tugas hukum 2.
-
Upload
ihsani-merdekawati -
Category
Documents
-
view
347 -
download
4
Transcript of tugas hukum 2.
[ ]April 4, 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan merupakan salah satu upaya dari setiap pemerintah daerah untuk
menuju Negara yang berkembang. Dengan adanya Undang-Undang 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing Pemerintah Daerah yang ada di
Indonesia diberi oleh Negara kekuasaaan masing-masing daerah untuk mengatur
pembangunan daerah mereka masingmasing. Pengelolaan lingkungan hidup hanya
dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan, apabila administrasi
pemerintahan berfungsi secara efektif dan terpadu.
Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan. Dewasa ini jenis dan prosedur
perizinan di Indonesia masih beraneka ragam, rumit dan sukar ditelusuri, sehingga
sering merupakan hambatan bagi kegiatan dunia usaha. Indonesia termasuk tipe
negara hukum yang baru dan dinamis, disebut dengan konsep negara welfare state. Di
dalam negara modern welfare state ini tugas pemerintah bukan lagi sebagai penjaga
malam dan tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat
sehingga kesejahteraan bagi semua orang tetap terjamin (SF. Marbun, Moh. Mahlud,
2000). Oleh sebab itu tugas pemerintah diperluas menyangkut berbagai aspek dengan
maksud menjamin kepentingan umum.
Pemberian izin yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan dan
mempertimbangkan kepentingan lingkungan akan mengakibatkan terganggunya
keseimbangan ekologis yang sulit dipulihkan. Perizinan merupakan instrumen
kebijaksanaan lingkungan yang paling penting (Tjienk Willink, Zwolle, 1978, hlm 23).
Dengan tujuan memandang ketiga aspek pembangunan agar tidak tejadi pelanggaran
yang dapat berdampak negatif terhadap aspek sosial dan aspek lingkungan. Aspek-
aspek yang sangat perlu diperhatikan dalam melakukan pembangunan yakni aspek
ekonomi, lingkungan, dan sosial (Environmental Protection as An Element of Order
Policy, Rathausallee: Konrad-Adenuer Stiftung, 1996. hlm.64).
Berkaitan dengan masalah hukum yang berhubungan dengan pembangunan dan
pengembangan wilayah di suatu kota maupun desa, maka pada laporan ini akan
disajikan pembahasan lebih lanjut mengenai identifikasi permasalahan yang berkenaan
dengan hukum, khususnya di Wilayah Surabaya melalui beberapa studi kasus yang
diambil.
Page 1
[ ]April 4, 2011
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait dengan penulisan laporan ini adalah bagaimana
mengidentifikasi masalah dari studi kasus yang diambil.
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam menyusun laporan ini adalah untuk melakukan
identifikasi terhadap masalah regulasi yang berkaitan dengan perencanaan wilayah
dan pembangunan kota, khususnya di Kota Surabaya.
Page 2
[ ] April 4, 2011
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan ini berisi mengenai aspek yang menjadi permasalahan serta mengidentifikasi regulasi yang bertautan dengan
perencanaan wilayah dan pembangunan kota.
No Aspek Dasar Hukum
UU Peraturan
Pemerintah
Peraturan Mentri Peraturan
Gubernur
Peraturan
Walikota
Peraturan Daerah
1 Pengalihan Pengelolaan
RTH, Taman Bibit di
Surabaya
Permendagri no. 1
tahun 2007 tentang
penataan ruang
terbuka hijau
kawasan perkotaan
Pasal 9
Peraturan Daerah Kota
Surabaya No.7 tahun
2002 tentang Ruang
Terbuka Hijau
pasal 4
2 Penataan Permukiman
Kumuh di Lingkungan
RW.07 Pulo Tegal Sari,
Kelurahan Wonokromo
UU No.4 Tahun
1992 Tentang
Perumahan
Permukiman
Page 3
[ ] April 4, 2011
3 Reklamasi Pantai Timur
Surabaya Sebagai
Pengembangan
Kawasan Permukiman
Keputusan Presiden
Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun
1990
Tentang
Pengelolaan
Kawasan Lindung
Peraturan Daerah Kota
Surabaya yang
diimplementasikan dalam
Penyusunan RTRW
Surabaya 2010-2030
4 Masalah Tanah Oloran
Di Pantai Timur
Surabaya
Peraturan
Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 16
Tahun 2004 Tentang
Penatagunaan
Tanah, pasal 12
5. Masalah penggunaan
ruang milik jalan dan
trotoar untuk kegiatan
PKL
UU No.38
Tahun 2004
Tentang Jalan
Pasal 12 ayat
1,2,3
Peraturan
Pemerintah Republik
Indonesia No.34
Tahun 2006 tentang
Jalan pasal 34 ayat
4, pasal 35 ayat 1,
pasal 38 dan pasal
52 ayat 2
Permen PU No.20
Tahun 2010
tentang pedoman
pemanfaatan dan
dan penggunaan
bagian-bagian
jalan Pasal 3 dan
Pasal 24
Perda Kota Surabaya
No.10 Tahun 2000
tentang ketentuan
penggunaan jalan.
Pasal 7 ayat 1 bagian f,h
dan j
Pasal 8 ayat 1
6. Masalah pengelolaan UU No.7 tahun Peraturan Perda Jatim No.5 tahun
Page 4
[ ] April 4, 2011
daerah aliran sungai
Dan pencemaran air
sungai
2004 pasal 15 Pemerintah No.82
tahun 2001 Pasal 20
dan Pasal 30 ayat 1
Peraturan
Pemerintah no. 35
tahun 1991 tentang
sungai pasal 27
2000 pasal 17
Perda kota Surabaya
No.4 tahun 2000 pasal
2,3 dan 5
7. Masalah mengenai
papan reklame roboh
Perda Kota Surabaya
No.8 Tahun 2006 tentang
penyelenggaraan
reklame dan pajak
reklame
Pasal 19 ayat 6
8. Masalah
persampahan/kebersiha
n di lokasi pasar yang
berada di tepi jalan raya
UU. No.18
tahun 2008
tentang
pengelolaan
sampah
Perda Kota Surabaya
No.4 Tahun 2000
tentang retribusi
pelayanan
persampahan/kebersihan
pasal 22 ayat 1,2,3,5
9. Toko Liar di Bantaran
Sungai Jagir Surabaya
Ditertibkan
UU no. 26 tahun
2007 pasal 56
Peraturan
Pemerintah Nomor:
35 Tahun 1991
(35/1991)
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
No. 63 Tahun 1993
Tentang : Garis
Praturan Daerah
Provinsi Jawa Timur
Nomor 9 Tahun 2007
tentang penataan
Page 5
[ ] April 4, 2011
Tanggal: 14 Juni
1991 (Jakarta)
Sumber: Ln 1991/44;
Tln No. 3445
Tentang: Sungai
Sempadan Sungai,
Daerah Manfaat
Sungai, Daerah
Penguasaan
Sungai Dan Bekas
Sungai
sempadan sungai Kali
Surabaya dan Kali
Wonokromo
10. Belasan Rumah Mewah
Dibongkar Dikarenakan
Tidak Memiliki IMB
UU no.26 tahun
2007
Berdasarkan PP No.
63 Tahun 2002
1. Keputusan
Menteri
Permukiman dan
Prasarana Wilayah
No. 217/2002
2. Peraturan
Menteri Pekerjaan
Umum No.
494/2005 tentang
Kebijakan dan
Strategi Nasional
Pengembangan
Perkotaaan
(KSNP-Kota).
1. Pemerintah
Kota Surabaya
Peraturan Daerah
Kota Surabaya
Nomor 1 Tahun
2009
2. Peraturan
Daerah Kota
Surabaya Nomor
3 Tahun 2007
Tentang Rencana
Tata Ruang
Wilayah Kota
Surabaya
11. Pemprov Didesak
Wujudkan Lahan Abadi
Undang-
Undang No 41
Revisi Perda RTRW
Batasi Alih Fungsi
Page 6
[ ] April 4, 2011
tahun 2009
tentang
Perlindungan
Lahan
Pertanian
Pangan
Berkelanjutan,
Lahan
12. Permukiman di
sempadan rel kereta api
UU No 23
Tahun 2007
- Ps. 178, 179,
181
- Penjelasan
Ps. 42, 45
Pembongkaran Toko
Nam (bangunan cagar
budaya)
UU No 5
Tahun 1992
Tentang Benda
Cagar Budaya
- Bab III
Pasal 15
UU No 11
Tahun 2011
Tentang Cagar
Budaya
Peraturan
pemerintah 10
Tahun 1993
Tentang Benda
Cagar Budaya
- Bab IV Pasal
22, 23, 24, 25, 26,
27, 29, 44
- Bab VIII Pasal
45
Perda Kota
Surabaya Nomor 5
tahun 2005 Bab V
Ps. 16
Peraturan Walikota
Surabaya No 59
Tahun 2007
Pasal 8
Page 7
[ ] April 4, 2011
- Ban VII
Pasal 66
- Bab XI pasal
105
- Penjelasan
Pasal 26
Sumber: survey sekunder
Page 8
[ ]April 4, 2011
Penjabaran Substansi:
A. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Pengelolaan RTH pada studi kasus
Pengalihan Pengelolaan Taman Bibit Surabaya adalah:
1. Permendagri no. 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan
Pasal 9 yang berbunyi RTHKP (Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan) publik
penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota yang dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.
2. Peraturan Daerah Surabaya Nomor 7 tahun 2002 tentang Ruang Terbuka Hijau
Mengenai permasalahan hak pengelolaan, dalam perda tersebut telah diatur dalam
Bab III Pelaksanaan, Pemanfaatan Dan Pengendalian pada pasal 4, yang berbunyi:
(1) Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau milik atau yang dikuasai oleh Daerah
adalah kewenangan Pemerintah Daerah ;
(2) Setiap orang atau Badan dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas izin dari
Kepala Daerah ;
(3) Terhadap Ruang Terbuka Hijau milik orang atau Badan, Pemerintah Daerah
berwenang mengatur pemanfaatannya dengan Peraturan Daerah.
B. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Penataan Permukiman Kumuh di
Lingkungan RW.07 Pulo Tegal Sari, Kelurahan Wonokromo adalah:
UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan Permukiman yang isinya adalah:
1. Pasal 5 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai
hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang
layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
2. Pasal 5 ayat 2 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan
perumahan dan permukiman.
3. Pasal 29 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam
pembangunan perumahan dan permukiman.
C. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Reklamasi Pantai Timur Surabaya Sebagai
Pengembangan Kawasan Permukiman tertuang dalam dalam Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan
Page 9
[ ]April 4, 2011
RTRW Surabaya 2010-2030 bahwa pemanfaatan ruang di Pantai Timur Surabaya
diperuntukan sebagai kawasan konservasi. Adapun substansinya adalah:
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung Bagian Ketiga Kawasan Suaka Alam dan
Cagar Budaya
a. Pasal 21
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam dilakukan untuk melindungi
kenanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejalan dan keunikan alam bagi
kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada
umumnya.
b. Pasal 22
Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata,
daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa.
c. BAB V
PENETAPAN KAWASAN LINDUNG
PASAL 34
1). Pemerintah Daerah Tingkat I menetapkan wilayah-wilayah tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 sebagai kawasan lindung daerah masing-masing dalam
suatu Peraturan Daerah ingkat I, disertai dengan lampiran penjelasan dan peta
dengan tingkat ketelitian minimal skala 1 : 250.000 serta memperhatikan kondisi
wilayah yang bersangkutan.
2). Dalam menetapkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (I),
Pemerintah Daerah Tingkat I harus memperhatikan peraturan
perundangundangan yang berkaitan dengan penetapan wilayah tertentu sebagai
bagian dari kawasan lindung.
3). Pemerintah Daerah Tingkat I menjabarkan lebih lanjut kawasan lindung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) bagi daerahnya ke dalam
peta dengan tingkat ketelitian minimal skala 1 : 100.000 dalam bentuk Peraturan
Daerah Tingkat II.
4). Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terpadu
dan lintas sektoral dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Daerah
Tingkat II.
2. Perda Kota Surabaya dalam RTRW Surabaya 2010-2030
a. Pasal 14 ayat 3
Penetapan dan pelestarian kawasan suaka alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c dilakukan dengan strategi
Page 10
[ ]April 4, 2011
melalui : a. memantapkan fungsi lindung untuk kawasan lindung sekaligus
sebagai penunjang wisata alam dan pendidikan ekosistem pesisir; b.
menetapkan batas kawasan lindung baik di darat maupun laut untuk
mempertegas batasan kawasan lindung khususnya di Pantai Timur Surabaya;
b. Pasal 68 ayat 1
Kawasan strategis untuk kepentingan penyelamatan lingkungan hidup meliputi :
kawasan Pantai Timur Surabaya dan sekitar Kali Lamong di Kecamatan Gunung
Anyar, Kecamatan Rungkut, Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Mulyorejo,
Kecamatan Pakal dan Kecamatan Benowo berada di Unit Pengembangan II
Kertajaya, Unit Pengembangan I Rungkut dan Unit Pengembangan Sambikerep
XII dan Unit Pengembangan XI Tambak Oso Wilangun;
D. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Masalah Tanah Oloran Di Pantai Timur
Surabaya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004
Tentang Penatagunaan Tanah
a. BAB III
POKOK-POKOK PENATAGUNAAN TANAH
Pasal 4
(1) Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang
disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah.
(2) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan di
bidang
pertanahan di Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.
(3) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
(4) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sesuai
dengan
jangka waktu yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota.
b. Pasal 12
Tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai,
pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh Negara.
Page 11
[ ]April 4, 2011
E. Dasar hukum yang berkaitan dengan masalah penggunaan ruang milik jalan dan
trotoar untuk kegiatan PKL
1. UU No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan Pasal 12 ayat 1,2,3
(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya
fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan
(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya
fungsi jalan di dalam ruang milik jalan
(3) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya
fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006 tentang Jalan
a. Pasal 34 ayat 4
Trotoar hanya diperuntukan bagi lalu lintas pejalan kaki
b. Pasal 35 ayat 1
Badan jalan hanya diperuntukan bagi pelayanan lalulintas dan angkutan jalan
c. Pasal 38
Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan yang mengakibatkan
terganggunya fungsi jalan
d. pasal 52 ayat 2
Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan meliputi bangunan yang
ditempatkan di atas, pada, di bawah permukaan tanah di ruang manfaat jalan
dan di ruang milik jalan dengan
- tidak mengganggu kelancaran dan keselamatan pengguna jalan serta tidak
membahayakan konstruksi jalan
- sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan
- sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan
3. Permen PU No.20 Tahun 2010 tentang pedoman pemanfaatan dan dan
penggunaan bagian-bagian jalan
a. Pasal 3
Lingkup pengaturan pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian jalan kecuali
bagian-bagian jalan tol, meliputi:
- Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan selain peruntukannya
meliputi bangunan dan jaringan utilitas, iklan, media informasi, dan bangun-
bangunan, dan bangunan gedung didalam ruang milik jalan
Page 12
[ ]April 4, 2011
- Penggunaan ruang manfaat jalan yang memerlukan perlakuan khusus terhadap
konstruksi jalan dan jembatan berupa muatan dan kendaraan dengan dimensi,
muatan sumbu terberat dan/atau beban total melebihi standar, dan
- Penggunaan ruang pengawasan jalan yang tidak mengganggu keselamatan
pengguna jalan dan keamanan konstruksi jalan
b. Pasal 24
ayat 3 : bangun-bangunan pada jaringan jalan di dalam kawasan perkotaan
dapat ditempatkan di dalam ruang manfaat jalan di luar bahu jalan atau trotoar
dengan jarak paling rendah 2 (dua) meter dari tepi luar bahu jalan atau trotoar.
ayat 4 : bangun-bangunan pada jaringan jalan di luar kawasan perkotaan dapat
ditempatkan di dalam ruang milik jalan pada sisi terluar.
Gambar:
Page 13
[ ]April 4, 2011
4. Perda Kota Surabaya No.10 Tahun 2000 tentang ketentuan penggunaan jalan
a. Pasal 7 ayat 1 bagian f,h
Kecuali atas ijin kepala daerah, setiap orang atau badan dilarang menggunakan
bahu jalan, median jalan, pemisah jalan, trotoar dan dan bangunan perlengkapan
lainnya yang tidak sesuai dengan fungsinya; mengubah fungsi jalan, dan
membahayakan keselamatan lalulintas
b. Pasal 8 ayat 1
Pengguna jalan untuk keperluan tertentu diluar fungsi sebagai jalan dan
penyelenggaraan kegiatan yang patut diduga dapat mengganggu keselamatan,
keamanan serta kelancaran lalulintashanya dapat dilakukan setelah memperoleh ijin.
F. Dasar hukum yang berkaitan masalah pengelolaan daerah aliran sungai dan
pencemaran air sungai
1. UU. No. 7 tahun 2004
a. pasal 15
wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi salah satunya meliputi:
- menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota
2. Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001
a. Pasal 20
Pemerintah dan pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada
sumber air berwenang:
- Menetapkan daya tampung beban pencemaran
- Melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar
- Menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah
- Menetapkan kualitas air pada sumber air, dan
- Memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air
b. Pasal 30 ayat 3
Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan,
kualitas air, dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Peraturan Pemerintah no. 35 tahun 1991 tentang sungai
a. Pasal 27
Page 14
[ ]April 4, 2011
Dilarang membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun
yang berupa limbah ke dalam maupun ke sekitar sungai yang diperkirakan atau
patut diduga akan menimbulkan pencemaran atau menurunkan kualitas air,
sehingga membahayakan dan/ atau merugikan pengunaan air dan lingkungan
4. Perda Jatim No.5 tahun 2000 pasal 5
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran air.
5. Perda kota Surabaya No.4 tahun 2000
a. Pasal 25 ayat 2,3,5
(2) Dilarang membuang sampah di sungai-sungai, selokan-selokan atau got-got, roil-riol,
saluran-saluran, jalan-jalan umum, tempat-tempat umum, berm-berm atau trotoar-
trotoar atau ditempat umum lainnya;
(3)Kecuali ditempat-tempat pembuangan sampah yang khusus disediakan dan dilakukan
menurut tata cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku dilarang membuang
sampah pecahan kaca, zat-zat kimia atau lain-lain yang membahayakan, kotoran-
kotoran hewan atau sampah berbau busuk di sembarang tempat;
(5)Dilarang membuang sampah tinja di sungai-sungai, selokan, berm dan tempat umum
lainnya, kecuali di tempat pembuangan akhir sampai tinja yang telah disediakan oleh
Pemerintah Kota
G. Dasar hukum yang berkaitan masalah mengenai papan reklame roboh
1. Perda Kota Surabaya No.8 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame dan
pajak reklame
a. Pasal 19 ayat 6
Penyelenggaraan reklame di median jalan atau jalur hijau atau pulau jalan, bidang
reklame dilarang melebihi median atau pulau jalan bersangkutan
H. Dasar hukum yang berkaitan persampahan/kebersihan di lokasi pasar yang
berada di tepi jalan raya
1. UU. No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah
a. Bab X Larangan pasal 29 ayat 1
Setiap orang dilarang mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan
beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pecemaran dan/ atau
perusakan lingkungan, membuang sampah tidak pada tempat yang telah
ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknik pengelolaan sampah
Page 15
[ ]April 4, 2011
2. Perda Kota Surabaya No.4 Tahun 2000 tentang retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan
a. Pasal 22 ayat 1,2,3,dan 5
(1) setiap pemakai persil bertanggungjawab atas kebersihan bangunan, halaman,
saluran pematusan, ikut bertanggungjawab atas kebersihan jalan setapak dan
lingkungan/tempat-tempat disekitarnya;
(2) untuk melaksanakan maksud tersebut pada ayat (1) pemakai persil wajib
menyediakan tempat sampah di lingkungan persilnya dan wajib membuang sampah
di tempat yang telah tersedia;
(3) bagi segala jenis kegiatan yang menghasilkan limbah buangan baik padat, cair
ataupun gas yang mengandung zat-zat yang berbahaya baik secara sendiri-sendiri
maupun secara kelompok, wajib melengkapi tempat usahanya dengan bak atau
tangki penampungan limbah bangunan menurut tata cara yang berlaku, tidak
mengakibatkan pencemaran lingkungan dan mengganggu masyarakat sekitarnya
serta membuat filter untuk menyaring dan menetralisir gas-gas tersebut;
(5) setiap pedagang yang menjajakan barang dagangan dengan cara dijinjing, dipikul
atau didorong serta pedagang kaki lima wajib menyediakan tempat sampah yang
memadai untuk menampung sampah yang dihasilkan
I. Dasar Hukum yang berkaitan dengan toko liar di bantaran sungai jagir Surabaya
yang ditertibkan.
1. UU no. 26 tahun 2007 pasal 56 ayat (2)
Sempadan sungai ditetapkan dengan kriteria :
a. Daratan sepanjang tepian sunagi bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 meter
dari kaki tanggul sebelah luar
b. Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul dengan lebar paling
sedikit 100 meter dari tepi sungai
c. Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan
permukiman dengan lebar paling sedikit 50 meter dari tepi sungai
2. Peraturan pemerintah Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)
a. Pasal 4
Dalam rangka pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab penguasaan sungai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Menteri menetapkan :
garis sempadan sungai.
Page 16
[ ]April 4, 2011
pengaturan daerah diantara dua garis sempadan sungai yang ditetapkan
sebagai daerah
manfaat sungai dan daerah penguasaan sungai dan pengaturan bekas
sungai.
b. Pasal 5
Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurang-
kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan
teknis dan sosial ekonomis oleh Pejabat yang berwenang. Garis sempadan
sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan
dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993
Tentang : Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan
Sungai Dan Bekas Sungai
a. Bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting
bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, Perlu dijaga kelestariannya dan
kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya.
b. Bahwa berdasarkan pasal4, pasal 5 dan pasal6 Peraturan Pemerintah Nomor 35
Tahun 1991 tentang Sungai dalam Rangka penguasaan sungai Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut
yang menyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelolaan dan pemanfaatan
lahan pada daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai
c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut,dan sebagai pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah
Penguasaan Sungai dan Bekas.
4. Perda Nomor 9 Tahun 2007
mengatur batas sempadan Kali Surabaya dan Wonokromo antara tiga meter hingga
lima meter. Sementara itu, berdasarkan keputusan Menteri Pemukiman dan
Prasarana Wilayah Nomor 380/KPTS/M/2004, Mendagri memberikan re komendasi
klarifikasi perda tentang batas garis sempadan menjadi minimal 11 meter. Berikut
Gambar Sungai Bertanggul dan tidak Bertanggul:
Page 17
[ ]April 4, 2011
J. Dasar Hukum yang berkaitan dengan belasan rumah mewah dibongkar
dikarenakan tidak memiliki IMB
Berikut aturan terkait penertiban bangunan alih fungsi lahan ruang terbuka hijau:
1. UU no. 26 tahun 2007
disebutkan bahwa pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang dan pola ruang akan dikenakan sanksi. Adapun sanksi yang diberikan
dijelaskan pada pasal 121 yakni berupa: Peringatan tertulis, penghentian sementara
kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, pencabutan izin hingga
pembongkaran bangunan.
2. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 217/2002 yang
memfokuskan pada sistem pembangunan permukiman dengan melibatkan peran
serta masyarakat, pemenuhan shelter bagi semua sebagai kebutuhan dasar, serta
mewujudkan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan berkelanjutan.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 494/2005 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengembangan Perkotaaan (KSNP-Kota). KSNP – Kota menititikberatkan
pada pemantapan peran dan fungsi kota dalam pembangunan nasional,
pengembangan permukiman yang layak huni – sejahtera – berbudaya - berkeadilan
sosial, serta peningkatan kapasitas manajemen pembangunan perkotaan.
4. Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002, hutan kota didefinisikan sebagai suatu
hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam
wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan
sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Persentase luas hutan kota paling
sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat
dengan luas minimal sebesar 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak
(hamparan yang menyatu). Taman hutan raya, kebun raya, kebun binatang, hutan
lindung, arboretum, dan bumi perkemahan yang berada di wilayah kota atau
kawasan perkotaan dapat diperhitungkan sebagai luasan kawasan yang berfungsi
sebagai hutan kota.
5. Pemerintah Kota Surabaya Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 1 Tahun
2009
a. Ayat 4
Sebagaimana di amanatkan dalam UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
bahwa pada setiap kawasan perkotaan harus menyediakan ruang terbuka hijau
public maupun privat. RTH public disediakan minimum 20 % dari luas kota secara
keseluruhan. Penyediaan ruang terbuka hijau ini dapat berupa taman kota, hutan
Page 19
[ ]April 4, 2011
kota, makam dan jalur hijau. Sehubungan dengan penyediaan tersebut, maka di
perlukan pengembangan pada kawasan sepanjang sungai, rel KA, SUTET, sekitar
bozem, tepi pantai, jaringan jalan arteri, kolektor dan local serta pada kawasan
permukiman dan kawasan fungsional kota, makam, taman kota dan hutan kota
sehingga mencapai angka 20%. Mengingat Kota Surabaya sangat kekurangan RTH
public, maka taman – taman kota, jalur hijau kota dan bebragai ruang terbuka hijau
lainnya pada saat ini dilarang untuk di fungsikan untuk peruntukan lain. Penyediaan
RTH privat akan dipenuhi dari ketersediaan ruang terbuka hijau didalam kapling
bangunan baik untuk perumahan maupun non perumahan setidaknya 10 % dari luas
kapling berupa tanah yang di atasnya dapat ditanami tumbuhan. Dalam hal khusus,
misalnya permukiman sangat padat yang tidak mempunyai ruang privat, maka
disediakan RTH bersama dengan berbagai fungsinya di lokasi kawasan tersebut.
Dalam hal tambahan penyediaan RTH privat ini maka dilakukan peningkatan jumlah
tanaman dalam pot, rambat, maupun di atas bangunan.
b. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Surabaya Pasal 35
1. Proporsi luas ruang terbuka hijau ditetapkan dan diupayakan secara bertahap
sebesar 20% (dua puluh persen) dari luas wilayah Kota.
2. Keberadaan Ruang terbuka hijau harus dipertahankan serta ditingkatkan fungsi
lindungnya untuk peningkatan kualitas lingkungan kota.
3. Pemanfatan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau diatur sebagai berikut :
a. hutan kota dan lahan pertanian berbentuk kawasan hijau yang dikembangkan
terutama untuk tujuan pengaturan iklim mikro dan resapan air, pengembangan
pertanian perkotaan dan budidaya pertanian, berada pada wilayah Unit
Pengembangan (UP) I Rungkut dan UP. II Kertajaya yaitu di Kawasan Pantai Timur
Kota, pada UP. VII Wonokromo di Kawasan Kebun Binatang, UP X Wiyung, dan
UP. XII Sambikerep;
b. alur hijau , berbentuk jalur memanjang tempat tumbuhnya tanaman vegetasi yang
berada dibahu serta median jalan; taman kota, berbentuk taman-taman yang berada
pada lokasilokai strategis dan jalur utama kota dengan berbagai ornamen untuk
memperindah estetika kota;
c. taman lingkungan, berbentuk taman-taman yang berada pada suatu kawasan atau
lingkungan yang juga berfungsi sebagai sarana hiburan dan interaksi sosial bagi
masyarakat;
Page 20
[ ]April 4, 2011
d. zona penyangga hijau kota merupakan Jalur Hijau Kota yang dikembangkan secara
khusus untuk melindungi kawasan yang memiliki fungsi tertentu, antara lain RTH
disekitar Lokasi Pembuangan Akhir Sampah (LPA) dan RTH di kawasan militer.
K. Dasar hukum yang berkaitan dengan pemwujudan lahan abadi
1. Ketentuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 26 dan Pasal53
Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 dan Pasal 53 Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang No 41 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 149 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5068);
a. Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah proses menetapkan lahan
menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melalui tata cara yang diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan fungsi Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara.
3. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang
ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan
pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
4. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial yang
dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali
untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa
yang akan datang.
5. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budi daya pertanian
terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Page 21
[ ]April 4, 2011
serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian,
ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
6. Lahan pengganti adalah lahan yang berasal dari Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, tanah telantar, tanah bekas kawasan hutan, dan/atau lahan pertanian
yang disediakan untuk mengganti Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang
dialihfungsikan.
7. Ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau nonfisik
sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan,
tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat
memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial
ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.
8. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan budi daya yang dialokasikan dan
memenuhi kriteria untuk budi daya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
dan/atau peternakan.
9. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
2. Revisi Perda RTRW Batasi Alih Fungsi Lahan
Revisi Perda RTRW Jawa Timur akan membatasi alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan hunian dan bisnis. Pembatasan alih fungsi lahan harus dilakukan.
Ini karena lahan pertanian dan hutan lindung semakin berkurang sedangkan lahan
untuk hunian dan bisnis terus bertambah. Lahan pertanian di Jawa Timur sekarang
ini hanya tinggal 404 ribu hektar (9%). Kawasan perkebunan 398 ribu hektar atau
sekitar 8%. Sedangkan kawasan hutan lindung, seluas 314 ribu hektar (13%) dan
kawasan hunian serta bisnis mencapai 815 ribu hektar (15%).
Kalau tidak dibatasi lahan hunian dan bisnis akan terus berkembang seiring
perkembangan jumlah penduduk. Dalam revisi Perda RTRW, Pansus akan membuat
batasan lahan pertanian yang ada sekarang tidak boleh lagi dialihfungsikan untuk
lahan hunian dan bisnis.
Pemerintah kota mempunyai beragam alasan untuk melaksanakan
kebijakannya. Sebagai pribadi pun, dia mungkin saja akan berbelas kasihan. Tetapi,
sebagai eksekutif yang harus mempertimbangkan lebih banyak kepentingan publik,
dia harus mengikuti aturan main yang ada. Setidaknya, wali kota menyadari bahwa
Page 22
[ ]April 4, 2011
menggusur tanpa memberikan solusi justru akan membuat citra pemkot jatuh di
hadapan publik secara umum, bukan hanya di mata korban penggusuran.
Terkait dengan status Perda Jatim 9 Tahun 2007, pada 8 April 2009,
Mendagri melalui surat Nomor 188.341/1218/sj menyampaikan permintaan klarifikasi
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2007. Klarifikasi merupakan usaha untuk
memperjelas isi perda, terutama terkait dengan luas sempadan kali yang diizinkan
oleh perundang-undangan.
Sesuai dengan UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 135
dan 136, pemerintah pusat melalui Depdagri mempunyai kewenangan untuk
membatalkan perda yang dianggap bertentangan dengan perundang-undangan di
atasnya. Namun, rentang waktu yang digunakan oleh Depdagri untuk merespons
perda tersebut termasuk lama. Tetapi, dalam kategori perda dengan sifat preventif,
sebelum ada keputusan final dari pemerintah melalui Mendagri, perda masih
mengambang. Tidak bisa diberlakukan, juga belum dapat dibatalkan.
b. Dasar hukum yang berkaitan dengan permukiman di sempadan rel kereta api
1. Undang-Undang No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeratapian
a. Pasal 178
Setiap orang dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, bangunan
lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta
api yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan
perjalanan kereta api.
b. Pasal 179
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan, baik langsung maupun tidak langsung, yang
dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran tanah di jalur kereta api sehingga
mengganggu atau membahayakan perjalanan kereta api.
c. Pasal 181
(1) Setiap orang dilarang:
a. berada di ruang manfaat jalur kereta api;
b. menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau
melintasi jalur kereta api; atau
c. menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta
api.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi petugas di bidang
perkeretaapian yang mempunyai surat tugas dari Penyelenggara Prasarana
Page 23
[ ]April 4, 2011
Serta penjelasan pasal berikut :
a. Pasal 42
Ayat (1)
Batas ruang milik jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang manfaat
jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 6 (enam) meter.
b. Pasal 45
Batas ruang pengawasan jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang
milik jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 9 (sembilan) meter.
c. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Pembongkaran Bangunan Cagar Budaya
“Toko Nam”
Berkaitan dengan pembongkaran Toko Nam yang termasuk bangunan cagar budaya
tipe C (Perda Surabaya No 5 Tahun 2005) yang seharusnya hanya bisa dilakukan
pemugaran dengan cara revitalisasi dan adaptasi, hal tersebut juga tidak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Undang-Undang No 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya
a. Pasal 15
1) Setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya dan situs serta
lingkungannya.
2) Tanpa izin dari Pemerintahsetiap orang dilarang:
a. membawabenda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia;
b. memindahkanbenda cagar budaya dari daerah satu ke daerah lainnya;
c. mengambil atau memindahkan benda cagar budaya baik sebagianmaupun
seluruhnya, kecuali dalam keadaan darurat;
d. mengubahbentuk dan/atau warna serta memugar benda cagar budaya;
e. memisahkansebagian benda cagar budaya dari kesatuannya;
Page 24
9m 6m 6m 9m
[ ]April 4, 2011
f. memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakanbenda cagar
budaya.
2. Undang-Undang No. 11 tahun 2010 Tentang cagar Budaya
Bab VII
a. Pasal 66
(1) Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-
bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
Bab XI
b. Pasal 105
Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
3. Peraturan Pemerintah 10 Tahun 1993 Tentang Benda Cagar Budaya
BAB IV
a. Pasal 22
Setiap orang yang memiliki atau yang menguasai benda cagar budaya wajib
melakukan perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya yang dimiliki atau
yang dikuasainya.
b. Pasal 23
(1) Perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara
penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran.
(2) Untuk kepentingan perlindungan benda cagar budaya dan situs diatur batas-
batas situs dan lingkungannya sesuai dengan kebutuhan.
(3) Batas-batas situs dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan dengan sistem pemintakatan yang terdiri dari mintakat inti,
penyangga, dan pengembangan.
c. Pasal 24
(1) Dalam rangka pelestarian benda cagar budaya Menteri menetapkan situs.
(2) Penetapan situs sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Pasal 25
(1) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) untuk
penyelamatan dan pengamanan dilakukan sebagai upaya untuk mencegah:
Page 25
[ ]April 4, 2011
a. kerusakan karena faktor alam dan/atau akibat ulah manusia; b. beralihnya
pemilikan dan penguasaan kepada orang yang tidak berhak; c. berubahnya
keaslian dan nilai sejarahnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan benda cagar budaya diatur oleh
Menteri.
e. Pasal 26
(1) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan dengan
perawatan untuk pencegahan dan penanggulangan terhadap:
a. kerusakan dan pelapukan akibat pengaruh proses alami dan hayati; b.
pencemaran.
(2) Upaya pencegahan dan penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan tata cara yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan diatur oleh Menteri.
f. Pasal 27
(1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) hanya dapat
dilakukan atas dasar izin tertulis yang diberikan oleh Menteri.
g. Pasal 29
(1) Untuk kepentingan perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya, setiap
orang dilarang merusak benda cagar budaya, situs, dan lingkungannya.
(2) Termasuk kegiatan yang dapat merusak benda cagar budaya dan situsnya
adalah kegiatan:
a. mengurangi, menambah, mengubah, memindahkan, dan mencemari benda
cagar budaya;
b. mengurangi, mencemari dan/atau mengubah fungsi situs.
h. Pasal 44
(1) Setiap rencana kegiatan pembangunan yang dapat mengakibatkan:
a. tercemar, pindah, rusak, berubah, musnah, atau hilangnya nilai sejarah benda
cagar budaya;
b. tercemar dan berubahnya situs beserta lingkungannya, wajib dilaporkan terlebih
dahulu kepada Menteri.
BAB VIII
a. Pasal 45
(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27, pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan pasal 34 dipidana
berdasarkan ketentuan Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang
Benda Cagar Budaya.
Page 26
[ ]April 4, 2011
Penjelasan :
b. Pasal 26
Ayat (1)
Pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara perawatan sehari-hari
atau pengawetan (konservasi) bila perlu untuk mencegah/menanggulangi kerusakan
dan/atau pelapukan benda cagar budaya akibat pengaruh faktor alami dan dalam
rangka memelihara kelestarian benda cagar budaya. Yang dimaksud dengan faktor
hayati adalah faktor lingkungan yang merupakan unsur hidup, yaitu tumbuh-
tumbuhan, binatang, atau manusia; sedangkan faktor alami adalah faktor lingkungan
non hayati yaitu geotopografi, iklim atau bencana alam, seperti kebakaran, tanah
longsor, gempa bumi, dan lain-lain. Pencemaran melekatnya unsur asing pada
benda cagar budaya tidak dikehendaki, karena dapat menimbulkan kerusakan atau
pelapukan.
Ayat (2)
Prinsip pelestarian benda cagar budaya meliputi aspek keaslian bentuk, bahan,
teknik pengerjaan, dan tata letak untuk mempertahankan nilai sejarah dan
budayanya.
4. Peraturan Daerah Kota Surabaya No 5 Tahun 2005
Bab V
a. Pasal 16
Konservasi bangunan cagar budaya Golongan C (Revitalisasi/adaptasi) dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. perubahan bangunan dapat dilakukan dengan syarat tetap mempertahankan
tampang bangunan utama termasuk warna, detail dan ornamennya ;
b. warna, detail dan ornamen dari bagian bangunan yang diubah disesuaikan dengan
arsitektur bangunan aslinya ;
c. penambahan bangunan di dalam tapak atau persil hanya dapat dilakukan di
belakang bangunan cagar budaya dan harus disesuaikan dengan arsitektur
bangunan cagar budaya dalam keserasian tatanan tapak ; dan
d. fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.
5. Peraturan Walikota Surabaya No 59 Tahun 2007
a. Pasal 8
Kewajiban pemilik, penghuni atau pengelola terhadap tanda bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya :
a. mengamankan tanda tersebut agar tetap utuh ;
b. merawat dan memelihara agar tanda tersebut dalam kondisi baik ;
Page 28
[ ]April 4, 2011
c. melaporkan apabila terjadi kerusakan tanda tersebut baik dari gangguan alam atau
gangguan manusia ; dan
d. tidak mengubah bentuk atau memindahkan tanda tersebut kecuali atas
persetujuan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Page 29
[ ]April 4, 2011
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Setiap masalah yang berhubungan pembangunan dan pengembangan di suatu
wilayah telah diatur dalam regulasi. Dimana tidak hanya satu regulasi tersebut
saja yang mengatur permasalah tersebut tetapi ada berbagai macam regulasi
yang mengatur permasalahan yang sama. Contohnya: Masalah penggunaan
ruang milik jalan dan trotoar untuk kegiatan PKL masalah tersebut diatur dalam
undang-undang, peraturan pemertintah, peraturan menteri maupun perda kota
Surabaya dan contoh lainnya seperti yang telah dijelaskan pada tabel 1 di atas.
2. Banyaknya regulasi yang mengatur satu masalah yang sama seringkali
menimbulkan kerancuan ataupun kebingungan peraturan mana yang akan
digunakan dalam pemberian sanksi ataupun pengaplikasian di lapangan.
3.2 Saran
Saran terkait dengan pembahasan di atas, antara lain:
1. Lebih baik membuat satu regulasi untuk suatu permasalahan. Dimana dalam
satu regulasi tersebut telah memuat aturan-aturan mengenai suatu
permasalahan tersebut secara mendetail.
2. Apabila satu regulasi dirasa belum cukup/kuat untuk mengatur suatu
permasalahan dapat dibuat suatu regulasi lagi yang memuat tentang
permasalahan yang sama tetapi dalam konteks yang lebih detail dan belum
mengatur hal-hal pada regulasi pertama yang belum disinggung,
Page 30