eksoftalmus

38
1 BAB I PENDAHULUAN Mata bukanlah suatu organ vital bagi manusia, tanpa mata manusia masih dapat hidup, namun keberadaan mata sangatlah penting. Mata adalah jendela kehidupan, tanpa mata manusia tidak dapat melihat apa yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu pemeliharaan mata sangatlah penting. Salah satu struktur penting yang menyokong mata adalah orbita. Struktur tulang orbita yang kaku, dengan lubang anterior sebagai satu-satunya tempat untuk ekspansi, setiap penambahan isi orbita yang terjadi di samping atau di belakang bola mata akan mendorong organ tersebut ke depan dan akan menimbulkan perubahan letak dari bola mata ke depan dan mengakibatkan eksoftalmus (proptosis, protrusio bulbi). Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Lesi- lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan dapat berasal dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Massa dapat bersifat radang, neoplastik, kistik, atau vaskular. Penonjolan itu sendiri tidak bersifat mencederai kecuali apabila kelopak mata tidak mampu menutup kornea. Namun penyebab yang mendasari biasanya serius dan kadang-kadang membahayakan jiwa. 2,3 Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan banyak petunjuk mengenai penyebab proptosis. Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan penyakit sistemik. Eksoftalmometer

description

eksftalmus

Transcript of eksoftalmus

Page 1: eksoftalmus

1

BAB I

PENDAHULUAN

Mata bukanlah suatu organ vital bagi manusia, tanpa mata manusia masih dapat

hidup, namun keberadaan mata sangatlah penting. Mata adalah jendela kehidupan, tanpa mata

manusia tidak dapat melihat apa yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu pemeliharaan

mata sangatlah penting.

Salah satu struktur penting yang menyokong mata adalah orbita. Struktur tulang orbita

yang kaku, dengan lubang anterior sebagai satu-satunya tempat untuk ekspansi, setiap

penambahan isi orbita yang terjadi di samping atau di belakang bola mata akan mendorong

organ tersebut ke depan dan akan menimbulkan perubahan letak dari bola mata ke depan dan

mengakibatkan eksoftalmus (proptosis, protrusio bulbi). Penonjolan bola mata adalah tanda

utama penyakit orbita. Lesi-lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan dapat berasal

dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Massa dapat bersifat radang,

neoplastik, kistik, atau vaskular. Penonjolan itu sendiri tidak bersifat mencederai kecuali

apabila kelopak mata tidak mampu menutup kornea. Namun penyebab yang mendasari

biasanya serius dan kadang-kadang membahayakan jiwa.2,3

Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan banyak petunjuk mengenai penyebab

proptosis. Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan penyakit sistemik. Eksoftalmometer

Hertel adalah metode pengukuran standar untuk mengukur tingkat proptosis. Oleh karena itu,

pada makalah ini kami mencoba membahas beberapa penyakit yang dapat menyebabkan

eksoftalmus.4

Page 2: eksoftalmus

2

BAB II

ANATOMI RONGGA ORBITA

Ruang orbita merupakan suatu piramid yang puncaknya di sebelah posterior dibentuk

oleh foramen optikum dan basisnya di bagian anterior di bentuk oleh margo orbita. Dinding

medial dari mata kanan dan kiri sejajar. Dinding lateralnya dari mata kanan tegak lurus

terhadap dinding lateral mata kiri. Pertumbuhan penuh dicapai pada umur 18-20 tahun

dengan volume orbita dewasa ± 30cc, tinggi 35 mm dan lebar 40 mm. Bola mata hanya

menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya.

Otot-otot mata terdiri dari m. levator palbebra, m. rektus superior, m. rektus inferior, m.

rektus lateralis, m. rektus medialis, m. obliqus inferior, m. obliqus superior.1,5

Tulang-tulang orbita terdiri dari:

Bagian atas : os frontalis, os sphenoidalis

Bagian medial : os maksilaris, os lakrimalis, os sphenoidalis, os ethmoidalis, lamina

papyracea hubungan ke os sphenoidalis. Dinding ini paling tipis.

Bagian bawah : os maksilaris, os zigomatikum,os palatinum.

Bagian lateral : os zigomatikum, os sphenoidalis, os frontalis. Dinding ini paling

tebal.5

Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah, serat saraf, yang

masuk ke dalam mata, yang terdiri dari:

1. Foramen optikum yang dilalui oleh N. Optikus, A. Oftalmika.

2. Fisura orbita superior yang dialalui oleh v. Oftalmika, N. III, IV, VI untuk otot-otot

dan N.V (saraf sensibel).

3. Fisura orbita inferior yang dialalui oleh nervus, vena, dan arteri infra orbita.

Ruang orbita dikelilingi sinus-sinus, yaitu :

Atas : Sinus frontalis

Bawah : Sinus maksilaris

Medial : Sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan ruang hidung

Page 3: eksoftalmus

3

Page 4: eksoftalmus

4

Dinding Orbita :

Atap :

- facies orbitais ossis frontalis

- Ala parva ossis sphenoidalis (bgn posterior) mengandung kanalis optikus

Dasar :

- pars orbitais ossis maksilaris (bgn sentral yang luas)

- pars frontalis ossis maksilaris (medial)

- os zygomaticum (lateral)

- processus orbitais ossis palatini (daerah segitiga kecil di posterior)

Lateral :

- anterior : facies orbitais ossis zygomatici (malar)

Medial :

- os ethmoidale

- os lakrimale

- korpus sphenoidale

- crista lacrimalis anterior : dibentuk oleh processus frontalis ossis maksilaris

- crista lacrimalis posterior yg dibentuk oleh :

Atas : processus angularis ossis frontalis

Bawah : os lacrimale

Diantara kedua crista lacrimalis terdapat sulkus lakrimalis dan berisi sakus lakrimalis.

Vaskularisasi Orbita

Arteri utama : Arteri Oftalmika yang bercabang menjadi :

1. Arteri retina sentralis memperdarahi nervus optikus

2. Arteri lakrimalis memperdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas

3. Cabang-cabang muskularis berbagai otot orbita

Page 5: eksoftalmus

5

4. Arteri siliaris posterior brevis memperdarahi koroid dan bagian-bagian nervus

optikus

5. Arteri siliaris posterior longa memperdarahi korpus siliare

6. Arteri siliaris anterior memperdarahi sklera, episklera,limbus, konjungtiva

7. Arteri palpebralis media ke kedua kelopak mata

8. Arteri supraorbitais

9. Arteri supratrokhlearis

Arteri-arteri siliaris posterior longa saling beranastomosis satu dengan yang lain serta

dengan arteri siliaris anterior membentuk circulus arterialis mayor iris.

Vena utama : Vena Oftalmika superior dan inferior. Vena Oftalmika Superior

dibentuk dari :

Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dengan sinus kavernosus

sehingga dapat menimbulkan trombosis sinus kavernosus yang potensial fatal akibat infeksi

superfisial di kulit periorbita.mempercepat penguapan. Air mata tidak meleleh melalui pipi

juga, karena isi dari glandula meibom, menjaga margo palpebra tertutup rapat pada waktu

berkedip.

Page 6: eksoftalmus

6

BAB III

EKSOFTALMUS

Eksoftalmus (proptosis, protrusio bulbi) merupakan keadaan dimana bola mata

menonjol keluar. Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Penyebabnya

bisa bermacam-macam, diantaranya:4

1. Kavum orbita terlalu dangkal.

2. Edema, radang, tumor, perdarahan di dalam orbita.

3. Pembesaran dari bola mata.

4. Dilatasi dari ruangan di sinus-sinus di sekitar mata dengan berbagai sebab, radang,

tumor, dan sebagainya.

5. Trombosis dari sinus kavernosus.

6. Eksoftalmus goiter.

Semua penyebab di atas mengakibatkan timbul bendungan di palpebra dan

konjungtiva, gerak mata terganggu, diplopia, rasa sakit bila bengkak hebat, lagoftalmus

karena mata tidak bisa menutup sempurna sehingga menyebabkan epifora. Tarikan pada N. II

menyebabkan gangguan visus.4

Gambar 3. Penderita eksoftalmus

Pada orang dewasa, thyroid orbitopathy adalah penyebab paling umum dari

eksoftalmus unilateral dan bilateral. Penyebab lainnya adalah neoplasma seperti hemangioma

kavernosa, limfangioma, limfoma Wegener granulomatosis dan selulitis orbital.3,5

Pada anak – anak, eksoftalmus unilateral sering disebabkan oleh selulitis; dan bila

pada kasus eksoftalmus bilateral sering disebabkan oleh neuroblastoma dan leukemia.5

Page 7: eksoftalmus

7

Apapun penyebab dari eksoftalmus, mekanisme terjadinya tonjolan pada bola mata

merupakan akibat sekunder karena meningkatnya volume maupun ukuran dari struktur

penyokong bola mata, khususnya orbita.3

Pemeriksaan pada eksoftalmus yang harus dilakukan adalah:

1. Riwayat penyakit.

2. Pemeriksaan mata secara sistematis dan teliti, dapat dilakukan dengan penyinaran

oblik, slit lamp, funduskopi, tonometri, eksoftalmometer, dimana normal penonjolan

mata sekitar 12-20 mm. Selain itu dapat pula dilakukan tes lapangan pandang dan

pemeriksaan visus. Protrusi dari mata merupakan gejala klinik yang penting dari

penyakit mata. Eksoftalmometer Hertel adalah sebuah alat yang telah diterima secara

umum untuk menilai kuantitas proptosis. Diperlukan metode untuk mengukur

diameter antero-posterior bola mata terhadap tepian tulang orbita. Tepian orbita

lateral adalah penunjuk yang jelas dan mudah diraba serta dipakai sebagai titik

rujukan. Eksoftalmometer adalah suatu instrumen manual dengan dua alat pengukur

yang identik (satu untuk masing-masing mata), yang dihubungkan dengan balok

horizontal. Jarak antar kedua alat itu dapat diubah dengan menggeser salah satunya

agar mendekat atau menjauh , dan masing-masing memiliki takik yang pas untuk

menahan tepian orbita lateral yyang sesuai. Bila diposisikan dengan tepat, satu set

cermin yang dipasang akan memantulkan bayangan samping masing-masing mata di

sisi sebuah skala pengukur, yang terkalibrasi dalam millimeter. Ujung bayangan

kornea yang sejajar dengan bayangan skala menunjukkan jaraknya dari tepian orbita.7

Pasien didudukkan menghadap pemeriksa. Jarak antara kedua alat pengukur

disesuaikan sehingga masing-masing berjajar dan menempel pada tepian orbita yang

sesuai. Agar pengukuran dapat diulang dengan standar yang sama dikemudian hari,

jarak antara kedua alat ini dicatat – berupa skala tambaham di balok horizontal.

Dengan menggunakan skala cermin pertama, posisi mata kanan pasien diukur saat

menatap mata kiri pemeriksa. Mata kiri pasien diukur saat menatap mata kanan

pemeriksaan.7

Jarak dari kornea ke tepian orbita biasanya berkisar 12 sampai 20 mm, dan ukuran

kedua mata biasanya tidak lebih dari 2 mm. jarak yang lebih besar terdapat pada

eksoftalmus, bisa uni- atau bilateral. Penonjolan mata yang abnormal ini dapat

Page 8: eksoftalmus

8

disebabkan oleh penambahan masa orbita apapun, ,mengingat ukuran rongga orbita

tetap. Penyebabnya antara lain perdarahan orbita, neoplasma, radang atau edema.7

3. Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium, USG, CT-Scan, arteriografi,

dan venografi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.

- Pemeriksaan laboratorium dapat berupa uji antibodi (anti-tiroglobulin, anti-

mikrosomal, dan anti-tirotropin reseptor) dan kadar hormon-hormon tiroid

(T3, T4 dan TSH).8

- Pemeriksaan Ultrasound merupakan suatu penilaian terhadap jaringan lunak

dengan menggunakan getaran suara. Ada 2 cara pemeriksaan yaitu A scan dan

B scan. A scan adalah penilaian hasil ekho, untuk mengetahui struktur

jaringan, sedangkan B scan memberikan penilaian topografis, untuk

mengetahui besar, bentuk, dan lokalisasi jaringan. USG dapat digunakan untuk

mendeteksi secara cepat dan awal orbitopati Grave’s pada pasien tanpa gejala

klinik. Yang dapat ditemukan adalah penebalan otot atau pelebaran vena

oftalmica superior.8

- CT-Scan dan MRI dibutuhkan jika dicurigai keikutsertaan nervus optic. CT-

Scan sangat bagus untuk menilai otot ekstraokular, lemak intraconal, dan

apeks orbital. Sedangkan untuk MRI lebih baik dalam menilai kompresi

nervus optik dibandingkan CT-Scan. Dengan bantuan kontras dapat

membedakan tumor ganas dari yang jinak, dimana tumor ganas akan

meningkatkan densitas akibat adanya pertambahan vaskularisasi, sedang pada

tumor jinak tidak ada pertambahan vaskularisasi.9,10,11

- Arteriografi bisa dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui a. Karotis

dapat dilihat bentuk dan jalannya arteri oftalmika.

- Venografi untuk melihat bentuk dan kaliber vena oftalmika superior.

Di bawah ini akan dibahas beberapa penyakit yang dapat menyebabkan eksoftalmus,

yaitu Tiroid oftalmopati, periostitis orbita, selulitis orbita, dan trombosis sinus kavernosus.

Page 9: eksoftalmus

9

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Tiroid Oftalmopati

Pada pendertia kelainan tiroid akan terlihat gejala eksoftalmus ini yang disebut

sebagai eksoftalmus goiter. Bemacam penyebab yang diduga sebagai eksoftalmus goiter

seperti menebalnya jaringan otot penggerak bola mata, bertambahnya jaringan lemak,

lumpuhnya otot muller kelopak. Kelainan ini biasanya binocular akan tetapi dapat juga

monocular. Pada kelainan tirotoksikosis akan terlihat kelainan lain sepeti tanda Grafe,

Stellwag, dan Mobius.4

4.1.1. Definisi

Tiroid oftalmopati (Graves thyroid-associated atau dysthyroid orbitopathy) adalah

suatu kelainan autoimun yang menyerang jaringan orbital dan periorbital mata, dengan

karakteristik retraksi kelopak mata atas, edema, eritem, konjungtivitis, dan penonjolan mata

(proptosis).12

4.1.2. Epidemiologi

Dari berbagai macam penelitian berpendapat bahwa tiroid oftalmopati mengenai

wanita 2,5-6 kali lebih sering daripada pria tetapi kasus berat lebih sering dijumpai pada pria.

Tiroid oftalmopati mengenai penderita dengan usia 30-50 tahun dan kasus berat lebih sering

dijumpai pada pasien dengan usia di atas 50 tahun.13

4.1.3. Patogenesis

Autoantibodi menyerang fibroblast pada otot mata, dan fibroblast tersebut dapat

berubah menjadi sel-sel lemak (adiposit). Sel-sel lemak dan pembesaran otot dan menjadi

radang. Vena-vena terjepit, dan tidak dapat mengalirkan cairan, menyebabkan edema.8

Gambaran utama adalah distensi nyata otot-otot okular akibat pengendapan

mukopolisakarida. Mukopolisakarida bersifat sangat higroskopik sehingga meningkatkan

kandungan air didalam orbita.8

Page 10: eksoftalmus

10

Sekarang diperkirakan terdapat dua komponen patogenik pada penyakit Graves:

1. Kompleks imun tiroglobulin-antitiroglobulin berikatan dengan otot-otot ekstraokular

dan menimbulkan myositis

2. Zat-zat penyebab eksoftalmos bekerja dengan imunoglonulin oftalmik untuk

menyingkirkan thyroid stimulating hormone dari membran retro-orbita, yang

menyebabkan peningkatan lemak retro-orbita.12

4.1.4. Gambaran Klinis

Tanda mata penyakit Graves mencakup retraksi palpebra, pembengkakan palpebra

dan konjungtiva, eksoftalmos dan oftalmoplegia. Pasien datang dengan keluhan nonspesifik

misalnya mata kering, rasa tidak enak, atau mata menonjol.14

The American Thyroid Association membuat penentuan derajat tanda okular

berdasarkan peningkatan keparahan.14

Retraksi kelopak mata patognomonik untuk penyakit tiroid, terutama apabila

berkaitan dengan eksoftalmos. Mungkin unilateral atau bilateral dan mengenai kelopak mata

atas dan bawah. Kelainan ini sering disertai oleh miopati restriktif, yang mula-mula mengenai

rektus inferior dan menimbulkan gangguan elevasi mata.12

Patogenesis retraksi kelopak mata bermacam-macam, antara lain:

1. Hiperstimulasi sistem saraf simpatis

2. Infiltrasi peradangan langsung pada otot levator

Page 11: eksoftalmus

11

3. Miopati restriktif otot rektus inferior dapat menimbulkan retraksi kelopak mata akibat

peningkatan stimulasi levator sewaktu mata mencoba melihat ke atas.

A. Eksoftalmus

Derajat eksoftalmus dapat sangat bervariasi. Pengukuran dengan menggunakan

eksoftalmometer Hertel atau Krahn memberikan kisaran hasil dari ringan (kurang dari 24

mm) sampai berat (28 mm atau lebih). Kondisi ini biasanya asimetrik dan mungkin unilateral.

Peningkatan isi orbita yang menimbulkan eksoftalmos terjadi akibat peningkatan massa otot-

otot okular dan lemak orbita; dengan demikian, secara klinis perlu dilakukan perkiraan

resistensi terhadap retropulsi bola mata secara manual. MRI atau CT scan dapat

membedakannya dari eksoftalmus akibat suatu tumor orbita. Pada sebagian kasus otot okular

mungkin terbatas pada otot tertentu saja – umumnya otot rektus inferior atau rektus medialis.7

Gambar 4. Eksoftalmus pada tiroid oftalmopati

B. Oftalmoplegia

Kelainan ini lebih sering dijumpai pada penyakit Graves oftalmik, biasanya mengenai orang

tua dan asimetrik. Keterbatasan elevasi adalah kelainan yang paling sering dijumpai, terutama

disebabkan oleh adhesi antara otot rektus inferior dan oblikus inferior. Kelainan ini dapat

dikonfirmasi dengan mengukur tekanan intraokular sewaktu elevasi, di mana terjadi

peningkatan tekanan intraokular yang mengisyaratkan adanya pertautan. Sering terjadi

pembatasan-pembatasan gerakan mata pada semua posisi menetap. Pasien mengeluhkan

diplopia.7

Gambar 5. Oftalmoplegia pada pasien tiroid oftalmopati

Page 12: eksoftalmus

12

C. Kelainan Saraf Optikus dan Retina

Kompresi bola mata oleh isi orbita dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular dan

strie retina atau koroid. Diskus optikus dapat membengkak dan menyebabkan gangguan

penglihatan akibat atrofi optikus.7

Neuropati optikus yang berkaitan dengan penyakit Graves kadang-kadang terjadi akibat

penekanan dan iskemia saraf optikus sewaktu saraf ini menyeberangi orbita yang tegang,

terutama di apeks orbita.7

D. Kelainan Kornea

Pada sebagian pasien, dapat ditemukan keratokonjungtivitis limbik superior. Pada

eksoftalmos yang parah, dapat terjadi pemajanan dan ulserasi kornea.7

E. Tanda Spesifik

1. Tanda dari Von Graef : Palpebra superior tak dapat mengikuti gerak bola mata, bila

penderita melihat ke bawah palpebra superior tertinggal dalam pergerakannya.

2. Tanda dari Dalrymple : Sangat melebarnya fisura palpebra, sehingga mata menjadi

melotot.

3. Tanda dari Stellwag : Frekwensi kedipan berkurang dan tak teratur.

4. Tanda Mobius : Kekuatan kkonvergensi menurun.

5. Tanda dari Gifford : Timbulnya kesukaran untuk mengangkat palpebra superior

karena menjadi kaku.

Patogenesis kelainan mata

Proses penyakit graves menimbulkan pengaruh otot-otot ekstraokular, lemak orbita, kelenjar

lakrimalis, dan jaringan ikat interstisial orbita. Otot-otot ekstraokular dapat mengalami

distensi besar-besaran. Secara histologis, otot-otot tersebut tampak edema akibat peningkatan

kandungan mukopolisakarida, yang dibentuk oleh fibroblast orbita karena rangsangan

limfosit yang teraktivasi. Pada akhirnya, terjadi fibrosis otot.7

Oftalmopati graves adalah suatu kelainan autoimun. Antigen spesifik yang terkena

masih belum diketahui walaupun semakin banyak bukti yang menunjuk pada reseptor TSH

Page 13: eksoftalmus

13

yang diekspresikan di fibroblast praadiposit retroocular. Pasien biasanya memiliki antibodi

serum terhadap mikrosom tiroid (tiroperoksidase), tiroglobulin, dan immunoglobulin

perangsang tiroid.7

4.1.5. Diagnosis

Tiroid oftalmopati secara klinis di diagnosa dengan munculnya tanda dan gejala pada

daerah mata, tetapi uji antibodi yang positif (anti-tiroglobulin, anti-mikrosomal, dan anti-

tirotropin reseptor) dan kelainan kadar hormon-hormon tiroid (T3, T4 dan TSH) membantu

menegakkan diagnosa.12

Pemeriksaan pencitraan dapat membantu menegakkan diagnosa, antara lain:

1. CT Scan dan MRI

CT scan dan MRI memberikan gambaran yang sangat baik dari otot-otot ekstraokular,

perlekatan otot, lemak intrakonal, dan anatomi apeks orbital. Pembesaran otot muncul

dalam berbagai bentuk diantara perut otot, dan penebalan biasanya lebih dari 4 mm.

Penonjolan lemak intrakonal dapat menyebabkan proptosis. Kedua pemeriksaan ini

dapat mendiagnosa tiroid oftalmopati dengan atau tanpa penekanan saraf optik.12

2. Ultrasonografi Orbital

Pemeriksaan ini sangat baik untuk diagnosa tiroid oftalmopati, dan kekhasan

reflektivitas internal otot-otot ekstraokular dari sedang sampai tinggi, sama halnya

dengan pembesaran perut otot. Perlekatan dari otot ekstraokular dapat digambarkan

dengan mudah. Pasien dengan tiroid oftalmopati menunjukkan peak-systolic rendah

dan percepatan end-diastolic yang dapat dinilai dengan pencitraan Doppler.12

3. Pencitraan Nuklir

Infiltrasi orbital dengan sel-sel mononuklaer pada tiroid oftalmopati dapat

diidentifikasikan oleh reseptor pencitraan dengan octreotide, sebuah analog

somatostatin teradiasi. Pasien dengan tiroid oftalmopati aktif menunjukkan

pengambilan octreotide yang tinggi dan merespon pengobatan lebih baik, misalnya

dengan kortikosteroid atau terapi radiasi. Pasien dengan kelainan inaktif, tidak

merespon pengobatan ini.12

Page 14: eksoftalmus

14

Pemeriksaan histologis memberikan gambaran:

1. Infiltrasi sel limfositik

2. Pembesaran fibroblast

3. Penumpukan mukopolisakarida

4. Edema interstisial

5. Peningkatan produksi kolagen

6. Fibrosis dengan perubahan degeneratif pada otot-otot mata.12

4.1.6. Diagnosis Banding

1. Selulitis Orbital : infeksi yang serius dari jaringan mata dengan keluhan demam,

proptosis, pergerakan mata terbatas, kelopak mata merah dan berair.

2. Selulitis Preseptal : inflamasi dan infeksi dari kelopak mata dan bagian kulit di sekitar

mata dengan gejala mata berair, mata merah, kotoran mata, nyeri, injeksi konjungtiva

dan demam.15

4.1.7. Penatalaksanaan

A. Pengobatan Medis

1. Kontrol adekuat terhadap hipertiroidisme

2. Terapi untuk pemaparan kornea (karena penutupan palpebra tak adekuat

malam hari) harus dengan tetes mata metilselulosa sepanjang hari dan salep

kloramfenikol malam hari

3. Tetes mata guanetidin dapat menghasilkan perbaikan retraksi kelopak

temporer, yang mungkin berguna secara kosmetik

4. Prisma yang diselipkan pada kacamata penderita bisa membantu mengoreksi

setiap diplopia

5. Kasus-kasus parah dengan gejala hilangnya penglihatan, edema diskus, atau

ulserasi kornea yang harus diterapi segera dengan kortikosteroid dosis tinggi

(mis. Prednisolon 100-120 mg per hari) selama tiga sampai empat hari dan

kemudian dikurangi. Jika tidak ada perbaikan dalam beberapa hari, maka

harus dipertimbangkan dekompresi bedah dan radioterapi orbita.7

Page 15: eksoftalmus

15

B. Pengobatan Bedah

Dekompresi orbita biasanya dilakukan dengan mengangkat dinding medial dan

inferior melalui pendekatan etmoidal. Dekompresi apeks orbita perlu dilakukan agar

hasil akhir baik. Dekompresi bedah orbita bertujuan menghilangkan tekanan

intraorbita. Pembedahan pada otot-otot yang menggerakkan bola mata mungkin perlu

dilakukan untuk meluruskan pandangan pada penderita yang sudah lama mengidap

diplopia.7

4.1.8. Komplikasi

Dengan tiroid eksoftalmos, dapat terjadi infeksi atau keterlibatan kornea.

4.1.9. Prognosis

Prognosis umumnya baik. Kebanyakan pasien tidak memerlukan tindakan

pembedahan. Faktor-faktor resiko untuk tiroid oftalmopati yang progresif dan berat yang

membuat prognosis menjadi buruk antara lain:

1. Jenis kelamin laki-laki

2. Usia lebih dari 50 tahun

3. Onset gejala cepat dibawah 3 bulan

4. Merokok

5. Diabetes

6. Hipertiroidisme berat atau tidak terkontrol

7. Kemunculan miksedema pretibia

8. Kadar kolesterol tinggi (hiperlipidemia)

9. Penyakit pembuluh darah perifer.12

Page 16: eksoftalmus

16

4.2. Periostitis Orbita

4.2.1. Definisi

Periositis orbita adalah peradangan dari periost tulang-tulang orbita. Dapat bersifat

dakut atau kronik dan dapat terbatas pada margo orbita atau lebih dalam. Pada perjalanan

penyakitnya mungkin dapat terjadi penebalan periost, pembentukan tulang, abses, timbulnya

nekrosis atau karies tulang orbita.16

4.2.2. Etiologi

1. Peradangan dari kulit atau sinus-sinus di sekitar mata.

2. Trauma yang disertai infeksi di orbita.

3. TBC terutama pada anak-anak. Biasanya mengenai margo orbita lateralis. Pada

tempat ini timbul benjolan berwarna merah tanpa rasa sakit yang disebut cold abses.

Perjalanan penyakinya menahun.

4. Lues stadium III pada dewasa. Biasanya mengenai margo orbita superior. Perjalanan

penyakitnya akut.16

4.2.3. Gejala Klinik

Mengenai margo orbita

1. Terasa sakit terutama pada penekanan margo orbita.

2. Timbul benjolan yang sukar digerakkan dari dasarnya.

3. Palpebra dan konjungtiva bengkak.

4. Bila berat, keadaan umum dapat terganggu. Sering berakhir dengan absorbsi total dari

peradangan tersebut bila pengobatan diberikan segera secara intensif. Jarang timbul

abses yang dapat menyebabkan perforasi si kulit.16

Mengenai periost yang lebih dalam

1. Sakitnya lebih hebat disertai pembengkakan yang hebat dari palpebra dan

konjungtiva.

2. Terdapat eksoftalmus

Page 17: eksoftalmus

17

3. Keadaan umum terganggu, dapat berakhir dengan absorbsi total atau menyebabkan

penebalan periost dan nekrosis tulang.

4. Jika terbentuk abses keadaan menjadi lebih buruk dan sukar dibedakan dari selulitis

orbita. Pus dapat menjalar ke depan tetapi lambat. Yang lebih berbahaya jika pus

masuk ke dalam tulang tengkorak sehingga dapat menyebabkan meningitis atau abses

otak.16

4.2.4. Penatalaksanaan

Lokal diberikan kompres hangat. Pada yang supuratif dilakukan insisi sepanjang

margo orbita untuk mengeluarkan pusnya. Kemudian dimasukkan tampon yodoform untuk

mengeluarkan pusnya dari fistula dan tampon ini harus diganti setiap hari sampai pus tidak

keluar lagi. Bila ada karies dari tulang yang nekrotik harus dikeluarkan dengan operasi.16

4.3. Selulitis Orbita

4.3.1. Definisi

Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di

belakang septum orbita.4

Septum orbita adalah lapisan dari fascia yang meluas secara vertikal dari periosteum

di bagian orbita ke aponeurosis levator pada bagian kelopak mata atas dan batas inferior

lempeng tarsal pada bagian bawah kelopak mata. Selulitis orbital (selulitis post septal) dan

selulitis preseptal merupakan infeksi tersering yang menyerang jaringan di orbita dan adneksa

Page 18: eksoftalmus

18

mata. Selulitis orbita merupakan penyakit yang menyerang jaringan halus pada bagian orbita

posterior yang meluas sampai ke septum orbita dan bisa dibedakan dengan selulitis preseptal

yang merupakan penyakit yang menginfeksi jaringan halus pada kelopak mata dan regio

periocular anterior dari septum orbita. Penyakit ini merupakan penyebab tersering proptosis

pada anak-anak. Walaupun sebagian besar kasus timbul pada anak-anak, orang dewasa, dan

yang mengalami gangguan kekebalan juga dapat terkena. Penyebab dari penyakit ini sangat

bervariasi dan dapat mengakibatkan komplikasi serius jika tidak ditangani segera.17

4.3.2. Epidemiologi

Penyakit ini biasanya terjadi pada negara yang terdapat musim dingin akibat

meningkatnya insiden sinusitis. 90% kasus selulitis orbita disebabkan oleh Sinusitis

Ethmoid dan biasanya diikuti oleh penyakit-penyakit seperti dakriosistisis, ostiomielitis pada

tulang orbita, pleblitis pada vena fasial, dan infeksi pada gigi. Di Amerika Serikat terdapat

bukti peningkatan insiden penyakit selulitis orbita pada mereka yang memiliki memiliki

riwayat resisten metisilin pada Staphylococcus Aureus salah satu bakteri penyebab selulitis

orbita. Berdasarkan ketersediaan antibiotik penderita yang mengalami selulitis orbital

mempunyai rasio mortalitas 17 % dan 20% yang hidup mengalami kebutaan. Namun dengan

diagnosa segera dan pemberian antibiotik yang tepat rasio penyakit ini menurun hingga 11 %.

Pada kasus selulitis orbita dengan penyebab jamur, mempunyai angka mortalitas yang tinggi

pada pasien dengan keadaan imunosupresi. Namun perlu dicatat bahwa pada kasus selulitis

orbita dengan resisten metisilin pasien tetap akan mengalami kebutaan meskipun mendapat

terapi antibiotik. Secara umum penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak pada usia

pertengahan daripada dewasa pada usia 7 – 12 tahun. Pada usia dewasa penyakit ini bisa

terjadi dengan rasio perbandingan yang sama baik pria maupun wanita,kecuali pada kasus

resisten metisilin dimana wanita lebih sering daripada pria dengan rasio perbandingan 4:1,

sedangkan pada anak-anak pria lebih sering daripada wanita.17

4.3.3. Etiologi

Selulitis orbita biasanya disebabkan oleh :

Infeksi pada jaringan halus pada orbita akibat penyebaran infeksi dari bagian

periorbital.

Page 19: eksoftalmus

19

Trauma yang mengakibatkan perforasi pada septum oribita yang dapat mengakibatkan

reaksi inflamasi dalam waktu 48-72 jam setelah terjadinya trauma.

Infeksi post operatif.

Infeksi bakteri seperti Streptococcus Sp, Staphylococcus Aureus, Haemophilus

influenzae type B. Pseudomonas, Klebsiella, Eikenella, dan Enterococcus sangat

jarang.

Infeksi jamur seperti Mucor dan Aspergillus sp.17

4.3.4. Patofisiologi

Dinding bagian medial orbita sangat tipis dan dapat dilalui oleh pembuluh darah dan

saraf. Dengan adanya keadaan tersebut dapat memudahkan terjadinya penyebaran

mikroorganisme penyebab infeksi khususnya antara rongga ethmoid dan ruang subperiorbital

pada bagian medial orbita. Lokasi yang paling tersering terkena abses subperiorbital adalah

sepanjang dinding medial orbita, karena pada medial orbita bagian ini termasuk jaringan

penyambung jarang sehinga memudahkan penyebaran material-material abses tersebut ke

arah lateral, superior dan inferior didalam ruang subperiorbital.17

Disamping itu penyebaran dari bagian otot-otot ekstraokular dan septum

intermuskular terjadi diantara otot rektus yang satu dan yang lain serta berinsersi pada bagian

posterior annulus zinii. Pada bagian posterior fascia diantara otot-otot rektus yang tipis dan

tidak sempurna ini dapat memudahkan penyebaran infeksi di bagian intra dan ekstra piramid

pada ruang orbita.17

Penyebaran infeksi juga dapat terjadi melalui vena orbitalis yang memperdarahi

sepertiga bagian medial wajah terutama sinus paranasal.17

Pada kasus selultis orbita dengan penyebabnya jamur terutama mucor dan aspergillus

sp bisa terdapat dua keadaan mucomycosis dan aspergillosis.17

Page 20: eksoftalmus

20

4.3.5. Diagnosis

Penelusuran riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik merupakan salah satu elemen

penting dalam mendiagnosa selulitis orbital. Pasien biasanya mengeluhkan demam, malaise,

riwayat sinusitis dan infeksi saluran nafas bagian atas. Perlu untuk ditanyakan riwayat

trauma, operasi yang pernah dilakukan atau ada tidaknya infeksi sistemik yang sedang atau

mungkin pernah dialami.17

Selain gejala-gejala diatas juga terdapat gejala-gejala tambahan yaitu :

1. Kemosis konjungtiva

2. Penurunan penglihatan

3. Peningkatan tekanan intraocular

4. Nyeri pada saat mengerakan mata

5. Sakit kepala

6. Edema palpebral

7. Rhinorhea

Page 21: eksoftalmus

21

Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan :

Proptosis dan oftalmoplegia (tanda cardinal dari selulitis orbital) biasanya di ikuti

oleh gejala 1-4 ditambah beberapa gejala seperti :

o Penglihatan yang awalnya normal namun semakin bertambah sulit dievaluasi

pada anak yang mengalami edema palpebra.

o Discharge cairan nasal yang purulent

o Konjungtiva yang hiperemis dan adanya kemosis

o Palpebra yang berwarna merah tua

Pembedaan antara selulitis orbita dan selulitis periorbita penting dilakukan. Proptosis,

nyeri tekan , resistensi terhadap tekanan pemeriksa pada mata, keterbatasan gerakan

ekstraokular, dan perubahan penglihatan seperti penglihatan ganda atau penurunan ketajaman

menunjukkan selulitis orbita. CT scan wajib dilakukan untuk pasien yang dicurigai

mengalami selulitis orbita. Pasien dengan temuan CT normal tetapi mengalami tanda dan

gejala yang menunjukkan selulitis orbita harus dipertimbangkan menderita selulitis orbita.

MRI dapat membantu menujukkan tingkat keparahan penyakit ini.15

4.3.6. Diagnosa banding

o Retinoblastoma

o Sarciodosis

o Gigitan laba-laba

o Oftalmopati tiroid

4.3.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Hitung sel darah : leukositosis (leukosit >15.000) dengan netrofilnya shift to the left.

Kultur darah untuk dan papsmear untuk mengetahui penyebab penyakit dan terapi

yang akan digunakan.

Pemeriksaan radiologi

CT-Scan dengan kontras dengan dua cara pengambilan :

Page 22: eksoftalmus

22

Axial : untuk mengetahui ada tidaknya pembentukan abses otak pada bagian peridural

dan parenkim.

Koronal : untuk mengetahui ada tidaknya abses subperiorbital, namun pda potongan

ini sangat sulit dilakukan pada anak-anak yang tidak kooperatif dan yang sedang

mengalami onset akut penyakit ini. Hal ini diakibatkan karena membutuhkan

hiperfleksi atau hiperekstensi dari leher.

MRI : untuk mengetahui ada tidaknya abses orbital dan kemungkinan terjadinya

penyakit sinus kavernosa.

Jika terdapat gejala-gejala menigeal pungsi lumbar sangat penting untuk dilakukan.17

4.3.8. Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa

Antibiotik :

o Vancomycin

o Clindamycin

o Ceftazidime

o Nafcilin

o Chloromycetin

Dekongestan nasal

Phenylephrine nasal

Anti fungal

o Amphotericin B

Drug of choice dalam pengobatan selulitis orbital karena jamur. Diberikan

secar intravena dan sangat baik diberikan sebelum konfirmasi hasil

laboratorium pada kasus infeksi berat.

Diuretik

Acetazolamide

Tindakan operatif

- Terjadi penurunan penglihatan.

- Defek aferen pupil terjadi

Page 23: eksoftalmus

23

- Proptosis tetap terjadi meskipun telah diberikan antibiotik.

- Ukuran dari abses pada sinus tidak berkurang pada CT scan dalam jangka waktu 48-

72 jam pasca pemberian terapi antibiotik.

- Dapat dilakukan crainiotomy jika terdapat abses pada otak.17

4.3.9. Komplikasi

Komplikasi selulitis orbital dapat terjadi di bagian orbita itu sendiri atau menyebar ke

bagian intracranial. Abses subperiorbital dapat terjadi (7-9%). Kehilangan penglihatan

permanen dapat terjadi akibat kerusakan kornea atau neurotropik keratitis, rusaknya jaringan

intraokular, glaukoma sekunder, neuritis optik, dan oklusi arteri centralis retina. Kebutaan

juga bisa terjadi secara sekunder akibat peningkatan tekanan intraorbital atau infeksi secara

langsung pada nervus optikus melalui sinus sfenoid dan nervus okulomotor sehingga dapat

mengakibatkan kelemahan otot-otot ekstraokular. Komplikasi intrakranial meliputi

meningitis (2%), trombosis sinus kavernosus (1%), abses intrakranial, subdural dan

epidural.17

4.4. Trombosis Sinus Kavernosus

4.4.1. Definisi

Trombosis Sinus Kavernosis adalah penyumbatan vena besar di dasar otak (sinus

kavernosus). Trombosis sinus kavernosus sangat jarang terjadi. 30% penderitanya meninggal

dan yang bertahan hidup mengalami cacat mental atau cacat saraf yang serius meskipun telah

menjalani pengobatan.18

4.4.2. Penyebab

Penyumbatan ini biasanya disebabkan oleh penyebaran infeksi bakteri dari sinus atau

di sekitar hidung. Infeksi menyebar dari sinus atau kulit di sekitar hidung ke otak secara

langsung maupun melalui vena.18

4.4.3. Gejala

Gejalanya berupa:

- Penonjolan bola mata

Page 24: eksoftalmus

24

- sakit kepala hebat

- koma

- kejang

- kelainan sistem saraf lainnya

- demam tinggi

4.4.4. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk

menentukan bakteri penyebab infeksi dilakukan pemeriksaan terhadap darah dan contoh

cairan, lendir maupun nanah dari tenggorokan dan hidung. Biasanya juga dilakukan CT scan

sinus, mata dan otak.18

4.4.5. Pengobatan

Segera diberikan antibiotik dosis tinggi secara intravena (melalui pembuluh darah).

Jika dalam waktu 24 jam keadaan penderita tidak membaik, dilakukan pembedahan untuk

mengeringkan sinus (drainase).18

Page 25: eksoftalmus

25

DAFTAR RUJUKAN

1. Petruzzelli GJ. Orbit anatomy. Updated : 29 october 2013. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/835021-overview#showall

2. Rene C. update on orbital anatomy. Nature publishing group all right reserved 0950-

222X/06.(2006). Available from : www.nature.com/eye

3. Wikipedia. Exophthalmos. Updated : 18 january 2014. Available from :

http://en.wikipedia.org/wiki/Exophthalmos

4. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003.

Jakarta

5. Wikipedia. Orbit (anatomy). Updated : 01 june 2013. Available from :

http://en.wikipedia.org/wiki/Orbit_%28anatomy%29

6. Mercandetti M. Exopthalmos. Updated : 24 may 2012. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/1218575-overview#showall

7. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum. Penerbit buku kedokteran EGC. 20120.

Jakarta

8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep-konsep dasar penyakit volume 2. Penerbit

buku kedokteran EGC. 2006. Jakarta

9. NHS choices. Exophthalmos. Updated : 2013. Available from :

http://www.nhs.uk/conditions/Exophthalmos/Pages/Introduction.aspx

10. MNT. What is exophthalmos? What causes exophthalmos?. Updated : 5 november

2009. Available from : http://www.medicalnewstoday.com/articles/169869.php

11. WebMD. Exophthalmos – diagnosing exophthalmos. Updated : 2013. Available

from : http://www.webmd.boots.com/a-to-z-guides/tc/exophthalmos-diagnosing-

exophthalmos

12. Ing E. Thyroid-associated orbitopathy. Updated : 29 january 2014. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/1218444-overview#showall

13. Wikipedia. Grave’s ophthalmopathy. Upated : 20 January 2014. Available from :

http://en.wikipedia.org/wiki/Graves%27_ophthalmopathy#Epidemiology

14. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M, Setiati S. buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid III edisi IV. Pusat Penerbitan FK UI. 2007. Jakarta

Page 26: eksoftalmus

26

15. Greenberg I. teks – atlas kedokteran kedaruratan. Penerbit erlangga medical series.

2007. Jakarta

16. MedMantic. Orbital Periostitis. Updated : 2013. Available from :

http://medmantic.com/wiki/Orbital_Periostitis

17. Harrington JN. Orbital Cellulitis. Updated : 14 Juny 2012. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/1217858-overview#showall

18. Sharma R. Cavernous Sinus Thrombosis. Updated : 7 March 2013. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/791704-overview#showall