All in One - Skripsi
-
Upload
imaniar-niaa-ramadhani -
Category
Documents
-
view
85 -
download
3
Transcript of All in One - Skripsi
HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN JERAWAT
Diajukan ke Fakultas Kedokteran UKISebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat
Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran
Disusun Oleh :
Ni Made Dhaena Kusuma Dewi1061050133
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2013
HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN JERAWAT
Diajukan ke Fakultas Kedokteran UKISebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat
Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran
Disusun Oleh :
Ni Made Dhaena Kusuma Dewi1061050133
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2013
HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN JERAWAT
Diajukan Ke Fakultas Kedokteran UKISebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat
Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran
Disusun Oleh :
NI Made Dhaena Kusuma Dewi1061050133
Telah disetujui oleh Pembimbing/ /2013
dr Vitalis Pribadi SpKK NIP :
Mengetahui,
Prof Rondang Soegianto, PhDKetua Tim Skripsi
PERNYATAAN MAHASISWA
Nama Mahasiswa : Ni Made Dhaena Kusuma DewiNIM : 1061050133
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa Skripsi berjudul Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Jerawat adalah betul-betul karya buatan sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam Skripsi tersebut telah diberi tanda citation dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik.
Jakarta,Yang membuat pernyataan,
Ni Made Dhaena Kusuma DewiNIM : 1061050133
DAFTAR ISI
Sampul Luar………………………………………………………………………i
Sampul Dalam…………………………………………………………………… ii
Pernyataan Mahasiswa……………………………………………………………iii
Daftar isi ………………………………………………………………………… iv
Abstrak……………………………………………………………………………v
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang……………………………………………………… 1B. Tujuan Penelitian……………………………………………………. 2
Bab II Tinjauan Pustaka
A. Anatomi dan Fisiologi Kulit……………………………………………… 4B. Penyembuhan Luka……………………………………………………… 7C. Jerawat…………………………………………………………………… 8
a. Definisi Jerawat……………………………………………………… 8b. Epidemiologi Jerawat………………………………………………… 9c. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Jerawat…………………… 9d. Patogenesis Jerawat………………………………………………… 11e. Tipe-Tipe Jerawat…………………………………………………… 12f. Gejala Klinis Jerawat……………………………………………… 14
D. Merokoka. Kandungan Rokok……………………………………………………16b. Epidemiologi Perokok……………………………………………… 18c. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Perokok………………………… 19
Bab III Pembahasan………………………………………………………………21
Bab IVPenutup…………………………………………………………………. 25
A. Kesimpulan………………………………………………………………25B. Saran……………………………………………………………………. 25
Daftar Pustaka …………………………………………………………………. 26
ABSTRAK
Jerawat merupakan penyakit peradangan kulit yang dipengaruhi oleh aktivitas dari kelenjar sebaseus. Pengalaman klinis menunjukkan adanya hubungan antara merokok dengan jerawat, meskipun bukti studi memang kurang tepat. Dari penelitian yang dipublikasikan, beberapa mengatakan bahwa ada hubungan dan beberapa tidak ada hubungan antara merokok dan jerawat. Hal ini mungkin berkaitan dengan metode, adanya variabel pengganggu, dan pemilihan kasus yang berbeda. Dampak merokok bagi kulit mulai dikenal, serta kebiasaan merokok dan jerawat menunjukkan korelasi langsung bahwa merokok dapat memperparah kondisi jerawat dan memperlambat proses penyembuhan. Selain itu, ditemukan bahwa nikotin dapat menyebabkan vasokonstriksi dan menghambat penyembuhan luka. Peran nikotin pada penyakit kulit tetap jelas. Namun efek nikotin terhadap jerawat mungkin dapat merangsang bidang penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan studi kasus-kontrol menyelidiki hubungan antara merokok dan jerawat.
Kata kunci : Jerawat, merokok, nikotin
ABSTRACT
Acne is an inflammatory skin disease that is influenced by the activity of the sebaceous glands. Clinical experience suggests a link between smoking and acne, although the evidence is less precise studies. Of the published studies, some suggested that there is a connection and some no association between smoking and acne. This is maybe related to the method, the presence of confounding variables, and the selection of a different case. Impact of smoking on the skin began to be known, as well as smoking and acne showed a direct correlation that smoking can aggravate the condition of acne and slows the healing process. In addition, it was found that nicotine can cause vasoconstriction and inhibit wound healing. The role of nicotine on skin diseases remains unclear. However, the effect of nicotine on acne may stimulate research. The aim of this study was to conduct a case-control study investigating the relationship between smoking and acne.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jerawat atau Acne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis dari
kelenjar minyak sebasea, yang dapat berbentuk komedo, papula, pustula,
nodul dan sering menjadi jaringan parut.1 Jerawat memiliki prevalensi
lebih dari 90% di kalangan remaja dan berlanjut sampai dewasa kira-kira
12-14% kasus dengan efek gangguan psikologis dan sosial.2 Dalam suatu
studi, Larson S.K et. al dalam studynya menyatakan jerawat paling sering
terjadi pada remaja yaitu sekitar 85% dan prevalensinya menurun seiring
bertambahnya usia. Namun angka kejadiannya masih cukup tinggi. Rata-
rata jerawat tumbuh diusia 11 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun
pada anak laki-laki. Dan diketahui juga bahwa jerawat lebih sering terjadi
pada perempuan.3
Jerawat dapat disebabkan karena berbagai hal, yaitu antara lain
perubahan hormon dalam tubuh, adanya infeksi bakteri yang dapat
menyumbat saluran kelenjar minyak, makanan, penggunaan obat-obatan,
bahkan stres juga dapat menyebabkan jerawat. Adapun berbagai studi
epidemiologi melaporkan bahwa merokok dapat mempengaruhi kondisi
kulit seseorang hingga menimbulkan jerawat. Menurut Schafer T et al
mengenai analis regresi logistik, prevalensi jerawat secara signifikan lebih
tinggi pada perokok aktif (40,8%) dibandingkan bukan perokok (25,2%).4
Studi lain juga menyebutkan bahwa jerawat lebih mencolok pada kalangan
perokok (41,5%) dibandingkan bukan perokok (9,7%). Dan jerawat
perokok ini lebih banyak ditemukan jerawat yang tidak meradang (91,3%)
dibandingkan yang tidak merokok (52,8%).5 Ditemukan juga Klaz I et. al
juga menyatakan bahwa pasien jerawat yang merokok memiliki jerawat
yang lebih parah dibanding pasien jerawat yang tidak merokok.6 Akan
tetapi Pada penelitian Firooz et.al (2005) ditemukan bahwa pasien jerawat
yang merokok memiliki jerawat yang parah dibanding pasien jerawat yang
tidak merokok.6 Namun penelitian yang lebih baru ditemukan bahwa
tingkat keparahan jerawat memiliki korelasi yang kuat dengan merokok.11
Namun demikian, mekanisme bagaimana efek tersebut dapat terjadi masih
belum sepenuhnya diketahui. data korelasi antara merokok dan jerawat
memang masih menjadi kontroversi.
Jemec et.al (2002) menemukan bahwa pasien merokok tidak
bermakna bila dikaitkan dengan jerawat dalam sampel acak pada 186
subjek.
Melihat fakta-fakta diatas, peneliti beranggapan bahwa merokok
memiliki korelasi dengan timbulnya jerawat. Selain merokok dapat
mempengaruhi timbulnya jerawat, merokok juga mungkin dapat
memperparah ataupun memperlambat proses penyembuhan dari jerawat.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut agar diketahui pengaruh
merokok terhadap jerawat dan penanganan yang cepat dan tepat pada
jerawat akibat merokok.
Melihat fakta-fakta diatas, diperlukan penelitian lebih lanjut agar
diketahui pengaruh merokok terhadap jerawat dan penanganan yang cepat
dan tepat pada jerawat akibat merokok.
NOTE :
Coba susun lagi latar belakangnya, terutama setelah kumasukin
pindahan dari pembahasan itu biar ceritanya lebih bisa diterima
dengan mudah.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Memperoleh informasi mengenai hubungan merokok dengan
timbulnya jerawat.
2. Tujuan khusus
- Mengetahui kandungan rokok paling berperan dalam patogenesis
jerawat
- Mengetahui efek rokok terhadap fisiologi kulit
- Mengetahui patofisiologi jerawat akibat merokok
a. Manfaat Penelitian
Di Indonesia terdapat angka kejadian jerawat yang masih relatif
tinggi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi sumber
informasi bagi pihak-pihak yang akan dilakukan penyuluhan edukasi
terhadap pemilik keluhan jerawat. Antara lain :
- Bagi masyarakat
Untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat
tentang hubungan masalah merokok dengan timbulnya jerawat.
- Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan peneliti tentang hubungan merokok
dengan timbulnya jerawat
Untuk dapat melakukan penelitian dan mendapat informasi yang
tepat untuk kasus orang yang merokok dan memiliki jerawat
- Bagi instansi terkait
Agar dapat memberikan masukan yang tepat dalam menurunkan angka
morbiditas jerawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA (Ga kukoreksi yah, soalnya kamu pasti lebih
ahli, intinya tulis semua literature yang berhubungan dengan
tulisanmu)
A. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar
tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit
beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg
dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai
0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit
tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian
medial lengan atas; sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai
yang terdalam), yaitu :
1. Stratum Korneum : terdiri dari sel keratinosit yang bisa
mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum : berupa garis translusen, biasanya terdapat pada
kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum : ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng
yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar
yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin dan terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum : terdapat berkas-berkas filamen yang
dinamakan tonofibril, dianggap filamen tersebut memegang peranan
penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek
abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum
basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi serta terdapat
sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum) : terdapat aktifitas mitosis
yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis
secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan. Merupakan suatu lapis sel yang mengandung melanosit.
Dermis yaitu terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis
dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Dermis terdiri dari dua
lapisan, yaitu lapisan papiler (tipis mengandung jaringan ikat jarang) dan
lapisan retikuler (tebal terdiri dari jaringan ikat padat). Dermis mempunyai
banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa
derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di
dalam dermis. Fungsi dermis yaitu struktur penunjang, mechanical
strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang
terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Lapisan ini berfungsi menunjang suplai darah ke dermis
untuk regenerasi.7
Gambar 1. Anatomi kulit18
Dalam kulit, terdapat juga kelenjar sebaseus atau kelenjar minyak.
Kelenjar ini terhubung ke dalam kanal yang disebut folikel. Folikel adalah
tempat terisinya rambut halus. Kelenjar sebaseus paling banyak terdapat di
wajah, punggung atas dan dada. Kelenjar ini memproduksi minyak yang
disebut sebum dan bermuara ke permukaan kulit melalui pembukaan
folikel yang disebut pori-pori, dan sel yang membentuknya disebut
keratinosit.19
Gambar 2. Anatomi Kelenjar Sebaseus19
B. Penyembuhan luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk
memperbaiki kerusakan yang terjadi. Fisiologi penyembuhan luka secara
alami akan mengalami fase-fase seperti dibawah ini :
1. Peradangan. Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari
kelima. Segera setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus
mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis karena
agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. Berbagai
sel darah, termasuk granulosit, makrofag, neutrofil, limfosit, fibroblas dan
platelet, yang diaktifkan dan melepaskan mediator inflamasi, siap untuk
membentuk jaringan parut.
2. Pembentukan jaringan parut. Jaringan parut terjadi akibat proses
penyembuhan dengan dimulainya pembentukan kapiler. Fibroblas
mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen yang
terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada
fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi.
3. Remodelling atau maturasi. Fase ini merupakan fase yang terakhir
dan terpanjang pada proses penyembuhan luka. Terjadi proses yang
dinamis berupa remodelling kolagen, kontraksi luka dan pematangan
jaringan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam
keseimbangan. Fase ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun.
Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang yang
mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal.7,2
C. Jerawat
a. Definisi Jerawat
Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu penyakit kulit yang
lazim di tempat terdapatnya banyak kelenjar sebaseus (wajah,
punggung atas dan dada). Lesi khasnya mencakup komedo terbuka
(blackhead) dan tertutup (whitehead), papul inflamatorik, pustul,
nodul dan kista. Tampaknya terjadi akibat penebalan lubang
folikel, peningkatan produksi sebum, adanya bakteri, dan respon
inflamasi pejamu (Kamus Saku Mosby, 2002).
b. Epidemiologi Jerawat
Jerawat adalah kondisi kulit yang umum terjadi yang
banyak ditangani oleh dokter, yaitu sebanyak lebih dari 14 juta
kasus kunjungan per tahun. Jerawat biasanya muncul untuk
pertama kalinya saat masa awal remaja, yaitu sekitar 85% dari
individu antara usia 15-17 tahun.8
Jerawat biasanya dialami orang antara remaja dan lansia.
Jerawat lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan selama masa pubertas (usia 10-12 tahun). Antara usia
21-45 tahun, jerawat lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria
di usia yang sama. Dalam satu studi dari komunitas di Inggris,
prevalensi jerawat adalah 14% pada wanita dewasa yaitu antara 26-
44 tahun. Pada usia 45 tahun, 5% dari wanita dan laki-laki masih
mengalami berbagai lesi jerawat. Distribusi jerawat juga diteliti,
yaitu didapatkan daerah dengan jumlah terbanyak jerawat adalah
wajah (100%) diikuti oleh daerah dada yaitu 37 pasien (31,8%) dan
di daerah punggung yaitu 12 pasien (10,3%).9,8
c. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Jerawat
Jerawat biasanya dimulai pada masa awal pubertas dengan
peningkatan produksi kelenjar minyak (sebum), dan komedo,
diikuti oleh lesi yang meradang. Awal terbentuknya jerawat
(sebelum umur 12 tahun) biasanya banyak timbul komedo tetapi
belum meradang, mungkin karena orang tersebut belum mulai
memproduksi sebum yang cukup banyak untuk membantu
pertumbuhan dari Proprionibacterium acnes.10 Proprionibacterium
acnes merupakan flora normal dari kulit yang mendiami kelenjar
sebasea yang hidup dengan menggunakan sebum sebagai sumber
nutrisi. Oleh karena itu, Proprionibacterium acnes tumbuh subur
saat produksi sebum meningkat, menyebabkan peradangan melalui
aktivasi komplemen dan pelepasan produk metabolisme, protease
dan neutrofil untuk memanggil faktor kemotaktik.3
Hiperkeratinisi folikular adalah hal yang mendasari
pembentukan komedo. Komedo merupakan suatu karakteristik dari
pada lesi jerawat. Meskipun banyak pasien percaya bahwa jerawat
terjadi akibat dari seseorang yang membersihkan wajah tidak
efektif dan efisien, namun penelitian menganggap bahwa kegagalan
tersebut disebabkan karena kulit dan pori-pori tidak bisa
mengelupaskan kulit mati.9
Jerawat berhubungan dengan ketidakseimbangan hormon.
Hormon androgen pada pasien yang berjerawat lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Selama peroide menstruasi wanita juga dapat
mempengaruhi timbulnya jerawat. Selain itu penggunaan obat yang
bekerja untuk menyeimbangkan hormon, seperti obat yang
digunakan dalam kontrasepsi oral atau zat yang dapat memblok
hormon wanita (contoh : spironolakton) juga dapat mempengaruhi
timbulnya jerawat. Tumor yang mensekresi hormon seks lebih
banyak, hiperplasia kongenital dan penyakit lain yang ditandai
dengan kelebihan hormon androgen dapat menyebabkan jerawat.
Pria yang mengonsumsi pil testosteron atau suplemen steroid
anabolik juga cenderung menimbulkan jerawat.9
Beberapa penelitian mendapatkan bahwa ada kemungkinan
hubungan antara jerawat dan merokok. Dan bahwa dapat
diterimanya merokok menimbulkan perubahan penting dalam
mikrosirkulasi kulit, keratinosit, kolagen dan sintesis elastin.
Reseptor nikotin tersedia pada keranosit, fibroblas dan pembuluh
darah. Nikotin dalam perokok dapat menyebabkan vasokonstriksi
terkait dengan hiperemi lokal. Ini dapat menunda penyembuhan
luka dan mempercepat penuaan kulit. Ini dapat berkontribusi dalam
“wajah perokok”.11
d. Patogenesis Jerawat
Patogenesis jerawat saat ini banyak dikaitkan dengan
beberapa faktor, seperti produksi sebum yang meningkat,
perubahan kualitas sebum, aktivitas androgen, proliferasi
Propionibacterium acnes dalam folikel dan hiperkeratinisasi
folikular.12 Namun tepatnya urutan kejadian dan bagaimana mereka
dan faktor lainnya berinteraksi masih belum sepenuhnya jelas.
Proses peradangan mungkin melibatkan CD4, limfosit dan
makrofag yang merangsang kelenjar sebasea mulai mengalami
hiperkeratinisasi folikular. Hikerkeratinisasi folikular adalah
penumpukan sel kulit mati dalam folikel akibat kelebihan keratin
yang mengakibatkan terganggunya proses pengelupasan kulit mati.
Perubahan bentuk keratin juga dapat menyebabkan komedo dan
perubahan kualitatif dalam sebum yang akan mengeluarkan
interleukin 1 (IL1). Berbagai sel darah, termasuk granulosit,
makrofag, limfosit, neutrofil, fibroblas, dan platelet, yang
diaktifkan dan melepaskan mediator inflamasi, siap untuk
pembentukan jaringan granulasi. Sebum yang teroksidasi dapat
merangsang proliferasi keratin dan respon peradangan lain. Dan
mulailah timbul komedo akibat peradangan awal. Folikel sebasea
yang berisi mikrokomedo menyediakan lingkungan yang anaerob
dan kaya sebum, yang cocok bagi pertumbuhan
Proprionibacterium acnes.10,2
Komedo menyebabkan epitel kulit menipis dan folikel
membesar diisi dengan sebum dan bahan keratin yang meradang.
Pada pembentukan pustula terdapat abses folikular yang dikelilingi
oleh peradangan eksudat padat limfosit dan leukosit
polimorfonuklear. Selain itu, lesi nodular juga sering menunjukkan
sel plasma, body giant cells, dan proliferasi fibroblas.1
e. Tipe–Tipe Jerawat
Morfologi jerawat dibagi menjadi jerawat yang meradanga
dan jerawat yang tidak meradang serta keduanya. Papula, pustula
dan nodul adalah ciri jerawat yang meradang, sedangkan komedo
(terbuka dan tertutup) adalah ciri jerawat yang tidak meradang.
Papula adalah area kulit yang meradang, disertai timbulnya bintil –
bintil nanah akibat infeksi bakteri pada kelenjar minyak. Pustula
adalah penonjolan kulit / vesikel yang berisi pus (nanah) karena
mikroorganisme, contohnya adalah jerawat, dan nodul bisa disebut
juga sebagai jerawat kecil-kecil.9,13
Jerawat dibedakan menjadi derajat ringan, sedang dan
berat, yaitu :
Jerawat ringan : timbul dengan komedo atau lesi papula dan
pustula yang ringan, dengan atau tanpa beberapa papula dan
pustula.
Jerawat sedang : timbul dengan banyak komedo,
sedikit/banyak pustula, dan sedikit nodul kecil, tanpa jaringan
parut.
Jerawat berat / parah : timbul dengan papula dan pustula
yang banyak, banyak nodul, timbul peradangan, dan jaringan parut
mulai timbul.
Jerawat sangat berat / parah : timbul dengan komedo yang
berkelompok, nodul yang sangat banyak, peradangan yang berat
dan adanya jaringan parut.9
Gambar 3. Mikrokomedo, komedo terbuka, dan komedo tertutup19
f. Gejala Klinis Jerawat
Penderita biasanya mengeluh adanya erupsi kulit pada tempat-
tempat predileksi. Tempat predileksi jerawat adalah di muka, bahu,
dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain,
misalnya leher lengan atas, dan glutea kadang-kadang terkena. Erupsi
kulit polimorfi, dengan gejala predominan salah satunya, komedo,
papul yang tidak beradang dan pustule, nodus dan kista yang
beradang. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan
penderita adalah keluhan estetik. Komedo adalah gejala patognomonik
bagi jerawat berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung
sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsur
melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo,
open comedo). Sedang bila berwarna putih karena letaknya lebih
dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin disebut sebagai
komedo putih atau komedo tertutup (white comedo, close comedo)
(Wasitaadmaja, 2008; Fulton, 2009; James, 2005).
Sebagai penyakit polimorfi, jerawat memiliki gejala klinis
yang luas, yaitu papula, pustula, komedo terbuka atau tertutup, dan
atau nodul. Kebanyakan laki – laki dan wanita yang menderita jerawat
memilii gejala klinis campuran (yang meradang ataupun tidak
meradang), namun beberapa pasien memiliki tipe gejala lesi yang
lebih dominan diantara yang lain.
Komedo biasanya muncul hanya pada wajah, sedangkan
papula dan pustula dapat muncul pada wajah, dada dan punggung.
Gejala ini biasanya disertai rasa sakit, nyeri dan eritema di daerah
dimana terdapat jerawat dan timbul bengkak. Pada jerawat yang
meradang dapat terasa sangat menyakitkan. Dalam beberapa kasus,
jerawat tampak terkait dengan produksi sebum berlebih dan kulit
berminyak.9
D. Merokok
a. Kandungan Rokok
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap
asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.
Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 900
derajat celcius untuk ujung rokok yang dibakar dan 30 derajat celcius
untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok. Asap rokok
yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen yang
lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas
terkondensasi menjadi partikel. Dengan demikian, asap rokok yang
diisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel
dibagi menjadi nikotin dan tar (Sitepoe, 2000).
Tar adalah kumpulan dari ratusan atau bahkan ribuan bahan
kimia dalam komponen padat asap rokok setelah dikurangi nikotin
dan air. Tar ini mengandung bahan karsinogen (dapat menyebabkan
kanker). Sementara itu nikotin adalah suatu bahan adiktif, bahan yang
dapat membuat orang menjadi ketagihan dan menimbulkan
ketergantungan. Daun tembakau mengandung satu sampai tiga persen
nikotin.14
Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream
smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada hujung rokok yang
terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok
disebut sidestream smoke. Sidestream smoke menyebabkan seseorang
menjadi perokok pasif. Asap rokok mainstream mengandung 4000
jenis bahan kimia berbahaya dalam rokok dengan berbagai mekanisme
kerja terhadap tubuh. Dibedakan atas fase partikel dan fase gas. Fase
partikel terdiri daripada nikotin, nitrosamine, N nitrosonorktokin,
poliskiklik hidrokarbon, logam berat dan karsinogenik amin.
Sedangkan fase yang dapat menguap atau seperti gas adalah
karbonmonoksid, karbondioksid, benzene, amonia, formaldehid,
hidrosianida dan lain-lain (Sitepoe, 2000).
Beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dan
mampu memberikan efek yang mengganggu kesehatan antara lain
nikotin, tar, gas karbon monoksida dan berbagai logam berat
seseorang akan terganggu kesehatan bila merokok secara terus
menerus. Hal ini disebabkan adanya nikotin di dalam asap rokok yang
diisap. Nikotin bersifat adiktif sehingga bisa menyebabkan seseorang
menghisap rokok secara terus-menerus. sebagai contoh, seseorang
yang menghisap rokok sebanyak sepuluh kali isapan dan
menghabiskan 20 batang rokok sehari, berarti jumlah isapan rokok per
tahun mencapai 70.000 kali. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan
syaraf juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut
jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian
oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh darah koroner
bertambah dan vasokontriksi pembuluh darah perifer. Nikotin
meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolestrol
LDL dan meningkatkan agresi sel pembekuan darah (Sitepoe, 2000).
Tar mempunyai bahan kimia yang beracun yang bisa
menyebabkan kerusakan pada sel paru-paru dan menyebabkan kanker.
Rokok juga mengandung gas karbon monoksida (CO) yang bisa
membuat berkurangnya kemampuan darah untuk membawa oksigen.
Gas ini bersifat toksis yang bertentangan dengan gas oksigen dalam
transport hemoglobin (Sitepoe, 2000).
Pada suatu penelitian, menyebutkan bahwa merokok, nikotin
khususnya, dapat mengganggu 3 aspek pada kulit, yaitu : (1) merokok
menimbulkan perubahan pada mikrosirkulasi kulit, pada keratinosit,
dan pada sintesis kolagen dan elastin. Nikotin dapat menyebabkan
vasokonstriksi terkait dengan hiperemi lokal. Kejadian seperti ini
dapat menghambat peradangan melalui efek pada sistem saraf pusat
dan perifer serta melalui efek langsung pada sel kekebalan tubuh; (2)
kekurangan antioksidan yang diakibatkan oleh merokok dapat
menyebabkan perubahan komposisi sebum; (3) nikotin dapat
merangsang reseptor asetilkolin dan akan berkontribusi pada
patogenesis jerawat, yang akhirnya dapat menyebabkan peningkatan
ketebalan epitel dan peningkatan maturasi epitel.17
b. Epidemiologi Perokok
Kebiasaan merokok memang telah dikenal sejak lama di
muka bumi ini. Laporan WHO di tahun 1996 menyatakan bahwa di
negara berkembang sekitar 50-60% prianya merokok, sementara
perokok wanita hanyalah dibawah 10%. Sementara itu, di negara
maju sekitar 30% pria dan 30% wanitanya punya kebiasaan
merokok.
Di Indonesia, sedikitnya 43 juta anak Indonesia (64,2%)
terpapar rokok karena tinggal serumah dengan perokok aktif.
Presentase anak usia 10-14 tahun yang juga merokok meningkat
tajam dari 9,5% pada tahun 2001 menjadi 17,5% pada tahun
2010.15
c. Faktor – faktor Penyebab Perilaku Merokok
Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal dan Clearly
(dalam cahyani, 1995) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok
sehingga menjadi perokok yaitu :
1. Tahap Preparatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar,
melihat, atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat
untuk merokok.
2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap
apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku
merokok.
3. Tahap becoming a smoker. Apabila seseorang telah
mengonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari maka mempunyai
kecenderungan menjadi perokok.
4. Tahap maintenance of smoking. Tahap ini merokok sudah
menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-
regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis
yang menyenangkan.
Secara manusiawi, orang cenderung untuk menghindari
ketidakseimbangan dan lebih senang mempertahankan apa yang
selama ini dirasakan sebagai kenikmatan sehingga dapat dipahami
jika para perokok sulit untuk berhenti merokok. Dikatakan Klinke
& Meeker (dalam Aritonang, 1997) bahwa motif para perokok
adalah relaksasi. Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan,
memudahkan berkonsentrasi, pengalaman yang menyenangkan,
dan relaksasi.
Konsep sosialisasi pertama berkembang dari Sosiologi dan
Psikologi Sosial merupakan suatu proses transmisi nilai - nilai,
sistem belief, sikap, ataupun perilaku – perilaku dari generasi
sebelumnya kepada generasi berikutnya (Durkin, 1995). Adapun
tujuan sosialisasi ini adalah agar generasi berikutnya mempunyai
sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan norma yang diinginkan
oleh kelompok, sehingga individu dapat diterima dalam suatu
kelompok.16
BAB III
PEMBAHASAN
Jerawat merupakan suatu penyakit peradangan kulit dan hampir semua
orang pernah mengalaminya. Namun pada sebagian orang, jerawat juga dapat
menjadi suatu penyakit yang disegani karena jerawat dapat mempengaruhi nilai
estetik seseorang. Oleh karena itu, sekarang sudah mulai banyak orang yang
memperhatikan dan mempelajari bagaimana jerawat terjadi, penyebab jerawat,
terapi tercepat terhadap jerawat dan menghindari timbulnya jerawat. Saat ini,
mulai banyak penelitian tentang faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan
ataupun memperparah jerawat serta adanya suatu penelitian yang mengambil
kesimpulan bahwa kebiasaan merokok dapat mempengaruhi jerawat.
Data korelasi antara merokok dan jerawat memang masih menjadi
kontroversi. Jemec et.al (2002) menemukan bahwa pasien merokok tidak
bermakna bila dikaitkan dengan jerawat dalam sampel acak pada 186 subjek. Pada
penelitian Firooz et.al (2005) ditemukan bahwa pasien jerawat yang merokok
memiliki jerawat yang parah dibanding pasien jerawat yang tidak merokok.6
Namun penelitian yang lebi baru ditemukan bahwa tingkat keparahan jerawat
memiliki korelasi yang kuat dengan merokok.11 Pindah ke latar belakang aja
yah…soalnya ga bagus kalo di pembahasan ada kaya ginian.
Merokok, dan nikotin khususnya, dapat mengganggu 3 aspek, yaitu
perubahan keratinosit, mikrosirkulasi kulit dan sintesis kolagen dan elastin.
Reseptor nikotin tersedia pada keratinosit, fibroblas dan pembuluh darah.
Asetilkolin memiliki 2 jenis reseptor, yaitu reseptor nAChR dan reseptor
mAChR. Nikotin adalah agonis asetilkolin. Kegiatan asetilkolin dipengaruhi oleh
kedua reseptor tersebut. Pada reseptor asetilkolin yang bersama dengan nikotin,
dapat menyebabkan tidak terkendalinya ujung saraf. Reseptor ini akan
mempengaruhi kerja asetilkolin dengan menghambat migrasi keratinosit sehingga
memungkinkan penundaan penyembuhan luka (jerawat). Nikotin juga
menyebabkan meningkatnya apoptosis dan diferensiasi keratinosit. Pada
konsentrasi nikotin yang tinggi sampai 100mg/ml, nikotin dapat menyebabkan
hiperkeratinisasi folikel. Hiperkeratinisasi adalah gangguan akibat kelebihan
keratin-protein alami dalam tubuh. Keratin yang berlebih ini akan mengakibatkan
terganggunya proses pengelupasan sel kulit mati, dan pada akhirnya penumpukan
sel kulit mati ini bisa menumpuk dan menyebabkan komedo.
Komponen nikotin dapat mempengaruhi proses mikrosirkulasi kulit,
dengan melakukan vasokonstriksi dan membuat keadaan menjadi hipoksemia,
hingga menimbulkan efek penghambatan pada kemotaksis terhadap netrofil dan
limfosit. Efek ini memperlambat tubuh melakukan proses penyembuhan luka
(jerawat).
Merokok tampaknya juga dapat menyebabkan peningkatan stres oksidatif
yang mengurangi konsentrasi alfa-tokoferol dalam plasma. Alfa-tokoferol
merupakan suatu antioksidan utama yang diangkut oleh sebum pada permukaan
kulit yang melindungi sel-sel tubuh terhadap kerusakan senyawa kimia reaktif
(radikal bebas). Selain itu, kerusakan oksidatif juga mempengaruhi produksi
sebum; pada sebum perokok konsentrasi alfa-tokoferol terlihat signifikan lebih
rendah dibanding non perokok.
Nikotin dapat memberi efek pada fibroblas dengan merubah kontrol
fisiologis dari progran pertumbuhan dan fungsi jaringan fibriblas, disertai
perubahan dalam struktur dan fungsi fibriblas.20
Gambar 4. Data statistik perokok dan penderita jerawat.5
Dapat dilihat bahwa data perokok yang berjerawat (115) lebih banyak
dibanding perokok yang tidak berjerawat (70). Namun disini ditemukan data yang
agak signifikan, bahwa orang yang menderita jerawat tiga kali lebih tinggi
dipengaruhi oleh merokok(105:33). Namun pada penderita jerawat yang
meradang, didapatkan data yang berbanding terbalik dengan jerawat yg tidak
meradang(10:37). Namun data ini tetap menunjukan bahwa merokok bisa menjadi
faktor yang berkontribusi pada jerawat.
Dalam sebum normalnya terdapat lipid peroksidase (squalene peroksida)
Lipid peroksidase ini memiliki efek dalam hiperproliferasi keranosit. Pada
penurunan alfo-tokoferol, terjadi peningkatan squalene peroksida pada sebum
perokok.11 menimbang peran lipid peroksidase pada jerawat, mungkin ada
hubungan antara kebiasan merokok dengan jerawat. Kemampuan rokok dalam
meningkatkan lipid peroksidase dan menyebabkan terjadinya hiperproliferasi
keranosit ini akan menambah penumpukan sel-sel kulit mati pada perokok, dan
dianggap sebagai suatu faktor yang mampu memberi kontribusi bagi patogenesis
jerawat.
NOTE :
Coba diceritakan alurnya gini :
- Impact merokok pada tubuh,
- Hubungkan impact merokok pada tubuh dengan proses
terbentuknya jerawat.
- Closing pembahasan dengan menyatakan bahwa merokok
berhubungan dengan timbulnya jerawat tapi secara tidak langsung
(ini kalo kamu menyimpulkan emang seperti itu).
- Jangan bolak balik alurnya…!!!!
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jerawat merupakan penyakit peradangan kulit yang angka
kejadiannya telah meningkat pada orang yang memiliki gaya hidup buruk,
seperti kebiasaan merokok. Merokok tampaknya memiliki peran dalam
patogenesis jerawat. Nikotin yang terkandung dalam rokok, memiliki efek
negatif terhadap tubuh dan dapat memperburuk kondisi jerawat seseorang,
serta memperlambat proses penyembuhan luka. Dan nikotin tidak bekerja
sendiri dalam mempengaruhi jerawat, melainkan dibantu dengan APA????
NOTE :
Kesimpulan harus menjawab tujuan (dari kesimpulanmu ini baru
menjawab tujuan umum saja, tujuan khusus belum terjawab)
Kalo saranku buat poin-poin tersendiri tentang kesimpulan yang
menjawab masing-masing tujuan penulisan skripsinya.
B. Saran
1. Bagi para peneliti selanjutnya, disarankan untuk meningkatkan
ketelitian dengan baik dalam kelengkapan data penelitian. No blame to
the other researcher
2. Penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan, tanpa melupakan
keasliannya, dala, penelitian di bidang kesehatan.
3. Penelitian ini dapat dijadikan upaya untuk memulai pencegahan atau
upaya menurunkan angka gangguan psikologis seseorang akibat
jerawat.
4. Penelitian selanjutnya disarankan untuk membahas mengenai dampak
langsung merokok pada timbulnya jerawat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Dermatology
2. Fabbrocini G, Annunziata M.C, D’Arco V, et al. Acne Scars: Pathogenesis, Classification and Treatment. Dermetology Research and Practice 2010; 13 pages.
3. Larson S.K, Dawson A.L, Dunnick C.A, et al. Acne Vulgaris : Pathogenesis, Treatment and Needs Assessment. Dermatol Clin 2012; 30: 99-106.
4. Schafer T, Nienhaus A, Vieluf D, et al. Epidemiology of Acne in The General Population : The Risk of Smoking. Br J Dermatol 2001; 145(1): 100-104.
5. Unknown. ‘Smoker’s Acne: A New Clinical Entity?. British Journal of Dermatology 2007.
6. Klaz I, Kochba I, Shohat T, et al. Severe Acne Vulgaris and Tobacco Smoking in Young Men. Journal of Investigative Dermatology 2006; 126: 1749-1752.
7. Unknown. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Airlangga University School of Medicine 2007.
8. Mancini A.J. Incidence, Prevalence, and Pathophysiology of Acne. Johns Hopkins Advanced Studies in Medicine 2008; 8 : 4: 100-105.
9. Scheinfeld N.S. Acne : A Review of Diagnosis and Treatment. P&T 2007; 32: 6.
10. Williams H.C, Dellavalle R.P, Garner S. Acne Vulgaris. Lancet 2012; 379: 361-372.
11. Capitanio B, Sinagra J.L, Ottaviani M, et al. Acne and Smoking. Dermato-Endocrinology Landes Bioscience 2009; 1: 3: 129-135.
12. Kurokawa I, Danby F.W, Ju Qiang, et al. New Developments in Our Understanding of Acne Pathogenesis and Treatment. Experimental Dermatology 2009; 18: 821-832.
13. www.acne.co.id 11 Januari 2013.
14. Aditama T.Y. Rokok dan Kesehatan. Penerbit Universitas Indonesia 2011.
15. http://www.rimanews.com/read/20120917/75534/duuh-642-anak- indonesia-terpapar-rokok 11 Januari 2013.
16. http://ueu6174.blog.esaunggul.ac.id/wp-content/blogs.dir/805/files/ 2012/05/Statistika-2.pdf 13 Januari 2013.
17. http://www.donnedermatologhe.it/pdf/fumo_acne.pdf 18 Januari 2013.
18. http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/08/anatomi-dan-fisiologi- kulit.html 19 Januari 2013.
19. http://www.niams.nih.gov/health_info/Acne/ 19 januari 2013.
20. Misery L. Nicotine Effects on Skin: Are They Positive or Negative?. Experimental Dermatology 2004; 13: 665-670.