BAB I PENDAHULUAN - · PDF filepencegahan/mengatasi syok ... Adapun sistematika penulisan...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - · PDF filepencegahan/mengatasi syok ... Adapun sistematika penulisan...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus (Soegijanto, 2004). Penyakit DBD terutama menyerang anak-
anak namun dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak dilaporkan
kasus DBD pada orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi
mendadak disertai kebocoran plasma dan pendarahan, dapat mengakibatkan
kematian serta menimbulkan wabah (Depkes RI Dirjen P2MLP, 2004).
Kejadian luar biasa pertama penyakit DBD di Asia ditemukan di Manila
pada tahun 1954, kemudian terjadi di Thailand (1958), Singapura (1960),
Kamboja (1961), Malaysia (1962), dan Srilanka (1966). Pada tahun 1968 untuk
pertama kalinya terjadi kejadian luar biasa DBD di Indonesia (Jakarta dan
Surabaya) dan pada tahun berikutnya kasus DBD menyebar ke lain kota di
wilayah Indonesia dan dilaporkan meningkat setiap tahunnya (Segijanto, 2004).
Salah satu manifestasi klinik utama pada DBD adalah demam (Soegijanto,
2004). Demam merupakan masalah kesehatan yang kerap terjadi pada anak.
Demam sebenarnya bukan merupakan penyakit, melainkan gejala. Demam
memegang peranan kunci dalam membantu perlawanan tubuh mengatasi infeksi
virus atau bakteri. Pola demam dengan gejala klinis yang menyertainya sangat
2
penting untuk diketahui (http://www.pdpersi.co.id). Pada awal perjalanan penyakit
salah satu diagnosis banding dari DBD adalah demam tifoid di mana kedua
penyakit tersebut termasuk kategori penyakit tropis dan merupakan endemik di
Indonesia (Pusat Info Penyakit Dalam FKUI, 2000).
Demam tifoid di Indonesia masih merupakan penyakit endemik yang
seringkali menimbulkan masalah dan apabila disertai komplikasi dapat berakhir
dengan kematian. Penelitian pada tahun 1989 di Rumah Sakit Karantina
dilaporkan bahwa lama perawatan demam tifoid penyakit dewasa berkisar antara
8,6 �3,7 hari dengan angka kematian sebesar 7,35 % (Pusat Info Penyakit Dalam
FKUI, 2000).
Sama halnya dengan demam tifoid, demam berdarah dengue (DBD)
merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Angka kejadian tetap meningkat dan
saat ini angka kematian khususnya di RSCM cenderung meningkat
(http://www.pdpersi.co.id). Saat ini, DBD masih merupakan salah satu masalah
kesehatan yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas
penyebarannya, hal ini karena masih tersebarnya nyamuk penular penyakit DBD
yaitu Aedes aegypti di seluruh pelosok tanah air, kecuali pada daerah dengan
ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Untuk memberantasnya diperlukan pembinaan
peran serta masyarakat yang terus menerus. Juga upaya pemerintah memotivasi
masyarakat untuk melakukan pemberantasan nyamuk tersebut terus-menerus telah
dan akan dilakukan melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral termasuk
tokoh masyarakat dan swasta. Oleh karena itu, upaya untuk membatasi angka
3
kematian penyakit ini sangat penting (Dirjen P2MPL Depkes RI, 2004). Salah
satu caranya adalah dengan diagnosis dini yang tepat.
Keberhasilan upaya penanganan kasus DBD terutama ditentukan oleh
kecermatan dalam mendiagnosa secara dini serta penatalaksanaan dan perawatan
termasuk observasi tekanan darah, denyut nadi serta pemberian cairan
pencegahan/mengatasi syok (Dirjen P2MPL Depkes RI, 2004). Sementara itu,
diagnosis secara dini demam tifoid sangat bermanfaat agar dapat segera diberikan
pengobatan yang adekuat sehingga dapat dihindari timbulnya komplikasi (Pusat
Info Penyakit Dalam FKUI, 2000).
Keluhan dan gejala demam tifoid antara lain demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare (Pusat Info Penyakit
Dalam FKUI, 2000). Keluhan dan gejala DBD antara lain demam, terdapat
manifestasi pendarahan, sakit kepala, nyeri otot, tulang dan sendi, mual dan
muntah (Dirjen P2MPL Depkes RI, 2004).
Dari uraian di atas, terlihat banyak kemiripan gejala klinis DBD dan
demam tifoid, walaupun dengan karakteristik khusus yang berbeda, sehingga
dapat terjadi kesalahan diagnosis dini bagi penderita maupun keluarga penderita.
Hal ini dapat menyebabkan kesalahan penanganan dini penderita. Lebih jauh dari
itu, apabila terjadi komplikasi sehingga menyebabkan kematian.
Dalam terminologi komputer permasalahan di atas dapat diistilahkan
sebagai pemetaan kompleks ruang input ke ruang output. Dalam hal ini ruang
input adalah gejala klinis DBD dan demam tifoid dan ruang output yaitu jenis
4
penyakit yang bersesuaian dengan gejala klinis yaitu DBD dan demam tifoid.
Disebut kompleks karena ada anggota ruang input DBD yang juga termasuk
kedalam ruang input demam tifoid begitu juga sebaliknya.
Logika fuzzy mampu menjadi problem solving di segala bidang mulai dari
bidang teknologi, otomotif, ekonomi, psikologi, medis, dan ilmu-ilmu sosial
karena kemampuannya yang dapat memetakan suatu ruang input kedalam suatu
ruang output sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang memiliki
keterkaitan hubungan input dan output yang tidak sederhana.
Telah banyak penelitian mengenai penerapan logika fuzzy. Di lingkungan
UIN Syarif Hidayatullah sendiri ada beberapa penelitian mengenai logika fuzzy
diantaranya untuk penyeleksi internal promosi jabatan karyawan (M. Ridha
Pratama, 2004), sistem penilaian kelayakan kredit usaha kecil (Siti Nurjannah,
2007), sistem pengontrol persediaan barang (Nurchudayati, 2007), penentuan
bidang peminatan mahasiswa program studi TI (Tri Hadiyanto Wibowo, 2009),
optimasi daya listrik suatu ruangan (Puspita Fauziah, 2009), dan penilaian kinerja
karyawan (Fedri Arianto, 2010), dan sistem kenaikan jabatan (Adhi Gufron,
2010). Hal ini menunjukkan keandalan logika fuzzy dalam memecahkan masalah
pemetaan ruang input terhadap ruang output.
Rumah Bersalin Gratis (RBG) Rumah Zakat Jakarta Timur sebagai sarana
pelayanan kesehatan gratis bagi warga yang membutuhkan, turut serta membantu
menekan angka kematian akibat DBD dan demam tifoid khusunya di kalangan
masyarakat yang kemampuan ekonominya lemah. Di antara layanan yang
5
diberikan RBG selain pelayanan kesehatan ibu dan anak juga mencakup
pelayanan kesehatan umum termasuk penyakit DBD dan demam tifoid. Semua
layanan di RBG diberikan secara gratis. Selain pelayanan kesehatan, RBG juga
memberikan pengarahan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan salah satunya
dengan mengetahui dan membedakan gejala penyakit. Keterbatasan sumber daya
manusia di RBG menjadi permasalahan tersendiri sehingga ide untuk
mengembangkan aplikasi yang dapat membantu pakar menjadi hal yang
dibutuhkan. Dalam hal ini aplikasi terfokus pada penyakit DBD dan demam
tifoid.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil judul “Penerapan Logika
Fuzzy untuk Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Demam Berdarah Dengue dan
Demam Tifoid “.
Pemodelan sistem diagnosis DBD dan demam tifoid dengan menggunakan
pendekatan sistem pakar dapat menjadi pilihan karena pendekatan sistem pakar
menggunakan bahasa manusia sehingga akan lebih mudah dimengerti oleh
pengguna baik yang mengerti ilmu medis dan komputer atau orang awam
sekalipun. Hal ini penting, guna pengembangan selanjutnya dari sistem ini yang
sasarannya adalah menjadi alat bantu bagi manusia (user) dalam mendiagnosis
penyakit khusunya DBD dan demam tifoid seperti misalnya sarana edukasi di
RBG Jakarta Timur. Dengan adanya aplikasi ini pasien yang berkunjung dapat
menggunakannya untuk memperoleh wawasan mengenai gejala dan tata laksana
penyakit DBD dan demam tifoid. Selain itu, pengembangan aplikasi ini dapat
diarahkan untuk layanan konsumen berbasis web yang selama ini lebih banyak
6
berbasis telepon baik yang berbayar ataupun tidak. Pengembangan aplikasi ini
juga dapat diarahkan sebagai alat bantu dalam proses klaim asuransi kesehatan.
Dalam berbagai pengembangan model logika fuzzy, biasanya peneliti
menggunakan tools/alat bantu yang tidak mengakomodasi komputasi yang
kompleks, seperti Visual Basic, Delphi ataupun PHP sehingga fungsi-fungsi
perhitungan ditransformasikan kedalam bahasa pemrograman secara manual
(dibuat sendiri) sesuai dengan bahasa pemrograman yang digunakan. Hal ini juga
berpengaruh pada pengembangan selanjutnya dari penelitian tersebut karena harus
merubah kembali rumusan dari fungsi perhitungan yang lama. Oleh karena itu
dalam penelitian ini, penulis menggunakan Matlab sebagai tool atau alat
bantunya. Banyak fitur yang disediakan Matlab dalam mendukung fungsinya,
lihat Bab II subbab 2.12. Dengan menggunakan Matlab, proses fuzzyfikasi,
inferensi dan defuzzyfikasi dijalankan secara otomatis oleh Matlab itu sendiri serta
untuk pengembangan selanjutnya perubahan dapat dilakukan pada fungsi
keanggotaan dan rule base atau basis aturannya saja.
1.2 Rumusan Masalah
Seperti yang telah dijabarkan pada subbab 1.1 di atas, terdapat masalah
yang timbul yaitu adanya hubungan yang kompleks antara gejala klinis DBD dan
demam tifoid sehingga dapat menyebabkan kesalahan diagnosis dini bagi
penderita. Adapun rumusan masalah yang akan menjadi pembahasan dalam
penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan sebuah model logika fuzzy untuk
diagnosis dan tata laksana penyakit demam berdarah dengue dan demam tifoid
berdasarkan gejala-gejala klinis yang ada.
7
1.3 Batasan Masalah
Dikarenakan luasnya ruang lingkup permasalahan dan agar hasil penelitian
dapat maksimal maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :
1. Diagnosis adalah diagnosis klinis bukan diagnosis pasti, berdasarkan gejala
klinis yang tampak, bukan gejala klinis asimtomatik atau tidak jelas.
2. Jenis penyakit yang menjadi objek diagnosis adalah demam berdarah dengue
(DBD) dan demam tifoid.
3. Parameter yang digunakan dalam proses diagnosis adalah demam yang
sifatnya mendadak atau bertahap, nyeri otot dan sendi, manifestasi
pendarahan (pendarahan pada hidung dan gusi serta uji tourniquet positif),
adanya gangguan pencernaan dan kondisi lidah apakah berselaput atau tidak.
4. Output diagnosis dibagi menjadi 4 kategori, demam tifoid, observasi, cek
labratorium dan DBD.
5. Tools yang digunakan adalah Matlab 7.8
6. Pengembangan sistem tidak sampai pada tahap deployment akan tetapi hanya
sampai pada tahap construction dikarenakan aplikasi ini tidak ditujukan untuk
digunakan langsung oleh pelanggan atau user.
7. Pengujian menggunakan pendekatan black box dengan metode unit test dan
integration test.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terbagi dalam 3 kategori, jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah mengembangkan
8
model logika fuzzy dan model sistem pakar yang dapat digunakan untuk
membantu diagnosis penyakit DBD dan demam tifoid. Tujuan jangka menengah
adalah menjadi sarana seorang pakar dalam hal ini dokter untuk
mendokumentasikan pengetahuan yang dimilikinya. Tujuan jangka panjang dari
penelitian ini adalah dapat dikembangkan menjadi aplikasi diagnosis penyakit
yang lengkap sehingga dapat dipergunakan secara nyata seperti untuk membantu
proses validasi catatan diagnosis klaim asuransi kesehatan dan untuk pelayanan
konsumen sebuah produk, misalnya produk kesehatan seperti obat-obatan.
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
a. Bagi penulis
1. Memperdalam ilmu dan wawasan tentang Logika Fuzzy, Sistem Pakar dan
Rekayasa Perangkat Lunak.
2. Memahami konsep dan penerapan sistem pakar dan penggunaan Matlab.
3. Memperoleh wawasan mengenai penyakit DBD dan demam tifoid.
b. Bagi universitas
1. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi teori yang
telah diperoleh selama kuliah
2. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya dan
sebagai bahan evaluasi
3. Memberikan gambaran tentang kesiapan mahasiswa dalam menghadapi
dunia kerja dari hasil yang diperoleh selama belajar atau kuliah.
9
4. Menjadi bahan referensi bagi penellitian selanjutnya terutama dalam bidang
logika fuzzy dan sistem pakar diagnosis penyakit.
c. Bagi pengguna
1. Memudahkan dalam mendiagnosis penyakit DBD dan demam tifoid.
2. Memperoleh contoh dan gambaran implementasi logika fuzzy dan sistem
pakar dalam bidang diagnosis penyakit.
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Metode Pengumpulan data
Untuk mendukung penelitian maka diperlukan data-data
penunjang. Oleh karena itu penulis melakukan metode pengumpulan data
dengan cara melakukan wawancara dengan pakar dan studi pustaka yakni
dengan membaca dan mempelajari literatur yang berhubungan dengan
penelitian yang penulis lakukan baik itu dari media cetak seperti buku,
jurnal, skripsi atau media elektronik seperti e-book yang banyak terdapat
di internet.
1.6.2 Metode Pengembangan sistem
Pengembangan sistem dalam penelitian yang penulis lakukan
menggunakan siklus pengembangan model RAD (Rapid Application
Development) , yaitu :
a. Communication
b. Planning
c. Modelling
d. Construction
10
e. Deployment
1.7 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi rumusan singkat latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian
dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini diuraikan teori-teori yang menunjang dan digunakan dalam
penelitian meliputi pembahasan singkat tentang logika fuzzy, penyakit
DBD dan demam tifoid, RAD serta Matlab. Diuraikan juga mengenai
studi literatur sejenis dengan penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan secara rinci metode pengumpulan data dan metode
pengembangan sistem yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan analisa tentang kebutuhan sistem, konsep
perancangan aturan, proses pengembangan sistem dan tentang
implementasi atau tata cara pemakaian program yang penulis buat dan
uji coba terhadap program yang telah dibuat.
11
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan yang berkenaan dengan hasil
pemecahan masalah yang diperoleh dari penelitian serta saran untuk
pengembangan lebih lanjut.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan mengenai teori-teori yang digunakan dalam
menunjang penelitian.
2.1 Penerapan
Menurut KBBI penerapan memiliki arti : (1) proses, cara, perbuatan
menerapkan, (2) pemasangan, (3) pemasangan, perihal mempraktikan
(http://pusatbahasa.diknas.go.id). Jadi penerapan dapat didefinisikan sebagai cara
untuk melakukan atau mempraktikkan sesuatu berdasarkan aturan tertentu.
2.2 Logika Fuzzy
Menurut Kusumadewi (2003,153), logika fuzzy adalah suatu cara yang
tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Logika
fuzzy atau sistem fuzzy memiliki kemampuan untuk mengembangkan sistem
intelijen dalam lingkungan yang tak pasti. Dalam logika fuzzy terdapat beberapa
proses yaitu penentuan himpunan fuzzy, penerapan aturan IF-THEN dan proses
inferensi fuzzy.
Dari sekian banyak alternatif, sistem fuzzy seringkali menjadi pilihan
terbaik, berikut beberapa alasannya (Naba, 2009:3-4) :
1. Konsep fuzzy logic adalah sangat sederhana sehingga mudah dipahami.
2. Fuzzy logic adalah fleksibel, dalam arti dapat dibangun dan dikembangkan
dengan mudah tanpa harus memulainya dari ‘nol’.
3. Fuzzy logic memberikan toleransi terhadap ketidakpresisian data.
13
4. Pemodelan/pemetaan untuk mencari hubungan data input-output dari
sembarang sistem black-box bisa dilakukan dengan memakai sistem fuzzy.
5. Pengetahuan atau pengalaman dari pakar dapat dengan mudah dipakai untuk
membangun fuzzy logic. Hal ini merupakan kelebihan utama fuzzy logic
dibanding jaringan saraf tiruan.
6. Fuzzy logic dapat diterapkan dalam desain sistem kontrol tanpa harus
menghilangkan teknik desain sistem kontrol konvensional yang sudah
terlebih dahulu ada.
7. Fuzzy logic berdasar pada bahasa manusia.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy
yaitu variabel fuzzy, himpunan fuzzy, semesta pembicaraan, dan domain.
(Kusumadewi,2003:158). Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak
dibahas dalam suatu sistem fuzzy. Contoh: umur, permintaan, temperatur dan
sebagainya. Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi
atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan adalah
keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel
fuzzy. Domain adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta
pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Berikut contoh
hubungan antara variabel fuzzy, himpunan fuzzy, semesta pembicaraan dan domain
dalam sistem fuzzy :
14
Tabel 2.1 Variabel fuzzy, himpunan fuzzy, semesta pembicaraan dan domain
Variabel fuzzy Himpunan Fuzzy Semesta
Pembicaraan Domain
UMUR
MUDA
[0, +~]
[0,45]
PAROBAYA [35,55]
TUA [45,+~]
2.2.1 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan adalah kurva yang menunjukkan pemetaan
titik input data ke dalam nilai keanggotaan yang mempunyai interval 0
sampai dengan 1. Pada himpunan biasa (crisp) nilai keanggotaan memiliki
2 kemungkinan yaitu satu (1) berarti menjadi anggota himpunan dan dua
(2) berarti tidak menjadi anggota. Sedangkan pada himpunan fuzzy nilai
keanggotaan tidak terbatas hanya pada 2 kemungkinan saja.
Pada contoh tabel di atas, seseorang dapat masuk kedalam 2
himpunan yang berbeda. Seseorang yang berumur 20 tahun masuk
himpunan berumur muda dengan derajat keanggotaan 0.1 dan sekaligus
masuk himpunan berumur parobaya dengan derajat keanggotaan 0.85
(lihat gambar).
Gambar 2.1 Fungsi keanggotaan UMUR dengan representasi Gaussian
(gaussmf)
15
Ada banyak fungsi keanggotaan yang digunakan untuk
merepresentasikan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy diantaranya
sigmoid biner (dsigmf), kombinasi Gaussian (gasuss2mf), Gaussian
(gaussmf), generalized-bell (gbellmf), bentuk Π (pimf), sigmoid (sigmf),
trapezoid (trapmf), triangular (trimf).
2.2.2 Operator Himpunan Fuzzy
Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang
didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasikan dan memodifikasi
himpunan fuzzy. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan
sering dikenal dengan nama fire strength atau α-predikat. Ada 3 operator
dasar dalam himpunan fuzzy, yaitu operator AND, OR dan NOT.
Operator AND merupakan operasi interseksi pada himpunan. α -
predikat yang dihasilkan diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan
terkecil antar elemen pada himpunan bersangkutan. Misal nilai
keanggotaan umur 27 pada himpunan muda adalah µ MUDA[27]= 0,6 dan
nilai keanggotaan 2 juta pada himpunan penghasilan TINGGI adalah µ
GAJITINGGI[2juta]= 0,8 maka α -predikat untuk usia MUDA dan
berpenghasilan TINGGI adalah nilai keanggotaan minimun :
µ MUDA ∩ GAJITINGGI = min( µ MUDA[27], µ GAJITINGGI[2juta])
= min (0,6 ; 0,8)
= 0,6
16
Operator OR merupakan operasi union pada himpunan. α -predikat
yang dihasilkan diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar
antar elemen pada himpunan bersangkutan. Misal nilai keanggotaan umur
27 pada himpunan muda adalah µ MUDA[27]= 0,6 dan nilai keanggotaan
2 juta pada himpunan penghasilan TINGGI adalah µ
GAJITINGGI[2juta]= 0,8 maka α -predikat untuk usia MUDA atau
berpenghasilan TINGGI adalah nilai keanggotaan maksimum :
µ MUDA ∩ GAJITINGGI = max( µ MUDA[27], µ GAJITINGGI[2juta])
= max (0,6 ; 0,8)
= 0,8
Operator NOT merupakan operasi komplemen pada himpunan. α -
predikat yang dihasilkan diperoleh dengan mengurangkan nilai
keanggotaan elemen pada himpunan dari 1. Misal nilai keanggotaan umur
27 pada himpunan muda adalah µ MUDA[27]= 0,6 maka α -predikat
untuk usia TIDAK MUDA adalah :
µ MUDA’[27] = 1 - µ MUDA[27
= 1 - 0,6
= 0,4
2.2.3 Sistem Inferensi Fuzzy
Inferensi yaitu melakukan penalaran menggunakan fuzzy input dan
fuzzy rule yang telah ditentukan sehingga menghasilkan fuzzy output.
Terdapat banyak metode inferensi yang sering digunakan untuk melakukan
17
inferensi fuzzy diantaranya metode Tsukamoto, metode Mamdani dan
metode Sugeno.
Pada metode Tsukamoto, setiap konsekuen direpresentasikan
dengan himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan monoton. Output hasil
inferensi masing-masing aturan adalah z, berupa himpunan biasa (crisp)
yang ditetapkan berdasarkan α -predikatnya. Hasil akhir diperoleh dengan
menggunakan rata-rata terbobotnya.
Pada metode Mamdani, aplikasi fungsi implikasi menggunakan
MIN, sedang komposisi aturan menggunakan metode MAX. Metode
Mamdani dikenal juga dengan metode MAX-MIN. Inferensi output yang
dihasilkan berupa bilangan fuzzy maka harus ditentukan suatu nilai crisp
tertentu sebagai output. Proses ini dikenal dengan defuzzyfikasi. Ada
beberapa metode yang dipakai dalam defuzzyfikasi antara lain metode
centroid. Pada metode ini penetapan nilai crisp dengan cara mengambil
titik pusat daerah fuzzy.
Penalaran dengan metode Sugeno, mirip dengan metode Mamdani
hanya saja output sistem tidak berupa himpunan fuzzy melainkan berupa
konstanta atau persamaan linear.
.Ada dua model metode Sugeno yaitu model fuzzy Sugeno orde nol
dan model fuzzy sugeno orde satu. Bentuk umum model fuzzy Sugeno orde
nol adalah :
IF (x1 is A1) o (x2 is A2) o ….. o (xn is An) THEN z = k
18
Bentuk umum model fuzzy Sugeno orde satu adalah :
IF (x1 is A1) o (x2 is A2) o ….. o (xn is An) THEN z = p1.x1 + … pn.xn + q
Defuzzyfikasi pada metode Sugeno dilakukan dengan mencari nilai
rata-ratanya.
Gambar 2.2 Inferensi fuzzy sugeno orde 1
2.2.4 Defuzzyfikasi
Defuzzyfikasi atau penegasan berfungsi untuk mengubah fuzzy
output menjadi crisp value berdasarkan fungsi keanggotaan yang telah
ditentukan. Terdapat berbagai metode defuzzyfikasi diantaranya : centroid
method, height method, first (or last) of maxima dan weighted average.
Metode centroid disebut juga sebagai Center of Area (CoA) atau
Center of Gravity (CoG). Metode ini menghitung nilai crisp menggunakan
rumus :
x y
A1
A2
B1
B2
w1
w2
f1=p1x+q1y+r1
f2=p2x+q2y+r2
W1 f1 + w2 f2
W1 + w2f =
= W1 f1 + w2 f2
µ
µ
µ
µ
19
Dimana y* adalah suatu nilai crisp, y adalah crisp input dan ��
adalah derajat keanggotaan y.
Height method dikenal juga sebagai prinsip keanggotaan
maksimum karena metode ini secara sederhana memilih nilai crisp yang
memiliki derajat keanggotaan maksimum. Oleh karena itu,metode ini
hanya bisa dipakai untuk fungsi keanggotaan yang memiliki derajat
keanggotaan 1 pada suatu nilai crisp tunggal dan 0 pada semua nilai crisp
yang lain. Fungsi seperti ini disebut sebagai singleton.
Metode fisrt (or last) of maxima merupakan generalisasi dari height
method untuk kasus di mana fungsi keanggotaan output memiliki lebih
dari 1 nilai maksimum sehingga nilai crisp yang digunakan adalah salah
satu dari nilai yang dihasilkan dari maksimum pertama atau maksimum
terakhir (tergantung pada aplikasi yang akan dibangun).
Metode weighted average mengambil rata-rata dengan
menggunakan pembobotan berupa derajat keanggotaan. Metode ini
menghitung nilai crisp dengan rumus :
Dimana ��yaitu nilai minimum dari derajat keanggotaan pada
aturan ke-n, �� yaitu hasil penghitungan pada aturan ke-n, M adalah
20
banyaknya aturan fuzzy sedangkan Z adalah nilai crisp yang akan kita
hitung.
2.3 Sistem Pakar
Sistem pakar adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan
manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang
biasa dilakukan oleh para pakar atau ahli (Kusumadewi,2003:109)
Menurut Efraim Turban,konsep dasar sistem pakar mengandung keahlian,
ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan.
Keahlian adalah suatu kelebihan penguasaan pengetahuan di bidang tertentu yang
diperoleh dari pelatian, membaca atau pengalaman. Seorang ahli adalah seseorang
yang mampu menjelaskan suatu tanggapan, mempelajari hal-hal baru seputar
topik permasalahan, menyusun kembali pengetahuan jika dipandang perlu,
memecah aturan-aturan jika dibutuhkan dan menentukan relevan tidaknya
keahlian mereka. Pengalihan keahlian dari para ahli ke computer untuk kemudian
dialihkan lagi ke orang lain yang bukan ahli, merupakan tujuan utama sistem
pakar. Salah satu fitur yang harus dimiliki oleh sistem pakar adalah kemampuan
untuk menalar.
Sebagian besar sistem pakar komersial dibuat dalam bentuk rule based
systems, yang mana pengetahuan disimpan dalam bentuk aturan-aturan, biasanya
IF-THEN. Fitur lainnya dari sistem pakar adalah kemampuan merekomendasi
yang tidak dimiliki oleh sistem konvensional.
21
Tabel 2.2 Perbandingan sistem konvensional dan sistem pakar
Sistem Konvensional Sistem pakar
Informasi dan pemrosesannya biasanya
jadi satu dengan program
Basis pengetahuan merupakan bagian
terpisah dari mekanisme inferensi
Biasanya tidak bisa menjelaskan
mengapa suatu input data itu
dibutuhkan, atau bagaimana output itu
diperoleh
Penjelasan adalah bagian terpenting
dari sistem pakar
Pengubahan program cukup sulit dan
membosankan
Pengubahan aturan dapat dilakukan
dengan mudah
Sistem hanya akan berperasi jika sistem
tersebut sudah lengkap
Sistem dapat beroperasi hanya dengan
beberapa aturan
Eksekusi dilakukan langkah demi
langkah
Eksekusi dilakukan pada keseluruhan
basis pengetahuan
Menggunakan data Menggunakan pengetahuan
Tujuan utamanya adalah efisiensi Tujuan utamanya adalah efektivitas
(Sumber : Artificial Intelligence, Kusumadewi ,2003:112)
Sistem pakar terdiri dari 2 bagian pokok, yaitu : lingkungan
pengembangan (development environment) yang digunakan sebagai pembangun
sistem pakar dari segi pembangun komponen maupun basis pengetahuan. Yang
kedua lingkungan konsultasi (consultion environment) yang digunakan oleh
seseorang yang bukan ahli untuk berkonsultasi.
22
Gambar 2.3 Struktur sistem pakar
2.4 Diagnosis
Menurut Harvey dkk (1991), Istilah diagnosis berasal dari kata Yunani
yang berarti membedakan atau menentukan. Dalam penggunaan bahasa Inggris
abad ke-17 dan 18, diagnostik suatu penyakit adalah ciri-ciri khas dari penyakit
itu. Dalam penggunaan umum modern, diagnosis adalah identifikasi penyakit
dengan penyelidikan tanda, gejala dan manifestasi lainnya. Dalam terminologi
medis, arti tepat diagnosis disamarkan oleh banyaknya cara ia digunakan :
diagnosis klinis, diagnosis laboratorik, diagnosis fisik, diagnosis anatomis,
diagnosis bakteriologis, diagnosis sinar-X, diagnosis EKG dan sebagainya.
Diagnosis, jika tidak dibubuhi kata sifat berarti identifikasi suatu penyakit
dengan penyelidikan manifestasinya. Karena suatu diagnosis harus berdasarkan
user
Antarmuka
Aksi yang
direkomendasi
Fasilitas
penjelasan
Motor Inferensi O interpreter
O scheduler
O consistency
enforcer
BLACKBOARD
Rencana Agenda
Solusi Deskripsi
Penyaring
pengetahuan
Pengetahuan
ahli
Rekayasa
pengetahuan
Basis Pengetahuan
Fakta : Apa yang diketahui tentang
area domain
Aturan : logical inference
Fakta-fakta
tentang kejadian
khusus
Penambahan
pengetahuan
23
bukti terbaik yang didapat pada suatu waktu, istilah ini tak harus menunjukkan
identifikasi pasti dan positif dari suatu penyakit (Harvey dkk, 1991).
Diagnosis melibatkan dua prosedur : (1) mengumpulkan fakta dan (2)
menganalisis fakta. Kesalahan diagnosis dapat disebabkan ketidaksempurnaan
dari satu atau kedua prosedur itu. Bila data faktual tak memadai atau tak benar,
atau bila disalahinterpretasikan, analisisnya walaupun benar akanmengarah ke
kesimpulan keliru. Sebaliknya, meski pengumpulan fakta lengkap dan akurat, dan
data diinterpretasi secara benar, kesimpulan dapat salah karena analisis salah
(Harvey dkk, 1991).
2.5 Tata Laksana
Dalam Kamus Ilmiah Populer (Tim Media Center,2002: 317) kata tata
memiliki arti aturan yang bersistem. Arti lain dari tata adalah kaidah, aturan dan
susunan. Sementara laksana diartikan sifat, laku perbuatan dan tatalaksana
didefinisikan sebagai cara mengurus (http://kamusbahasaindonesia.org). Sehingga
secara sederhana tatalaksana artinya cara atau aturan dalam mengurus, dalam hal
ini adalah mengurus pasien yang didiagnosis penyakit tertentu.
2.6 Penyakit
Penyakit memiliki pengertian (http://pusatbahasa.diknas.go.id) sesuatu
yang menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup; gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh bakteri, virus atau kelainan sistem faal atau
jaringan pada organ tubuh pada makhluk hidup.
24
2.7 Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.7.1 Sejarah DBD
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae dan mempunyai 4
jenis serotipe yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempat
serotype virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Serotipe DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat (Depkes RI
Dirjen P2MLP, 2004).
Menurut sejarahnya, demam dengue di Indonesia mulai dilaporkan
tahun 1977 oleh David Bylon di Batavia. Penyakit ini disebut penyakit
demam 5 hari yang dikenal dengan knee trouble atau knokkel kootz.
Perkembangannya hingga tahun 1998, penyakit Demam Dengue/Demam
Berdarah Dengue menyerang di Dati II dari 27 propinsi dengan jumlah
kasus 65.968 dan kematian 1.275
(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_ResponImundanDerajatKesakita
n.pdf/15_ResponImundanDerajatKesakitan.html).
Terdapat 3 faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi
virus dengue yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue
ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
dapat juga menularkan virus dengue namun merupakan vektor yang
25
kurang berperan. Nyamuk aedes aegypti hidup dan berkembang biak pada
tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, minuman kosong, air
tendon, air tempayan atau gentong, kaleng dan ban bekas. Tersebar luas di
kota maupun di desa kecuali di wilayah yang memiliki ketinggian 1000
meter di atas permukaan laut
(http://www.arthagrahapeduli.org/index.php?option=com_content&view=
article&id=572%3Awaspada-demam-berdarah-dengue&catid=36%
3Akesehatan&Itemid=66&lang=in). Gigitan nyamuk aedes aegypti sendiri
tidak membahayakan kesehatan selama tidak terkontaminasi oleh virus
dengue.
2.7.2 Gejala DBD
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak
2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit
kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual dan muntah sering ditemukan.
Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis
ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.
Bentuk pendarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple
leede) positif, kulit mudah memar dan pendarahan pada bekas suntikan
intravena atau pada bekas pengambilan darah (Depkes RI Dirjen P2MLP,
2004).
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas
adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasama dan pendarahan.
26
Perembesan plasma dapat mengakibatkan syok, anoreksia dan kematian.
Deteksi dini terhadap adanya permebesan plasma dan penggantian cairan
yang adekuat akan mencegah terjadinya syok (Depkes RI Dirjen P2MLP,
2004).
2.8 Demam Tifoid
2.8.1 Sejarah Demam Tifoid
Demam tifoid adalah peyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh kuman Salmonella typhi dan kadang-kadang kuman Salmonella
paratyphi. Penyakit ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman S. typhi.
2.8.2 Gejala Demam Tifoid
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya memberikan
gambaran klinis ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Diantara
tanda dan gejala yang ditimbulkan pada penderita demam tifoid antara
lain: demam, lidah kotor, bagian tengah berwarna putih dan pinggirannya
berwarna merah, anoreksia, mual berat sampai muntah, obstipasi atau
diare, nyeri kepala, nyeri otot, dan sakit perut yang diakibatkan
pembengkakan hati dan limpa.
2.9 Diagram Alur (Flowchart)
Flowchart adalah salah satu cara menggambarkan algoritma
dengan menggunakan simbol (Direktorat Hukum dan Informasi,2007:9)
Flowchart digunakan untuk merepresentasikan maupun mendesain
27
program. Oleh karena itu, flowchart dapat dikatakan baik jika dapat
merepresentasikan komponen-komponen dalam bahasa pemrograman.
Simbol-simbol untuk menggambarkan algoritma yang dibuat dapat
dilihat pada tabel berikut (Ladjamudin, 2006:267-270) :
Tabel 2.3 Simbol-simbol flowchart
Nama Simbol Keterangan
Simbol penghubung/alur
Arus/flow
Untuk menyatakan jalannya arus
suatu proses
Communication link
Untuk menyatakan bahwa adanya
transisi suatu data/informasi dari
satu lokasi ke lokasi lainnya
Connector
Untuk menyatakan sambungan
dari satu proses ke proses lainnya
dalam halaman/lembar yang sama
Offline connector
Untuk menyatakan sambungan
dari satu proses ke proses lainnya
dalam halaman/lembar yang
berbeda
Simbol proses
Proses
Untuk menyatakan kegiatan
pemrosesan input
28
Manual
Untuk meyatakan suatu tindakan
yang tidak dilakukan oleh
komputer
Decision/logika
Untuk menunjukkan suatu
kondisi tertentu yang akan
menghasilkan dua kemungkinan
jawaban, ya/tidak
Predefined process
Untuk menyatakan penyediaan
tempat penyimpanan suatu
pengolahan untuk memberi harga
awal
Terminal
Untuk menyatakan permulaan
atau akhir suatu program
Keying operation
Untuk menyatakan segala jenis
operasi yang diproses dengan
menggunakan suatu mesin yang
mempunyai keyboard
Offline storage
Untuk menunjukkan bahwa data
da;am symbol ini akan disimpan
ke suatu media tertentu
Manual input
Untuk memasukkan data secara
manual dengan menggunakan
online keyboard
29
Simbol input-output
Input-Output
Untuk menyatakan proses input
dan output tanpa tergantung
dengan jenis peralatannya
Punched card
Untuk menyatakan input berasal
dari kartu atau output ditulis ke
kartu
Magnetic-tape unit
Untuk menyatakan input berasal
dari pita magnetic atau output
disimpan ke pita magnetic
Disk storage
Untuk menyatakan input berasal
dari disk atau output disimpan ke
disk
Display
Untuk meyatakan peralatan
output yang digunakan berupa
layar (video, komputer)
2.10 State Transitions Diagram (STD)
Diagram state menghubungkan event-event dan state-state. Ketika suatu
event diterima, state berikutnya bergantung pada state yang sekarang ada.
Perubahan suatu state ke state yang lain dinamai transisi. Diagram state adalah
diagram yang simpulnya adalah state dan garisnya adalah transisi yang diberi
nama event. State digambarkan dalam kotak berisi namanya. Transisi
30
digambarkan sebagai tanda panah dari state penerima ke state targetnya, label
pada tanda panah adalah nama event penyebab suatu transisi.
Gambar 2.4 Perubahan state
2.11 Rapid Application Development (RAD)
2.11.1 Defnisi RAD
Rapid Application Development (RAD) atau pengembangan
aplikasi cepat adalah suatu pendekatan berorientasi objek terhadap
pengembangan sistem yang mencakup suatu metode pengembangan serta
perangkat-perangkat lunak (Kendall&Kendall,2006:237). Pada tataran
konsep RAD mirip dan sangat dekat hubungannya dengan metode
pengembangan sistem prototyping karena sama-sama menekankan
keunggulan waktu yang cepat dalam proses pengembangan sistem.
Kendall (2006:2007) mengungkapkan bahwa RAD dapat dianggap
sebagai implementasi khusus dari prototyping. Prototyping adalah suatu
teknik pengumpulan data yang sangat berguna melengkapi siklus hidup
pengembangan sistem tradisional.
State 1
State 2
event
31
2.11.2 Tahap-Tahap Pengembangan Sistem RAD
Terdapat 4 tahap pengembangan sistem RAD menurut konsep asli
dari James Martin, yakni tahap perencanaan syarat, tahap perancangan
pengguna, tahap konstruksi dan terakhir tahap pelaksanaan.
Gambar 2.4 Fase RAD Martin
Sementara itu, Kendall&Kendall (2006:237) mengungkapkan ada
tiga fase dalam RAD yang melibatkan penganalisis dan pengguna dalam
tahap penilaian, perancangan dan penerapan (implementasi). Kendall juga
mengingatkan akan keterlibatan pengguna dalam setiap bagian upaya
pengembangan dengan partisipasi mendalam dalam bagian perancangan
bisnis.
Gambar 2.5 Fase pengembangan sistem RAD Kendall
Baik menurut konsep asli dari James Martin, Kendall&Kendall
maupun Pressman, tahap-tahap pengembangan sistem RAD tampak
berbeda namun memiliki kesamaan dalam penekanan terhadap interaksi
aktif antara pengembang sistem dengan pengguna sehingga akan
dihasilkan sistem yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pengguna.
Berikut ini tahap pengembangan sistem RAD menurut Pressman (2005) :
1. Tahap communication
Perencanaan
syarat-syarat
Perancangan
pengguna
konstruksi Pelaksanaan
Mengidentifikasi
tujuan dan Mengenalka
n sistem
Bekerja dengan
pengguna
untuk
Membangu
n sistem
32
2. Tahap planning
3. Tahap Modelling
4. Tahap construction
5. Tahap deployment
Gambar 2.6 RAD Model Pressman
2.12 Matlab 7.8 (R2009a)
Matlab adalah singkatan dari Matrik Laboratory, merupakan bahasa
pemrograman tingkat tinggi yang dikhususkan untuk kebutuhan komputasi teknis,
visualisasi dan pemrograman seperti komputasi matematika, analisis data,
pengembangan algoritma, simulasi dan pemodelan dan grafik-grafik perhitungan.
Matlab menyediakan banyak fitur dalam mendukung fungsinya, diantaranya
(http://www.mathworks.com/):
60 – 90 days
Communication
Planning Modelling
Business
modelling
Data modeling
Process modelling
Construction
Component
reuse
Automatic code
generation
Testing
Deployment
Integration
Delivery
Feedback
33
a. Merupakan bahasa tingkat tinggi untuk komputasional teknis
b. Lingkungan pengembangan untuk pengaturan kode, data, dan file.
c. Tools yang interaktif untuk eksplorasi, design dan pemecahan masalah.
d. fungsi matematika untuk aljabar, statistik, analisis Fourier dan optimasi .
e. fungsi grafik 2-D dan 3-D untuk visualisasi data.
f. Tools untuk membangun Graphical User Interface (GUI).
g. Fungsi integrasi Matlab dengan bahasa pemrograman yang lain seperti C,
C++, Fortran, Java, COM dan Microsoft Excel.
Gambar 2.7 Tampilan Matlab yang mengintegrasikan pengembangan
algoritma, analisis data, dan pengaturan project
Secara kesuluruhan, Matlab memiliki 6 buah jendela (Siang, 2009:152),
yaitu :
a. Jendela perintah (command window)
Jendela perintah merupakan tempat untuk memasukkan perintah yang kita
inginkan seperti perhitungan biasa, memanggil fungsi, mencari informasi
tentang sebuah fungsi, demo program dan sebagainya. Setiap penulisan
perintah diawali dengan prompt ‘>>’. Berikut screenshot jendela perintah :
34
Gambar 2.8 Jendela command window
b. Jendela daftar perintah (command history)
Jendela ini memuat daftar perintah yang pernah kita ketikkan dalam jendela
perintah. Untuk mengeksekusi kembali perintah yang pernah dipakai, drag
perintah tersebut dari jendela daftar perintah ke jendela perintah. Berikut
screenshot jendela daftar perintah :
Gambar 2.9 Jendela command history
c. Jendela launch pad
Jendela ini berisi fasilitas yang disediakan Matlab untuk menjalankan paket
perangkat lunak (toolbox) untuk menyelesaikan masalah tertentu. Contohnya,
untuk melihat demo program jaringan saraf tiruan, kita bisa memilih folder
35
neural network toolbox, dan memilih subfolder demo. Berikut screenshot
jendel daftar perintah :
Gambar 2.10 Jendela launch pad
d. Jendela Help
Jendela ini dipakai ketika kita mengalami kesulitan sewaktu memilih perintah
atau formatnya. Untuk membantu melihat format perintah, kita bisa
menggunakan help dengan 2 cara :
- Mengetikkan help (topik) dalam jendela perintah, misalnya help ones,
ones adalah perintah untuk membuat matriks yang semua elemennya
adalah 1.
Gambar 2.11 Help dari command window
- Membuka jendela help dari menu View.
36
Gambar 2.12 Jendela Help dari menu View
e. Jendela direktori
Jendela untuk menentukan direktori aktif yang digunakan Matlab. Berikut
screenshotnya :
Gambar 2.13 Jendela current directory
f. Jendela workspace
Jendela di mana kita dapat melihat informasi pemakaian variabel di dalam
memori Matlab. Berikut screenshotnya :
Gambar 2.14 Jendela workspace
37
2.12.1 Bekerja dengan Matlab
Ada 2 cara yang dapat kita gunakan dalam melakukan pemrograman
Matlab, yaitu :
1. Secara langsung di jendela perintah
Cara ini sedikit riskan karena akan sulit mengevaluasi secara
keseluruhaan perintah yang dimasukkan baris perbaris.
2. Menggunakan M-File
M-File merupakan sederetan perintah Matlab yang dituliskan
secara berurutan sebagai sebuah file. Pemrograman dengan M-File
memberikan kontrol lebih banyak dibandingkan dengan command line
seperti poin 1 di atas. Dengan M-File kita bisa melakukan percabangan,
perulangan dan lain-lain. Program M-File mirip dengan bahasa C yang
membagi program dalam blok program berupa fungsi-fungsi. Tiap fungsi
dapat memanggil fungsi yang lain.
Untuk membuat M-File, klik menu File kemudian pilih New dan
klik M-File. Akan tampil layar MATLAB Editor/Debugger. Jika pekerjaan
kita telah selesai, untuk menyimpannya klik menu File dan Save
As….tuliskan nama file yang kita inginkan dan klik button save. File akan
disimpan dengan ekstensi *.m. Agar dapat dijalankan dengan benar, maka
program harus disimpan dahulu kedalam file yang namanya sama dengan
nama fungsi (fungsi dijelaskan pada poin 2.8.2).Untuk membuka M-File
dari command window, ketik edit namafile dan tekan Enter atau klik
Return.
38
2.12.2 Fungsi dalam Matlab
Fungsi dalam Matlab terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Definisi fungsi
Bentuk definsi fungsi adalah sebagai berikut :
Function <argument keluaran> = <nama fungsi> (<argument
masukan>)
Sebagai contoh :
Function y = average (x)
Baik argumen masukan maupun keluaran bisa berupa variabel berupa
skalar, vektor maupunn matriks atau tanpa argumen sama sekali.
Argumen masukan boleh lebih dari 1, masing-masing dipisahkan dengan
tanda koma. Demikian juga apabila argumen keluaran lebih dari 1
elemen, maka argumen tersebut dipisahkan dengan tanda koma atau
diletakkan diantara kurung siku.
b. Tubuh fungsi
Tubuh fungsi berisi semua perintah untuk membuat komputasi dan
memberikan harga kepada argumen keluaran. Pernyataan dalam tubuh
fungsi bisa berupa pemberian nilai pada suatu variabel,
masukan/keluaran, fungsi kontrol, iterasi ataupun pemanggilan kepada
fungsi lain.
Contoh script sederhana Matlab disajikan berikut ini :
% Script file contoh
x = pi/100: pi/100:10*pi;
39
y = sin(x) ./x;
plot (x,y) grid
Penjelasan dari script di atas adalah sebagai berikut :
Tanda % menandakan komentar dan akan diabaikan oleh Matlab, artinya
tidak akan dieksekusi. Penulisan komentar disesuaikan dengan kebutuhan
pembuat program. Dua baris berikutnya x dan y dibuat. Tanda “;”
sebagai pemisah baris perintah. Array x memuat 1000 angka berspasi rata
dalam interval [c/100 10�] sedangkan array y memuat nilai-nilai dari
sinc function y = sin(x)/x pada point tersebut. Dot operator (.) digunakan
sebelum operator divisi sebelah kanan (right division operator). Ini
memberitahukan kepada Matlab untuk melaksanakan componentwise
division dari dua deret sin(x) dan x. perintah plot mencipatkan grafik dari
sinc function dengan menggunakan titik-titik yang dihasilkan oleh dua
baris sebelumnya. Terakhir, perintah grid dilaksanakan, dengan
menambahkan satu grid untuk grafik.
2.12.3 Kontrol Arus Aliran
Untuk mengontrol arus perintah, Matlab menyediakan 4 alat yang dapat
digunakan yaitu (Hartanto&Prasetyo,2003:18) :
1. Perulangan for
Sintaks dari perulangan for adalah sebagai berikut :
For variabel = skalar:skalar
Pernyataan
….
40
pernyataan
end
2. perulangan while
Sintaks dari perulangan while adalah sebagai berikut :
while expression op_rel expression
pernyataan
end
dimana op_rel adalah ==, <, >, <=, >=, atau ~=.
3. Konstruksi perulangan if-else-end
Sintaks dari konstruksi perulangan if-else-end adalah sebagai
berikut :
If expression
Pernyataan
End
Kontruksi di atas digunakan jika hanya ada satu alternatif. Jika ada
2 alternatif maka konstruksi yang digunakan adalah sebagai berikut
:
If expression
Pernyataan
Else
Pernyataan
End
41
Sedangkan jika ada lebih dari 2 alternatif, maka kontruksi yang
digunakan adalah :
If expression1
Pernyataan
Elseif expression2
Pernyataan
Elseif …
.
.
Else
Pernyataan
end
4. konstruksi perulangan switch-case
Sintaks dari konstruksi switch-case adalah sebagai berikut :
Switch expression (skalar atau string)
Case nilai1
Case nilai2
.
.
Otherwise
Pernyataan
End
42
2.12.4 Pembuatan Grafik
a. Grafik 2 dimensi
Fungsi dasar yang digunakan untuk membuat grafik 2 dimensi adalah
fungsi plot. Fungsi ini menggunakan satu angka variabel dari argumen
input. Ada pula fungsi subplot yang digunakan untuk memplot beberapa
grafik di figure window yang sama. Untuk definisi penuh dari fungsi ini
kita dapat mengetikkan help plot dalam command window.
b. Grafik 3 dimensi
Matlab mempunyai beberapa fungsi tersendiri untuk memplot objek 3
dimensi. Fungsi-fungsi tersebut adalah plot kurva di ruangan (plot 3), mesh
surface (mesh), surface (surf), dan plot kontur (countor). Juga ada 2 fungsi
untuk memplot permukaan khusus, sphere dan cylinder. Penjelasan
tentang fungsi-fungsi ini juga dapat diketahui dengan mengetikkan help
graph3d pada command window.
2.13 Literatur Sejenis
Pada penelitian ini penulis mengambil studi literatur sejenis yang akan
digunakan sebagai acuan pembuatan aplikasi untuk membedakan hal-hal yang
sudah dilakukan dan menentukan hal-hal yang perlu dilakukan. Literatur yang
diambil sebagai perbandingan terutama yang berkaitan dengan diagnosis penyakit
dan penggunaan logika fuzzy. Studi literatur sejenis diambil dari 2 buah skripsi, 1
skripsi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan 1 skripsi mahasiswa ITS.
Skripsi Fitriyanti (2010) dengan judul “Diagnosis Penyakit TBC Paru
dan Asma Bronkial Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan
43
Backpropagation ”. Penyakit TBC Paru dan Asma Bronkial sulit dibedakan
karena memiliki gejala klinis yang mirip sehingga perlu adanya sebuah sistem
yang membantu membedakan mana penyakit TBC Paru dan Asma Bronkial.
Sistem jaringan saraf tiruan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah
dimana input dan output memiliki hubungan yang sangat sulit dijabarkan. Tujuan
dari aplikasi ini adalah mengaplikasikan metode jaringan syaraf tiruan dengan
algoritma backpropagation yang dapat melakukan tugas dalam mendeteksi
kondisi penyakit TBC Paru dan Asma Bronkial berdasarkan gejala-gejala yang
sering terjadi pada manusia. Aplikasi yang dibuat peneliti telah berhasil
menerapkan jaringan saraf tiruan metode backpropagation untuk diagnosis TBC
Paru dan Asma Bronkial. Kekurangan aplikasi ini adalah tidak dapat
mengakomodasi data fuzzy.
Skripsi Riri Kusumarani (2004) dengan judul “Aplikasi Sistem Pakar
dalam Pendeteksian Penyakit Demam Berdarah Dengue Menggunakan
Microsoft Visual Basic 6.0 ”. Sistem pakar adalah sistem yang berusaha
mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat
menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Penyakit
Demam Berdarah Dengue tentunya bukan suatu penyakit yang tergolong baru di
masayarakat Indonesia. Penyakit yang bisa dibilang rutin datang setiap lima tahun
sekali. Ini sesungguhnya sangat meresahkan. Peyakit ini sendiri sangat cepat
penyebarannya dengan bantuan vektor nyamuk Aedes aegypti. Gejala yang timbul
pada penderita sangatlah umum, hal ini menyebabkan banyak penderita yang
terlambat dalam penanganannya sehingga berakibat fatal (meninggal). Aplikasi
44
yang dibuat menghadirkan fitur-fitur tentang informasi DBD. Selain itu juga
menghadirkan fitur pendeteksian penyakit DBD. Aplikasi telah memenuhi
tujuannya untuk mendeteksi penyakit DBD. Hanya saja masih terbatas pada 1
penyakit saja yaitu DBD serta hanya mengakomodasi nilai biasa (crisp value).
Dari uraian di atas, maka penulis mencoba menerapkan logika fuzzy untuk
diagnosis 2 buah penyakit yaitu DBD dan demam tifoid yang memiliki kemiripan
gejala dengan 5 buah gejala klinis sebagai parameter masukan.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi metode pengumpulan data dan metode pengembangan sistem dilengkapi
dengan alasan penulis menggunakan metode pengembangan sistem tersebut.
Dalam penelitian diperlukan data-data yang dapat menunjang penelitian
sehingga diperlukan metode pengumpulan data. Sementara itu, untuk
mengembangkan sistem penulis menggunakan Rapid Application Development.
Bab ini akan menguraikan metode pengumpulan data dan metode pengembangan
sistem yang penulis gunakan beserta alasan penulis menggunakan RAD sebagai
metode pengembangan sistem.
3.1 Metode Pengumpulan Data
Data menjadi hal yang penting dalam sebuah proses penelitian, oleh
karena data tersebut akan menjadi dasar dari penelitian itu sendiri. Untuk
pengumpulan data, penulis menggunakan 2 metode yaitu :
1. Wawancara
Penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan data yang akan
dimasukkan sebagai knowledge base sistem. Adapun yang menjadi pakar adalah
dr. Indra Kusuma. Wawancara dilakukan di Rumah Bersalin Gratis Rumah Zakat
di Pulogadung, Jakarta Timur sebanyak 2 kali yakni pada tanggal 23 Oktober
2010 untuk mendapatkan data parameter fuzzy beserta keanggotaannya. Sementara
yang kedua dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2010 untuk penentuan basis aturan
46
(rule base) fuzzy. Dari hasil wawancara juga didapatkan bentuk pertanyaan-
pertanyaan yang akan digunakan pada model aplikasi pakar.
2. Studi pustaka
Penulis mengumpulkan dan mempelajari data dan informasi dari berbagai
sumber literatur baik cetak maupun elektronik yang berkaitan dengan logika fuzzy
diagnosis penyakit DBD dan demam tifoid. Sumber-sumber yang penullis
gunakan berasal dari buku referensi, hasil penelitian (skripsi), jurnal online, buku
pedoman serta artikel dari berbagai sumber.
Adapun sumber utama yang dijadikan referensi oleh penulis yaitu buku-
buku seperti berikut :
1. Artificial Intelligence, Teknik dan Aplikasinya, Sri Kusumadewi, 2003,
Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
2. Buku pedoman Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, 2004,
Penyunting Sri Rezeki, diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI Dirjen
P2MLP, Jakarta.
3. Buku pedoman Demam Tifoid; Peran Mediator, Diagnosis dan Terapi, 2000,
penyunting H. Iskandar Zulkarnain diterbitkan oleh Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.
4. Rekayasa Perangkat Lunak, 2006, Al Bahra Bin Ladjamudin, Penerbit Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Untuk data lebih lengkap mengenai rujukan yang penulis ambil dapat
dilihat di daftar pustaka.
47
Penulis juga melakukan studi literatur sejenis guna membandingkannya
dengan penelitian yang akan dibuat. Hasil studi literatur sejenis dapat dilihat di
BAB II Subbab 2.13.
3.2 Metode Pengembangan Sistem
Untuk metode pengembangan sistem, penulis menggunakan 5 fase dalam
model RAD yakni communication, planning, modelling, construction dan
deployment (Pressman : 2005). Penjelasan lebih lanjut mengenai RAD lihat bab II
subbab 2.11.2.
Model RAD digunakan dengan tujuan mempersingkat waktu pengerjaan
aplikasi serta proses yang dihasilkan didapatkan secara cepat dan tepat.
1. Communication
Pada tahap communication dilakukan proses komunikasi, yaitu proses
memahami permasalahan dan karakteristik informasi yang harus diakomodasi,
melalui studi literatur yang dilakukan di awal.
Informasi-informasi yang didapatkan akan diolah pada tahap berikutnya.
Informasi tersebut akan digunakan untuk membangun aplikasi yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna dan dapat menjawab permasalahan yang diangkat pada latar
belakang dilakukannya penelitian.
Permasalahan yang harus dipecahkan oleh sistem ini adalah membuat
model logika fuzzy dengan cara membuat rule-rule atau aturan yang berjalan pada
sistem sehingga sistem dapat menjalankan fungsinya mendiagnosis suatu penyakit
apakah termasuk penyakit DBD ataukah demam tifoid berdasarkan gejala-gejala
klinis yang diberikan kedalam sistem.
48
Adapun tujuan dari sistem adalah mendiagnosis penyakit DBD atau
demam tifoid sesuai dengan gejala klinis yang diberikan. Input sistem berupa
gejala-gejala klinis suatu penyakit. Output sistem berupa diagnosis penyakit
termasuk DBD atau demam tifoid beserta tata laksananya.
2. Planning
Pada tahap planning dilakukan perencanaan proses yang akan dijalankan,
dengan mengidentifikasi syarat-syarat informasi yang ditimbulkan dari tujuan-
tujuan tersebut. Perencanaan proses itu dilakukan berdasarkan informasi yang
telah didapatkan dari tahap pertama komunikasi. Pada tahap ini penulis
melakukan penentuan yaitu :
a. Fungsi keanggotaan fuzzy input (premis) yang digunakan adalah fungsi
Gaussian (gaussmf), zmf dan smf, sementara untuk fuzzy output digunakan
fungsi trimf.
b. Penerapan fuzzy logic pada tahap inferensi menggunakan metode Mamdani,
karena output aplikasi berupa bilangan fuzzy.
c. Pembuatan aturan fuzzy serta pemberian skor parameter input dan output
dibantu oleh pakar yaitu dokter.
d. Proses defuzzyfikasi menggunakan metode rata-rata terbobot (weighted
average).
3. Modelling
Pada tahap modelling dilakukan pemodelan informasi yang harus di
akomodasi, proses-proses yang terjadi pada aplikasi, interface yang akan
dipergunakan, dan data yang diperlukan selama penggunaan aplikasi.
49
a. Business modeling
Pada tahap ini dilakukan pemodelan bisnis yang akan berjalan pada sistem.
b. Data modelling
Pada tahap ini dilakukan perancangan struktur data yang akan digunakan
untuk pengolahan data.. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada pembahasan
BAB IV subbab 4.3.2.
c. Process modelling
Pada tahap ini dilakukan perancangan proses yang terdapat pada sistem
yakni proses input data hingga sistem menghasilkan output.
d. Perancangan antarmuka (interface)
4. Construction
Pada tahap construction, proses logika fuzzy sesuai dengan hasil
pemodelan pada tahap sebelumnya diterapkan dengan menggunakan kode-kode
program. Tool yang penulis gunakan adalah Matlab 7.8.0 (R2009a). Alasan
penggunaan Matlab adalah seperti yang telah dijelaskan pada bab I subbab 1.1.
Kode program lengkap dapat dilihat di lampiran E. Pada tahap ini juga dilakukan
pengujian. Pengujian yang digunakan adalah dengan pendekatan black box test
dengan metode unit test dan integration test yang akan menguji program secara
keseluruhan sehingga dapat diketahui keberhasilan pengembangan aplikasi
meliputi pengujian input dan output. Hasil pengujian dapat dilihat pada bab IV
subbab 4.4.3.
50
5. Deployment
Pada tahap deployment dilakukan penyatuan keseluruhan modul program
yang telah diuji dan siap dipakai kemudian pengiriman (delivery) dan umpan balik
(feedback). Pada penelitian ini, hanya samapi pada tahapan construction karena
penelitian ini dilakukan bukan digunakan langsung oleh pelanggan.
3.3 Alasan Penulis Menggunakan RAD
Dari berbagai model pengembangan sistem yang ada, penulis
menggunakan model RAD dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Aplikasi yang akan dikembangkan merupakan aplikasi yang sederhana dan
tidak memerlukan waktu yang lama. Metode RAD digunakan untuk
pengembangan sistem yang seperti ini (Kendall&Kendall,2006:237).
2. Pengembangan aplikasi dalam implementasinya tidak memiliki fase
pemeliharaan karena merupakan aplikasi yang sederhana oleh karena itu
penulis menggunakan metode RAD bukannya metode sekuensial linear
(Pressman, 2005:83).
3. Aplikasi tidak memerlukan tahapan yang panjang seperti halnya jika kita
ingin menggunakan model spiral yang merupakan salah satu model
evolusioner yang memiliki waktu yang cukup panjang dalam pengembangan
software (Proboyekti, 2004:1).
4. Salah satu kekurangan model formal adalah banyak memakan waktu dan
mahal (Pressman, 2002:54) sementara aplikasi ini tidak banyak memerlukan
waktu dan biaya.
51
Gambar 3.1 Kerangka pengembangan sistem
Studi
Pustaka Identifikasi Masalah
Akuisisi
Pengetahuan
Pengembangan
Model logika fuzzy
Pengembangan
Aplikasi
Wawancara
Pakar
Program
Matlab
Pengembangan Sistem
Ujicoba (testing)
Pembahasan, kesimpulan, dokumentasi dan
penulisan laporan
Sesuai Harapan
Mulai
Ya
Tidak
Selesai
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan lebih lanjut lagi mengenai proses
perancangan serta implementasinya dalam program termasuk proses pengujian
program.
4.1 Communication
Berdasarkan penjabaran latar belakang yang telah dijelaskan pada Bab I
subbab 1.1 dan studi literatur yang dijelaskan pada Bab II subbab 2.13, maka
diperlukan pengembangan model logika fuzzy untuk diagnosis DBD dan demam
tifoid, dengan pendekatan sistem pakar untuk pengembangan sistemnya sehingga
diharapkan dapat menjawab permasalahan yang telah dijelaskan pada subbab 1.2.
4.2 Planning
Dari analisis permasalahan yang telah diketahui pada tahap sebelumnya,
maka dibuatlah perencanaan untuk mengembangkan model logika fuzzy diagnosis
DBD dan demam tifoid serta pengembangan aplikasi dengan pendekatan sistem
pakar untuk aplikasi antarmukanya.
Pemodelan logika fuzzy akan menggunakan software Matlab karena
pertimbangan kemudahan dan keandalan komputasinya. Untuk dapat membangun
pemodelan logika fuzzy diperlukan data-data yang akan menjadi parameter logika
fuzzy. Data-data yang digunakan adalah data gejala klinis penyakit DBD dan
demam tifoid yang memiliki kemiripan dengan ciri khas yang berbeda untuk
masing-masing penyakit.
53
Sistem kerja aplikasi antarmuka mengadopsi cara kerja sistem pakar
karena memang pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan sistem pakar.
Aplikasi akan menerima input parameter berupa gejala-gejala klinis dan
selanjutnya aplikasi akan memberikan output berupa hasil diagnosis.
Parameter yang akan digunakan adalah gejala-gejala klinis penyakit DBD
dan demam tifoid diantaranya : demam, nyeri otot dan sendi extrimis atas (tangan
dan lengan) dan extrimis bawah (kaki), manifestasi pendarahan seperti pendarahan
pada hidung dan gusi serta uji tornikuet positif, adanya gangguan pencernaan,
serta pemeriksaan lidah apakah berselaput atau tidak.
Perbandingan gejala antara DBD dan demam tifoid ditampilkan pada tabel
berikut :
Tabel 4.1 Perbandingan gejala DBD dan demam tifoid
No Gejala DBD Demam Tifoid
1. Demam
Muncul mendadak dan
suhu mencapai 40� C,
bertahan tinggi selama
2-3 hari
Muncul bertahap
perlahan hingga rentang
waktu 1 minggu
2. Nyeri otot dan sendi
extrimis atas dan bawah
Sangat mengganggu
pasien dan sering
dikeluhkan
Muncul, namun tidak
terlalu mengganggu
sehingga jarang
dikeluhkan
3. Manifestasi pendarahan
Pendarahan spontan, uji
tornikuet positif bahkan
sampai pada tahap
hematemesis dan
melena
Pendarahan pada hidung
dan gusi sedikit serta uji
tornikuet negative
4. Gangguan pencernaan
Jarang terjadi
konstipasi ataupun
diare
Sering terjadi konstipasi
atau diare
5. Kondisi lidah Warna lidah relatif
normal
Lidah berselaput, kotor di
tenngah dan ujung merah
dan tremor
(sumber : hasil wawancara)
54
4.3 Modelling
4.3.1 Business Modelling
Tujuan dari perancangan aplikasi ini adalah merancang suatu
model logika fuzzy untuk diagnosis penyakit demam berdarah atau demam
tifoid berdasarkan input gejala-gejala klinis tertentu Adapun kebutuhan
sistem adalah data-data gejala klinis penyakit demam berdarah dan demam
tifoid seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada poin 4.2 untuk
pembentukan aturan fuzzy. Sementara untuk diagnosis demam berdarah
dan demam tifoid digunakan pendekatan sistem pakar.
Adapun untuk antarmuka program akan dirancang dengan
menggunakan tools Matlab 7.8.0. karena keunggulannya dalam komputasi
numerik dan visualisasi data. Penjelasan tentang Matlab dijelaskan pada
BAB II subbab 2.12.
4.3.2 Data Modelling
4.3.2.1 Basis Data Fuzzy
Desain struktur data menggunakan himpunan fuzzy yang
dibedakan menjadi kriteria dan parameter. Kriteria yakni gejala
klinis demam berdarah dengue dan demam tifoid yaitu demam,
nyeri otot dan sendi, manifestasi pendarahan, gangguan pencernaan
dan kondisi lidah. Masing-masing kriteria memiliki parameter yang
mencerminkan keanggotaan himpunan fuzzy atau membership
function (mf). Kriteria, parameter dan nilai fungsi keanggotaan
diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pakar. Untuk
55
masing-masing kriteria terdiri dari 3 parameter dengan atribut nilai
yang sama namun atribut linguistik yang berbeda-beda. Atribut
nilai berkisar antara 0 – 10. Untuk fungsi keanggotaan atribut nilai
rendah (0 – 3,6) digunakan fungsi bentuk Z (zmf), atribut nilai
sedang (1,69 – 5) digunakan fungsi Gaussian (gaussmf) dan atribut
nilai tinggi (6,49 – 9,6) digunakan fungsi bentuk S (smf) .
Demam terdiri dari 3 parameter yaitu mendadak, ragu-ragu
dan bertahap. Penilaian demam didasarkan pada asumsi demam
tinggi (antara 38�C sampai dengan 40�C) dan dibedakan dari sifat
kemunculan demam tersebut. Demam dikatakan mendadak jika
muncul secara tiba-tiba dan langsung meninggi hingga 40�C serta
bertahan untuk waktu 2-3 hari. Demam dikategorikan sebagai ragu-
ragu jika suhu tubuh meningkat bertahap namun tidak bertahan
pada suhu tertentu dalam jangka waktu lama (2-3 hari), misalnya
demam hanya muncul pada sore atau malam hari saja. Demam
dikategorikan bertahap jika kenaikan suhu setiap harinya naik
secara perlahan sampai rentang waktu 1 minggu. Nilai fuzzy
demam disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.2 Nilai fuzzy demam
Demam Nilai skor Pengukuran
Bertahap 0,00 – 3,21 Suhu tubuh naik bertahap 1 minggu
Ragu-ragu 1,69 – 5,00 Demam hilang timbul pagi dan
malam hari
Mendadak 6,49 – 9,60 Muncul tiba-tiba, bertahan tinggi 2-3
hari
56
Fungsi keanggotaan demam adalah sebagai berikut :
Gambar 4.1 Membership function demam
Dari gambar di atas terlihat bahwa derajat keanggotaan
demam bertahap akan maksimal (nilai mf 1) dicapai ketika nilai
demam 0-1 dan minimal (nilai mf 0) dicapai ketika nilai demam ≥
3,21. Derajat keanggotaan demam ragu-ragu maksimal (nilai mf 1)
dicapai ketika nilai demam 5 dan minimal (nilai mf 0) dicapai
ketika nilai demam 0 atau 10. Derajat keanggotaan demam
mendadak maksimal (nilai mf 1) dicapai ketika nilai demam 9,6
dan minimal (nilai mf 0) dicapai ketika nilai demam ≤ 6,49.
Nyeri otot dan sendi terdiri dari 3 parameter, tidak
mengganggu, mengganggu dan sangat mengganggu. Penilaian
nyeri otot dan sendi didasarkan pada keluhan pasien akan nyeri otot
dan sendi pada bagian extrimis atas meliputi lengan dan tangan
serta bagian extrimis bawah meliputi kaki apakah tidak
mengganggu, mengganggu atau sangat mengganggu pasien.
57
Tabel 4.3 Nilai fuzzy nyeri otot dan sendi
Nyeri otot&sendi Nilai skor Pengukuran
Tidak mengganggu 0,00 – 3,60 Tidak ada keluhan
Mengganggu 1,69 – 5,00 Ada keluhan tetapi tidak terlalu
mengganggu
Sangat mengganggu 6,49 – 9,60 Sangat mengganggu dan
dikeluhkan pasien
Fungsi keanggotaan nyeri otot dan sendi adalah sebagai
berikut :
Gambar 4.2 Membership function nyeri otot dan sendi
Dari gambar di atas terlihat bahwa derajat keanggotaan
nyeri otot dan sendi tidak mengganggu akan maksimal (nilai mf 1)
dicapai ketika nilai nyeri otot dan sendi 0-1 dan minimal (nilai mf
0) dicapai ketika nilai nyeri otot dan sendi ≥ 3,6. Derajat
keanggotaan nyeri otot dan sendi mengganggu maksimal (nilai mf
1) dicapai ketika nilai nyeri otot dan sendi 5 dan minimal (nilai mf
0) dicapai ketika nilai nyeri otot dan sendi 0 atau 10. Derajat
keanggotaan nyeri otot dan sendi sangat mengganggu akan
maksimal (nilai mf 1) dicapai ketika nilai nyeri otot dan sendi 9,6
dan minimal (nilai mf 0) dicapai ketika nilai nyeri otot dan sendi ≤
6,49.
58
Manifestasi pendarahan terdiri dari 3 parameter yaitu tidak
jelas, ragu-ragu dan sangat jelas. Penilaian ini berdasarkan hasil
pengamatan pendarahan pada hidung dan gusi, sifat pendarahan
yang spontan atau tidak serta uji tornikuet. Termasuk kategori tidak
jelas jika pendarahan pada hidung dan gusi sedikit serta tidak
spontan. Termasuk kategori ragu-ragu jika pendarahan terjadi
spontan pada hidung, gusi serta kulit ditambah lagi dengan hasil uji
tornikuet positif. Termasuk kategori sangat jelas jika pasien telah
sampai pada tahap hematemesis atau melena.
Tabel 4.4 Nilai fuzzy manifestasi pendarahan
Manifestasi pendarahan Nilai skor Pengukuran
Tidak jelas 0,00 – 3,60 Pendarahan hidung dan gusi
sedikit dan tidak spontan
Jelas 1,69 – 5,00 Pendarahan hidung dan gusi
spontan, uji tornikuet positif
Sangat Jelas 6,49 – 9,60 Hematemesis atau melena
Fungsi keanggotaan manifestasi pendarahan adalah sebagai
berikut :
Gambar 4.3 Membership function manifestasi pendarahan
59
Dari gambar di atas terlihat bahwa derajat keanggotaan
pendarahan tidak jelas akan maksimal (nilai mf 1) dicapai ketika
nilai pendarahan 0-1 dan minimal (nilai mf 0) dicapai ketika nilai
pendarahan ≥ 3,6. Derajat keanggotaan pendarahan jelas akan
maksimal (nilai mf 1) dicapai ketika nilai pendarahan 5 dan
minimal (nilai mf 0) dicapai ketika nilai pendarahan 0 atau 10.
Derajat keanggotaan pendarahan sangat jelas akan maksimal (nilai
mf 1) dicapai ketika nilai pendarahan 9,6 dan minimal (nilai mf 0)
dicapai ketika nilai pendarahan ≤ 6,49.
Kriteria gangguan pencernaan terbagi dalam 3 parameter
yaitu terjadi gangguan pencernaan, ragu-ragu dan tidak terjadi
gangguan pencernaan. Penilaian ini didasarkan pada hasil keluhan
pasien apakah terjadi gangguan pencernaan seperti konstipasi atau
diare (tidak termasuk mual).
Tabel 4.5 Nilai fuzzy gangguan pencernaan
Gangguan
pencernaan
Nilai skor Pengukuran
Terjadi 0,00 – 3,60 Terjadi konstipasi atau diare
dengan frekuensi tinggi
Ragu-ragu 1,69 – 5,00
Terjadi konstipasi atau diare
tapi dengan frekuensi
rendah
Tidak tejadi 6,49 – 9,60 Tidak terjadi konstipasi atau
diare
60
Fungsi keanggotaan gangguan pencernaan adalah sebagai
berikut :
Gambar 4.4 Membership function gangguan pencernaan
Dari gambar di atas terlihat bahwa derajat keanggotaan
gangguan pencernaan terjadi akan maksimal (nilai mf 1) dicapai
ketika nilai gangguan pencernaan 0-1 dan minimal (nilai mf 0)
dicapai ketika nilai gangguan pencernaan ≥ 3,6. Derajat
keanggotaan gangguan pencernaan ragu-ragu akan maksimal (nilai
mf 1) dicapai ketika nilai gangguan pencernaan 5 dan minimal
(nilai mf 0) dicapai ketika nilai gangguan pencernaan 0 atau 10.
Derajat keanggotaan gangguan pencernaan tidak terjadi akan
maksimal (nilai mf 1) dicapai ketika nilai gangguan pencernaan 9,6
dan minimal (nilai mf 0) dicapai ketika nilai gangguan pencernaan
≤ 6,49.
Kriteria kondisi lidah memiliki 3 parameter yaitu lidah
berselaput, ragu-ragu, dan tidak berselaput. Penilaian ini didasarkan
pada hasil pengamatan kondisi lidah pasien. Kategori lidah
61
berselaput jika pada lidah pasien kotor di tengah sementara di tepi
dan ujung berwarna merah dan tremor.
Tabel 4.6 Nilai fuzzy kondisi lidah
Kondisi lidah Nilai skor Pengukuran
Berselaput 0,00 – 3,60 Lidah kotor di tengah, tepi
dan ujung merah
Ragu-ragu 1,69 – 5,00 Tidak terlihat jelas apakah
berselaput atau tidak
Tidak berselaput 6,49 – 9,60 Warna lidah normal
Fungsi keanggotaan gangguan pencernaan adalah sebagai
berikut :
Gambar 4.5 Membership function kondisi lidah
Dari gambar di atas terlihat bahwa derajat keanggotaan
kondisi lidah berselaput akan maksimal (nilai mf 1) dicapai ketika
nilai kondisi lidah 0-1 dan minimal (nilai mf 0) dicapai ketika nilai
kondisi lidah ≥ 3,6. Derajat keanggotaan kondisi lidah ragu-ragu
akan maksimal (nilai mf 1) dicapai ketika nilai kondisi lidah 5 dan
minimal (nilai mf 0) dicapai ketika nilai kondisi lidah 0 atau 10.
Derajat keanggotaan kondisi lidah tidak berselaput akan maksimal
62
(nilai mf 1) dicapai ketika nilai kondisi lidah 9,6 dan minimal (nilai
mf 0) dicapai ketika nilai kondisi lidah ≤ 6,49.
4.3.2.2 Basis Aturan
Pada penghitungan data fuzzy digunakan kaidah IF THEN.
Aturan dibuat berdasarkan pendapat pakar yaitu dokter. Pada
penelitian ini ada 5 kriteria dengan masing-masing 3 parameter
(membership function) sehingga jumlah aturan yang terbentuk yaitu
3� = 243 aturan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada
lampiran A.
4.3.2.3 Perancangan Output
Output dari aplikasi yang merupakan kesimpulan fuzzy
logic diinterpretasikan kedalam 4 kategori yang didapatkan dengan
cara membuat fungsi keanggotaan output data. Atribut linguistik
output adalah demam tifoid, observasi, cek laboratorium dan DBD.
Adapaun atribut nilai fungsi keanggotaan berkisar antara 0 -10.
Fungsi keanggotaan yang digunakan untuk output adalah fungsi
triangular atau segitiga.
Tabel 4.7 Nilai minimal dan maksimal output
Jenis Sampel Data Nilai Minimal Nilai Maksimal
Demam tifoid 0,00 3,99
Observasi 3,00 5,99
Cek laboratorium 5,00 7,99
DBD 7,00 10,00
63
Sedangkan fungsi keanggotaannya sebagai berikut :
Gambar 4.6 Membership function output
Interpretasi kesimpulan logika fuzzy dipresentasikan
sebagai diagnosis DBD atau demam tifoid, cek laboratorium dan
observasi dengan kemungkinan senilai dengan nilai output hasil
defuzzyfikasi sehingga dapat dipertimbangkan untuk penanganan
dini terhadap hasil diagnosis.
Kesimpulan hasil diagnosis demam tifoid (diagnosis0) akan
didapatkan ketika nilai output bernilai 0 - 3,99 dengan interpretasi
sebagai berikut :
Kemungkinan besar penderita terserang penyakit demam
tifoid
Tata Laksana :
1. Berikan segera cairan pengganti seperti oralit
2. Perhatikan tanda vital penderita : nadi, tekanan darah,
respirasi dan temperature
64
Kesimpulan hasil diagnosis observasi (diagnosis1) akan
didapatkan ketika niali output bernilai 3,00 - 5,99 dengan
interpretasi sebagai berikut :
Penderita harus tetap dalam observasi
Tata Lakana :
1. Perhatikan tekanan darah, respirasi dan temperature
2. Perhatikan kadar hematokrit, apabila kadar hematokrit
meningkat lebih dari 20% dari harga normal sebaiknya
penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi
selam kurun waktu 12-24 jam.
3. Periksa darah penderita apakah terdapat Salmonella typhii
atau Salmonella paratyphii
Kesimpulan hasil diagnosis cek laboratorium (diagnosis2)
akan didapatkan ketika nilai output bernilai 5,00 - 7,99 dengan
interpretasi sebagai berikut :
Penderita sebaiknya cek di laboratorium
Tata laksana :
1. Perhatikan nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur
2. Segera periksa penderita ke laboratorium jika tanda vital
menurun dan kadar hematokrit tidak stabil
Kesimpulan hasil diagnosis DBD (diagnosis3) akan
didapatkan ketika nilai output bernilai 7,00 - 10 dengan interpretasi
sebagai berikut :
65
Kemungkinan besar penderita terserang penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD)
Tata Laksana :
1. Bila penderita masih memiliki keinginan makan dan
minum, turunkan panas tinggi yang mendadak dengan
paracetamol 10-15 mgBB setiap 3-4 jam diulangi jika
symptom panas masih nyata di atas ��, �
2. Jika panas memasuki hari 3,4 dan 5 penderita sebaiknya
dirawat inap dan dianjurkan banyak minum air buah atau
oralit
3. Segera periksa ke lab jika tanda vital menurun
4.3.3 Process Modelling
Perancangan proses akan digambarkan melalui flowchart dan STD.
Adapun flowchart proses yang akan dirancang yaitu :
66
a. Flowchart
Gambar 4.7 Flowchart proses keseluruhan
b. State Transition Diagrams (STD)
1). STD Menu Utama
Gambar 4.8 STD Menu Utama
Keluar Klik
Profil Klik
Tentang Klik
Petunjuk Klik
Masuk Klik
Menu
Utama
Masuk
Keluar
Tentang DBD&Tifoid
Petunjuk Pemakaian
Profil
67
2) STD Masuk
Gambar 4.9 STD Masuk
3) STD Petunjuk Pemakaian
Gambar 4.10 STD Petunjuk Pemakaian
4) STD Tentang DBD dan Tifoid
Gambar 4.11 STD Tentang DBD dan Tifoid
Klik Menu
Utama
Klik Ke
Gejala 3
Klik
Diagnosi
s
Klik Ulangi Input Gejala
Klik Ke
Gejala 2
Klik Masuk
Menu Utama
Gejala 1 Gejala 2
Klik Ke
Gejala 4 Gejala 3 Gejala 4
Klik Ke
Gejala 5
Gejala 5
Diagnosis
Klik Hasil
Diagnosis
Hasil Diagnosis
Klik Keluar
Keluar
Klik Menu
Utama
Klik Petunjuk
Menu Utama
Petunjuk
Pemakaian
Klik Menu
Utama
KlikTentang
Menu Utama
Tentang DBD
& Tifoid
68
5) STD Profil
Gambar 4.12 STD Profil
4.3.4 Arsitektur
Gambar berikut menjelaskan perancangan arsitektur program
logika fuzzy diagnosis DBD dan demam tifoid :
Gambar 4.13 Arsitektur logika fuzzy diagnosis
4.3.5 Simulasi Manual
Menjalankan simulasi sistem dengan menggunakan sebuah contoh
kasus dengan mengambil satu nilai contoh yaitu nilai demam 8, nilai nyeri
otot dan sendi 6, nilai pendarahan 6, nilai gangguan pencernaan 7 dan nilai
kondisi lidah 8.
1. Fuzzyfikasi
Langkah pertama adalah mengkonversi semua nilai skor kedalam nilai
fuzzy. Setiap variabel input menggunakan 3 jenis kurva, bentuk Z,
Gaussian, dan bentuk S (lihat bab IV, subbab 4.3.2.1 )
Klik Menu
Utama
Klik Profil
Menu Utama
Profil
69
a. Variabel demam = 8
Fungsi keanggotaannya :
µO Bertahap [a] = � 1; � � 1 ��,������,���� ; 1 � � � 3,21 0; � � 3,21�
µO Ragu [a] = �0; � � 0 ���� � � 10 �������� ; 0 � � � 5�������� ; 5 � � � 10 �
µO Mendadak [a] = � 0; � � 6,49 ���",#$�$,"��".#$ ; 6,49 � � � 9,601; � � 9,60� Skor demam 8 berada pada himpunan fuzzy Ragu dan Mendadak.
Derajat keanggotaan untuk himpunan fuzzy Ragu dihitung dengan
menggunakan rumus µO Ragu [a] = (10-a)/(10-5) sehingga derajat
keanggotaan untuk Ragu adalah (10-8)/(10-5)= 0,4. Derajat keanggotaan
untuk himpunan fuzzy Mendadak dihitung dengan menggunakan rumus
(a-6,49)/(9,60-6,49) sehingga derajat keanggotaan Mendadak adalah (8-
6,49)/(9,60-6,49) = 0,4855305466 (nilai dibulatkan dengan 10 angka di
belakang koma).
b. Variabel nyeri otot dan sendi = 6
Fungsi keanggotaannya :
µO Tidak Mengganggu [b] = � 1; � � 1 ��,"�����,"��� ; 1 � � � 3,60 0; � � 3,60�
70
µO Mengganggu [b] = �0; � � 0 ���� � � 10 �������� ; 0 � � � 5�������� ; 5 � � � 10 �
µO Sangat Mengganggu [b] = � 0; � � 6,49 ���",#$�$,"��".#$ ; 6,49 � � � 9,601; � � 9,60� Skor nyeri otot dan sendi 6 berada pada himpunan fuzzy Mengganggu.
Derajat keanggotaan untuk himpunan fuzzy Mengganggu dihitung dengan
menggunakan rumus (10-a)/(10-5) sehingga derajat keanggotaan
Mengganggu adalah (10-6)/(10-5) = 0,8.
c. Variabel manifestasi pendarahan = 6
Fungsi keanggotaannya :
µO Tidak Jelas [c] = � 1; � � 1 ��,"�����,"��� ; 1 � � � 3,60 0; � � 3,60�
µO Jelas [c] = �0; � � 0 ���� � � 10 �������� ; 0 � � � 5�������� ; 5 � � � 10 �
µO Sangat Jelas [c] = � 0; � � 6,49 ���",#$�$,"��".#$ ; 6,49 � � � 9,601; � � 3,21� Skor manifestasi pendarahan 6 berada pada himpunan fuzzy Jelas.
Derajat keanggotaan Jelas dihitung dengan menggunakan rumus (10-
a)/(10-5) sehingga derajat keanggotaan Jelas adalah (10-6)/910-5) = 0,8.
d. Variabel gangguan pencernaan = 7
Fungsi keanggotaannya :
71
µO Terjadi [d] = � 1; � � 1 ��,"�����,"��� ; 1 � � � 3,60 0; � � 3,60�
µO Ragu [d] = �0; � � 0 ���� � � 10 �������� ; 0 � � � 5�������� ; 5 � � � 10 �
µO Tidak Terjadi [d] = � 0; � � 6,49 ���",#$�$,"��".#$ ; 6,49 � � � 9,601; � � 3,21� Skor gangguan pencernaan 7 berada pada himpunan fuzzy Ragu dan
Tidak Terjadi. Derajat keanggotaan Ragu dihitung dengan rumus (10-
a)/(10-5) sehingga derajat keanggotaan Ragu adalah (10-7)/(10-5) = 0,6.
Derajat keanggotaan Tidak Terjadi dihitung dengan menggunakan rumus
(a-6,49)/(9,60-6,49) sehingga derajat keanggotaan Tidak Terjadi adalah (7-
6,49)/(9,60-6,49) = 0,1639871382.
e. Variabel kondisi lidah = 8
Fungsi keanggotaannya :
µO Berselaput [e] = � 1; � � 1 ��,"�����,"��� ; 1 � � � 3,60 0; � � 3,60�
µO Ragu [e] = �0; � � 0 ���� � � 10 �������� ; 0 � � � 5�������� ; 5 � � � 10 �
µO Tidak Berselaput [e] = � 0; � � 6,49 ���",#$�$,"��".#$ ; 6,49 � � � 9,601; � � 3,21�
72
Skor gangguan pencernaan 8 berada pada himpunan fuzzy Ragu dan
Tidak Berselaput. Derajat keanggotaan Ragu dihitung dengan rumus (10-
a)/(10-5) sehingga derajat keanggotaan Ragu adalah (10-8)/(10-5) = 0,4.
Derajat keanggotaan Tidak Berselaput dihitung dengan menggunakan
rumus (a-6,49)/(9,60-6,49) sehingga derajat keanggotaan Tidak Terjadi
adalah (8-6,49)/(9,60-6,49) = 0,4855305466.
2. Inferensi
Pada tahap ini dilakukan proses inferensi dengan metode Mamdani.
Dari 8 data fuzzy input tersebut, Demam = Ragu (0,4) dan Demam =
Mendadak (0,4855305466), nyeri otot dan sendi = Mengganggu (0,8),
manifestasi pendarahan =Jelas (0,8), gangguan pencernaan = Ragu (0,6)
dan gangguan pencernaan = Tidak Terjadi (0,1639871382), kondisi lidah =
Ragu (0,4) dan kondisi lidah = Tidak Berselaput (0,4855305466), berarti
ada 8 aturan fuzzy yang dapat diaplikasikan, yaitu :
122 IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas
AND gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN
Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(0,5*P)+(0,5*GC)+(0,5*L)+2)/5
123 IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas
AND gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN
Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(0,5*P)+(0,5*GC)+(0,75*L)+2)/5
125 IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas
AND gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN
Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(0,5*P)+(0,75*GC)+(0,5*L)+2)/5
126 IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas
AND gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN
Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(0,5*P)+(0,75*GC)+(0,75*L)+2)/5
203 IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas
AND gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN
Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(0,5*P)+(0,5*GC)+(0,5*L)+2)/5
73
204 IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas
AND gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN
Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(0,5*P)+(0,5*GC)+(0,75*L)+2)/5
207 IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sjelas
AND gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN
Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(0,5*P)+(0,75*GC)+(0,75*L)+2)/5
208 IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan
sangat_jelas AND gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN
Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(0,75*P)+(0,25*GC)+(0,25*L)+2)/5
Proses inferensi yang terjadi adalah :
&� = min (0,4 and 0,8 and 0,8 and 0,6 and 0,4)
= 0,4
&� = min (0,4 and 0,8 and 0,8 and 0,6 and 0,4855305466) = 0,4
&� = min (0,4 and 0,8 and 0,8 and 0,1639871382 and 0,4)
= 0,1639871382
&# = min (0,4 and 0,8 and 0,8 and 0,1639871382 and 0,4855305466)
= 0,1639871382
&� = min (0,4855305466 and 0,8 and 0,8 and 0,6 and 0,4)
= 0,4
&" = min (0,4855305466 and 0,8 and 0,8 and 0,6 and 0,4855305466)
= 0,4855305466
&' = min (0,4855305466 and 0,8 and 0,8 and 0,1639871382 and 0,4)
= 0,1639871382
&( = min (0,4855305466 and 0,8 and 0,8 and 0,1639871382 and
0,4855305466)
74
= 0,163987138
)� = ((0,5*8 + 0,5*6 + 0,5*6 + 0,5*7 + 0,5* 8)+2)/5 = 3,9
)� = ((0,5*8 + 0,5*6 + 0,5*6 + 0,5*7 + 0,75*8)+2)/5 = 4,3
)� = ((0,5*8 + 0,5*6 + 0,5*6 + 0,75*7 + 0,5*8)+2)/5 = 4,25
)# = ((0,5*8 + 0,5*6 + 0,5*6 + 0,75*7 + 0,75*8)+2)/5 = 4,65
)� = ((0,75*8 + 0,5*6 + 0,5*6 + 0,5*7 + 0,5*8)+2)/5 = 4,3
)" = ((0,75*8 + 0,5*6 + 0,5*6 + 0,5*7 + 0,75*8)+2)/5 = 4,7
)' = ((0,75*8 + 0,5*6 + 0,5*6 + 0,75*7 + 0,5*8)+2)/5 = 4,65
)( = ((0,75*8 + 0,5*6 + 0,5*6 + 0,75*7 + 0,75*8)+2)/5 = 5,05
3. Defuzzyfikasi
Pada tahap ini penulis menggunakan model rata-rata terbbot untuk
proses defuzzyfikasi sehingga :
Z=∑ +,-,.,/0∑ +,.,/0
Z= �0,4 1 3,9� 2 �0,4 1 4,3� 2 �0,1639871382 1 4,25� 2 �0,1639871382 1 4,65� 2 �0,4 1 4,3� 2 �0,4855305466 1 4,7� 2 �0,1639871382 1 4.65� 2 �0,1639871382 1 5,05�0,4 2 0,4 2 0,1639871382 2 0,1639871382 2 0,4 2 0,4855305466 2 0,1639871382 2 0,1639871382
= �,�"4�,'�4�,"$"$#���'��4 �,'"��#��$�"�4�,'�4�,�(�$$��"$��4�,'"��#��$�"�4�,(�(����#'$��,�#�#'$�$$#
=��,�����#��$�#�,�#�#'$�$$# = 4,4126613567
Jadi nilai output untuk input di atas adalah 4,4126613567. Nilai ini
terdapat pada himpunan fuzzy output observasi dengan derajat keanggotaan
0.9 (lihat gambar 4.6 ).
4.3.6 Perancangan Antarmuka Pengguna (User Interface)
75
Berikut ini perancangan tampilan antar muka pengguna untuk
aplikasi ini :
1. Halaman Menu Utama
2. Halaman input gejala 1
3. Halaman input gejala 2
4. Halaman input gejala 3
5. Halaman input gejala 4
6. Halaman input gejala 5
7. Halaman Diagnosis
8. Halaman Hasil Diagnosis
9. Halaman Petunjuk Pemakaian
10. Halaman Tentang Program
11. Halaman Profil Penulis
Tampilan halaman selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
4.4 Construction
4.4.1 Instalasi Program Matlab
Sebelum berlanjut ke tahap penulisan program, terlebih dahulu
dilakukan penginstalan program Matlab. Penjelasan lebih lanjut mengenai
penginstalan program matlab dapat dilihat pada lampiran D.
4.4.2 Penulisan Program
Pada tahap ini, penulis menerjemahkan flowchart sistem kedalam
kode-kode program. Penulisan kode program yang akan digunakan yaitu
76
dengan menggunakan Matlab 7.8.0. Kode program lengkap dapat dilihat
pada lampiran E.
4.4.3 Pengujian Program
Pada tahap ini dilakukan pengujian pada program yang telah
ditulis. Pengujian dilakukan dengan pendekatan black box dengan metode
unit test dan integration test untuk melihat apakah program telah berjalan
dengan baik dan menghasilkan output bersesuaian dengan input yang
dimasukkan.
4.4.3.1 Unit Test
Pada test unit dilakukan pengujian untuk setiap modul
aplikasi mulai dari masuk ke aplikasi sampai keluar dari aplikasi.
Berikut ini merupakan hasil pengujian dengan pendekatan black
box :
Tabel 4.8 Hasil pengujian unit
No Modul Prasyarat Hasil yang
diharapkan
Error
Handling
Hasil
Pengujian
1. Masuk - Masuk ke jendela
Gejala 1 - OK
2. Gejala 1 Menu Masuk
Memasukan data fungsi
keanggotaan gejala
demam
Menampilkan
jendela
peringatan
OK
3. Gejala 2 Gejala 1
Memasukan data fungsi
keanggotaan gejala
nyeri otot dan sendi
Menampilkan
jendela
peringatan
OK
4. Gejala 3 Gejala 2 Memasukan data fungsi
keanggotaan gejala
Menampilkan
jendela OK
77
manifestasi pendarahan peringatan
5. Gejala 4 Gejala 3
Memasukan data fungsi
keanggotaan gejala
gangguan pencernaan
Menampilkan
jendela
peringatan
OK
6. Gejala 5 Gejala 4
Memasukan data fungsi
keanggotaan gejala
kondisi lidah
Menampilkan
jendela
peringatan
OK
7. Diagnosis Gejala 5
Menampilkan hasil
input seluruh gejala - OK
8. Hasil
diagnosis Diagnosis
Menampilkan hasil
diagnosis sesuai input - OK
9. Petunjuk
Pemakaian -
Menampilkan halaman
Petunjuk Pemakaian - OK
10. Tentang
Program -
Menampilkan halaman
Tentang Program - OK
11. Profil - Menampilkan halaman
Profil - OK
12. Keluar - Keluar dari program - OK
4.4.3.2 Integration test
Pada integration test dilakukan pengujian terhadap keseluruhan
program.
a. Input gejala 1
Pada jendela input gejala 1 yaitu demam diisi dengan nilai 8, yang
berarti penderita mengalami demam mendadak.
78
b. Input gejala 2
Pada jendela input gejala 2 yaitu nyeri otot dan sendi diisi dengan nilai
8, yang berarti penderita mengalami nyeri otot dan sendi yang sangat
mengganggu.
c. input gejala 3
Pada jendela input gejala 3 yaitu manifestasi pendarahan diisi dengan
nilai 7, yang berarti penderita tidak begitu jelas terjadi pendarahan.
79
d. input gejala 4
Pada jendela input gejala 4 yaitu gangguan pencernaan diisi dengan
nilai 8, yang berarti penderita tidak mengalami gangguan pencernaan.
e. input gejala 5
Pada jendela input gejala 5 yaitu kondisi lidah diisi dengan nilai 8,
yang berarti kondisi lidah penderita tidak berselaput.
80
f. jendela diagnosis
Untuk mengetahui nilai input gejala yang kita masukan kita klik
button ‘Input gejala yang Anda masukan’, maka akan tampil nilai-nilai
yang kita masukan pada gejala 1 sampai dengan gejala 5. Setelah yakin
dengan nilai input yang kita masukan kemudian klik button ‘Diagnosis’
untuk menampilkan jendela hasil diagnosis
g. hasil diagnosis
Berdasarkan nilai input yang kita masukkan maka sistem akan
memberikan keluaran yaitu diagnosis3.
81
4.4.3.3 Pengujian dengan berbagai variasi input
Pengujian dilakukan dengan memasukan berbagai jenis
variasi input yaitu kombinasi dari nilai rendah (1), sedang (5) dan
tinggi (10) untuk masing-masing kriteria gejala.
Tabel 4.9 Hasil pengujian dengan berbagai input
No
Input Output
Demam Nyeri Otot &
Sendi Pendarahan
Gangguan
Cerna
Kondisi
Lidah Pakar Model
1. 1 1 1 1 1 Tifoid Tifoid
2. 1 1 1 1 5 Tifoid Tifoid
3. 1 1 1 1 10 Cek lab Cek lab
4. 1 1 1 5 1 Tifoid Tifoid
5. 1 1 1 5 5 Observasi Observasi
6. 1 1 1 5 10 Observasi Observasi
7. 1 1 1 10 1 Tifoid Tifoid
8. 1 1 1 10 5 Observasi Observasi
9. 1 1 1 10 10 Observasi Observasi
10. 1 1 5 1 1 Tifoid Tifoid
11. 1 1 5 1 5 Tifoid Tifoid
12. 1 1 5 1 10 Cek lab Cek lab
13. 1 1 5 5 1 Tifoid Tifoid
14. 1 1 5 5 5 Cek lab Cek lab
15. 1 1 5 5 10 Cek lab Cek lab
16. 1 1 5 10 1 Tifoid Tifoid
17. 1 1 5 10 5 Cek lab Cek lab
82
18. 1 1 5 10 10 Cek lab Cek lab
19. 1 1 10 1 1 Tifoid Tifoid
20. 1 1 10 1 5 Cek lab Cek lab
21. 1 1 10 1 10 Cek lab Cek lab
22. 1 1 10 5 1 Tifoid Tifoid
23. 1 1 10 5 5 Cek lab Cek lab
24. 1 1 10 5 10 Cek lab Cek lab
25. 1 1 10 10 1 Tifoid Tifoid
26. 1 1 10 10 5 Cek lab Cek lab
27. 1 1 10 10 10 Cek lab Cek lab
28. 1 5 1 1 1 Tifoid Tifoid
29. 1 5 1 1 5 Cek lab Cek lab
30. 1 5 1 1 10 Cek lab Cek lab
31. 1 5 1 5 1 Tifoid Tifoid
32. 1 5 1 5 5 Cek lab Cek lab
33. 1 5 1 5 10 Cek lab Cek lab
34. 1 5 1 10 1 Tifoid Tifoid
35. 1 5 1 10 5 Cek lab Cek lab
36. 1 5 1 10 10 Observasi Observasi
37. 1 5 5 1 1 Tifoid Tifoid
38. 1 5 5 1 5 Cek lab Cek lab
39. 1 5 5 1 10 Tifoid Tifoid
40. 1 5 5 5 1 Tifoid Tifoid
41. 1 5 5 5 5 Cek lab Cek lab
42. 1 5 5 5 10 Cek lab Cek lab
43. 1 5 5 10 1 Tifoid Tifoid
44. 1 5 5 10 5 Cek lab Cek lab
45. 1 5 5 10 10 Cek lab Cek lab
46. 1 5 10 1 1 Tifoid Tifoid
47. 1 5 10 1 5 Tifoid Tifoid
48. 1 5 10 1 10 Tifoid Tifoid
49. 1 5 10 5 1 Tifoid Tifoid
50. 1 5 10 5 5 Cek lab Cek lab
51. 1 5 10 5 10 Cek lab Cek lab
52. 1 5 10 10 1 Tifoid Tifoid
53. 1 5 10 10 5 Cek lab Cek lab
54. 1 5 10 10 10 Cek lab Cek lab
55. 1 10 1 1 1 Tifoid Tifoid
56. 1 10 1 1 5 Cek lab Cek lab
83
57. 1 10 1 1 10 Cek lab Cek lab
58. 1 10 1 5 1 Tifoid Tifoid
59. 1 10 1 5 5 Cek lab Cek lab
60. 1 10 1 5 10 Cek lab Cek lab
61. 1 10 1 10 1 Tifoid Tifoid
62. 1 10 1 10 5 Cek lab Cek lab
63. 1 10 1 10 10 Observasi Observasi
64. 1 10 5 1 1 Tifoid Tifoid
65. 1 10 5 1 5 Tifoid Tifoid
66. 1 10 5 1 10 Tifoid Tifoid
67. 1 10 5 5 1 Tifoid Tifoid
68. 1 10 5 5 5 Cek lab Cek lab
69. 1 10 5 5 10 Cek lab Cek lab
70. 1 10 5 10 1 Tifoid Tifoid
71. 1 10 5 10 5 Cek lab Cek lab
72. 1 10 5 10 10 Cek lab Cek lab
73. 1 10 10 1 1 Tifoid Tifoid
74 1 10 10 1 5 Tifoid Tifoid
75. 1 10 10 1 10 Tifoid Tifoid
76. 1 10 10 5 1 Tifoid Tifoid
90. 1 10 10 5 5 Cek lab Cek lab
78. 1 10 10 5 10 Cek lab Cek lab
79. 1 10 10 10 1 Cek lab Cek lab
80. 1 10 10 10 5 Cek lab Cek lab
81. 1 10 10 10 10 Cek lab Cek lab
82. 5 1 1 1 1 Observasi Observasi
83. 5 1 1 1 5 Observasi Observasi
84. 5 1 1 1 10 Observasi Observasi
85. 5 1 1 5 1 Observasi Observasi
86. 5 1 1 5 5 Observasi Observasi
87. 5 1 1 5 10 Observasi Observasi
88. 5 1 1 10 1 Observasi Observasi
89. 5 1 1 10 5 Observasi Cek lab
90. 5 1 1 10 10 Observasi Observasi
91. 5 1 5 1 1 Cek lab Cek lab
92. 5 1 5 1 5 Cek lab Cek lab
93. 5 1 5 1 10 Cek lab Cek lab
94 5 1 5 5 1 Cek lab Cek lab
95. 5 1 5 5 5 Cek lab Cek lab
96. 5 1 5 5 10 Cek lab Cek lab
84
97. 5 1 5 10 1 Cek lab Cek lab
98. 5 1 5 10 5 Cek lab Cek lab
99. 5 1 5 10 10 Cek lab Cek lab
100. 5 1 10 1 1 Cek lab Cek lab
101. 5 1 10 1 5 Cek lab Cek lab
102. 5 1 10 1 10 Cek lab Cek lab
103. 5 1 10 5 1 Cek lab Cek lab
104. 5 1 10 5 5 Cek lab Cek lab
105. 5 1 10 5 10 Cek lab Cek lab
106. 5 1 10 10 1 Cek lab Cek lab
107. 5 1 10 10 5 Cek lab Cek lab
108. 5 1 10 10 10 Cek lab Cek lab
109. 5 5 1 1 1 Observasi Observasi
110. 5 5 1 1 5 Observasi Observasi
111. 5 5 1 1 10 Observasi Observasi
112. 5 5 1 5 1 Observasi Observasi
113. 5 5 1 5 5 Observasi Observasi
114. 5 5 1 5 10 Observasi Observasi
115. 5 5 1 10 1 Observasi Observasi
116. 5 5 1 10 5 Observasi Observasi
117. 5 5 1 10 10 Observasi Observasi
118. 5 5 5 1 1 Cek lab Cek lab
119. 5 5 5 1 5 Cek lab Cek lab
120. 5 5 5 1 10 Cek lab Cek lab
121. 5 5 5 5 1 Cek lab Cek lab
122. 5 5 5 5 5 Cek lab Cek lab
123. 5 5 5 5 10 Cek lab Cek lab
124. 5 5 5 10 1 Cek lab Cek lab
125. 5 5 5 10 5 Cek lab Cek lab
126. 5 5 5 10 10 Cek lab Cek lab
127. 5 5 10 1 1 Cek lab Cek lab
128. 5 5 10 1 5 Cek lab Cek lab
129. 5 5 10 1 10 Cek lab Cek lab
130. 5 5 10 5 1 Cek lab Cek lab
131. 5 5 10 5 5 Cek lab Cek lab
132. 5 5 10 5 10 Cek lab Cek lab
133. 5 5 10 10 1 Cek lab Cek lab
134. 5 5 10 10 5 Cek lab Cek lab
135. 5 5 10 10 10 Cek lab Cek lab
136. 5 10 1 1 1 Observasi Observasi
85
137. 5 10 1 1 5 Observasi Observasi
138. 5 10 1 1 10 Observasi Observasi
139. 5 10 1 5 1 Observasi Observasi
140. 5 10 1 5 5 Observasi Observasi
141. 5 10 1 5 10 Observasi Observasi
142. 5 10 1 10 1 Observasi Observasi
143. 5 10 1 10 5 Observasi Observasi
144. 5 10 1 10 10 Observasi Observasi
145. 5 10 5 1 1 Cek lab Cek lab
146. 5 10 5 1 5 Cek lab Cek lab
147. 5 10 5 1 10 Cek lab Cek lab
148. 5 10 5 5 1 Cek lab Cek lab
149. 5 10 5 5 5 Cek lab Cek lab
150. 5 10 5 5 10 Cek lab Cek lab
151. 5 10 5 10 1 Cek lab Cek lab
152. 5 10 5 10 5 Cek lab Cek lab
153. 5 10 5 10 10 Cek lab Cek lab
154. 5 10 10 1 1 Cek lab Cek lab
155. 5 10 10 1 5 Cek lab Cek lab
156. 5 10 10 1 10 Cek lab Cek lab
157. 5 10 10 5 1 Cek lab Cek lab
158. 5 10 10 5 5 Cek lab Cek lab
159. 5 10 10 5 10 Cek lab Cek lab
160. 5 10 10 10 1 Cek lab Cek lab
161. 5 10 10 10 5 Cek lab Cek lab
162. 5 10 10 10 10 Cek lab Cek lab
163. 10 1 1 1 1 Cek lab Cek lab
164. 10 1 1 1 5 Cek lab Cek lab
165. 10 1 1 1 10 Cek lab Cek lab
166. 10 1 1 5 1 Observasi Observasi
167. 10 1 1 5 5 Observasi Observasi
168. 10 1 1 5 10 Observasi Observasi
169. 10 1 1 10 1 Observasi Observasi
170. 10 1 1 10 5 Observasi Observasi
171. 10 1 1 10 10 Observasi Observasi
172. 10 1 5 1 1 DBD DBD
173. 10 1 5 1 5 DBD DBD
174. 10 1 5 1 10 DBD DBD
175. 10 1 5 5 1 DBD DBD
176. 10 1 5 5 5 DBD DBD
86
177. 10 1 5 5 10 DBD DBD
178. 10 1 5 10 1 DBD DBD
179. 10 1 5 10 5 DBD DBD
180. 10 1 5 10 10 DBD DBD
181. 10 1 10 1 1 DBD DBD
182. 10 1 10 1 5 DBD DBD
183. 10 1 10 1 10 DBD DBD
184. 10 1 10 5 1 DBD DBD
185. 10 1 10 5 5 DBD DBD
186. 10 1 10 5 10 DBD DBD
187. 10 1 10 10 1 DBD DBD
188. 10 1 10 10 5 DBD DBD
189. 10 1 10 10 10 DBD DBD
190. 10 5 1 1 1 Cek lab Cek lab
191. 10 5 1 1 5 Cek lab Cek lab
192. 10 5 1 1 10 Cek lab Cek lab
193. 10 5 1 5 1 Cek lab Cek lab
194. 10 5 1 5 5 Cek lab Cek lab
195. 10 5 1 5 10 Cek lab Cek lab
196. 10 5 1 10 1 Cek lab Cek lab
197. 10 5 1 10 5 Cek lab Cek lab
198. 10 5 1 10 10 Cek lab Cek lab
199. 10 5 5 1 1 DBD DBD
200. 10 5 5 1 5 DBD DBD
201. 10 5 5 1 10 DBD DBD
202. 10 5 5 5 1 DBD DBD
203. 10 5 5 5 5 DBD DBD
204. 10 5 5 5 10 DBD DBD
205. 10 5 5 10 1 DBD DBD
206. 10 5 5 10 5 DBD DBD
207. 10 5 5 10 10 DBD DBD
208. 10 5 10 1 1 DBD DBD
209. 10 5 10 1 5 DBD DBD
210. 10 5 10 1 10 DBD DBD
211. 10 5 10 5 1 DBD DBD
212. 10 5 10 5 5 DBD DBD
213. 10 5 10 5 10 DBD DBD
214. 10 5 10 10 1 DBD DBD
215. 10 5 10 10 5 DBD DBD
216. 10 5 10 10 10 DBD DBD
87
217. 10 10 1 1 1 Cek lab Cek lab
218. 10 10 1 1 5 Cek lab Cek lab
219. 10 10 1 1 10 Cek lab Cek lab
220. 10 10 1 5 1 Cek lab Cek lab
221. 10 10 1 5 5 Cek lab Cek lab
222. 10 10 1 5 10 Cek lab Cek lab
223. 10 10 1 10 1 Cek lab Cek lab
224. 10 10 1 10 5 Cek lab Cek lab
225. 10 10 1 10 10 Cek lab Cek lab
226. 10 10 5 1 1 DBD DBD
227. 10 10 5 1 5 DBD DBD
228. 10 10 5 1 10 DBD DBD
229. 10 10 5 5 1 DBD DBD
230. 10 10 5 5 5 DBD DBD
231. 10 10 5 5 10 DBD DBD
232. 10 10 5 10 1 DBD DBD
233. 10 10 5 10 5 DBD DBD
234. 10 10 5 10 10 DBD DBD
235. 10 10 10 1 1 DBD DBD
236. 10 10 10 1 5 DBD DBD
237. 10 10 10 1 10 DBD DBD
238. 10 10 10 5 1 DBD DBD
239. 10 10 10 5 5 DBD DBD
240. 10 10 10 5 10 DBD DBD
241. 10 10 10 10 1 DBD DBD
242. 10 10 10 10 5 DBD DBD
243. 10 10 10 10 10 DBD DBD
Dari hasil unit test, integration test, dan pengujian dengan berbagai
variasi input terlihat bahwa program telah berhasil berjalan sesuai dengan
perancangan.
88
BAB V
PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan untuk menjawab permasalahan serta saran untuk
pengembangan selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan yaitu :
1. Penerapan logika fuzzy tepat digunakan untuk memetakan hubungan
input dan output yang kompleks seperti gejala penyakit DBD dan
demam tifoid.
2. Sistem dengan menggunakan pendekatan sistem pakar dapat
memberikan hasil diagnosis dan tatalaksana DBD dan demam tifoid
yang dapat menjadi pertimbangan user dalam melakukan penanganan
dini yang tepat terhadap penderita sehingga meminimalisir terjadinya
komplikasi.
5.2 Saran
Untuk pengembangan selanjutnya, penulis memberikan saran :
1. Menambahkan jumlah parameter input gejala sehingga akan
didapatkan hasil yang lebih akurat.
2. Merancang input interface berupa variabel lingustik bukan variabel
numerik.
3. Melakukan pengujian dengan berbagai variasi jumlah fungsi
keanggotaan input, jenis fungsi keanggotaan dan metode inferensi
89
yang lainnya sehingga akan terlihat mana hasil terbaik dari pengujian
tersebut.
4. Menjadikan sistem berbasis web sehingga tampilannya lebih interaktif
dan dapat berbagi pakai.
5. Mengembangkan aplikasi sampai pada tahap deployment sehingga
dapat digunakan di Rumah Bersalin Gratis Rumah Zakat, Jakarta
Timur.
90
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Waspada Demam Berdarah Dengue. [Online] Tersedia:
http://www.arthagrahapeduli.org/index.php?option=com_content&view=article&id=
572%3Awaspada-demam-berdarah-dengue&catid=36%
3Akesehatan&Itemid=66&lang=in [16 Juli 2010 14.00]
Anonim. 2009. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)-Pengertian, Penyebab dan Gejala
DBD. [Online] Tersedia: http://organisasi.org/penyakit-demam-berdarah-dengue-
dbd-pengertian-penyabab-gejala-dbd [16 Juli 2010 14.00]
Challoner, Jack. 2003. Kecerdasan Artifisial, Panduan Bagi Pemula ke Robotika dan Akal
Buatan Manusia. Jakarta : Erlangga
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Edisi ketiga. Penyunting Sri Rezeki dkk. Jakarta : Departemen Kesehatan
Direktorat Hukum dan Informasi. Dasar-Dasar Pemrograman. [Online] Tersedia:
http://www.djkn.depkeu.go.id/download/modul/Dasar-Dasar_Pemrograman.pdf [12
Oktober 2009 11.30]
Fitriyanti. 2010. Diagnosis Penyakit TBC Paru dan Asma Bronkial Menggunakan Metode
Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. Program Studi Teknik Informatika UIN
Syarif Hidayatullah. Skripsi Tidak Diterbitkan
Hartanto,Thomas Wahyu Dwi & Y.Wahyu Agung Prasetyo. 2003. Analisis dan Desain Sistem
Kontrol dengan Matlab. Yogyakarta : ANDI
Harvey,A. McGehee, dkk. 1991. Diagnosis Banding (Berorientasi pada Kasus Klinik ). Jakarta :
Binarupa Aksara
Kendall, Kenneth E. dan Julie E. Kendall. 2006. Analisis dan Perancangan Sistem Edisi Bahasa
Indonesia.Ed.5 Jilid 1. Jakarta : INDEKS
Kusumadewi, Sri. 2003. Artificial Intelligence, Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta : Graha Ilmu
Naba, Agus. 2009. Belajar Cepat Fuzzy Logic Menggunakan MATLAB. Yogyakarta : ANDI
Novriani, Harli. 2002. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan
Dengue Shock Sydrome. Cermin Dunia Kedokteran (134), 46-47 [Online] Tersedia:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_ResponImundanDerajatKesakitan.pdf/15_R
91
esponImundanDerajatKesakitan.html [16 juli 2010 13.00]
Nugroho, Adi. 2005. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi dengan Metodologi
Berorientasi Objek. Bandung : Informatika
Pressman, Roger S. 2005. Software Engineering, A Practitiner Approach. Sixth Edition. New
York : McGraw Hill
Proboyekti,Umi. Software Process Model I. [Online] Tersedia:
http://lecturer.ukdw.ac.id/othie/softwareprocess.pdf [13 Oktober 2009 08.30]
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2000. Demam Tifoid:Peran
Mediator, Diagnosis dan Terapi.Penyunting H.Iskandar Zulkarnain
Siang, Jong Jek. 2009. Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan MATLAB.
Yogyakarta : Andi
Soegijanto, Soegeng. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia Jilid 1. 2004.
Surabaya : Airlangga University Press
Tim Media Center.2002.Kamus Ilmiah Populer. Jakarta:Media Center
Turban, Efraim. 1994. Decision Support and Expert Systems Management Support Systems.ed.4.
New York : Prentice-Hall
http://www.mathworks.com/
http://www.pdpersi.co.id/
http://pusatbahasa.diknas.go.id/
http://kamusbahasaindonesia.org/
http://www.kamus-medis.co.cc/
http://digilib.its.ac.id/
PENE
UNTUK DIA
PENYAKIT DEMAM BE
S
PROGRAM ST
FAKULTA
UNIVE
SYA
NERAPAN FUZZY LOGIC
IAGNOSIS DAN TATA LAKSANA
ERDARAH DENGUE DAN DEMAM TIFO
SITI PRATININGSIH
STUDI TEKNIK INFORMATIKA
AS SAINS DAN TEKNOLOGI
ERSITAS ISLAM NEGERI
ARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
OID
ii
PENERAPAN FUZZY LOGIC
UNTUK DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DAN DEMAM TIFOID
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
SITI PRATININGSIH
NIM.105091002889
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
iii
PENERAPAN FUZZY LOGIC
UNTUK DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DAN DEMAM TIFOID
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Siti Pratiningsih
NIM.105091002889
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Victor Amrizal, M.Kom
NIP.150 411 288
Khodijah Huliyah, M.Si
NIP.19730402 200112 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Informatika
Yusuf Durachman, M.Sc, MIT
NIP.19710522 200604 1 002
iv
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Penerapan Fuzzy Logic Untuk Diagnosis dan Tata
Laksana Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Tifoid” telah diuji
dan dinyatakan lulus dalam sidang munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 8 Desember 2010. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata 1
(S1) pada program studi Teknik Informatika.
Jakarta, 8 Desember 2010
Menyetujui,
Penguji I, Penguji II,
Fitri Mintarsih, M.Kom
NIP.19721223 200710 2 004
Imam M. Shofi, MT
NIP.19720205 200801 1 001
Pembimbing I, Pembimbing II,
Victor Amrizal, M.Kom
NIP.150 411 288
Khodijah Huliyah, M.Si
NIP.19730402 200112 2 001
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Teknik Informatika
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis
NIP.19680117 200112 1 001
Yusuf Durachman, M.Sc, MIT
NIP.19710522 200604 1 002
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2010
Siti Pratiningsih
105091002889
vi
ABSTRAK
Siti Pratiningsih. Penerapan Fuzzy Logic untuk Diagnosis dan Tata Laksana
Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Tifoid (di bawah bimbingan Bpk.
Victor Amrizal, M.Kom dan Ibu Khodijah Hulliyah, M.Si).
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemik di
Indonesia yang apabila disertai komplikasi dapat menyebabkan kematian. Salah
satu diagnosis banding DBD adalah demam tifoid yang juga masih menjadi
permasalahan serius di Indonesia. DBD dan demam tifoid memiliki manifestasi
gejala klinik yang mirip terutama demam, hal ini mengakibatkan seringnya
kesalahan diagnosis dini antara DBD dan demam tifoid. Diagnosis dini DBD dan
demam tifoid yang tepat akan sangat bermanfaat karena dapat menghindari
terjadinya komplikasi. Untuk memetakan kemiripan gejala klinis DBD dan
demam tifoid maka dapat digunakan logika fuzzy. Skripsi ini bertujuan untuk
membangun model logika fuzzy dengan pendekatan sistem pakar untuk diagnosis
klinis DBD dan demam tifoid. Metode pengembangan sistem yang digunakan
adalah RAD dengan Matlab sebagai toolsnya. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa sistem dapat menjalankan fungsinya dalam mendiagnosis DBD dan
demam tifoid. Penambahan jumlah parameter serta pengujian dengan
menggunakan berbagai variasi fungsi keanggotaan fuzzy dan berbagai tipenya
serta metode inferensi yang lain dapat dilakukan untuk pengembangan
selanjutnya.
Kata kunci : fuzzy logic, diagnosis, DBD, demam tifoid, RAD
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji hanya bagi Allah atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada qudwah hasanah seluruh
insan di dunia, Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarga, sahabat, dan
generasi penerus perjuangannya.
Skripsi yang berjudul Penerapan Logika Fuzzy untuk Diagnosis dan
Tata Laksana Penyakit Demam Berdarah dan Demam Tifoid merupakan
salah satu tugas wajib mahasiswa sebagai persyaratan untuk mengambil gelar
Strata 1 (S1) jurusan Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak, baik moril, materil maupun teknis. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak DR. Ir. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Yusuf Durachman, M.Sc, MIT, selaku Ketua Program Studi Teknik
Informatika dan Ibu Viva Arifin, MMSI, selaku Sekretaris Program Studi
Teknik Informatika.
3. Bapak Victor Amrizal, M.Kom dan Ibu Khodijah Hulliyah, M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah bersedia mencurahkan waktu, pikiran dan
tenaganya untuk memberikan bimbingan, bantuan, saran dan masukan kepada
viii
penulis. Semoga dicatat sebagai pemberat amal kebaikan oleh Allah SWT.
Amin.
4. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Sains dan Teknologi atas bimbingan dan
bantuannya hingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
5. dr. Indra Kusuma yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan
tenaganya menjadi pakar dalam penelitian ini.
6. Bapak dan Umi tercinta, yang cintanya menjadi suntikan semangat yang tak
terbatas bagi penulis.
7. Aa (Muhammad Kartiwa), Teteh (Siti Pratiningrum, S.Pd) dan Dede (Sulaeka
Ratna Wulan) yang juga selalu memberikan dukungan semangat dan
motivasi.
8. Kak Taufik, yang telah berbagi ilmu dan semangatnya.
9. Teman-teman seperjuangan (Elin, Indah, Dian, Nita, Nofi, Icha), terima kasih
atas motivasi dan semangat yang kalian tularkan.
10. Teman-teman aktivis baik di LDK maupun IMM Ciputat, atas sekolah
keidupan yang telah diberikan.
11. TI C angkatan 2005, semoga tetap dijaga silaturahimnya.
12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, saran yang membangun penulis harapakan untuk
perbaikan di masa mendatang.
Jakarta, November 2010
Siti Pratiningsih
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN ....................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6
1.3 Batasan Masalah ............................................................................ 7
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
1.6 Metodologi Penelitian ..................................................................... 9
1.6.1 Metode Pengumpulan Data ................................................... 9
1.6.2 Metode Pengembangan Sistem .............................................. 9
1.7 Sistematika Penulisan ..................................................................... 10
x
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Penerapan ...................................................................................... 12
2.2 Logika Fuzzy ................................................................................ 12
2.2.1 Fungsi Keanggotaan ............................................................ 14
2.2.2 Operator Himpunan Fuzzy ................................................... 15
2.2.3 Sistem Inferensi Fuzzy ........................................................ 16
2.2.4 Defuzzyfikasi ....................................................................... 18
2.3 Sistem Pakar ................................................................................. 20
2.4 Diagnosis ...................................................................................... 22
2.5 Tata Laksana ................................................................................. 23
2.6 Penyakit ........................................................................................ 23
2.7 Demam Berdarah Dengue (DBD) ................................................. 24
2.7.1 Sejarah DBD ....................................................................... 24
2.7.2 Gejala DBD ........................................................................ 25
2.8 Demam Tifoid .............................................................................. 26
2.8.1 Sejarah Demam Tifoid ........................................................ 26
2.8.2 Gejala Demam Tifoid .......................................................... 26
2.9 Diagram Alur (Flowchart) ............................................................. 26
2.10 State Transitions Diagram .......................................................... 29
2.11 Rapid Applcation Development (RAD) ....................................... 30
2.11.1 Definisi RAD .................................................................... 30
2.11.2 Tahap-Tahap Pengembangan Sistem RAD ........................ 31
2.12 Matlab 7.8 (R2009a) ................................................................... 32
xi
2.12.1 Bekerja dengan Matlab ................................................... 37
2.12.2 Fungsi dalam Matlab ....................................................... 38
2.12.3 Kontrol Arus Aliran ........................................................ 39
2.12.4 Pembuatan Grafik ........................................................... 42
2.13 Literatur Sejenis .......................................................................... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 45
3.2 Metode Pengembangan Sistem ...................................................... 47
3.3 Alasan Penulis Menggunakan RAD .............................................. 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Communication .............................................................................. 52
4.2 Planning ....................................................................................... 52
4.3 Modelling ..................................................................................... 54
4.3.1 Business Modelling ............................................................. 54
4.3.2 Data Modelling ................................................................... 54
4.3.2.1 Basis Data Fuzzy ..................................................... 54
4.3.2.2 Basis Aturan ............................................................ 62
4.3.2.3 Perancangan Output ................................................ 62
4.3.3 Process Modelling .............................................................. 65
4.3.3.1 Flowchart .................................................................... 66
4.3.3.1 STD ........................................................................... 66
4.3.4 Arsitektur ............................................................................ 68
4.3.5 Simulasi Manual ................................................................. 68
xii
4.3.6 Perancangan Antar Muka Pengguna (User Interface) .......... 75
4.4 Construction ................................................................................. 75
4.4.1 Instalasi Program Matlab ..................................................... 75
4.4.2 Penulisan Program .............................................................. 75
4.4.3 Pengujian Program .............................................................. 76
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 88
5.2 Saran ............................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 90
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Variabel Fuzzy, himpunan fuzzy, semesta pembicaraan
dan domain .................................................................................. 14
Tabel 2.2 Perbandingan sistem konvensional dan sistem pakar ..................... 21
Tabel 2.3 Simbol-simbol flowchart .............................................................. 27
Tabel 4.1 Perbandingan gejala DBD dan demam tifoid ................................ 53
Tabel 4.2 Nilai fuzzy demam ....................................................................... 55
Tabel 4.3 Nilai fuzzy nyeri otot dan sendi ..................................................... 57
Tabel 4.4 Nilai fuzzy manifestasi pendarahan ............................................... 58
Tabel 4.5 Nilai fuzzy gangguan pencernaan .................................................. 59
Tabel 4.6 Nilai fuzzy kondisi lidah ............................................................... 61
Tabel 4.7 Nilai minimal dan maksimal output .............................................. 62
Tabel 4.8 Hasil pengujian unit ..................................................................... 65
Tabel 4.9 Hasil pengujian dengan berbagai input ......................................... 68
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fungsi keanggotaan UMUR dengan representasi Gaussian
(gaussmf) ................................................................................ 14
Gambar 2.2 Inferensi fuzzy sugeno orde 1 ................................................... 18
Gambar 2.3 Struktur sistem pakar ............................................................... 22
Gambar 2.4 Perubahan state ........................................................................ 30
Gambar 2.4 Fase RAD Martin .................................................................... 31
Gambar 2.5 Fase pengembangan sistem RAD Kendall ................................ 31
Gambar 2.6 RAD model Pressman ............................................................... 36
Gambar 2.7 Tampilan Matlab yang mengintegrasikan pengembangan algoritma,
analisis data dan pengaturan project ........................................ 33
Gambar 2.8 Jendela command window ......................................................... 34
Gambar 2.9 Jendela command history .......................................................... 34
Gambar 2.10 Jendela launch pad ................................................................. 35
Gambar 2.11 Jendela Help dari command window ....................................... 35
Gamber 2.12 Jendela Help dari menu View .................................................. 36
Gambar 2.13 Jendela current directory ........................................................ 36
Gambar 2.14 Jendela workspace .................................................................. 36
Gambar 3.1 Kerangka pengembangan sistem ............................................... 51
Gambar 4.1 Membership function demam .................................................... 56
Gambar 4.2 Membership function nyeri otot dan sendi ................................. 57
Gambar 4.3 Membership function manifestasi pendarahan ........................... 58
Gambar 4.4 Membership function gangguan pencernaan .............................. 60
Gambar 4.5 Membership function kondisi lidah ........................................... 61
xv
Gambar 4.6 Membership function output ..................................................... 60
Gambar 4.7 Flowchart proses keseluruhan ................................................... 66
Gambar 4.8 STD Menu Utama .................................................................... 66
Gambar 4.9 STD Masuk .............................................................................. 67
Gambar 4.10 STD Petunjuk pemakaian ....................................................... 67
Gambar 4.11 STD Tentang DBD dan Demam Tifoid ................................... 67
Gambar 4.12 STD Profil .............................................................................. 68
Gambar 4.13 Arsitektur logika fuzzy diagnosis ............................................. 68
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A - BASIS ATURAN (RULE BASE) ANFIS DIAGNOSIS
DBD DAN DEMAM TIFOID ........................................ 92
LAMPIRAN B - PERANCANGAN TAMPILAN ..................................... 99
LAMPIRAN C - TAMPILAN APLIKASI ................................................. 105
LAMPIRAN D - INSTALASI MATLAB 7.8 ............................................ 110
LAMPIRAN E - KODE PROGRAM ......................................................... 114
xvii
DAFTAR ISTILAH
1. Adaptif : bersifat menyesuaikan
2. Adekuat : serasi, tepat
3. Anoreksia : keadaan lenyapnya nafsu makan karena gangguan penyakit
tertentu
4. Dpl : di atas permukaan laut
5. Epoh : satu perulangan/ iterasi
6. Event : sesuatu yang terjadi pada waktu yang terbatas
7. Faktual : berdasarkan kenyataan, mengandung kebenaran
8. Hematemesis : muntah darah
9. Hematokrit : mengukur persentase volume sel darah merah (eristrosit)
dalam seluruh darah dan secara normal bervariasi dari 40%
sampai 54% untuk pria dan 37% sampai 47% untuk wanita.
10. Komplikasi : penyakit yang baru timbul kemudian sebagai tambahan pada
penyakit yang sudah ada
11. Manifestasi : bentuk perwujudan
12. Melena : pengeluaran feses yang berwarna hitam seperti ter yang
disebabkan oleh adanya perdarahan saluran cerna bagian
atas
13. Neuron : sel saraf
14. Node : simpul
15. State : abstraksi dari nilai atribut dan link dalam sebuah obyek
No
Input Output
Demam
Nyeri
Otot &
Sendi
PendarahanGangguan
Cerna
Kondisi
Lidah Pakar Model
1. 1 1 1 1 1 Tifoid Tifoid
2. 1 1 1 1 5 Tifoid Tifoid
3. 1 1 1 1 10 Cek lab Cek lab
4. 1 1 1 5 1 Tifoid Tifoid
5. 1 1 1 5 5 Observasi Observasi
6. 1 1 1 5 10 Observasi Observasi
7. 1 1 1 10 1 Tifoid Tifoid
8. 1 1 1 10 5 Observasi Observasi
9. 1 1 1 10 10 Observasi Observasi
10. 1 1 5 1 1 Tifoid Tifoid
11 1 1 5 1 5 Tifoid Tifoid
12 1 1 5 1 10 Cek lab Cek lab
13 1 1 5 5 1 Tifoid Tifoid
14 1 1 5 5 5 Cek lab Cek lab
15 1 1 5 5 10 Cek lab Cek lab
16 1 1 5 10 1 Tifoid Tifoid
17 1 1 5 10 5 Cek lab Cek lab
18 1 1 5 10 10 Cek lab Cek lab
19 1 1 10 1 1 Tifoid Tifoid
20 1 1 10 1 5 Cek lab Cek lab
21 1 1 10 1 10 Cek lab Cek lab
22 1 1 10 5 1 Tifoid Tifoid
23 1 1 10 5 5 Cek lab Cek lab
24 1 1 10 5 10 Cek lab Cek lab
25 1 1 10 10 1 Tifoid Tifoid
26 1 1 10 10 5 Cek lab Cek lab
27 1 1 10 10 10 Cek lab Cek lab
28 1 5 1 1 1 Tifoid Tifoid
29 1 5 1 1 5 Cek lab Cek lab
30 1 5 1 1 10 Cek lab Cek lab
31 1 5 1 5 1 Tifoid Tifoid
32 1 5 1 5 5 Cek lab Cek lab
33 1 5 1 5 10 Cek lab Cek lab
34 1 5 1 10 1 Tifoid Tifoid
35 1 5 1 10 5 Cek lab Cek lab
36 1 5 1 10 10 Observasi Observasi
37 1 5 5 1 1 Tifoid Tifoid
38 1 5 5 1 5 Cek lab Cek lab
39 1 5 5 1 10 Tifoid Tifoid
40 1 5 5 5 1 Tifoid Tifoid
41 1 5 5 5 5 Cek lab Cek lab
42 1 5 5 5 10 Cek lab Cek lab
43 1 5 5 10 1 Tifoid Tifoid
44 1 5 5 10 5 Cek lab Cek lab
45 1 5 5 10 10 Cek lab Cek lab
46 1 5 10 1 1 Tifoid Tifoid
47 1 5 10 1 5 Tifoid Tifoid
48 1 5 10 1 10 Tifoid Tifoid
49 1 5 10 5 1 Tifoid Tifoid
50 1 5 10 5 5 Cek lab Cek lab
51 1 5 10 5 10 Cek lab Cek lab
52 1 5 10 10 1 Tifoid Tifoid
53 1 5 10 10 5 Cek lab Cek lab
54 1 5 10 10 10 Cek lab Cek lab
55 1 10 1 1 1 Tifoid Tifoid
56 1 10 1 1 5 Cek lab Cek lab
57 1 10 1 1 10 Cek lab Cek lab
58 1 10 1 5 1 Tifoid Tifoid
59 1 10 1 5 5 Cek lab Cek lab
60 1 10 1 5 10 Cek lab Cek lab
61 1 10 1 10 1 Tifoid Tifoid
62 1 10 1 10 5 Cek lab Cek lab
63 1 10 1 10 10 Observasi Observasi
64 1 10 5 1 1 Tifoid Tifoid
65 1 10 5 1 5 Tifoid Tifoid
66 1 10 5 1 10 Tifoid Tifoid
67 1 10 5 5 1 Tifoid Tifoid
68 1 10 5 5 5 Cek lab Cek lab
69 1 10 5 5 10 Cek lab Cek lab
70 1 10 5 10 1 Tifoid Tifoid
71 1 10 5 10 5 Cek lab Cek lab
72 1 10 5 10 10 Cek lab Cek lab
73 1 10 10 1 1 Tifoid Tifoid
74 1 10 10 1 5 Tifoid Tifoid
75 1 10 10 1 10 Tifoid Tifoid
76 1 10 10 5 1 Tifoid Tifoid
90 1 10 10 5 5 Cek lab Cek lab
78 1 10 10 5 10 Cek lab Cek lab
79 1 10 10 10 1 Cek lab Cek lab
80 1 10 10 10 5 Cek lab Cek lab
81 1 10 10 10 10 Cek lab Cek lab
82 5 1 1 1 1 Observasi Observasi
83 5 1 1 1 5 Observasi Observasi
84 5 1 1 1 10 Observasi Observasi
85 5 1 1 5 1 Observasi Observasi
86 5 1 1 5 5 Observasi Observasi
87 5 1 1 5 10 Observasi Observasi
88 5 1 1 10 1 Observasi Observasi
89 5 1 1 10 5 Observasi Cek lab
90 5 1 1 10 10 Observasi Observasi
91 5 1 5 1 1 Cek lab Cek lab
92 5 1 5 1 5 Cek lab Cek lab
93 5 1 5 1 10 Cek lab Cek lab
94 5 1 5 5 1 Cek lab Cek lab
95 5 1 5 5 5 Cek lab Cek lab
96 5 1 5 5 10 Cek lab Cek lab
97 5 1 5 10 1 Cek lab Cek lab
98 5 1 5 10 5 Cek lab Cek lab
99 5 1 5 10 10 Cek lab Cek lab
100 5 1 10 1 1 Cek lab Cek lab
101 5 1 10 1 5 Cek lab Cek lab
102 5 1 10 1 10 Cek lab Cek lab
103 5 1 10 5 1 Cek lab Cek lab
104 5 1 10 5 5 Cek lab Cek lab
105 5 1 10 5 10 Cek lab Cek lab
106 5 1 10 10 1 Cek lab Cek lab
107 5 1 10 10 5 Cek lab Cek lab
108 5 1 10 10 10 Cek lab Cek lab
109 5 5 1 1 1 Observasi Observasi
110 5 5 1 1 5 Observasi Observasi
111 5 5 1 1 10 Observasi Observasi
112 5 5 1 5 1 Observasi Observasi
113 5 5 1 5 5 Observasi Observasi
114 5 5 1 5 10 Observasi Observasi
115 5 5 1 10 1 Observasi Observasi
116 5 5 1 10 5 Observasi Observasi
117 5 5 1 10 10 Observasi Observasi
118 5 5 5 1 1 Cek lab Cek lab
119 5 5 5 1 5 Cek lab Cek lab
120 5 5 5 1 10 Cek lab Cek lab
121 5 5 5 5 1 Cek lab Cek lab
122 5 5 5 5 5 Cek lab Cek lab
123 5 5 5 5 10 Cek lab Cek lab
124 5 5 5 10 1 Cek lab Cek lab
25 5 5 5 10 5 Cek lab Cek lab
126 5 5 5 10 10 Cek lab Cek lab
127 5 5 10 1 1 Cek lab Cek lab
128 5 5 10 1 5 Cek lab Cek lab
129 5 5 10 1 10 Cek lab Cek lab
130 5 5 10 5 1 Cek lab Cek lab
131 5 5 10 5 5 Cek lab Cek lab
132 5 5 10 5 10 Cek lab Cek lab
133 5 5 10 10 1 Cek lab Cek lab
134 5 5 10 10 5 Cek lab Cek lab
135 5 5 10 10 10 Cek lab Cek lab
136 5 10 1 1 1 Observasi Observasi
137 5 10 1 1 5 Observasi Observasi
138 5 10 1 1 10 Observasi Observasi
139 5 10 1 5 1 Observasi Observasi
140 5 10 1 5 5 Observasi Observasi
141 5 10 1 5 10 Observasi Observasi
142 5 10 1 10 1 Observasi Observasi
143 5 10 1 10 5 Observasi Observasi
144 5 10 1 10 10 Observasi Observasi
145 5 10 5 1 1 Cek lab Cek lab
146 5 10 5 1 5 Cek lab Cek lab
147 5 10 5 1 10 Cek lab Cek lab
148 5 10 5 5 1 Cek lab Cek lab
149 5 10 5 5 5 Cek lab Cek lab
150 5 10 5 5 10 Cek lab Cek lab
151 5 10 5 10 1 Cek lab Cek lab
152 5 10 5 10 5 Cek lab Cek lab
153 5 10 5 10 10 Cek lab Cek lab
154 5 10 10 1 1 Cek lab Cek lab
155 5 10 10 1 5 Cek lab Cek lab
156 5 10 10 1 10 Cek lab Cek lab
157 5 10 10 5 1 Cek lab Cek lab
158 5 10 10 5 5 Cek lab Cek lab
159 5 10 10 5 10 Cek lab Cek lab
160 5 10 10 10 1 Cek lab Cek lab
161 5 10 10 10 5 Cek lab Cek lab
162 5 10 10 10 10 Cek lab Cek lab
163 10 1 1 1 1 Cek lab Cek lab
164 10 1 1 1 5 Cek lab Cek lab
165 10 1 1 1 10 Cek lab Cek lab
166 10 1 1 5 1 Observasi Observasi
167 10 1 1 5 5 Observasi Observasi
168 10 1 1 5 10 Observasi Observasi
169 10 1 1 10 1 Observasi Observasi
170 10 1 1 10 5 Observasi Observasi
171 10 1 1 10 10 Observasi Observasi
172 10 1 5 1 1 DBD DBD
173 10 1 5 1 5 DBD DBD
174 10 1 5 1 10 DBD DBD
175 10 1 5 5 1 DBD DBD
176 10 1 5 5 5 DBD DBD
177 10 1 5 5 10 DBD DBD
178 10 1 5 10 1 DBD DBD
179 10 1 5 10 5 DBD DBD
180 10 1 5 10 10 DBD DBD
181 10 1 10 1 1 DBD DBD
182 10 1 10 1 5 DBD DBD
183 10 1 10 1 10 DBD DBD
184 10 1 10 5 1 DBD DBD
185 10 1 10 5 5 DBD DBD
186 10 1 10 5 10 DBD DBD
187 10 1 10 10 1 DBD DBD
188 10 1 10 10 5 DBD DBD
189 10 1 10 10 10 DBD DBD
190 10 5 1 1 1 Cek lab Cek lab
191 10 5 1 1 5 Cek lab Cek lab
192 10 5 1 1 10 Cek lab Cek lab
193 10 5 1 5 1 Cek lab Cek lab
194 10 5 1 5 5 Cek lab Cek lab
195 10 5 1 5 10 Cek lab Cek lab
196 10 5 1 10 1 Cek lab Cek lab
197 10 5 1 10 5 Cek lab Cek lab
198 10 5 1 10 10 Cek lab Cek lab
199 10 5 5 1 1 DBD DBD
200 10 5 5 1 5 DBD DBD
201 10 5 5 1 10 DBD DBD
202 10 5 5 5 1 DBD DBD
203 10 5 5 5 5 DBD DBD
204 10 5 5 5 10 DBD DBD
205 10 5 5 10 1 DBD DBD
206 10 5 5 10 5 DBD DBD
207 10 5 5 10 10 DBD DBD
208 10 5 10 1 1 DBD DBD
209 10 5 10 1 5 DBD DBD
210 10 5 10 1 10 DBD DBD
211 10 5 10 5 1 DBD DBD
212 10 5 10 5 5 DBD DBD
213 10 5 10 5 10 DBD DBD
214 10 5 10 10 1 DBD DBD
215 10 5 10 10 5 DBD DBD
216 10 5 10 10 10 DBD DBD
217 10 10 1 1 1 Cek lab Cek lab
218 10 10 1 1 5 Cek lab Cek lab
219 10 10 1 1 10 Cek lab Cek lab
220 10 10 1 5 1 Cek lab Cek lab
221 10 10 1 5 5 Cek lab Cek lab
222 10 10 1 5 10 Cek lab Cek lab
223 10 10 1 10 1 Cek lab Cek lab
224 10 10 1 10 5 Cek lab Cek lab
225 10 10 1 10 10 Cek lab Cek lab
226 10 10 5 1 1 DBD DBD
227 10 10 5 1 5 DBD DBD
228 10 10 5 1 10 DBD DBD
229 10 10 5 5 1 DBD DBD
230 10 10 5 5 5 DBD DBD
231 10 10 5 5 10 DBD DBD
232 10 10 5 10 1 DBD DBD
233 10 10 5 10 5 DBD DBD
234 10 10 5 10 10 DBD DBD
235 10 10 10 1 1 DBD DBD
236 10 10 10 1 5 DBD DBD
237 10 10 10 1 10 DBD DBD
238 10 10 10 5 1 DBD DBD
239 10 10 10 5 5 DBD DBD
240 10 10 10 5 10 DBD DBD
241 10 10 10 10 1 DBD DBD
242 10 10 10 10 5 DBD DBD
243 10 10 10 10 10 DBD DBD
Basis Aturan (rule base) diagnosis DBD dan demam tifoid
Rule ke- Demam Nyeri otot&sendi Pendarahan Gangguan
pencernaan Lidah Diagnosis
1 Bertahap Tdk mengganggu Tdk jelas Terjadi Berselaput D.Tifoid 2 Bertahap Tdk mengganggu Tdk jelas Terjadi Ragu-ragu D Tifoid 3 Bertahap Tdk mengganggu Tdk jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 4 Bertahap Tdk mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Berselaput D.Tifoid 5 Bertahap Tdk mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Observasi 6 Bertahap Tdk mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Observasi 7 Bertahap Tdk mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Berselaput D Tifoid 8 Bertahap Tdk mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Observasi 9 Bertahap Tdk mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Observasi 10 Bertahap Tdk mengganggu Jelas Terjadi Berselaput D Tifoid 11 Bertahap Tdk mengganggu Jelas Terjadi Ragu-ragu D Tifoid 12 Bertahap Tdk mengganggu Jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 13 Bertahap Tdk mengganggu Jelas Ragu-ragu Berselaput D Tifoid 14 Bertahap Tdk mengganggu Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 15 Bertahap Tdk mengganggu Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 16 Bertahap Tdk mengganggu Jelas Tdk terjadi Berselaput D typhoid 17 Bertahap Tdk mengganggu Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 18 Bertahap Tdk mengganggu Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 19 Bertahap Tdk mengganggu Sgt Jelas Terjadi Berselaput D typhoid 20 Bertahap Tdk mengganggu Sgt Jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 21 Bertahap Tdk mengganggu Sgt Jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 22 Bertahap Tdk mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Berselaput D typhoid 23 Bertahap Tdk mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 24 Bertahap Tdk mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 25 Bertahap Tdk mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Berselaput D typhoid 26 Bertahap Tdk mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 27 Bertahap Tdk mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 28 Bertahap Mengganggu Tdk jelas Terjadi Berselaput D typhoid 29 Bertahap Mengganggu Tdk jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 30 Bertahap Mengganggu Tdk jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 31 Bertahap Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Berselaput D typhoid 32 Bertahap Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 33 Bertahap Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 34 Bertahap Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Berselaput D typhoid 35 Bertahap Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 36 Bertahap Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Observasi 37 Bertahap Mengganggu Jelas Terjadi Berselaput D typhoid 38 Bertahap Mengganggu Jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 39 Bertahap Mengganggu Jelas Terjadi Tdk berselaput D typhoid 40 Bertahap Mengganggu Jelas Ragu-ragu Berselaput D typhoid 41 Bertahap Mengganggu Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 42 Bertahap Mengganggu Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 43 Bertahap Mengganggu Jelas Tdk terjadi Berselaput D tryphoid 44 Bertahap Mengganggu Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 45 Bertahap Mengganggu Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 46 Bertahap Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Berselaput D typhoid 47 Bertahap Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Ragu-ragu D typhoid 48 Bertahap Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Tdk berselaput D typhoid 49 Bertahap Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Berselaput D Typhoid 50 Bertahap Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 51 Bertahap Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 52 Bertahap Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Berselaput D typhoid 53 Bertahap Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 54 Bertahap Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 55 Bertahap Sgt Mengganggu Tdk jelas Terjadi Berselaput D typhoid
56 Bertahap Sgt Mengganggu Tdk jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 57 Bertahap Sgt Mengganggu Tdk jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 58 Bertahap Sgt Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Berselaput D typhoid 59 Bertahap Sgt Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 60 Bertahap Sgt Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 61 Bertahap Sgt Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Berselaput D typhoid 62 Bertahap Sgt Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 63 Bertahap Sgt Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Observasi 64 Bertahap Sgt Mengganggu Jelas Terjadi Berselaput D typhoid 65 Bertahap Sgt Mengganggu Jelas Terjadi Ragu-ragu D typhoid 66 Bertahap Sgt Mengganggu Jelas Terjadi Tdk berselaput D typhoid 67 Bertahap Sgt Mengganggu Jelas Ragu-ragu Berselaput D typhoid 68 Bertahap Sgt Mengganggu Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 69 Bertahap Sgt Mengganggu Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 70 Bertahap Sgt Mengganggu Jelas Tdk terjadi Berselaput D typhoid 71 Bertahap Sgt Mengganggu Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 72 Bertahap Sgt Mengganggu Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 73 Bertahap Sgt Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Berselaput D typhoid 74 Bertahap Sgt Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Ragu-ragu D typhoid 75 Bertahap Sgt Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Tdk berselaput D typhoid 76 Bertahap Sgt Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Berselaput D typhoid 77 Bertahap Sgt Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 78 Bertahap Sgt Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 79 Bertahap Sgt Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Berselaput Cek lab 80 Bertahap Sgt Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 81 Bertahap Sgt Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 82 Ragu-ragu Tdk mengganggu Tdk jelas Terjadi Berselaput Observasi 83 Ragu-ragu Tdk mengganggu Tdk jelas Terjadi Ragu-ragu Observasi 84 Ragu-ragu Tdk mengganggu Tdk jelas Terjadi Tdk berselaput observasi 85 Ragu-ragu Tdk mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Berselaput Observasi 86 Ragu-ragu Tdk mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Observasi 87 Ragu-ragu Tdk mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Observasi 88 Ragu-ragu Tdk mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Berselaput Observasi 89 Ragu-ragu Tdk mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Observasi 90 Ragu-ragu Tdk mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Observasi 91 Ragu-ragu Tdk mengganggu Jelas Terjadi Berselaput Cek lab 92 Ragu-ragu Tdk mengganggu Jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 93 Ragu-ragu Tdk mengganggu Jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 94 Ragu-ragu Tdk mengganggu Jelas Ragu-ragu Berselaput Cek lab 95 Ragu-ragu Tdk mengganggu Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 96 Ragu-ragu Tdk mengganggu Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 97 Ragu-ragu Tdk mengganggu Jelas Tdk terjadi Berselaput Cek lab 98 Ragu-ragu Tdk mengganggu Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 99 Ragu-ragu Tdk mengganggu Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 100 Ragu-ragu Tdk mengganggu Sgt Jelas Terjadi Berselaput Cek lab 101 Ragu-ragu Tdk mengganggu Sgt Jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 102 Ragu-ragu Tdk mengganggu Sgt Jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 103 Ragu-ragu Tdk mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Berselaput Cek lab 104 Ragu-ragu Tdk mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 105 Ragu-ragu Tdk mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 106 Ragu-ragu Tdk mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Berselaput Cek lab 107 Ragu-ragu Tdk mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 108 Ragu-ragu Tdk mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 109 Ragu-ragu Mengganggu Tdk jelas Terjadi Berselaput Observasi 110 Ragu-ragu Mengganggu Tdk jelas Terjadi Ragu-ragu Observasi 111 Ragu-ragu Mengganggu Tdk jelas Terjadi Tdk berselaput Observasi 112 Ragu-ragu Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Berselaput Observasi 113 Ragu-ragu Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Observasi 114 Ragu-ragu Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Observasi
115 Ragu-ragu Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Berselaput Observasi 116 Ragu-ragu Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Observasi 117 Ragu-ragu Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Observasi 118 Ragu-ragu Mengganggu Jelas Terjadi Berselaput Cek lab 119 Ragu-ragu Mengganggu Jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 120 Ragu-ragu Mengganggu Jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 121 Ragu-ragu Mengganggu Jelas Ragu-ragu Berselaput Cek lab 122 Ragu-ragu Mengganggu Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 123 Ragu-ragu Mengganggu Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 124 Ragu-ragu Mengganggu Jelas Tdk terjadi Berselaput Cek lab 125 Ragu-ragu Mengganggu Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 126 Ragu-ragu Mengganggu Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 127 Ragu-ragu Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Berselaput Cek lab 128 Ragu-ragu Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 129 Ragu-ragu Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 130 Ragu-ragu Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Berselaput Cek lab 131 Ragu-ragu Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 132 Ragu-ragu Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 133 Ragu-ragu Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Berselaput Cek lab 134 Ragu-ragu Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 135 Ragu-ragu Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 136 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Tdk jelas Terjadi Berselaput Observasi 137 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Tdk jelas Terjadi Ragu-ragu Observasi 138 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Tdk jelas Terjadi Tdk berselaput Observasi 139 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Berselaput Observasi 140 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Observasi 141 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Observasi 142 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Berselaput Observasi 143 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Observasi 144 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Observasi 145 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Jelas Terjadi Berselaput Cek lab 146 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 147 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 148 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Jelas Ragu-ragu Berselaput Cek lab 149 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 150 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 151 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Jelas Tdk terjadi Berselaput Cek lab 152 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 153 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 154 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Berselaput Cek lab 155 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 156 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 157 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Berselaput Cek lab 158 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 159 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 160 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Berselaput Cek lab 161 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 162 Ragu-ragu Sgt Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 163 Mendadak Tdk mengganggu Tdk jelas Terjadi Berselaput Cek lab 164 Mendadak Tdk mengganggu Tdk jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 165 Mendadak Tdk mengganggu Tdk jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 166 Mendadak Tdk mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Berselaput Observasi 167 Mendadak Tdk mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Observasi 168 Mendadak Tdk mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Observasi 169 Mendadak Tdk mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Berselaput Observasi 170 Mendadak Tdk mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Observasi 171 Mendadak Tdk mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Observasi 172 Mendadak Tdk mengganggu Jelas Terjadi Berselaput DBD 173 Mendadak Tdk mengganggu Jelas Terjadi Ragu-ragu DBD
174 Mendadak Tdk mengganggu Jelas Terjadi Tdk berselaput DBD 175 Mendadak Tdk mengganggu Jelas Ragu-ragu Berselaput DBD 176 Mendadak Tdk mengganggu Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu DBD 177 Mendadak Tdk mengganggu Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput DBD 178 Mendadak Tdk mengganggu Jelas Tdk terjadi Berselaput DBD 179 Mendadak Tdk mengganggu Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu DBD 180 Mendadak Tdk mengganggu Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput DBD 181 Mendadak Tdk mengganggu Sgt Jelas Terjadi Berselaput DBD 182 Mendadak Tdk mengganggu Sgt Jelas Terjadi Ragu-ragu DBD 183 Mendadak Tdk mengganggu Sgt Jelas Terjadi Tdk berselaput DBD 184 Mendadak Tdk mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Berselaput DBD 185 Mendadak Tdk mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu DBD 186 Mendadak Tdk mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput DBD 187 Mendadak Tdk mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Berselaput DBD 188 Mendadak Tdk mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu DBD 189 Mendadak Tdk mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput DBD 190 Mendadak Mengganggu Tdk jelas Terjadi Berselaput Cek lab 191 Mendadak Mengganggu Tdk jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 192 Mendadak Mengganggu Tdk jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 193 Mendadak Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Berselaput Cek lab 194 Mendadak Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 195 Mendadak Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 196 Mendadak Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Berselaput Cek lab 197 Mendadak Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 198 Mendadak Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 199 Mendadak Mengganggu Jelas Terjadi Berselaput DBD 200 Mendadak Mengganggu Jelas Terjadi Ragu-ragu DBD 201 Mendadak Mengganggu Jelas Terjadi Tdk berselaput DBD 202 Mendadak Mengganggu Jelas Ragu-ragu Berselaput DBD 203 Mendadak Mengganggu Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu DBD 204 Mendadak Mengganggu Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput DBD 205 Mendadak Mengganggu Jelas Tdk terjadi Berselaput DBD 206 Mendadak Mengganggu Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu DBD 207 Mendadak Mengganggu Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput DBD 208 Mendadak Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Berselaput DBD 209 Mendadak Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Ragu-ragu DBD 210 Mendadak Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Tdk berselaput DBD 211 Mendadak Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Berselaput DBD 212 Mendadak Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu DBD 213 Mendadak Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput DBD 214 Mendadak Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Berselaput DBD 215 Mendadak Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu DBD 216 Mendadak Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput DBD 217 Mendadak Sgt Mengganggu Tdk jelas Terjadi Berselaput Cek lab 218 Mendadak Sgt Mengganggu Tdk jelas Terjadi Ragu-ragu Cek lab 219 Mendadak Sgt Mengganggu Tdk jelas Terjadi Tdk berselaput Cek lab 220 Mendadak Sgt Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Berselaput Cek lab 221 Mendadak Sgt Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Ragu-ragu Cek lab 222 Mendadak Sgt Mengganggu Tdk jelas Ragu-ragu Tdk berselaput Cek lab 223 Mendadak Sgt Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Berselaput Cek lab 224 Mendadak Sgt Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Ragu-ragu Cek lab 225 Mendadak Sgt Mengganggu Tdk jelas Tdk terjadi Tdk berselaput Cek lab 226 Mendadak Sgt Mengganggu Jelas Terjadi Berselaput DBD 227 Mendadak Sgt Mengganggu Jelas Terjadi Ragu-ragu DBD 228 Mendadak Sgt Mengganggu Jelas Terjadi Tdk berselaput DBD 229 Mendadak Sgt Mengganggu Jelas Ragu-ragu Berselaput DBD 230 Mendadak Sgt Mengganggu Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu DBD 231 Mendadak Sgt Mengganggu Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput DBD 232 Mendadak Sgt Mengganggu Jelas Tdk terjadi Berselaput DBD
233 Mendadak Sgt Mengganggu Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu DBD 234 Mendadak Sgt Mengganggu Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput DBD 235 Mendadak Sgt Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Berselaput DBD 236 Mendadak Sgt Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Ragu-ragu DBD 237 Mendadak Sgt Mengganggu Sgt Jelas Terjadi Tdk berselaput DBD 238 Mendadak Sgt Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Berselaput DBD* 239 Mendadak Sgt Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Ragu-ragu DBD* 240 Mendadak Sgt Mengganggu Sgt Jelas Ragu-ragu Tdk berselaput DBD* 241 Mendadak Sgt Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Berselaput DBD* 242 Mendadak Sgt Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Ragu-ragu DBD* 243 Mendadak Sgt Mengganggu Sgt Jelas Tdk terjadi Tdk berselaput DBD*
Catatan : Tdk : Tidak Sgt : Sangat D.Tifoid : demam tifoid
*hanya contoh
92
LAMPIRAN A
BASIS ATURAN (RULE BASE) ANFIS DIAGNOSIS DBD DAN DEMAM TIFOID
Rule-
1
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis =
((0,25*D)+(0,25*NOS)+(0,25*P)+(0,25*GC)+(0,25*L)+2)/5
Rule-
2
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis= Diagnosis =
((0,25*D)+(0,25*nyeriOtot&Sendi)+(0,25*pendarahan)+(0,25*gangguCerna)+(0,5*lidah)+2)/5
Rule-
3
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN
Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*nyeriOtot&Sendi)+(0,25*pendarahan)+(0,25*gangguCerna)+(0,75*lidah)+2)/5
Rule-
4
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN
Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*nyeriOtot&Sendi)+(0,25*pendarahan)+(0,25*gangguCerna)+(0,75*lidah)+2)/5
Rule-
5
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
6
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
7
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
8
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
9
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
10
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
11
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
12
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
13
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
14
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu-ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
15
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
16
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
17
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
18
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
19
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
20
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
21
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
22
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
23
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
24
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
25
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
26
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
27
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi tidak _mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
28
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
29
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
30
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
31
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+( Rule-
32
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
33
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
34
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
93
Rule-
35
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
36
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
37
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
38
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
39
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
40
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
41
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
42
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
43
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
44
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
45
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
46
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
47
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
48
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
49
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu ragu_ragu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
50
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
51
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
52
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
53
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan AND gangguan_pencernaan
tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
54
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
55
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
56
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
57
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
58
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
59
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan raguu-ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
60
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
61
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
62
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
63
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
64
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
65
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
66
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
67
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
68
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
69
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
70
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
71
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
72
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule- IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
94
73 gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
74
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
75
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
76
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
77
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
78
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
79
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
80
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
81
IF demam bertahap AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,25*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
82
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
83
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
84
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
85
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
86
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
87
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
88
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
89
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
90
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
91
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
92
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
93
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
94
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
95
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
96
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
97
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
98
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
99
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
100
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
101
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
102
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
103
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
104
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
105
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
106
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
107
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
108
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
109
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
110
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
111
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
95
Rule-
112
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
113
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
114
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
115
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
116
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
117
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
118
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
119
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
120
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
121
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
122
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
123
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
124
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
125
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
126
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
127
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
128
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
129
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
130
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
131
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
132
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
133
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
134
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
135
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
136
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
137
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
138
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
139
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
140
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
141
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
142
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
143
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
144
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
145
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
146
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
147
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
148
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
149
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule- IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
96
150 gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
151
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
152
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
153
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
154
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
155
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
156
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
157
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
158
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
159
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
160
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
161
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
162
IF demam ragu-ragu AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,5*D)+(0,75*NOS)+(
Rule-
163
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
164
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
165
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
166
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
167
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
168
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
169
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
170
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
171
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
172
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
173
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
174
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
175
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
176
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
177
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
178
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
179
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
180
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
181
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
182
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
183
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
184
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
185
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
186
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
187
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
188
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
97
Rule-
189
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi tidak_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,25*NOS)+(
Rule-
190
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
191
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
192
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
193
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
194
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
195
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
196
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(0,5*NOS)+(
Rule-
197
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
198
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
199
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
200
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
201
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
202
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
203
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
204
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
205
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
206
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan jelas AND gangguan_pencernaan
tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
207
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sjelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
208
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
209
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
210
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
211
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
212
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
213
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu-ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
214
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
215
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
216
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
217
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
218
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
219
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
220
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
221
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
222
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
223
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
224
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
225
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan tidak_jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
226
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule- IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
98
227 gangguan_pencernaan terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
228
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
229
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
230
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu-ragu AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
231
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan ragu_ragu AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
232
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
233
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
234
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan jelas AND
gangguan_pencernaan tidak_terjadi AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
235
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
236
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
237
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
238
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
239
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
240
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+ Rule-
241
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
242
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah ragu-ragu THEN Diagnosis=((0,75*D)+
Rule-
243
IF demam mendadak AND nyeri otot&sendi sangat_mengganggu AND pendarahan sangat_jelas AND
gangguan_pencernaan AND lidah tidak_berselaput THEN Diagnosis=((0,75*D)+(
99
LAMPIRAN B
PERANCANGAN TAMPILAN
1. Perancangan halaman menu utama
2. Perancangan halaman input gejala 1
JUDUL APLIKASI
PENULIS
TOMBOL MASUK
TOMBOL PETUNJUK
PEMAKAIAN
TOMBOL TENTANG
PROGRAM
TOMBOL PROFIL
TOMBOL KELUAR
GEJALA 1
PERTANYAAN GEJALA 1
KETERANGAN GEJALA 1
JAWABAN
TOMBOL KE GEJALA 2
100
3. Perancangan halaman input gejala 2
4. Perancangan halaman input gejala
GEJALA 2
PERTANYAAN GEJALA 2
KETERANGAN GEJALA 2
JAWABAN
TOMBOL KE GEJALA 3
GEJALA 3
PERTANYAAN GEJALA 3
KETERANGAN GEJALA 3
JAWABAN
TOMBOL KE GEJALA 4
101
5. Perancangan halaman input gejala 4
6. Perancangan halaman input gejala 5
GEJALA 4
PERTANYAAN GEJALA 4
KETERANGAN GEJALA 4
JAWABAN
TOMBOL KE GEJALA 5
GEJALA 4
PERTANYAAN GEJALA 4
KETERANGAN GEJALA 4
JAWABAN
TOMBOL KE GEJALA 5
102
7. Perancangan halaman diagnosis
8. Perancangan halaman hasil diagnosis
INPUT GEJALA YANG
DIMASUKKAN
TOMBOL ULANGI
INPUT
TOMBOL DIAGNOSIS
HASIL DIAGNOSIS DAN
TATA LAKSANANYA
TOMBOL MENU
UTAMA
TOMBOL KELUAR
103
9. Perancangan halaman petunjuk pemakaian
10. Perancangan halaman tentang DBD dan demam tifoid
PETUNJUK PEMAKAIAN
TOMBOL MENU
UTAMA
PENJELASAN TENTANG DBD & TIFOID
TOMBOL MENU
UTAMA
104
11. Perancangan halaman profil penulis
PROFIL PENULIS
TOMBOL MENU
UTAMA
105
LAMPIRAN C
TAMPILAN APLIKASI
1. Halaman menu utama
2. Halaman input gejala 1
3. Halaman input gejala 2
106
4. Halaman input gejala 3
5. Halaman input gejala 4
6. Halaman input gejala 5
107
7. Halaman diagnosis
8. Halaman hasil diagnosis demam tifoid
9. Halaman hasil diagnosis observasi
108
10. Halaman hasil diagnosis cek lab
11. Halaman hasil diagnosis DBD
12. Halaman petunjuk pemakaian
109
13. Halaman tentang DBD dan demam tifoid
14. Halaman profil penulis
110
LAMPIRAN D
INSTALASI MATLAB 7.8
1. Buka file setup.exe dari sumber proram Matlab (CD atau media lain),
maka akan ditampilkan jendela installer Matlab seperti berikut :
Pilih ‘Install manually without using internet’ karena kita tidak terkoneksi
ke internet, jika terkoneksi ke internet, pilih ‘Install automatically using
the internet’ Kemudian klik Next.
2. Pada jendela License Aggreement, pilih radio button Yes kemudian klik
Next.
111
3. Pada jendela File Installation Key pilih radio button ‘I have the file
installation key for my license’ kemudian masukkan key installation
11111-11111-02011-44270. Masukkan key installation 11111-11111-
02011-06717 jika kita menggunakan instalasi lewat internet. Setelah kita
masukkan key installation, klik Next.
4. Pada jendela Installation Type pilih radio button typical, klik Next.
5. Pada jendela Folder Selection, ketikkan lokasi tempat yang kita inginkan
untuk menginstal Matlab atau biarkan default (biasanya diarahkan di
Program File) kemudian klik Next.
112
6. Selanjutnya akan ditampilkan jendela confirmation yang memberikan
penjelasan tentang product-product yang kita install. Lalu klik Install
7. Proses instalasi akan dimulai, tunggu prosesnya sampai complete (100%)
dan akan keluar jendela aktivasi Matlab, pilih radio button ‘Activate
manually without the internet’ kemudian klik Next.
113
8. Masukkan path lokasi tempat kita menyimpan file ‘lic_standalone.dat’
yang terdapat pada folder ‘crack’ dengan cara browse kemudian klik Next.
9. Program Matlab telah berhasil di install dan di aktivasi.
114
LAMPIRAN E
KODE PROGRAM
1. Menu Utama
function varargout = menuUtama(varargin) % MENUUTAMA M-file for menuUtama.fig % MENUUTAMA, by itself, creates a new MENUUTAMA or raises the
existing % singleton*. % % H = MENUUTAMA returns the handle to a new MENUUTAMA or the
handle to % the existing singleton*. % % MENUUTAMA('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls
the local % function named CALLBACK in MENUUTAMA.M with the given input
arguments. % % MENUUTAMA('Property','Value',...) creates a new MENUUTAMA
or raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before menuUtama_OpeningFcn gets called.
An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to menuUtama_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help menuUtama
% Last Modified by GUIDE v2.5 21-Oct-2010 17:45:48
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @menuUtama_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @menuUtama_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
115
end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before menuUtama is made visible. function menuUtama_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,
varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to menuUtama (see VARARGIN)
% Choose default command line output for menuUtama handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes menuUtama wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = menuUtama_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) gejala1 close menuUtama
% --- Executes on button press in pushbutton2.
116
function pushbutton2_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton2 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) petunjuk close menuUtama
% --- Executes on button press in pushbutton3. function pushbutton3_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton3 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) tentangProgram close menuUtama
% --- Executes on button press in pushbutton4. function pushbutton4_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton4 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) profil close menuUtama
% --- Executes on button press in pushbutton5. function pushbutton5_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton5 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) close all
% --- Executes on mouse press over figure background, over a
disabled or % --- inactive control, or over an axes background. function figure1_WindowButtonDownFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to figure1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
2. Gejala 1
function varargout = gejala1(varargin) % GEJALA1 M-file for gejala1.fig % GEJALA1, by itself, creates a new GEJALA1 or raises the
existing % singleton*. %
117
% H = GEJALA1 returns the handle to a new GEJALA1 or the
handle to % the existing singleton*. % % GEJALA1('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls the
local % function named CALLBACK in GEJALA1.M with the given input
arguments. % % GEJALA1('Property','Value',...) creates a new GEJALA1 or
raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before gejala1_OpeningFcn gets called.
An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to gejala1_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help gejala1
% Last Modified by GUIDE v2.5 19-Oct-2010 22:30:20
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @gejala1_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @gejala1_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before gejala1 is made visible. function gejala1_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure
118
% eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to gejala1 (see VARARGIN)
% Choose default command line output for gejala1 handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes gejala1 wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = gejala1_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
function edit1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of edit1 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
edit1 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function edit1_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white');
119
end
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) dat1=str2num(get(handles.edit1,'string')); if dat1<0 || dat1>10 warndlg('Nilai yang Anda masukkan diluar
jangkauan!','Peringatan') else csvwrite('dat1.dat',dat1); gejala2 close gejala1 end
3. Gejala 2 function varargout = gejala2(varargin) % GEJALA2 M-file for gejala2.fig % GEJALA2, by itself, creates a new GEJALA2 or raises the
existing % singleton*. % % H = GEJALA2 returns the handle to a new GEJALA2 or the
handle to % the existing singleton*. % % GEJALA2('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls the
local % function named CALLBACK in GEJALA2.M with the given input
arguments. % % GEJALA2('Property','Value',...) creates a new GEJALA2 or
raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before gejala2_OpeningFcn gets called.
An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to gejala2_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help gejala2
120
% Last Modified by GUIDE v2.5 12-Nov-2010 13:43:43
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @gejala2_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @gejala2_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before gejala2 is made visible. function gejala2_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to gejala2 (see VARARGIN)
% Choose default command line output for gejala2 handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes gejala2 wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = gejala2_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
121
function edit1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of edit1 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
edit1 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function edit1_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white'); end
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) dat2=str2num(get(handles.edit1,'string')); if dat2<0 || dat2>10 warndlg('Nilai yang Anda masukkan diluar
jangkauan!','Peringatan') else csvwrite('dat2.dat',dat2); gejala3 close gejala2 end
4. Gejala 3
function varargout = gejala3(varargin) % GEJALA3 M-file for gejala3.fig % GEJALA3, by itself, creates a new GEJALA3 or raises the
existing % singleton*.
122
% % H = GEJALA3 returns the handle to a new GEJALA3 or the
handle to % the existing singleton*. % % GEJALA3('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls the
local % function named CALLBACK in GEJALA3.M with the given input
arguments. % % GEJALA3('Property','Value',...) creates a new GEJALA3 or
raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before gejala3_OpeningFcn gets called.
An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to gejala3_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help gejala3
% Last Modified by GUIDE v2.5 12-Nov-2010 13:44:09
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @gejala3_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @gejala3_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before gejala3 is made visible. function gejala3_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure
123
% eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to gejala3 (see VARARGIN)
% Choose default command line output for gejala3 handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes gejala3 wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = gejala3_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
function edit1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of edit1 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
edit1 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function edit1_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white');
124
end
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) dat3=str2num(get(handles.edit1,'string')); if dat3<0 || dat3>10 warndlg('Nilai yang Anda masukkan diluar
jangkauan!','Peringatan') else csvwrite('dat3.dat',dat3); gejala4 close gejala3 end
5. Gejala 4
function varargout = gejala4(varargin) % GEJALA4 M-file for gejala4.fig % GEJALA4, by itself, creates a new GEJALA4 or raises the
existing % singleton*. % % H = GEJALA4 returns the handle to a new GEJALA4 or the
handle to % the existing singleton*. % % GEJALA4('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls the
local % function named CALLBACK in GEJALA4.M with the given input
arguments. % % GEJALA4('Property','Value',...) creates a new GEJALA4 or
raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before gejala4_OpeningFcn gets called.
An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to gejala4_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help gejala4
125
% Last Modified by GUIDE v2.5 19-Oct-2010 22:49:31
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @gejala4_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @gejala4_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before gejala4 is made visible. function gejala4_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to gejala4 (see VARARGIN)
% Choose default command line output for gejala4 handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes gejala4 wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = gejala4_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
126
function edit1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of edit1 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
edit1 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function edit1_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white'); end
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) dat4=str2num(get(handles.edit1,'string')); if dat4<0 || dat4>10 warndlg('Nilai yang Anda masukkan diluar
jangkauan!','Peringatan') else csvwrite('dat4.dat',dat4); gejala5 close gejala4 end
6. Gejala 5
function varargout = gejala5(varargin) % GEJALA5 M-file for gejala5.fig % GEJALA5, by itself, creates a new GEJALA5 or raises the
existing % singleton*.
127
% % H = GEJALA5 returns the handle to a new GEJALA5 or the
handle to % the existing singleton*. % % GEJALA5('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls the
local % function named CALLBACK in GEJALA5.M with the given input
arguments. % % GEJALA5('Property','Value',...) creates a new GEJALA5 or
raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before gejala5_OpeningFcn gets called.
An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to gejala5_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help gejala5
% Last Modified by GUIDE v2.5 18-Nov-2010 21:37:06
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @gejala5_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @gejala5_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before gejala5 is made visible. function gejala5_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure
128
% eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to gejala5 (see VARARGIN)
% Choose default command line output for gejala5 handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes gejala5 wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = gejala5_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
function edit1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of edit1 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
edit1 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function edit1_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white');
129
end
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) dat5=str2num(get(handles.edit1,'string')); if dat5<0 || dat5>10 warndlg('Nilai yang Anda masukkan diluar
jangkauan!','Peringatan') else csvwrite('dat5.dat',dat5); diagnosis close gejala5 end
7. Cekmf
function diagnosis=cekmf(nilai) mf1=evalmf(nilai,[0 2 3.99],'trimf') mf2=evalmf(nilai,[3 4.5 5.9],'trimf') mf3=evalmf(nilai,[5 6.5 7.9],'trimf') mf4=evalmf(nilai,[7 8.5 10],'trimf') if nilai<=3.99 diagnosis=0; else if nilai>3 && nilai<=5 diagnosis=1; else if nilai>5 && nilai<=7 diagnosis=2; else if nilai>7 && nilai<=10 diagnosis=3; end end end end
8. Diagnosis
function varargout = diagnosis(varargin) % DIAGNOSIS M-file for diagnosis.fig % DIAGNOSIS, by itself, creates a new DIAGNOSIS or raises the
existing % singleton*. % % H = DIAGNOSIS returns the handle to a new DIAGNOSIS or the
handle to
130
% the existing singleton*. % % DIAGNOSIS('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls
the local % function named CALLBACK in DIAGNOSIS.M with the given input
arguments. % % DIAGNOSIS('Property','Value',...) creates a new DIAGNOSIS
or raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before diagnosis_OpeningFcn gets called.
An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to diagnosis_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help diagnosis
% Last Modified by GUIDE v2.5 18-Nov-2010 23:52:04
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @diagnosis_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @diagnosis_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before diagnosis is made visible. function diagnosis_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,
varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB
131
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to diagnosis (see VARARGIN)
% Choose default command line output for diagnosis handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes diagnosis wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = diagnosis_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
%
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) dat1=load('dat1.dat'); dat2=load('dat2.dat'); dat3=load('dat3.dat'); dat4=load('dat4.dat'); dat5=load('dat5.dat'); fis=readfis('pakarDBDTifoid'); fis.andMethod='min'; fis.orMethod='max'; fis.impMethod='min'; fis.aggMethod='max'; %out_fis=genfis(fis); hasil=evalfis([dat1 dat2 dat3 dat4 dat5],fis); diagnosis=cekmf(hasil) if diagnosis==0 diagnosis0 else
132
if diagnosis==1 diagnosis1 else if diagnosis ==2 diagnosis2 else diagnosis3 end end end close diagnosis
% --- Executes on button press in pushbutton2. function pushbutton2_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton2 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) gejala1 close diagnosis
function editGejala_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of edit1 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
edit1 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function editGejala_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white'); end
% --- Executes on button press in pushbutton3. function pushbutton3_Callback(hObject, eventdata, handles)
133
% hObject handle to pushbutton3 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) dat1=load('dat1.dat'); dat2=load('dat2.dat'); dat3=load('dat3.dat'); dat4=load('dat4.dat'); dat5=load('dat5.dat'); out1=num2str(dat1); out2=num2str(dat2); out3=num2str(dat3); out4=num2str(dat4); out5=num2str(dat5); set(handles.out1,'String',out1); set(handles.out2,'String',out2); set(handles.out3,'String',out3); set(handles.out4,'String',out4); set(handles.out5,'String',out5); guidata(hObject,handles);
function out1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of out1 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
out1 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function out1_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white'); end
function out2_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out2 (see GCBO)
134
% eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of out2 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
out2 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function out2_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out2 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white'); end
function out3_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out3 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of out3 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
out3 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function out3_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out3 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white'); end
135
function out4_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out4 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of out4 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
out4 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function out4_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out4 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER. if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white'); end
function out5_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out5 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of out5 as text % str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
out5 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all
properties. function out5_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to out5 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows. % See ISPC and COMPUTER.
136
if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor')) set(hObject,'BackgroundColor','white'); end
9. Diagnosis0
function varargout = diagnosis0(varargin) % DIAGNOSIS0 M-file for diagnosis0.fig % DIAGNOSIS0, by itself, creates a new DIAGNOSIS0 or raises
the existing % singleton*. % % H = DIAGNOSIS0 returns the handle to a new DIAGNOSIS0 or
the handle to % the existing singleton*. % % DIAGNOSIS0('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls
the local % function named CALLBACK in DIAGNOSIS0.M with the given
input arguments. % % DIAGNOSIS0('Property','Value',...) creates a new DIAGNOSIS0
or raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before diagnosis0_OpeningFcn gets
called. An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to diagnosis0_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help diagnosis0
% Last Modified by GUIDE v2.5 12-Nov-2010 03:33:01
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @diagnosis0_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @diagnosis0_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
137
end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before diagnosis0 is made visible. function diagnosis0_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,
varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to diagnosis0 (see VARARGIN)
% Choose default command line output for diagnosis0 handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes diagnosis0 wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = diagnosis0_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) close all
138
10. Diagnosis1
function varargout = diagnosis1(varargin) % DIAGNOSIS1 M-file for diagnosis1.fig % DIAGNOSIS1, by itself, creates a new DIAGNOSIS1 or raises
the existing % singleton*. % % H = DIAGNOSIS1 returns the handle to a new DIAGNOSIS1 or
the handle to % the existing singleton*. % % DIAGNOSIS1('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls
the local % function named CALLBACK in DIAGNOSIS1.M with the given
input arguments. % % DIAGNOSIS1('Property','Value',...) creates a new DIAGNOSIS1
or raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before diagnosis1_OpeningFcn gets
called. An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to diagnosis1_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help diagnosis1
% Last Modified by GUIDE v2.5 18-Nov-2010 21:40:49
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @diagnosis1_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @diagnosis1_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end
139
% End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before diagnosis1 is made visible. function diagnosis1_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,
varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to diagnosis1 (see VARARGIN)
% Choose default command line output for diagnosis1 handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes diagnosis1 wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = diagnosis1_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) close all
11. Diagnosis2
function varargout = diagnosis2(varargin) % DIAGNOSIS2 M-file for diagnosis2.fig % DIAGNOSIS2, by itself, creates a new DIAGNOSIS2 or raises
the existing % singleton*.
140
% % H = DIAGNOSIS2 returns the handle to a new DIAGNOSIS2 or
the handle to % the existing singleton*. % % DIAGNOSIS2('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls
the local % function named CALLBACK in DIAGNOSIS2.M with the given
input arguments. % % DIAGNOSIS2('Property','Value',...) creates a new DIAGNOSIS2
or raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before diagnosis2_OpeningFcn gets
called. An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to diagnosis2_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help diagnosis2
% Last Modified by GUIDE v2.5 12-Nov-2010 03:37:51
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @diagnosis2_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @diagnosis2_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before diagnosis2 is made visible. function diagnosis2_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,
varargin) % This function has no output args, see OutputFcn.
141
% hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to diagnosis2 (see VARARGIN)
% Choose default command line output for diagnosis2 handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes diagnosis2 wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = diagnosis2_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) close all
12. Diagnosis3
function varargout = diagnosis3(varargin) % DIAGNOSIS3 M-file for diagnosis3.fig % DIAGNOSIS3, by itself, creates a new DIAGNOSIS3 or raises
the existing % singleton*. % % H = DIAGNOSIS3 returns the handle to a new DIAGNOSIS3 or
the handle to % the existing singleton*. % % DIAGNOSIS3('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls
the local
142
% function named CALLBACK in DIAGNOSIS3.M with the given
input arguments. % % DIAGNOSIS3('Property','Value',...) creates a new DIAGNOSIS3
or raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before diagnosis3_OpeningFcn gets
called. An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to diagnosis3_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help diagnosis3
% Last Modified by GUIDE v2.5 12-Nov-2010 03:38:43
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @diagnosis3_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @diagnosis3_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before diagnosis3 is made visible. function diagnosis3_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,
varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to diagnosis3 (see VARARGIN)
% Choose default command line output for diagnosis3
143
handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes diagnosis3 wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = diagnosis3_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) close all
13. Petunjuk pemakaian
function varargout = petunjuk(varargin) % PETUNJUK M-file for petunjuk.fig % PETUNJUK, by itself, creates a new PETUNJUK or raises the
existing % singleton*. % % H = PETUNJUK returns the handle to a new PETUNJUK or the
handle to % the existing singleton*. % % PETUNJUK('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls
the local % function named CALLBACK in PETUNJUK.M with the given input
arguments. % % PETUNJUK('Property','Value',...) creates a new PETUNJUK or
raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are
144
% applied to the GUI before petunjuk_OpeningFcn gets called.
An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to petunjuk_OpeningFcn via
varargin. % % *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help petunjuk
% Last Modified by GUIDE v2.5 12-Nov-2010 01:00:47
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @petunjuk_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @petunjuk_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before petunjuk is made visible. function petunjuk_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,
varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to petunjuk (see VARARGIN)
% Choose default command line output for petunjuk handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes petunjuk wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
145
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = petunjuk_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
% --- Executes on button press in pushbutton2. function pushbutton2_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton2 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) menuUtama close petunjuk
tentang program
function varargout = tentangProgram(varargin) % TENTANGPROGRAM M-file for tentangProgram.fig % TENTANGPROGRAM, by itself, creates a new TENTANGPROGRAM or
raises the existing % singleton*. % % H = TENTANGPROGRAM returns the handle to a new
TENTANGPROGRAM or the handle to % the existing singleton*. % % TENTANGPROGRAM('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...)
calls the local % function named CALLBACK in TENTANGPROGRAM.M with the given
input arguments. % % TENTANGPROGRAM('Property','Value',...) creates a new
TENTANGPROGRAM or raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before tentangProgram_OpeningFcn gets
called. An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to tentangProgram_OpeningFcn
via varargin. %
146
% *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help
tentangProgram
% Last Modified by GUIDE v2.5 19-Oct-2010 23:30:12
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @tentangProgram_OpeningFcn,
... 'gui_OutputFcn', @tentangProgram_OutputFcn,
... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before tentangProgram is made visible. function tentangProgram_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles,
varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to tentangProgram (see
VARARGIN)
% Choose default command line output for tentangProgram handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes tentangProgram wait for user response (see
UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
147
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = tentangProgram_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) menuUtama close tentangProgram
14. Profil
function varargout = profil(varargin) % PROFIL M-file for profil.fig % PROFIL, by itself, creates a new PROFIL or raises the
existing % singleton*. % % H = PROFIL returns the handle to a new PROFIL or the handle
to % the existing singleton*. % % PROFIL('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls the
local % function named CALLBACK in PROFIL.M with the given input
arguments. % % PROFIL('Property','Value',...) creates a new PROFIL or
raises the % existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are % applied to the GUI before profil_OpeningFcn gets called.
An % unrecognized property name or invalid value makes property
application % stop. All inputs are passed to profil_OpeningFcn via
varargin. %
148
% *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one % instance to run (singleton)". % % See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help profil
% Last Modified by GUIDE v2.5 19-Oct-2010 23:41:37
% Begin initialization code - DO NOT EDIT gui_Singleton = 1; gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ... 'gui_OpeningFcn', @profil_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @profil_OutputFcn, ... 'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1}) gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end
if nargout [varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end % End initialization code - DO NOT EDIT
% --- Executes just before profil is made visible. function profil_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin) % This function has no output args, see OutputFcn. % hObject handle to figure % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to profil (see VARARGIN)
% Choose default command line output for profil handles.output = hObject;
% Update handles structure guidata(hObject, handles);
% UIWAIT makes profil wait for user response (see UIRESUME) % uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = profil_OutputFcn(hObject, eventdata, handles) % varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT); % hObject handle to figure
149
% eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;
% --- Executes on button press in pushbutton1. function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles) % hObject handle to pushbutton1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) menuUtama close profil