VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi...
Transcript of VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi...
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
680
VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA SIRAN,
KALIMANTAN TIMUR
Guritno Safitri Muchitawati1
Ferian Anggara2
1Program Studi S1 Teknik Geologi, Departemen Teknik Geologi, FT UGM
2Departemen Teknik Geologi, FT UGM
ABSTRAK
Gambut merupakan tanah dengan kandungan material organik lebih dari 65% dan terendapkan
pada lingkungan basah dimana laju akumulasi material organiknya melampui laju dekomposisinya
(Wust, 2003). Luas lahan gambut meliputi 3% luas dunia dengan 11 % dari totalnya merupakan
gambut tropis (Page dkk, 2011, dalam Osaki dan Tsuji, 2016). Gambut tropis memiliki karakter
berbeda dari gambut yang ada di lintang sedang, karena vegetasi penyusunnya yang berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik gambut tropis dalam suksesi vertikal dan
lateral. Sampel gambut diambil dari 19 titik pemboran di daerah Muara Siran, Kalimantan Timur
menggunakan bor tangan jenis MacCaulay. Lahan gambut Siran terbentang di antara dua sungai yaitu
Sungai Kedang Kepala dan Sungai Belayan dan di dalamnya terletak Danau Siran. Sampel gambut
dideskripsi menggunakan klasifikasi tekstural oleh Esterle (1990). Ketebalan gambut berkisar dari 0,5
m hingga lebih dari 6 m. Tipe gambut sapric menyusun bagian dasar dan tepi lahan gambut. Di bagian
atasnya, terakumulasi tipe gambut hemic dengan tingkat pembusukan sedang. Tipe gambut fibric
dijumpai di atas hemic , dominan pada endapan gambut yang dengan ketebalan >6 m dan jauh dari
tubuh air danau dan sungai. Secara vertikal, semakin ke bagian atas endapan gambut, tingkat
dekomposisi jaringan tumbuhan penyusun gambut semakin rendah. Sedangkan secara lateral, tingkat
dekomposisi jaringan tumbuhan penyusun gambut semakin rendah ke bagian tengah endapan gambut.
Variasi tingkat dekomposisi dipengaruhi oleh jarak relatif endapan gambut terhadap tubuh perairan
yang bersirkulasi dan membawa sedimen inorganik. Karakteristik gambut dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim
purba.
Kata kunci: gambut tropis, variabilitas spasial, Muara Siran
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Gambut merupakan tanah dengan kandungan material organik lebih dari 65% dan
terendapkan pada lingkungan basah dengan laju akumulasi material organiknya melampui
laju dekomposisinya (Wust, 2003). Luas lahan gambut meliputi 3% luas dunia dan 11% dari
totalnya merupakan gambut tropis (Page dkk, 2011, dalam Osaki dan Tsuji, 2016). Sebanyak
56% gambut tropis dunia tersebar di wilayah Asia Tenggara dan Indonesia memiliki sebanyak
47% dari total luasnya (Page dkk, 2011, dalam Osaki dan Tsuji, 2016).
Gambut tropis memiliki karakter berbeda dari gambut yang terdapat di lintang sedang
(Cameron dkk, 1989). Karakter tersebut meliputi morfologi gambut dan komponen penyusun
gambut. Perbedaan karakter tersebut disebabkan oleh vegetasi asal gambut yang berbeda
antara gambut lintang sedang dan gambut tropis, tatanan geologi, serta iklim. Gambut tropis
memiliki morfologi kubah dengan permukaan mencembung di atas permukaan sungai dan
bagian dasar berbentuk cekung. Stratigrafi gambut tropis menunjukkan sebaran jenis gambut
berbeda yang berubungan dengan tingkat pembanjiran oleh sungai dan jenis vegetasi
penyusun. Jenis gambut sapric dengan tingkat dekomposisi jaringan tumbuhan tinggi
menyusun bagian dasar dan tepi endapan gambut. Bagian atas dari sapric disusun oleh hemic
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
681
dengan tingkat dekomposisi lebih rendah dibanding sapric. Sedangkan bagian pucak dari
kubah gambut tersusun oleh gambut dengan tingkat dekomposisi paling rendah dengan jenis
vegetasi penyusun relatif bertubuh kurang kokoh (Esterle dan Ferm, 1994).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik gambut tropis dalam suksesi
vertikal dan lateral di daerah Muara Siran, Kecamatan Muara Kaman, Provinsi Kalimantan
Timur. Manfaat dari penelitian ini di antaranya dapat digunakan sebagai analog pembentukan
batubara mengacu pada konsep bahwa batubara terbentuk dari gambut.
1.2 Lokasi penelitian
Endapan gambut yang diteliti pada penelitian ini terletak di Desa Siran, Kecamatan
Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada 446000 – 470000
UTM dengan luas 426.893,6 m2. Endapan gambut terbentang di antara dua sungai yaitu
Sungai Belayan di bagian barat dan Sungai Kedang Kepala di sisi timur. Di antara kedua
sungai tersebut, terdapat Danau Siran yang memanjang relatif utara-selatan (Gambar 6).
Endapan gambut yang menjadi obyek penelitian termasuk dalam lahan gambut Kutai
yang pembentukannya dominan dikontrol oleh akresi sungai (Hope dkk, 2005). Daerah
penelitian termasuk dalam daerah beriklim tropis tipe Af menurut sistem Koppenn-Geiger
(Climate-Data.org, 2017) dengan curah hujan rata-rata bulanan sebesar 174,8 mm (Badan
Pusat Statistik Kalimantan Timur, 2015).
2. Metode
Pengambilan data dilakukan dengan pengeboran endapan gambut. Titik pengeboran
ditentukan berdasarkan jarak relatif terhadap tubuh perairan besar yaitu Danau Siran, Sungai
Belayan, dan Sungai Kedang Kepala, untuk mengetahui pengaruh tubuh perairan terhadap
jenis gambut yang terbentuk. Lokasi titik pengeboran direkam menggunakan Global
Positioning System (GPS).
Pengambilan inti gambut menggunakan bor tangan jenis MacCaulay atau Russian peat
corer dengan diameter bor 2 inci dan panjang container 0,5 m mengacu pada metode dalam
Wust, dkk (2003) (Gambar 8.1). Panjang tangkai bor ekstensi maksimum sebesar 6 m,
sehingga inti gambut maksimum yang dapat diambil setebal 6 m. Gambut yang terambil
dalam container selanjutnya dideskripsi secara langsung di lapangan menggunakan klasifikasi
lapangan gambut tropis oleh Esterle (1990) dalam Wust dkk (2003) (Error! Reference
source not found.). Gambut yang terambil selanjutnya disimpan dalam pipa PVC yang
dibelah menjadi dua dan diisi dengan plastik gelembung untuk mengisi ruang kosong dalam
pipa. Selanjutnya, sampel gambut dibungkus rapat menggunakan plastik untuk menghindari
kontak dengan udara dan mencegah air gambut merembes keluar. Sampel selanjutnya diberi
keterangan berupa nomor titik pengeboran dan nomor segmen.
Bagian akar atau sisa batang yang tidak dapat ditembus oleh mata bor terkadang
dijumpai di beberapa titik pengeboran. Apabila dijumpai keadaan demikian, maka lokasi
pengeboran harus digeser atau pengeboran dihentikan sehingga segmen terakhir tidak
mencapai dasar endapan gambut atau mencapai ketebalan maksimum. Dengan demikian,
sampel gambut yang terambil tidak mengandung fragmen tumbuhan yang bersifat kokoh dan
berukuran besar seperti akar dan batang. Pengeboran juga dihentikan ketika dasar endapan
telah dijumpai, yang ditandai oleh adanya sedimen non-gambut sesuai deksripsi dalam Error!
Reference source not found..
Gambut dideskripsi secara langsung di lapangan, segera setelah dikeluarkan dari
container. Parameter yang dideskripsi secara megaskopis antara lain adalah warna gambut,
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
682
pH, ukuran dan jenis fragmen, kelimpahan fragmen dan matriks secara kualitatif, serta hasil
uji pemerasan (squeezing test). Warna gambut mencerminkan derajat pembusukan. Warna
yang gelap cenderung menunjukkan tingkat pembusukan tinggi, sedangkan warna yang lebih
muda relatif menunjukkan tingkat pembusukan rendah dan ditandai dengan banyaknya
fragmen. Warna yang relatif cerah dan kontras dari spektrum warna gambut biasanya
merupakan warna sedimen non gambut. Warna dideskripsi menggunakan diagram warna
Munsell 10YR (Wust dkk, 2003). Rasio kelimpahan fragmen dan matriks berguna dalam
menentukan tipe gambut. Uji pemerasan berguna untuk mengetahui seberapa besar kemiripan
gambut dengan koloid atau pasta. Sifat tersebut juga digunakan untuk mendeterminasi tipe
gambut. Berdasarkan Tabel 1, tipe gambut dibagi secara mayor menjadi tiga, yaitu fibric,
hemic, dan sapric. Fibric mengandung serat atau fragmen tumbuhan paling banyak, dengan
tingkat dekomposisi paling kecil (Gambar 8.2). Hemic adalah tipe gambut dengan tingkat
dekomposisi sedang, memiliki banyak fragmen batang (Gambar 8.4) dan sapric adalah tipe
gambut dengan tingkat pembusukan paling tinggi (Gambar 8.2). Endapan yang tidak memiliki
karakteristik gambut seperti pada Tabel 1 dikategorikan sebagai organic-rich mud atau
mineral soil (Gambar 8.5).
Sampel diambil dari 19 titik pengeboran dengan total segmen sebanyak 137.
Berdasarkan titik-titik pengeboran tersebut, dibuat sayatan melintang (transect) yang disebut
Transect NE-SW (Error! Reference source not found.). Sayatan memanjang timur laut-
barat daya, berawal dari Sungai Kedang Kepala dan berakhir di titik pengeboran 10 di sisi
barat Danau Siran.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Data Lapangan
Deskripsi inti gambut dan profil Transect NE-SW ditunjukkan oleh Gambar 9.
Berdasarkan profil tersebut, dapat diketahui stratigrafi gambut yang tersusun oleh lapisan
gambut dengan jenis berbeda-beda.
Berdasarkan profil tersebut dapat diketahui bahwa secara umum, tipe gambut fibric
menyusun bagian atas endapan gambut, dan di bawah fibric terendapkan hemic dan sapric.
Bagian dasar endapan gambut ditandai dengan dijumpainya jenis gambut organic-rich mud.
Tipe gambut sapric di daerah Muara Siran merupakan tipe gambut dengan tingkat
pembusukan paling tinggi yang diketahui dari besarnya proporsi matriks terhadap fragmen
serta warnanya. Sapric umumnya merupakan jenis gambut yang berasosiasi dengan sedimen
non gambut yang menjadi batas antara endapan gambut dan endapan yang mengalasinya.
Jumlah fragmen yang dijumpai pada sapric relatif tidak melimpah, diakibatkan oleh tingkat
pembusukannya. Namun pada beberapa sampel masih dijumpai fragmen-fragmen yang
bahkan dalam ukuran >10 cm. Fragmen-fragmen tersebut diduga merupakan allochton atau
fragmen ex situ yang masuk selama proses pengeboran. Selain berasosiasi dengan sedimen
non gambut, umumnya sapric menyusun endapan gambut yang dekat dengan tubuh perairan.
Secara vertikal, sapric berubah gradual menjadi hemic, sedangkan secara horizontal,
keduanya berhubungan menjari. Hemic dikarakterisasi dengan memiliki lebih banyak fragmen
dibanding sapric. Dalam satu lapisan hemic, dapat dijumpai fragmen dengan ukuran dan
kenampakan yang bervariasi. Coarse hemic umumnya tersusun oleh fragmen akar, sedangkan
hemic dan fine hemic lebih dominan tersusun oleh fragmen batang. Fragmen batang yang
menyusun hemic umumnya adalah fragmen jaringan kayu. Beberapa sampel hemic juga
tersusun oleh fragmen berukuran >10 cm yang berupa dahan kayu. Berdasarkan karakteristik
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
683
tersebut, diduga bahwa hemic berasal dari sisa-sisa tubuh tumbuhan berbatang kayu yang
relatif berukuran besar dengan struktur tubuh yang kokoh.
Fibric terdistribusi secara umum di bagian atas inti gambut atau yang paling dekat
dengan permukaan. Secara horizontal, fibric dijumpai pada jarak yang relatif jauh dari tubuh
perairan dan pada elevasi di atas muka air tubuh perairan terdekat. Fragmen akar pada fibric
umumnya berupa serat berukuran kecil dan panjang serta berongga. Fragmen batang
umumnya berupa dahan, sedangkan fragmen daun relatif banyak berupa daun pandan.
Berdasarkan karakteristik tersebut, diduga bahwa fibric tersusun oleh sisa tumbuhan yang
relatif bertubuh sedang-kecil dan tumbuhan jenis pandan yang tergolong tumbuhan berbatang
herba.
3.2 Jenis dan ukuran fragmen gambut
Hubungan antara jenis tumbuhan yang menjadi fragmen dan ukurannya terhadap jenis
gambut ditunjukkan oleh diagram padaGambar 10. Fragmen dideterminasi pada pengamatan
lapangan yaitu bagian tumbuhan yang secara megaskopis dapat dikenali atau lebih besar dari
0.5 mm. Fragmen dibedakan secara sederhana menjadi tiga jenis bagian tumbuhan yaitu akar,
batang, dan daun. Akar memiliki karakteristik berupa serat tumbuhan ramping dan panjang,
seringkali dijumpai berongga atau serat kosong. Fragmen berupa serabut akar dan rhizoid juga
termasuk dalam kategori akar pada deskripsi lapangan. Fragmen batang dicirikan oleh bentuk
yang relatif persegi tercacah dengan ukuran berkisar 0,5-1 cm dan meliputi jaringan batang
yang keras atau telah mengkayu dan yang masih lunak seperti pelepah. Sedangkan fragmen
daun memiliki kenampakan pipih dan tipis, serta pada beberapa sampel masih menunjukkan
serat atau tulang daun. Pada umumnya, fragmen daun berwarna hitam atau lebih gelap serta
memiliki bentuk tidak beraturan.
Tipe gambut fibric tersusun dominan oleh fragmen berukuran ≤5 cm berupa batang
dan daun. Fragmen batang yang umum dijumpai relatif lunak berbentuk persegi dengan
ukuran 0,5 cm. Fragmen daun umumnya dijumpai berukuran sekitar 1 cm dengan serat/tulang
daun memanjang, diduga merupakan fragmen daun vegetasi kelompok pandan. Fragmen akar
yang menyusun fibric umumnya berupa serat panjang, pipih, dan berongga, dengan diameter
<1 cm.
Tipe gambut hemic juga tersusun paling banyak oleh fragmen berukuran ≤5 cm.
Berbeda dari dua jenis gambut yang lain, hemic adalah jenis gambut yang tersusun paling
banyak oleh fragmen berukuran > 10 cm. Serupa dengan fibric, hemic juga tersusun dominan
oleh fragmen berupa batang, baik bagian lunak maupun keras dari batang. Fragmen daun
dominan pada ukuran <5 cm.
Tipe gambut sapric tersusun paling banyak oleh fragmen berukuran ≤5 cm dengan
jenis fragmen dominan berupa batang. Beberapa sampel sapric juga disusun oleh fragmen
berukuran >10 cm berupa akar dan batang. Sapric di lapangan memiliki kenampakan amorf,
dengan rasio matriks dibanding fragmen tinggi, melebihi 70%. Sapric memiliki warna relatif
paling gelap dibanding dua jenis gambut lainnya dan bersifat paling mendekati koloid pada
pengujian dengan memeras (squeezing test). Fragmen daun juga dijumpai pada sampel sapric,
dengan ukuran berkisar 0,5-1 cm. Fragmen daun umumnya dijumpai berwarna hitam dan
menunjukkan kenampakan terbakar.
Beberapa sampel yang diambil memiliki lapisan berwarna hitam yang tersusun oleh
fragmen tumbuhan yang terbakar. Lapisan tersebut seringkali dijumpai berasosiasi dengan
sedimen non-gambut seperti mineral soil atau organic-rich mud.
3.3 Rekonstruksi Pembentukan Gambut
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
684
Sebaran spasial jenis gambut di Muara Siran cenderung sesuai dengan model gambut tropis
menurut Esterle dan Ferm (1994) di lahan gambut Sungai Baram (Gambar 11Error!
Reference source not found.). Endapan gambut Muara Siran terendapkan di antara dua
sungai, serupa dengan endapan gambut Sungai Baram yang membentang di antara Sungai
Baram dan Sungai Karap. Berdasarkan kesamaan tersebut, maka pembentukan gambut
Muara Siran dapat mengacu pada teori pembentukan gambut Sungai Baram. Esterle dan
Ferm (1994) mengacu teori pembentukan gambut tropis Anderson (1964) dalam
Cameron, dkk (1989).
Aliran sungai membawa sedimen yang kemudian membentuk tanggul di kedua sisi
sungai (Gambar 13.1). Tanggul ini kemudian diisi oleh vegetasi bakau dan vegetasi air tawar
lain yang menghalangi akumulasi sedimen klastik lebih lanjut (Gambar 13.2). Vegetasi yang
tumbuh dekat dengan tubuh sungai ini membentuk gambut yang berasosiasi dengan sedimen
klastik yang terbawa sungai. Sedimen klastik membawa material klastik yang mengandung
nutrien yang dibutuhkan oleh pertumbuhan bermacam-maacam tumbuhan, sehingga pada
zona yang relatif dekat dengan tubuh perairan umum dijumpai vegetasi yang variatif dan
bertubuh kayu. Area yang kaya akan suplai nutrien juga menjadi tempat bakteri pengurai
dapat beraktivitas dengan lebih baik, sehingga tingkat pembusukan juga meningkat. Faktor
lain yang juga mempengaruhi tingkat pembusukan adalah adanya pembanjiran oleh air
sungai. Peristiwa tersebut memungkinkan terjadinya sirkulasi air yang membawa oksigen, dan
mengakibatkan oksidasi pada endapan gambut. Proses tersebut menjelaskan terbentuknya
endapan gambut dengan tingkat pembusukan tinggi (sapric) di area yang dekat dengan tubuh
sungai serta di bagian dasar dan tepi endapan gambut yang berkontak dengan sedimen
inorganik. Sapric kebanyakan menyusun gambut dengan tingkat nutrien relatif tinggi atau
disebut minerotrophic peat.
Vegetasi yang tumbuh pada bagian tengah yang jauh dari pengaruh sungai
selanjutnya membentuk gambut yang minim pengaruh sedimen klastik. Vegetasi yang muncul
pertama kali adalah vegetasi berbatang lunak semacam rumput dan ilalang, sehingga
membentuk marsh (Gambar 13.2). Vegetasi yang berukuran lebih besar dan berbatang kayu
kemudian muncul. Kumpulan dari vegetasi ini pada akhirnya membentuk swamp (Gambar
13.3). Tipe gambut hemic terbentuk pada tahap ini. Hemic tersusun oleh fragmen tumbuhan
yang relatif bervariasi dan umumnya berkayu, yang berarti berasal dari vegetasi yang
mendapat suplai nutrien yang cukup untuk membentuk struktur tubuhnya yang kompleks,
namun dalam zona yang bersifat cukup asam untuk mencegah aktivitas pembusukan yang
intensif (Esterle dan Ferm, 1994). Akumulasi lebih lanjut menjadikan deposit gambut
melebihi akumulasi sedimen inorganik pada tepi sungai sehingga bentuk gambut yang
mencembung mulai terbentuk. Perbedaan ketinggian ini semakin menghalangi banjir dari
sungai untuk mencapai bagian tengah. Tanpa adanya pengaruh banjir, bagian tengah-atas
deposit gambut semakin bersifat asam dan miskin nutrien (oligotrophic peat) (Gambar 13.4),
yang semakin menurunkan kemampuan mikroba pengurai. Fibric terbentuk pada kondisi
tersebut.
Kenampakan tahap-tahap pembentukan endapan gambut tropis yang sesuai dengan
model Anderson (1964) dalam Cameron, dkk (1989) dapat diamati di lapangan (Gambar 12).
Vegetasi di tepian sungai menunjukkan variasi dan karakter berkayu oleh suplai nutrien yang
relatif tinggi dari sedimen klastik (Gambar 7.1). Kemudian tahap pembentukan gambut di
cekungan tepi sungai diawali dengan marsh, dicirikan oleh vegetasi jenis rumput-rumputan di
atas permukaan air yang stagnan (Gambar 7.2). Swamp terbentuk di tepi tubuh perairan dan
dikarakterisasi dengan tumbuhan jenis pohon berbatang kayu (Gambar 7.3). Sedangkan
bagian dari hutan gambut yang lebih dalam dan mendekati puncak kubah dicirikan oleh
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
685
vegetasi pepohonan berbatang kayu dengan diameter kecil, akar panjang, dan air gambut
berwarna hitam (Gambar 7.4).
Lapisan berwarna hitam yang tersusun atas fragmen tumbuhan terbakar pada beberapa
sampel diinterpretasi sebagai gambut yang sempat mengalami penyingkapan ke udara
sehingga mengalami oksidasi. Penggenangan oleh air kembali menyebabkan akumulasi
gambut baru di atas lapisan gambut yang telah terbakar tersebut.
4. Kesimpulan
Tipe gambut yang menyusun endapan gambut Muara Siran terdiri atas fibric, hemic ,
dan sapric. Fibric merupakan gambut dengan ciri fragmen lebih melimpah dibanding matriks,
tingkat pembusukan paling rendah, dan dijumpai relatif di bagian tengah-atas endapan
gambut. Hemic dominan menyusun bagian tengah endapan gambut dengan ciri kelimpahan
fragmen lebih sedikit dibanding fibric, tingkat pembusukan sedang, dan jenis fragmen paling
variatif. Sapric dominan menyusun bagian tepi dan dasar deposit dicirikan oleh kenampakan
tidak beraturan, menyerupai pasta, dan tingkat pembusukan paling tinggi. Jenis vegetasi yang
menyusun gambut dan tingkat pembusukan gambut dipengaruhi oleh kadar nutrien yang
terdapat pada zona dimana gambut tersebut terakumulasi. Kadar nutrien yang tinggi
memungkinkan pertumbuhan vegetasi berbatang kokoh namun juga tingkat pembusukan
tinggi akibat aktivitas mikroba pengurai yang lebih intensif. Kadar nutrien dipengaruhi oleh
keberadaan sedimen inorganik yang terdapat pada bagian tepi dan dasar endapan gambut dan
pembanjiran oleh sungai. Tingkat pembusukan juga dipengaruhi oleh kadar oksigen yang
dikontrol oleh sirkulasi air akibat pembanjiran sungai.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknik Geologi FT UGM yang
mendukung penelitian ini; Bapak Danang Suto Budi dari Yayasan Biosfer Manusia yang
membantu penyediaan peta; serta Bapak Sahlan, Bapak Roi, Bapak Rahmad, dan Bapak
Sabri, yang membantu pengambilan sampel.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur. 2015. Kalimantan Timur Dalam Angka. Samarinda:
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur
Cameron, C.C., Esterle, J.S., Palmer, C.A., 1989. The geology, botany, and chemistry of
selected peat-forming environments from temperate and tropical latitudes.
International Journal of Coal Geology, Volume 12, pp. 105-156.
Chokkalingam, U., Kurniawan, I., Ruchiat, Y, 2005. Fire, Livelihood, and Environmental
Change in The Middle Mahakam Peatlands, East Kalimantan. Ecology and Society,
10(1), p. 26.
Climate-Data.Org. 2017. 'Iklim: Muara Kaman Ilir'. http//www.id.climate-
data.org/location/588542
Esterle, J.S., Ferm, J.C., 1994. Spatial variability in modern tropical peat deposits from
Sarawak, Malaysia, and Sumatra, Indonesia: analogous for coal. International journal
of coal geology, Volume 26, pp. 1-41.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
686
Flores, R., 2014. Coal and Coalbed Gas : Fueling the Future. San Diego: Elsevier.
Hope, G., Chokkalingam, U., Anwar, S. , 2005. The stratigraphy and fire history of the Kutai
Peatlands, Kutai, Indonesia. Quartenary Research, Volume 64, pp. 407-417.
Osaki, M., Tsuji, N., 2016. Tropical Peatlands Ecosystems. Tokyo: Springer Japan.
Wust, R.A.J., Bustin, R.M., Lavkulich, L.M. , 2003. New classification system for tropical
organic-rich deposits based on studies of the Tasek Bera Basin, Malaysia. Catena,
Volume 53, pp. 133-163
Yayasan Biosfer Manusia Samarinda. "Dataset Ketebalan Gambut Kalimantan Timur".
Samarinda: Tidak dipublikasikan. Diperoleh pada 23 April 2017 dari Yayasan Biosfer
Manusia Samarinda.
Gambar 6. Lokasi penelitian (Dimodifikasi dari Chokkalingam dkk, 2005)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
687
Gambar 7. Peta ketebalan gambut Muara Siran yang menunjukkan sebaran lokasi pengambilan sampel dan arah
sayatan (transect) (Sumber: Yayasan Biosfer Manusia, tidak dipublikasikan, dengan modifikasi)
Gambar 8. (1) Proses pengeboran gambut pada sumur 2 di utara Danau Siran. (2) Fibric (3) Sapric (4) Hemic
(5) Mineral soil
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
688
Gambar 9. Profil Transect NE-SW
Gambar 10. Diagram presentase kelimpahan fragmen berdasarkan jenis, ukuran maksimum, dan hubungannya
dengan tipe gambut
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
689
Gambar 11. Penampang gambut Sungai Baram (Esterle dan Ferm, 1994)
Gambar 12. (1) Vegetasi di tepi Sungai Kedang Kepala. (2) Marsh di tepi Danau Siran. (3) Swamp di tepi
Danau Siran). (4) Hutan di bagian kubah gambut.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
690
Gambar 13. Ilustrasi pembentukan kubah gambut di lokasi penelitian tanpa skala (Dimodifikasi dari Flores,
2014)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
691
Tabel 4. Klasifikasi tekstural gambut tropis untuk deskripsi lapangan (Esterle, 1990 dalam Wust dkk, 2003)