drugs profiling

39
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat. Sebelumnya Indonesia hanya dijadikan tempat transit kemudian berkembang menjadi tempat pemasaran, produksi dan eksportir gelap narkoba. Kencendrungan tersebut terlihat dari peningkatan angka kejahatan narkotika yang ditangani oleh Polri dan BNN. Masalah ini merupakan ancaman yang serius bukan saja terhadap kelangsungan hidup dan masa depan pelakunya tetapi juga sangat membahayakan bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan semakin meluasnya perdagangan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia maka upaya pemberantasan harus terus dilakukan dan di perlukan suatu teknik dan metode yang tepat untuk mengusut dan menutup akses dan jalur peredarannya. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dalam rangka mencapai Indonesia Bebas Narkoba 2015 telah dituangkan dalam Instruksi Presiden No. 12 Tahun 2011 tanggal 27 Juni 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN). Upaya pencapaian target ini tidak bisa hanya dilakukan oleh penegak hukum tetapi harus didukung oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam mengungkap dan memutus jaringan perdagangan dan peredaran gelap narkoba baik secara nasional maupun internasional yaitu dengan mengidentifikasi sumber dan jalur peredarannya.

Transcript of drugs profiling

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia

menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat. Sebelumnya Indonesia

hanya dijadikan tempat transit kemudian berkembang menjadi tempat pemasaran,

produksi dan eksportir gelap narkoba. Kencendrungan tersebut terlihat dari

peningkatan angka kejahatan narkotika yang ditangani oleh Polri dan BNN. Masalah

ini merupakan ancaman yang serius bukan saja terhadap kelangsungan hidup dan

masa depan pelakunya tetapi juga sangat membahayakan bagi kehidupan

masyarakat, bangsa dan negara. Dengan semakin meluasnya perdagangan dan

peredaran gelap narkoba di Indonesia maka upaya pemberantasan harus terus

dilakukan dan di perlukan suatu teknik dan metode yang tepat untuk mengusut dan

menutup akses dan jalur peredarannya.

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika dalam rangka mencapai Indonesia Bebas Narkoba 2015 telah dituangkan

dalam Instruksi Presiden No. 12 Tahun 2011 tanggal 27 Juni 2011 tentang

Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN). Upaya

pencapaian target ini tidak bisa hanya dilakukan oleh penegak hukum tetapi harus

didukung oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu langkah yang dapat dilakukan

dalam mengungkap dan memutus jaringan perdagangan dan peredaran gelap

narkoba baik secara nasional maupun internasional yaitu dengan mengidentifikasi

sumber dan jalur peredarannya.

2

Polri dan BNN dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkotika selain dengan informasi inteligen juga dapat

didukung dari informasi data hasil analisis karakterisasi fisika dan kimia yaitu

“drugs profiling”. Analisis “drugs profiling” merupakan salah satu pengembangan

analisis untuk memanfaatkan IPTEK dalam melaksanakan penyelidikan dan

penyidikan secara ilmiah Scientific Crime Investigation (SCI). Data hasil analisis

“drugs profilings” dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan merekontruksi jalur

peredarannya (Sharma 2005, Cheng 2003). Berdasarkan hasil identifikasi jalur

peredarannya dapat mempermudah untuk mengidentifikasi Negara asal,

Laboratorium tempat sintesis, sumber “supply” atau distribusi dari sampel

tersebut, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional (Esseiva 2006).

Data hasil analisis karakterisasi fisika dan kimia “drugs profiling” yang dilakukan

dan dilaporkan secara kontinu sangat dibutuhkan oleh pihak penegak hukum

khususnya penyidik untuk mendukung langkah penyelidikan yang lebih maju dalam

menangani dan menghentikan tindakan kejahatan narkoba (Wirasuta 2012).

Data hasil analisis “drugs profiling” narkoba didapatkan dari analisis

karakterisasi fisik, kandungan bahan aktif dan komponen tambahan lainnya

(adultrants) seperti kafein dan ketamin. Keakuratan data hasil analisis sangat

dipengaruhi pada pemilihan metode analisis yang digunakan. Untuk mendapatkan

data analisis yang akurat dan kontinu dari setiap barang bukti narkoba maka

diperlukan suatu metode dengan validitas yang tinggi, cepat, sederhana, mudah

dilakukan, biaya yang tidak terlalu mahal dan harus memperhatikan keberadaan

peralatan atau instrumentasi di setiap laboratorium pemeriksa narkoba.

Secara internasional “drugs profiling” dilakukan dengan metode identifikasi

kandungan kimia dengan GC-MS, tetapi tidak semua negara dapat melakukannya

3

secara kontinu karena masih terbentur SDM, biaya dan anggaran Negara. Indonesia

sebagai Negara berkembang tentunya tidak harus menunggu waktu untuk dapat

melakukan hal ini, tetapi harus mengusahakan metode yang tepat untuk bisa

mendapatkan data analisis yang memiliki nilai keakuratan yang sama dengan GC-

MS. Maka dari itu perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai metode

yang ada untuk dikembangkan dan dibuktikan, bahwa suatu metode memiliki tingkat

kemampuan yang sama atau hampir sama dengan biaya yang murah dan dapat

dikerjakan oleh semua laboratorium pemeriksa NAPZA yang tersebar di seluruh

Indonesia.

Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode yang

cukup sederhana dan dapat dilakukan dengan biaya yang tidak terlalu tinggi. Dalam

perkembangan instrumentasi, Camag telah mengembangkan metode KLT ini dengan

menyediakan peralatan penotolan sampel secara otomatis dan alat scanner yang

dikenal dengan nama Spektrofotodensitometer. Instrumentasi spektrofoto-

densitometer ini dilengkapi dengan pembacaan UV-VIS insitu serta didukung data

pustaka, sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan analisis kandungan kimia

narkoba secara cepat dan efisien. Adanya perkembangan materi, metode dan

peralatan sehingga KLT ini berkembang menjadi kromatografi lapis tipis kenerja

tinggi yang dinamakan dengan HPTLC (High Performance Thin Layer

Chromatography). HPTLC memiliki lebih banyak partikel yang ukurannya jauh

lebih kecil (2-7 μm), lebih tipis dan jarak elusi yang lebih pendek sehingga

pemisahannya lebih cepat, lebih reprodusibel, lebih sensitif dan memiliki keakuratan

yang lebih tinggi untuk analisa kuantitatif. Metode analisis karakterisasi kandungan

kimia “drugs profiling” tablet ekstasi dengan menggunakan metode analisis

HPTLC- Spektrofotodensitometri telah dilaporkan oleh Wirasuta tahun 2012,

4

dimana dari 54 sampel tablet ekstasi telah berhasil di identifikasi kandungan kimia

dan dapat dikelompokkan menjadi empat kluster dengan menggunakan metode

fungsi kosinus sehingga dapat mempermudah mengetahui kesamaan sidik jari kimia

untuk menghubungan keterkaitan antar sampel dalam merunut jalur peredaran

ekstasi guna penegakan hukum (Wirasuta, 2012).

Koefisien korelasi fungsi kosinus dapat digunakan untuk mengevaluasi

hubungan satu sampel dengan sampel yang lain (Esseiva, et al., 2003). Fungsi

kosinus dihitung berdasarkan besaran data area under curve (AUC) dari masing-

masing puncak kromatogram (Wirasuta, 2012). Harga Rf dapat dipengaruhi oleh

banyak faktor, seperti tingkat kejenuhan chamber, kelembaban udara ruangan,

perbedaan kombinasi fase gerak, jumlah sampel yang diaplikasikan pada plat dan

jarak elusi. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan harga Rf pada pengembangan

berulang dari satu senyawa. Perbedaan ini akan berpengaruh pada harga koefisien

korelasi kosinus, yang berakibat pada kesalahan untuk menyatakan hubungan satu

sampel dengan sampel yang lain. Pemisahan komponen analit dipengaruhi oleh

kombinasi fase gerak seperti tingkat kepolaran dan pH, hal ini akan berakibat pada

besarnya luas puncak serapan/AUC (Zeeuw, et al., 1992).

Metilendioksi metamfetamina (MDMA) atau ”Ekstasi” merupakan

narkotika yang sering disalahgunakan. Berdasarkan data dari Direktur Tindak

Pidana Narkotika Mabes Polri tercatat tahun 2012 tablet ekstasi yang masuk ke

Indonesia mengalami peningkatan sebesar 263 % dari tahun sebelumnya. Tahun

2011 ekstasi yang berhasil diamankan sebanyak 780.885 butir sedangkan tahun 2012

melonjak sampai 2.835.324 butir. Peningkatan jumlah hasil sitaan tablet ekstasi ini

hampir keseluruhan merupakan hasil sitaan barang bukti yang diselundupkan dari

luar negeri. Hal ini menunjukkan Indonesia telah dianggap sebagai target peredaran

5

Narkoba tipe ATS (Amphetamine Type Stimulan) seperti Ekstasi. Hal ini

membuktikan sindikat narkoba tak rela melepas pasar Indonesia. Fenomena lonjakan

peredaran narkoba tahun ini menjadi tantangan bagi segenap masyarakat bangsa dan

negara untuk mengusut sekaligus menutup akses sindikat narkoba ke Indonesia

(Republika, 2012, Aktual, 2013).

Analisis “drugs profiling” tablet ekstasi dalam mendukung tugas kepolisian

dan BNN dalam upaya memutus jaringan dan peredaran gelap narkoba khususnya

ekstasi memerlukan suatu metode analisis dengan validitas tinggi, akan tetapi

keakuratan data hasil analisis dengan metode HPTLC sangat dipengaruhi oleh faktor

pengerjaan, peralatan pendukung dan instrumentasi analisis. Berdasarkan hal

tersebut pada penelitian ini dilakukan uji perbandingan kesesuaian hasil analisis

karakterisasi kandungan kimia “drugs profiling” tablet ekstasi antara menggunakan

metode identifikasi dengan HPTLC–Spektrofotodensitometri dengan Kromatografi

Gas - Spektrometri Massa (GC – MS).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah

pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah tingkat kesesuaian hasil analisis kandungan kimia tablet

ekstasi antara menggunakan HPTLC – Spektrofotodensitometri dengan

GC – MS?

2. Bagaimanakah perbandingan kesesuaian hasil analisis “drugs profiling”

tablet ekstasi antara menggunakan HPTLC – Spektrofotodensitometri

dengan GC – MS?

6

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tingkat kesesuaian hasil analisis kandungan kimia tablet

ekstasi antara HPTLC – Spektrofotodensitometri dengan GC – MS.

2. Mengetahui tingkat kesesuaian hasil analisis “drugs profiling” tablet

ekstasi antara HPTLC – Spektrofotodensitometri dengan GC – MS.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi mengenai kemampuan dan ketangguhan

HPTLC-Spektrofotodensitometri dalam analisis karakterisasi kandungan

kimia “drugs profiling” tablet ekstasi.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai metode

yang cepat, tepat dan valid dalam melakukan analisis karakterisasi

kandungan kimia “drugs profiling” tablet ekstasi kepada laboratorium

pemeriksa narkoba.

7

O

H2C

O

NH

CH3

CH3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ekstasi (MDMA)

MDMA mempunyai rumus molekul C10H15NO2. Nama kimia 3,4

methylenedioxy metamphetamine. Berat molekul 193,2 g/mol. Struktur dari

senyawa MDMA ditunjukkan pada Gambar 2.1. Garam MDMA HCl berbentuk

kristal putih larut dalam air, alkohol dan kloroform.

Gambar 2.1. Struktur senyawa MDMA (Moffat, et al., 2004)

MDMA merupakan salah satu derivat amfetamin tipe stimulan (ATS).

Senyawa metilendioksi metamfetamina (MDMA) dan metilendioksi amfetamin

(MDA) sangat mudah diproduksi/disintesis dimana biasanya dicampur dengan zat

psikotropika atau bahan tambahan lainnya dan disalahgunakan dengan nama dagang

ekstasi (Handajani, 2006).

MDMA pertama kali disintesis dan resmi dipatenkan oleh industri farmasi

Ernest Merk di Darmstadt pada tahun 1914 sebagai obat penekan nafsu makan,

namun tidak pernah diperdagangkan. Semenjak tahun 1971 baik di Amerika maupun

di Inggris, MDMA dilarang digunakan sebagai obat dan pada tahun 1977

dikeluarkan amandemen tentang penyalahgunaan obat, MDMA dimasukkan dalam

skedul I atau kelas A sebagai bahan yang dilarang diproduksi dan diedarkan untuk

pengobatan. Akibat pelarangan tersebut banyak ”Clandistine Laboratory”

8

O

O

O

OO

O

OBr

O

O

HBr

Safrol

HCOOH, Peroxyde

PMK

formamide

(DMF)

MDPBP

ROUTE I ROUTE II

CH3-NH2

MDMA

KOH etOH

Isosafrol

O

H2C

O

NH

CH3

CH3

HCl, HCOOH

memproduksi MDMA secara ilegal dengan memakai bahan dasar safrol dan

isosafrol. (Demiya, 2005).

Sintesis MDMA dibuat dari bahan/senyawa aromatik methylendioxy berasal

dari myristicin atau minyak safrol, salah satunya dari tanaman sassafras. Metode

produksi MDMA dari bahan dasar saprol dapat dibuat melaui 2 jalur sintesis bisa

melaui reaksi Leukart dimana bahan dasar dibuat menjadi isosaprol kemudian

ditambahkan peroksida mejadi PMK (Piperonil Metil Keton) dengan pereaksi

formamid dan HCl baru terbentuk MDMA. Sedangkan route yang dibuat Ernest

Merk melalui MDBP menjadi MDMA. 2 Jalur sintesis MDMA tersebut dapat dilihat

pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Skema 2 jalur sintesa MDMA pada rute I reaksi Leukart,

sedangkan rute II sintesa MDMA asli dibuat oleh Ernest

Marck (Reton, 1993).

9

2.2 Tinjauan Umum ” Drugs Profiling ”

”Drugs profiling” adalah kegiatan mengidentifikasi atau mengisolasi

karakterisasi fisika dan kimia dari sampel narkoba dan kemudian mengelusidasi

hubungan satu sampel dengan sampel yang lainnya berdasarkan sidik jari kimia dari

masing-masing sampel dengan bantuan analisis statistik dalam upaya mengungkap

net-working distribusi peredarannya (Wirasuta, 2012).

Pendekatan analisis yang paling tepat untuk studi karakterisasi narkoba

tergantung pada jenis sampel yang dianalisis misalnya; sampel berupa tablet, kapsul,

serbuk, cairan dan dalam bentuk aslinya atau alami seperti opium dan ganja. Teknik

yang paling sederhana dalam mengkarakterisasi sampel narkoba yaitu dengan

pemeriksaan visual seperti warna dan tekstur guna untuk mendapatkan data

karakterisasi fisik. Selain karakterisasi fisik sampel narkoba juga dikarakterisasi

secara kimia dengan menggunakan metode yang modern sehingga sangat

memungkinkan untuk mendapatkan data hasil analisis komponen utama dan

material tambahan (United Nations, 2001).

Hubungan karakterisasi antar sampel narkoba dapat dibuat dari perbedaan

dan persamaan material yang terdapat pada masing-masing sampel tersebut.

Pengelompokan sampel obat-obatan terlarang menjadi suatu kelompok yang saling

terkait dan sangat berguna bagi pihak penegak hukum untuk mengetahui jaringan

”link” khusus antara pemasok, pengedar/kurir dan pengguna, sehingga dapat

dibentuk pola distribusi obat terlarang termasuk sumber, asal-usul geografisnya,

metode rute produksi dan prekursor yang digunakan (United Nations, 2001).

10

2.3 ”Drugs Profiling” Tablet Ekstasi

Karakterisasi tablet ekstasi umumnya meliputi karakterisasi fisik dan

kandungan kimia. Karakterisasi fisik meliputi analisis secara visual dari tablet

seperti bentuk, warna, ukuran dan logo. Sedangkan karakterisasi kimia meliputi

analisis kandungan zat aktif (senyawa turunan amfetamin), pengencer (deluents),

pencampur (adulterants), dan pengotor (impurities) baik yang muncul akibat proses

produksi atau yang sudah ada bersama precursor dan bahan baku lainnya (United

Nations Office and Drugs Crime, 2001, Suzanne, 2006).

Metode analisis yang digunakan dalam melakukan analisis karakterisasi

kandungan kimia tablet ekstasi umumnya adalah metode spektrometri, GC-MS,

HPLC dan FTIR. Metode analisis dengan HPTLC juga dapat digunakan dalam

melakukan analisis uji “drugs profiling” senyawa turunan amfetamin (Kochana

2003). Metode analisa kharakterisasi kandungan “drugs frofiling” tablet ekstasi

dengan HPTLC-Spektrofotodensitometri telah dilaporkan oleh Wirasuta tahun 2012,

dari 54 sampel tablet ekstasi telah berhasil di identifikasi kandungan kimia dan dapat

dikelompokkan menjadi empat klauster, sehingga dapat mempermudah mengetahui

hubungan antar sampel dalam merunut jalur peredaran ekstasi dalam penegakan

hukum (Wirasuta, 2012).

2.4 Analisis Kimia Tablet Ekstasi dengan HPTLC-Sepektrofotodensitometri

HPTLC merupakan metode yang dipilih untuk analisis sampel yang

kompleks dan banyak mengandung bahan pengotor (impurities). HPTLC juga

merupakan metode yang cocok untuk memisahkan obat yang memiliki jarak (range)

polaritas yang luas. HPTLC dapat digunakan untuk memisahkan komponen

penyusun dari suatu obat dan kemudian dikuantifikasi dengan menggunakan

11

spektrofodensitometer melalui pengukuran in-situ dari absorbsi sinar UV-VIS atau

flouresensi (Ahrens, et al., 2002).

Metode analisis “drugs profiling” tablet ekstasi dengan menggunakan metode

analisis HPTLC-Spektrofotodensitometri telah dilaporkan oleh Wirasuta tahun 2012,

dari 54 sampel tablet ekstasi telah berhasil di identifikasi kandungan kimia dan dapat

dikelompokkan menjadi empat kluster dengan pengembangan metode fungsi

kosinus. Wirasuta menggunakan plat HPTLC Si GF 254 dengan 2 sistem fase gerak

yaitu TB (sikloheksan-toluene-dietilamin, 25 : 3 : 1 v/v) dan TAEA (toluene-aseton-

etanol-amonia, 45 : 45 : 7 : 3 v/v). Secara keseluruhan tablet ekstasi uji setelah

diekstraksi pelarut toluena pada dafar fosfat pH 10,5 di temukan senyawa MDMA,

BDB, DOET, ketamin, etil-MDA, PMA dan senyawa yang tidak termasuk turunan

amfetamin yaitu kafein dan flurazepam.

Perkembangan yang sangat pesat dalam penggunaan fase gerak sering

memberikan perbedaan hasil analisis antar satu laboratorium dengan yang

lainnya. Pemisahan analit menggunakan teknik kromatografi datar, kromatogram

biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Angka Rf didefinisikan sebagai

ratio antara jarak noda dari titik awal ke titik pusat zone (Ja) dengan jarak yang

ditempuh pelarut (Jp ), sehingga Rf = Ja /Jp, sedangkan hRf adalah multiplikasi Rf

dengan faktor 100 (hRf = 100 Rf). Perbedaan dalam pengerjaan, faktor lingkungan

juga telah dilaporkan ikut memberi sumbangan pada variasi nilai hRf analit,

sedangkan nilai hRf juga dijadikan dasar dalam menginterpretasikan hasil analisis.

Berdasarkan kelemahan ini Deutsche Forschungsgemeinschaft (DFG) dan The

International Association of Forensic Toxicologists (TIAFT) pada tahun 1992

melaporkan system KLT terstandarkan untuk keperluan analisis toksikologi

forensik. DFG dan TIAFT menawarkan sistem dengan plat KLT Silika Gel dan 10

12

sistem fase gerak, dengan masing-masing sistem fase gerak terdapat 4 senyawa

pembanding. Korelasi antara hRf analisis dengan hRfc dari 4 senyawa pembanding

tersebut sehingga akan didapatkan enam titik mulai dari titik (0,0) sampai (100,100)

yang kemudian diplot. Penghitungan harga hRfc analit diperoleh seperti pada

Gambar 2.3 (Zeeuw, et al., 1992).

Gambar 2.3. Grafik Poligonal (Zeeuw, et al., 1992).

Harga hRfC analit dapat ditentukan dengan mengeksploitasi ke sumbu x atau

dihitung dengan menggunakan rumus:

hRf C

(X) = hRf C

(A) +

C

[ hRf (X) - hRf

(A)]

dimana; ∆C = hRf

C (B) - hRf

C (A) dan

∆ = hRf (B) – hRf (A)

Berdasarkan harga hRf analit dan pembanding, dengan menghitung harga hRf

terkoreksi secara metode poligonal. Berdasarkan harga hRf terkoreksi ini dari

masing-masing spot dan data hRf terkoreksi dilakukan interpretasi indentitas

analit (Zeeuw, et al., 1992).

13

Camag mengembangkan sistem kromatografi salah satunya sistem TAEA yang

dianjurkan untuk analisis obat (drug), senyawa narkotika dan psikotropika. Sistem

TAEA ini menggunakan senyawa referece/standar yaitu morfin, kodein, kafein,

papaverin dan bromheksin. Adapun harga hRfc larutan standar pengkoreksi dengan

sistem TAEA menggunakan plat silica 60 G F254 seperti pada Table 2.1

No Senyawa Pembanding hRfc

1 Morfin 8

2 Kodein 16

3 Kafein 48

4 Papaverin 55

5 Bromheksin 83

Tabel 2.1. Harga hRfc larutan standar sistem TAEA

(Wirasuta, 2012, Zeeuw, et al., 1992)

Wirasuta (2012) melakukan pengembangan HPTLC-Spektrofotodensitometer

untuk analisis drug profiling didapatkan bahwa data kromatogram hasil pemisahan

analit dengan sistem fase gerak TAEA dapat dikombinasikan dengan sistem TB

dengan mengunakan perhitungan irisan pada metode dual sistem sehingga

menghasilkan data analisis yang lebih akurat. Sistem TB merupakan salah satu

sistem dengan menggunakan perbandingan fase geraknya yaitu: sikloheksana :

toluena : dietilamin (75:15:10), dengan senyawa reference/ standar yang digunakan

yaitu Theofilin, papaverin, Dektrometorfan dan bromheksin (Wirasuta, 2012).

Harga hRfc larutan standar pengkoreksi dengan sistem TB menggunakan plat

silica 60 G F254 seperti pada Table 2.2.

14

No Senyawa Pembanding hRfc

1 Teofilin 1

2 Papaverin 8

3 Dektrometorfan 42

4 Bromheksin 69

Tabel 2.2. Harga hRfc larutan standar sistem TB (Wirasuta, 2012)

2.5 Analisis Kimia Tablet Ekstasi dengan GC-MS

Kromatografi Gas - Spektrometri Massa (GC-MS) merupakan salah satu

tehnik yang paling umum digunakan untuk identifikasi dan analisis kuantitatif

sampel obat dalam bidang forensik. GC-MS menyediakan data spektral yang sangat

spesifik pada senyawa individu dalam campuran kompleks. Semua senyawa yang

diidentifikasi dengan GC-MS akan dibandingkan dengan spektrum massa yang

sesuai dengan data pustaka/library. Identifikasi kuantitatif dilakukan dengan

membandingkan area puncak pada waktu retensi (tR) yang sama dengan standar

acuan (United Nations, 2001).

Makino (2003) telah berhasil menganalisis 54 tablet ekstasi menggunakan GC-

MS merk Hewlett-Pakard (HP) 6890 menggunakan kolom kapiler silika ultra-2

dengan gas pembawa helium temperatur kolom diprogram 50 0C selama 1 menit

kemudian dinaikan 10 0C/menit sampai suhu 300

0C ditahan selama 4 menit dengan

temperatur injeksi 250 0C. Elektron-impact ionisasi massa diseting pada energi

ionisasi 70 eV, current ionisasi 300 μA, suhu pengionan 300 0C secara keseluruhan

dari 54 tablet didapatkan hasil analisis kandungan utama adalah MDMA (3,4-

methylenedioxymethamphetamine) dan komponen lainnya yaitu: MDA (3,4-

methylenedioxyamphetamine), epedrin, kafein, ketamin dan metamfetamina.

(Makino, 2003).

15

Khajiamiri et.al., (2010) menggunakan GC-MS untuk analisa kandungan kimia

tablet ekstasi, dimana identifikasi senyawa aktif dan impurities di identifikasi

berdasarkan waktu retensi dan sepktra massa dari sampel dibandingkan dengan

spektra pada pustaka dari Wiley dan NIST. Dari hasil analisis 54 sampel tablet

ekstasi didapatkan komponen kimia MDMA-hidrokloride dan beberapa tablet

ditemukan ketamin, penantrasin, efedrin dan kaffein. Khajiamiri menggunakan

instrument GC-MS merk Agilent tipe 5973 MSD dan 6890 GC menggunakan kolom

kapiler HP-5 dan GC-MS merk Varian tipe 1200 LMS dan GC CP-3800

menggunakan kolom HP-1. Temperatur kolom diprogram 60 0C selama 0,5 menit

kemudian dinaikan 12 0C/menit sampai suhu 280

0C selama 30 menit. Elektron-

impact ionisasi massa diseting pada energi ionisasi 70 eV (Khajiamiri et.al 2010).

2.6 Analisis ”Drugs Profiling” dengan Fungsi Kosinus

Penelitian ini menggunakan fungsi kosinus untuk mengetahui dan

mengungkap hubungan antar sampel narkotika ekstasi dengan membuat

kluster/dendogram dari keseluruhan sampel tablet tersebut. Analisis dengan fungsi

kosinus ini dibuat dengan mengumpamakan sampel sebagai suatu vektor. Untuk

memperkirakan kedekatan atara dua vektor tersebut dengan menghitung sudutnya

(Esseiva, et al., 2003).

Esseiva, et al., (2003) mengembangkan dan memanfaatkan fungsi kosinus

untuk mengungkap hubungan antar sampel heroin illegal. Hubungan antar sampel

dibangun memanfaatkan data puncak-puncak kromatogram dari setiap sampel

heroin illegal. Puncak puncak kromatogram dan luas puncak adalah karakteristik

untuk setiap sampel. Dengan memanfaatkan data tersebut dan memasukkan ke

16

dalam fungsi kosinus maka korelasi antar sampel dapat dihitung. Hubungan antar

sampel ditentukan oleh koefisien korelasi antar sampel.

Gambar disamping ini menggambarkan dua

vektor a dan b dengan sudut θ, kedekatan

hubungan antar kedua vektor tersebut

digambarkan dengan fungsi kosinus. Hasil kali

skalar kedua vektor tersebut adalah:

cos. xbxaba

.

Jika ekspresi hasil skalar kedua vektor dijabarkan berdasarkan orto-normal dalam

ruang, maka:

na

a

a

a

2

1

dan

nb

b

b

b

2

1

Perkalian skalar kedua vektor dapat dituliskan sebagai berikut:

ii

n

i

baba

.

Norma vektor menurut komponennya dalam ruang adalah:

22

2

2

1 naaaa

Kosinus sudut antara kedua vektor tersebut dapat dihitung:

b

a

θ

nnbababa 2211

22

22 )(

ba

baCos

17

Dengan mengikuti aturan vektor hubungan-hubungan diturunkan maka korelasi

antara dua kromatogram dapat dituliskan sebagai berikut:

22

2

2

1

22

2

2

1

2

2211100

nn

nn

bbbaaa

bababaC

Dimana; a1, a2,……,an menyatakan besaran dari variable 1 s/d n untuk kromatogram

a, dan demikian juga b1, b2, …..,bn menyatakan besaran variable kromatogram b.

Berdasarkan pemunculan pola puncak kromatografi dari sampel narkoba dengan

analisis klauster dapat dianalisis kelompok atau kekerabatan dari sampel tersebut.

Analisis pola kromatogram GC dari pengotor pada sediaan heroin dapat

dikelompokkan berdasarkan kedekatan dari sampel tersebut, seperti yang tercantum

pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Dendogram sampel heroin (Dams, 2001).

18

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

“Drugs profiling” sangat membantu penegak hukum dalam usaha merunut dan

pemutusan jalur peredaran narkotika. Secara internasional analisis “drugs profiling”

menggunakan instrumentasi GC-MS namun dalam analisis rutin membutuhkan

biaya perawatan alat yang relatif mahal dan juga membutuhkan SDM yang cukup

handal untuk mengoprasikannya. Ketersediaan instrument ini juga belum memadai

disetiap lab pemeriksa NAPZA.

HPTLC (High Performance Thin Layer Chromatography) merupakan salah

satu metode yang cukup sederhana dan dapat dilakukan dengan biaya yang relatif

murah. Dalam perkembangan instrumentasi, “Camag” telah mengembangkan

metode ini dengan menyediakan peralatan penotolan sampel secara otomatis dan alat

scanner yang dikenal dengan nama Spektrofotodensitometer. Instrumentasi

Spektrofotodensitometer ini dilengkapi dengan pembacaan UV-VIS insitu serta

didukung data pustaka/library sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan

analisis kandungan kimia narkoba secara cepat dan efisien. Metode analisa

karakterisasi kandungan kimia “drugs profiling” tablet ekstasi dengan

menggunakan metode analisis HPTLC-Spektrofotodensitometri telah dilaporkan

oleh Wirasuta tahun 2012, dimana dari 54 sampel tablet ekstasi telah berhasil di

identifikasi kandungan kimia dan dapat dikelompokkan menjadi empat kluster

dengan pengembangan fungsi kosinus sehingga dapat mempermudah mengetahui

kesamaan sidik jari kimia untuk menghubungan keterkaitan antar sampel dalam

merunut jalur peredaran ekstasi guna penegakan hukum (Wirasuta, 2012).

19

Koefisien korelasi fungsi kosinus dapat digunakan untuk mengevaluasi

hubungan satu sampel dengan sampel yang lain (Esseiva, et al., 2003). Fungsi

kosinus dihitung berdasarkan besaran data retention factor (Rf) dan luas dari

masing-masing puncak (Wirasuta, 2012). Harga hRf dapat dipengaruhi oleh banyak

faktor, seperti tingkat kejenuhan chamber, kelembaban udara ruangan, perbedaan

kombinasi fase gerak, jumlah sampel yang diaplikasikan pada plat dan jarak elusi

(Zeeuw, et al., 1992). Pangaruh ini dapat dikurangi dengan menggunakan standar

pengkoreksi dimana Deutsche Forschungsgemeinschaft (DFG) dan The

International Association of Forensic Toxicologists (TIAFT) pada tahun 1992

melaporkan system KLT terstandarkan untuk keperluan analisis toksikologi

forensik. DFG dan TIAFT menawarkan sistem dengan plat KLT Silika Gel dan 10

sistem fase gerak, dengan masing-masing sistem fase gerak terdapat 4 senyawa

pembanding. Korelasi antara hRf analisis dengan hRfc (hRf terkoreksi) dari 4

senyawa pembanding tersebut kemudian diplot sehingga harga hRfc analit dapat

dihitung (Zeeuw, et al., 1992).

HPTLC-Spektrofotodensitometri merupakan metode yang dipilih untuk

analisis sampel yang kompleks dan banyak mengandung bahan impurities

(pengotor). HPTLC dapat digunakan untuk memisahkan komponen penyusun dari

suatu obat dan kemudian dikuantifikasi dengan menggunakan spektrofodensitometer

melalui pengukuran in-situ dari absorbsi sinar UV-VIS atau flouresensi. Analisis

“drugs profiling” dengan menggunakan HPTLC- Spektrofotodensitometri sudah

banyak dikembangkan baik pemilihan fase gerak atau eluen, sistem ekstraksi, dan

bahan plat TLC yang digunakan sehingga hal ini sangat memungkinkan untuk

mendapatkan hasil analisis dan identifikasi senyawa aktif dan bahan tambahan

lain/impurities pada sampel obat (Ahrens, et al., 2002).

20

Diagram alir dari kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram alir Kerangka Berpikir

3.2. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

bahwa analisis karakteristik kimia “drugs profiling” tablet ekstasi dengan

menggunakan HPTLC–Spektrofotodensitometri memiliki kesesuaian hasil dengan

Kromatografi Gas - Spektrometri Massa (GC – MS).

Sampel Tablet Ekstasi

Analisis dgn HPTLC-

Spektrofotodensitometer

Analisis karakterisasi

kandungan kimia

Hasil Analisis

Analisis dengan

GC-MS

Hasil Analisis

Keuntungan:

- sederhana, cepat - relatif murah

Kelemahan:

- sensitif

Keuntungan:

- praktis Kelemahan:

- relatif mahal

Analisis kluster dengan

Fungsi kosinus

Perbandingan kesesuaian

hasil analisis

21

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Tempat Penelitian

Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar

dan Laboratorium Toksikologi Forensik Lembaga Forensik Sains dan Kriminologi

Universitas Udayana. Sedangkan analisis dengan menggunakan GC-MS dilakukan

di Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar dan analisis dengan HPTLC-

Spektrofotodensitometri dilakukan di Laboratorium Toksikologi Forensik Lembaga

Forensik Sains dan Kriminologi Universitas Udayana

4.2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah sampel tablet ekstasi yang diperoleh di

Laboratorium Forensik Polri Cabang Denpasar.

4.3 Bahan dan Alat

4.3.1 Bahan

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini berderajat pro analisis (p.a),

sedangkan standar pengkoreksi yaitu; tiofilin, papaverin, dekstrometorfan, morfin,

kodein dan bromheksin. Bahan-bahan kimia yang digunakan terdiri dari aseton,

amonia, etanol, metanol, dietilamina, sikloheksana, toluena, ammonium hidroksida

dan aquades. Plat HPTLC Silica gel 60 F 254 ukuran 20 x 10 cm Merk KgaA

Germany.

22

4.3.2 Alat

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari labu ukur, pipet

ukur, Gelas Beker (merk pyrex), pipet mikro (merk camag), meteran digital (merk

Krisbow), neraca analitik (merk Mettler toledo), vortek (Ika vibrak XR basic),

ultrasonik (merk Branson 1510), sentrifuge (merk Ettich EBA 20), bejana

kromatografi 10 x 20 cm (merk camag), oven, Linomat V (camag), pH meter (merk

Oakton seri 10), GC-MS merk Agilen GC tipe 6890N, MS 5973 dan

Spektrofotodensitometer (TLC Scanner 3) merk Camag.

4.4 Prosedur Kerja

4.4.1 Pembuatan larutan campuran standar pengkoreksi 1000 ppm

Masing-masing standar tiofilin, papaverin, dekstrometorfan, morfin, kodein

dan bromheksin ditimbang masing-masing sebanyak 10 mg kemudian dibuat dua

standar campuran untuk pengkoreksi sistem TB terdiri dari tiofilin, papaverin,

dekstrometorfan dan bromheksin yaitu dilarutkan dengan metanol dalam satu labu

ukur 10 ml. Untuk pengkoreksi sistem TAEA terdiri dari papaverin, morfin, kodein

dan bromheksin dilarutkan dengan metanol dalam satu labu ukur 10 ml.

4.4.2 Pembuatan larutan bufer fosfat pH 10,5

Ditimbang 2,7124 gram KH2PO4 dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,

kemudian ditambahkan air aquades sampai tanda batas selanjutnya ditimbang 0,8

gram NaOH kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml ditambahkan

aquades sampai tanda batas. Selanjutnya diambil sejumlah tertentu larutan fosfat

dititrasi dengan larutan NaOH sampai pH 10,5.

23

4.5 Analisis ”Drugs profiling” tablet Ekstasi

4.5.1 Analisis karakterisasi fisika

Sampel tablet ekstasi yang sudah diberikan label, masing–masing di foto

kemudian dilakukan analisis karakterisasi fisika meliputi; warna, logo, diameter,

tebal dan berat.

4.5.2 Analisis karakterisasi kimia

4.5.2.1 Ekstraksi sampel tablet ekstasi

Masing-masing tablet digerus sampai homogen kemudian diambil 200 mg

dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan bufer fosfat pH 10,5

sebanyak 5 ml, campuran dikocok 300 rpm selama 30 menit, kemudian

disentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm. Supernatan diambil sebanyak 4 ml

dimasukkan dalam tabung lain dan ditambahkan 2 ml toluen. Ekstraksi dilakukan

dengan menggunakan ultrasonik. Toluen dipisahkan dengan mensentrifugasi pada

2500 rpm, fase organik diambil 1 ml dipindahkan dalam tabung efendorf kemudian

diuapkan dengan gas nitrogen kemudian direkonstitusi dengan 1 ml metanol.

Ekstrak metanol masing-masing tablet disiapkan untuk analisis dengan GC-MS dan

HPTLC-Spektrofotodensitometer.

4.5.2.2 Analisis kandungan kimia dengan GC-MS

Sampel hasil ekstraksi tablet, masing-masing diinjeksikan sebanyak 1 μL ke

dalam GC-MS. Sebelumnya GC-MS telah diprogram mode full scan dengan

kondisi kromatografi dipilih kolom 5% phenylmethylpoly siloxane (HP5 MS), laju

alir helium (He) 1 mL/menit, suhu oven diatur 70oC selama 5 menit dinaikkan

hingga 270 o

C selama 5 menit dengan kecepatan 10oC/menit. Sepektroskopi massa

menggunakan Elektron Impack (EI) dengan energi ionisasi 70 eV. Uji konfirmasi

24

kandungan kimia masing-masing tablet ekstasi dilakukan dengan membandingkan

spektra massa hasil analisis dengan spektra massa library (pustaka).

4.5.2.3 Analisis kandungan kimia dengan HPTLC-Spektrofotodensitometer

Plat HPTLC sebelum digunakan terlebih dahulu dicuci dengan metanol dan

diaktifkan pada suhu 120 0C selama 20 menit dalam oven. Plat HPTLC disimpan

dalam desikator. Masing–masing sebanyak 2 μL ekstrak tablet ditotolkan pada plat

HPTLC ukuran 10 x 20 cm dengan linomat V dengan jarak 1 cm dari tepi bawah

plat dan jarak antar totolan 0,3 cm. Pada plat 1, trak/lajur pertama ditotolkan

senyawa standar campuran pengkoreksi 1000 ppm (teofilin, papaverin,

dekstrometorfan dan bromheksin). Plat kemudian dielusi dengan sistem TB

(sikloheksan-toluene-dietilamin, 25 : 3 : 1 v/v). Pada plat 2, trak/lajur pertama

ditotolkan senyawa standar pengkoreksi 1000 ppm (morfin, kodein, papaverin dan

bromheksin). Plat kemudian dielusi dengan sistem TAEA (toluene-aseton-etanol-

amonia, 45 : 45 : 7 : 3 v/v). Setelah batas elusi tercapai plat HPTLC diangkat dan

dikeringkan pada suhu 60 0C selama 10 menit. Plat HPTLC kemudian di scan

dengan TLC-Scanner 3 pada λ = 210 nm. Scanner di optimasi pada pencahayaan

maksimum dengan slit dimension 3.00 x 0,10 nm, kecepatan scaning 5 mm/s dan

resulusi data 200 μm/step. Setiap puncak kromatogram di scan pada kisaran panjang

gelombang 190 - 400 nm dengan slit dimension 3.00 x 0,10 nm, kecepatan scaning

100 nm/s dan resulusi data 1 nm/step. Uji konfirmasi kandungan kimia masing-

masing tablet ekstasi dilakukan dengan membandingkan hRfc dan sepektrum analit

dengan sepektrum library (pustaka).

25

4.5.3 Analisis “drugs profilings” dengan fungsi kosinus

Hubungan antar sampel tablet ekstasi dibuat dalam bentuk dendogram

dengan tehnik masing masing puncak disusun data area dibawah puncak (AUCi)

berdasarkan harga hRfci-nya. Komponen vektor suatu kromatogram dinyatakan

dengan:

22

2

2

1 anaa AUCAUCAUCa

.

Cosinus sudut kedua vektor kromatogram dapat dihitung dengan :

22

22 )(

ba

baCos

Nilai koefisien korelasi kosinus kedua vektor adalah 2100CosC , dibangun

hubungan antar sampel tablet dengan analisis kluster data kromatogram dengan

bantuan program Exel 2010 dan MINITAB.

26

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakterisasi Fisik Tablet Ekstasi

Analisis fisik tablet ekstasi meliputi pemeriksaan awal yaitu pendokumentasian

tablet dan dilanjutkan pemeriksaan secara visual, pengukuran diameter, tebal dan

berat. Adapun hasil pendokumentasian dari 30 sampel tablet ekstasi dapat dilihat

pada Gambar 5.1.

T-1 T-2 T-3 T-4 T-5 T-6

T-7 T-8 T-9 T-10 T-11 T-12

T-13 T-14 T-15 T-16 T-17 T-18

T-19 T-20 T-21 T-22 T-23 T-24

T-25 T-26 T-27 T-28 T-29 T-30

Gambar 5.1 Foto tablet ekstasi.

Pemeriksaan ciri fisik tablet ekstasi baik warna dan logo dilakukan secara

visual. Sedangkan pemeriksaan diameter dan ketebalan dilakukan dengan bantuan

alat ukur meteran digital dengan satuan sampai mm. Pengukuran berat dari masing-

masing tablet dengan menggunakan neraca analitik dengan satuan mg dan dihitung

sampai 2 angka dibelakang koma. Adapun hasil pemeriksan warna, logo, diameter

dan berat seperti pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Data karakterisasi fisik 30 tablet ekstasi

27

No ID

Sampel Warna Logo Tebal Diameter Berat

1 T-1 Coklat M 5,27 mm 7,25 mm 249, 81 mg 2 T-2 Hijau Matahari 5,10 mm 7,04 mm 228,62 mg 3 T-3 Krem Love 4,82 mm 8,02 mm 279,21 mg 4 T-4 Merah C 4,76 mm 8,20 mm 295,92 mg 5 T-5 Biru Super boy 6,19 mm 8,13 mm 355,11 mg 6 T-6 Coklat Embrio 3,65 mm 8,23 mm 224,16 mg 7 T-7 Merah 5 5,95 mm 8,11 mm 359,62 mg 8 T-8 Coklat Butterfly 5,51 mm 8,27 mm 320,80 mg 9 T-9 Ungu - 4,97 mm 8,05 mm 282,16 mg 10 T-10 Coklat Mcdonald 3,34 mm 8,06 mm 208,78 mg 11 T-11 Orange Matahari 4,83 mm 8,63 mm 280,01 mg 12 T-12 Merah C 5,03 mm 8,19 mm 292,13 mg 13 T-13 Coklat Embrio 3,64 mm 8,20 mm 221,23 mg 14 T-14 Ungu - 4,69 mm 8,04 mm 279,31 mg 15 T-15 Hijau Matahari 5,11 mm 7,12 mm 229,77 mg 16 T-16 Merah 5 5,96 mm 8,12 mm 355,94 mg 17 T-17 Abu-abu Mitsubisi 4,82 mm 8,18 mm 285,75 mg 18 T-18 Coklat Mcdonald 3,36 mm 8,01 mm 207,10 mg 19 T-19 Krem Gajah 3,34 mm 8,27 mm 210,33 mg 20 T-20 Merah I 5,38 mm 7,95 mm 310,75 mg 21 T-21 Biru Kupu-kupu 4,81 mm 7,74 mm 275,13 mg 22 T-22 Kuning - 5,01 mm 8,06 mm 290,30 mg 23 T-23 Putih C 4,85 mm 7,73 mm 236,65 mg 24 T-24 Hijau Butterfly 5,15 mm 7,03 mm 229,55 mg 25 T-25 Ungu - 4,92 mm 8,04 mm 282,61 mg 26 T-26 Hijau muda Trup 4,58 mm 8,13 mm 281,44 mg 27 T-27 Coklat Butterfly 5,23 mm 8,28 mm 294,24 mg 28 T-28 Coklat Embrio 3,56 mm 8,26 mm 214,99 mg 29 T-29 Merah I 5,43 mm 8,19 mm 335,24 mg 30 T-30 Krem - 5,03 mm 8,15 mm 292,12 mg

Berdasarkan data fisik tablet baik warna, logo, diameter, tebal dan berat dari

30 tablet terdapat 19 tablet dapat dikelompokkan menjadi 8 grup yang sudah

diidentifikasi memiliki kemiripan atau kesamaan secara fisik baik warna, logo,

diameter, tebal dan berat. Sisanya sebanyak 11 tablet masing-masing memiliki ciri-

ciri secara fisik yang berbeda-beda.

Analisis “drugs profiling” tablet ekstasi secara fisik didapatkan dengan

melihat secara visual kemiripan ciri-ciri fisik dari masing-masing tablet, diantaranya

tablet yang masuk di grup I dengan ID T2, T15 dan T24 memiliki kesamaan fisik

28

yaitu warna hijau dengan tanda khas (logo) matahari, dilihat dari teknik

pengepresan/pencetakan tablet ini berukuran sama dengan tebal ± 5 mm, diameter

±7 mm dan berat ± 229 mg. Tablet pada grup II dengan ID T6, T13 dan T28

memiliki kesamaan fisik yaitu warna coklat dengan tanda khas (logo) embrio, tebal

± 3,60 mm, diameter ± 8,20 mm dan berat ± 220 mg. Tablet pada grup III dengan

ID T7 dan T16 memiliki kesamaan fisik yaitu warna merah, dengan tanda khas

(logo) angka 5, tebal ± 5,9 mm, diameter ± 8,1 mm dan berat ± 355 mg. Tablet

pada grup IV dengan ID T10 dan T18 memiliki kesamaan fisik yaitu warna coklat,

dengan tanda khas (logo) mcdonald, tebal ± 3,3 mm, diameter ± 8 mm dan berat

±200 mg. Tablet pada grup V dengan ID T8 dan T27 memiliki kesamaan fisik yaitu

warna coklat, dengan tanda khas (logo) butterfly, tebal ± 5 mm, diameter ± 8 mm

dan berat ± 300 mg. Tablet pada grup VI dengan ID T4 dan T12 memiliki

kesamaan fisik yaitu warna merah muda, dengan tanda khas (logo) hurup C, tebal

±5 mm, diameter ± 8 mm dan berat ± 290 mg. Tablet pada grup VII dengan ID T9,

T14 dan T25 memiliki kesamaan fisik yaitu warna ungu, dengan diameter ±8mm

dan berat ± 280 mg. Tablet pada grup VIII dengan ID T20 dan T29 memiliki

kesamaan fisik yaitu warna merah, dengan tanda khas (logo) hurup I memiliki tebal

± 5 mm, diameter ± 8 mm dan berat ± 300 mg. Sedangkan tablet dengan ID T1, T3,

T5, T11, T17, T19, T21, T22, T23, T26 dan T30 masing-masing memiliki

karakter/ciri-ciri fisik yang berbeda-beda.

Analisis karakterisasi fisik dari 30 tablet ekstasi dapat dibuat “ profiling”

berdasarkan perbedaan dan kemiripan fisik menjadi 19 kelompok. Perbedaan ciri

fisik ini disebabkan karena adanya teknik pembuatan dan alat

pengepresan/pencetakan yang berbeda. Namun perbedaan ciri fisik ini belum tentu

bersumber dari jalur produksi yang berbeda karena banyak clandestin lab

29

mengelabui dengan menggunakan beberapa alat pengepresan/pencetak yang

berbeda-beda.

5.2. Karakterisasi Kimia Tablet Ekstasi

Hasil analisis karakterisasi kimia 30 tablet ekstasi dengan instrumen GC-MS

menggunakan library dari NIST11, NIST02, Wiley7n, W9N11.L dan SWDrug

dengan nilai quality diatas 85 didapatkan 9 jenis senyawa yaitu MDMA (3,4-

methylenedioxy metamphetamine), MDA (3,4-methylenedioxy amphetamine),

PMMA (para-methoxymetamphetamine), ketamin, kafein, piperazin, kloroquin,

dekstrometorpan dan klorfenamin. Senyawa aktif MDMA sebagai komponen

utama terdapat pada tablet dengan ID T1, T3, T6, T8, T9, T10, T13, T14, T17, T18,

T19, T20, T22, T23, T25, T27, T28, T29, dan T30. MDA sebagai bahan aktif

terdapat pada tablet dengan ID T2, T15 dan T24. Kafein dan ketamin sebagai

komponen utama terdapat pada tablet dengan ID T5, T7, T11, T16 dan T26

sedangkan tablet yang ditambahkan zat pencampur (adultrans) kafein dan ketamin

adalah tablet dengan ID T6, T8, T13, T17, T19, T22, T25, T27, T28, dan T30.

Kafein sebagai pencampur juga terdapat pada tablet dengan ID T3, T9 dan T14

sedangkan ketamin sebagai pencampur pada tablet dengan ID T2, T15 dan T24.

Dekstrometorpan sebagai zat pencampur terdapat pada tablet dengan ID T17 dan

klorfenamin juga ditemukan sebagai pencampur pada tablet dengan ID T8. Piperazin

sebagai komponen utama terdapat pada tablet dengan ID T4 dan T12 sedangkan

sebagai impurities (pengotor) terdapat pada tablet dengan ID T6, T8, T13, T27 dan

T28. Kloroquin sebagai komponen utama terdapat pada tablet dengan ID T21.

MDMA sebagai impurities terdapat pada tablet dengan ID T2 dan T15. PMMA

sebagai impurities terdapat pada tablet dengan ID T1, T6, T13, T20, T28 dan T29.

30

Analisis kandungan kimia dengan HPTLC-Spektrofotodensitometer

menggunakan dua metode pemisahan analit yaitu sistem pengelusi TB (sikloheksan-

toluene-dietilamin, 25 : 3 : 1 v/v) dan TAEA (toluene-aseton-etanol-amonia, 45 : 45

: 7 : 3 v/v). Masing-masing sistem menggunakan 4 senyawa standar pengkoreksi

yaitu sistem TB menggunakan senyawa pengkoreksi theophylline (hRfc = 1),

papaverine (nilai hRfc = 8), dextromethorphan (hRfc = 42) dan bromhexin (hRfc =

69). Untuk sistem TAEA menggunakan senyawa pengkoreksi morfin (hRfc = 8),

kodein (nilai hRfc = 16), papaverin (hRfc = 55) dan bromhexin (hRfc = 83).

Konfirmasi identitas setiap puncak kromatogram hasil pemisahan komponen

penyusun tablet ekstasi menggunakan WinCATS-Speclib-tool (Camag-Switzerland)

yang dilengkapi deteksi spektra insitu. Uji konfirmasi kandungan kimia dengan

street-drugs library pada toleransi penyimpangan 7 atau (hRfc ± 7) dan kesesuian

nilai korelasi spektrum UVnya dengan r > 0,85. Kandungan kimia dari 30 tablet

ekstasi didapatkan 6 jenis senyawa yaitu MDMA (3,4- methylenedioxy

metamphetamine), MDA (3,4-methylenedioxy amphetamine), ketamin, kafein,

piperazin dan kloroquin. Senyawa aktif MDMA sebagai komponen utama terdapat

pada tablet dengan ID T1, T3, T6, T8, T9, T10, T13, T14, T17, T18, T19, T20, T22,

T23, T25, T27, T28, T29, dan T30. MDA sebagai bahan aktif terdapat pada tablet

dengan ID T2, T15 dan T24. Kafein dan ketamin sebagai komponen utama terdapat

pada tablet dengan ID T5, T7, T16 dan T26 sedangkan tablet yang ditambahkan zat

pencampur (adultrans) kafein dan ketamin adalah tablet dengan ID T8, T17 dan

T27. Kafein sebagai pencampur juga terdapat pada tablet dengan ID T3, T6, T9,

T13, T14, T19, T22, T25, T28 dan T30 sedangkan ketamin sebagai pencampur pada

tablet dengan ID T2, T15 dan T24. Piperazin sebagai komponen utama terdapat pada

tablet dengan ID T4 dan T12 sedangkan sebagai impurities terdapat pada tablet

31

dengan ID T6 dan T13. Kloroquin sebagai komponen utama terdapat pada tablet

dengan ID T21.

Hasil analisis “drugs profiling” tablet ekstasi dengan menggunakan instrumen

GC-MS pada penelitian sebelumnya, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan

oleh Makino et al. (2003) dari 54 tablet ekstasi di Jepang didapatkan 9 kandungan

aktif yaitu MDMA (3,4- methylenedioxy metamphetamine), MDA (3,4-

methylenedioxy amphetamine), MA (metamphetamine), ketamin, dan efedrin.

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Wirasuta (2012) dengan menggunakan

HPTLC-Spektrofotodensitometer pada 54 sampel tablet ekstasi ditemukan senyawa

MDMA, BDB, DOET, ketamin, etil-MDA, PMA (paramethoxy-amphetamine) dan

senyawa yang tidak termasuk turunan amfetamin yaitu kafein dan flurazepam.

5.2.1. Perbandingan Hasil Analisis Kandungan Kimia antara GC-MS dengan

HPTLC- Spektrofotodensitometer

Perbandingan hasil analisis kandungan kimia sebagai komponen utama dan

beberapa bahan tambahan (adulterants) dari 30 sampel tablet ekstasi dengan

menggunakan dua instrumentasi yaitu GC-MS dan HPTLC-Spektrofotodensitometer

dapat dilihat pada Tabel 5.2.

32

Tabel 5.2 Perbandingan hasil analisis kandungan kimia 30 tablet ekstasi

NO ID

Sampel

Hasil analisis kandungan kimia

GC-MS HPTLC-Densitometer

1 T1 MDMA, PMMA MDMA

2 T2 MDMA, MDA, ketamin MDA, Ketamin

3 T3 MDMA, kafein MDMA, kafein

4 T4 Piperazine Piperazine

5 T5 Kafein, ketamin Kafein, ketamin,

6 T6 MDMA, PMMA, kafein, ketamin,

piperazin

MDMA, kafein, piperazin

7 T7 Kafein, ketamin Kafein, ketamin

8 T8 MDMA, kafein, ketamin, piperazin,

klorfenamin

MDMA, kafein, ketamin

9 T9 MDMA, kafein MDMA, kafein

10 T10 MDMA MDMA

11 T11 Kafein, ketamin Kafein

12 T12 Piperazine Piperazine

13 T13 MDMA, PMMA, kafein, ketamin,

piperazin

MDMA, kafein, piperazin

14 T14 MDMA, kafein MDMA, kafein

15 T15 MDMA, MDA, ketamin MDA, Ketamin

16 T16 Kafein, ketamin Kafein, ketamin,

17 T17 MDMA, kafein, ketamin MDMA, kafein, ketamin

18 T18 MDMA MDMA

19 T19 MDMA, kafein, ketamin,

dekstrometorpan

MDMA, kafein

20 T20 MDMA, PMMA MDMA

21 T21 Kloroquine Kloroquine

22 T22 MDMA, kafein, ketamin MDMA, kafein

23 T23 MDMA MDMA

24 T24 MDA, ketamin MDA, ketamin

25 T25 MDMA, kafein, ketamin MDMA, kafein

26 T26 Kafein, ketamin, Kafein, ketamin,

27 T27 MDMA, kafein, ketamine, piperazin MDMA, kafein, ketamin

28 T28 MDMA, PMMA, kafein, ketamin,

piperazin

MDMA, kafein

29 T29 MDMA, PMMA MDMA

30 T30 MDMA, kafein, ketamin MDMA, kafein

Berdasarkan hasil analisis kandungan kimia dari 30 tablet ekstasi antara

HPTLC-Spektrofotodensitometer dan GC-MS terdapat beberapa hasil analisis GC-

MS tidak dapat ditemukan dengan menggunakan HPTLC-Spektrofotodensitometer

seperti sediaan MDMA pada tablet dengan ID T2 dan T15, PMMA pada tablet

33

dengan ID T1, T6, T13, T20 dan T29, sedian ketamin pada tablet dengan ID T6,

T11, T13, T25, T28 dan T30 dan sediaan piperazin pada tablet dengan ID T8 dan

T27. Adanya beberapa senyawa aktif yang tidak terdeteksi disebabkan oleh sistem

pemisahan pada HPTLC tidak sebanding dengan pemisahan pada kolom GC-MS

yang menggunakan kolom kapiler yang panjang dan selektif. Selain itu juga adanya

perbedaan limit deteksi dan keterbatasan pustaka pembanding (library) pada

HPTLC-Spektrofotodensitometer. Secara keseluruhan dari 30 tablet yang dianalisis

dengan HTLC-Spektrofotodensitometer didapatkan kesesuian hasil analisis

kandungan kimia terhadap hasil GC-MS adalah 72 %.

G rafik perbandingan prekuensi kandungan kimia yang terdapat pada 30 tablet

ekstasi antara analisis menggunakan GC-MS dan HPTLC-Spektrofotodensitometer

dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2. Grafik perbandingan Frekuensi hasil deteksi kandungan kimia

antara GC-MS dan HPTLC- Spektrofotodensitometer.

Berdasarkan data kandungan bahan aktif dari hasil analisis dengan HPTLC-

Spektrofotodensitometer dan GC-MS maka dari 30 tablet tersebut dapat

34

dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama yaitu tablet yang mengandung ATS

(Amphetamine Type Stimulan) dan yang tidak mengandung ATS sehingga dari data

hasil analisis dua instrumen HPTLC- Spektrofotodensitometer dan GC-MS dapat

dihitung persentase kesesuaian analisis HPTLC- Spektrofotodensitometer terhadap

hasil GC-MS untuk mendeteksi tablet ATS. Adapun perbandingan hasil analisisnya

dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Tabel kesesuaian hasil analisis HPTLC- Spektrofotodensitometer untuk

mendeteksi tablet jenis ATS.

Grup Hasil GC-MS Hasil HPTLC ΣT ΣEr kesesuaian

(%)

ATS

T1, T2, T3, T6, T8, T9,

T10, T13, T14, T15, T17, T18, T19, T20,

T22, T23, T24, T25,

T27, T28, T29, dan T30

T1, T2, T3, T6, T8, T9,

T10, T13, T14, T15, T17, T18, T19, T20, T22, T23,

T24, T25, T27, T28, T29,

dan T30

22 0 100

NON

ATS

T4, T5, T7, T11, T12,

T16, T21 dan T26

T4, T5, T7, T11, T12,

T16, T21, dan T26

8 0 100

Keterangan:

ΣT = Jumlah analisis yang sesuai

ΣEr = Jumlah analisis yang tidak sesuai

Berdasarkan perbandingan hasil analisis dari dua instrumen GC-MS dan

HPTLC- densitometer maka dapat dihitung persentase kesesuaian analisis HPTLC-

densitometer untuk membedakan tablet ATS dan non ATS adalah 100%.

5.2.2 Perbandingan Dendogram Tablet Ekstasi antara GC-MS dengan

HPTLC-Spektrofotodensitometer.

Berdasarkan data yang didapat dari analisis 30 butir tablet dengan

menggunakan instrumen GC-MS dan HPTLC-Spektrofotodensitometer maka dapat

dilihat perbandingan hasil dendogram kedekatan hubungan antara satu tablet dengan

tablet yang lainya dengan menggunakan perhitungan fungsi kosinus. Berdasarkan

35

data area puncak kromatogram dari komponen kimia masing-masing tablet dengan

menggunakan perhitungan fungsi cosinus maka dari 30 tablet dapat dikelompokkan

menjadi 9 grup dengan similirity level di atas 90. Dendogram dari 30 tablet yang

dianalisis dengan dua instrumen tersebut dengan bantuan program MINITAB

dengan complete lingkage dan correlattion coefficient distance dapat dilihat pada

Gambar 5.3, 5.4 dan 5.5.

Gambar 5.3. Dendogram tablet ekstasi dengan metode analisis

menggunakan GC-MS.

Keterangan:

- Variabel T1 s/d T30 = ID Sampel tablet

- Kesamaan warna pada garis dendogram dengan nilai similarity level di

atas 90 menunjukan tablet pada grup yang sama.

Variables

Sim

ilari

ty

T21

T11

T19

T17

T14

T9

T27

T8

T7

T26

T16

T5

T24

T15

T2

T12

T4

T28

T13

T6

T29

T20

T3

T25

T30

T22

T23

T18

T10

T1

45.33

63.55

81.78

100.00

Samples by GC-MS

36

Gambar 5.4. Dendogram tablet ekstasi dengan metode analisis

menggunakan HPTLC-Spektrofotodensitometer sistem TB.

Keterangan:

- Variabel T 1 s/d T30 = ID Sampel tablet

- Kesamaan warna pada garis dendogram dengan nilai similarity level di

atas 90 menunjukan tablet pada grup yang sama.

Gambar 5.5. Dendogram tablet ekstasi dengan metode analisis

menggunakan HPTLC-Spektrofotodensitometer sistem TAEA.

Keterangan:

- Variabel T1 s/d T30 = ID Sampel tablet

- Kesamaan warna pada garis dendogram dengan nilai similarity level di

atas 90 menunjukan tablet pada grup yang sama.

Variables

Sim

ilari

ty

T11

T27T8T2

6T16T7T5T2

4T15T2T2

1T12T4T1

9T17

T14

T30

T25

T22T9T3T2

3T18

T10

T28

T13T6T2

9T20T1

36.65

57.76

78.88

100.00

Samples eluted by system TB

Variables

Sim

ilari

ty

T21

T12T4T1

9T17

T25

T14T9T1

1T27T8T1

6T26T7T5T2

4T15T2T1

8T23

T10

T28

T20

T30

T29

T22T3T6T1

3T1

41.16

60.77

80.39

100.00

Samples eluted by system TAEA

37

Perbandingan hasil pengelompokan 30 tablet berdasarkan dendogram atau

hasil clauster yang menggunakan perhitungan fungsi cosinus dengan program

MINITAB maka dapat dihitung tingkat kesesuian analisis HPTLC-

Spektrofotodensitometer dalam analisis “drugs profiling” tablet ekstasi dengan

hasil analisis GC-MS. Adapun hasil perhitungan perbandingan kesesuaian hasil

analisisnya dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4.Tabel kesesuian analisis dengan metode HPTLC-Spektrofotodensitometer

dengan sistem TB.

Grup GC-MS HPTLC sistem TB ΣT ΣEr Kesesuian

(%)

I T11 T11 1 0 100

II T21 T21 1 0 100

III T2, T15, T24 T2,T15,T24 3 0 100

IV T6, T13, T28 T6,T13,T28 3 0 100

V T4, T12 T4,T12 2 0 100

VI T9,T14, T17, T19 T3,T9,T14,T17,T19,T22,T

25,T30 4 4 50

VII T20, T29 T1,T20,T29 2 1 66,7

VIII T5,T7,T8,T16,T26,T27 T5,T7,T8,T16,T26,T27 6 0 100

IX T1,T3,T10,T18,T22,T2, T25, T30

T10, T18, T23 3 5 37,5

Rata-rata 83,8

Keterangan:

ΣT = Jumlah analisis yang sesuai

ΣEr = Jumlah analisis yang tidak sesuai

38

Tabel 5.5.Tabel kesesuian analisis dengan metode HPTLC-Spektrofotodensitometer

dengan sistem TAEA.

Grup GC-MS HPTLC sistem TAEA ΣT ΣEr Kesesuian

%

I T11 T11 1 0 100

II T21 T21 1 0 100

III T2,T15,T24 T2,T15,T24 3 0 100

IV T6,T13,T28 T1,T3,T6,T13,T22,T29,T30 2 6 25

V T4, T12 T4,T12 2 0 100

VI T9,T14,T17,T19 T9,T14,T17,T19,T25 4 1 80

VII T20, T29 T20,T28 1 1 50

VIII T5,T7,T8,T16,T26,T27 T5,T7,T8,T16,T26,T27 6 0 100

IX T1,T3,T10,T18,T22,T23,

T25,T30 T10, T18, T23 3 5 37,5

Rata-rata 77

Keterangan:

ΣT = Jumlah analisis yang sesuai

ΣEr = Jumlah analisis yang tidak sesuai

Hasil perhitungan perbandingan kesesuian analisis “drugs profiling” tablet

ekstasi antara menggunakan instrumen HPTLC-Spektrofotodensitometer dan GC-

MS didapatkan nilai kesesuaian dengan persentase 83,8% pada sistem eluen TB dan

77% pada sistem eluen TAEA.

Berdasarkan perbandingan hasil analisis dendogram dimana nilai kepercayaan

yang tertinggi didapatkan dengan menggunakan sistem TB yaitu 83,8 % nilai ini

menujukan HPTLC-Spektrofotodensitometri dapat digunakan untuk claustering

tablet ekstasi untuk merunut hubungan antara satu tablet dengan tablet yang lainnya

dalam upaya memutus jaringan peredaran gelap narkoba khususnya ekstasi.

39

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

B erdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Kesesuaian hasil analisis kandungan kimia tablet ekstasi menggunakan

HPTLC-Spektrofotodensitometer adalah 72% terhadap hasil analisis

GC-MS.

2. Perbandingan kesesuaian hasil analisis “drugs profiling” 30 tablet ekstasi

dengan menggunakan instrumen HPTLC-Spektrofotodensitometer dengan

menggunakan sistem eluen TB adalah 83,8% dan dengan sistem eluen

TAEA adalah 77% terhadap hasil GC-MS.

6.2. Saran

Saran yang dapat disampaikan:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-

pihak terkait yang melakukan analisis “drugs profiling” tablet ekstasi

sehingga memperoleh hasil analisis yang akurat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk jenis narkotika yang lain.

3. Perlu ditambahkan pustaka pembanding (library) pada HPTLC-

Spektrofotodensitometer.