Css CA Colorectal

40
1.Anatomi Usus besar merupakan suatu saluran tertutup yang terdiri dari cecum, app colon, rectum, dan anal canal . Usus besar dapat dibedakan dari usus halus karena adanya tenia coli (3 penebalan batang otot), haustra (sakulasi colon antara t omental appendices (proyeksi lemak kecil dari omentum), dan diameternya jauh besar dari usus halus. Gambar 1.1 Anatomi Usus Besar Cecum adalah bagian pertama dari usus besar yang berlanjut dengan ascendi colon, yang panjangnya sekitar 7,5 cm. Terletak pada kuadran kanan bawah diil fossa, inerior terhadap junction dari terminal ileum dan cecum. Tidak memiliki mesenterium. !empunyai lipatan superior dan inerior terhadap ileocecal yang membentuk ileocecal valve. Appendixmerupakan pipa buntu yang berbentukseperti cacing dan berhubungan dengan cecum di ileocecal junction. "etaknya ber#ariasi pada ti

description

CA colorektal

Transcript of Css CA Colorectal

BAB II

6

1.AnatomiUsus besar merupakan suatu saluran tertutup yang terdiri dari cecum, appendix, colon, rectum, dan anal canal. Usus besar dapat dibedakan dari usus halus karena adanya tenia coli (3 penebalan batang otot), haustra (sakulasi colon antara tenia coli), omental appendices (proyeksi lemak kecil dari omentum), dan diameternya jauh lebih besar dari usus halus.

Gambar 1.1 Anatomi Usus BesarCecum adalah bagian pertama dari usus besar yang berlanjut dengan ascending colon, yang panjangnya sekitar 7,5 cm. Terletak pada kuadran kanan bawah di iliac fossa, inferior terhadap junction dari terminal ileum dan cecum. Tidak memiliki mesenterium. Mempunyai lipatan superior dan inferior terhadap ileocecal orifice yang membentuk ileocecal valve.Appendix merupakan pipa buntu yang berbentuk seperti cacing dan berhubungan dengan cecum di ileocecal junction. Letaknya bervariasi pada tiap orang, namun paling banyak retrosekal. Letak pangkal appendix vermiformis lebih ke dalam dari titik pada batas antara sepertiga lateral dan dua pertiga medial garis miring antara spina iliaca anterior superior dan annulus umbilicalis (titik McBurney).

Ascending colon merupakan bagian kedua dari usus besar, yang melintas dari cecum ke arah kranial pada sisi kanan abdominal cavity ke hepar, dan membelok ke kiri sebagai colic flexure kanan. Terletak retroperitoneal di sisi kanan posterior dinding abdomen, tetapi di bagian anterior dan sisinya ditutupi peritoneum. Peritoneum disebelah kanan dan kiri ascending colon membentuk fossa paracolica. Dipisahkan dari anterolateral dinding abdomen oleh greater omentum.

Transverse colon merupakan bagian colon yang paling besar dan paling mobile, sehingga letak transverse colon dapat berubah-ubah. Panjangnya sekitar 45 cm, dimulai dari colic flexure kanan sampai colic flexure kiri. Biasanya tergantung ke bawah sampai setinggi anulus umbilikalis.Descending colon melintas dari colic flexure sampai iliac fossa kiri dan disini beralih menjadi sigmoid colon. Di bagian ventral dan lateral ditutupi oleh peritoneum, dan terdapat fossa paracolica di sebelah medial dan lateral dari descending colon.

Sigmoid Colon berbentuk seperti huruf S, panjangnya sekitar 40 cm, menghubungkan descending colon dengan rectum. Sigmoid Colon meluas dari tepi pelvis sampai segmen sacrum ke-3, untuk beralih menjadi rectum. Berakhirnya tenia coli menunjukkan permulaan rectum. Peralihan rectosigmoid junction terletak kira-kira 15 cm dari anus.

Rectum merupakan bagian distal dari usus besar yang bersambung dengan sigmoid colon. Rectum mengikuti kurva sacrum dan coccyx, sebelum anorectal flexure anal canal. Terbagi menjadi tiga bagian yaitu superior, intermediate, dan inferior. Memiliki bagian ampula tempat akumulasi massa feces. Peritoneum melapisi bagian anterior dan lateral sepertiga superior rectum, permukaan anterior dari sepertiga tengah. Bagian inferior tidak dilapisi peritoneum.1.1 Suplai Darah Usus Besar

1.1.1 Arteri Usus Besar

Cecum, ascending colon dan bagian kanan transversum colon diperdarahi oleh cabang superior mesenteric artery yaitu ileocolic artery, colic artery kanan, dan middle colic artery. Transversum colon bagian kiri, descending colon, sigmoid colon dan sebagian besar rectum diperdarahi oleh inferior mesenteric artery melalui colic artey kiri, sigmoid artery, dan superior rectal artery.

Gambar 1.2 Arteri Usus Besar1.1.2 Vena Usus Besar

Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Secum, ascending colon, transversum colon aliran darah venanya disalurkan melalui superior mesenteric vein kemudian bermuara ke portal vien. Descending colon, sigmoid dan rectum aliran darah venanya disalurkan melalui splenic vein kemudian bermuara ke portal vein. Keduanya bermuara ke vena cava inferior. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke vena cava inferior. Karena itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati.

Gambar 1.3 Vena Usus Besar1.1.3 Kelenjar Limfe Usus Besar

Kolon dilingkari oleh lymphatic channel yang berlokasi di submukosa dan muskularis mukosa. Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa, jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis.

Gambar 1.4 Kelenjar Limfe Usus Besar1.1.4 Persarafan Usus Besar

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari nervus vagus. Rektum dipersarafi oleh simpatis yang berasal dari trunkus simpatikum bagian lumbal dan pleksus hipogastrikus superior sedangkan parasimpatis berasal dari nervus splanknikus pelvikus.

Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang berbeda, maka nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan pun berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium. Nyeri pada apendisitis akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut bagian bawah. Nyeri dari lesi bagian kolon desenden dan sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium.Gambar 1.5 Persarafan Usus Besar

1.2 Histologi Usus Besar

Kolon dindingnya terdiri dari 4 lapisan, yaitu tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa atau adventitia.Tunika Mukosa terdiri dari epitel silindris yang sel-selnya memiliki mikrovilli pendek dan tidak teratur. Lamina propria merupakan jaringan ikat longgar yang kaya vaskularisasi, pembuluh limfe, dan sel otot polos, banyak limfosit dan limfonoduli. Muskularis mukosa berfungsi untuk meningkatkan pergerakan tunika mukosa.Tunika Submukosa mempunyai jaringan ikat padat, pembuluh darah, pleksus saraf submukosa (plexus Meissners), kelenjar, jaringan limfoid. Jaringan limfoid pada lamina propria dan submukosa untuk proteksi terhadap invasi bakteri.

Tunika Muskularis terdiri dari otot polos sirkular dan longitudinal, yang mana serat-serat ini bergabung dalam 3 pita tebal memanjang yang disebut Tenia koli. Diantara kedua lapisan otot, terdapat plexus saraf myenterikus (plexus Auerbach), pembuluh darah, pembuluh limfe, jaringan ikat.

Tunika Adventitia atau Serosa. Tunika serosa merupakan lapisan tipis jaringan ikat longgar, kaya pembuluh darah, pembuluh limf, jaringan lemak, dibungkus oleh epitel selapis gepeng (mesotelium). Bagian saluran cerna yang dilapisi tunika serosa adalah colon transversum, colon sigmoid. Tunika adventitia merupakan lapisan tebal jaringan ikat tanpa mesotelium. Bagian saluran cerna yang dilapisi oleh adventitia adalah anus. Bagian saluran cerna yang dilapisi oleh tunika serosa dan adventitia adalah colon ascending dan colon descending. Rectum memiliki lapisan-lapisan yang sama dengan lapisan pada usus besar lainnya, kecuali pada lapisan muskular longitudinal. Epitel permukaannya adalah kolumnar dan terdapat sel goblet. Lamina propia terdapat kelenjar intestinal yg lebar. Submukosa mempunyai bagian pusat atau tengah yg dilapisi mukosa. Taenia koli pada kolon tidak dilanjutkan ke rectum. Sebagian rectum meliputi adventisia dan serosa.18,19

Gambar 1.6 Lapisan Usus Besar1.3 Fisiologi Usus Besar

Fungsi usus besar yaitu menyerap air, vitamin, elektrolit, ekskresi mukus, pembentukan dan penyimpanan feses, serta proses defekasi. Usus besar tidak mensekresikan enzim pencernaan, hal tersebut tidak diperlukan karena proses pencernaan telah selesai sebelum kimus mencapai kolon, namun bakteri kolon melakukan pencernaan terhadap sebagian selulosa dan menggunakannya untuk kepentingan metabolisme bakteri. Sekresi kolon terdiri dari larutan mukus alkalis (HCO3-) yang fungsinya adalah untuk melindungi mukosa usus besar dari cedera kimiawi dan mekanis. Mukus menghasilkan pelumas untuk memudahkan feses lewat, sedangkan HCO3- menetralkan asam-asam iritan yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri.

Tahap akhir pencernaan melalui aktivitas bakteri kemudian akan dieliminasi:

Fermentasi kimus (H2, CO2, methan)

Perubahan protein menjadi asam amino dan substansi terkecil (Indole, Skatole, Hydrogen Sulfide). Indole dan skatole di eliminasi melalui feses dan mempengaruhi bau feses, sisanya di absorpi dan ditranspor ke liver untuk dirubah menjadi less toxic compounds dan diekskresikan melalui urin.

Dekomposisi bilirubin

Bilirubin di dekomposisi menjadi pigmen sederhana untuk warna feses. Zat produk bakteriBakteri menghasilkan vitamin B dan K untuk di absorpsi.Kolon dalam keadaan normal menyerap air, vitamin, elektrolit, dan ekskresi mukus. Melalui penyerapan garam dan air terbentuk massa feses yang padat, dari 500 ml bahan yang masuk ke kolon setiap harinya sebanyak 350 ml yang diserap kembali dan meninggalkan 150 g feses untuk dikeluarkan dari tubuh untuk setiap harinya. Bahan feses ini terdiri dari air, garam inorganik, sel epitel mukosa pencernaan yang mengelupas, bakteri dan hasil dekomposisinya, residu makanan yang tidak diserap, bilirubin.Gas usus atau flatus terutama berasal dari udara yang ditelan sebanyak 500 ml (udara ditelan sewaktu makan, minum, menelan ludah) dan gas yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri di kolon. Oksigen dan CO2 diserap melalui mukosa usus, sedangkan nitrogen bersama dengan hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila terjadi obstruksi usus gas tertimbun di saluran pencernaan yang menimbulkan flatulensi.

Proses defekasi terjadi sewaktu gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum sehingga terjadi peregangan rektum yang kemudian merangsang reseptor regang di dinding rektum dan memicu refleks defekasi. Normal buang air besar yaitu 2 atau 3 kali per hari sampai dengan 3 atau 4 kali per minggu.2. Karsinoma Kolorektal

2.1 Epidemiologi

Karsinoma Kolorektal berdasarkan estimasi WHO menyatakan sekitar 945.000 kasus baru per tahunnya dilaporkan diseluruh dunia dengan 492.000 kematian setiap tahunnya.Insidensnya di negara-negara maju, seperti Eropa Barat , Amerika Utara, Australia dan New Zealand lebih tinggi dibandingkan negara-negara berkembang seperti Afrika dan Asia.

Gambar 2.1 Epidemiologi Karsinoma KolorektalKarsinoma Kolorektal merupakan keganasan viseral terbanyak yang terdapat pada gastrointestinal tract. Di negara-negara barat, pada wanita Karsinoma Kolorektal menempati urutan ke-2 setelah kanker payudara, sedangkan pada laki-laki Karsinoma Kolorektal menempati urutan ke-3 setelah kanker paru dan kanker prostat.

Gambar 2.2 Insidens Karsinoma KolorektalInsidens Karsinoma Kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga dengan angka kematiannya. Insidens pada pria sama dengan wanita.Risiko untuk mendapatkan Karsinoma Kolorektal mulai meningkat setelah umur 40 tahun dan meningkat tajam pada umur 50 sampai 55 tahun, kemudian meningkat setiap dekade berikutnya. Insidens tertinggi adalah pada usia diatas 55 tahun. Karsinoma Kolorektal merupakan salah satu jenis penyakit karsinoma, yang termasuk dalam 10 jenis penyakit karsinoma yang terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2004, di Indonesia karsinoma menunjukkan peningkatan peringkat pada pola penyakit penyebab kematian umum yaitu pada tahun 2001 karsinoma menempati urutan ke-5 sebesar 5,0%. Berdasarkan peringkat utama penyakit neoplasma, Karsinoma Kolorektal menempati peringkat ke-8 sebesar 3,9%.2.1.1 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi Karsinoma Kolorektal bersifat multifaktor. National Cancer Institute mengelompokan faktor risiko yang dapat menyebabkan Karsinoma Kolorektal berdasarkan faktor biologi, faktor genetik, faktor kondisi medis sebelumnya, faktor prilaku dan lingkungan.2.1.1.1 Faktor Biologi

2.1.1.1.1 Usia

Umumnya Karsinoma Kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun., kemudian meningkat setiap dekade berikutnya. Insidens tertinggi adalah pada usia diatas 55 tahun. Walaupun pada usia yang lebih muda dari 50 tahunpun dapat saja terkena. Karsinoma Kolorektal dapat pula dijumpai pada pasien dengan usia kurang dari 50 tahun, yaitu dengan persentase antara 0,4% sampai dengan 35, 6%.Terdapat beberapa perbedaan mengenai batasan kelompok usia muda pasien Karsinoma Kolorektal, sebagian besar peneliti menetapkan < 40 tahun tercatat dalam 37 artikel jurnal, sedangkan yang lain ada yang menetapkan usia < 30 tahun tercatat dalam 14 artikel jurnal, dan < 25 tahun tercatat dalam 1 artikel jurnal.2.1.1.1.2 Jenis Kelamin

Insidens pada pria sama dengan wanita dengan perbandingan rasio 1:1.2.1.1.2 Faktor Genetik1. Sporadic cancer

Karsinogenesis yang dianut adalah perubahan dari sel normal, adenoma, dan menjadi sel karsinoma (adenoma-carcinoma sequence) dan diketahui perlu 4 sampai 6 mutasi gen untuk perubahan dari sel epitel usus besar normal menjadi karsinoma. Mutasi gen pada keadaan ini terjadi akibat adanya instabilitas kromosom (chromosomal instability = CIN) dan dimulai dari mutasi pada gen APC (Adenomatous Polyposis Coli), K-ras, DCC (Deleted Colorectal Cancer) dan diakhiri oleh berupa hilangnya heterozygositas pada gen p53.2. Familial Adenomatous Polyposis (FAP)

Pada penyakit FAP, gen APC mengalami mutasi, dimana APC terdapat pada lengan panjang kromosom 5 (5q). Gen ini mengalami mutasi juga pada sindroma Gardner dan pada sebagian besar sindroma Turcot. APC membuat kode peptida asam amino, dan asam amino ini terekspresikan pada sebagian besar jaringan tubuh. APC menyebabkan mutasi pada gen somatik, sehingga tidak ditemukan pada jaringan di sekitar lesi-lesi tersebut. Mutasi tersebut menimbulkan inaktivasi alel kedua gen ini sehingga kemampuannya sebagai gen penekan tumor menjadi hilang. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa mutasi terjadi pada tahap awal, gen ini dianggap sebagai peristiwa pertama di dalam karsinogenesis Karsinoma Kolorektal. 3. Hereditary Non Polyposis Colon Carcinoma (HNPCC)

Merupakan lynch syndrom autosomal dominant inheritance. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat menyebabkan Karsinoma Kolorektal ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC), yang disebabkan adanya perubahan pada gen HNPCC. HNPCC diduga berperan pada < 10 % Karsinoma Kolorektal. Pada sindroma herediter lainnya (HNPCC), terdapat perubahan pada masing-masing DNA, sehingga menimbulkan perbedaan pada keduanya dan keadaan ini disebut sebaghai bagian micro-satellite. HNPCC ditandai oleh predominan karsinoma kolon kanan, onset usia dini, dan peningkatan risiko berkembangnya tumor ekstra kolon, termasuk endometrium, gaster, traktus urinarius, dan payudara.

2.1.1.3 Faktor Perilaku dan LingkunganBerdasarkan jenis studi epidemiologi, seperti kohort, kasus-kontrol, dan sejumlah laporan seri kasus dan studi obervasi lainnya, faktor-faktor prilaku dan lingkungan yang telah diketahui memiliki asosiasi yang kuat dengan terbentuknya Karsinoma Kolorektal adalah sebagai berikut :

2.1.1.3.1 Diit Tinggi Karbohidrat, Lemak, ProteinDiit tinggi lemak memiliki efek terhadap mitogenesis epitelial, sekresi asam empedu, konsentrasi insulin serum, level prostaglandin E2, immunokompetensi pada host, dan karakteristik membran tumor. Mekanismenya adalah diit tinggi lemak akan menyebabkan peningkatan konsentrasi asam empedu yang kemudian akan menimbulkan peningkatan konsentrasi diasilgliserol sebagai hasil interaksi antara lemak, asam empedu dan fermentasi bakteri. Zat ini diduga mempunyai efek karsinogenik sebab akan menstimulasi proliferasi sel-sel mukosa usus secara berlebihan melalui aktivasi protein-kinase C pada sistem transduksi sinyal.Secara rata-rata, diit tinggi lemak adalah lemak menjadi sumber asupan antara 40% sampai dengan 45% dari kebutuhan total kalori tubuh. Sedangkan yang termasuk diit rendah lemak adalah apabila asupan lemak tidak melebihi dari 10 % dari kebutuhan total kalori tubuh.2.1.1.3.2 Diit Rendah Sayur-Sayuran dan Buah-BuahanSayur-sayuran, buah-buahan dan diit tinggi serat mempunyai efek protektif terhadap Karsinoma Kolorektal. Yang dimaksud dengan diit tinggi serat adalah diit yang mengandung senyawa kompleks antara serat yang tidak larut (misalnya selulosa dan wheat bran) dengan serat yang mudah larut (misalnya dried bean).

Beberapa mekanisme yang potensial berperan adalah pengikatan asam empedu, peningkatan kadar air pada feses sehingga terjadi dilusi karsinogenik dan percepatan waktu transit. Serat merupakan media yang baik bagi fermentasi bakteri usus dan melalui proses ini asam lemak rantai pendek, seperti butirat, akan lebih banyak dihasilkan. Butirat dapat menghambat berbagai zat karsinogenik dan bahan bakar penting bagi epitel kolon.2.1.1.3.3 ObesitasKomponen energi total yang masuk dan komponen individual pada diit mempunyai implikasi penting pada terbentuknya Karsinoma Kolorektal. Mekanisme biologiknya adalah terdapatnya peningkatan hormon-hormon endogen seperti hormon sex, insulin, dan IGF-1. Semakin tinggi Body Mass Index (BMI) seseorang semakin tinggi pula risiko relatifnya untuk terkena Karsinoma Kolorektal.Seseorang semakin tinggi pula risiko relatifnya, yaitu masing-masing dengan BMI 25 sampai dengan 29.9, 30 sampai dengan 34.9, dan 35 sampai dengan 35.9, adalah risiko relatifnya menjadi 1.20, 1.47, dan 1.84.

2.1.1.3.4 AlkoholHubungan antara meminum alkohol dengan risiko Karsinoma Kolorektal belum begitu jelas, mayoritas penelitian menunjukkan asosiasi yang positif dengan peningkatan insidens Karsinoma Kolorektal pada para peminum alkohol berat. Mekanisme alkohol berhubungan dengan deplesi asam folat akibat konsumsi alkohol yang tinggi. American Cancer Society (ACS) memberikan rekomendasi untuk menghindari konsumsi alkohol. Konsumsi lebih dari 1 kali (1 botol) diminum per hari sudah meningkatkan risiko tersebut.

2.1.1.3.5 RokokPerokok mempunyai peningkatan risiko untuk menderita karsinoma pada kolon atau rektum. Berdasarkan hasil Cancer Prevention Study di Amerika Serikat, risiko menderita Karsinoma Kolorektal meningkat setelah paling sedikit dibutuhkan masa merokok selama 20 tahun dan dosis rokok lebih dari 1 bungkus per harinya.

Mekanisme tembakau dapat menyebabkan Karsinoma Kolorektal diduga berhubungan dengan adanya beberapa karsinogen pada rokok yaitu polycilic aromatic hydrocarbons (PAHs), nitrosamine, dan aromatic amine.2.1.1.3.6 Aktivitas Fisik RendahBerdasarkan penelitian bahwa terdapat hubungan yang terbalik antara aktivitas fisik tinggi dengan insidens Karsinoma Kolorektal, yaitu akan mengurangi risiko terjadinya Karsinoma Kolorektal. Yang dimaksud aktivitas fisik tinggi adalah aktivitas fisik reguler yang lebih dari 2 jam per minggu. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Pengeluaran energi untuk aktivitas fisik harian ditentukan oleh jenis, intensitas dan lamanya aktivitas fisik dan olah raga. Aktifitas fisik yang dianjurkan minimal 30 menit per harinya. bahwa terdapat hubungan yang terbalik antara aktivitas fisik tinggi dengan insidens Karsinoma Kolorektal, yaitu akan mengurangi risiko relatif sebesar 40%.Mekanisme aktifitas fisik diduga berhubungan dengan efek prostaglandin pada mukosa kolon, stimulasi transit intestinal, dan pencegahan hiperinsulinemia. Meskipun demikian, tidak mudah menyimpulkan dari hasil berbagai penelitian tersebut karena banyaknya variabel perancu yang mungkin berperan seperti pola diit, dan body mass index(BMI).

2.1.1.4 Faktor Kondisi Medis Lainnya2.1.1.4.1 Riwayat Kanker Sebelumnya

1. Polyp AdenomaPolyp adenoma adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam usus besar dan rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Kebanyakan polyp ini adalah tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi Karsinoma Kolorektal, secara keseluruhan hanya 2 % adenoma saja yang akan menjadi Karsinoma Kolorektal dalam waktu paling sedikit 10 tahun.

2. Kanker payudara atau genitalia wanita

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pada wanita yang memiliki riwayat karsinoma indung telur, karsinoma rahim, karsinoma payudara memiliki risiko yang tinggi untuk terkena Karsinoma Kolorektal.2.1.1.4.2 Riwayat Kolitis Ulserativa dan Penyakit Crohn

Kolitis ulserativa dan penyakit Crohn yang telah diderita lebih dari 10 tahun meningkat 10-29% untuk menjadi Karsinoma Kolorektal. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya dysplasia berat pada kedua penyakit tersebut jika sudah berlangsung lebih dari 15 tahun.2.1.1.4.3 Riwayat Menjalani CholecystectomyIndividu yang telah menjalani cholecystectomy akan memiliki peningkatan risiko untuk menderita Karsinoma Kolorektal, terutama pada kolon kanan. Hal ini terungkap pada dua meta-analisis untuk studi kohort dan kasus kelola. Penelitian lainnya menunjukkan peningkatan risiko relatif sampai dengan 91 % dalam masa observasi 7 sampai dengan 23 tahun setelah cholecystectomy.Meningkatnya risiko tersebut berhubungan dengan pemaparan asam empedu yang meningkat dan kontinyu pada kolon kanan yang berperanan di dalam sirkulasi enterohepatik dan asam tersebut adalah karsinogenik yang poten.

Gambar 2.3 Faktor Risiko Karsinoma Kolorektal2.1.2 Patogenesis Karsinoma Kolorektal

Perkembangan Karsinoma Kolorektal ada dua jalur (pathway), yaitu :1. First Pathway (APC atau -catenin Pathway) Instabilitas kromosom

Akumulasi mutasi pada sejumlah onkogen dan gen supresor tumor

Terjadi evolusi molekuler dari kanker kolon:

Proliferasi epitel kolon yang terlokalisasi

Pembentukan adenoma-adenoma kecil

Membesar dan lebih displastik

Karsinoma invasif

Gambar 2.4 Patogenesis Karsinoma Kolorektal2. Second Pathway (Microsatellite Instability Pathway)

Mikrosatelit adalah fragmen-fragmen dari sequence berulang pada genom manusia, terdapat 50.000 sampai 100.000 mikrosatelit. Sequences ini cenderung mengalami misalignment (tidak berurutan) selama replikasi DNA. Pada sel normal, misalignment ini diperbaiki oleh DNA repair gene. Kebanyakan sequence mikrosatelit berada di noncoding region, dan mutasi pada gen-gen ini tidak berbahaya. Tetapi beberapa sequence mikrosatelit berada di coding region atau promoter dari gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel, contohnya type II TGF- receptor (menghambat perumbuhan sel epitel kolon) dan BAX (menyebabkan apoptosis). Sistem MMR (mismatch repair) DNA pada manusia bertanggung jawab dalam memperbaiki ketidakcocokan (mismatch) yang dapat terjadi selama replikasi. Gen ini dalam keadaan normal diperlukan untuk mereparasi kesalahan di dalam replikasi DNA (Replication Error) dan kehilangan basa secara spontan. Terdapat empat jenis gen ini pada manusia yaitu hMSH2 (kromosom2p), hMLH1 (kromosom 3p2l), hPMS1 (kromosom 2q31-33), dan hPMS2 (kromosom 7p22). Gen ini mengalami mutasi pada individu penderita HNPCC.

Inaktivasi DNA mismatch repair genes

Kerusakan DNA repair

Perubahan mikrosatelit

Mutasi gen yang mengatur pertumbuhan sel

Karsinoma Kolorektal

Gambar 2.5 Patogenesis Karsinoma KolorektalSampai dengan saat ini, analisis patobiologi molekuler secara genetik pada mekanisme karsinogenesis Karsinoma Kolorektal telah diketahui terdapat dalam dua bentuk yaitu :

1. Jalur Karsinoma Kolorektal sporadik Sekitar 88-94 % dari penderita Karsinoma Kolorektal di negara-negara Eropa Barat dan Amerika. Terjadi sebagai akibat beberapa tahapan mutasi pada gen, mutasi yang terjadi pada gen-gen tersebut berbanding lurus dengan makin bertambahnya usia, karena kerusakan penyebab mutasi pada gen berhubungan dengan proses penuaan dan pajanan terhadap bahan-bahan karsinogenik yang ada di lingkungan.2. Karsinoma Kolorektal herediter Sekitar 6 -12 % dari penderita Karsinoma Kolorektal di negara-negara Eropa Barat dan Amerika. Terjadi sebagai akibat beberapa tahapan mutasi pada gen, mutasi gen yang diperoleh dari orang tua penderita menyebabkan timbulnya kanker setelah berinteraksi dengan faktor lingkungan yang juga menyebabkan mutasi gen berikutnya. SHAPE \* MERGEFORMAT

Gambar 2.6 Patogenesis Karsinoma Kolorektal

Gambar 2.7 Faktor Genetik Pada Karsinogenesis Kolorektal2.1.3 Gen yang mendasari Karsinoma Kolorektal2.1.3.1 Hilangnya Gen APC APC terdapat pada lengan panjang kromosom 5 (5q). APC membuat kode peptida asam amino, dan asam amino ini terekspresikan pada sebagian besar jaringan tubuh. APC menyebabkan mutasi pada gen somatik, maka tidak ditemukan pada jaringan di sekitar lesi-lesi tersebut. Mutasi tersebut menimbulkan inaktivasi alel gen ini sehingga kemampuannya sebagai gen penekan tumor menjadi hilang. Oleh karena banyak bukti yang menunjukkan bahwa mutasi terjadi pada tahap awal, gen ini dianggap sebagai peristiwa pertama di dalam karsinogenesis Karsinoma Kolorektal.

2.1.3.2 Mutasi K-RasGen ini adalah onkogen yang berlokasi pada lengan pendek kromosom 12 dan bekerja secara dominan. Protein K-ras akan berinteraksi dengan molekul efektor sehingga menghasilkan respon pertumbuhan. Proses transduksi sinyal ini akan berubah akibat protein K-ras mutan.2.1.3.3 Hilangnya SMAD4

SMAD4 dikenal juga sebagai DPC4 terletak di kromosom 18. Fungsi normal gen ini berperan sebagai supresor tumor.2.1.3.4 Hilangnya p53

Gen p53 terletak pada lengan pendek kromosom 17 (17p). Gen p53 adalah gen yang paling menentukan di dalam karsinogenesis. Gen p53 adalah merupakan faktor transkripsi karena kemampuannya untuk mengaktivasi ekspresi gen yaitu gen p53 akan berikatan dengan sekuens DNA pada daerah promotor gen lainnya untuk meningkatkan transkripsi. Hampir semua gen yang diaktivasi oleh p53 adalah gen yang berperanan di dalam penghambatan pertumbuhan sel. Oleh sebab itu, inaktivasi gen ini akan menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali.2.1.3.5 Aktivasi Telomerase

Telomerase berfungsi untuk menjaga stabilitas telomere dan mencegah apoptosis. Pada Karsinoma Kolorektal, aktivitas telomerase meningkat sehingga sel terus-menerus tumbuh dan menjadi karsinoma.2.1.3.6 Gen DCC (Deleted in Colorectal Carcinoma)

Gen ini terdapat pada lengan panjang kromosom 18 (18q). Produk gen ini berkaitan dengan adhesi antar sel dan interaksi matriks sel yang sangat penting di dalam pencegahan pertumbuhan, invasi, dan metastasis tumor. Gen terutama berperanan penting di dalam kemampuan tumor bermetastasis sehingga dapat dijadikan prognosis tumor dan status metastasisnya.2.1.4 Patologi

2.1.4.1 Makroskopik

Secara makroskopik terdapat 3 tipe Karsinoma Kolorektal yaitu tipe polipoid, tipe sikrus, tipe ulseratif. Karsinoma kolorektal tampak sebagai massa tumor pada mukosa dengan tepi tumor yang menonjol dan terdapat ulkus pada daerah sentral tumor. Jika tumor telah mengenai seluruh lumen kolon atau rektum, akan tampak melingkar dengan memberikan gambaran lesi yang konstriktif dan disebut sebagai "Apple-core lesion". Gambaran lesi pada sekum dan kolon asendens lebih sering tampak rata atau polipoid. Pada rektum, tumor dapat berbentuk eksopitik (fungating) atau ulseratif. Oleh karena berasal dari epitel mukosa maka tumor ini akan menembus lapisan kolon dan jaringan sekitarnya sehingga dapat bermetastasis secara limfogen maupun hematogen.2.1.4.2 Mikroskopik

Diferensiasi dimulai dari bentuk sel-sel tumor yang kolumner seperti adenoma sampai dengan yang tidak berdiferensiasi sama sekali (anaplasia). Tumor yang memproduksi musin dalam jumlah banyak, secara mikroskopik akan memberikan gambaran seperti cincin (signet ring cell).

Derajat diferensiasi sel tumor didasarkan pada arsitektur kelenjar, polaritas nukleus, derajat mitosis, dan daya invasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Diferensiasi baik Arsitektur kelenjar utuh

Polaritas nukleus berada di basal

Derajat mitosis jarang

Daya invasi minimal

Gambar 2.8 Mikroskopik Karsinoma Kolorektal Diferensiasi Baik2. Diferensisi moderat

Arsitektur kelenjar berkurang dan irreguler

Polaritas nukleus tidak merata

Derajat mitosis lebih banyak

Daya invasi moderat

Gambar 2.9 Mikroskopik Karsinoma Kolorektal Diferensiasi Moderat3. Diferensiasi buruk

Arsitektur kelenjar tidak ada

Polaritas nukleus hilang

Derajat mitosis banyak

Daya invasi signifikan

Gambar 2.10 Mikroskopik Karsinoma Kolorektal Diferensiasi Buruk2.1.5 Lokasi Anatomi

Semua kepustakaan melaporkan bahwa lokasi terbanyak Karsinoma Kolorektal mengenai rektum dan sigmoid. Insidens berdasarkan letaknya di usus besar adalah kolon asending (30%), kolon transversum (10%), kolon desending (15%), kolon sigmoid (25%), rektum (20%).

Gambar 2.11 Distribusi Karsinoma Kolorektal2.1.6 Stadium Keganasan

2.1.6.1 Sistem DukesTabel 2.1 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal berdasarkan Dukes

StadiumDalamnya infiltrasi

A

B

CTerbatas pada dinding usus

Menembus lapisan muskularis mukosa

Metastasis kelenjar limfe

Dikutip dari : Clinical Manual Practical Oncology.2.1.6.2 Astler-Coller Modifikasi dari Sistem Dukes

Tabel 2.2 Astler-Coller Modifikasi dari Sistem Dukes

StadiumKedalaman Infiltrasi

AKarsinoma yang letaknya terbatas pada mukosa

BKarsinoma yang telah menginfiltrasi muskularis propia dan serosa

B1Karsinoma yang menginfiltrasi sebagian muskularis propia

B2Karsinoma yang menginfiltrasi seluruh tebal muskularis propia

CKarsinoma yang telah mengadakan metastase ke kelenjar limfe mesenterial

C1B1 dengan metastase ke kelenjar limfe

C2B1 dengan metastase ke kelenjar limfe

DKarsinoma dengan penyebaran metastase jauh

Dikutip dari : Clinical Manual Practical Oncology.33

Gambar 2.12 Astler-Coller Modifikasi dari Sistem Dukes2.1.6.3 Tumor-Node-Metastasis (TNM)Tabel 2.3 Sistem TNM pada Karsinoma Kolorektal Tumor primer (T)

TxTumor primer tidak bisa dinilai

T0Tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer

TisKarsinoma in situ

T1Tumor menginfiltrasi lapisan submukosa

T2Tumor menginfiltrasi lapisan muskularis propia

T3Tumor menginfiltrasi subserosa, serosa, atau lemak perikolik/perirektal

T4 Tumor menginfiltrasi peritoneum viserale dan struktur /organ di dekatnya.

Kelenjar Getah Bening Regional (N)

NxKelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0Tidak ditemukan adanya metastasis pada kelenjar getah bening

N1Terdapat metastasis pada 1 s/d 3 kelenjar getah bening mesenterial terdekat.

N2Terdapat metastasis pada lebih dari 4 buah kelenjar getah bening mesenterial

N3Terdapat metastasis sepanjang pembuluh darah mesenterial kolon/rektum

Metastasis jauh (M)

MxAdanya metastasis jauh tidak bisa dinilai

M0Tidak terbukti adanya metastasis jauh

M1Terdapat metastasis jauh

Dikutip dari : Marvin L. Corman, M.D.

Gambar 2.13 Sistem Tumor-Node-Metastasis (TNM)2.1.6.4 TNM, Dukes dan Modified Astler-CollerTabel 2.4 Perbandingan Sistem TNM, Duke, dan modifikasi Duke (Astler-Coller)

Sistem TNMTNMDukeAstler-

Coller

0TisN0M0

IT1

T2N0

N0M0

M0AA

B1

IIT3

T4N0

N0M0

M0BB2

IIISetiapT

SetiapTN1

N2, N3M0

M0CC1,C2

IVSetiapTSetiap NM1DD

Dikutip dari : Clinical Manual Practical Oncology.

Gambar 2.14 Stadium Karsinoma Kolorektal2.1.7 Metastasis

Karsinoma Kolorektal mulai berkembang pada mukosa dan tumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler. Di daerah rektum penyebaran ke arah anal jarang melebihi 2 sentimeter. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, vesika urinaria, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.13,22

Gambar 2.15 Metastasis Karsinoma Kolorektal2.1.8 Manifestasi Klinik

Keganasan Karsinoma Kolorektal adalah akhir dari suatu proses panjang, perubahan dari mukosa kolon yang normal paling sedikitnya dibutuhkan 10 tahun. Karena proses yang panjang ini, tidak mengherankan jika manifestasi klinis dari Karsinoma Kolorektal asymptomatic.Manifestasi klinis yang menyertai Karsinoma Kolorektal, berhubungan dengan ukuran dan lokasi dari karsinoma. Banyak tanda dan gejala dari Karsinoma Kolorektal bersifat non spesifik. Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran. Ketika manifestasi klinis muncul, prognosis sudah menjadi buruk karena Karsinoma Kolorektal telah berada pada stadium lanjut.Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kolon kiri bersifat sikrotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang dirasakan sakit berbeda karena asal embrioniknya yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri pada kolon kiri bermula di bawah umbilikus, sedangkan pada kolon kanan di epigastrium.Karsinoma yang berlokasi di sekum dan kolon asenden tidak khas, seringkali berupa gejala umum berupa dispepsia, kelemahan umu, dan penurunan berat badan.

Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau lebih cair disertai dengan darah atau lendir. Tenesmi merupakan gejala yang biasa didapat pada karsinoma rektum. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut.Tabel 2.5 Manifestasi Klinis Karsinoma Kolorektal Berdasarkan Lokasi

Kolon kananKolon kiriRektum

Aspek klinisKolitisObstruksiProktitis

NyeriKarena penyusupanKarena obstruksiTenesmi

DefekasiDiare atau diare berkalaKonstipasi progresif Tenesmi terus-menerus

ObstruksiJarangHampir selaluTidak jarang

Darah pada fesesSamarSamar atau makroskopisMakroskopis

FesesNormal atau diareNormal Perubahan bentuk

DispepsiSering JarangJarang

Memburuknya keadaan umumHampir selalu Lambat Lambat

Anemia Hampir selalu LambatLambat

dikutip dari : Sjamsuhdrajat, R.

2.1.9 Diagnosis dan Pemeriksaan

2.1.9.1 DiagnosisDiagnosis Karsinoma Kolorektal ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, rectal toucher (RT), dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Sebaiknya untuk usia diatas 45 tahun, pemeriksaan ini dilakukan setiap tiga tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.2.1.9.2 Pemeriksaan

Pada pemeriksaan, tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba, menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon. Pemeriksaan rectal toucher (RT) merupakan keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Foto kolon dengan barium merupakan kelengkapan dalam menegkan diagnosis Karsinoma Kolorektal. Biopsi dilakukan melalui endoskopi.Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan dengan ketepatan hampir 100% disusul dengan foto kolon dengan barium dan kontras ganda sebesar 90 %, rektosigmoidoskopi sebesar 75%, dan rectal toucher sebesar 40%.

Gambar 2.16 Kolonoskopi

Gambar 2.17 Karsinoma Kolorektal dengan Pemeriksaan Barium Enema

Gambar 2.18 RektosigmoidiskopiUntuk menjaring subjek yang asymtomatic, tes yang cukup baik dilakuakan adalah tes feses dalam darah (Fecal Occult Blood Test / FOBT). Pemeriksaan ini merupakan metode yang sederhana dan sensitif untuk mendeteksi dini Karsinoma Kolorektal dan dapat mengarahkan pada pemeriksaan yang lebih definitif. Meskipun sensitifitas FOBT tidak tinggi, tetapi dengan pemeriksaan teratur dapat mendeteksi sekitar 92% dari karsinoma.

Pemeriksaan laboratorium lain yang bisa dilakukan adalah

1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia

2. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua Karsinoma Kolorektal mengalami perdarahan intermitten.

3. CEA (carcinoembryogenic antigen) merupakan protein yg dihasilkan oleh fetal tissues (khususnya liver, intestinal, dan pancreatic tissue). Menghilang setelah lahir tapi sering timbul pada saat sel yang berasal dari jaringan tersebut menjadi karsinoma. Oleh karena itu CEA sebagai tumor marker. Antigen ini dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya.

4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.5. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah, karsinoma tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian.

6. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru.

7. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.

Tabel 2.6 Ringkasan Diagnosis Karsinoma KolorektalKolon kanan

anemia dan kelemahan

darah samar di feses

dispepsia

perasaan yang kurang enak diperut bagian bawah

massa perut kanan bawah

temuan koloskopi

Kolon kiri

perubahan pola defekasi

darah di feses

gejala dan tanda obstruksi

penemuan koloskopi

Rektum

perdarahan rektum

darah di feses

perubahan pola defekasi

pascadefekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh

penemuan tumor pada rectal toucher penemuan tumor rektosimoidoskopi

Dikutip dari : Sjamsuhdrajat, R.

Gambar 2.19 Algorithma Skrining Karsinoma Kolorektal Pada Pasien Dengan Faktor Risiko2.1.10 Diagnosis Banding

Berbagai kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip dengan Karsinoma Kolorektal adalah ulkus peptik, neoplasma lambung, kolesistitis, abses hati, neoplasma hati, abses apendiks, massa paraapendikular, diverkulitis, kolitis ulserosa, enteritis regional, proktitis pascaradiasi, dan polip rektum.Tabel 2.7 Ringkasan Diagnosis Banding Karsinoma KolorektalKolon kananKolon tengahKolon kiriRektum

Abses apendiksTukak peptikKolitis ulserosaPolip

Massa apendiksKarsinoma lambungPolipProktitis

AmubomaAbses hatiDivertikulitisFisura anus hemoroid

Enteritis regionalisKarsinoma hatiEndometriosisKarsinoma anus

Kolesistitis

Kelainan pankreas

Kelainan saluran empedu

Dikutip dari : Sjamsuhdrajat, R.

2.1.11 Penanganan

Penatalaksanaan keganasan Usus Besar primer hampir hanya berupa tindakan bedah sebagai terapi kuratif dan terapi tambahan berupa kemoterapi dan radiasi hanya bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.1. Pembedahan

Pembedahan bertujuan untuk mengeksisi lesi primer dengan batas adekuat, untuk membentuk kembali kesinambungan usus bila mungkin dan untuk mencegah komplikasi. Berbagai jalur penyebaran harus dipertimbangkan mencakup vena dan perlu

2. Radiasi

Terapi radiasi sering diberikan sebelum operasi yang bertujuan untuk mengerutkan atau memperkecil tumor (Shrink the tumor), merubah sel-sel keganasan (Alter malignant cells), atau keduanya (both of them)Setelah dilakukan hemikolektomi perlu dipertimbangkan untuk melakukan radiasi dengan dosis yang adekuat. Kadang-kadang radiasi dilakukan sebelum operasi, terutama pada karsinoma di rektum dan sigmoid yang dapat dilakukan tindakan pembedahan.

3. Kemoterapi

Pemberian dari beberapa sitostatika yang dapat diberikan misalnya 5-Fluorourasil (5-FU), Thio Tepa, Mitomicyn C. Pemberian yang paling umum digunakan yaitu 5-Fluorourasil (5-FU).

5-Fluorourasil (5-FU) merupakan suatu analog pirimidin, mempunyai satu atom yang stabil pengganti atom hidrogen pada posisi 5 cincin urasil. Fluorin mengganggu konversi asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat, mengakibatkan sel akan kekurangan precursor penting dalam sintesis DNA sehingga menimbulkan gangguan perkembangan sel dan akhirnya kematian sel.

2.1.12 Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor.

Tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup 5 tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32%, dan dengan metastasis jauh 1%. Bila disertai diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk. Tabel 2.8 Prognosis Karsinoma Kolorektal Berdasarkan Stadium Patologi

Sistem Dukes

Prognosis Hidup Setelah 5 TahunAstler-Coller Modifikasi dari Sistem DukesPrognosis Hidup Setelah 5 Tahun

A97%A75-100%

B80%B165%

CB250%

C165%C140%

C235%C215%

D< 5%D< 5%

lemak

serat

Biosintesis kolesterol

Kadar bile acid usus

Perubahan genetik :

Perubahan protoonkogen

Hilangnya aktivitas gen supresor tumor

Abnormalitas pada gen yang terlibat dalam DNA repair

Secodary bile acid

Steroid metabolit

ornitine decarboxylase

Aktivasi protein kinase

Pelepasan arakhidonat

Asam arakhidonat ( Prostaglandin

Diit kolesterol

Aktivitas metabolik dari flora fekal

Kerusakan mukosa

Aktivasi karsinogen dan pembentukan mutagen onkogen

Proliferasi seluler

Karsinoma Kolorektal

6