237472817 case-arfi

72
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites vKATA PENGANTAR 1

Transcript of 237472817 case-arfi

Page 1: 237472817 case-arfi

Get Homework/Assignment Done

Homeworkping.com

Homework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring

https://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sites

vKATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha

Penyayang. Alhamdulillah panulis mengucapkan syukur yang tidak

terhingga pada Pemilik Kehidupan Allah swt. karena atas izinNya

penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus

1

Page 2: 237472817 case-arfi

dengan judul “Chronic Kidney Failure (CKD) dengan Anemia” dengan baik. Tidak lupa segala pujian penulis curahkan pada Baginda

Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat, dan semoga kepada kita

semua selaku umatnya hingga akhir zaman. Amin.

Penulisan makalah presentasi kasus ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak. Karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. dr. Gerie Amarendra, Sp.PD selaku pembimbing penulis yang telah

membantu penulis dalam mengerjakan makalah presentasi kasus,

2. dr. Waluyo Dwi Cahyono, Sp.PD, FINASIM, dr. Julius, Sp.PD, dr

Elza Febria, Sp.PD selaku pembimbing kepanitraan UIN yang telah

banyak memberikan ilmu maupun pengalaman yang membuat

panulis dan yang lainnya menjadi semangat dalam menjalani

kepanitraan klinik penyakit dalam di RSUD Bekasi,

3. Orangtua penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa

tanpa henti

4. Teman-teman sejawat yang bersama-sama menjalani stase

penyakit dalam RSUD Bekasi, Aldho Bramantyo, Disca Ariella

Rucita, Faizal fahmi, Ning Widya, dan Singgih Kusuma yang telah

membuat hari-hari stase terasa menyenangkan.

5. Dan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu

Maha Sempurna Allah, sesungguhnya tidak ada yang lebih sempurna

selainNya, dan sesungguhnya manusia itu penuh dengan kesalahan.

Begitu pula dengan penulisan referat ini. Penulis masih mrasa banyak

terdapat kekurangan dalam penulisan makalah presentasi kasusu ini.

karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan makalah ini akan penulis terima dengan hati terbuka

2

Page 3: 237472817 case-arfi

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi pembeca umumnya dan bagi penulis khususnya. Karena sebaik-

baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain.

Wasslamualaikum warahmatulllah wabarakatuh

01 Agustus 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………… 1

DAFTAR ISI………………………………………………………………... 3

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………... 4

BAB I ILUSTRASI KASUS………………………………………………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 24

GAGAL GINJAL KRONIK……………………………………… 24

3

Page 4: 237472817 case-arfi

ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS………………………….. 41

BAB IV ANALISIS KASUS………………………………………………. 47

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 50

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah presentasi kasus dengan judul

Chronic Kidney Failure (CKD) dengan Anemia

4

Page 5: 237472817 case-arfi

telah diterima dan disetujui

pada tanggal 1 Agustus 2013 sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

periode 24 Juni – 08 September 2013 di RSUD Kota Bekasi

Bekasi, 1 Agustus 2013

dr. Gerie Amarendra, Sp.PD

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIENNo Rekam medik : 03.07.46.08

5

Page 6: 237472817 case-arfi

Nama Pasien : Ny. Atikah

Usia : 48 tahun

Alamat : Kp. Rawa Pasung

Pendidikan terakhir : SD

Status : Menikah

Agama : Islam

Masuk Bougenville : 04 Juli 2013

II. ANAMNESISDilakukan anamnesis pada tanggal 04 Juli 2013 secara

autoanamnesis dan aloanamnesis.

Keluhan Utama

Sesak yang semakin memberat sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan

Bengkak kedua tungkai, mual, mudah lelah,sakit kepala, BAK

sedikit

Riwayat penyakit Sekarang

Pasien mengeluh sesak yang semakin memberat sejak 3 hari

SMRS. Sesak dirasakan hilang timbul, terutama saat

melakukan aktivitas,, memberat saat pasien tidur, sehingga

pasien tidur menggunakan 3 bantal. Sesak mambaik saat

pasien dalam posisi duduk. Selain itu pasien juga mengeluh

sakit kepala yang dirasa berdenyut di seluruh kepala dan leher

terasa tegang. Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya

bengkak sejak 1 hari SMRS. BAK sedikit, warna kuning jernih.

BAB normal. Terdapat mual namun pasien mengaku tidak

pernah sampai muntah, nafsu makan menurun, serta mudah

6

Page 7: 237472817 case-arfi

lelah. Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri dada, batu,

pilek, riwayat minum jamu-jamuan disangkal.

Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 2 tahun lalu,

terkontrol dengan captopril. Pasien juga memiliki riwayat sakit

jantung 2 tahun lalu, dikatakan jantungnya membengkak.

Riwayat sakit ginal ada, sejak 1 tahun lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal adanya riwayat sakit paru yang

membuatnya harus minum obat selama 6 bulan. Pasien juga

menyangkal adanya alergi terhadap obat-obatan dan asma.

Riwayat DM tidak diketahui.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 4 Juli

2013.

Status Generalis :

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

-TD : 160/90 mmHg

-Nadi : 110x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat

-Suhu : 36,6 C

-Nafas : 28 x/menit

7

Page 8: 237472817 case-arfi

Kepala: normocephal, alopesia (-), rambut tidak mudah

dicabut.

Mata : konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-).

Gigi dan mulut: oral thrush (-), gusi berdarah (-).

Tenggorok: arkus faring hiperemis (-/-), tonsil tenang T1-T1.

Hidung: sekret (-/-), perdarahan (-), tanda radang (-)

Telinga: normotia, sekret (-/-), perdarahan (-), tanda radang (-)

Leher: JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba membesar, kel.

Tiroid tidak teraba membesar.

Paru:

-Inspeksi: pergerakan dada simetris saat statis maupun

dinamis.

-Palpasi: vocal fremitus sama kanan dan kiri

-Perkusi: sonor pada kedua lapang paru

-Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+ Rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung:

-Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.

-Palpasi : ictus cordis teraba di ICS VI MCL sinistra

-Perkusi : Batas atas jantung ICS III garis PSL sinistra

Batas jantung kiri ICS VI MCL sinistra

Batas kanan jantung ICS IV PSL sinistra

8

Page 9: 237472817 case-arfi

- Auskultas: BJ 1, 2 normal reguler, murmur (-), S3 gallop (-)

Abdomen

-Inspeksi : datar

-Palpasi : Supel, lemas, nyeri tekan (+) pada epigastrium,

hepar lien tidak teraba membesar

-Perkusi : shifting dullness (-)

-Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Ekstremitas:

Akral hangat, udem tungkai +/+

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium tanggal 04 Juli 2013

9

Page 10: 237472817 case-arfi

Pemeriksan Darah Rutin

Hemoglobin 6,8Hematokrit 21

Leukosit 21.000

Trombosit 205.000

Pemeriksaan DiabetesGula Darah Sewaktu 253Pemeriksaan ElektrolitNatrium 140

Kalium 5,0

Chlorida 106

Pemeriksaan fungsi ginjalureum 101kreatinin 3,1Pemeriksaan fungsi hatiSGOT 54

SGPT 61

V. RESUMEPasien, perempuan, 48 tahun datang dengan keluhan sesak yang

semakin memberat sejak 3 hari SMRS. Sesak dirasakan terutama

saat pasien aktivitas , memberat saat pasien tidur, sehingga pasien

10

Page 11: 237472817 case-arfi

tidur menggunakan dua bantal. Sesak membaik saat pasien duduk.

Selain itu pasien juga mengeluh sakit kepala yang dirasa berdenyut

di seluruh kepala dan leher terasa tegang. Mual(+), bengkak pada

kedua kaki (+) sejak 1 hari. BAK sedikit, warna kuning jernih, nafsu

makan turun, mudah lelah. Riwayat darah tinggi sejak 2 tahun lalu

terkontrol dengan captopril. Riwayat sakit jantung 2 tahun lalu,

dikatakan pembengkakan jantung. Riwayat sakit ginjal (+) sejak 1

tahun lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang dengan

TD 160/90 mmHg, nafas 28x/menit, konjungtiva pucat, batas

jantung melebar. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 6,8

g/dL, leukosit 21.000/uL, ureum 101 mg/dL, kreatinin 3,1 mg.dL,

GDS 253 mg/dl.

VI. DAFTAR MASALAH1. Dispnea ec CKD dd/CHF

2. Anemia ec CKD

3. CKD ec hipertensi

4. Hipertensi grade II

5. Hiperglikemi

6. Dispepsia

VII. PENGKAJIAN MASALAH1. Dispnea ec CHF dd/CKD

Atas dasar : pasien mengeluh sesak yang semakin memberat

sejak 3 hari SMRS, sesak memberat saat posisi tidur dan

11

Page 12: 237472817 case-arfi

membaik saat duduk. Memiliki riwayat darah tinggi dan sakit

jantung sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat sakit ginjal (+) sejak 1

tahun lalu. Pada PF didapatkan batas jantung melebar.

Diagnosis : Dispnea ec CHF dd/CKD

Rencana tata laksana

- Rontgen thorax

- O2 nasal kanul 3 lt/menit

- EKG

2. Anemia ec CKD

Atas dasar : pasien mengaku lemas (+), riwayat sakit ginjal (+)

konjungtiva pucat, Hb 6,8 g/dL

Diagnosis : Anemia ec CKD

Rencana Tata Laksana

- Rencana transfusi PRC dengan target Hb >10

- Cek Hb post transfusi

3. CKD ec hipertensi

Atas Dasar riwayat hipertensi + sejak 2 tahun lalu, JVP

meningkat,asites, pitting edem pada kedua tungkai.

TD : 160/90 mmHg

Ureum : 101 mg/dL

Kreatinin : 3,1 mg/dL

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur) x berat badan / 72x

kreatinin plasma (mg/dl)*)

12

Page 13: 237472817 case-arfi

*) pada perempuan dikalikan 0,85

LFG = (140 – 48) x 60 / 72 x 3,1 = 5520 / 223,2 = 24,73 x 0,85 =

21,02

Kesan : CKD stage IV

Diagnosis : CKD stage IV ec Hipertensi grade II

Rencana Tata Laksana

Diagnosis :

- EKG

- Cek albumin

- Balance cairan : -

Terapi :

- Lasik 1 x 1 ampul

- Bicnat 3 x 1

- CaCO3 3 x 1

4. Hipertensi grade II

Atas dasar : sakit kepala yang terasa berdenyut dan leher

terasa tegang (+), riwayat hipertensi 2 tahun lalu, TD : 160/90

mmHg

Diagnosis : Hipertensi grade II

Rencana Tata Laksana

Captopril 2 x 25 mg PO

13

Page 14: 237472817 case-arfi

5. Dispepsia

Atas dasar keluhan mual dan nyeri tekan epigastrium

Diagnosis : dyspepsia

Rencana tata laksana :

- Ranitidin 2 x 1 ampul

6. Hiperglikemi

Atas dasar GDS : 253

Diagnosis : Hiperglikemi ec DM tipe II

Rencana Tata Laksana :

Diet DM

Cek GDP, GD2PP

VIII. FOLLOW UPa. Tanggal 05 Juli 2013

1. Dispnea ec CHF

14

Page 15: 237472817 case-arfi

S/sesak berkurang, riwayat pembengkakan jantung 2 tahun

lalu, udem tungkai (-), batuk (+)

O/ Pemeriksaan jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 1 jari lateral

MCL Sinistra

Perkusi : Batas jantung melebar

Auskultasi : S1 S2 reg, m(-), g(-)

EKG 05/07/2013

Sinus rhythm, normoaxis, P wave normal, QRS 0,08 s,

LVH (+)

Gambar 1. EKG Ny. Atikah

A/ CHF Fc II - III

P/ Rontgen Thorax

Lasix 1 x 1 ampul

15

Page 16: 237472817 case-arfi

2. Anemia ec CKD

S/ Lemas (+), Pusing (+)

O/ mata : konjungtiva pucat (+)

Lab (05/07/13)

Hb/Ht/Leu/Trom : 6,5/20,3/5800/206.000

A/ Anemia ec CKD

P/ rencana transfusi PRC 500 cc

Cek Hb post transfusi

3. CKD ec hipertensi

S/ BAK sedikit, riwayat sakit ginjal 1 tahun lalu, sesak

berkurang

O/ Nyeri ketok CVA -/-, terpasang kateter, urin kuning jernih

produksi

500 cc

Ur/cr (05/07/13) : 120/7,75 LFG = 5520 / 558 = 9,89 x

0,85 = 8,4

A/ CKD stage V ec hipertensi

P/ motivasi HD

Bicnat 3 x 1

CaCO3 3x1

4. Hipertensi Grade II Tekanan Darah Terkontrol

S/ Riwayat hipertensi sejak 1 tahun lalu, dalam pengobatan

captopril.

O/ TD : 140/90 mmHg

A/ Hipertensi grade II tekanan darah terkontrol

P/ captopril 25 mg PO

5. DM tipe II

S/ Lemas

16

Page 17: 237472817 case-arfi

O/ GDS (05/06/13) : 107

A/ DM tipe II Gula Darah terkontrol

P/ Novorapid 3 x 5 unit

b. Tanggal 6 Juli 2013

1. Dispnea ec CHF

S/ sesak (+), riwayat sakit jantung 2 tahun lalu

O/Pemeriksaan cor

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI MCL Sinistra

Perkusi : Batas jantung melebar

Auskultasi : S1 S2 reg, m(-), g(-)

EKG 05/07/2013

Sinus rhythm, normoaxis, P wave normal, QRS 0,08 s,

LVH (+)

A/ CHF Fc II - III

P/ furosemid 1 x 1 amp

2. Anemia ec CKD

S/ Lemas (+)

O/CM, TSR

TD : 170/100 mmHg; HR : 92x/menit ; RR : 28x/menit;

Mata : konjungtiva pucat (+)

Lab (06/07/13)

Hb : 7,1 g/dl

A/ Anemmia ec CKD

P/ transfusi 500 cc PRC

Cek Hb post transfusi

17

Page 18: 237472817 case-arfi

3. CKD stage V ec hipertensi

S/ Riwayat sakit ginjal 1 tahun lalu, sesak (+)

O/ terpasang kateter, produksi (+), watna kuning jernih,

LFG : 8,4

A/ CKD stage V ec hipertensi

P/ IVFD RL/24 jam

Motivasi HD

Bicnat 3 x 1

CaCO3 3 x 1

4. Hipertensi grade II

S/ sakit kepala (-), rowayat hipertensi 1 tahun lalu

O/TD : 170/100 mmHg (belum minum obat)

TD : 130/90 mmHg (setelah minum obat)

A/ Hipertensi grade II Tekanan Darah terkontrol

P/ captopril 2 x 25 mg PO

5. DM tipe II

S/ Lemas

O/ GDS (04/07/13) : 253 mg/dl

A/ DM tipe II

P/ Novorapid 3 x 5 unit

c. Tanggal 08 Juli 20131. Dispnea ec CHF Fc II – III

S/ sesak (+), riwayat sakit jantung 2 tahun lalu, batuk (+)

dahak warna kuning

O/TD : 160/100 mmHg

18

Page 19: 237472817 case-arfi

Pemeriksaan cor

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI MCL Sinistra

Perkusi : Batas jantung melebar

Auskultasi : S1 S2 reg, m(-), g(-)

EKG 05/07/2013

Sinus rhythm, normoaxis, P wave normal, QRS 0,08 s,

LVH (+)

A/ CHF fc II - III

P/ furosemid 1 x 1

2. Anemia ec CKD

S/ Lemas (+), pusing (+)

O/Konjungtiva pucat (+)

Lab (06/07/13) :

Hb : 7,1

Gambaran darah tepi (07/07/13)

Kesan : anemia mikrositik hipokrom ec penyakit kronis

(CKD)

A/ Anemia ec CKD

P/ Transfusi PRC 500 cc

Cek Hb post transfusi

3. CKD stage V ec Hipertensi

S/ Riwayat sakit ginjal 1 tahun lalu, sesak berkurang

O/ terpasang kateter, produksi (+) warna urin kuning jernih,

LFG : 8,4

A/ CKD stage V ec hipertensi

P/ IVFD RL/24 jam

Motivasi HD

19

Page 20: 237472817 case-arfi

Bicnat 3 x 1

CaCO3 3 x 1

4. Hipertensi grade II

S/ sakit kepala (-), rowayat hipertensi 1 tahun lalu

O/TD : 170/100 mmHg (belum minum obat)

TD : 130/90 mmHg (setelah minum obat)

A/ Hipertensi grade II Tekanan Darah terkontrol

P/ captopril 2 x 25 mg PO

5. DM Tipe 2

S/ Lemas

O/GDS (04/07/13) : 253 mg/dl

A/ DM tipe II GD belum terkontrol

P/ Novorapid 3 x 5 unit

Cek GD ulang

d. Tanggal 09 Juli 2013

1. Dispnea ec CHF Fc II – III

S/ sesak (+), riwayat sakit jantung 2 tahun lalu, batuk (+)

dahak warna kuning

O/TD : 140/90 mmHg

Pemeriksaan cor

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 1 jari lateral

MCL Sinistra

Perkusi : Batas jantung melebar

Auskultasi : S1 S2 reg, m(-), g(-)

A/ CHF Fc II – III dengan HT grade II TD terkontrol

P/ furosemid 1 x 1

20

Page 21: 237472817 case-arfi

Captopril 2x25 mg

DMP 3 x !c

2. Anemia ec CKD

S/ Lemas (+)

O/Konjungtiva pucat (-)

Lab (06/07/13) :

Hb post transfusi : 10,6

A/ Anemia ec CKD

P/ hemobion 1 x 1

3. CKD stage V on HD ec hipertensi

S/ Lemas (+), riwayat sakit ginjal 1 tahun lalu, sesak

berkurang

O/RR : 24x/menit, mata konjungtiva pucat (-)

Terpasangn kateter, urin jernih

Ur/cr : 98/5,21 LFG : 5520 / 375,12 = 14,71 x 0,85 =

12,50

A/ CKD on HD dengan anemia

P/ RL/24 jam

Bicnat 3 x 1

CaCO3 3 x 1

4. DM tipe II

S/ Lemas

O/GDS (04/07/13) : 253 mg/dl

A/ DM tipe II

P/ Novorapid 3 x 5 unit

21

Page 22: 237472817 case-arfi

e. Tanggal 10 Juli 2013

1. CHF Fc II – III dengan hipertensi grade II Tekanan Darah

belum terkontrol

S/ Riwayat pembengkakan jantung 1 tahun lalu, rowayat

hipertensi 1 tahun lalu.

O/ TD : 150/100 mmHg

Pemeriksaan cor

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI MCL Sinistra

Perkusi : Batas jantung melebar

Auskultasi : S1 S2 reg, m(-), g(-)

A/ CHF Fc II – III dengan hipertensi grade II Tekanan Darah

belum terkontrol

P/ Furosemid 1 x 1

Captopril 2 x 25 mg

2. CKD on HD dengan riwayat anemia

S/ Riwayat sakit ginjal 1 tahun lalu, sesak berkurang

O/ RR : 22x.menit

Mata : konjungtiva pucat (-)

Terpasang kateter, urin jernih produksi 500cc

Lab (09/07/13)

Hb/Ht/leu/trom : 10,6/22,3/6600/231000

Ur/cr : 98/5,21 LFG : 5520 / 375,12 = 14,71 x 0,85 =

12,50

Na/K/Cl : 144/4,5/90

A/ CKD on HD dengan riwayat anemia

P/ HD

Bicnat 3 x 1

22

Page 23: 237472817 case-arfi

CaCO3 3 x 1

Asam Folat 1 x 1

3. DM tipe II

S/ -

O/GDS (09/07/13) : 105 mg/dl

A/ DM tipe II Gula darah terkontrol

P/ Novorapid 3 x 5 unit

f. Tanggal 11 Juli 2013

1. CHF Fc II – III dengan hipertensi grade II Tekanan Darah

terkontrol

S/ batuk (+) berkurang, riwayat pembengkakan jantung 1

tahun lalu, rowayat hipertensi 1 tahun lalu.

O/ TD : 140/90 mmHg

Pemeriksaan cor

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI MCL Sinistra

Perkusi : Batas jantung melebar

Auskultasi : S1 S2 reg, m(-), g(-)

A/ CHF Fc II – III dengan hipertensi grade II Tekanan Darah

terkontrol

P/ Furosemid 1 x 1

Captopril 2 x 25 mg

2. CKD on HD dengan riwayat anemia

S/ Riwayat sakit ginjal 1 tahun lalu, sesak berkurang

O/ RR : 22x.menit

Mata : konjungtiva pucat (-)

23

Page 24: 237472817 case-arfi

Terpasang kateter, urin jernih produksi 500cc

Lab (09/07/13)

Hb/Ht/leu/trom : 10,6/22,3/6600/231000

Ur/cr : 98/5,21 LFG : 12,50

Na/K/Cl : 144/4,5/90

A/ CKD on HD dengan riwayat anemia

P/ HD

Bicnat 3 x 1

CaCO3 3 x 1

Asam Folat 1 x 1

3. DM tipe II

S/ -

O/GDS (09/07/13) : 105 mg/dl

A/ DM tipe II Gula darah terkontrol

P/ Novorapid 3 x 5 unit

IX. PROGNOSISQuo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungtionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

GAGAL GINJAL KRONIK

a. DEFINISI

24

Page 25: 237472817 case-arfi

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari

3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal

seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal.

diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus

kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 1 berikut:

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan

stuktural atau

fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju fitrasi qglomerolus

(LFG), dengan manifestasi:

a. Kelainan patologis

b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan

2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m², selama 3 bulan, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal.

b. KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas

dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi

atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung

dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur) x berat badan / 72x kreatinin

plasma (mg/dl)*)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Table 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit

Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m3)

25

Page 26: 237472817 case-arfi

1

2

3

4

5

Kerusakan ginjal dengan

LFG normal atau meningkat

Kerusakan ginjal dengan

LFG menurun ringan

Kerusakan ginjal dengan

LFG menurun sedang

Kerusakan ginjal dengan

LFG menurun berat

Gagal Ginjal

90

60 – 89

30 – 29

15 – 29

< 15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi atas dasar diagnosis

Penyakit Tipe Mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non

diabetes

Penyakit glomerular(penyakit

otoimun, infeksi sistemik, obat,

neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit

pembuluh darah besar, hipertensi,

mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi,

keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada

transplantasi

Rejeksi kronik

Keracunan obat

(siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

26

Page 27: 237472817 case-arfi

c. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya

proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal

menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional

sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat

hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan

kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat

akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang

masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif

lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron

intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,

sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis

renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor

seperti transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap

berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Pada stadium yang

paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal

(renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau

malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi

penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik),

tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai

pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti

nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan

berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien

27

Page 28: 237472817 case-arfi

memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,

peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan

kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga

mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran

napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan

keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan

keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG

dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan

pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement

therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini

pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

d. ETIOLOGIEtiologi penyakit ginjal kronik bervariasi antara satu negara dengan

negara lain. tabel 3 menunjukkan penyebab utama dan insiden

penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat.

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Perneffri) tahun 2000

mencatat

penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia,

seperti pada tabel 4.

Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati

urat, intoksikasi obat, penyait ginjal bawaan, tumor ginjal, dan

penyebab yang tidak diketahui.

Penyebab InsindenDiabetes Melitus

- Tipe 1 (7%)

- Tipe 2 (37%)

44%

28

Page 29: 237472817 case-arfi

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar

Glomerulonefritis

Nefritis Interstitialis

Kista dan penyakit bawaan lain

Penyakit sistemik (missal, lupus dan vaskulitis)

Neoplasma

Tidak diketahui

Penyakit lain

27%

10%

4%

3%

2%

2%

4%

4%

Tabel 3. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di AS (1995 – 1999)

Penyebab InsidenGlomerulonefritis

Diabetes Mellitus

Obstruksi dan Infeksi

Hipertensi

sebab lain

46,39%

18,65%

12,85%

8,46%

13,65%

Tabel 4. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di

Indonesia tahun 2000

e. PENDEKATAN DIAGNOSTIKGambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes

melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius,

29

Page 30: 237472817 case-arfi

hipertensi, hiperurikemi, LupusEritomatosus Sistemik

(LES),dll.

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,

mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume

overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis,

kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia,

osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik,

gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,kalium, khlorida).

Gambaran Laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan

kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung

mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin

serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan

fungsi ginjal.

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar

hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau

hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolic

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria 1

Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

30

Page 31: 237472817 case-arfi

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering

tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran

terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang

sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang

mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau

batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila

ada indikasi.

f. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid

condition)

Memperlambat perburukan fungsi ginjal

Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal

Perencanaan tatalaksaan. Penyakit ginjal kronik sesuai dengan

derajatnya, dapat dilihat pada tabel 5.

Derajat LFG(ml/mnt/1,73m3)

Rencana Tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi

komorbid, evaluasi pemburukan

fungsi ginjal. Memperkecil risiko

kardiovaskular

menghambat perburukanungsi

31

Page 32: 237472817 case-arfi

2

3

4

5

60 – 89

30 – 59

15 – 29

< 15

ginjal

evaluasi dan terapi komplikasi

persiapan untuk terapi

pengganti ginjal

terapi pengganti ginjal

Tabel 5. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan

Derajatnya

Terapi Spesifik Terhadap Penyakit DasarnyaWaktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah

sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi

ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara

ultrasonografi, biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat

menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya,

bila LGF sudah menurun sampai 20 – 30% dari normal, terapi

terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi KomorbidPenting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan

LFG pada pasien penyakit gagal ginjal kronik. Hal ini untuk

mengetahui kondisi komorbid yang dapat memeperburuk keadaan

pasien. Faktor – faktor komorbid ini antara lain gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi traktus

urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat – obat nefrotoksiok, bahan

radiokontras, atau pengingkatan aktivitas penyakit dasarnya.

Menghambat Perburukan Fungsi GinjalFaktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus. Skematik tentang pathogenesis perburukan

fungsi ginjal dapat dilihat pada gambar 2.

32

Page 33: 237472817 case-arfi

Gambar 2. Patogenesis perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronis

Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah :

Pembatasan Asupan Protein. Pembatasan asupan protein mulai

dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit, sedangkan di anilai tersebut

pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan

0,6 – 0,8/kg/BB/hari, yang 0,35 – 0,50 gr di antaranya merupakan

protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30 –

35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap

status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan

protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat,

kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi

urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan melalui

ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion

hydrogen, fosfat, sulfat, dan ion unorganik lain juga dieksresikan

melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada

pasien gagal ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi

33

Page 34: 237472817 case-arfi

nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis

dan metabolic yang disebut uremia. Dengan demikian, pembatasan

asupan protein akannmengakibakan berkurangnya sindrom uremik.

Masalah penting lainnya adalah, asupan protein berlebih (protein

overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa

peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus

hyperfitration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan

fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan

pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal

dari sumber yang sama. pembatasan fosfat perlu untuk mencegah

hiperfosfatemia.

LFGml/mnt

Asupan Protein g/kgBB/hari

Fosfat g/KgBB/hari

6025 – 60 5 – 25

< 60

Tidak dianjurkan

0,6 – 0,8/Kg/hari

0,6-0,8/kg/hari atau

tambahan 0,3 g asam

amino esensial atau

asam keton

0,8/kg/hari(=1 gr

protein /g proteinuria

atau 0,3g/kg tambahan

asam amino esensial

atau asam keton.

tidak dibatasi

≤ 10 g

≤ 10 g

≤ 9 g

Tabel 5. Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Gagal

Ginjal kronik

34

Page 35: 237472817 case-arfi

Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.

Pemkaian obat anti hipertensi, di samping bermanfaat

untukmemperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk

memperlambat pemburukan nefron dengan mengurangi hipertensi

intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi

membuktikan bahwa, pengendalian tekanan darah mempunyai peran

yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam

memperkecil hipertensi intragllomerulus dan hipertrofi glomerulus. Di

samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat

proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria

merupakan faktor risiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan

kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan

fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.

Beberapa obat anti hipertensi, terutama Penghambat Enzim

Konverting Angiotensin (ACE Inhibitor), melaluui berbagai studi

terbukti dapat memperlambat proses perburukan fungsi ginjal. Hal ini

terjadi lewwat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan

antiproteinuria.

Pencegahan dan Terapi Terhadap Penaykit Kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan

hal yang pentin, karena 40 45% kematian pada penyakit ginjal kronik

disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal – hal yang termasuk

dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah,

pengendalian dislipidemia, pengendalian anmia, pengendalian

35

Page 36: 237472817 case-arfi

hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan

keseimbangan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan

dan terapi terhadap komplikasi penyakit gagal ginjal kronik secara

keseluruhan.

Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi

Penyakit gagal ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang

manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang

terjadi.

Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt)

Komplikasi

1

2

3

4

5

Kerusakan ginjal

dengan LFG

normal

Kerusakan ginjal

dengan

penurunan LFG

ringan

Penurunan LFG

sedang

Penurunan LFG

berat

≥ 90

60 – 89

30 - 59

15 – 29

< 15

tekanan darah mulai

meningkat

- Hiperfosfatemia

- Hipokalemia

- Anemia

- Hiperparatiroid

- Hipertensi

- Hiperhomosisteinemia

- Malnutrisi

- Asidosis Metabolik

- Cenderung

hiperkalemi

- Dislipidemia

36

Page 37: 237472817 case-arfi

Gagal Ginjal

- Gagal jantung

- Uremia

Tabel 6. Komplikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik

Anemia

Anemia terjadi pada terjadi 80 – 90 % pasiendengan penyakit gagal

ginjal kronik, Anemia pada penyakit gagal ginjal kronik terutama

disebabkan oleh defisiensi eritropoietin. Hal – hal lain yang ikut

berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan

darah, (missal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup

eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,

penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi

akut mauoun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar

hemoglobin ≤ 10g% atau hematokrit ≤ 30%, meliputi evaluasi terhadap

status besi (kadar besi serum/serum iron, Total Iron Binding Capacity,

feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit,

kemungkinan adamnya hemolisis dan lain sbagainya.

Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di

samping penyebab lain bila ditemukan.

Pemberian eritropoietin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam

pemberian EPO ini, status besi harus selalu mendapat perhatian

karena EPO memerlukan beesi dalam mekanisme kerjanya.

Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan

secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat danpemantauan

yang cermat. Trasnfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat

dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemi dan

37

Page 38: 237472817 case-arfi

pemburukan fungsi ginnjal/ sasaran hemoglobin menurut berbagai

studi klinik adalah 11 – 12 g/dl

Osteodistrofi Renal

Osteodistrofi renal merupakan komlikasi penyakit ginjal kronik yang

sering terjadi.

Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara

mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol.

Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi pembatasan asupan fosfat,

pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorpsi fosfat

di saluran cerna. Dialysis yang dilakukan pada pasien dengan gagal

hinjal juga beperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.

38

Page 39: 237472817 case-arfi

Mengatasi Hiperfosfatemia

a. Pembatasan asupan fosfat. Pemberian diet rendah fosfat sejalan

dengan diet pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu

tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam, karena fosfat

sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan

seperti susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600 – 800 mg.hari.

Pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan,

untuk menghindari terjadinya malnutrisi.

b. Pemberian pengikat fosfat. Pengikat fosfat yang banyak dipakai

adalah garam kalsium, alumunium hidroksida, garam magnesium.

Garam – garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat

absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang

banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium

asetat.

Cara/Bahan Efikasi Efek SampingDiet rendah fosfat

Al(OH)3

Ca CO3

Ca Acetat

Mg(OH)2/MgCO3

tidak selalu mudah

bagus

sedang

Sangat Bagus

Sedang

malnutrisi

Intoksikasi Al

Hipercalcemia

Mual, muntah

Intoksikasi Mg

Tabel 7. Pengikat fosfat, efikasi, dan efek sampingnya

c. Pemberian bahan kalsium mimetic (calcium mimetic agent). Akhir-

akhir ini dikembangkan sejenis obat yang dapat menghambat

reseptor Ca pada kelenjar partiroid, dengan nama sevelamer

hidroklrorida. Obat ini disebut juga calcium mimetic agent, dan

dilaporkan mempunyai efektivitas yang sangat baik serta efek

samping yang minimal.

Pemberian Kalsitriol (1,25 (OH2D3)

39

Page 40: 237472817 case-arfi

Pemberian kalsitriol untuk mengatasi osteodistrofi renal banyak

dilaporkan. Tetapi pemakaiannya tidak begitu luas, karena dapat

meningkatkan absorpsi obat fosfat dan kalsium di saluran cerna

sehingga dikhawatirkan mengakibatkan penumpukan garam calcium

carbonat di jaringan, yang disebut kalsifikasi metastatic. Di samping itu

juga dapat mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap

kelenjar paratiroid. Oleh karena itu, pemakaiannya dibatasi pada

pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar hormon paratiroid

(PTH) >2,5 kali normal.

Pembatasan Cairan dan Elektrolit

Pembatasan asupan air pada pasien penyakit hinjal kronik, sangat

perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edem

dan komlikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat

seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun insensible

water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui

insensible water loss antara 500 – 800 ml/hari (sesuai dengan luas

permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500 – 800 ml

ditambah jumlah urin.

Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.

Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat

mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian

obat – obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium

harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 – 5,5 mEq/lt.

Pembatasan natrium dimaksudkan mengendalikan hipertensi dan

edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan

tingginya tekanan darah dan derajat edem yang terjadi.

Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)

40

Page 41: 237472817 case-arfi

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium

5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut

dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.

ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS

Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi

kronis maupun keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang,

disertai oleh rasa lemah dan penurunan berat badan dan disebut

anemia pada penyakit kronis. Pada umumnya, anemia pada penyakit

pada penyakit kronis ditandai oleh kadar Hb sekitar 7 – 11 g/dL, kadar

41

Page 42: 237472817 case-arfi

Fe serum menurunan disertai TIBC yang rendah, cadangan Fe yang

tinggi di jaringan serta produksi sel darah merah yang berkurang.

a. ETIOLOGI DAN PATOGENESISLaporan/data penyakit tuberculosis, abses paru, endokarditis bakteri

subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan

bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan

anemia. Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gejala,

seperti demam, penurunan berat badan dan debilitas umum. Untuk

terjadinya anemia memerlukan waktu 1 – 2 bulan setelah infeksi terjadi

dan menetap, setela teradi keseimbangan antara produksi dan

penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.

Pemendekan Masa Hidup EritrositDiduga anemia yang terjadi merupakan bagian dari sindrom stress

hematologic (hematological stress syndrome), dimana terjadi produksi

sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi,

inflamasi, atau kanker. Sitokin tersebut dapat menyebabkan

sekuestrasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi,

meningkatkan destruksi eritrosit di limpa, menekan produksi

eritropoietin oleh ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang

inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang. Pada keadaan lebih

lanjut, malnutrisi dalat menyebabkan penurunan transformasi T4

(Tetraiodothyronine) menjadi T3 (tri – iodothyronine), meneyebabkan

hipotiroid fungsional di mana terjadi penurunan kebutuhan Hb yng

mengangkut O2 sehingga sintesis eritropoietin berkurang.

Penghancuran EritrositBeberapa penelitian membuktikan bahwa masa hidup eritrosit

memendek pada sekitar 20 – 30% pasien. Defek ini terjadi di

42

Page 43: 237472817 case-arfi

ekstrakorpuskular, karena bila eritrosit pasien ditransfusikan ke

resipien normal, maka dapat hidup normal. Aktivasi makrofag oleh

sitokin menyebabkan peningkatan daya fagositosis makrofag oleh

sitokin menyebabkan peningkatan daya fagositosis makrofag tersebut

dan sebagai bagian dari filter limpa (compulsive screening), menjadi

kurang toleran terhadap perubahan/kerusakan minor dari eritrosit

Produksi EritrositGangguan metabolisme zat besi. Kadar besi yang rendah meskipun

cadangan besi cukup menunjukkan adanya gangguan metabolisme

zat besi pada penyakit kronis. Hal ini memberikan konsep bhawa

anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis

Hb. Penelitian akhir menunjukkan parameter Fe yang terganggu

mungkin lebih penting untuk diagnosis daripada untuk pathogenesis

anemia tersebut.

Normal Anemia Defisisensi Fe

Anemia Penyakit Kronis

Fe plasma (mg/L)

TIBC

Persen saturasi

Kandungan Fe di

makrofag

Feritin serum

Reseptor

transferin serum

70 – 90

250 – 400

30

++

20 – 200

8 – 28

30

>450

7

-

10

>28

30

<200

15

+++

150

8 – 28

Tabel 8. Perbedaan Parameter Fe pada Orang Normal, Anemia

Defisiensi Besi dan Anemia Penyakit Kronis

43

Page 44: 237472817 case-arfi

Pengukuran kecepatan penyerapan zat besi oleh saluran cerna pada

beberapa kasus dengan kelainan kronis memberikan hasil yang

sangat bervariasi, sehingga tidak dapat disimpulkan. Pada umumnya

memang terdapat gangguan absorpsi, walaupun ringan. Ambilan zat

besi ke sel-sel usus dan pengikatanoleh apoferitin intrasel masih

normal, sehingga defek agaknya terjadi saat pembebasan Fe dari

makrofag dan sel – sel hepar pada pasien penyakit kronis

Fungsi sumsum tulang. Meskipun sumsum tulang yang normal dapat

mengkompensasi pemendekan masa hidup eritrosit, diperlukan

stimulus eritropoietin oleh hipoksia akibat anemia. Pada penyakit

kronis, kompensasi yang terjadi kurang dari yang diharapkan akibat

berkurangnya penglepasan atau menurunnya respons terhadap

eritropoietin.

Terdapat 3 jenis sitokin yakni TNF-α, IL – 1, IFN – γ yangditemukan

dalam plasma pasien dengan penyakit inflamasi atau kanker, dan

terdapat hubungan secara langsung antara kadar sitokin ini dengan

beratnya anemia.

b. GAMBARAN KLINISKarena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan dan sedang,

sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena

kadar Hb sekitar 7 – 11 gr/dl umumnya asimtomatik. Meskipun

demikian apabila demam atau debilitas fisik meningkat, pengurangan

44

Page 45: 237472817 case-arfi

kapasitas transport O2 jaringan akan memeprjelas gejala anemianya

atau memperberat keluhan sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik, umumnya hanya dijumpai konjungtiva pucat

tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini, dan diagnosis

biasanya tergantung dari hasil pemeriksaan laboratorium.

c. PEMERIKSAAN LABORATORIUMAnemia umumnya adalah normokrom normositer, meskipun banyak

pasien mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC <31 g/dL dan

beberapa mempunyai sel mikrositer dengan MCV >80 fL. Nilai

retikulosit absolute dalam batas normal atau sedikit meningkat.

Perubahan pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung

pada penyakit dasarnya.

Penurunan Fe serum merupakan kondisi sine quo non untuk diagnosis

anemia penyakit kronis. Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu

infeksi atau inflamasi dan mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi

protein pengikat Fe menurun menyebabkan saturasi Fe lebih tinggi

daripada anemia defisiensi besi. Proteksi saturasi Fe relative mungkin

mencukupi dengan meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan

yang kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur.

Penurunan kadar transferin setelah suatu jejas terjadi lebih lambat

daripada penurunan kadar Fe serum, disebabkan karena waktu paruh

transferin lebih lama (8 – 12 hari) dibandingkan dengan Fe (90 menit)

dank arena fungsi metabolic yang berbeda.

d. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

45

Page 46: 237472817 case-arfi

Meskipun banyak pasien dengan infeksi kronik, inflamasi dan

keganasan menderita anemia, anemia tersebut disebut anemia pada

penyakit kronik hanya jika anemia tersebut sedang, selularitas

sumsum tulang normal, kadar besi serum dan TIBC renda, kadar besi

dalam makrofag dalam sumsum tulang normal atau meningkat, serta

feritin serum yang meningkat.

Beberapa penyebab anemia berikut ini merupakan diagnosis banding

atau mengaburkan diagnosis anemia pada penyakit kronis

1. Anemia delusional

2. Drug – induced marrow suppression atau drug induced hemolysis.

Pada penekanan sumsum tulang akibat obat, kadar besi serum

tinggi. Pemeriksaan hitung retikulosit, bilirubi LDH dan tes coombs

harus dilakukan untuk menyingkirkan hemolisis.

3. Perdarahan kronis

4. Thalasemia minor

5. Gangguan ginjal. Pada keadaan iniumur eritrosit memendek dan

terdapat kegagalan relative sumsum tulang.

e. PENGOBATANTerapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit

dasarnya.

- Transfusi. Merupakan pilihan pada kasus – kasus yang dsertai

gangguan hemodinamik. Sebaiknya kadar Hb diperthankan 10

– 11 gr/dL.

- Pereprarat besi. Pemberian preoarat besi pada anemia

penyakit kronis masih terus dalam perdebatan.

- Eritropoietin. Data penelitian menunjukkan bahwa pemberian

eritropoietin bermanfaat dan sudah disepakati untuk diberikan

pada pasien anemi akibat kanker, gagal ginjalt kanker, gagal

46

Page 47: 237472817 case-arfi

ginjal, myeloma multiple, arthritis rheumatoid dan pasien HIV.

Selain dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya,

pemberian eritropoietin mempunyai beberapa keuntungan,

yakni : mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan

produksi TNF – α dan interferon – γ. Di lain pihak pemberian

eritropoietin akan menambah proliferasi sel – sel kanker ginjal

serta meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan leher.

BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien datang dengan keluhan sesak yang semakin berat sejak 3

hari sebelum masuk rumah sakit. sesak dirasakan pasien hilang

47

Page 48: 237472817 case-arfi

timbul. Timbul saat pasien melakukan aktivitas dan hilang saat

istirahat. Sesak juga dirasakan memberat saat tidur dan membaik

saat duduk. Hal ini sesuai dengan gejala gagal jantung, dimana

pada pasien ini memang sudah memiliki riwayat sakit jantung yang

dikatakan terjadi pembengkakkan pada jantungnya. Gejala – gejala

yang timbul pada pasien ini mengarah kepada gagal jantung kiri.

Pada gagal jantung kiri, sesak terjadi akibat penimbunan cairan

dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas, dapat terjadi

ortopnoe. Pasien juga mengeluhkan mudah lelah, Hal ini terjadi

karena menurunnya curah jantung serta menurunnya pembuangan

sisa katabolisme juga terjadi karena meningkatnya energy yang

digunakan untuk bernafas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

adanya udem di kedua tungkai dan batas jantung yang melebar,

pada pemeriksaan EKG terlihat ada pembesaran ventrikel kiri.

Gagal jantung bisa ditegakkan dengan menggunakan criteria

Framingham, yakni

Kriteria mayor :

1. Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea

2. Peningkatan tekanan vena jugularis

3. Ronki basah tidak nyaring

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Irama derap S3

7. peningkatan tekanan vena >16 cm H2O

8. Refluks hepatojugular

Kriteria minor :

1. Edema pergelangan kaki

48

Page 49: 237472817 case-arfi

2. Batuk malam hari

3. Dyspnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum

7. Takikardi (>120x/menit)

Gagal jantung dapat ditegakkan apabila terdapat 2 kriteria mayor

atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Pada pasien ini memiliki

2 kriteria mayor (ortopnea dan kardiomegali) dan 1 kriteria minor

(udem tungkai). Dengan begitu diagnosis gagal jantung pada

pasien ini sudah bisa ditegakkan. Berdasarkan New York

Association (NYHA) klasifikasi gagal jantung pada pasien ini

termasuk kelas II – III yaitu pasien tidak bisa melakukan aktivitas

yang ringan – sedang. Tata laksana yang dapat diberikan adalah

dengan memperbaiki oksigenasi dan menurunkan konsumsi O2

melalui istirahat dan pembatasan aktivitas, bisa juga dibantu

dengan oksigen nasal kanul 3 lt/menit. Selain itu, harus diberikan

pula terapi untuk menurunkan beban jantung yaitu dengan diet

rendah garam dan diuretik. Untuk gagal jantung kelas II – III

diberikan diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid

40 – 80 mg).

Gagal jantung yang terjadi pada pasien ini kemungkinan besar

disebabkan dari penyakit hipertensinya yang sudah diderita pasien

sejak 2 tahun lalu. Penyakit darah tinggi dapat membuat kerja

jantung menjadi berat untuk memompa darah sehingga

menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel.

49

Page 50: 237472817 case-arfi

Selain sesak yang diakibatkan dari gagal jantungnya, pasien juga

memiliki riwayat sakit ginjal 1 tahun terakhir. kerusakan ginjal yang

berlangsung selama lebih dari 3 bulan disebut gagal ginjal kronik

(chronic heart failure). Dari anamnesis didapatkan pasien memiliki

keluhan mudah lelah, dengan konjungtiva yang pucat. Pada

pemeriksaan lab ditemukan kadar kreatinin serum yang meningkat.

Jika dihitung laju filtrasi glomerulus pasien saat masuk, 21,02 yakni

termasuk ke dalam CKD stage IV, ini berarti pasien ini sudah terjadi

kerusakan ginjal yang berat. sedangkan untuk gejala lemas dan

konjungticva pucat pada pasien merupakan gejala anemia yang

terbukti dengan pemeriksaan Hb : 6,8 g/dL. Anemia yang terjadi

merupakan salah satu komplikasi dari penyakit ginjalnya akibat

defisiensi eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon yang dibuat

oleh ginjal sehat merangsang sumsum tulang untuk memproduksi

sel darah merah yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

oksigen tubuh. Tata laksana yang diberikan adalah mengoreksi

anemia pasien tersebut, yakni dengan transfusi PRC : ΔHb x BB x

4 = 3,2 x 60 x 4 = 768 cc ≈ 750 cc (3 kantong). Kemudian di cek

kembali Hb post transfusi dengan target Hb11 – 12 g/dL. Kemudian

untuk gagal ginjal kronik pada pasien ini meliputi terapi spesifik

terhadap penyakit dasarnya, pasien ini kemungkinan gagal ginjal

berasal hipertensi yang dideritanya. Gagal ginjal terjadi akibat

kerusakan yang progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler

ginjal dan glomerulus. Dnegan rusaknya glomerulus, darah akan

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu. Jadi

terapi yang diberikan harus mengatasi darah tingginya. Pasien ini

diberikan golongan ACE inhibitor yakni captopril 2 x 25 mg. selain

pengobati penyakit dasarnya, penatalaksanaan gagal ginjal kronik

adalah dengan memperlambat perburukan fungsi ginjal, Karena

pasien ini sudah masuk CKD stage IV denga GFR 21,02 dan

50

Page 51: 237472817 case-arfi

ternyata semakin memburuk keesokan harinya (GFR : 12,50 maka

pilihan pertama adalah dengan melakukan cuci darah, Bicnat 3 x 1

dan CaCO3 3 x 1. Penggunaan bicnat ditujukan untuk mencegah

asidosis metabolik yang sering terjadi pada pasien CKD karena

bikarbonat menetralisir asam. Sedangkan penggunaan CaCO3

adalah untuk mencegah komplikasi osteodistrofi karena CaCO3 in

bermanfaat untuk mengikat kadar phosphor dalam makanan.

DAFTAR PUSTAKA

51

Page 52: 237472817 case-arfi

1. Hayat A. Savety issues with intravenous iron product in the

management of anemia in chronic kidney disease. Clin Med and

Research. 2008;6:93-102

2. Ketut S. Profile anemia in chronic renal failure patients:

Comparison between predialyzed and dialyzed patients at the

division of nephrology, departement of internal medicine,

sanglah hospital, denpasar, bali, indonesia. Indones J Intern

Med . 2005;37:181-195

3. Saul N. Anemia in chronic kidney disease : Causes,

diagnosis,treatment. Clev Clinic J of Med. 2006;73:289-297

4. Masaoni N. Pathogenesis of renal anemia. Semin in Nephrol

2006;26:261-268

5. Ali K, Abu A. CKD series: Evaluation and treatment of anemia in

chronic kidney disease. Hospital Phys. 2003:142-152

6. Horl W. Iron therapy for renal anemia : How much needed, how

much harmful?.Pediatr Nephrol.2007;22:480-489

7. Qunibi WY. Treatment of iron-deficiency anemia in nondialysis

and hemodialysis-dependent CKD patients.US Renal Disease.

2006;45-499

9. Perhimpunan nefrologi indonesia konsensus manajemen

anemia pada penyakit ginjal kronik. 2011;1-52

10.Bandiara R. Penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada

pasien yang menjalani hemodialisa. Subbagian Ginjal

Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FK Unpad, RS Dr

Hasan Sadikin. 2003.

11.Casey L . Management of renal anemia in stage 4/5 chronic

kidney disease. Armadale Heart Service. 2010;1-17

12.Cesare G. Advancements in anemias related to chronic

condition. Clic Chem Lab Med.2010:1218-1226

52

Page 53: 237472817 case-arfi

13.Allen R. Iron defisiensi in patients with renal failure. Kidney

Intern. 1999;55:18-21

14.Robert C. Kopelman LS. Functional iron deficiency in

hemodialysis patients with high ferritin. Hemodial Inter.

2007;11:238-246

15.Wish JB. Assesing iron status : Beyond serum ferritin and

transferin saturation. Clin J Am Soc Nephrol. 2006;1 54-58

16.Francois M. Clinical practice guidelines for assesment and

management of iron deficiensy Intern Soc of Nephrol.

2008;74:7-14

17.Brunelli SM, Berns JS. Anemia in chronic kidney disease and

end-stage renal disease.Nephrology Rounds. 2009

18.O’Mara NB. Anemia in patients with chronic kidney disease

Diabetic spec. 2008;21:12-17

19.Adeera L. KDOQ clinical practice guideline and clinical practice

recomendation for anemia in chronic kidney disease : 2007

update of hemoglobin target. 2007

20.Tomasello S. Anemia of chronic kidney disease. l of Pharm

Prac. 2008;21:181-194

21.Tsubakihara Y, Nishi S, Akiba T, Hirakata H. 2008 japanese

society for dialysis therapy : Guidelines for renal anemia in

chronic kidney disease. Ther Aph and Dial. 2010;14:240-275

53