sehingga
dengan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam juga
tidak lupa penulis junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan
banyak perubahan kepada umatnya, dari zaman jahiliyah menuju zaman ilmiah
seperti saat ini.
Begitu banyak kesan dan manfaat yang didapat oleh penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga
mendapat pelajaran berharga. Penulis secara khusus ingin mengucapkan terima kasih
kepada kedua orangtua, yaitu: ibunda Yusneti dan ayahanda Yazwir Ali yang telah
memberikan semangat dan kasih sayang, serta doa yang tak ada hentinya untuk
penulis. Semoga Allah mengampuni kesalahan beliau, memberikan kesehatan dan
umur panjang, senantiasa dalam lindungan Allah SWT serta diberikan kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Aamiin
Dalam proses menyelesaikan skripsi ini, penulis juga mendapat banyak
bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.
Suparto, M.Ed, Ph.D., Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum Dra. Hj.
Roudhonah, M.Ag., serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Dr.
Suhaimi, M.Si.
ii
2. Ketua Jurusan Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si., serta Sekretaris Jurusan
Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan konsultasi dan membantu dalam hal perkuliahan.
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Fita Fathurokhmah, M.Si, yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan
banyak pelajaran, serta menyemangati penulis dengan kesabaran untuk dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
4. Seluruh dosen pengajar dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi
penulis.
5. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
menyediakan buku serta fasilitas lainnya, sehingga penulis mendapat banyak
referensi dalam penelitian ini.
6. Saudara kandung penulis, Farid Amarullah dan Rina Nur Farizah yang selalu
memberi semangat dan bantuan dalam bentuk apapun sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Semoga Allah selalu memberikan
kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
7. Narasumber penelitian, Wartawan Harian Tempo Indri Maulidar dan Redaktur
Harian Republika Fitriyan Zamzami yang telah memberikan waktu dan
bantuan dalam proses wawancara.
8. Kakak senior jurnalistik, Martini dan Restu yang selalu memberi semangat
dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dengan baik.
9. Teman kost penulis, Lilis Lisnawati, Sary Widiastuti, Istiqomah, serta
Muharar yang selalu ada kapanpun dibutuhkan oleh penulis. Terimakasih atas
segala support dan kebaikannya.
10. Sahabat DNK TV 5.0 : Emak, Ndep, Dede, Dhita, Silpa, Wilu, Oci, Ncop,
Berbi, Irna, Arita, Hafiz, Mamat, Ucon, ka Nisa, ka Urr, dan ka Ryan.
Terimakasih sudah mau berbagi kisah bersama menjadi keluarga.
iii
11. Dedi Fahrudin, M.Ikom, General Manager Komunitas Dakwah dan
Komunikasi Televisi (DNK TV), serta keluarga besar DNK TV yang telah
memberikan pengalaman dan berbagi ilmu seputar dunia pertelevisian.
12. Keluarga besar Komunitas Edukasi Seni Tari Saman (SKETSA) UIN Jakarta
yang telah mengisi kegiatan penulis selama dibangku perkuliahan,
memberikan pengalaman dan menambah skill dibidang seni tari.
13. Teman-teman Jurnalistik 2014 yang telah berjuang bersama dalam mengikuti
perkuliahan selama hampir empat tahun. Terima kasih atas pertemanan,
pembelajaran, dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis.
14. Keluarga KKN GANDUM 2017 yang sudah berbagi pengalaman yang tidak
terlupakan. Semoga silaturahmi yang terjalin akan tetap terjaga selamanya.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung,
mendo’akan dan meluangkan waktu untuk berbagi informasi dalam menyusun
skripsi, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga Allah SWT membalas
semua kebaikan dan budi baik mereka dengan balasan yang setimpal.
Penulis menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun
penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan dengan
baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 04 Februari 2019
Siti Afifah
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 4
C. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................................... 5
1. Batasan Masalah ..................................................................................... 5
2. Rumusan Masalah .................................................................................. 5
D. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
1. Manfaat Akademik ................................................................................. 6
2. Manfaat Praktis ...................................................................................... 6
F. Metodologi Penelitian .................................................................................... 6
1. Paradigma Penelitian .............................................................................. 6
2. Pendekatan Penelitian ............................................................................ 7
3. Metode Penelitian ................................................................................... 8
4. Subjek dan Objek Penelitian .................................................................. 8
5. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 9
6. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 9
7. Teknik Analisis Data .............................................................................. 10
8. Pedoman Penulisan Skripsi .................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan .................................................................................... 11
v
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 12
A. Landasan Teori ....................................................................................... 12
a. Konstruksi Reaitas Sosial ................................................................. 12
b. Teori Analisis Analisis Framing
Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki ............................................. 15
c. Konsep Berita ................................................................................... 18
1. Pengertian Berita ........................................................................ 18
2. Unsur Berita ............................................................................... 20
3. Berita Kriminal ........................................................................... 25
4. Berita Kriminal dalam Tinjauan Syariah ................................... 30
B. Kajian Pustaka ........................................................................................ 32
C. Kerangka Berpikir .................................................................................. 34
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN .............................. 35
A. Gambaran Umum Harian Tempo ........................................................... 35
a. Sejarah Singkat berdirinya Harian Tempo ....................................... 35
b. Visi dan Misi Harian Tempo ............................................................ 37
B. Gambaran Umum Harian Republika ...................................................... 38
a. Sejarah dan Profil Harian Republika ................................................ 38
b. Visi dan Misi Harian Republika ....................................................... 40
c. Konsep Harian Republika ................................................................ 42
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ........................................... 43
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. 59
A. Analisis hasil temuan teks berita teror terhadap Novel Baswedan
di Harian Tempo dan Harian Republika ........................................... 59
1. Analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki
di Harian Tempo ......................................................................... 59
vi
2. Analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki
di Harian Republika .................................................................... 63
B. Interpretasi ........................................................................................ 69
BAB VI PENUTUP .......................................................................................... 74
A. Kesimpulan ................................................................................................... 74
B. Saran .............................................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 77
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Skema analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki
di Harian Tempo dan Harian Republika ............................................................. 17
Tabel 4.1 Data Pemberitaan Teror terhadap Novel Baswedan di Harian Tempo
dan Harian Republika ......................................................................................... 43
Tabel 4.2 Struktur Teks Berita Teror Terhadap Novel Baswedan di Harian Tempo
dan Harian Republika ......................................................................................... 44
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini mengakses informasi melalui media massa seperti media
cetak, elektronik dan media online sangatlah mudah dan cepat. Efek media
massa dapat menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan
masyarakat. Masyarakat menjadi konsumtif dan serba instan. Soejono
Soekanto dalam bukunya Sosiologi Pengantar, menyatakan bahwa perubahan-
perubahan dalam masyarakat di dunia ini merupakan gejala normal, yang
pengaruhnya menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lainnya berkat
adanya komunikasi yang modern.1
Realitas yang disajikan dalam media massa merupakan hasil dari
konstruksi sosial untuk membentuk opini publik. Pengemasan peristiwa
menjadi sebuah berita adalah kegiatan mengonstruksi realitas itu sendiri.
Dalam pandangan konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu
dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan, tercipta lewat konstruksi dan
sudut pandang tertentu oleh wartawan.2
Peran media massa dalam membingkai kasus teror terhadap Novel
Baswedan pada April 2017 menjadi kuat. Banyaknya kepentingan berlatar
belakang politik menyebabkan pemahaman mengenai pengertian teror
menjadi berbeda sudut pandang. Berbagai media, baik cetak maupun
elektronik ataupun media-media online, banyak menyoroti kasus ini
kehadapan publik sehingga kasus ini pun kerap menjadi headline di berbagai
1 Soejono Soekanto, Sosiologi Pengantar, (Jakarta: PT Rajawali Pers,1987), h.30.
2 Eriyanto, Analisis Wacana, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: PT LKIS
Pelangi Aksara, 2008), h.19.
2
media massa dan menjadikan opini tersendiri di benak publik yang
membacanya.
Novel Baswedan merupakan aparat negara yang bertugas sebagai
penyidik Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK). KPK dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK diberi amanat melakukan
pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.
Lembaga ini merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan
manapun.3 Novel diteror oleh dua orang yang tidak dikenalnya pada 11 April
2017, setelah ia melaksanakan salat subuh di dekat rumahnya. Ia disiram air
keras oleh pelaku sehingga matanya rusak.
Kasus teror terhadap Novel Baswedan tidak hanya sekali ini dia alami,
tetapi pada 2012 ia diserang sekelompok pendukung Amran Batalipu saat
memimpin operasi penangkapan terhadap mantan Bupati Buol. Pada 2015
lalu, Novel Baswedan diteror dengan kasus penembakan tersangka pencuri
sarang burung wallet pada Februari 2004 saat menjabat kasat Reskrim Polres
Bengkulu, dan tahun 2016 Novel Baswedan ditabrak mobil saat berangkat
menuju KPK menggunakan sepeda motor hingga luka-luka.4 Teror merupakan
perbuatan kriminal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Berita
kriminal selalu menarik perhatian pembaca dan rasa ingin tahu untuk
menghindarinya.
Alasan penulis memilih Harian Tempo dan Harian Republika adalah
karena Harian Tempo dan Harian Republika dikenal masyarakat sebagai
harian populer yang beritanya selalu update. Harian Tempo terkenal sebagai
3 KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, diakses dari https://www.kpk.go.id/id/tentang-
kpk/sekilas-kpk pada 08 Januari 2018 4 Harian Kompas, 12 April 2017, h.1.
3
harian yang kritis, mendukung demokrasi dan membela kaum minoritas,
sedangkan Harian Republika didirikan dari cita-cita para cendekiawan Muslim
se-Indonesia. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai
medium melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan
mengomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang
mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar.5 Headline penulisan berita
kasus teror terhadap Novel Baswedan di kedua nya terlihat berbeda
pandangan. Harian Tempo terlihat membingkai kasus tersebut berkaitan
dengan kasus Setya Novanto, terlihat dari kalimat “Teror Novel Berkaitan
dengan Kasus Korupsi. Novel menekan surat kepada pimpinan KPK agar
mencekal Setya Novanto.” Selain itu Harian Tempo juga banyak membahas
keterkaitan teror tersebut dengan kasus e-KTP. Sedangkan Harian Republika
lebih menekankan kronologi kejadian teror Novel Baswedan di dalam
headline berita tersebut.
Perbedaan latar belakang antara Harian Tempo dan Harian Republika
menjadi sangat menarik untuk diteliti. Penulis menganggap penelitian ini
penting karena kasus teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior
KPK ini sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat, setelah setahun berlalu
belum juga terungkap pelakunya. Maka di sinilah peran media khususnya
Harian Tempo dan Harian Republika mengonstruksi pemberitaan tentang
kasus teror terhadap Novel Baswedan dengan menggunakan Analisis Framing
Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki. Berdasarkan latar belakang pemikiran
di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai Konstruksi Teror
terhadap Penyidik KPK (Framing Pemberitaan Teror terhadap Novel
Baswedan di Harian Tempo dan Harian Republika).
5 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.13.
4
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasi
masalah yang terjadi dalam Pemberitaan Novel Baswedan pada Harian
Tempo dan Harian Republika. Diantaranya:
1. Novel Baswedan merupakan penyidik senior KPK yang diteror
oleh orang yang tidak dikenalnya. Tidak hanya sekali ini dia
mengalaminya, pada 2012 ia pernah diserang sekelompok
pendukung Amran Batalipu saat memimpin operasi penangkapan
terhadap mantan Bupati Buol. Pada 2015, Novel Baswedan diteror
dengan kasus penembakan tersangka pencuri sarang burung walet
pada Februari 2004 saat menjabat kasat Reskrim Polres Bengkulu,
dan tahun 2016 Novel Baswedan ditabrak mobil saat berangkat
menuju KPK menggunakan sepeda motor hingga luka-luka.6
2. Teror yang dialami Novel Baswedan belum terungkap pelaku
meskipun sudah setahun berlalu. Dimana KPK merupakan
lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan
manapun.7
3. Harian Tempo dan Harian Republika terlihat berbeda pandangan
dalam menulis berita. Harian Tempo lebih membingkai kasus
tersebut ada kaitannya degan Setya Novanto dan kasus korupsi e-
KTP yang sedang diselidiki Novel, terlihat dari kutipan “Teror
Novel Berkaitan dengan Kasus Korupsi. Novel menekan surat
kepada pimpinan KPK agar mencekal Setya Novanto” sedangkan
Harian Republika lebih menonjolkan kronologi kejadian teror yang
dialami Novel Baswedan.
6 Harian Kompas, 12 April 2017, h.1.
7 KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, diakses dari https://www.kpk.go.id/id/tentang-
kpk/sekilas-kpk pada tanggal 08 Januari 2018
5
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka fokus penelitian ini terletak
pada Harian Tempo dan Harian Republika dalam mengonstruksi berita
teror terhadap Novel Baswedan edisi 12 April 2017, karena Harian
Tempo dan Harian Republika terlihat berbeda pandangan dalam menulis
berita. Harian Tempo dengan judul berita “Teror Novel Berkaitan
dengan Kasus Korupsi” lebih membingkai kasus tersebut ada kaitannya
dengan kasus e-KTP dan Setya Novanto, sedangkan Harian Republika
lebih menonjolkan kronologi kejadian dengan judul berita “Jangan
Gentar”. Penulis mengambil edisi 12 April 2017 karena hari perdana
kedua media tersebut memberitakan kasus teror terhadap Novel
Baswedan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah: bagaimana Harian Tempo dan Harian Republika
membingkai pemberitaan kasus teror terhadap Novel Baswedan
berdasarkan model analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald
M.Kosicki?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Harian Tempo dan
Harian Republika membingkai pemberitaan kasus teror terhadap Novel
Baswedan berdasarkan model analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald
M.Kosicki.
6
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
dibidang komunikasi serta dapat dikembangkan khususnya di jurusan
Jurnalistik. Penelitian ini mengaplikasikan model analisis framing
Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki pada pemberitaan di Harian Tempo
dan Harian Republika. Bagaimana media memproduksi suatu berita,
penggunaan bahasa dalam susunan teks media bukan sesuatu yang
alamiah dan bersifat netral, melainkan dilakukan secara sengaja dengan
tujuan tertentu.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi mahasiswa
Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terutama pada model analisis
framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki dan memberikan
gambaran bagaimana suatu media membingkai sebuah berita. Serta
sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya dengan memberi gambaran
terhadap masyarakat mengenai konstruksi pemberitaan di sebuah media
cetak.
F. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, yaitu
paradigma yang memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas
yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi.8 Bogdan dan Bilken
mengatakan bahwa paradigma adalah kumpulan proposisi yang
mengarahkan cara berpikir dalam penelitian.9 Perbedaan konstruksi
8 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta:PT LKiS
Pelangi Aksara, 2002) h.43. 9Lexy.J,Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung:Remaja Rosda Kara, Cetakan
ke delapan,1997) h.30.
7
realitas dimulai dari level individu wartawan yang bisa jadi mempunyai
pandangan berbeda ketika melihat suatu peristiwa. Bagaimana wartawan
membingkai peristiwa yang dapat diwujudkan dalam teks berita. Berita
dalam pandangan konstruktivis bukan merupakan fakta dalam arti
sebenarnya, ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Bagi
kaum konstruktivis, realitas bersifat subjektif tergantung sudut pandang
wartawan.10 Oleh karena itu, menggunakan paradigma konstrukivis
penulis ingin mengetahui bagaimana Harian Tempo dan Harian Republika
mengonstruksi pemberitaan teror terhadap Novel Baswedan, sebab penulis
melihat perbedaan sudut pandang oleh kedua media tersebut dalam
pemberitaannya.
2. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka
penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis
pemberitaan teror terhadap Novel Baswedan di Harian Tempo dan Harian
Republika.
Pendekatan kualitatif ialah suatu prosedur penulisan yang
dilakukan secara alamiah sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan
tanpa adanya rekayasa dan jenis data yang dikumpulkan berupa data
deskriptif.11
Menurut Jalaludin Rakhmat, bahwa penelitian deskriptif ditujukan
untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan
gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan
praktik yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi.12
10
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.22. 11
Arifin Zainal, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012) h.140. 12
Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2001),
h.25.
8
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalan penulisan ini adalah
analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki dengan paradigma
konstruktivis. Paradigma konstruktivis mempunyai pandangan bahwa
realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk
dari hasil konstruksi.13 Sedangkan pendekatan penulisannya adalah
kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-
prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-
gejala sosial di masyarakat.14
Penulisan ini lebih menekankan pada kualitas data bukan kuantitas
data.15 Hasil dari penulisan ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan
gambaran secara rinci bagaimana Harian Tempo dan Harian Republika
mengonstruksi pemberitaan kasus teror yang dialami Novel Baswedan.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah Harian Tempo dan Harian Republika. Objek
penelitian adalah pemberitaan mengenai kasus teror terhadap Novel
Baswedan, terdapat satu berita di Harian Tempo dan satu berita di
Harian Republika edisi 12 April 2017. Penulis mengambil edisi 12 April
2017 karena hari perdana kedua media tersebut memberitakan kasus
teror terhadap Novel Baswedan.
13
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.43 14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.6.
15 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, 2006), h.58.
9
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor Harian Tempo yang beralamat di
Jl. Palmerah Barat No. 8 Jakarta Selatan, 12210 pada 16 November
2018 dan kantor Harian Republika yang beralamat di Jl.Warung
Buncit Raya No.37 Jakarta Selatan, 12510 pada 05 November 2018.
Adapun penulisan dilaksanakan dari April 2018.
6. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Teks
Dalam penelitian kualitatif, observasi digunakan sebagai teknik
pengumpulan data. Observasi menurut Gordon E.Mills adalah sebuah
kegiatan yang terencana dan terfokus untuk melihat dan mencatat
serangkaian perilaku ataupun jalannya sebuah sistem yang memiliki
tujuan tertentu, serta mengungkap apa yang ada di balik munculnya
perilaku dan landasan suatu sistem tersebut.16 Penulis melakukan
pengamatan secara sistematis dengan meneliti teks berita tentang teror
terhadap Novel Baswedan di Harian Tempo dan Harian Republika.
b. Wawancara Mendalam
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data wawancara mendalam (indepth interview).
Wawancara mendalam merupakan proses tanya jawab antara
pewawancara dengan narasumber yang dilakukan dengan cara
komunikasi langsung bertatap muka guna memperoleh data secara
mendalam. Sama seperti teknik wawancara lainnya, hanya saja
wawancara mendalam membutuhkan waktu yang lama bersama
informan di lokasi penulisan.17
16
Haris Herdiansyah, WAWANCARA, OBSERVASI, DAN FOCUS GROUPS Sebagai
Instrumen Penggalian Data Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h.131. 17
Bungin Burhan, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
h.108.
10
Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara dengan Indri
Maulidar selaku wartawan Harian Tempo dan Fitriyan Zamzami
selaku redaktur halaman satu Harian Republika.
c. Dokumentasi
Penulis mengumpulkan dan mempelajari data melalui sumber
bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas
dan mendukung penelitian yang bisa diperoleh penulis dari internet,
perpustakaan, atau sumber lain yang bisa digunakan untuk analisis
dalam penelitian ini.
7. Teknik Analisis Data
Untuk teknik analisis data pada penelitian ini, penulis
mengumpulkan berita-berita yang terkait berita tersebut. Setelah berita
dikumpulkan penulis mengambil beberapa berita yang menarik itu
untuk diteliti dan difokuskan, lalu penulis membuat pertanyaan yang
sesuai dengan rumusan masalah.
Setelah itu, penulis menggunakan analisis framing Zhongdang
Pan dan Gerald M.Kosicki, menganalisis pemberitaan mengenai teror
terhadap penyidik KPK pada pemberitaan Novel Baswedan di Harian
Tempo dan Harian Republika.
Penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif yakni
memberikan gambaran mengenai bagaimana Harian Tempo dan
Harian Republika mewacanakan pemberitaan teror tersebut.
11
8. Pedoman Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini mengacu pada Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017 yang digunakan penulis untuk mengikuti
aturan tentang keseragaman penulisan karya ilmiah.
G. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini bersifat sistematis, penulis membaginya
menjadi enam bab, dan masing-masing bab terdiri atas sub bab. Bab pertama
berisi pendahuluan, dalam bab pendahuluan dipaparkan mengenai latar
belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Bab kedua berupa Kajian Pustaka, di dalamnya membahas tentang
landasan teoritis yang akan digunakan dalam penulisan penelitian ini yang
mencakup Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki,
Konstruksi Realitas Sosial, Konsep Berita, Teori Kriminologi, Berita
Kriminal dalam Tinjauan Syari’ah.
Bab ketiga merupakan bab yang membahas gambaran umum latar
penelitian. Pada bab ini, penulis memberikan beberapa gambaran umum yang
berisi profil, sejarah singkat, visi misi Harian Tempo dan Harian Republika.
Kemudian bab keempat merupakan data dan temuan penelitian, bab empat
berisi uraian penyajian data dan temuan penelitian.
Bab lima merupakan bab pembahasan, bagian ini berisi uraian yang
mengaitkan latar belakang, teori dari penelitian. Mengaitkan dan menguraikan
hasil analisis dan temuan penulis mengenai berita kasus teror terhadap Novel
Baswedan pada Harian Tempo dan Harian Republika menggunakan Analisis
Framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki. Bab keenam adalah bab
penutup, pada bagian ini berisikan mengenai simpulan, implikasi dan saran.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
a. Konstruksi Realitas Sosial
Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality)
menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas
Luckmann melalui bukunya yang berjudul The Sosial Construction of
Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966). Ia
menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, di mana
individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki
dan dialami bersama secara subyektif.
Pandangan paradigma definisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan
manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial
di sekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagai mana yang disebut
oleh George Simmel, bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar
individu, yang menurut kesan kita bahwa realitas itu 'ada' dalam diri
sendiri dan hukum yang menguasainya.
Realitas sosial itu 'ada' dilihat dari subyektivitas 'ada' itu sendiri dan
dunia objektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya dilihat
sebagai 'kedirian'-nya, namun juga dilihat dari mana 'kedirian' itu berada,
bagaimana ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana
pula lingkungan menerimanya.
Max Weber melihat realitas sosial sebagai perilaku sosial yang
memiliki makna subyektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan
motivasi. Perilaku sosial itu menjadi 'sosial', oleh Weber dikatakan kalau
yang dimaksud subyektif dari perilaku sosial membuat individu
mengarahkan dan memperhitungkan kelakuan orang lain dan
mengarahkan kepada subyektif itu. Perilaku itu memiliki kepastian kalau
13
menunjukkan keseragaman dengan perilaku pada umumnya dalam
masyarakat. Pada kenyataannya realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa
kehadiran individu, baik di dalamnya maupun di luar realitas tersebut.
Realitas sosial itu memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi
dan dimaknakan secara subyektif oleh individu lain sehingga
memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengonstruksi realitas
sosial, dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas
itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.18
Menurut gagasan Hall, proses kerja pembentukan dan produksi berita
itu bukanlah sesuatu yang netral, melainkan ada bias ideologi yang secara
sadar atau tidak sadar tengah dipraktikkan oleh wartawan. Tetapi berbeda
dengan pandangan madzhab kritis yang tampak reduksionis dalam melihat
kinerja media, Hall menawarkan alternatif penjelas lain. Media di sini
tidaklah sederhana digambarkan dikuasai oleh kelompok tertentu yang
dominan, yang berperan dan punya kekuatan untuk mempengaruhi
khalayak. Di sini media dipandang sebagai agen konspiratif yang
menyembunyikan fakta, menampilkan fakta tertentu yang dikehendaki,
dan secara sadar mengelabui khalayak untuk kelompok dominan. Seakan
media adalah alat yang jahat dan wartawan tengah berkonspirasi untuk
tujuan politik tertentu. Menurut Hall, pada akhirnya pemberitaan media
memang cenderung memarjinalisasikan kelompok yang tidak dominan
dan memantapknn posisi status quo (kelompok dominan), tetapi proses itu
tidak berjalan sebagai satu kelompok mendominasi kelompok yang lain.
Prosesnya berlangsung dalam suasana yang kompleks dan sering tidak
disadari.
18
Burhan Bungin. Konstrukdi Sosial Media Massa (Jakarta: Prenada Media Group,2008)
h.11-12.
14
Hall misalnya melihat bagaimana proses kerja dan praktik profesional
dari wartawan secara tidak disadari turut memperkuat posisi kelompok
dominan dalam masyarakat. Menurut Hall, wartawan tergantung pada
sumber berita, dan laporan berita yang ditulis mau tidak mau harus
mewawancarai pihak-pihak tertentu yang ada dalam masyarakat. Dalam
menjalankan proses kerjanya, idelogi profesional di antaranya menyatakan
agar laporan berita menyertakan dua pihak dan objektif. Berita yang baik
juga harus berdasarkan fakta, ini umumnya dilakukan dengan memberi
pemisahan yang tegas antara fakta di satu sisi dan opini di sisi yang lain.19
Contoh peristiwa mengenai pengeboman. Ketika polisi diwawancarai
oleh wartawan, ia bukan hanya menjelaskan apa saja yang telah dilakukan
polisi, ia bahkan menjelaskan realitas pengeboman itu secara keseluruhan.
Polisi akan menjelaskan motif pengeboman, siapa pelaku pengeboman,
dan apa target yang ingin dicapai dari pengeboman tersebut. Di sini secara
jelas terlihat bagaimana sumber berita tersebut mendefinisikan realitas-
peristiwa pengeboman dijelaskan dalam pandangan dan perspektif polisi.
Media di sini secara tidak sadar ikut mempopulerkan pandangan sumber
yang kredibel tersebut. Lewat pemberitaan dan pemberian porsi yang
besar pada polisi, media mempopulerkan dan menjadi pendefinisi
sekunder dari realitas (secondary definers). Di sini terlihat, media
bukanlah alat polisi untuk memarjinalkan kelompok lain. Media bukan
saja alat kebohongan bagi polisi, melainkan dalam keseluruhan proses
kerja wartawan itu secara tidak sadar, ideologi kelompok dominan yang
mendapatkan tempat dan dimapankan dalam pemberitaan.
Orang yang mempunyai kekuasaan akan menggunakan kekuasaan dan
otoritasnya untuk mempengaruhi orang lain-dengan harapan agar orang
lain mengikuti apa yang dimaui. Penggunaan kekuasaan itu tidak selalu
19
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.160.
15
dengan menggunakan jalan kekerasan, tetapi bisa juga dilakukan dengan
memakai kesadaran. Cara ini lebih halus, karena kalau yang pertama
dengan jalan represi maka yang kedua dengan mempengaruhi kesadaran
seseorang. Orang tidak sadar bahwa tindakan, perbuatan, atau ucapannya
sebetulnya telah dikontrol dengan jalan tertentu untuk mendukung
gagasan atau tindakan tertentu.20
b. Teori Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki
Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita
(story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada
"cara melihat" terhadap realitas yang dijadikan berita. "Cara melihat" ini
berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing
adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media
mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat
bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media.
Ada dua esensi utama dari framing tersebut. Pertama, bagaimana
peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan
mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis. Aspek ini
berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk
mendukung gagasan.
Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai
karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif.
Dalam analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi (content) dari
suatu pesan/teks komunikasi. Sementara dalam analisis framing yang
menjadi pusat perhatian adalah pembentukan pesan dari teks. Framing
terutama melihat bagaimana pesan/peristiwa dikonstruksi oleh media.
20
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.163.
16
Bagaimana wartawan mengonstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada
khalayak pembaca.21
Salah satu model framing yang paling terkenal dan banyak digunakan
adalah framing yang dipopulerkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M.
Kosicki. Menuut Pan dan Kosicki disamping penggunaan analisis isi
kuantitatif, analisis framing yang mereka perkenalkan merupakan
pendekatan alternatif untuk menganalisis teks media.22
Menurut Pan dan Kosicki pada dasamya konsepsi psikologi dan
konsepsi sosiologis merupakan dua konsep framing yang saling
berkaitan.23 Konsepsi psikologi menekankan bagaimana internal seseorang
memproses sejumlah informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan
struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah berbagai
informasi dan ditunjukan dalam skema tertentu. Framing dipandang
sebagai peletakan informasi dalam suatu konteks yang khusus dan
memberikan penonjolan tentang suatu isu dalam kognisi seseorang.
Sedangkan konsepsi sosiologi melihat bagaimana proses lingkungan sosial
dikonstruksi seseorang. Frame dalam konsepsi sosiologi
mengklasifikasikan, mengorganisasikan. dan menafsirkan pengalaman
sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas diluar dirinya.
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki membagi perangkat framing
kedalam empat struktur golongan besar. Pertama, struktur sintaksis.
Sintaksis berkaitan dengan bagaimana wartawan menyusun skema
terhadap sebuah peristiwa dalam bentuk teks berita. Kedua, struktur skrip.
Skrip berkaitan dengan bagaimana wartawan mengisahkan peristiwa
dengan pola yang lengkap dalam bentuk teks berita. Ketiga, struktur
tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan
21
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.10-11. 22
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.289. 23
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.291.
17
mengungkapkan fakta melalui tulisannya kedalam prosisi, kalimat, atau
hubungan antar kalimat yang membentuk teks berita secara keseluruhan.
Keempat. struktr retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana
wartawan menekankan arti tertentu yang ingin ditonjolkan dalam berita.24
Tabel 2.1
Skema analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Struktur Perangat Framing Unit Yang Diamati
SINTAKSIS
Cara wartawan
menyusun fakta
1. Skema Berita Headline, lead, latar
informasi, kutipan
sumber, pernyataan,
penutup.
SKRIP
Cara wartawan
mengisahkan fakta
2. Kelengkapan
Berita
5W+1H
TEMATIK
Cara wartawan
menulis fakta
3. Detail
4. Koherensi
5. Bentuk
Kalimat
6. Kata Ganti
Paragraf,
proposisi,kalimat,
hubungan antar kalimat.
RETORIS
Cara wartawan
menekankan fakta
7. Leksikon
8. Grafis
9. Metafora
Kata, Idiom,
gambar/foto, grafik
24
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.294.
18
Sintaksis. Dalam pengertian umum, sintaksis adalah susunan kata
atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada
pengertian susunan dan bagian berita headline, lead, latar informasi,
sumber, penutup dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan.
Skrip. Laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Hal ini
karena dua hal. Pertama, banyak laporan berita yang berusaha
menunjukkan hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari
peristiwa sebelumnya. Kedua, berita umumnya mempunyai orientasi
menghubungkan teks yang ditulis dengan lingkungan komunal pembaca.
Tematik. Bagi Pan dan Kosicki, berita mirip sebuah pengujian
hipotesis: peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan
yang diungkapkan. Semua perangkat itu digunakan untuk membuat
dukungan yang logis bagi hipotesis yang dibuat. Tema yang dihadirkan
atau dinyatakan secara tidak langsung atau kutipan sumber dihadirkan
untuk mendukung hipotesis.
Retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan
pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti
yang ingin ditonjolkan oleh wartawan.25
c. Konsep Berita
1. Pengertian Berita
Menurut KBBI ada beberapa pengertian berita, yaitu cerita atau
keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Berita juga
diartikan sebagai kabar, laporan dan pemberitahuan, atau pengumuman.
Di antara berbagai macam pengertian itu, salah satu yang cocok dengan
konteks pembicaraan jurnalistik adalah berita sebagai keterangan
25
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.295-306.
19
mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Satu kata terakhir dalam
pengertian itu memberikan tekanan bahwa berita itu sebuah peristiwa yang
hangat. Hangat dalam artian sesuatu yang baru saja terjadi dan penting
untuk diketahui oleh khalayak.26 Beberapa definisi berita, menurut para
pakar jurnalistik di antaranya:
Willard C Bleyer: Berita adalah suatu kejadian aktual yang diperoleh
wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena menarik atau
mempunyai makna bagi pembaca.
William S. Maulsby: Berita adalah suatu penuturan secara benar dan
tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru
terjadi yang dapat menarik perhatian para pembaca surat kabar yang
memuat berita tersebut.
Chilton R. Bush: Berita adalah laporan mengenai peristiwa yang
penting diketahui masyarakat dan juga laporan peristiwa yang semata-
mata menarik karena berhubungan dengan hal yang menarik dari sesorang
atau sesuatu dalam situasi yang.
Eric C. Hepwood: Bertia adalah laporan pertama dari kejadian penting
yang dapat menarik perhatian umum.
Curtis MacDougall: Berita adalah apa saja yang menarik hati orang
dan berita yang terbaik adalah yang menarik hati orang sebanyak-banyaknya.
Dja'far H.Assegaff: Berita adalah laporan tentang fakta atau ide terkini
yang dipilih oleh wartawan untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian
pembaca.
26
Suhaimi, dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta,2009), h.27.
20
Jakob Oetama dalam bukunya Perspektif Pers Indonesia: Berita itu
bukan fakta, tapi laporan tentang fakta itu sendiri. Suatu peristiwa menjadi
berita hanya apabila ditemukan dan dilaporkan oleh wartawan atau
membuatnya masuk dalam kesadaran publik dan dengan demikian menjadi
pengetahuan publik.27
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa berita
merupakan segala laporan yang menarik mengenai peristiwa, kejadian,
gagasan, dan fakta yang penting untuk diketahui masyarakat luas serta
disampaikan melalui media massa.
2. Unsur-unsur Berita
Baik dalam kepustakaan dan pengajaran jurnalistik maupun dalam
praktiknya, terdapat perbedaan pandangan dalam menentukan sifat atau ciri
sebuah berita. Ada yang menekankan segi unsur yang harus dikandung sebuah
berita, ada yang menekankan segi sifatnya, dan ada pula yang menekankan
ciri-cirinya.28 Judul juga menjadi daya tarik utama dalam sebuah berita.
Sebuah berita yang punya nilai berita yang tinggi sekalipun akan kurang
greget di mata pembaca kalau tidak diberí judul yang menarik. Judul atau
kepala berita atau headline haruslah ditulis dengan bahasa yang singkat, lugas
dan menarik.
27
Sedia Willing Barus, Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta: Penerbit
Erlangga,2011) h.26. 28
Sedia Willing Barus, Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.31.
21
Muncul formulasi yang menyebutkan bahwa ciri yang harus dimiliki
sebuah berita mencakup:
1. Accuracy; akurat, cermat, dan teliti
2. Universality: berlaku umum
3. Fairness: jujur dan adil
4. Humanity: nilai kemanusian
5. Immediate: segera
Pemahaman secara umum yang penting diketahui dalam mengendus
berita adalah hal-hal yang disebutkan oleh Curtis D. MacDougall. Curtis D.
MacDougall dalam bukunya Interpretative Reporting menyebutkan lima
syarat berita. Kelima syarat itu di antaranya timeliness, proximity,
prominence, human interest, dan concequence, seperti dijelaskan berikut ini
Kebaruan (Timeliness)
Sebuah berita sangat terikat oleh waktu. Waktu sangat memengaruhi
aktualitas sebuah berita sebab berita haruslah menyangkut hal yang baru
terjadinya (timeliness) dan aktual (terkini). Untuk itu, diperlukan kecepatan.
Karena terikat waktu, pekerjaan membuat berita menjadi pekerjaan yang amat
tergesa-gesa, serba cepat dan segera (immediate). Agar tidak ketinggalan
tenggat waktu (deadline) yang telah ditetapkan oleh pemimpin redaksi,
wartawan harus bekerja seperti sastrawan yang cermat memilih kata,
ungkapan dan frasa, meski dalam suasana yang terhimpit waktu. Aktualisasi
sebagai taruhannya.
Akan tetapi, sesuatu yang sudah lama terjadi dapat juga menjadi baru
kembali (aktualisasi) jika seorang wartawan pandai menggali fakta -fakta baru
seputar kejadian tersebut, termasuk kejadian yang sudah hampir dilupakan
orang sebab pada dasarnya berita tentang suatu kejadian selalu berkembang.
22
Jarak (Proximity)
Faktor jauh dekatnya jarak antara tempat terjadinya peristiwa dengan
penikmat berita memengaruhi daya tarik atau nilai sebuah berita. Jarak juga
bukan hanya dalam arti fisik geografis, tetapi dapat pula dalam hal minat,
bakat, dan profesi. Peristiwa-peristiwa mengenai kejahatan dan peradilan
tentu lebih menarik hati orang-orang atau penegak hukum. Jadi, faktor jarak
juga ikut menjadi penentu nilai sebuah berita.
Cuatan (Prominence)
Terjemahan istilah yang lebih tepat, lugas, ringkas, mudah diingat, dan
cerdas untuk kata prominence dalam bahasa Indonesia sebenarnya adalah
"cuatan", bukan "ketermukaan". Nilai sebuah berita juga sangat ditentukan
oleh cuatan atau hal yang ulung pada diri seseorang, benda, tempat, serta
peristiwa. Dalam hal ini berlaku istilah "name makes news." Seperti dalam
penjelasan sebelumnya, suatu peristiwa yang menyangkut orang terkenal atau
sesuatu yang dikenal masyarakat merupakan berita penting untuk diketahui
oleh pembaca.
Daya Tarik Kemanusiaan (Human Interest)
Berita juga dapat menyangkut hal yang memiliki daya tarik
kemanusiaan atau sentuhan manusiawi. Semakin tinggi daya tarik
kemanusiaan sebuah berita, maka semakin tinggi pula nilai berita tersebut.
Sesuatu yang menyentuh dan sangat menggugah rasa kemanusiaan seseorang
menambah nilai sebuah berita. Nilai sebuah berita akan bertambah tinggi jika
unsur human interest ini dikelola dengan tepat. Terlalu banyak kejadian
sehari-hari di sekitar kita yang mempunyai daya tarik kemanusiaan sehingga
munculah istilah "berita human interest" (human interest news).
23
Akibat (Consequence)
Nilai berita juga banyak ditentukan oleh pengaruh, akibat, dan dampak
yang mungin dapat ditimbulkannya terhadap masyarakat luas. Dampaknya
bagi kehidupan politk, sosial, dan ekonomi merupakan hal yang patut
diperhitungkan oleh setiap wartawan dalam memperoleh sebuah berita.
Berita-berita mengenai penyalahgunaan jabatan atau korupsi, pemilihan ketua
sebuah organisasi besar, kenaikan harga beras, pencurian minyak di tengah
laut, berita-berita parlemen, atau kenaikan gaji PNS semuanya mempunyai
dampak langsung bagi kehidupan seluruh warga di suatu negara.
Teliti (Accuracy)
Syarat penentu nilai berita yang disebutkan oleh Curtis MacDougall di
atas, berikut ditambahkan juga uraian mengenai masalah ketelitian dan
kebenaran sebuah berita. Persoalan tersebut sering menjadi masalah pelik dan
menimbulkan kasus yang merepotkan, baik bagi perusahaan surat kabar
maupun pembaca. Ketelitian dan kebenaran ini berkaitan dengan tuntutan
akan kecermatan dalam menyusun berita agar memenuhi syarat aktualitas dan
tenggat waktu (deadline).29
Tidak semua fakta, peristiwa, kejadian, atau fenomena yang bisa
dijadikan berita. Meliput dan menulis berita harus memerhatikan beberapa
elemen nilai berita yang menjadikan sebuah peristiwa itu memiliki daya tarik.
Dalam praktik jurnalistik para pakar memberikan pedoman dalam
menulis berita dengan menggunakan formula (rumusan) 5W+ 1H. Pedoman
ini juga sering disebut sebagai syarat kelengkapan sebuah berita.
29
Sedia Willing Barus, Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta: Penerbit
Erlangga,2011) h.33-35.
24
Persyaratan atau kelengkapan ini pertama kali diperkenalkan oleh
Kantor Berita Associated Press (AP). Berikut ringkasan dari formula yang
dimaksud:30
1. Who: berita harus mengandung unsur “siapa”. Ini dapat ditarik
ekuivalensinya dengan unsur prominence, harus menyebutkan
sumber yang jelas. Dengan kata lain, berita harus mempunyai
sumber yang jelas, Jadi, di sini penekanannya adalah sumber berta
itu.”
2. What: setelah mengetahui sumber berita, selanjutnya penting
untuk mengetahul "apa" yang dikatakannya; who to say what.
Dengan kata lain. "Apa" adalah mencari tahu hal yang menjadi
topik berita tersebut. Jika menyangkut suatu peristiwa atau
kejadian, yang menjadi "apa" adalah kejadian atau peristiwa itu.
3. Where: berita juga harus menunjuk pada tempat kejadian "di
mana" terjadinya peristiwa atau fakta itu. Ini merupakan bagian
dari unsur "jarak" (proximity) jika kita merujuk pada MacDougall.
Jadi. "di mana" menyangkut tentang masalah jauh dekatnya jarak
peristiwa dalam arti geografis ataupun batin/emosional.
4. When: unsur penting berikutnya yang harus dikandung sebuah
berita adalah "kapan" terjadinya peristiwa tersebut. Unsur "kapan"
inilah yang juga dimaksudkan dengan unsur baru terjadinya
(timeliness) demi mengejar aktualitas seperti yang dipersyaratkan
oleh MacDougall.
5. Why: kelengkapan unsur sebuah berita harus dapat menjelaskan
"mengapa" peristiwa itu sampai terjadi. Hal ini berkaitan dengan
tujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu pembaca mengenai
penyebab terjadinya suatu peristiwa. Setiap peristiwa tidak pernah
30
Sedia Willing Barus, Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.36.
25
terjadi begitu saja dan selalu punya alasan mengapa bisa terjadi.
Alasan mengapa sampai terjadi juga perlu disampaikan atau
dijelaskan kepada pembaca demi memenuhi rasa ingin tahunya.
6. How: "bagaimana" terjadinya suatu peristiwa juga sangat
dinantikan oleh pembaca. Masyarakat yang sudah mengetahui
mengapa suatu peristiwa terjadi tentu akan menuntut lebih jauh
tentang "bagaimana" persisnya peristiwa itu terjadi. Keingintahuan
mengenai "bagaimana terjadinya" ini bisa mencakup gabungan
unsur-unsur berita lainnya seperti daya tariknya, cuatannya, akibat
yang ditimbulkannya, kedekatan emosi, dan bahkan
kehangatannya dengan pengalaman pribadi atau kelompok yang
mengetahui berita dimaksud.
3. Berita Kriminal
Sama halnya dengan kasus peradilan, kriminalitas juga dianggap sebagai
peristiwa yang menarik karena pada dasarnya manusia ingin hidup dalam
suasana tenteram. Oleh sebab itu, peristiwa kriminal sendiri (event of crime)
mengundang daya tarik karena mengandung ancaman. Peristiwa perampokan,
pemerkosaan, pembunuhan, pembajakan, terorisme, atau narkoba selalu
menarik perhatian pembaca. Semua orang ingin terhindar dari sasaran
kejahatan, termasuk para penjahatnya sendiri. Bahkan penjahat yang paling
keji sekalipun tidak mau menjadi sasaran kejahatan sesama bandit. Oleh
karena itu, berita-berita kriminal yang menimpa orang lain akan menimbulkan
rasa empati.
Kekejaman adalah teror yang menimbulkan rasa takut dan orang
senantiasa menyimak berita kriminal karena didorong oleh rasa ingin tahu dan
bersiasat untuk menghindarinya. Meski dibenci, peristiwa kriminal ternyata
selalu menarik perhatian dan minat pembaca. Selain tentunya juga dorongan
26
semangat solidaritas sosial untuk ikut membangun daya tarik kemanusiaan
berita kriminal.
Di Indonesia berita-berita seks dan kriminal dibuat tidak terlalu
sensasional karena dinilai dapat meracuni pembaca dan merusak masyarakat.
Pramudya Ananta Toer dalam satu pidato ilmiahnya di Univeritas Indonesia
pernah mengingatkan pers untuk tidak memuat berita-berita kriminal.
Alasannya adalah berita kekerasan dan kriminal dapat meracuni masyarakat.
Di negara maju seperti Amerika Seerikat, berita kriminal atau sadisme
dimuat sedemikian rupa untuk mengingatkan pembaca supaya berhati-hati dan
bersiaga setiap saat terhadap bahaya kriminal. Sementara itu, untuk aparat
keamanan atau kepolisian berita kriminial dapat menjadi peringatan agar
mewaspadai ketertiban dan keamanan masyarakat sekaligus himbauan untuk
bersikap tegas dalam menegakkan hukum. Kedua hal tersebut diharapkan
mampu memberi efek jera bagi para pelaku kejahatan.
Dengan demikian, tidak mengherankan jika muncul beberapa surat
kabar dan majalah yang menekankan pemberitaannya pada kriminalitas
seperti Sinar Pagi, Detektif Romantika, Gledek, Pos Kota, Metro Pos, Lampu
Merah, Berita Kota, dan sebagainya. Bahkan saat ini hampir semua stasiun
TV di Indonesia menayangkan rubrik khusus berita-berita kriminal atau
program siaran tentang kejahatan dan kekerasan seperti Buser (SCTV),
Sergap (RCTI), Cerita Pagi (Trans TV). Patroli (Indosiar), Sidik (TPI), dan
Lacak (Trans 7).
27
Berita kriminal adalah berita mengenai segala peristiwa kejadian dan
perbuatan yang melanggar hukum seperti pembunuhan, perampokan,
pencurian, penodongan, pemerkosaan, penipuan, korupsi, penyelewengan, dan
segala sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma kesusilaan yang ada
dalam masyarakat.31
Kriminologi merupakan cabang ilmu pengetahuan pada abad ke-19
yang pada intinya merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab
musabab dari kejahatan. Kriminologi baru berkembang tahun 1850 bersama-
sama sosiologi, antropologi dan psikologi, cabang-cabang ilmu yang
mempelajari gejala/tingkah laku manusia dalam masyarakat.
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P.Topinard (1830-1911)
seorang ahli antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata "crimen"
yang berarti kejahatan atau penjahat dan "logos" yang berarti ilmu
pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau
penjahat.32 Obyek studi kriminologi melingkupi:
a. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan
b. Pelaku kejahatan
c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun
terhadap pelakunya.
Ketiganya ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Suatu perbuatan baru dapat
dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi dari masyarakat.33
31
Sedia Willing Barus,Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.44. 32
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa,Kriminologi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2001), h.9. 33
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, h.12.
28
Teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologis
mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam
lingkungan sosial. Teori-teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori
umum, yaitu: strain, cultural deviance (penyimpangan budaya), dan social
control (kontrol sosial). Perspektif strain dan penyimpangan budaya terbentuk
antara 1925 dan 1940 dan masih populer hingga hari ini, memberi landasan
bagi teori-teori sub-cultural. Teori-teori strain dan penyimpangan budaya
memusatkan perhatian pada kekuatan-kekuatan sosial (social forces) yang
menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal. Sebaliknya teori-teori
kontrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga-
lembaga sosial membuat aturan-aturannya efektif.
Baik strain maupun cultural deviance theories menempatkan penyebab
kejahatan pada ketidakberuntungan posisi orang-orang di strata bawah dalam
satu masyarakat yang berbasiskan kelas.
Tiga teori utama dari cultural deviance theories adalah
1. social disorganization
2. differential association
3. culture conflict
Social disorganization theory memfokuskan diri pada perkembangan
area-area yang angka kejahatannya tinggi yang berkaitan dengan disintegrasi
nila-nilai konvensional yang disebabkan oleh industrialisasi yang cepat,
peningkatan imigrasi, dan urbanisasi.34
Differential association theory memegang pendapat bahwa orang
belajar melakukan kejahatan sebagai akibat hubungan (contact) dengan nlai-
nilai dan sikap-sikap antisocial, serta pola-pola tingkah laku kriminal.
34
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, h.67.
29
Sementara culture conflict theory menegaskan bahwa kelompok-
kelompok yang berlainan belajar conduct norms (aturan yang mengatur
tingkah laku) yang berbeda, dan bahwa conduct norms dari suatu kelompok
mungkin berbenturan dengan aturan-aturan konvensional kelas menengah.
Ketiga teori di atas sepakat bahwa penjahat dan delinquent pada
kenyataannya menyesuaikan diri bukan pada nilai konvensional melainkan
pada norma-norma yang menyimpang dari nilai-nilai kelompok dominan yaitu
kelas menengah. Para Sosiolog mendefinisikan deviants (menyimpang)
sebagai: "any behavior that members of a social group define as violating
their nornns." Dengan demikian konsep deviance dapat diterapkan baik pada
perbuatan non-kriminal yang dipandang oleh kelompok itu sebagai aneh atau
tidak biasa maupun pada perbuatan criminal. Jadi menyimpang itu tidak selalu
berarti jahat atau buruk, hanya berbeda.
Teori-teori cultural deviance berargumen bahwa masyarakat kita iri
atas kelompok dan sub-kelompok yang berbeda, masing-masing dengan
standar atau ukuran benar dan salahnya sendiri. Tingkah laku yang dianggap
normal di satu masyarakat mungkin dianggap menyimpang oleh kelompok
lain. Akibatnya, orang-orang yang nyesuaikan diri dengan standar budaya
yang dipandang penyimpang sebenarnya telah berlaku sesuai dengan norma
mereka sendiri, tetapi dengan melakukan hal tersebut murngkin ia telah
melakukan kejahatan (yaitu norma-norma dari kelompok dominan).35
35
Topo Santoso,S.H,MH. Dan Eva Achjani Zulfa,S.H, Kriminologi, (Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada,2001), h.68.
30
4. Berita Kriminal dalam Tinjauan Syari'ah
Dalam Islam menyikapi berita kejahatan yang sekiranya dapat
menimbulkan keresahan dan kekacauan di tengah masyarat, didapati nash dan
pendapat para ulama. Pada intinya, dalam menyikapi berita seperti ini terdapat
klasifikasi dua kondisi: Pertama, larangan penyiaran berita kriminal sebelum
kondemnasi peradilan. Kedua, sikap yuridis syari'ah setelah keluarnya putusan
mahkamah/peradilan.36
Al-Qur'an memberi peringatan kepada orang yang bisa membuat resah
masyarakat, menyebarluaskan berita perbuatan keji (liisyaa-u al fahisyah) di
tengah masyarakat muslim, menjadikan prilaku kejahatan seakan sudah
menjadi hal biasa, hingga bisa dengan mudah diterima masyarakat, menjadi
dasar dan jalur pikirannya, lalu secara nyata ditiru dan dipraktikkan. Al-Qur'an
mengancam orang yang berbuat hal itu dengan adzab yang pedih di dunia dan
akhirat:
ن يا والخرة بون أن تشيع الفاحشةح ف الذين آمنحوا لحم عذاب أليم ف الد إن الذين يح
ون واللح ي علمح وأن تحم ل ت علمح
"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat
keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang
pedih di dunia dan diakhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak
mengetahui.” (QS. An-Nur: 19) 37
36
Faris Khoirul Anam, Fikih Jurnalistik: Etika & Kebebasan Pers Menurut Islam, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2009), h. 121.
37 Faris Khoirul Anam, Fikih Jurnalistik: Etika & Kebebasan Pers Menurut Islam, h. 123.
31
Hal ini merupakan ajaran psikologis agama Islam dalam menganalisis
aktivitas dan kecenderungan jiwa manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengakhiri firman-Nya dalam ayat tadi dengan sebuah informasi, "Allah
Subhanahu wa Ta'ala Mengetahui dan kalian tidak mengetahuinya."
Kesimpulannya, syariat Islam melarang pemberitaan kriminalitas sebelum
terbukti demi menjaga keutuhan dan kesucian masyarakat dan jika telah yakin
terbukti lewat peradilan, sanksi harus diberlakukan dan diperlihatkan untuk
diketahui khalayak. Namun bukan berarti bahwa setelah terbukti di peradilan,
atau setelah eksekusi hukuman, boleh menyiarkan berita secara bebas tanpa
batas. Yang boleh disiarkan adalah seputar eksekusi hukuman, bukan kejadian
runtut kajahatan tersebut dari awal hingga akhir, secara terperinci, terutama
jika berita dilakukan dengan cara yang berlebih-lebihan, bombastis, vulgar,
dan hanya mengedepankan sensasi.
Adapun pemberitaan menyangkut kejahatan demi membuktikan bahwa
kejahatan tersebut memang terjadi, dengan dikeluarkannya sanksi hukum dari
pihak peradilan, maka hukumnya boleh, bahkan dianjurkan syariat. Tidak
mengapa juga, apabila materi berita juga menjelaskan tentang kejamnya
kejahatan dan membuat orang lebih waspada, serta menjelaskan sanksi
hukuman yang diterima pelaku kejahatan tersebut. Namun pemberitaan yang
berlebihan tidak diperbolehkan, sekira bisa memberikan contoh kepada orang
lain untuk melakukan kejahatan yang sama, atau bisa mendorong anak
dibawah umur untuk meniru. Inilah hikmah di balik larangan menyebarkan
berita kejahatan tersebut.38
38 Faris Khoirul Anam, Fikih Jurnalistik: Etika & Kebebasan Pers Menurut Islam, h. 124.
32
B. Kajian Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis melakukan tinjauan
pustaka di Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah. Selain itu, penulis juga menemukan rujukan dalam
meneliti dari Repository berbagai kampus melalui internet.
1. “Framing Pemberitaan Dugaan Penistaan Agama Oleh
Sukmawati Soekarnoputri (Analisis Komparasi Pada Media
Online Republika.co.id dan Kompas.com)” karya Hazhiyah Rif’at
Fathaniyah Mahasiswi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Persamaan skripsi ini adalah menggunakan perangkat analisis
framing model Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki.
Perbedaannya terletak pada media yang diteliti serta objek
pembahasan berita yang membahas mengenai puisi karya
Sukmawati Soekarnoputri lantaran puisi yang disampaikan dinilai
mengandung unsur penistaan agama.
2. “Konstruksi Aksi Damai 4 November 2016 (Framing Aksi Damai
4 November 2016 pada Kompas, Media Indonesia, Tempo,
Republika, dan Sindo)” karya Martini Mahasiswi Konsentrasi
Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Persamaan skripsi ini adalah menggunakan perangkat analisis
framing model Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki serta media
yang diteliti yaitu Harian Republika dan Harian Tempo.
Perbedaannya terletak pada objek pembahasan berita mengenai
dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh mantan
gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
33
3. “Analisis Wacana Pada Pemberitaan Kasus Novel Baswedan di
Antarabengkulu.com Edisi Januari 2016–Maret 2016” karya Dwi
Haryanto Mahasiswa Universitas Bengkulu.
Skripsi tersebut membahas tentang bagaimana melihat sisi
kritis dari suatu wacana melalui berita tersebut dengan analisis
wacana yang dikemukakan Van Dijk, melihat struktur wacana
makro, superstruktur, dan mikro. Namun dalam penelitian ini,
hanya sebatas unsur mikro pada elemen semantik, sintaksis,
stilistik dan retoris. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode kualitatif. Hasil penelitian Antarabengkulu menunjukkan
sikap objektifitas atau keberimbangan dalam pemberitaannya
dengan mengedepankan kode etik jurnalistik dan menggunakan
kaidah Cover Both Side.
Dalam tinjauan yang dilakukan, penulis mempunyai
persamaan dengan penelitian diatas yaitu membahas mengenai
kasus kriminalisasi yang terjadi pada Novel Baswedan. Penelitian
ini juga mempunyai perbedaan yang terletak pada media penelitian
serta teknik yang digunakan yaitu analisis wacana Teun A.Van
Dijk.
34
C. Kerangka Berpikir
Bagan diatas menggambarkan bahwa penelitian ini menggunakan
analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki dengan objek
penelitian yaitu berita mengenai teror terhadap Novel Baswedan pada Harian
Tempo dan Harian Republika edisi 12 April 2017. Dari pembingkaian berita
tersebut maka akan ditemukan frame yang dibangun dalam pemberitaan teror
terhadap Novel Baswedan.
Berita mengenai teror terhadap Novel Baswedan pada Harian Tempo dan
Harian Republika edisi 12 April 2017
Analisis framing model Zhongdang Pan
dan Gerald M.Kosicki
Mendeskripsikan bagaimana Harian Tempo dan Harian Republika
membingkai pemberitaan kasus teror terhadap Novel Baswedan
menggunakan struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris.
Hasil Analisis:
Pembingkaian berita kasus teror terhadap Novel Baswedan yang
dikonstruksi oleh Harian Tempo dan Harian Republika
35
BAB III
GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
A. Gambaran Umum Harian Tempo
a. Sejarah Singkat Berdirinya Harian Tempo
Cikal bakal Tempo dimulai dari sekumpulan anak muda yang ingin
membuat sebuah majalah berita mingguan dan berhasil menerbitkan majalah
yang bernama Ekspres pada tahun 1969. Diantara para pendiri pengelola
antara lain adalah Goenawan Muhammad, Fikri Jufri, Christianto Wibisono
dan Usamah. Namun demikian, kondisi yang saat itu tidak stabil membuat
Goenawan cs keluar dari Ekspres pada tahun 1970.
Ketika itu, Harjoko Trisnadi yang mengelola Majalah Djaja sejak
1962 mulai merasa tidak bebas bergerak karena dimiliki pemerintah. Maka
dari itu para karyawan berinisiatif untuk meminta Gubernur DKI Jakarta Ali
Sadikin agar majalah ini dikelola oleh Yayasan Jaya Raya. Hasil rembuk dari
tiga pihak itu melahirkan Tempo yang diterbitkan dibawah Yayasan Jaya Raya
yang dipimpin oleh Ir.Ciputra dan orang-orang bekas majalah Ekspres serta
melibatkan mantan karyawan majalah Djaja.
Menurut Goenawan (Pemred saat itu), alasan memilih nama Tempo
karena mudah diucapkan terutama oleh pengercer. Cocok dengan sifat media
yang berkala, juga karena dekat dengan nama majalah berita terbitan Amerika
Serikat yaitu TIME. Edisi pertama majalah Tempo terbit pada 6 Maret 1971.
Tempo mengedepankan peliputan berita yang jujur dan berimbang, serta
tulisan yang disajikan dalam prosa yang menarik dan jenaka.
Pada tahun 1982 untuk kali pertama Tempo dibredel. Tempo dianggap
terlalu tajam mengkritik rezim orde baru. Namun demikian, melalui beberapa
proses akhirnya Tempo bisa terbit kembali setelah mengantongi “janji” diatas
kertas segel dengan Ali Moestopo (Menteri Penerangan).
36
Tidak berhenti disitu, Tempo lagi-lagi dibredel pada 21 Juni 1994. Kali
kedua ini Tempo dibredel oleh Menteri Penerangan Harmoko. Tempo dibredel
lantaran mengkritik Soeharto dan Habibie ihwal pembelian kapal bekas dari
Jerman Timur saat itu.
Pasca 1998 setelah beberapa tahun tercerai-berai (para pendiri Tempo),
mereka berembuk ulang untuk membuat kembali Tempo. Maka dari itu
lahirlah kembali sejak 6 Oktober 1998 majalah Tempo kembali terbit di
Indonesia di bawah naungan PT.Asra Raya Perdana. Untuk meningkatkan ke
bisnis dunia media, pada 2001 PT.Asra Raya Perdana go public dan
mengubah nama menjadi PT. Tempo Inti Media Tbk sebagai penerbit majalah
Tempo yang baru. Dana dari hasil go public dipakai untuk menerbitkan Koran
Tempo yang berkompetisi di media harian.
Saat ini, produk-produk Tempo terus muncul dan memperkaya industri
informasi korporat dari berbagai bidang, yaitu penerbitan (Majalah Tempo,
Koran Tempo, Koran Tempo Makassar, Tempo English, Travelounge,
Komunika, dan Bintang Indonesia), Digital (Tempo.co), Data dan Riset (Pusat
Data dan Analisa Tempo), Percetakan (Temprint), Penyiaran (Tempo TV dan
Tempo Channel), Industri Kreatif (Matair Rumah Kreatif), Event Organizer
(Impressario dan Tempo Komunitas), Perdagangan (Temprint Inti Niaga), dan
Building Management (Temprint Graha Delapan). 39
39
https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah, diakses pada 19/09/2018, pukul 14.41 WIB.
37
b. Visi dan Misi
VISI40
Menjadi acuan dalam usaha meningkatkan kebebasan publik untuk berpikir
dan berpendapat serta membangun peradaban yang menghargai kecerdasan
dan perbedaan. Budaya perusahaan adalah kebiasaan, prinsip, atau nilai yang
diyakini sebagai pegangan dalam menjalankan kegiatan dalam organisasi.
MISI
1. Menghasilkan produk multimedia yang independen dan bebas dari
segala tekanan dengan menampung dan menyalurkan suara yang
berbeda-beda secara adil.
2. Menghasilkan produk multimedia bermutu tinggi dan berpegang pada
kode etik.
3. Menjadi tempat kerja yang sehat dan menyejahterakan serta
mencerminkan keragaman Indonesia.
4. Memiliki proses kerja yang menghargai dan memberi nilai tambah
kepada semua pemangku kepentingan.
5. Menjadi lahan kegiatan yang memperkaya khazanah artistik,
intelektual, dan dunia bisnis melalui pengingkatan ide-ide baru,
bahasa, dan tampilan visual yang baik.
6. Menjadi pemimpin pasar dalam bisnis multemedia dan pendukungnya.
40 https://korporat.tempo.co/tentang/visi diakses pada 19/09/2018, pukul 14.37 WIB.
38
B. Gambaran Umum Harian Republika
a. Sejarah dan Profil Harian Republika41
Harian Umum Republika diterbitkan berdasarkan tujuan, cita-cta dan
program Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang dibentuk
pada 5 Desember 1990. Sebagai bentuk untuk mewujudkan media massa yang
mampu mendorong bangsa menjadi kritis dan berkualitas yaitu bangsa yang
mampu sederajat dengan bangsa maju lain di dunia, memegang nilai-nilai
spiritualitas sebagai perwujudan Pancasila sebagai filsafat bangsa, serta
memiliki arah gerak seperti digariskan UUD 1945.
Salah satu dari program ICMI yang disebarkan ke seluruh Indonesia
antara lain, mencerdaskan kehidupan bangsa melalui program peningkatan 5k,
yaitu: kualitas iman, kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas karya, dan kualitas
pikir. Untuk mewujudkan tujuan, cita cita, dan program ICMI, beberapa
tokoh, pemerintahan dan masyarakat yang berdedikasi dan komitmen pada
pembangunan bangsa dan masyarakat indoensia, yang beragama Islam,
membentuk Yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992. Yayasan ini
kemudian menyusun tiga program utamanya, yaitu pengembangan Islamic
Center, pengembangan Center for information and Development studies
(CIDES) dan penerbitan Harian Republika.
Nama Republika sendiri berasal dari ide Presiden Soeharto yang
disampaikannya saat beberapa pengurus ICMI Pusat menghadap padanya
untuk menyampaikan rencana peluncuran harian umum tersebut. Sebelumnya,
koran ini akan diberi nama, antara lain "Republik."
Untuk mewujudkan programnya menerbitkan sebuah koran harian,
pada 28 November 1992 Yayasan Abdi Bangsa mendirikan PT Abdi Bangsa.
Melalui proses yayasan kemudian memperoleh Surat Izin Usaha Penerbitan
41
Company Profile Harian Umum Republika
39
Pers (SIUPP) dari Departemen Penerangan Republik Indonesia, sebagai
modal awal penerbitan Harian Umum Republika. SIUPP itu bernomor
283/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1992 tertanggal 19 Desember 1992.
Pendiri Yayasan Abdi Bangsa 48 orang, terdiri dari beberapa menteri,
pejabat tinggi negara, cendekiawan, tokoh masyarakat, serta pengusaha
mereka, antara lain: Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, Haji Harmoko, Ibnu
Sutowo, Muhammad Hasan, ibu Tien Soeharto, Probosutedjo, Ir. Aburizal
Bakrie, dun lain-lainnya. Sedangkan Haji Muhammad Soeharto, Presiden RI,
berperan sebagai pelindung yayasan. Sementara Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie,
yang juga menjabat ketua Umum ICMI, dipercaya sebagai Ketua Badan
Pembina Yayasan Abdi Bangsa.
PT Abdi Bangsa, penerbit Harian Umum Republika, didirikan pada 28
November 1992 di Jakarta. Perusahaan yang berada di bawah Yayasan Abdi
Bangsa ini bergerak dalam bidang usaha penerbitan dan percetakan pers.
pengelolaan perseroan dilakukan oleh Direksi dibawah Dewan Komisaris
yang anggotanya diplih oleh Rapat Umum Pemegang saham. Direksi, dalam
mengelola Perseroan dibantu oleh Pembina Manajemen. PT. Abdi Bangsa,
dalam upaya penggalian dana untuk pengembangan usahanya, melakukan
penjualan saham kepada masyarakat.
Penjualan saham PT Abdi Bangsa memang unik: satu lembar saham
hanya boleh dimiliki oleh satu keluarga. Maka dengan menawarkan 2.9 Juta
lembar saham kepada masyarakat, berarti PT. Abdi Bangsa akan dimililki
oleh 2.9 juta kepada keluarga/pemegang saham.
40
b. Visi dan Misi Harian Republika
Berikut merupakan visi dan misi Harian Umum Republika:42
1. Visi
Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar
Membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat
Mengkritisi tanpa menyakiti
Mencerdaskan, mendidik, dan mencerahkan
Berwawasan kebangsaan
2. Misi
Politik :
Mengembangkan demokrasi
Optimalisasi peran lembaga-lembaga negara
Mendorong partisipasi politik semua lapisan masyarakat
Mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik
Penghargaan terhadap hak-hak sipil
Mendorong terbentuknya pemerintahan yang bersih
Ekonomi :
Mendukung keterbukaan dan demokrasi ekonomi
Mempromosikan profesionalisme
Berpihak pada kepentingan ekonomi domestik dari pengaruh globalisasi
Pemerataan sumber-sumber daya ekonomi
Mempromosikan etika dan moral dalam berbisnis
Mengembangkan ekonomi syariah
Berihak pada usaha menengah, kecil, mikro, dan kopersi (UMKMK)
42
Company Profile Harian Umum Republika
41
Budaya :
Kritis-apresiatif terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang
berkembang di masyarakat.
Mengembangkan bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang sehat,
mencerdaskan, menghaluskan perasaan, dan mempertajam kepekaan nurani.
Menolak bentuk-bentuk kebudayaan/kesenian yang merusak moral, akidah,
dan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan.
Menolak pornografi dan pornoaksi
Agama :
Mensyiarkan Islam
Mempromosikan semangat toleransi
Mewujudkan “Islam rahmatan lil alamin” dalam segala bidang kehidupan
Membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat
Hukum :
Mendorong terwujudnya masyarakat sadar hukum
Menjunjung tinggi supremasi hukum
Mengembangkan mekanisme checks and balances pemerintah-masyarakat
Menjunjung tinggi HAM
Mendorong pemberantasan KKN secara tuntas
42
c. Konsep Harian Republika
Corak Jurnalisme Republika dilandasi keinginan untuk menyajikan
informasi yang selengkapnya bagi para pembacanya. Republika berupaya
mengembangkan corak Jurnalisme yang "enak dibaca" (readable). Bahasa dan
gaya penuturannya diupayakan populer, renyah dan tidak kaku tanpa
mengabaikan kaidah bahasa.
Pilihan topik Republika tidak mengandung pretensi untuk menjadi
terlalu filosofis. Yang lebih memperoleh perhatian adalah topik-topik yang
dekat dengan dan berdampak langsung terhadap masyarakat pembaca.
Keberpihakan Republika terarah kepada sebesar-besar penduduk negeri ini,
yang mempersiapkan diri bagi sebuah dunia yang lebih baik dan adil. Media
Massa dengan Republika sebagai salah satu darinya, hanya jadi penopang agar
langkah itu bermanfaat bagi kesejahteraan bersama.
Begitu Harian Umum Republika terbit pada 4 Januari 1993, penjualan
oplahnya terus meningkat. Hanya dalam sepuluh hari sejak terbit, oplah harian
ini sudah mencapai 100.000 eksemplar. Ini berarti peningkatan 2,5 kali lipat
dari rencana awal terblit dengan oplah rata-rata 40.000 eksemplar per hari
pada semester pertama tahun 1993. Hingga akhir semester kedua, pada
Desember 1993, oplah Republika sudah mencapai 130.000 eksemplar per hari.
Harian Umum Republika tersebar di seluruh Indonesia. Namun,
sebagian besar oplahnya beredar di Jakarta dan Jawa Barat . Di Jakarta
50.31%, Jawa Barat 17.30 %, Jawa Tengah 6.90%, Jawa Timur 4,36 %.
Sisanya tersebar di daerah-daerah lain.43
43
Company Profile Harian Umum Republika
43
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Data Pemberitaan Teror terhadap Novel Baswedan di Harian Tempo dan
Harian Republika
Tabel 4.1
Berita Tanggal Berita Judul Berita Media
Berita 1 Rabu, 12 April 2017 Teror Novel Berkaitan
dengan Kasus Korupsi
Harian Tempo
Berita 2 Rabu, 12 April 2017 Jangan Gentar Harian
Republika
Berdasarkan data diatas terdapat dua berita terkait pemberitaan teror yang
dialami Novel Baswedan. Kedua berita tersebut terletak pada headline di Harian
Tempo dan Harian Republika. Penempatan di headline menunjukkan bahwa kejadian
tersebut menjadi perhatian media. Berita ini sedang hangat diperbincangkan oleh
masyarakat sejak terjadinya tanggal 11 April 2017. Tidak hanya itu, bahkan setelah
setahun kejadian, pelaku yang menyiramkan air keras tersebut belum terungkap.
Novel Baswedan merupakan penyidik KPK yang diteror oleh dua orang yang tidak
dikenalnya menggunakan air keras. Kasus teror terhadap Novel Baswedan tidak
hanya sekali ini dia alami, tetapi ia sudah pernah mengalami beberapa tindak
kriminal.
44
Tabel 4.2
Struktur Teks Berita Teror Terhadap Novel Baswedan
di Harian Tempo dan Harian Republika
Struktur Unit Harian Tempo Harian Republika
Sintaksis
Headline Teror Novel Berkaitan
dengan Kasus Korupsi
Jangan Gentar
Lead Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi
Agus Rahardjo menduga
teror kepada Novel
Baswedan dilatarbelakangi
kasus yang sedang disidik
lembaganya. Salah satu
yang paling disorot adalah
dugaan korupsi e-KTP
“Kami melihat kejadian
teror sebelumnya terhadap
Novel selalu berkaitan
dengan kasus. Dan saat ini
dia fokusnya perkara
tersebut (e-KTP), ”kata
Agus kemarin.
Penyidik Senior Komisi
Pemberantasan Korupsi
(KPK) Novel
Baswedan diserang
menggunakan air keras
selepas melaksanakan
shalat Subuh, Selasa
(11/4). Berbagai pihak
melayangkan dukungan
terhadap Novel dan
para penyidik lembaga
antikorupsi tersebut
agar tidak kendor
menindak kasus-kasus
korupsi.
45
Latar
informasi
“Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi
Agus Rahardjo menduga
teror kepada Novel
Baswedan dilatarbelakangi
kasus yang sedang disidik
lembaganya. Salah satu
yang paling disorot adalah
dugaan korupsi e-KTP.
Teror terhadap Novel
memang bukan pertama
kali terjadi. Sejak direkrut
menjadi penyidik internal
KPK pada 2012.”
“Novel Baswedan
diserang menggunakan
air keras selepas
melaksanakan shalat
Subuh, Selasa (11/4).
Berbagai pihak
melayangkan dukungan
terhadap Novel dan
para penyidik lembaga
antikorupsi tersebut
agar tidak kendor
menindak kasus-kasus
korupsi.”
Kutipan
sumber
“Kami melihat kejadian
teror sebelumnya terhadap
Novel selalu berkaitan
dengan kasus. Dan saat ini
dia fokusnya perkara
tersebut (e-KTP),” kata
Agus kemarin.
“Apa pun yang terjadi
kita tidak boleh takut
dengan adanya kejadian
ini. Kita tidak boleh
gentar,” ujar mantan
Ketua KPK Abraham
Samad
”Kami tidak perlu datang
ke rapat itu,” kata Wakil
Ketua KPK Laode
Muhammad Syarif di
tempat Novel dirawat.
. “Kejadian berawal
pada saat Novel
melakukan shalat
shubuh berjamaah di
Masjid Al-Ikhsan. Ia
tiba-tiba dihampiri dua
laki-laki tidak dikenal,”
46
ujar Kapolsek Kelapa
Gading, Kompol Argo
Wiyono.
“Kami juga mengambil
sampel cairan di tiga titik
sekitar lokasi kejadian.
Hasil sementara, cairan
tersebut berupa zat asam.”
kata Kepala Satuan
Reserse Kriminal Polres
Jakarta Utara Ajun
Komisaris Besar Nasriadi.
“Ini dua orang siapa,
jarang gue lihat,” kata
pria yang bekerja di
salah satu bank swasta
di Jakarta. “Pakai jaket
jeans yang udah belel
sama pake buff
(penutup kepala) motif
(bendera Amerika).
Mukanya sih kayak
orang seberang.” ujar
Eko menggambarkan
orang yang dibonceng.
“Saya denger tolong
tolong, terus saya
tengok dari lantai atas,”
kata penjaga Masjid Al-
Ikhsan, Kamsuri
“Kalau Novel shalat,
orang itu ikut shalat.
Jadi, bukan sekadar
tahu, bahkan
mendekati. Novel
semula mengira ada
tetangga yang ingin
47
menyapa” kata
Koordinator Kontras
Haris Azhar.
“Ini tindakan brutal.
Saya mengutuk keras,”
kata Jokowi
“Tidak akan
mengendurkan
(memberantas korupsi).
Kita meneruskan tradisi
perjuangan orang tua
kita. Orang tua kita
dulu bertarung untuk
republik ini, sekarang
kita bertarung untuk
mempertahankan
republik ini biar tetap
bersih,” ujar Anies.
Penutup Kepolisian Resor Jakarta
Utara telah meminta
keterangan 14 saksi dan
mengumpulkan barang
bukti, di antaranya pakaian
Novel dan sebuah cangkir
kaleng blirik hijau yang
diduga digunakan pelaku
untuk menyiram air keras.
“Kami juga mengambil
Ia menyatakan telah
mengintruksikan
Kapolri Jenderal Tito
Karnavian untuk segera
mencari tahu pelaku
penyiraman air keras
tersebut. Jokowi
menjelaskan, atas
kejadian ini semua
penyidik di seluruh
48
sampel cairan di tiga titik
sekitar lokasi kejadian.
Hasil sementara, cairan
tersebut berupa zat asam.”
kata Kepala Satuan
Reserse Kriminal Polres
Jakarta Utara Ajun
Komisaris Besar Nasriadi.
lembaga penegak
hukum harus lebih
waspada. Khusus untuk
KPK, Jokowi berharap
para penyidik lembaga
itu tetap semangat.
Sementara itu, sepupu
Novel, Anies
Baswedan,
mengatakan, keluarga
besar sama sekali tidak
kaget atas peristiwa ini.
Terlebih, menurut calon
gubernur DKI Jakarta
itu, Novel sejah ini
terhitung telah
beberapa kali menerima
teror “Tidak akan
mengendurkan
(memberantas korupsi).
Kita meneruskan tradisi
perjuangan orang tua
kita. Orang tua kita
dulu bertarung untuk
republik ini, sekarang
kita bertarung untuk
49
mempertahankan
republik ini biar tetap
bersih,” ujar Anies
Skrip 5W+1H What (apa yang terjadi):
Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi
Agus Rahardjo menduga
teror kepada Novel
Baswedan dilatarbelakangi
kasus yang sedang disidik
lembaganya. Salah satu
yang paling disorot adalah
dugaan korupsi e-KTP.
What (apa yang terjadi)
Novel Baswedan
diserang menggunakan
air keras selepas
melaksanakan shalat
Subuh.
Who (Siapa yang menjadi
korban) Novel Baswedan
Who (Siapa yang
menjadi korban)
Penyidik Senior Komisi
Pemberantasan
Korupsi, Novel
Baswedan
When (Kapan) : - When (Kapan teror
tersebut terjadi) selepas
melaksanakan shalat
Subuh, Selasa (11/4)
sekitar pukul 05.00
WIB
Where (dimana kejadian
tersebut terjadi): -
Where (dimana
kejadian tersebut
terjadi) di depan Masjid
50
Al-Ikhsan. Jalan
Deposito. Kelapa
Gading.
Why (mengapa kejadian ini
terjadi) Teror terhadap
Novel memang bukan
pertama kali terjadi. Sejak
direkrut menjadi penyidik
internal KPK pada 2012.
Pertengahan tahun lalu,
sebuah mobil Avanza
menyeruduk sepeda motor
yang dikendarai Novel saat
berangkat menuju kantor
KPK dan rumahnya. Saat
itu, selain menyidik
korupsi e-KTP, Novel dan
timnya sedang mengusut
suap rancangan peraturan
daerah tentang reklamasi
Jakarta dan pengaturan
perkara di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Novel juga
dua kali dikriminalisasi.
Lima tahun lalu, ketika
menyidik korupsi proyek
simulator ujian surat izin
Why (mengapa kejadian
ini terjadi) penelusuran
Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban
Kekerasan (Kontras)
mengindikasikan,
penyerangan sudah
direncanakan beberapa
hari sebelumnya.
Koordinator Kontras
Haris Azhar
menuturkan, tetangga
di sekitar rumah Novel
menceritakan
keberadaan orang-
orang tidak dikenal,
yang berseliweran di
kawasan kompleks
perumahan, beberapa
hari belakangan.
51
mengemudi di Korps Lalu
Lintas Polri, Novel
ditetapkan menjadi
tersangka penganiayaan
berujung kematian pencuri
sarang burung walet.
How: - How (Bagaimana
kronologi kejadian)
Novel melakukan
shalat Shubuh
berjamaah di Masjid
Al-Ikhsan. Ia tiba-tiba
dihampiri dua laki-laki
tidak dikenal, Para
penyerang tersebut
menyiramkan air keras
yang ditaruh dalam
wadah sejenis cangkir
ke wajah Novel, saat
yang bersangkutan
hendak pulang ke
rumah. Setelah
melancarkan aksinya,
para pelaku kemudian
melarikan diri.
Sedangkan, Novel
langsung dibawa untuk
menajalani perawatan
52
di RS Mitra Keluarga.
Akibat kejadian itu,
bagian kelopak mata
Novel mengalami
pembengkakan. Selain
itu, bagian dahi korban
juga bengkak karena
terbentur pohon.
Tematik Detail “Pertengahan tahun lalu,
sebuah mobil Avanza
menyeruduk sepeda motor
yang dikendarai Novel saat
berangkat menuju kantor
KPK dan rumahnya. Saat
itu, selain menyidik
korupsi e-KTP, Novel dan
timnya sedang mengusut
suap rancangan peraturan
daerah tentang reklamasi
Jakarta dan pengaturan
perkara di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.”
“Kepolisian Resor Jakarta
Utara telah meminta
keterangan 14 saksi dan
mengumpulkan barang
bukti, di antaranya pakaian
Novel dan sebuah cangkir
“Para penyerang
tersebut menyiramkan
air keras yang ditaruh
dalam wadah sejenis
cangkir ke wajah
Novel, saat yang
bersangkutan hendak
pulang ke rumah.
Kepolisian sejauh ini
masih menelusuri jenis
air keras tersebut.”
“Setelah melancarkan
aksinya, para pelaku
kemudian melarikan
diri. Sedangkan, Novel
langsung dibawa untuk
menajalani perawatan
di RS Mitra Keluarga.
Akibat kejadian itu,
bagian kelopak mata
53
kaleng blirik hijau yang
diduga digunakan pelaku
untuk menyiram air keras.
“Kami juga mengambil
sampel cairan di tiga titik
sekitar lokasi kejadian.
Hasil sementara, cairan
tersebut berupa zat asam.”
kata Kepala Satuan
Reserse Kriminal Polres
Jakarta Utara Ajun
Komisaris Besar Nasriadi.”
Novel mengalami
pembengkakan. Selain
itu, bagian dahi korban
juga bengkak karena
terbentur pohon.”
“Eko Julianto, salah
satu jamaah Masjid Al-
Ikhsan mengatakan, ia
sempat curiga melihat
dua orang
berboncengan motor
Yamaha NMAX saat
keluar dari masjid. “Ini
dua orang siapa, jarang
gue lihat,” kata pria
yang bekerja di salah
satu bank swasta di
Jakarta itu saat ditemui
Republika, kemarin.
Eko
menjelaskan, salah
satunya berperawakan
kurus, sedangkan
rekannya berbadan
agak besar. Satu
diantara mereka
mengenakan helm
“Pakai jaket jeans yang
54
udah belel sama pake
buff (penutup kepala)
motif (bendera
Amerika). Mukanya sih
kayak orang seberang.”
ujar Eko
menggambarkan orang
yang dibonceng.
Koherensi “Sumber Tempo
mengungkapkan Novel
juga yang menekan surat
kepada pimpinan KPK,
pada Senin sore lalu
sebelum kejadian, agar
meminta Direktorat
Jenderal Imigrasi
mencegah ketua DPR
Setya Novanto bepergian
ke luar negeri. Kemarin
seharusnya Novel
mendampingi pimpinan
KPK dalam rapat di
Kementerian Koordinator
Politik, Hukum, dan
Keamanan untuk
membahas kelanjutan
proyek e-KTP. Namun,
serangan brutal membuat
Bentuk
koherensi antar kalimat
yang penulis temukan
pada berita ini adalah:
menggunakan kata
hubung “sedangkan”
dan “bahkan”
Setelah
melancarkan aksinya,
para pelaku kemudian
melarikan diri.
Sedangkan, Novel
langsung dibawa untuk
menajalani perawatan
di RS Mitra Keluarga.
Akibat kejadian itu,
bagian kelopak mata
Novel mengalami
pembengkakan. Selain
itu, bagian dahi korban
55
lulusan Akademi
Kepolisian 1998 itu harus
dirawat intensif di rumah
sakit. ”Kami tidak perlu
datang ke rapat itu,” kata
Wakil Ketua KPK Laode
Muhammad Syarif di
tempat Novel dirawat.”
juga bengkak karena
terbentur pohon.
Kemudian,
menurut Haris, Novel
juga mengaku kerap
diikuti, bahkan sampai
pada aktivitas
personalnya, termasuk
dalam beribadah.
Bentuk
Klimat
“Pertengahan tahun
lalu, sebuah mobil Avanza
menyeruduk sepeda motor
yang dikendarai Novel saat
berangkat menuju kantor
KPK dan rumahnya. Saat
itu, selain menyidik
korupsi e-KTP, Novel dan
timnya sedang mengusut
suap rancangan peraturan
daerah tentang reklamasi
Jakarta dan pengaturan
perkara di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.”
“Penyidik Senior
Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Novel
Baswedan diserang
menggunakan air keras
selepas melaksanakan
shalat Subuh, Selasa
(11/4). Berbagai pihak
melayangkan dukungan
terhadap Novel dan
para penyidik lembaga
antikorupsi tersebut
agar tidak kendor
menindak kasus-kasus
korupsi.”
Kata Ganti “Kami juga mengambil
sampel cairan di tiga titik
sekitar lokasi kejadian.
Hasil sementara, cairan
“Apa pun yang
terjadi kita tidak boleh
takut dengan adanya
kejadian ini. Kita tidak
56
tersebut berupa zat asam.”
kata Kepala Satuan
Reserse Kriminal Polres
Jakarta Utara Ajun
Komisaris Besar Nasriadi.”
“Kami melihat kejadian
teror sebelumnya terhadap
Novel selalu berkaitan
dengan kasus. Dan saat ini
dia fokusnya perkara
tersebut (e-KTP),” kata
Agus kemarin.”
boleh gentar,” ujar
mantan Ketua KPK
Abraham Samad di RS
Mitra Keluarga Kelapa
Gading, Jakarta Utara,
Selasa (11/4). Hal itu ia
sampaikan seusai
menjenguk Novel yang
tengah dirawat di
rumah sakit tersebut.”
“Presiden Joko
Widodo juga langsung
bereaksi atas
penyerangan kemarin.
“Ini tindakan brutal.
Saya mengutuk keras,”
kata Jokowi seusai
melantik sejumlah
pejabat di Istana
Negara, Selasa (11/4).”
“Ia menyatakan
telah mengintruksikan
Kapolri Jenderal Tito
Karnavian untuk segera
mencari tahu pelaku
penyiraman air keras
tersebut. Jokowi
menjelaskan, atas
57
kejadian ini semua
penyidik di seluruh
lembaga penegak
hukum harus lebih
waspada. Khusus untuk
KPK, Jokowi berharap
para penyidik lembaga
itu tetap semangat.”
Retoris Leksikon “Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi
Agus Rahardjo menduga
teror kepada Novel
Baswedan dilatarbelakangi
kasus yang sedang disidik
lembaganya.”
“Kepolisian belum dapat
memastikan identitas
kedua pelaku, termasuk
kemungkinan adanya
dalang teror ini.
Tidak hanya
Abraham, tetapi
warganet dan berbagai
pihak mulai dari ormas
Islam Majelis Ulama
Indonesia, LSM
antikorupsi, dan
sejumlah pejabat
negara juga
menyampaikan pesan
serupa, kemarin.
Wadah pegawai KPK
juga menekankan, teror
terhadap Novel tidak
membuat mereka takut.
Gambar Terdapat foto Novel
Baswedan dalam mobil
ambulance yang sedang
ditangani oleh tim dokter
dari Jakarta Eye Center
Dalam berita ini
ditunjukkan dengan
gambar wajah Novel
Baswedan yang
ekspresinya terlihat
58
serius dalam
menangani kasus
korupsi. Setelah itu
disebelah kiri Novel
Baswedan disiram air
keras dengan cairan
kearah wajah tepatnya
pada mata sebelah kiri.
Ditegaskan lagi dengan
judul headline jangan
gentar dengan huruf
kapital berwarna merah
dan hitam.
Grafik Terdapat tulisan dan
ilustrasi gambar yang
menjelaskan kronologi
penyiraman air keras
kepada Novel Baswedan
yang dilakukan dua orang
yang tidak dikenalnya.
-
59
BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil Temuan Teks Berita teror terhadap Novel Baswedan di
Harian Tempo dan Harian Republika
Novel Baswedan merupakan penyidik KPK yang diteror oleh dua
orang yang tidak dikenalnya menggunakan air keras. Kasus teror terhadap
Novel Baswedan tidak hanya sekali ini dia alami, tetapi ia sudah pernah
mengalami beberapa tindak kriminal. Penulis akan membahas mengenai
konstruksi yang dibangun oleh Harian Tempo dan Harian Republika mengenai
berita teror terhadap Novel Baswedan menggunakan analisis framing
Zhongdang Pan dan Gerrald M.Kosicki melalui empat struktur golongan
besar, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat struktur tersebut
membentuk rangkaian tema yang dapat menunjukkan kecenderungan atau
kecondongan media dalam mengonstruksi dan membingkai pesan.
1. Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki di Harian
Tempo
Harian Tempo menyuguhkan headline berita “Teror Novel Berkaitan
dengan Kasus Korupsi” diangkat dari pernyataan Agus Rahardjo yang
mengatakan kasus teror yang dialami Novel Baswedan selalu berkaitan
dengan kasus yang sedang ia selidiki, dan saat ini Novel sedang fokus
menangani kasus e-KTP. Berdasarkan kutipan berita tersebut jelas sekali
bahwa Harian Tempo ingin menyampaikan pesan kepada para pembaca bahwa
kasus teror yang dialami penyidik senior KPK itu berkaitan dengan kasus
yang sedang ia tangani, yaitu kasus e-KTP.
60
Lead yang ditampilkan oleh Harian Tempo mencakup who lead dan
what lead. Diawali dengan informasi bahwa ketua KPK, Agus Rahardjo
menduga teror kepada Novel Baswedan dilatarbelakangi kasus yang sedang
disidik lembaganya. Pesan yang ingin disampaikan pada paragraf ini adalah
agar masyarakat dapat mengetahui bahwa ini bukan pertama kalinya Novel
Baswedan diteror, dan teror yang sebelumnya menimpa Novel selalu
berkaitan dengan kasus yang sedang diselidikinya.
Latar informasi yang ditampilkan Harian Tempo membahas tentang
dugaan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo bahwa teror
yang dialami Novel dilatarbelakangi kasus korupsi e-KTP. Pernyataan ini
diperkuat bahwa teror terhadap Novel memang bukan pertama kali terjadi,
sejak ia direkrut menjadi penyidik internal KPK pada 2012.
Kutipan sumber yang ditampilkan Harian Tempo yaitu Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad
Syarif dan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Utara Ajun
Komisaris Besar Nasriadi. Berikut kutipan narasumber dari Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo:
“Kami melihat kejadian teror sebelumnya terhadap Novel selalu
berkaitan dengan kasus. Dan saat ini dia fokusnya perkara tersebut (e-
KTP)”
Kutipan kedua yang diambil Harian Tempo berasal dari Wakil Ketua
KPK Laode Muhammad Syarif. Dalam hal ini Laode menjelaskan akibat teror
yang terjadi, Novel harus dirawat intensif di rumah sakit dan tidak bisa
mendampingi pimpinan KPK untuk membahas kelanjutan proyek e-KTP.
Berikut kutipan narasumber:
”Kami tidak perlu datang ke rapat itu”
61
Kutipan ketiga yang diambil Harian Tempo adalah berasal dari Kepala
Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Utara Ajun Komisaris Besar Nasriadi.
Berikut kutipan tersebut:
“Kami juga mengambil sampel cairan di tiga titik sekitar lokasi
kejadian. Hasil sementara, cairan tersebut berupa zat asam.”
Dari kutipan diatas bingkai Harian Tempo sangat jelas terlihat pada
unsur pengutipan narasumber. Harian Tempo seakan-akan setuju bahwa teror
yang dialami Novel berkaitan dengan kasus korupsi e-KTP yang sedang
diselidikinya dan dengan terjadinya teror ini mengakibatkan Novel Baswedan
terhambat dalam menangani kasus tersebut.
Pada bagian penutup, Harian Tempo menuliskan berita bahwa Pesan
yang ingin disampaikan pada bagian penutup adalah Kepolisian Resor Jakarta
Utara tidak tinggal diam mengetahui kasus ini, tetapi langsung menyelidiki
dengan meminta keterangan 14 saksi dan mengumpulkan barang bukti, di
antaranya pakaian Novel dan sebuah cangkir kaleng blirik hijau yang diduga
digunakan pelaku untuk menyiram air keras.
Tinjauan unsur skrip what, who, when, where, why, dan how yang
terdapat pada berita di Harian Tempo tidak lengkap. Tidak terdapat penjelasan
unsur where dan how didalamnya. Harian Tempo ingin mengarahkan pembaca
bahwa kasus teror yang dialami Novel Baswedan berkaitan dengan kasus
korupsi yang sedang ia selidiki, terlihat dalam penekanan pada unsur what dan
why.
Penulis menemukan unsur detail yang terdapat dalam Harian Tempo
menerangkan kata benda, yaitu kendaraan mobil Avanza yang digunakan
pelaku untuk menyeruduk sepeda motor yang dikendarai Novel. Selanjutnya
diterangkan juga detail jumlah saksi yang dimintai keterangan oleh kepolisian
62
yaitu berjumlah 14 orang, serta wadah yang digunakan pelaku untuk
menyiramkan air keras ke wajah Novel berupa cangkir kaleng blirik hijau.
Unsur koherensi dalam berita tersebut yaitu Namun, yang terdapat
dalam kalimat berikut:
“Sumber Tempo mengungkapkan Novel juga yang menekan surat
kepada pimpinan KPK, pada Senin sore lalu sebelum kejadian, agar
meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah ketua DPR Setya
Novanto bepergian ke luar negeri. Kemarin seharusnya Novel
mendampingi pimpinan KPK dalam rapat di Kementerian Koordinator
Politik, Hukum, dan Keamanan untuk membahas kelanjutan proyek e-
KTP. Namun, serangan brutal membuat lulusan Akademi Kepolisian
1998 itu harus dirawat intensif di rumah sakit. ”Kami tidak perlu
datang ke rapat itu,” kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif
di tempat Novel dirawat.”
“Namun” merupakan salah satu kata hubung sebab akibat yang
menjelaskan bahwa setelah kejadian teror penyiraman air keras yang dialami
Novel, mengakibatkan ia tidak bisa mendampingi pimpinan KPK dalam rapat
membahas kelanjutan proyek e-KTP.
Terdapat bentuk kalimat pasif dan aktif dalam berita ini, yaitu
kalimat aktif yang dimulai dengan awalan me-, dan kalimat pasif yang
dimulai dengan awalan di-, serta menjelaskan sebab-akibat. Seperti pada
kalimat:
“Pertengahan tahun lalu, sebuah mobil Avanza menyeruduk sepeda
motor yang dikendarai Novel saat berangkat menuju kantor KPK dan
rumahnya. Saat itu, selain menyidik korupsi e-KTP, Novel dan timnya
sedang mengusut suap rancangan peraturan daerah tentang reklamasi
Jakarta dan pengaturan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.”
(Paragraf 5)
63
Dalam berita ini juga terdapat kata ganti yang digunakan oleh
wartawan yaitu: kata ganti kami yang digunakan dalam berita ini sebagai
kata ganti Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Utara Ajun
Komisaris Besar Nasriadi, serta Ketua KPK Agus Rahardjo.
Pemilihan kata leksikon yang digunakan wartawan dalam penulisan
berita ini yaitu teror pada kalimat:
“Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menduga
teror kepada Novel Baswedan dilatarbelakangi kasus yang sedang
disidik lembaganya. Salah satu yang paling disorot adalah dugaan
korupsi e-KTP.”
Pemilihan kata “teror” sengaja digunakan wartawan yang memiliki
arti sebagai tindakan yang merusuhkan, mengintimidasi, mengintai Novel
Baswedan selaku penyidik senior KPK.
Harian Tempo menampilkan unsur retoris berupa foto Novel
Baswedan dalam mobil ambulance yang sedang ditangani oleh tim dokter
dari Jakarta Eye Center, kemudian selain itu juga ada grafik berupa tulisan
dan ilustrasi gambar yang menjelaskan kronologi penyiraman air keras yang
dilakukan dua orang yang tidak dikenalnya.
2. Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki di Harian
Republika
Harian Republika menyuguhkan headline berita “Jangan Gentar”
diangkat dari berita ini adalah pernyataan yang dilontarkan penyidik KPK,
yang diwakili oleh mantan ketua KPK yaitu Abraham Samad, yang
mengatakan bahwa, apapun yang terjadi kita tidak boleh takut dan gentar.
64
“Apa pun yang terjadi kita tidak boleh takut dengan adanya kejadian
ini. Kita tidak boleh gentar,” ujar mantan Ketua KPK Abraham
Samad di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa
(11/4). Hal itu ia sampaikan seusai menjenguk Novel yang tengah
dirawat di rumah sakit tersebut.”
Dari paragraf berita tersebut jelas sekali bahwa Harian Republika ingin
menyampaikan pesan kepada para pembaca bahwa kasus teror yang dialami
penyidik senior KPK Novel Baswedan bukan masalah sepele, kejadian ini
akan menimbulkan rasa takut dan kekhawatiran kepada penyidik KPK yang
lain. Hal itu akan mengakibatkan rasa gentar pada penyidik KPK yang lain.
Sehingga harus ada pertanggungjawaban dari pelaku atas perlakuannya
terhadap Novel Baswedan.
Lead yang ditampilkan oleh Harian Republika mencakup who lead dan
what lead. Berita diawali dengan informasi bahwa penyidik senior KPK Novel
Baswedan diserang menggunakan air keras selepas Salat Subuh.
“Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel
Baswedan diserang menggunakan air keras selepas melaksanakan
shalat Subuh, Selasa (11/4). Berbagai pihak melayangkan dukungan
terhadap Novel dan para penyidik lembaga antikorupsi tersebut agar
tidak kendor menindak kasus-kasus korupsi.”
Wartawan Harian Republika ingin menunjukkan pesan bahwa adanya
penyerangan kepada Novel Baswedan menggunakan air keras. Kalimat
tersebut sengaja digunakan untuk memberikan informasi kepada pembaca
sekaligus menekankan bahwa banyak pihak yang mendukung Novel
Baswedan dan penyidik KPK lainnya agar tidak kendor menindak kasus
korupsi walaupun adanya kasus teror ini.
Latar informasi yang ditampilkan Harian Republika menekankan
tentang kronologi Novel Baswedan diteror oleh dua orang yang tidak
dikenalnya menggunakan air keras, berbagai pihak melayangkan dukungan
terhadap Novel dan para penyidik lembaga antikorupsi tersebut, agar tidak
65
kendor menindak kasus-kasus korupsi. Novel Baswedan kerap mengalami
berbagai teror yang berkaitan dengan kasus yang sedang ia selidiki. Kasus
teror terhadap Novel Baswedan tidak hanya sekali ini dia alami tetapi, pada
tahun 2012 ia diserang sekelompok pendukung Amran Batalipu saat
memimpin operasi penangkapan terhadap mantan Bupati Buol. Tahun 2015,
Novel Baswedan dikriminalisasi dengan kasus penembakan tersangka pencuri
sarang burung walet pada Februari 2004 saat menjabat kasat Reskrim Polres
Bengkulu, dan tahun 2016 Novel Baswedan ditabrak mobil saat berangkat
menuju KPK menggunakan sepeda motor hingga luka-luka.44
Kutipan sumber yang ditampilkan Harian Republika yaitu mantan
Ketua KPK Abraham Samad, Kapolsek Kelapa Gading Kompol Argo
Wiyono, Eko Julianto salah satu jamaah Masjid Al-Ikhsan, Kamsuri penjaga
Masjid Al-Ikhsan, Koordinator Kontras Haris Azhar, Presiden Joko Widodo,
dan Anies Baswedan. Berikut kutipan narasumber dari mantan Ketua KPK
Abraham Samad:
“Apa pun yang terjadi kita tidak boleh takut dengan adanya kejadian
ini. Kita tidak boleh gentar”
Kutipan kedua yang diambil Harian Republika berasal dari Kapolsek
Kelapa Gading, Kompol Argo Wiyono, dalam hal ini ia menjelaskan
kronologi awal penyiraman yang dialam Novel. Berikut kutipan narasumber:
“Kejadian berawal pada saat Novel melakukan shalat Shubuh
berjamaah di Masjid Al-Ikhsan. Ia tiba-tiba dihampiri dua laki-laki
tidak dikenal”
44
Koran Kompas, 12 April 2017, Hal.1.
66
Kutipan selanjutnya yang diambil Harian Republika adalah Presiden
Joko Widodo, Berikut kutipan tersebut:
“Ini tindakan brutal. Saya mengutuk keras,” kata Jokowi
Dari kutipan diatas bingkai Harian Republika sangat jelas terlihat pada
unsur pengutipan narasumber. Harian Republika membela dan mendukung
Novel Baswedan yang sering mengalami kriminalisasi, serta mendukung
penyidik KPK yang lain agar tindak gentar dalam menindak kasus korupsi
meskipun terjadi teror terhadap Novel Baswedan.
Pada bagian penutup, berita ini ditutup dengan pernyataan Joko
Widodo yang langsung bereaksi dan mengatakan mengutuk keras kejadian ini.
“Ia menyatakan telah mengintruksikan Kapolri Jenderal Tito
Karnavian untuk segera mencari tahu pelaku penyiraman air keras
tersebut. Jokowi menjelaskan, atas kejadian ini semua penyidik di
seluruh lembaga penegak hukum harus lebih waspada. Khusus untuk
KPK, Jokowi berharap para penyidik lembaga itu tetap semangat.”
Pesan yang ingin disampaikan pada bagian penutup ini adalah
Presiden Joko Widodo ingin menenangkan keluarga Novel Baswedan yang
terkena teror dengan menginstuksikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk
segera mencari tahu pelaku penyiraman air keras tersebut. Disini terlihat
bahwa Presiden Joko Widodo sebagai kepala Negara ingin memberitahukan
kepada para pembaca bahwa dirinya ingin melindulingi penyidik KPK yang
terkena teror.
Tinjauan unsur skrip what, who, when, where, why, dan how yang
terdapat pada berita di Harian Republika dipaparkan secara lengkap. Harian
Republika menonjolkan kepada pembaca mengenai kronologi teror yang
dialami penyidik KPK, Novel Baswedan. Harian Republika ingin
menghimbau penyidik KPK yang lainnya, meskipun terjadi teror tetapi jangan
gentar untuk menyelidiki kasus korupsi.
67
Penulis menemukan unsur detail yang terdapat dalam Harian
Republika yaitu menerangkan kata benda, wadah berupa cangkir yang
digunakan pelaku untuk menyiramkan air keras tersebut kepada Novel
Baswedan. Selanjutnya diterangkan juga detail akibat dari penyiraman itu,
bahwa bagian kelopak mata Novel mengalami pembengkakan. Selain itu,
bagian dahi korban juga bengkak karena terbentur pohon. Detail selanjutnya
terlihat dari kendaraan yang dipakai pelaku yaitu motor Yamaha NMAX.
Terakhir detail yang terlihat adalah salah satu pelakunya berperawakan kurus,
sedangkan rekannya berbadan agak besar. Kemudian satu diantara mereka
mengenakan helm, dan jaket jeans serta penutup kepala motif bendera
Amerika.
Unsur koherensi dalam berita tersebut yaitu Bentuk koherensi dalam
berita tersebut yaitu sedangkan dan bahkan, terdapat dalam kalimat berikut:
“Setelah melancarkan aksinya, para pelaku kemudian melarikan diri.
Sedangkan, Novel langsung dibawa untuk menajalani perawatan di
RS Mitra Keluarga. Akibat kejadian itu, bagian kelopak mata Novel
mengalami pembengkakan. Selain itu, bagian dahi korban juga
bengkak karena terbentur pohon.”
“Kemudian, menurut Haris, Novel juga mengaku kerap diikuti,
bahkan sampai pada aktivitas personalnya, termasuk dalam beribadah.
“Kalau Novel shalat, orang itu ikut shalat. Jadi, bukan sekadar tahu,
bahkan mendekati,” kata Haris.
Kata hubung “sedangkan” dan “bahkan” merupakan salah satu kata
hubung sebab akibat yang menjelaskan keterangan kronlogi kejadian antara
Novel dan pelaku.
Terdapat bentuk kalimat pasif dan aktif dalam berita ini, yaitu
kalimat aktif yang dimulai dengan awalan me-, dan kalimat pasif yang dimulai
dengan awalan di-, serta menjelaskan sebab-akibat. Seperti pada kalimat:
68
“Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel
Baswedan diserang menggunakan air keras selepas melaksanakan
shalat Subuh, Selasa (11/4). Berbagai pihak melayangkan dukungan
terhadap Novel dan para penyidik lembaga antikorupsi tersebut agar
tidak kendor menindak kasus-kasus korupsi.”
Dalam berita ini juga terdapat kata ganti yang digunakan oleh
wartawan yaitu kata ganti “kita” sebagai kata ganti mantan Ketua KPK
Abraham Samad dan “saya, ia” yang digunakan sebagai kata ganti Presiden
Joko Widodo.
Pemilihan kata leksikon yang digunakan wartawan dalam penulisan
berita ini yaitu teror pada kalimat:
“Tidak hanya Abraham, tetapi warganet dan berbagai pihak mulai
dari ormas Islam Majelis Ulama Indonesia, LSM antikorupsi, dan
sejumlah pejabat negara juga menyampaikan pesan serupa, kemarin.
Wadah pegawai KPK juga menekankan, teror terhadap Novel tidak
membuat mereka takut.” (Paragraf 4)
Pemilihan kata “teror” sengaja digunakan wartawan yang memiliki arti
sebagai tindakan yang merusuhkan, mengintimidasi, mengintai Novel
Baswedan selaku penyidik senior KPK.
Harian Republika menampilkan unsur retoris berupa foto dalam yang
ditunjukkan dengan gambar wajah Novel Baswedan yang ekspresinya terlihat
serius dalam menangani kasus korupsi. Setelah itu disebelah kiri Novel
Baswedan disiram air keras dengan cairan kearah wajah tepatnya pada mata
sebelah kiri. Ditegaskan lagi dengan judul headline jangan gentar dengan
huruf kapital berwarna merah dan hitam.
69
B. Interpretasi
Willard C Bleyer mengatakan berita adalah suatu kejadian aktual yang
diperoleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena menarik atau
mempunyai makna bagi pembaca.45 Sama halnya dengan kasus kriminal yang
dianggap sebagai peristiwa yang menarik karena pada dasarnya manusia ingin
hidup dalam suasana tentram. Oleh sebab itu, peristiwa kriminal sendiri (event
of crime) mengundang daya tarik karena mengandung ancaman. Peristiwa
perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, pembajakan, terorisme, atau
narkoba selalu menarik perhatian pembaca.46 Sama hal nya dalam kasus Novel
Baswedan, peran media massa dalam membingkai kasus teror terhadap Novel
Baswedan pada April 2017 menjadi kuat. Novel diteror oleh dua orang yang
tidak dikenalnya pada 11 April 2017, setelah ia melaksanakan salat subuh di
dekat rumahnya. Ia disiram air keras oleh pelaku sehingga matanya rusak.
Kasus teror terhadap Novel Baswedan tidak hanya sekali ini dia alami. Teror
merupakan perbuatan kriminal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Selain itu, judul juga menjadi daya tarik utama dalam sebuah berita.
Sebuah berita yang punya nilai berita yang tinggi sekalipun akan kurang
gereget di mata pembaca kalau tidak diberí judul yang menarik.47 Sama halnya
dengan Headline berita pada kasus teror terhadap Novel Baswedan di Harian
Tempo dan Harian Republika terlihat berbeda pandangan. Harian Tempo
membingkai kasus tersebut berkaitan dengan kasus Setya Novanto, hal itu
terlihat dari kalimat “Teror Novel Berkaitan dengan Kasus Korupsi. Novel
menekan surat kepada pimpinan KPK agar mencekal Setya Novanto.” Selain
itu Harian Tempo juga banyak membahas keterkaitan teror tersebut dengan
kasus e-KTP. Sedangkan Harian Republika lebih menekankan kronologi
45
Sedia Willing Barus, Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.26. 46
Sedia Willing Barus,Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.44. 47
Sedia Willing Barus,Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.31.
70
kejadian teror Novel Baswedan di dalam headline berita yang dibuat. Dari
judul yang ditampilkan, kedua harian tersebut samasama membela Novel
Baswedan selaku penyidik KPK yang mengalami teror dari orang yang tidak
dikenalnya.
Dalam buku “Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan politik
media” karya Eriyanto, Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk
melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga
dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh
media. Ada dua esensi utama dari framing tersebut. Pertama, bagaimana
peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan
mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis. Aspek ini
berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung
gagasan.48
Dalam skripsi yang penulis teliti, Harian Tempo memperlihatkan
adanya informasi yang ingin disampaikan kepada masyarakat bahwa kasus
teror yang dialami Novel Baswedan ada kaitannya dengan kasus korupsi yang
sedang ia selidiki. Informasi tersebut terlihat dari hasil wawancara penulis
dengan Wartawan Harian Tempo, Indri Maulidar.
“Ini kita kaitin karena pertama ini diperkuat oleh omongan Agus
Raharjo ketua KPK, dia bilang menduga gitu kan. Karena dia selalu
berkaitan dengan kasus dan saat ini dia fokusnya di kasus e-KTP.
Waktu April baru mulai-mulai sidang penetapan e-KTP dan lagi intens
banget penyidikan e-KTP di KPK. Karena kejadian ini baru terjadi, kita
berusaha cari info untuk memberitahu info lebih ke pembaca. Pertama
kenapa ia diserang, motifnya apa, yang kita dan orang-orang duga
memang berkaitan dengan e-KTP dan kita dapat info memang kala dia
saat itu baru selesai teken surat pencekalan Setya, ketika kita konfirmasi
ke Agus, walaupun dia tidak bilang iya itu karena e-KTP. Waktu itukan
belum tau karena baru kejadian juga. Tapi kita diperkuat dari omongan
Agus itu, jadi kita memilih karena e-KTP dan kita dapat info-info lain
bahwa dia memang ketua Satgas e-KTP semua surat-surat penyidikan
48
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.10-11.
71
perintah pencekalan semua Novel yang pegang. Jadi kita kuat menduga
kesana. Jadi kita kasih informasi bahwa kita menduga ini berkaitan
dengan e-KTP walaupun nantinya itu belum ketauan. Karena dia kan
juga pernah mendapatkan serangan-serangan dari kasus yang sedang dia
selidiki gitu.”49
Sama hal nya dengan Harian Republika yang memandang kasus ini
terjadi pada Novel terlihat sebagai salah satu bentuk pelemahan upaya
pemberantasan korupsi. Maka kasus ini harus diusut setuntas-tuntasnya siapa
yang melakukan, motifnya apa, terkait dengan kasus apa, siapa nama besar
dibelakangnya. Waktu pertama kali kasus itu terjadi Harian Republika
melakukan pembelaan terhadap Novel karena dia adalah salah satu ujung
tombak pemberantasan korupsi dan dia diserang. Sehingga Harian Republika
mengambil sikap bahwa kasus ini harus tuntas tidak boleh terulang lagi. Hal
ini terlihat dalam wawancara penulis bersama Fitriyan Zamzami selaku
Redaktur Harian Republika
“Kami sangat menyayangkan, karena ini peristiwa yang buruk sekali.
kadang-kadang kejahatan itu bukan soal kejahatannya semata tetapi
memang itu dampaknya bagaimana, apa efek yang ditimbulkan. Yang
terjadi dari kasus Novel itu yang mengerikan, karena itu akan membuat
orang yang ingin melakukan korupsi itu punya ide yang nyeleneh. Itu
yang harus dijaga. Makanya mau tidak mau, kasus ini harus selesai
bagaimanapun caranya, mau setahun dua taun harus selesai.”50
Al-Qur'an memberi peringatan kepada orang yang bisa membuat resah
masyarakat, menyebarluaskan berita perbuatan keji (liisyaa-u al fahisyah) di
tengah masyarakat muslim, menjadikan prilaku kejahatan seakan sudah
menjadi hal biasa, hingga bisa dengan mudah diterima masyarakat, menjadi
dasar dan jalur pikirannya, lalu secara nyata ditiru dan dipraktikkan.
49
Hasil wawancara dengan Wartawan Harian Tempo, Indri Maulidar. Jakarta, 16 November
2018. 50
Hasil wawancara dengan Redaktur Harian Republika,Fitriyan Zamzami. Jakarta, 05
November 2018.
72
Al-Qur'an mengancam orang yang berbuat hal itu dengan adzab yang
pedih di dunia dan akhirat:
بون أن تشيع الفاحشةح ف الذين آمنحوا لحم عذاب أ ن يا والخرة إن الذين يح ليم ف الد
ون واللح ي علمح وأن تحم ل ت علمح
"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji
itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang
pedih di dunia dan diakhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak
mengetahui.” (QS. An-Nur: 19) 51
Syariat Islam melarang pemberitaan kriminalitas sebelum terbukti
demi menjaga keutuhan dan kesucian masyarakat dan jika telah yakin terbukti
lewat peradilan, sanksi harus diberlakukan dan diperlihatkan untuk diketahui
khalayak. Namun bukan berarti bahwa setelah terbukti di peradilan, atau
setelah eksekusi hukuman, boleh menyiarkan berita secara bebas tanpa batas.
Yang boleh disiarkan adalah seputar eksekusi hukuman, bukan kejadian runtut
kajahatan tersebut dari awal hingga akhir, secara terperinci, terutama jika
berita dilakukan dengan cara yang berlebih-lebihan, bombastis, vulgar, dan
hanya mengedepankan sensasi. pemberitaan yang berlebihan tidak
diperbolehkan, sekira bisa memberikan contoh kepada orang lain untuk
melakukan kejahatan yang sama, atau bisa mendorong anak dibawah umur
untuk meniru. Inilah hikmah di balik larangan menyebarkan berita kejahatan
tersebut.52
51
Faris Khoirul Anam, Fikih Jurnalistik: Etika & Kebebasan Pers Menurut Islam, h. 123.
52 Faris Khoirul Anam, Fikih Jurnalistik: Etika & Kebebasan Pers Menurut Islam, h. 124.
73
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, penulis menarik kesimpulan
bahwa Harian Tempo dan Harian Republika terhadap Novel Baswedan
terhadap kasus teror yang dialaminya sangat besar, terlihat dalam penyajian
berita dengan menonjolkan isi yang sangat membela Novel Baswedan serta
ingin kasus ini segera dituntaskan. Sudut pandang mereka dalam kasus yang
dialami Penyidik KPK ini bukan kasus kecil, karena sudah beberapa kali
dialami Novel Baswedan. Sehingga kasus yang dialami Novel Baswedan ini
harus segera dituntaskan. Framing pemberitaan teror terhadap Novel
Baswedan yang dikonstruksi oleh Harian Tempo yaitu kasus teror yang
dialami Novel Baswedan berkaitan dengan kasus e-KTP yang sedang ia
selidiki. Sehingga hal itu akan berdampak pada kasus yang sedang ditangani
Novel Baswedan menjadi terbengkalai. Sedangkan pada berita di Harian
Republika, framing yang ditonjolkan yaitu kronologi kejadian teror yang
dialami Novel Baswedan, sehingga dengan adanya kasus yang dialami senior
penyidik KPK ini dapat membuat gentar penyidik KPK lainnya.
74
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan
mengenai bagaimana framing kasus teror terhadap Novel Baswedan yang
dikonstruksi Harian Tempo dan Harian Republika. Banyak khalayak
beranggapan bahwa berita adalah sebuah konstruksi dari realitas sosial,
padahal berita bukanlah realitas sesungguhnya dari realitas sosial tersebut.
Setiap media memiiki pandangan tersendiri dalam menilai sebuah peristiwa
yang akan dijadikan berita. Peristiwa yang akan dijadikan berita bergantung
pada kepentingan media tersebut terhadap peristiwa yang terjadi. Dari situlah
terlihat konstruksi media atas suatu realitas. Wartawan menyesuaikan berita
itu dengan ideologi ditempat ia bekerja. Subyek yang mengonstruksi realitas,
serta disesuaikan dengan visi misi media dan ideologi. Kemudian ditentukan
kearah mana tujuan media tersebut. Dalam peristiwa yang sama, media
mempunyai pandangannya sendiri dalam mengemas suatu peristiwa.
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode analisis
framing Zhongdang Pan dan Gerarld M. Kosicki, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai bahwa Harian Tempo dan Harian Republika terlihat
melakukan pembingkaian dalam memberitakan kasus teror terhadap Novel
Baswedan. Perbedaan yang dibentuk berkaitan dengan cara media
mengonstrnuıksi fakta yang ada, sesuai arah pemberitaan yang
dikehendakinya. Berikut kesimpulan penulis:
1. Framing pemberitaan teror terhadap Novel Baswedan yang dikonstruksi
oleh Harian Tempo yaitu kasus teror yang dialami Novel Baswedan
berkaitan dengan kasus e-KTP yang sedang ia selidiki. Sehingga hal itu
akan berdampak pada kasus yang sedang ditangani Novel Baswedan
menjadi terbengkalai. Sedangkan pada berita di Harian Republika, framing
75
yang ditonjolkan yaitu kronologi kejadian teror yang dialami Novel
Baswedan, sehingga dengan adanya kasus yang dialami senior penyidik
KPK ini dapat membuat gentar penyidik KPK lainnya.
2. Keberpihakan Harian Tempo dan Harian Republika terhadap Novel
Baswedan terhadap kasus teror yang dialaminya sangat besar, terlihat
dalam penyajian berita dengan menonjolkan isi yang sangat membela
Novel Baswedan serta ingin kasus ini segera dituntaskan. Sudut pandang
mereka dalam kasus yang dialami Penyidik KPK ini bukan kasus kecil,
karena sudah beberapa kali dialami Novel Baswedan. Sehingga kasus
yang dialami Novel Baswedan ini harus segera dituntaskan.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian, penulis menyampaikan beberapa saran
yang berkaitan dengan pemberitaan teror terhadap Novel Baswedan di Harian
Tempo dan Harian Republika sebagai berikut:
1. Sebagai media muslim terbesar di Indonesia, diharapkan Harian Republika
mampu membuat isi berita yang lebih menarik, tidak hanya membahas
mengenai kronologi nya saja tetapi lebih tajam dan lebih detail.
2. Harian Tempo dalam memilih gambar diharapkan dapat lebih kreatif
dengan menggunakan warna, sehingga tidak monoton dan membuat
pembaca tertarik untuk membaca.
3. Harian Tempo dan Harian Republika diharapkan lebih objektif dan kritis
dalam pemberitaannya, agar terus menjadi media yang memberikan
pencerahan serta pengetahuan untuk masyarakat.
76
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Zainal.2012.Penulisan Pendidikan Metode dan Paradigma Baru.Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya Pada Wacana
Media, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 16-17.
A Scwandt, Thomas. 1994. Constructivist, Interpretivist Approach to Human Inquiry,
dalam Norman K. Denzon dan Yvonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative
Research. London: Sage Publication
Bungin, Burhan. 2006. Penulisan Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Company Profile Harian Umum Republika
Eriyanto, 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media,
Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT
LKIS Printing Cemerlang
Faris Khoirul Anam. 2009. Fikih Jurnalistik: Etika & Kebebasan Pers Menurut
Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Harian Tempo edisi 12 April 2017 dan 30 September 2018
Harian Republika edisi 12 April 2017 dan 24 September 2018
https://korporat.tempo.co/uploads/tentang/ea763be2c0cf3cf71cd01c749261e949.pdf
Jumroni. 2006. Metode-Metode Peniltian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Lexy J. Moleong, Rosady Ruslan.2003.Metodologi Penulisan Publik Relation dan
Komunikasi.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
77
Soekanto, Soejono.1987. Sosiologi Pengantar.Jakarta: PT Rajawali Pers
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media. Bandung:PT Remaja Rosdakarya Offset
Syamsul, Asep M. Romli. 2012.Jurnalistik Online.Bandung: Panduan Mengelola
Media Online
Suhaimi,M.Si dan Rulli Nasrullah,M.Si. Bahasa Jurnalistik.Lembaga Penelitian UIN
Jakarta. Jakarta:2009. Hlm.27
Sedia Willing Barus.Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita. Penerbit
Erlangga.Jakarta:2011. Hlm.25
Shirley Biagi. Media/Impact, edisi 9 pengantar media massa. Penerbit Salemba
Humanika. Jakarta: 2010. Hlm.65
Topo Santoso,S.H,MH. Dan Eva Achjani Zulfa,S.H. Kriminologi. PT.Rajagrafindo
Persada. Jakarta:2001. Hlm.9
TRANSKIP WAWANCARA
Nama Narasumber : Indri Maulidar
Jabatan : Wartawan Harian Tempo
Tempat : Kantor Harian Tempo
(Jl. Palmerah Barat No. 8 Jakarta Selatan, 12210)
Hari/Tanggal : Jumat/16 November 2018
Pukul : 10.00 WIB
1. Seberapa pentingkah berita terkait teror terhadap Novel Baswedan sehingga
membuat Harian Tempo menerbitkannya?
Pada waktu itu ada momen nya, karena memang momen nya itu. Yang namanya berita itu
kejadian yang magnitud nya besar, penyidik KPK yang benar-benar diserang secara
terbuka seperti itu pasti ditulis di satu berita penting. Kemudian kita sandingkan dengan
Setya waktu itu karena Setya dicekal tanggal 10, beritanya ramai sehari sebelum Novel
diserang. Jadi kita waktu itu memutuskan untuk membuat pendampingan seperti itu
karena ada dua momen penting yang terjadi pada saat yang bersamaan. Sehingga perlu
dua-duanya ditulis untuk memberitahu ke pembaca bahwa dua kejadian ini memang tidak
berhubungan tetapi dalam isu penegakan hukum, itu terjadi.
2. Sikap apa yang hendak diambil Harian Tempo dalam pemberitaan tersebut?
Sikap editorial Tempo menanggapi Novel selama ini jelas karena itu masuk ke
pelanggaran HAM, penyidik KPK diserang. Jadi waktu pertama kali berita itu ditulis kita
memaparkan faktanya dulu apa yang terjadi, seperti bagaimana 5W+1H nya. Setelah itu
kemudian unfolding terus beritanya bahwasannya dia diserang oleh beberapa orang, lalu
kita menulis lagi dapat info kalau pelaku pernah dimata-matai polisi juga untuk kasus
pencurian motor di daerah rumahnya Novel itu. Nah setelah itukan kita bisa ambil sikap
setelah isunya unfolding, bahwa ternyata ada upaya ketidakseriusan dari kepolisian yang
tidak mau melanjutkan. Kita juga dapat info gelas bekas siraman air keras itu pakai botol
bir hijau yang dibuang didekat rumahnya itu, kita dapat kabar kalau gelasnya sama polisi
tidak diperlakukan seperti alat bukti secara benar. Jadi kaya cuma diambil pakai kertas
koran padahal kan disitu bisa dapat alat bukti seperti sidik jari, tetapi itu tidak dilakukan
sama polisi yang saat itu bertugas di TKP. Jadi kita memberitakan itu juga. Jadi kita
mengambi sikap, ini ada upaya penutupan ketidakseriusan dari polisi menuntaskan kasus
ini, bahwa ini pelanggaran HAM. Kita juga banyak menulis bahwa harus ada tim pencari
fakta yang harus dibuat oleh presiden. Tapi sampai sekarang kan belum.
3. Harian Tempo memasang judul “Novel Diserang, Setya Dicekal” pada headline
berita tanggal 12 April 2017, apa alasannya?
Itu judul sederhana banget ya, langsung ketahuan dari judulnya apa. Kita tidak membuat
judul yang berbelit. Novel diserang karena ya dia di serang. Waktu itu jadi kita tidak
memilih judul yang berbelit, karena dua kejadian ini masih fresh dan baru terjadi,
sehingga berusaha menampilkan inti kejadiannya di judul tersebut.
4. Mengapa Harian Tempo mengaitkan teror Novel dengan kasus korupsi dalam
pemberitaan ini?
Ini kita kaitkan karena pertama ini diperkuat oleh omongan Agus Rahardjo ketua KPK,
dia bilang menduga gitu kan karena dia selalu berkaitan dengan kasus dan saat ini dia
fokusnya di kasus e-KTP. Waktu April baru mulai-mulai sidang penetapan e-KTP dan
lagi intens banget penyidikan e-KTP di KPK. Karena kejadian ini baru terjadi, kita
berusaha cari info lebih untuk memberitahu ke pembaca. Pertama kenapa ia diserang,
motifnya apa. Yang kita dan orang-orang duga memang berkaitan dengan e-KTP dan kita
dapat info memang kala itu Novel baru selesai teken surat pencekalan Setya, ketika kita
konfirmasi ke Agus walaupun dia tidak bilang iya itu karena e-KTP. Waktu itukan belum
tau karena baru kejadian juga. Tetapi kita diperkuat dari omongan Agus itu, jadi kita
memilih karena ektp dan kita dapat info-info lain bahwa dia memang ketua satgas e-KTP
semua surat-surat penyidikan perintah pencekalan semua Novel yang pegang. Jadi kita
kuat menduga kesana. Jadi kita kasih informasi bahwa kita menduga ini berkaitan dengan
e-KTP walaupun nantinya itu belum ketahuan, karena dia kan juga pernah mendapatkan
serangan-serangan dari kasus yang sedang dia selidiki.
5. Aspek apa yang dikonstruksi Harian Tempo dalam pemberitaan ini?
Aspeknya pasti pemaparan fakta dan kronologisnya dulu, di koran Tempo itukan angle
nya banyak ya, yang biasanya kita tulis kalau ada isu besar pasti kita dedikasikan tentang
satu isu yang sedang kita tulis. Seperti di halaman satu dan halaman empat, jadi ada lima
angle. Faktanya, kronologinya, apa yang dilakukan. Jadi ya konstruksinya seperti itu
6. Apa saja kriteria-kriteria narasumber yang akan diwawancarai?
Kalau itu insting saja. Di halaman pertama ini kita mengutip Jokowi karena kepala
negara, ketika kepala negara komentar ada suatu kasus kan itu menarik. Kita mengambil
Busyro itu karena Busyro saat itu langsung ke KPK dan dia konfrensi pers, ya relevan
saja apa yang diomongin gitu. Jadi kita mengutip Busyro karena Busyro tau Novel
perjuangannya gimana karena mereka dekat. Memperkuat angle kita tentang dugaan
kenapa ia diserng. Karena ini breaking news, jadi di hari pertama narasumber yang
memberi pernyataan itu banyak. Jadi waktu itu aku langsung kerumahnya Novel itu
masih ramai. Polisi masih mengatur, ada polres Jakarta Utara juga dan ini juga bukan aku
sendiri yang nulis, ada temen juga. Jadi kita dapat info saat polisi berbicara. Ketika
breaking news semua orang memberi informasi, nah aku filter yang relevan sama yang
harus aku tulis hari ini, dan yang aku rasa infonya bagus dan harus aku cek ulang. Ketika
breaking news pertama kali terjadi itu biasanya yang paling paham isunya justru orang
paling kecil, polres Jakarta Utara pasti yang paling tau karena mereka yang dilaporkan
pertama kali dan yang pertama kali datang. Makanya kami langsung ke lokasi kejadian
karena polres masih disana, jadi biasanya mereka yang paling tahu sebelum ke Mabes.
7. Dalam proses pengolahan berita di redaksi Harian Tempo, apakah terjadi pro dan
kontra (misal dalam sebuah kasus tertentu). Bagaimana sebuah kebijakan redaksi
berjalan?
Pasti pro kontra ada. Alur kerja di koran Tempo itu, jam delapan pagi rapat via wa online
itu kita mengusulkan apa yang akan ditulis, itu rapat perkompartemen. Jadi kompartemen
nasional usulin apa, ekonomi bisnis usulin apa, metro usulin apa. Jadi kita usulin untuk
dapat menulis dihalaman satu, jadi kita dituntut untuk saingan. Disitu pasti banyak latar
belakang dan kasih masukan. Setelah rapat, kita cari bahan. Setelah itu, jam satu rapat
checking. Rapat checking itu kita tentukan perolehan bahan ini bisa atau tidak dijadikan
untuk headline besok. Nah disitu paling nyaring pro kontra nya. Misalnya ada masukan
juga disitu, ada yang setuju dan tidak tentang angle ini. Itu biasa terjadi. Pro kontra begitu
biasanya pemred yang memutuskan juga, jadi tidak ada masalah, semua terima.
8. Bagaimana proses persiapan untuk menggali berita tersebut?
Menggali bahan karena ini breaking news, jadi bahannya banyak karena banyak
informasi. Persiapannya ngelist narsum yang paling penting. Jadi ketika tau Novel
diserang nih tadi subuh jadi langsung sudah tahu harus kemana dulu. Pertama, reportase
kerumah Novel ngobrol dengan keluarganya yang tahu. Kedua, harus melihat Novel ke
RS tempat dia dirawat. Tiga, ke penyidik. Persiapannya itu ngelist narsum dan itu insting
saja. Kalau peristiwa baru terjadi itu narasumber yang paling tahu itu narsum yang paling
bawah, bukan kepala polisi bukan kepala polda metro jaya, yang tahu pertama kali pasti
polres Jakarta Utara, keluarganya, tetangga-tetangga Novel pastinya yang melihat
kejadian.
9. Bagaimana proses mengedit naskah agar muat dalam satu layout dan juga terdapat
grafis?
Ini kejadian subuh, jam lima subuh. Jam tujuh itu sudah sebar reporter. Jam delapan rapat
perencanaan. Disitu sudah ramai di grup bahwa Novel diserang, kita sudah tau apa yang
harus diusulkan, apa yang harus ditulis, siapa yang harus dikejar itu, setelah rapat
perencanaan itu kan kita reporter nasional sama redaktur yang memutuskan jadi aku dan
seorang teman berbagi tugas. Satunya ke RS dan polda, aku megang kerumah Novel dan
KPK. Jadi langsung diputuskan oleh redaktur siapa yang kesana, siapa yang kesini.
Kemudian kita wawancara di lokasi, kemudian aku laporkan semua nya ke redaktur
bahan mentahnya. List bahan yang aku dapat. Kemudian redaktur ku jam satu rapat
checking, itu diputuskan oh ini jadi headline kemudian setelah rapat itu jam satu lebih
kesini aku nulis, kemudian jam delapan sampai jam sepuluh aku kirim naskah kemudian
diedit sama redaktur. Redaktur itu juga editannya berlapis. Aku ngasih redaktur, redaktur
ngedit dan editan dia juga harus diedit lagi oleh redaktur piket. Ada redaktur piket,
redaktur koran atau keranjang bahasa kemudian ke desain.
10. Apakah Harian Tempo memiliki pertimbangan khusus dalam memilih berita yang
ada?
Pasti ada pertimbangan. Satu, kan kita pasti milih isu yang magnitud nya besar. Magnitud
itu penting bagi semua orang, impact nya juga ada. Tiba-tiba kita nulis misalnya soal
olahraga tapi apa gitu, kecuali kita ada temuan baru. Dua, ada impack nya misalnya
sekarang ada berita pilpres atau lion air. Ada impack nya gitu misalnya kita nulis
misalnya evaluasi lion air, karena kemarin baru kecelakaan. Jadi kita punya temuan baru
misalnya hasil audit lion air gitu jadi itu wajar, kita bukan nyerang lion air tetapi memang
karena habis kejadian kecelakaan itu. Terus juga harus memenuhi kaidah-kaidah
jurnalistik. Konfirmasinya semua lengkap pertimbangannya, dan isunya juga kita jarang
isu-isu daerah kita jadikan headline. Kecuali kalau misalnya kasusnya itu di banyak
daerah atau misalnya kita juga jarang ngambil isu yang kesejahteraan. Karena Tempo
hukum dan politik identiknya kesitu. Jadi kalau ada dua isu yang besar, kita lebih
memilih isu politik jadi itu wajar. Biasanya yang ditaruh di headline itu breaking news,
terus kita ada temuan baru terhadap suatu isu yang ada magnitude nya tinggi.
11. Media mana saja yang menjadi rujukan Harian Tempo untuk mengambil kutipan
atau berita?
Pasti ada rujukan. Seperti yang diheadline Novel Baswedan ini, Yang bagian desain ini
dibuat bolak-balik itu usulan Pemred Tempo mas Budi Setiyarso. Dia mengusulkan
karena pernah memperlihatkan koran luar negeri itu pernah buat seperti ini juga ketika
ada dua isu yang menarik. Jadi dia share koran Meksiko kalau gak salah. Dia share
halaman depan koran itu. Rujukan ya pasti ada, tetapi Tempo itu jarang menjadikan
media sini sebagai rujukan, karena saingan berita atau isu itu biasa ya. Jadi biarin saja
kalau Kompas misalnya punya isu apa ya biarin, kita cari isu lain begitu. Rujukannya ya
pasti media-media luar yang sudah terbukti. Seperti Areoktimes, National Geography
juga sering yang nulis isu lingkungan atau science, portal luar negeri juga. Kalau untuk
koran, kita biasanya yang buat rujukan itu desain layout nya. Kalau isu kan itu isu
nasional jadi kita tau juga gak pakai ngerujuk kemana-mana. Jadi desainnya gimana
supaya enak dibaca gitu.
12. Bagaimana segmentasi khalayak pembaca Harian Tempo?
Yang baca Tempo kebanyakan anak-anak kuliah keatas, jadi segmentasinya selama ini
anak usia 18 tahun keatas.
13. Bagaimana latar belakang pendidikan, agama, budaya dan politik wartawan dalam
menulis berita?
Aku Islam, aku asli orang Aceh, kuliah di Bandung. sudah menjadi reporter Tempo itu
dari April 2014, sekarang megang isu politik, hukum, pilpres juga isu-isu kesejahteraan
sosial. Di Tempo ada pembagian isu, aku pegang yang isu nasional nya. Aku alumni
Universitas Telkom Bandung jurusan ilmu komunikasi. Sekarang aku tinggal di Permata
Hijau dekat Palmerah sini. Kerja di Jakarta sekarang sudah empat tahun. Karena aku
memang istilahnya baca media lain jadi aku kadang terbawa. Terkadang aku itu ingin
menulis dengan analisis, jadi tidak semua harus pakai kutipan orang begitu untuk menulis
berita. Kalau ideologi politik, aku lebih ke liberal. Aku soal mengambil sikap misalnya
ada isu kemarin ketika MK memutuskan bahwa orang yang berzina itu jangan di pidana,
bahwa itu bukan ranah pidana. Nah disitu aku mencoba menulis dengan memuji MK gitu,
bahwa ini putusan MK yang progresif. Aku datang dari Aceh yang sangat konservatif
gitu ya, apa-apa di kekang apalagi aku perempuan gitu. Misalnya semua diatur, sampai
hal paling kecil dalam hidup itu diatur. Ngopi di warung kopi, diatur kaya gitu. Nah
justru dari situ aku tidak mau. Seharusnya negara itu tidak perlu mengatur sampai hal-hal
paling kecil, makanya aku sekarang jauh lebih liberal dari itu. Agama itu seharusnya
tidak diurus Negara, bahwa yang namanya hubungan pribadi itu seharusnya tidak usah
diatur juga di KUHP. Jadi itu justru karena aku lahir dari ligkungan yang konservatif tapi
aku justru sangat liberal. Pandangan politik, aku pikir politik itu tidak berfungsi tapi ya
gimana harus begitu untuk menjalankan negara. Aku tidak mau terafiliasi dengan partai
ini partai itu. Kalau ideologi anak-anak Tempo itu selalu diajarkan keberimbangan,
konfirmasi. Karena isu-isu yang kita beritakan selama ini pasti isu yang benar-benar
terbuka. Pasti membeberkan ada kasus ini yang melakukan siapa. jadi ideologi yang
diajarkan itu keberimbangan penting, bahwa kita itu jangan mengaburkan perkara. Kita
memberitakan tetapi lebih ke pemerintah. Apa yang dilakukan pemerintah pasti kita tulis,
jadi berimbang sih.
14. Bagaimana pendapat wartawan dengan adanya kasus Novel Baswedan yang belum
terungkap pelakunya setelah setahun kejadian?
Nah itu tidak selesai-selesia ya. Sekarang malah bahaya, kasus Novel itu dijadikan jualan
politik. Prabowo atau Sandi pernah bilang, kalau nanti saya terpilih kasus Novel selesai.
Itukan bahaya banget ya kasusnya dijadikan jualan politik. Harusnya kan yang megang
kasus ini segera diselesaikan. Jadi sangat menyedihkan tidak diselesaikan sampai
sekarang sedangkan matanya Novel kan hampir buta.
15. Apa harapan wartawan setelah menulis berita mengenai kasus teror terhadap Novel
Baswedan?
Harapannya pasti ada yang membeca beritanya. Harapannya bahwa publik tidak lupa
bahwa kasus Novel belum selesai, makanya kita terus tulis follow up kasus ini. Ini kan
kasus pelanggaran HAM soalnya. Upaya Tempo secara lembaga atas kasus ini masih
dengan memfollow up kasus ini agar tidak dilupakan. Upaya lainnya kita tidak punya
wewenang menyelidiki kasusnya tetapi kita melakukan hal lain misalnya di visit lagi ke
tetangga-tetangga Novel siapa tau mereka punya info terbaru yang belum di share gitu.
Nama Narasumber : Fitriyan Zamzami
Jabatan : Redaktur Halaman Satu Harian Republika
Tempat : Kantor Harian Republika (Jl.Warung Buncit Raya No.37 Jakarta
Selatan, 12510)
Hari/Tanggal : Senin/ 05 November 2018
Pukul : 13.00 WIB
1. Melihat apa yang Harian Republika beritakan terkait kasus teror yang menimpa
Novel Baswedan, seberapa pentingkah kasus itu menurut Harian Republika?
Kami melihat memang KPK saat itu sedang menangani kasus Setya Novanto,
kemudian ada kasus sumber waras dan segala macam. Jadi ada sebagian kasus besar
yang kebetulan saat itu sedang ditangani KPK. Jadi pada saat itu menurut kami ini hal
yang penting. Wartawan kami kenal Novel sudah lama, seorang penetidak hukum dan
dia juga mejadi sumber kami di beberapa kesempatan. Jadi saat dia di siram dengan
air keras, kami tahu ini bukan isu kecil. Kita tahu bahwa Novel berperan dalam kasus-
kasus besar seperti kasus century, setnoduaji, dan sumber waras. Kemudian Novel
disitu juga menjadi salah satu penyidik utama kasus Setya Novanto. Jadi kami tahu
siapapun yang melakukan ini, ini pasti bukan kriminal biasa, dan si pelaku melakukan
kejahatan itu waktunya spesifik. insting kami seperti itu mula nya. Jadi kami fikir
berita ini penting untuk kami beritakan. Sehingga kami memutuskan pada saat itu
untuk membuat cover khusus di halaman satu.
2. Konstruksi apa yang hendak dibangun oleh Harian Republika dengan judul
headline “Jangan Gentar” dalam pemberitaan tersebut?
Karena kami paham semua tindak pidana, semua kejahatan yang dilakukan terhadap
oknum-oknum yang sedang melakukan pemberantasan korupsi bukan hanya KPK,
misalnya dia adalah jaksa yang disakiti karena dia sedang mengusut korupsi ataupun
polisi yang dia dianiaya karena memberantas korupsi pasti dia punya dampak. Kita
tidak berbicara mengenai motif karena kita belum tahu siapa pelakunya tetapi pasti
dampaknya akan membuat oknum-oknum pemberantasan korupsi yang lain jadi
gentar. Pasti dampaknya misalnya anggapan orang lain, wah kalau senior aja diginiin
apalagi kita yang masih kayak gini misalnya. Ataupun atasannya dia, wah bawahan
saya diginiin kalo saya nanti diapain lagi. Jadi pasti apapun motifnya dalam
malakukan penyiraman, katakan buat yang cuma iseng saja atau bagaimana
dampaknya pasti akan menimbulkan sedikit banyak kekhawatiran, ketakutan. Disitu
kami ingin mendorong tidak usah takut, kami ada dibelakang kalian, kami akan
membela kalian kalau kalian ada apa-apa, itu yang kami tekankan. Jangan gentar,
jangan kendor memberantas korupsi apapun yang terjadi.
3. Apa sikap yang hendak Harian Republika himbau dari pemilihan judul
tersebut?
Secara latar belakang saya pikir, hampir semua media mainstream di Indonesia
sepakat terutama Republika bahwa korupsi itu zero tolerant. Kita tidak punya
toleransi sama sekali untuk pelaku korupsi, mau itu mitra kita yang pernah masang
iklan di Republika ataupun anggota partai yang kebetulan dekat dengan Republika
maupun anggota ormas yang dia sering main kesini, kalau dia kena korupsi buat kami
itu sudah redline nya atau garis merahnya disitu, sekali kalian korupsi kita sudah
bukan teman lagi, seperti itu. Jadi sikap kami pada dasarnya seperti itu, sehingga saat
ada kejadian tersebut sebagai upaya untuk melemahkan korupsi, tentu kami akan
bersikap. Dalam hal ini kemudian penyerangan terhadap Novel kami lihat sebagai
salah satu bentuk pelemahan upaya pemberantasan korupsi. Maka tentu kami ingin
kasus ini diusut setuntas-tuntasnya siapa yang melakukan, motifnya apa, terkait
dengan kasus apa, siapa nama besar dibelakangnya yang sayangnya sampai sekarang
pun pemerintah maupun kepolisian belum memiliki progres terkait kasus tersebut.
Belum ada kemajuan signifikan dalam kasus ini. Tetapi sikap kami waktu itu, waktu
pertama kali kasus itu berlangsung tentu kami harus melakukan pembelaan terhadap
Novel karena dia salah satu ujung tombak pemberantasan korupsi dalam artian dia
juga satu nafas dengan kami dalam pemberantasan korupsi dan dia diserang. Kami
berharap bahwa dalam keseluruhan pemberantas korupsi yang sedang diserang, maka
kami mengambil sikap bahwa kasus ini harus tuntas tidak boleh terulang lagi.
4. Bagaimana proses persiapan untuk menggali berita tersebut?
Seperti ini kan masuknya peristiwa, jadi di Republika ini kan untuk pemberitaan
biasanya ada dua jenis besar. Yang pertama adalah isu, dan yang kedua adalah
peristiwa. Kalo isu ini dia lebih kepada perencanaan, misalnya dulu kita bikin soal
jilbab polwan, bagaimana kita memperjuangkan polwan untuk boleh pakai jilbab,
itukan peristiwanya tidak ada sebenarnya, tetapi ada keluhan bagi polwan bahwa
mereka ingin berjilbab sementara tidak boleh. Maka kita merapatkan itu lebih dalam,
kita rapat dulu langkah kita bagaimana, isunya bagaimana, reporternya bagaimana
untuk mengambil berita ini. Nah sementara untuk kasus Novel, ini sifatnya lebih pda
peristiwa mula nya ini kita bicara pada hari kejadian, karena waktu itu dia belum
menjadi isu ia baru peristiwa, jadi sikap indikator nya kita reaktif. Kiita diberitahu
kasus itu, kemudian langsung kita kirim wartawan ke lapangan, kita minta dia gali
sedalam-dalam nya apa yang terjadi, kita minta komentar-komentar dari tokoh-tokoh
yang punya kapasitas dalam kasus tersebut. Nah kemudian setelah semua bahan
terkumpul pada siang hari kita tahu bagaimana kronologinya. Kita tahu bagaimana
kira-kira yang terjadi pada hari itu, kita tahu bagaimana sikap-sikap tokoh-tokoh, kita
tahu dampak dari kejadian tersebut baru kita mulai merancang pada siang harinya. Ini
kita mau bikin apa ini berita, terus kita mau bawa kemana apa kita mau beritakan
sekedar peristiwanya saja atau mau kita jadikan sebuah pesan, atau sikap, mau kita
jadikan perlawanan atau bagaimana. Jadi karena ini peristiwa, saya fikir yang pertama
kali kita lakukan adalah kami reaktif dulu. Kita belum merencanakan, kita kirim
reporter ke lapangan, kamu kesini, kamu kesini, kamu kesini, kamu wawancara kesini
kemudian saat semua sudah terkumpul, baru kita rapatkan dari angle mana kita akan
mengambil peristiwa ini. Untuk keesokan harinya, baru kita mulai lebih terencana,
karena dia sudah pasca kejadian jadi kita mulai rapat, tadi siang Novel seperti ini
besok bagaimana kita mengangkat beritanya. Karena yang anda sorot adalah berita
awalnya, jadi sebenarnya itu lebih tergesa-gesa, ia lebih tidak terencana, lebih
spontan. Demikianlah hasil dari spontanitas kami.
5. Dalam proses pengolahan berita di redaksi Harian Republika, apakah terjadi
pro dan kontra? Bagaimana sebuah kebijakan redaksi berjalan?
Sebenarnya hal itu jarang terjadi di Republika, karena kita dari mulai pendidikan
kemudian sebelum diangkat, selama setahun dia menjadi calon reporter itu sedikit
banyak sudah mulai kita tanamkan nilai-nilai Republika. Jadi walaupun reporter dan
redaktur disini berlainan paham misalnya ada yang Islamnya garis kesini, Islamnya
garis kesitu, ada yang ideologinya garis kesini ada yang dukung ini, ada yang dukung
itu, tetapi pada saat membuat berita dalam kebanyakan kasus jarang sekali ada pro
kontra karena kita sudah paham bagaimana Republika memberitakan hal ini. Rata-
rata kita sudah datang punya satu pemikiran, bukan bagaimana saya memberitakan
hal ini tetapi bagaimana Republika memberitakan hal ini. Jadi diantara kepala-kepala
yang banyak ini, diantara orang-orang yang punya prinsip beda-beda ini biasanya
kalau kasusnya itu lisan kemudian kasusnya sikap Republika jarang sekali kami ada
pro kontra. Rata-rata kami sudah tahu kalau Republika ini bikinnya bagaimana sudah
kebaca. Dari awal kita sudah punya semacam jiwa sendiri, Republika yang
mengarahkan kami mau bikin apa besok. Bukan kami lagi yang mengarahkan dia.
jadi kami mengikuti bagaimana Republika akan menerbitkan berita ini besok, bukan
kemudian kami yang mendikte Republika mau gimana, karena memang nilainya
sudah cukup lama kita tanamkan regenerasi terus menerus. Jadi saya pikir tidak ada
pro kontra yang demikian tajam.
6. Bagaimana cara menggabungkan tulisan dalam berita-berita tersebut dengan
space yang sedikit? Sementara naskah-naskah mentah dari reporter pasti
banyak. Bagaimana proses mengedit naskah-naskah tersebut supaya sampai
muat dalam satu layout?
Kalau di Republika itu ada divisi namanya redaksi koran, redaksi online dan
newsroom. Nah newsroom ini yang membawahi reporter-reporter. Jadi koran tidak
memesan langsung ke reporter, online juga tidak memesan langsung ke reporter.
Online akan memesan ke newsroom yang bersangkutan. Misalnya ada newsroom
desk nasional, ada newsroom desk kabar kota, ada newsroom desk agama kami
memesan kesitu. Tolong reporternya suruh gali ini, nanti mereka yang kemudian
menyebar reporter. Kami tinggal lihat di kantong berita terkait itu. Nah dari berita
tersebut kami saring lagi, katakanlah mereka belanja-belanja bahan masakannya, nah
kami disini yang memasaknya. Jadi redaktur pilih-pilih yang mana yang relevan
karena koran tidak punya kebebasan ruang seperti online jadi kami harus benar-benar
selektif, mana tulisan yang benar-benar perlu diketahui pembaca atau mana tulisan
yang bisa membentuk persepsi pembaca besok, jadi tidak asal naik, jadi pada hari itu
tidak sedikit tulisan wartawan yang tidak naik dikoran. Biasa kita ambil sedikit-
sedikit petikan-petikan dari berita mereka untuk kemudian menghasilkan sebuah
tulisan yang akan membentuk persepsi di masyarakat. Seperti itu kalau disini, banyak
reporter kemudian kami disini menggabungkan. Bukan kemudian reporter yang bikin
tulisan jadi.
7. Apa saja kriteria-kriteria narasumber yang akan diwawancarai?
Kalau dalam kasus ini karena peristiwa kita tentu cari lingkaran yang paling dalam
dulu, misalnya kita harus dapat si matahari itu. Entah itu tetangganya Novel, entah itu
Novelnya sendiri, entah itu keluarganya Novel, entah itu kolega Novel di KPK, entah
itu kepolisian yang sedang bertugas di tempat itu, misalnya polsek kelapa gading.
Yang lebih dekat dengan dia dulu karena ini peristiwa. Kemudian setelah itu, orang-
orang terdekat kita sudah wawancara, kemudian kita cari orang yang berkompeten
untuk berkomentar dalam kasus ini siapa. Apakah ketua KPK misalnya karena dia
punya kepentingan untuk memberantas korupsi, kementrian terkait kemudian
presiden jika dia mau bicara, atau kemudian tokoh-tokoh anti korupsi atau tokoh-
tokoh masyarakat. jadi lebih mengalir sumber-sumbernya. Sumber-sumber yang
sekunder lebih kami pilih berdasarkan pesan apa yag akan kami sampaikan. Sumber-
sumber primer kami pilih yang paling dekat dengan peristiwa.
8. Apa efek dari pemberitaan teror terhadap Novel Baswedan ini?
Efeknya kemudian kami kira semakin kuat dorongan untuk penuntasan kasus ini jadi
yang kita hendaki, kemudian mucul dorongan untuk menuntaskan kasus ini dari
masyarakat untuk pegawai KPK agar mengeluarkan perpu dan sebagainya.
Sayangnya bukan hanya Republika maupun Tempo maupun media mainstream yang
lain yang memerintah agar pemerintah bertindak serius dalam hal ini. Kami sudah all
out sekali memberitakan hal ini semua di media, mau tv, mau online atau koran.
Tetapi sayangnya tidak ada reaksi yang kami harapkan dari pemerintah. Progres
untuk menuntaskan kasus ini. Kalau dari reaksi masyarakat karena sebenarnya di
media massa terutama mainstream selain memicu reaksi masyarakat, lebih utama
memicu reaksi yang membuat kebijakan. Anehnya dalam kasus Novel ini, sudah kita
beritakan sebanyak apapun tetapi pemerintah tidak bergeming. Kita tidak tahu
kenapa, tetapi tidak selesai-selesai kasus ini.
9. Media mana saja yang menjadi rujukan Harian Republika untuk mengambil
kutipan atau berita?
Saya pikir kalau sekarang karena sudah sedemikian tua, sudah dua puluh tahun lebih
Republika. Jadi lebih pada persaingan, kita sudah tidak melihat lagi rujukan-rujukan
begitu. Kita sudah punya standar sendiri, karena semua media Republika sudah punya
standar sendiri sudah tidak mengikuti media lain. Dalam banyak hal media-media
mainstream sekarang sudah punya aturan sendiri-sendiri. Dalam banyak hal sudah
punya pasar sendiri-sendiri, katakanlah Kompas lebih kepada sekuler menengah
keatas, Tempo lebih kepada yang liberal, Republika lebih kepada yang Islam,
kemudian Media Indonesia lebih kepada yg pro kepemerintah. Seperti itu sudah ada
aturannya sendiri. Jadi kita tidak khawatir merujuk dia besok mau bikin apa. Sudah
tidak rebutan pembaca lagi. Untuk berita internasional, prinsipnya sama juga kita cari
yang paling dekat. Misalnya kalau kejadiannya di Iran, kita cari IRNA bagaimana.
Kalau kejadiannya di Arab Saudi kita cari di Arabnews bagaimana kalau misalnya di
Inggris, BBC bagaimana. Jadi punya kantor berita masing-masing. Kita tidak
rmerujuk sebuah media tetapi lebih kepada kantor berita. Jadi bukan soal rujukannya
tetapi lebih kepada kedekatan media tersebut kepada kejadian.
10. Bagaimana Latar Belakang Pendidikan, agama, budaya dan politik redaktur
dalam mengedit berita?
Saya lahir dari keluarga Islam NU, tetapi tidak terlalu nahdin. Saat ini saya tinggal di
kelapa dua Depok, saya asli Jawa tetapi besar di Papua. Saya besar di Papua, dan saya
melihat banyak kejadian-kejadian negara yang tidak adil dengan Papua, orang Papua
itu punya hak untuk merdeka karena mereka dilakukan seperti itu. Sumber daya
diambil tetapi hak nya tidak diberi. Pendidikan mereka ditelantarkan. Mungkin itu
yang membentuk saya. Banyak hal-hal yang tumbuh bersama sayayang melalui buku
yang saya baca , buku favorit saya tahun 1984 George Orwell, terutama Al-Qur’an.
Saya alumni Universitas Islam Indonesia Jogja. Saya sudah 10 tahun bekerja di
Republika dan menjadi redaktur sejak 3 tahun yang lalu. Saya termasuk orang yang
memegang nilai-nilai Islam dalam jurnalistik, karena kadang-kadang orang bilang
jurnalisme itu tidak punya agama,jadi itu omong kosong. Semua jurnalisme itu punya
agama. Tinggal bagaimana kita melakukan agama itu dalam jurnalistik. Saya fikir
dalam banyak hal, Islam itu dekat sekali dengan jurnalisme. Contohnya tabayun, kita
tidak boleh percaya saja orang bicara apa, harus mencari kebenaran yang sebenarnya
bagaimana. Dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar kita harus memberitahu orang
ini salah, menyiram orang pakai air keras itu salah, itulah nahi munkar, amar ma’ruf
mengajak orang agar tidak korupsi dan menaati nilai-nilai keadilan. Nilah-nilai Islam
yang saya pegang dalam jurnalistik. Rasulullah bilang kita tidak boleh membicarakan
orang dibelakang, nah itu kita terapkan jadi cover both side. Kami kalau nuduh orang
sesuatu, orangnya harus dihadirkan sebagaimana diprofesi kami dalam hal tersebut,
kami hadirkan. Jadi tidak membicarakan dia dibelakang. Jadi yang kami lakukan di
Republika itu menanamkan nilai-nilai Islam dalam jurnalistiknya. Kalau pandangan
politik, saya tidak suka di labelin karena membuat kita kotak-kotak. Saya masih
terbuka sejauh ini, tidak ada yang saya anut dengan begitu taat kecuali Al-Qur’an dan
Hadist yang sudah paten.
11. Bagaimana pendapat redaktur dengan adanya kasus Novel Baswedan yang
belum terungkap pelakunya setelah setahun kejadian?
Kami sangat menyayangkan, karena ini peristiwa yang buruk sekali. Saat dirimu
menyakiti ujung tombak korupsi tetapi dirimu tidak dihukum, akan banyak orang
yang punya pemikiran serupa. Saat nanti orang besar punya kasus seperti itu. Dia
tinggal mengirim saja centengnya gitu untuk menghabiskan. Buat intimidasi yang
menyelidiki kasusnya. karena yang Novel saja tidak terungkap, pikirannya dia
mungkin nanti ah Novel saja tidak terungkap iseng-isenglah yang ini kita gituin. Itu
yang bahaya. Jadi kadang-kadang kejahatan itu bukan soal kejahatannya semata tetapi
memang itu dampaknya bagaimana, apa efek yang ditimbulkan. Yang terjadi dari
kasus Novel itu yang mengerikan, karena itu akan membuat orang yang ingin
melakukan korupsi itu punya ide yang nyeleneh. Itu yang harus dijaga. Makanya mau
tidak mau, kasus ini harus selesai bagaimanapun caranya, mau setahun dua taun harus
selesai. Orang-orang harus tahu kalau di Indonesia dirimu tidak bisa melukai
penetidak hukum kemudian lari dan tidak dapat hukuman. Jadi itu yang kami
tekankan dan sangat kami sayangkan. Makanya setelah setahun, kasus ini terus kami
dorong walaupun kadang-kadang bukan di halaman depan, mungkin di halaman
dalam, halaman nasional, di rubrik politik, rubrik nasional, kami dorong terus kasus
ini. Karena penting sekali. Tanggapan kami terhadap polisi sekarang ya kami sangat
menyayangkan kepolisian yang lamban bergerak, bahkan seperti tidak ada kemajuan.
Kami menyayangkan juga presiden yang tidak punya sikap apa-apa, tanggapannya
seperti itu.
12. Bagaimana gambaran geografis, historis, sosial budaya Republika?
Awalnya itu dimulai pada ujung orde baru, Soeharto mulai merapat ke Islam setelah
sekian lama mebantai orang Islam, politik Islam ditekan sekian lama, kemudian pada
akhir-akhir masa pemerintahannya itu dia mulai ada kedekatan dengan umat Islam.
Kemudian orang-orang di Republika yang sebelumnya berdiri ICMI (Ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia) berpikir kita kan mayoritas, tetapi tidak punya suara.
Jadi mereka punya ide, bagaimana kalau membuat media sendiri. Waktu itu ketua
ICMI nya Habibie yang kebetulan juga wakil presiden. Kemudian kita buat turunan
dari masyarakat. Kemudian diwajibkan ke pegawai negeri yang Islam untuk
membantu mendanai, yaitu takaful muamalah dan Republika. Republika di media
massa nya, muamalah di perbankan, takaful di asuransi. Jadi tiga itu didanai PNS
yang muslim dan sumbangan masyarakat muslim. Kemudian Republika berdiri tahun
1992 kita mengambil banyak sekali wartawan senior dari Berita Buana, wartawan
Tempo masuk, dari wartawan yang lain masuk, kemudian jadilah Republika. Dari situ
kita bertahan-bertahan, kita walaupun waktu itu lahir orde baru katakanlah tetapi orde
baru juga sudah kita kritik sebelum jatuh, orde baru jatuh kemudian kita kehilangan
patron. Jadi secara ekonomi cukup mengkhawatirkan dan kemudian setelah 2004-
2005 diambil Erick tohir. Republika jadi entitas yang komersil yang tidak terikat oleh
orde manapun. Semenjak itu kemudian Republika menjadi media yang lebih
komersil dan independen. Tetapi core nya dari awal sampai sekarang tetap
kebangsaan, keumatan, keIslaman dan ekonomi kerakyatan. Jiwanya tidak pernah
berubah dari dulu. Mengutamakan kepentingan bangsa, kepentigan umat. Tempatnya
sejak awal di Jakarta Selatan cetaknya di Pulogadung, juga ada cabang di Jogja, Jawa
Barat dekat gedung sate.. Kalau jangkauannya masih sampai mana-mana.
Kalimantan, Padang, Riau, NTB, Sulawesi dan lain-lain.
13. Bagaimana Segmentasi Khalayak Pembaca Republika?
Secara intinya tentu yang lagi beriringan dengan naik daunnya Republika yaitu kelas
menengah muslim. Dulu orang Islam dianggapnya miskin di Indonesia, dianggap
tidak berpendidikan, sekarang ada generasi baru seperti kita, berpendidikan, pakai
jilbab katakanlah dia sudah mempunyai sikap-sikap politik yang Islami, dia memilih
gaya hidup yang lebih cenderung kekanan. Jadi ada segmentasi yang sedang naik
daun di Indonesia. Segmen kelas menengah muslim. Republika lebih dekat ke
spektrum tersebut yang kebetulan sekarang atidak lebih dekat katakanlah ke
muhammadiyah, atidak kesitu. Kalau anda menanyakan pasarnya Republika sekarang
siapa, itu kelas menengah muslim. Karena bukan semata sebagai pasar tetapi kami
percaya bahwa orang-orang ini yang akan menentukan Indonesia kedepannya. Bukan
orang-orang Islam maupun non muslim yang kaya ataupun yang tidak terlalu kaya.
Tetapi yang kelas menengah ini yang mereka baca buku, mereka paham melek
teknologi, mereka paham dengan sosiopolitiknya negra-negara, mereka punya
wawasan luas. Orang ini yang menentukan negara kedepannya bagaimana. Jadi
sasaran Republika. Jadi timbal balik antara mereka dan Republika, mereka punya isu
yang mereka anggap penting, kita mainkan. Kita punya isu yang perlu mereka tahu,
kita mainkan. Jadi ada timbal balik. Tetapi bahayanya disitu, saat mereka akan
cenderung ke kanan Republika juga karena dia punya pasar seperti itu, akan
terdorong kekanan. Kalau menengah muslim itu lebih ke kiri atau tengah, Republika
akan mengikuti alur mereka. Karena ada timbal balik antara Republika dan mereka,
pasarnya disitu.
Struktur Redaksi Harian Tempo
Adapun struktur redaksional Harian Tempo sebagai berikut: 1
Posisi Jabatan Nama
Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab Budi Setyarso
Redaktur Eksekutif Philipus Parera
Redaktur Pelaksana (Nasional & Hukum) Anton Aprianto
Redaktur Utama (Nasional & Hukum) Anton Septian, Dodi Hidayat,
Sunudyantoro
Redaktur (Nasional & Hukum) Agung Sedayu, Efri Ritonga, Endri
Kurniawati, Juli Hantoro, Rusman
Paraqbueq, Stefanus Teguh Edi
Pramono
Staf Redaksi (Nasional & Hukum) Amirullah, Francisco Rosarians Enga
Geken, Hussein Abri Y.M Dongoran,
Indri Maulidar, I Wayan Agus
Purnomo, Kodrat Setiawan, Linda
Novi Trianita, Prihandoko,
Raymundus Rikang R.W., Rina
Widiastuti, Syailendra Persada
Redaktur Pelaksana (Ekonomi & Media) Yandhrie Arvian
Redaktur Utama (Ekonomi & Media) Agoeng Wijaya, Yudono Yanuar
Redaktur (Ekonomi & Media) Ali Nur Yasin, Dewi Rina Cahyani,
Eko Ari Wibowo, Fery Firmansyah,
Retno Sulistyowati, Rr. Ariyani
Staf Redaksi (Ekonomi & Media) Aditya Budiman, Ali Ahmad
Hidayat, Andi Ibnu Masri, Khairul
Anam, Martha W. Silaban, Putri
Adityowati, Robby Irfany Maqoma
1 Data diambil dari Harian Tempo edisi 30 September 2018
Redaktur Pelaksana (Investigasi) Bagja Hidayal
Redaktur (Investigasi) Mustafa Silalahi
Staf Redaksi (Investigasi) Erwan Hermawan, Istman
Musaharun
Redaktur Pelaksana (Internasional) Iwan Kurniawan
Redaktur (Internasional) Abdul Manan, Mahardika Satria
Hadi, Maria Rita Ida Hasugian,
Sukma Loppies
Staf Redaksi (Internasional) Budi Riza, Sita Planasari
Reporter (Internasional) Choirul Aminudin
Redaktur Pelaksana (Seni &Intermezo) Seno Joko Suyono
Redaktur Utama (Seni &Intermezo) Nurdin Kalim
Redaktur (Seni &Intermezo) Mustafa Ismail
Staf Redaksi (Seni &Intermezo) Dian Yuliastuti, Moyang Kasih Dewi
Merdeka
Redaktur Pelaksana (Sains & Sport) Firman Atmakusuma
Redaktur Utama (Sains & Sport) Nurdin Saleh
Redaktur (Sains & Sport) Irfan Budiman
Staf Redaksi (Sains & Sport) Afrilia Suryanis, Amri Mahbub,
Erwin Prima Putra Z., Febriyan,
Gabriel Wahyu Titiyoga, Indra
Wijaya, Nur Haryanto
Redaktur Pelaksana (Gaya Hidup) Sapto Yunus
Redaktur Utama (Gaya Hidup) Rini Kustiani, Tulus Wijanarko, Yos
Rizal Suriaji
Redaktur (Gaya Hidup) Nunuy Nurhayati, Reza Maulana
Staf Redaksi (Gaya Hidup) Aisha Shaidra, Dini Pramita, Larrisa
Huda, Mitra Tarigan, Nur Alfiyah
Bt. Tarkhadi, Praga Utama
Reporter (Gaya Hidup) Annisa Lucyana, Yunia Pratiwi
Redaktur Pelaksana (Metro) Jajang Jamaluddin
Redaktur (Metro) Dwi Arjanto, Jobpie Sugiharto,
Suseno, Tjandra Dewi, Zacharias
Wuragil
Staf Redaksi (Metro) Ali Anwar, Devy Ernis, Gangsar
Parikesit, Linda Hairani, Untung
Widyanto
Reporter (Metro) Avit Hidayat, Inge Klara Safitri,
Ninis Chairnia
Kepala Pengembangan Produk Digital Yosep Suprayogi
Infografis Fitra Moerat Ramadhan Sitompul
(Redaktur), Gadi Kurniawan
Makitan, Sadika Hamid
Video Ngarto Februana (Redaktur), Ryan
Maulana, Ridian Eka Saputra, Dwi
Oktaviane
Media Sosial Ferdinand Akbar (Koordinator),
Abdur Rohim Latada
Redaktur (Indonesiana ) Istiqomatul Hayati
Staf Redaksi (Indonesiana ) Cheta N. Prasetyaningrum
Pengembangan Komunitas Rob Januar
Struktur Organisasi dan Struktur Redaksional Harian Republika
Struktur organisasi Harian Republika yaitu sebagai berikut:2
Struktur Organisasi Harian Republika
Posisi Jabatan Nama
Komisaris Utama Erick Thohir
Wakil Komisaris Utama Muhammad Lutfi
Komisaris R Harry Zulnardy, Adrian
Syarkawie, Rosan P Roeslani
Direktur Utama Agoosh Yoosran
Wakil Direktur Utama Mira Rahardjo Djarot
Direktur Operasional Arys Hilman Nugraha
Direktur Marketing Ronggo Sadono
Manajer Senior Keuangan, SDM,
dan Umum
Ruwito Brotowidjojo
Manajer Senior Pengembangan
Klien
Yulianingsih Yamin
Manajer Iklan dan Pengembangan
Daerah
Indra Wisnu Wardhana
Manajer Produksi Nurrokhim
Manajer Promosi dan Event HR Kurniawan
Manajer TI Mohamad Afif
Struktur Redaksional Harian Umum Republika
Posisi Jabatan Nama
Pemimpin Redaksi Irfan Junaidi
Wakil Pemimpin Redaksi Nur Hasan Murtiaji
Redaktur Pelaksana Koran Subroto
2 Data diambil dari Harian Republika edisi 24 September 2018
Redaktur Pelaksana Newsroom Maman Sudiaman
Redaktur Pelaksana Online Elba Damhuri
Redaktur Khusus Ikhwanul Kiram Mashuri
Redaktur Senior Agung P Vazza
Wakil Redaktur Pelaksana
Firkah Fansuri, Heri Ruslan,
Kumara Dewatasari, Joko
Sadewo Asisten Redaktur
Pelaksana: Priyantono Oemar,
Stevy Maradona, Ferry
Kisihandi, Mansyur Faqih, Didi
Purwadi, Muhammad Subarkah,
Budi Raharjo, Edwin Dwi
Putranto
Sekretaris Redaksi Hamidah Sagaf
Perwakilan Jawa Barat:
Rachmat Santosa Basarah
(Kepala Perwakilan), Irfan Fitrat
Pribadi (Kepala Redaksi)
Perwakilan DIY jateng dan jatim: Haryadi B Susanto (Kepala
Perwakilan) Yusuf Assidiq
(Kepala Redaksi)
Wartawan Senior Harun Husein, Nurul S
Hamami, Selamat Ginting, Siwi
Tri Puji Budiwiyati, Rakhmat
Hadi Sucipto
Kepala Desain Sarjono
Kepala Infografis Muhamad Ali Imron
Kepala Penyunting Bahasa Ririn Liechtiana
Kepala Digital Desi Purwo Wijianto
Headline berita Harian Tempo edisi 12 April 2017
Headline berita Harian Republika edisi 12 April 2017
Wawancara bersama wartawan Harian Tempo, Indri Maulidar.
Wawancara bersama redaktur Harian Republika,Fitriyan Zamzami.