Undescendcus Testis
-
Upload
a-nando-tambunan -
Category
Documents
-
view
288 -
download
10
Transcript of Undescendcus Testis
UNDESCENDCUS TESTIS (UDT)
PENDAHULUAN
Undescendcus testis (UDT) atau biasa disebut Kriptorkismus merupakan kelainan
bawaan genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Sepertiga
kasus anak-anak dengan UDT adalah bilateral sedangkan dua-pertiganya adalah
unilateral. Insiden UDT terkait erat dengan umur kehamilan, dan maturasi bayi.
Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun pada bayi-bayi
yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan
penurunan insiden UDT. Prevalensinya menjadi sekitar 0,8 % pada umur 1 tahun
dan bertahan pada kisaran angka tersebut pada usia dewasa.
Meskipun telah diteliti lebih dari 100 tahun, namun masih banyak aspek UDT
yang belum dapat dijelaskan dengan baik dan masih menjadi kontroversi.
Termasuk diantaranya mengenai fisiologi penurunan testis, etiologi dan petanda
molekuler tentang fertilitas dan potensi keganasannya, hingga terapi UDT. UDT
yang tidak diterapi jelas menimbulkan kerusakan bagi testis tersebut. Pemahaman
tentang morfogenesis kelainan akibat UDT, faktor hormonal dan molekuler yang
mempengaruhi, merupakan hal yang harus diketahui dalam melakukan diagnosis
maupun terapi kasus-kasus dengan UDT.
Diagnosis dan terapi dini diperlukan pada kasus-kasus UDT mengingat terjadinya
peningkatan risiko infertilitas, keganasan, torsi testis, jejas testis pada trauma
pubis, dan stigma psikologis akibat skrotum yang ’kosong’. Esensi terapi rasional
yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya resiko komplikasi
tersebut dengan melakukan reposisi testis ke dalam skrotum baik dengan
menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).
DEFINISI
Undescendcus testis (UDT) atau Kriptorkismus adalah gangguan perkembangan
yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis secara
komplit ke dalam skrotum.
EPIDEMIOLOGI
Dari laporan Scorer yang telah banyak dikutip penulis lain, telah diketahui bahwa
insiden UDT pada bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan bayi dan tingkat
kematangan atau umur bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4%
pada bayi cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya
mengalami UDT, sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5% UDT.
Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %,
angka ini hampir sama dengan populasi dewasa.
EMBRIOLOGI DAN PENURUNAN TESTIS
Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi dari
yolk sac ke genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining region Y),
maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yg berisi
prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan sel-
sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif
berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Müllerian
Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian.
MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada
minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang
dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi
testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi
epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya
belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa
faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan
neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera
setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal.
Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda.
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana
testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi
karena adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah pengaruh
androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen yang
melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah pengaruh
MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis
akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan
terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-arah skrotum.
Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan
minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke
dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum
diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin
gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral
untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari
gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan
abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum
abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya
ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses
penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.
Gambar 1. A: Skema penurunan testis menurut Hutson. Antara minggu ke 8–15 gubernaculum (G) berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis (CSL) mengalami regresi. Migrasi
gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28-35. B: Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada betina CSL menetap, dan gubernaculum menipis dan memanjang.
ETIOLOGI
Segala bentuk gangguan pada proses penurunan tersebut di atas akan berpotensi
menimbulkan UDT (seperti terlihat pada tabel 1). Beberapa penelitian terakhir
mendapatkan bahwa mutasi pada gen INSL3 (Leydig insulin-like hormone 3) dan gen
GREAT (G protein-coupled receptor affecting testis descent) dapat menyebabkan UDT.
INSL3 dan GREAT merupakan pasangan ligand dan reseptor yang mempengaruhi
perkembangan gubernaculum. Mutasi atau delesi pada gen-gen tertentu yang lain juga
terbukti menyebabkan UDT, antara lain gen reseptor androgen yang akan menyebabkan
AIS (androgen insensitivity syndrome), serta beberapa gen yang bertanggung-jawab pada
differensiasi testis semisal: PAX5, SRY, SOX9, DAX1, dan MIS.
Tabel 1: Berbagai kemungkinan penyebab UDT
A Androgen deficiency/blockade Pituitary/placental gonadotropin deficiency Gonadal dysgenesis Androgen sythesis defect (rare) Androgen receptor defect (rare)
B Mechanical anomalies Prune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal) Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal) Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture) Chromosomal/malformation syndrome (? Connective tissue defect block migration)
C Neurological anomalies Myelomeningocele (GNF dysplasia) GFN/CGRP anomalies
D Aquired (?) anomalies Cerebral palsy (cremaster spasticity) Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis)
UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated anomaly),
ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, dan kelainan bawaan
lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti hipospadia
kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar 12-25%).
Terdapat faktor keturunan terjadinya UDT pada kasus-kasus yang isolated, di
samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT. Sekitar 4,0% anak-
anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,2-9,8% mempunyai saudara laki-
laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi UDT pada laki-laki
yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum.
KLASIFIKASI
Terdapat 3 tipe UDT\ :
1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial
melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable)
dan tidak teraba (impalpable).
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang
normal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat
refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis,
bukan termasuk UDT yang sebenarnya.
Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis,
menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal (gambar 2). Gliding testis atau
sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat
dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan
dilepaskan.
Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis terajadi
akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus
vaginalis yang lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan risiko
terjadinya torsi. Dengan melakukan overstrecht selama +1 menit pada saat
pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil
akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke-
kanalis inguinalis.
Gambar 2: Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.
KOMPLIKASI Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada UDT adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis, di samping itu disebut juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis.
Risiko Keganasan
Teradapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden
keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko
terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan
berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggi
lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko
menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal.
Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan
lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah
dilakukan orchiopexy.
Infertilitas
Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih berat
dibandingkan penderita UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan
populasi normal.2,3,7 Penderita UDT bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih
besar dibandingkan populasi normal (38% infertil pada UDT bilateral
dibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral
berisiko hanya 2x lebih besar.
Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada UDT.
Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya penurunan
volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkan dengan testis
yang normal. Biopsi testis pada anak dengan UDT unilateral yang dilakukan
sebelum umur 1 tahun menunjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna
dengan testis yang normal. Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai
tampak setelah umur 1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur.
Tidak seperti risiko keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses
degenerasi lebih lanjut.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis harus digali adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi
prematur mengalami UDT), penggunaan obat-obatan saat ibu hamil (estrogen),
riwayat operasi inguinal. Harus dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah
teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis retractile
akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun).
Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih
besar bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak
menyadari). Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan
genitalia, dan kematian neonatal.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat.
Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda
sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigua.
Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan ”frog leg
position” dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan lebih baik bila
menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke
arah medial dan skrotum (gambar 3). Bila teraba testis harus dicoba untuk
diarahkan ke skrotum, dengan kombinasi ”menyapu” dan ”menarik” terkadang
testis dapat didorong ke dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis
didalam skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan mengalami
”fatigue”; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang
retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis dilepas.
Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.
Gambar 3. Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis dimulai
dari SIAS. B&C: Bila teraba testis, ‘menggiring ‘ testis dengan ujung-ujung jari.
D: Memanipulasi ke-dalam skrotum.
Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan yang
normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi.
Testis kontra lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.
Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal
(20%), dan intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik akan dapat
menentukan lokasi UDT tersebut.
Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai hipospadia
dan virilisasi, harus dipikirkan kemungkinan intersex, individu dengan kromosom
XX yang mengalami female pseudo-hermaphroditism yang berat; atau Anorchia
kongenital sebagai akibat torsi testis in utero. Sedangkan simple UDT merupakan
hal yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur, akan tetapi masih
dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama kehidupannya.
Berikut adalah berapa petanda klinis pada UDT bilateral tidak teraba testis yang
dapat dipakai pegangan untuk menentukan kemungkinan penyebab pada
pemeriksaaan fisik (tabel 3)
Tabel 3: Interpretasi beberapa petanda klinis yang menyertai UDT bilateral tidak
teraba testis
Tanda Klinis Penyerta Kemungkinan Penyebab Tanpa kelainan lain Simple UDT, anorchia, female
pseudo-hermaphroditsm Mikro penis dengan atau tanpa hipospadia
Gangguan sintesis androgen partial atau Androgen insensitivity syndrome
Anosmia dan mikro penis Sindrom Kallmann Gangguan intelektual atau dismorfik Sindrom tertentu Mikro penis dan defek midline Defisiensi gonadotropin Mikro penis dan hipoglikemi neonatal Multiple pituitary hormone
deficiency Perawakan tinggi (testis mungkin teraba di inguinal, kecil dan padat)
Sindrom Klinefelter
Pemeriksaan Laboratorium
Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium
lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan disertai
hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis kromosom dan
hormonal (yang terpenting adalah 17-hydroxyprogesterone) untuk menyingkirkan
kemungkinan intersex.
Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT bilateral
dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan
testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak.
Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut harus
dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic
gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai
peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon
testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Respon
testosteron normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi,
respon normal setelah hCHG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa
kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas,
dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi
hCG hanya sekitar 2-3x.16 Tabel 4 adalah beberapa macam hCG test yang
direkomendasikan Honour.
Pemeriksaan Pencitraan
USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah
inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan.
Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis, USG
hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat
mendeteksi testis intra-abdomen. Hal ini tentunya sangat tergantung dari
pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.
CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG
terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai
sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang lebih besar
(belasan tahun). MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan keganasan testis.5 Baik
USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi vanishing testis
ataupun anorchia.
Dengan ditemukannya metode-metode yang non-invasif maka penggunaan
angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang tidak teraba menjadi semakin
berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk menentukan vanishing testis
ataupun anorchia. Dengan metode ini akan dapat dievaluasi pleksus
pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada anorchia).
Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-anak yang lebih besar
mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad.
Laparoskopi
Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak teraba
testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman
oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar
dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di inguinal.
Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi cincin
inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan
vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya. Tiga hal yang sering dijumpai saat
laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan
anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas
deferens) yang keluar ke dalam cincin inguinalis interna.
TERAPI
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil
risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis
kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara
pembedahan (orchiopexy).
Terapi Hormonal
Terapi hormonal pada UDT telah dimulai semenjak tahun 1940-an, terutama
banyak digunakan di Eropa. Hal ini didasarkan fakta bahwa defisiensi aksis
hipotalamus-pituitary-gonad merupakan penyebab terbanyak UDT. Hormon yang
biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau LH-
releasing hormone (LHRH).
Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH yang dihasilkan pituitary, yang akan
merangsang sel Leydig menghasilkan androgen. Cara kerja peningkatan androgen
pada penurunan testis belum diketahui pasti, tapi diduga mempunyai efek pada
cord testis atau otot cremaster.
Berbagai regimen pemberian hCG telah direkomendasikan. Rekomendasi yang
sering digunakan adalah dari International Health Foundation dan WHO yang
merekomendasikan pemberian 250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk umur
1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun, masing masing kelompok umur
diberikan 2x seminggu selama 5 minggu.
Angka keberhasilan terapi hCG berkisar 25-55% pada penelitian tanpa kontrol,
dan sekitar 6-21% pada penelitian buta acak. Faktor yang mempengaruhi
keberhasilan terapi adalah: makin distal lokasi testis makin tinggi
keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap terapi hormonal,
UDT bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada unilateral.
GnRH hanya digunakan di Eropa, diberikan secara intranasal dengan dosis 1-1,2
mg per-hari selama 4 minggu. Lebih simple dan tidak menimbulkan nyeri, di
samping itu tidak ada efek samping, akan tetapi tidak lebih efektif dari hCG.
Terapi Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT
adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis
anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.
Mengingat 75 % kasus UDT akan mengalami penurunan testis spontan sampai
umur 1 tahun, maka pembedahan biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun.
Pertimbangan lain adalah setelah 1 tahun akan terjadi perubahan morfologis
degeneratif testis yang dapat meningkatkan risiko infertilitas.
Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-100% bergantung pada umur penderita,
ukuran testis, contralateral testis, dan keterampilan ahli bedah.