hipertiroid dalam kehamilan

27

Click here to load reader

description

Tiroid Dgn Kehamilan

Transcript of hipertiroid dalam kehamilan

Page 1: hipertiroid dalam kehamilan

Selasa, 07 Juli 2009

HIPERTIROIDISME DALAM KEHAMILAN

Hipertiroidisme Dalam Kehamilan

Alwi Shahab

Subbagian Endokrinologi Metabolisme

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

FK Unsri / RSMH Palembang

Pendahuluan

Hipertiroidisme merupakan suatu sindrom klinik akibat meningkatnya sekresi hormon

tiroid didalam sirkulasi baik tiroksin (T4), triyodotironin (T3) atau kedua-duanya.

Sekitar 90% dari hipertiroidisme disebabkan oleh penyakit Grave, struma nodosa toksik baik

soliter maupun multipel dan adenoma toksik. Penyakit Grave pada umumnya ditemukan pada

usia muda yaitu antara 20 sampai 40 tahun, sedang hipertiroidisme akibat struma nodosa

toksik ditemukan pada usia yang lebih tua yaitu antara 40 sampai 60 tahun. Oleh karena

penyakit Grave umumnya ditemukan pada masa subur, maka hampir selalu hipertiroidisme

dalam kehamilan adalah hipertiroidisme Grave, walaupun dapat pula disebabkan karena

tumor trofoblas, molahidatidosa, dan struma ovarii. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia

belum diketahui. Di Eropa berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa.

Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki dengan ratio 5:1.

Hipertiroidisme jarang ditemukan pada wanita hamil. Kekerapannya diperkirakan 2 : 1000

dari semua kehamilan,namun bila tidak terkontrol dapat menimbulkan krisis tiroid, persalinan

prematur, abortus dan kematian janin. Diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit

ditegakkan karena kehamilan itu sendiri menyebabkan perubahan-perubahan fisiologik yang

menyerupai keadaan hipertiroidisme. Namun deteksi dini untuk mengetahui adanya

hipertiroidisme pada wanita hamil sangatlah penting, karena kehamilan itu sendiri merupakan

suatu stres bagi ibu apalagi bila disertai dengan keadaan hipertiroidisme. Pengelolaan

penderita hipertiroidisme dalam kehamilan memerlukan perhatian khusus, oleh karena baik

Page 2: hipertiroid dalam kehamilan

keadaan hipertiroidismenya maupun pengobatan yang diberikan dapat memberi pengaruh

buruk terhadap ibu dan janin.

Faal kelenjar tiroid pada kehamilan normal :

Selama kehamilan faal kelenjar tiroid mengalami peningkatan dan dalam banyak hal

aktifitas kelenjar tiroid menyerupai keadaan hipertiroidisme. Sebelum dikembangkannya

teknik pengukuran kimiawi faal kelenjar tiroid, orang beranggapan bahwa terjadinya struma

dan peningkatan metabolisme basal pada wanita hamil disebabkan karena kelenjar tiroid yang

hiperaktif. Anggapan ini berdasarkan gambaran histologik berupa hipertrofi dan hiperplasi

folikel kelenjar tiroid pada wanita hamil. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa

prevalensi struma selama kehamilan bervariasi secara geografis. Pada suatu studi di

Skotlandia, 70% wanita hamil mengalami struma, lebih banyak dibandingkan dengan wanita

yang tidak hamil (38%). Berbeda dengan penelitian di Islandia, dimana tidak ditemukan

peningkatan kejadian struma selama kehamilan. Juga studi di Amerika Serikat, tidak

menunjukkan peningkatan kejadian struma pada wanita hamil. Dari hasil penelitian diketahui

bahwa hal ini disebabkan karena kandungan yodium di Islandia dan Amerika Serikat lebih

tinggi daripada di Skotlandia.

Menurut Glinoer, kehamilan merupakan suatu keadaan yang unik, dimana faal kelenjar tiroid

dipengaruhi oleh 3 perubahan, yaitu :

1. Terjadi perubahan dalam ekonomi tiroid karena meningkatnya kadar TBG sebagai

respons terhadap peningkatan kadar estrogen. Akibat peningkatan kadar TBG ini akan

terjadi kenaikan kadar Protein Binding Iodine mulai minggu ke 12 yang mencapai 2

kali kadar normal. Juga akan terjadi kenaikan kadar T4 dan T3 didalam serum.

Peningkatan kadar TBG serum selama kehamilan disebabkan karena meningkatnya

produksi TBG oleh sel-sel hati dan menurunnya degradasi TBG perifer akibat

modifikasi oligosakarida karena pengaruh kadar estrogen yang tinggi.

2. Terjadi peningkatan sekresi Thyroid Stimulating Factors (TSF) dari plasenta terutama

Human Chorionic Gonadotropin (HCG). HCG menyerupai TSH, dimana keduanya

merupakan glikoprotein yang mempunyai gugus alfa yang identik. Bukti terbaru

menunjukkan bahwa HCG merupakan suatu Chorionic Thyrotropin dimana aktifitas

biologik dari 1 Unit HCG ekivalen dengan 0,5 uU TSH.

3. Kehamilan disertai dengan penurunan persediaan yodium didalam kelenjar tiroid

karena peningkatan klirens ginjal terhadap yodium dan hilangnya yodium melalui

Page 3: hipertiroid dalam kehamilan

kompleks feto-plasental pada akhir kehamilan. Hal ini akan menyebabkan keadaan

defisiensi yodium relatif. Bersamaan dengan meningkatnya laju filtrasi glomerulus

selama kehamilan, ekskresi yodium meningkat dan terjadi penurunan “ iodine pool”.

Respons TSH terhadap TRH juga meningkat selama kehamilan. Hal ini disebabkan

karena pengaruh estrogen, dimana dapat juga terjadi pada wanita2 tidak hamil yang

menggunakan obat2 kontrasepsi. Walaupun terjadi perubahan2 diatas, namun kecepatan

produksi hormon tiroid tidak mengalami perubahan selama kehamilan. Menurut Burrow,

pada wanita hamil terjadi beberapa perubahan faal kelenjar tiroid seperti tersebut dibawah

ini :

I. Meningkat :

A. Laju metabolisme basal

B. Ambilan yodium radioaktif

C. Respons terhadap TRH

D. Thyroxin Binding Globulin (TBG)

E. Tiroksin

F. Triyodotironin

G. Human Chorionic Thyrotropin/ Gonadotropin

H. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

II. Tidak berubah :

A. Konsentrasi tiroksin bebas (fT4)

B. Kecepatan produksi tiroksin

Perubahan faal kelenjar tiroid ibu selama kehamilan diikuti pula oleh perubahan faal

kelenjar tiroid janin. Yodium organik tidak ditemukan dalam kelenjar tiroid janin

sebelum usia kehamilan 10 minggu. Pada usia kehamilan 11-12 minggu, kelenjar

tiroid janin baru mulai memproduksi hormon tiroid. TSH dapat dideteksi dalam serum

janin mulai usia kehamilan 10 minggu, tetapi masih dalam kadar yang rendah sampai

usia kehamilan 20 minggu yang mencapai kadar puncak 15 uU per ml dan kemudian

turun sampai 7 uU per ml. Penurunan ini mungkin karena kontrol dari hipofisis yang

mulai terjadi pada usia kehamilan 12 minggu sampai 1 bulan post natal. Selama usia

pertengahan kehamilan, didalam cairan amnion dapat dideteksi adanya T4 yang

Page 4: hipertiroid dalam kehamilan

mencapai puncaknya pada usia kehamilan 25 sampai 30 minggu. Kadar T3 didalam

cairan amnion selama awal kehamilan masih rendah dan berangsur akan meningkat.

Tetrayodotironin (T4) didalam tubuh janin terutama dimetabolisir dalam bentuk

reverse T3 (rT3) , hal ini mungkin disebabkan karena sistem enzimnya belum matang.

Reverse T3 meningkat terus dan mencapai kadar puncak pada usia kehamilan 17

sampai 20 minggu.

Kadar rT3 didalam cairan amnion dapat dipakai sebagai diagnosis prenatal terhadap

kelainan faal kelenjar tiroid janin. Pada saat lahir terjadi peningkatan kadar TSH

karena sekresinya oleh hipofisis meningkat. Kadar TSH neonatus meningkat beberapa

menit setelah lahir 7,5 uU/ml dan mencapai puncaknya 30 uU/ ml dalam 3 jam.

Karena rangsangan TSH akan terjadi kenaikan yang tajam dari kadar T4 total dan T4

bebas didalam serum. Kadar T3 juga meningkat secara dramatis, tetapi sebagian tidak

tergantung dari TSH. Hal ini mungkin disebabkan karena meningkatnya aktifitas

jaringan dalam memetabolisir T4 menjadi T3. Ambilan yodium radioaktif neonatus

meningkat mulai 10 jam setelah lahir yang mencapai puncaknya pada hari kedua dan

menurun sampai batas normal seperti orang dewasa pada hari ke 5 setelah lahir.

Tabel 1 menunjukkan faal kelenjar tiroid ibu dan neonatus

TBG

(mg/dl)

T4

(ug/dl)

T3

(ng/dl)

rT3

(ng/dl)

Wanita tidak hamil

Wanita hamil aterm

Neonatus

4,3

8,7

5,4

7,6

14,3

11,0

111

173

50

40

54

136

Tabel 2 menunjukkan tes faal tiroid dari darah ibu dan darah tali pusat bayi pada saat

baru lahir

T e s Darah ibu Darah tali pusat

T4 serum (ug/100 ml)

fT4 (ng/100 ml)

T3 serum (ng/100 ml)

rT3 (ng/100 ml)

10 – 16

2,5 – 3,5

150 – 250

36 – 65

6 – 13

1,5 – 3,0

40 – 60

80 – 360

Page 5: hipertiroid dalam kehamilan

resin T3 uptake

TBG (mg/L)

TSH serum (uU/ml)

22

30 – 50

0 - 6

25 – 35

12 – 30

0 – 20

Hipertiroidisme dalam kehamilan

Patogenesis

Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena penyakit Grave

yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai sekarang etiologi penyakit Grave tidak

diketahui secara pasti. Dilihat dari berbagai manifestasi dan perjalanan penyakitnya,

diduga banyak faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit ini. Dari hasil penelitian,

masih timbul sejumlah pertanyaan yang belum terjawab, antara lain :

1. Apakah kelainan dasar penyakit tiroid otoimun terjadi didalam kelenjar tiroid sendiri,

didalam sistem imun atau keduanya.

2. Kalau terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan sistem imun, apakah kelainan primer

terjadi pada fungsi sel T (aktifitas sel T supresor yang meningkat dan sel T helper

yang menurun atau sebaliknya).

3. Apakah terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan pada tahap awal terjadinya

penyakit tiroid otoimun.

Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses otoimun dapat

menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan hipotiroidisme (pada tiroiditis Hashimoto)

atau menimbulkan stimulasi dan hipertiroidisme (pada penyakit Grave).

Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara, yaitu :

1. Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh (diluar kelenjar tiroid) karena

pengaruh antigen tiroid spesifik sehingga terjadi imunitas humoral.

2. Zat-zat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar tiroid sendiri yang menimbulkan

imunitas seluler.

Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid Stimulating Antibody (TSAb)

atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI). Sekarang telah dikenal beberapa

stimulator tiroid yang berperan dalam proses terjadinya penyakit Grave, antara lain :

Page 6: hipertiroid dalam kehamilan

1. Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)

2. Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P)

3. Human Thyroid Stimulator (HTS)

4. Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS)

5. Thyrotropin Displacement Activity (TDA)

Antibodi-antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH yang terdapat pada membran sel

folikel kelenjar tiroid, sehingga merangsang peningkatan biosintesis hormon tiroid.

Bukti tentang adanya kelainan sel T supresor pada penyakit Grave berdasarkan hasil

penelitian Aoki dan kawan-kawan (1979), yang menunjukkan terjadinya penurunan

aktifitas sel T supresor pada penyakit Grave. Tao dan kawan-kawan (1985) membuktikan

pula bahwa pada penyakit Grave terjadi peningkatan aktifitas sel T helper. Seperti

diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat berperan sebagai helper dalam

proses produksi antibodi oleh sel limfosit B atau sebaliknya sebagai supresor dalam

menekan produksi antibodi tersebut. Tergantung pada tipe sel T mana yang paling

dominan, maka produksi antibodi spesifik oleh sel B dapat mengalami stimulasi atau

supresi. Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi pada satu keluarga telah diketahui

selama beberapa tahun terakhir. Beberapa hasil studi menyebutkan adanya peran Human

Leucocyte Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B dan D. Grumet dan kawan-

kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya HLA-B8 pada 47% penderita penyakit

Grave. Meningkatnya frekwensi haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave diperkuat pula

oleh peneliti-peneliti lain. Studi terakhir menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8

pada penyakit Grave berbeda-beda diantara berbagai ras. Gray dan kawan-kawan (1985)

menyatakan bahwa peranan faktor lingkungan seperti trauma fisik, emosi, struktur

keluarga, kepribadian, dan kebiasaan hidup sehari-hari tidak terbukti berpengaruh

terhadap terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik perhatian bahwa penyakit Grave

sering menjadi lebih berat pada kehamilan trimester pertama, sehingga insiden tertinggi

hipertiroidisme pada kehamilan akan ditemukan terutama pada kehamilan trimester

pertama. Sampai sekarang faktor penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Pada usia

kehamilan yang lebih tua, penyakit Grave mempunyai kecenderungan untuk remisi dan

akan mengalami eksaserbasi pada periode postpartum. Tidak jarang seorang penderita

penyakit Grave yang secara klinis tenang sebelum hamil akan mengalami hipertiroidisme

pada awal kehamilan. Sebaliknya pada usia kehamilan yang lebih tua yaitu pada trimester

ketiga, respons imun ibu akan tertekan sehingga penderita sering terlihat dalam keadaan

remisi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan sistem imun ibu selama kehamilan.

Page 7: hipertiroid dalam kehamilan

Pada kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga disebabkan karena

peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang mengeluarkan faktor-faktor supresor.

Faktor-faktor supresor ini melewati sawar plasenta sehingga menekan sistem imun ibu.

Setelah plasenta terlepas, faktor-faktor supresor ini akan menghilang. Hal ini dapat

menerangkan mengapa terjadi eksaserbasi hipertiroidisme pada periode postpartum.

Setelah melahirkan terjadi peningkatan kadar TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai

4 bulan postpartum. Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai yang

dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan bahwa 5,5% wanita

Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran klinis tiroiditis postpartum sering tidak

jelas dan sulit dideteksi. Tiroiditis postpartum biasanya terjadi 3-6 bulan setelah

melahirkan dengan manifestasi klinis berupa hipertiroidisme transien diikuti

hipotiroidisme dan kemudian kesembuhan spontan. Pada fase hipertiroidisme akan terjadi

peningkatan kadar T4 dan T3 serum dengan ambilan yodium radioaktif yang sangat

rendah (0 – 2%). Titer antibodi mikrosomal kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini

biasanya berlangsung selama 1 – 3 bulan, kemudian diikuti oleh fase hipotiroidisme dan

kesembuhan, namun cenderung berulang pada kehamilan berikutnya. Terjadinya tiroiditis

postpartum diduga merupakan “rebound phenomenon” dari proses otoimun yang terjadi

setelah melahirkan.

.

Pengaruh hipertiroidisme terhadap kehamilan

Hipertiroidisme akan menimbulkan berbagai komplikasi baik terhadap ibu maupun janin

dan bayi yang akan dilahirkan.

Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain :

I. Komplikasi terhadap ibu :

A. Payah Jantung

Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas ibu

yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang terjadinya

perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang siur. Terdapat

banyak bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari peningkatan kadar hormon

tiroid dapat menimbulkan kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi

ventrikel. Hormon tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Pengaruh langsung :

Page 8: hipertiroid dalam kehamilan

Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik

positip pada miokard melalui beberapa cara :

1. Komponen metabolisme :

a. Meningkatkan jumlah mitokondria

b. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang

menyebabkan aktifitas ATPase miosin meningkat

c. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard

d. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi

interaksi aktin-miosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard

e. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga

meningkatkan kepekaan miokard terhadap katekolamin.

2. Komponen simpul sinoatrial :

Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan

atrium, sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan

takikardia sinus dan fibrilasi atrium.

3. Komponen adrenoreseptor :

Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah.

Hal ini dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi

reseptor alfa dan beta. Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor

beta dan pengurangan reseptor alfa.

Pengaruh tidak langsung :

1. Peningkatan metabolisme tubuh :

Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana

terjadi vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik),

denyut jantung meningkat sehingga curah jantung bertambah.

2. Sistem simpato-adrenal :

Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas

sistem simpato-adrenal melalui cara :

a) Peningkatan kadar katekolamin

b) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin

Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu istirahat,

dimana hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu sendiri. Disfungsi

ventrikel akan bertambah berat bila disertai dengan anemia, preeklamsia atau

Page 9: hipertiroid dalam kehamilan

infeksi. Faktor-faktor risiko ini sering terjadi bersamaan pada wanita hamil.

Davis,LE dan kawan-kawan menyebutkan bahwa payah jantung lebih sering

terjadi pada wanita hamil hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada

trimester terakhir.

Krisis tiroid

Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan

hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-

faktor pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk bedah

Caesar, trauma dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi pada

pasien-pasien hipertiroidisme hamil yang tidak terdiagnosis atau mendapat

pengobatan yang tidak adekuat. Menurut laporan Davis LE dan kawan-kawan,

dari 342 penderita hipertiroidisme hamil, krisis tiroid terjadi pada 5 pasien

yang telah mendapat pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang mendapat terapi

operatif , 7 pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat pengobatan.

Krisis tiroid ditandai dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat dan

hiperpireksia. Suhu tubuh dapat meningkat sampai 41oC disertai dengan

kegelisahan, agitasi, takikardia, payah jantung, mual muntah, diare,delirium,

psikosis, ikterus dan dehidrasi.

II. Komplikasi terhadap janin dan neonatus :

Untuk memahami patogenesis terjadinya komplikasi hipertiroidisme pada

kehamilan terhadap janin dan neonatus, perlu kita ketahui mekanisme hubungan

ibu janin pada hipertiroidisme. Sejak awal kehamilan terjadi perubahan-perubahan

faal kelenjar tiroid sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sedangkan kelenjar tiroid

janin baru mulai berfungsi pada umur kehamilan minggu ke 12-16. Hubungan ibu

janin dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Page 10: hipertiroid dalam kehamilan

TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun TSH janin

tidak saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4 hanya dalam jumlah

sedikit yang dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb dapat melewati plasenta dengan

mudah. Oleh karena itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada kemungkinan terjadi

hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Obat-obat anti tiroid seperti PTU dan Neo

Mercazole, zat-zat yodium radioaktif dan yodida, juga propranolol dapat dengan

mudah melewati plasenta. Pemakaian obat-obat ini dapat mempengaruhi kehidupan

dan perkembangan janin. Pemakaian zat yodium radioaktif merupakan kontra indikasi

pada wanita hamil karena dapat menyebabkan hipotiroidisme permanen pada janin.

Hipertiroidisme janin dan neonatus :

Page 11: hipertiroid dalam kehamilan

Hipertiroidisme janin dapat terjadi karena transfer TSI melalui plasenta terutama bila

ibu hamil hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan anti tiroid. Hipertiroidisme

janin dapat pula terjadi pada ibu hamil yang mendapat pengobatan hormon tiroid

setelah mengalami operasi tiroidektomi, sedangkan didalam serumnya kadar TSI

masih tinggi. Diagnosis ditegakkan dengan adanya peningkatan kadar TSI ibu dan

bunyi jantung janin yang tetap diatas 160 x per menit. Kurang lebih 1% wanita hamil

dengan riwayat penyakit Grave akan melahirkan bayi dengan hipertiroidisme.

Hipertiroidisme neonatus kadang-kadang tersembunyi, biasanya berlangsung selama 2

sampai 3 bulan. Hipertiroidisme neonatus disertai dengan mortalitas yang tinggi.

Komplikasi jangka panjang pada bayi yang bertahan hidup akan mengakibatkan

terjadinya kraniosinostosis prematur yang menimbulkan gangguan perkembangan

otak. Kematian biasanya terjadi akibat kelahiran prematur, berat badan lahir rendah

dan penyakit jantung kongestif. Diagnosis hipertiroidisme neonatus ditegakkan atas

dasar gambaran klinis dan laboratorium. Adanya struma, eksoftalmos dan takikardia

pada bayi yang hiperaktif dengan kadar tiroksin serum yang meningkat sudah cukup

untuk dipakai sebagai pegangan diagnosis. Namun dapat pula terjadi gambaran klinis

yang lain seperti payah jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan trombositopenia.

Hipotiroidisme janin dan neonatus

Penggunaan obat-obat anti tiroid selama kehamilan dapat menimbulkan struma dan

hipotiroidisme pada janin, karena dapat melewati sawar plasenta dan memblokir faal

tiroid janin. Penurunan kadar hormon tiroid janin akan mempengaruhi sekresi TSH

dan menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Menurut Cooper DS, frekuensi struma

pada neonatus akibat pengobatan anti tiroid pada wanita hamil diperkirakan 10%.

Davis LE dan kawan-kawan melaporkan bahwa dari 36 ibu hamil hipertiroidisme

yang diobati dengan anti tiroid, terdapat 1 kasus neonatus yang mengalami struma dan

hipotiroidisme. Cheron dan kawan-kawan dalam penelitiannya melaporkan bahwa

hanya 1 dari 11 neonatus mengalami struma dan hipotiroidisme setelah ibunya

mendapat terapi PTU 400 mg perhari. Namun walaupun 10 neonatus lainnya berada

dalam keadaan eutiroid, terjadi pula penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar

TSH yang ringan. Hal ini menunjukkan telah terjadi hipotiroidisme transien pada 10

neonatus tersebut. Penyebab hipotiroidisme janin yang lain adalah pemberian preparat

yodida selama kehamilan. Dosis yodida sebesar 12 mg perhari sudah dapat

menimbulkan hipotiroidisme pada janin. Hipotiroidisme akibat pemakaian yodida ini

akan menimbulkan struma yang besar dan dapat menyumbat saluran nafas janin.

Page 12: hipertiroid dalam kehamilan

Untuk mendiagnosis hipotiroidisme pada janin, Perelman dan kawan-kawan

melakukannya dengan pemeriksaan contoh darah janin perkutan melalui bantuan

USG, yang menunjukkan kadar TSH yang tinggi dan kadar tiroksin yang rendah.

Diagnosis

Gambaran klinis

Secara klinis diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit ditegakkan, karena

kehamilan itu sendiri dapat memberikan gambaran yang mirip dengan

hipertiroidisme. Pada kehamilan normal dapat ditemukan pula manifestasi

hiperdinamik dan hipermetabolik seperti pada keadaan hipertiroidisme. Disamping itu

penambahan berat badan yang terjadi pada kehamilan dapat menutupi gejala

penurunan berat badan yang terjadi pada hipertiroidisme. Oleh karena itu pegangan

klinis untuk diagnosis sebaiknya jangan dipakai. Walaupun demikian pada seorang

penderita hipertiroidisme Grave yang sudah dikenal, gambaran klinis yang klasik

dapat dipakai sebagai pegangan diagnosis. Tanda klinis yang dapat digunakan sebagai

pegangan diagnosis adalah adanya tremor, kelainan mata yang non infiltratif atau

yang infiltratif, berat badan menurun tanpa diketahui sebabnya, miksedema lokal,

miopati dan onikolisis. Semua keadaan ini tidak pernah terjadi pada kehamilan

normal. Bila nadi istirahat lebih dari 100 kali permenit dan tidak melambat dengan

perasat Valsalva, hal ini memberi kemungkinan kuat adanya hipertiropidisme.

Pasien-pasien dengan hipertiroidisme hamil dapat mengalami hiperemesis gravidarum

yang hanya dapat diatasi dengan obat-obat anti tiroid.

Laboratorium :

1. Kadar T4 dan T3 total

Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan

kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190

nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme.

2. Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)

Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak

dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa

kadar fT4 dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal

saja mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme.

3. Indeks T4 bebas (fT4I)

Page 13: hipertiroid dalam kehamilan

Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas tiroid

yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari

segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang harus

dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi dari

segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini.

4. Tes TRH

Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme hamil

dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan

waktu dan penderita harus disuntik TRH dulu.

5. TSH basal sensitif

Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes

skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme,

tetapi juga untuk hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan

tes ini, maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan.

6. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)

Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita hipertiroidisme

Grave hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu :

a. Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar

penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil

menekan proses otoimun.

b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI

melewati plasenta dengan mudah.

Penatalaksanaan

Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita hamil,

maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan antara

penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat anti

tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.

Obat-obat anti tiroid

Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang

kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi molekul

tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan menekan produksi

TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Oleh

karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka respons klinis

Page 14: hipertiroid dalam kehamilan

baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid habis terpakai. Jadi

waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid tergantung dari jumlah

koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis sudah

dapat terlihat pada minggu pertama dan keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6

minggu pengobatan. Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan

pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan

dibandingkan metimazol antara lain :

a) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat sintesis

hormon tiroid.

b) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU

mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.

Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis pada

bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan hipertiroidisme

dalam kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU

dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150

mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis

dan penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali

sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan

setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4 serum

hendaknya dilakukan setiap bulan untuk memantau perjalanan penyakit dan respons

pengobatan. Pada trimester kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan

serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan

gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa

dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg

PTU perhari pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal

ringan masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena

itu kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi.

Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan,

sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi hipertiroidisme.

Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama trimester ketiga, sehingga

kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat anti tiroid. Namun Zakarija dan

McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi penurunan kadar TSAb selama

trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan

neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap meneruskan pemberian PTU dosis

Page 15: hipertiroid dalam kehamilan

rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini diharapkan dapat memberikan

perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme.

Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin karena

ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat pengobatan

anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih belum dapat

dikontrol dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai 600

mg perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 – 6 jam. Alasan mengapa

PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil penelitian

Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU didalam serum pada trimester terakhir

masih lebih rendah dibandingkan kadarnya post partum. Namun dosis diatas 600 mg

perhari tidak dianjurkan.

Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula

mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah

melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak

dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol,

sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus.

Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg

dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut

Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan

dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang

ketat terhadap faal tiroid neonatus.

Beta bloker

Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat menyebabkan

plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan respons terhadap

anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus. Oleh karena itu

propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka panjang terhadap

hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup banyak peneliti yang

melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita hamil cukup aman. Beta bloker

dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis bila dikombinasi dengan yodida.

Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan yodida biasanya menghasilkan

perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari. Yodida secara cepat menghambat ikatan

yodida dalam molekul tiroglobulin (efek Wolff-Chaikoff) dan memblokir sekresi

hormon tiroid. Namun pengobatan yodida jangka panjang dapat berakibat buruk

Page 16: hipertiroid dalam kehamilan

karena menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat

diberikan larutan Lugol 5 tetes 2 kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.

Tindakan operatif

Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir

trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus spontan.

Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain :

a) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat

pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.

b) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus,

hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi.

c) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid.

Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap obat-obat

anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol keadaan

hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma.

Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroisme harus dikendalikan

terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari terjadinya krisis tiroid.

Setelah operasi, pasien hendaknya diawasi secara ketat terhadap kemungkinan

terjadinya hipotiroidisme. Bila ditemukan tanda-tanda hipotiroidisme, dianjurkan

untuk diberikan suplementasi hormon tiroid.

Simpulan :

1. Hipertiroidisme dalam kehamilan lebih sering disebabkan oleh penyakit Grave

yang merupakan penyakit otoimun.

2. Diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan secara klinis sulit ditegakkan, oleh

karena itu perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium penunjang.

3. Pemeriksaan laboratorium yang paling ideal adalah pemeriksaan fT4I, karena tidak

dipengaruhi oleh proses kehamilan.

4. Prioritas penatalaksanaan hipertiroidisme dalam kehamilan adalah dengan

pemberian obat-obat anti tiroid dan PTU merupakan obat pilihan yang paling

aman.

5. Propranolol dan preparat yodida hanya diberikan sebagai tambahan pada keadaan

hiperdinamik dan hipermetabolik yang berat dan tidak boleh diberikan lebih dari 1

minggu.

6. Tindakan operatif hanya dilakukan pada keadaan-keadaan :

Page 17: hipertiroid dalam kehamilan

a. Hipersensitif terhadap obat-obat anti tiroid

b. Obat anti tiroid tidak efektif dalam mengendalikan keadaan

hipertiroidismenya

c. Terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma

7. Tindakan operatif sebaiknya ditunda sampai akhir trimester pertama.

8. Terapi dengan yodium radioaktif merupakan kontraindikasi pada wanita hamil

karena dapat menimbulkan hipotiroidisme permanen pada janin.

Daftar pustaka :

1. Cheron RG. Neonatal thyroid function after PTU therapy for maternal Graves’

disease. N Engl J Med.1981;304:525-528.

2. Burrow GN, Fisher DA, Larsen PR. Maternal and fetal thyroid function. N Engl J

Med 1994;331:1072–8.

3. Glinoer D. The Regulation of Thyroid Function in Pregnancy: Pathways of

Endocrine Adaptation from Physiology to Pathology. Endocr Rev.1997;l8(3):404-

433.

4. Lazarus JH. Hyperthyroidism during pregnancy: etiology, diagnosis and

management. Women’s Health 2005;1:97-104

5. Casey BM, Dashe JS, Wells CE, McIntire DD, Leveno KJ, Cunningham FG.

Subclinical hyperthyroidism and pregnancy outcomes. Obstet Gynecol

2006;107:337-41.

6. Glinoer D. Thyroid dysfunction in the pregnant patient. (Chapter 14.) In: Thyroid

disease manager.2007. www.thyroidmanager.org/Chapter14/14-frame.htm

Diposkan oleh Dr. Alwi Shahab,SpPD,K-EMD di 19.31

Label: INFORMASI KEDOKTERAN