Transnational Crime
-
Upload
dede-tomfx -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
description
Transcript of Transnational Crime
1. Konsep kejahatan transnasional diadopsi dari
Transnational Organized Crimes (TOC)
berdasarkan Konvensi PBB mengenai
Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United
Nations Convention on Transnational Organized
Crime-UNTOC).
2. Pada perkembangannya, saat ini dikenal
adanya beberapa jenis TOC, diantaranya:
pencucian uang (Money Laundering), terorism,
pencurian seni dan objek budaya (theft of art
and cultural object),pencurian kekayaan
intelektual (theft of intellectual property),
perdagangan senjata gelap (illicit traffict in
arms), pembajakan pesawat terbang (aircraft
hijacking), pembajakan di laut (sea piracy),
penipuan asuransi (insurance fraud), kejahatan
komputer (computercrime) kejahatan
lingkungan (environmental crime),
perdagangan manusia (trafficking in person),
perdagangan anggota tubuh manusia (trade in
human body part), perdagangan obat bius
2
(illicit drug trafficking), kebangkrutan bank
(Fraudulent Bankruptcy), bisnis illegal
(infiltration of illegal bussines), korupsi dan
penyogokan pejabat pemerintah (corruption
and bribey of public officials), dan kejahatan
yang dilakukan oleh kelompok terorganisir
lainnya (and others offences commited by
organized criminal group).
3. Pada pertemuan Internasional The World
Ministerial Conference on Organized Crime
yang diselenggarakan di Nepal tahun 1994,
gara-negara peserta sepakat membagi
kejahatan transnasional menjadi 6 karakteristik
yakni:
a. Suatu organisasi yang melakukan
kejahatan (group organization to commit
crime);
b. Memiliki jaringan hirarkis atau hubungan
personal yang memberikan kewenangan
pemimpinnya untuk mengendalikan
kelompok tersebut (hierarchical links or
3
personal relationship which permit leaders
to control the group);
c. Kekerasan, intimidasi, dan korupsi
digunakan untuk mendapatkan
keuntungan atau mengontrol daerah
kekuasaan atau pasar (violence,
intimidation, and corruption used to earn
profit or control terotories or markets);
d. Mencuci uang hasil perdagangan gelap
baik yang berasal dari kegiatan kriminal
dan disusupkan dalam kegiatan ekonomi
yang sah (laundering of illicit proceeds
both in furtherance of crominal activity and
to infiltrate the legitimacy economy)
e. Memperluas jaringan operasinya keluar
negeri (the potential for expansion into any
new activities and beyond national
boerders);
f. Bekerjasama dengan kelompok kejahatan
transnasional terorganisir lainnya
4
(cooperation with other organized
transnational criminal group);
4. Asumsi dasar dari fenomena kejahatan
transnasional terorganisir adalah: (1) TOC
merupakan gejala global yang tidak dapat
diselesaikan oleh satu negara saja, melainkan
harus melalui kerjasama internasional; (2) TOC
tumbuh dan berkembang seirama dengan
kemajuan teknologi informasi dan transportasi
internasional; (3) TOC disebabkan oleh kondisi
sosial, politik, ekonomi, pertahanan,
keamanan, dan teknologi yang berkembang
pesat di berbagai negara juga kebijakan dalam
dan luar negeri suatu negara yang menjadi
sasaran dari kejahatan ini; (4) TOC tidak
memandang ideologi, suku bangsa ataupun
agama dari para pelaku kejahatan ini; (5) TOC
dapat dilakukan oleh individu, kelompok, atau
bahkan negara, baik sebagai sponsor maupun
pelakunya; dan (6) TOC tidak selalu didasari
oleh motif politik semata, tetapi juga motif-
5
motif ekonomi atau bahkan tak ada motif yang
jelas.
5. Faktor pendorong timbulnya kejahatan
transnasional, diantaranya adalah (1)
globalisasi, (2) kemajuan pesat teknologi
informasi, (3) kemudahan mobilitas manusia
lintas negara, dan (4) kegagalan dan
kelemahan negara.
6. Proses globalisasi menjadikan aktivitas TOC
semakin marak. Pelaku TOC merupakan korban
dari proses globalisasi yang telah melahirkan
sistem perdagangan bebas. Dalam sistem
global ini, mereka tidak mampu bersaing
secara bebas sehingga merasa dirugikan.
Akibatnya, mereka melakukan perlawanan
dengan menabrak aturan-aturan yang berlaku
guna mempertahankan eksistensi.
7. Perkembangan pesat teknologi informasi
mendorong semakin intensif, ekstensif, masif,
dan efektifnya operasi TOC. Internet digunakan
6
untuk melakukan transaksi finansial. Internet
menyediakan jaringan sekaligus target
kejahatan dengan risiko lebih kecil. Pencucian
uang pun juga lebih mudah melalui internet.
8. Seiring dengan semakin membaiknya
infrastruktur dan kemudahan transportasi, kian
banyak pula jumlah manusia yang melakukan
mobilitas melintasi batas negara. Pelaku TOC
memanfaatkan peluang ini dengan menerobos
celah-celah di perbatasan.
9. Kegagalan dan kelemahan negara menjadi
benih semakin meningkatnya TOC. Negara
gagal dicirikan oleh ketidakmampuan
menyediakan pekerjaan bagi rakyatnya,
merebaknya konflik antarwarga, kelemahan
kontrol atas wilayah perbatasan, korupsi yang
merajalela, dan menggejalanya kekerasan di
kalangan masyarakat, Dalam negara semacam
ini, pelaku TOC dapat dengan mudah
beroperasi tanpa adanya kontrol ketat dari
aparat negara.
7
10. Indonesia termasuk wilayah yang rawan
disusupi TOC. Sebab, (1) Indonesia memiliki
wilayah luas dengan perbatasan panjang, (2)
aparatur negara bekerja secara tidak
profesional dan sebagian mudah dibujuk untuk
berkolusi dengan pelaku TOC, (3) penegakan
hukum sangat lemah, (4) Indonesia termasuk
negara lemah yang berpotensi menjadi negara
gagal, (5) Indonesia merupakan surga bagi
pelaku TOC.
11. Garis pantai yang panjang menjadi pintu
masuk potensial bagi penyelundupan barang
terlarang. Kondisi ini diperlemah oleh
pengamanan yang belum memadai.
12. Dalam indeks negara gagal yang dirilis majalah
Foreign Policy (2010), Indonesia menempati
peringkat 61 negara paling gagal sedunia.
Memang kegagalan negara kita tidak separah
Somalia, Chad, Sudan, Zimbabwe, dan Kongo
yang menempati lima besar. Posisi ini juga
lebih baik dari negara-negara tetangga seperti
8
Myanmar (peringkat 16), Timor Leste (18),
Laos (40), Kamboja (42), Filipina (51), dan
Papua Nugini. Artinya, Indonesia sesungguhnya
tidak termasuk dalam negara gagal, tetapi juga
bukan negara kuat; melainkan lebih dekat
dalam kategori negara lemah. Berbagai
permasalahan yang melanda republik ini telah
melemahkan otoritas negara sehingga
dimanfaatkan pelaku TOC untuk leluasa
menjalankan aktivitasnya. Inilah yang
menjadikan Indonesia sebagai surga bagi TOC.
13. TOC mengancam dalam tiga lapis. Pertama,
dalam sistem internasional, banyak regulasi
yang dilanggar. Kedua, di tingkatan negara,
kedaulatan Indonesia telah dilanggar dan kas
negara juga dikuras oleh pelaku dan banyak
dikeluarkan untuk membiayai penanggulangan
TOC. Ketiga, di tingkatan individu, manusia
terancam di sektor ekonomi, pangan,
kesehatan, lingkungan, personal, komunitas,
9
dan politik.(human security menurut
UNDP1994).
14. Bagi Indonesia, ancaman TOC bukan lagi
potensial, tetapi aktual. Ancaman nyata itu
tampak di semua jenis TOC. Semua hasil
keuntungan TOC umumnya dicuci (money
laundering) sedemikian rupa sehingga sulit
dideteksi oleh aparat.
15. Dalam kasus korupsi, banyak sekali pelaku
yang kabur ke luar negeri sambil membawa
hasil korupsinya. Uang haram itu lantas disebar
ke berbagai rekening, termasuk ke luar negeri.
Atas dasar kerahasian nasabah, bank tidak
bersedia membuka informasi soal rekening
tempat menyimpan hasil kejahatan ini. Karena
tidak memiliki yurisdiksi di luar wilayah
negaranya, pemerintah Indonesia pun sering
kesulitan membongkar praktik ini.
16. Dalam perdagangan manusia, wanita dan
anak-anak Indonesia merupakan korban
10
utama. Mereka dikirim secara ilegal ke
berbagai negara melalui pintu keluar yang tak
dijaga secara ketat. Umumnya, mereka yang
tergolong miskin tergoda oleh rayuan bahwa
kehidupan mereka akan bertambah baik di luar
negeri. Padahal, faktanya adalah mereka
dijadikan budak yang diperdagangkan di luar
negeri.
17. Dalam perdagangan narkoba, Indonesia tidak
lagi hanya menjadi pasar (importir), tetapi juga
berkembang menjadi produsen. Warga negara
Indonesia yang terlibat perdagangan narkoba
merupakan anggota sindikat internasional.
Mereka tidak hanya pemakai, tapi juga
pengedar. Berdasarkan data Badan Narkotika
Nasional (BNN), pengguna narkoba di
Indonesia sebanyak 3,6 juta atau 1,99 persen
dari total penduduk Indonesia.
18. Dalam perdagangan senjata, Indonesia
merupakan pasar potensial yang mudah
disusupi senjata api ilegal dari berbagai
11
negara. Senjata ini dikirimkan dari satu daerah
konflik ke daerah konflik lain seperti misalnya
dari Mindanao (Filipina) ke Aceh, Ambon, dan
Poso. Hal ini justru semakin memperburuk
konflik di daerah itu. Setelah konflik berakhir,
senjata ini beredar ke berbagai wilayah tanpa
kontrol. Dampaknya, ada kemungkinan orang-
orang sipil memegang senjata secara ilegal
tanpa adanya izin yang berwenang sehingga
berpotensi menimbulkan ancaman keamanan
manusia.
19. Dalam terorisme, berbagai serangan bom di
berbagai wilayah Indonesia sepuluh tahun
terakhir merupakan bukti kuat eksistensi
ancaman ini. Jaringan teroris di Indonesia
memiliki afiliasi dengan jaringan teroris global.
Mereka juga terhubung dengan jaringan
regional, terutama di Filipina Selatan.
Kebanyakan pelaku teror di Indonesia
merupakan para alumni Perang Afghanistan.
Mereka mendapatkan pelatihan di Mindanao
12
dan Afghanistan. Sebagian di antaranya juga
pernah terjun ke konflik di Ambon dan Poso. Di
daerah ini, mereka mendapatkan pasokan
senjata yang lantas digunakan di daerah lain
setelah konflik berakhir.
20. Untuk mengatasi ancaman aktual tersebut,
Indonesia telah meratifikasi UN Convention
Against Transnational Organized Crime (UNTOC
2003) melalui UU No. 5/2009. Selain itu, UN
Convention Against Corruption (UNCAC 2003)
juga telah diratifikasi melalui UU No. 7/2006.
Dalam kerjasama regional, Indonesia terlibat
aktif dalam ASEAN Plan of Action to Combat
Transnational Crimes (ASEAN PACTC 2002).
Berbagai aturan juga telah diregulasikan,
seperti UU No. 21/2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
dan UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian.
21. Permasalahannya
13
a. pertama, Indonesia cenderung kuat di
regulasi, namun lemah dalam
implementasi. Berbagai aturan perundang-
undangan sepertinya belum
diimplementasikan secara menyeluruh.
b. kedua, agak sulit dalam mengidentifikasi
aktor TOC di Indonesia. Berbeda dengan
aktor TOC negara lain yang tampak jelas
(yakuza Jepang, triad Cina, mafia Sisilia,
kartel Meksiko, dll.), aktor TOC di Indonesia
cenderung tidak terstruktur. Mereka
terjaring dalam sel-sel kecil yang memiliki
koneksi horizontal, tetapi tidak mempunyai
garis struktural. Akibatnya, meskipun
terjadi penangkapan terhadap anggota sel
tertentu, sel-sel lain masih terus bergerak.
c. ketiga, jaringan TOC selalu
bermetamorfosis mengikuti perkembangan
zaman dan terus menyesuaikan diri
dengan lingkungan global. Berbagai
perkembangan teknologi yang berpotensi
14
mengefektifkan operasinya selalu
dimanfaatkan jaringan TOC. Mereka tidak
perlu menjalankan sendiri, tetapi cukup
menyewa para ahli teknologi yang bersedia
dibayar.
22. Strategi yang perlu dilakukan pemerintah
Indonesia untuk menangkal TOC:
a. Memperkuat kapasitas negara.
Negara tidak boleh kalah melawan pelaku
TOC. Negara mempunyai kedaulatan yang
tidak dimiliki aktor lain sehingga
berwenang menjaga wilayah dan
memaksakan regulasi. Di kala kapasitas
negara semakin tergerogoti oleh
kemunculan aktor-aktor baru yang
melawan negara, penguatan negara
merupakan keharusan. Negara yang kuat
tidak akan menjadi sarang TOC. Tetapi,
negara kuat tentu juga harus diimbangi
dengan masyarakat sipil yang kuat. Sinergi
negara dan masyarakat sangat penting
15
untuk menjadikan TOC sebagai musuh
bersama. TOC bukanlah kejahatan biasa,
melainkan luar biasa. Karena itu,
penanganannya pun harus luar biasa
dengan melibatkan seluruh komponen
negara dan bangsa.
b. Mendorong sinergisitas antarlembaga
(Kemlu, Kemkum HAM, Kemhan, TNI, Polri).
Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Hukum dan HAM, Kementerian Pertahanan,
TNI dan Kepolisian RI perlu membangun
sinergi berkelanjutan guna menanggulangi
TOC. Sinergi ini penting karena TOC tidak
bisa hanya ditangani satu lembaga. TOC
adalah masalah bersama, bukan cuma
masalah satu institusi. Semua lembaga
negara tersebut perlu mengadakan
pertemuan khusus secara berkala untuk
membahas penanganan TOC. Masing-
masing lembaga juga harus memahami
posisi dan perannya masing-masing
16
sehingga nantinya tidak akan tumpang
tindih. Yang lebih penting lagi, sikap ego
sektoral tidak boleh dimunculkan.
c. Mendorong sinergisitas penegak
hukum dengan sektor swasta.
Sinergi juga harus dibangun antara
penegak hukum dengan sektor swasta,
seperti bank dan perusahaan. Mengingat
kebanyakan hasil keuntungan TOC dicuci
(money laundering), maka sektor
perbankan perlu segera melaporkan ke
aparat jika ditemukan transaksi-transaksi
mencurigakan. Perusahaan juga perlu
menghindarkan transaksi bisnis dengan
aktor TOC.
d. Membentuk badan khusus untuk
menangani TOC.
Badan khusus untuk menangani TOC perlu
dipertimbangkan untuk dibentuk. Indonesia
sudah memiliki BNPT (terorisme) dan BNN
(narkoba) yang terbukti sangat membantu
17
penanggulangan kejahatan tersebut.
Hanya, kita belum mendengar kiprah
badan khusus yang menangani kejahatan
lain, apalagi badan khusus yang
menanggulangi TOC secara keseluruhan.
Ke depan, badan khusus ini diharapkan
dapat menjadi payung koordinasi
antarbadan yang sudah ada sekaligus
memimpin penanganan TOC secara
komprehensif.
e. Memberikan pelatihan
penanggulangan TOC kepada aparat.
TOC hanya bisa diatasi oleh aparat yang
terlatih dan profesional. Mengingat
kemampuan pelaku TOC semakin canggih
dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi, maka pemahaman terhadap
kapabilitas pelaku TOC dan penguasaan
teknologi terbaru perlu dimiliki aparat kita.
Untuk itu, pelatihan terkait dengan hal itu
perlu dilaksanakan secara berkelanjutan.
18
Pelatihan itu perlu melibatkan negara-
negara lain agar terjadi saling tukar pikiran
dan informasi lintas negara dalam
penanggulangan TOC.
f. Memantapkan resolusi PBB terkait
TOC.
Indonesia telah meratifikasi berbagai
konvensi tentang TOC. Ini merupakan
langkah produktif karena bagaimanapun
penanggulangan TOC membutuhkan
seperangkat aturan yang berlaku secara
internasional dan nasional. Namun, semua
regulasi itu kurang berarti jika tidak
diimplementasikan secara serius dan
sungguh-sungguh. Karenanya,
implementasi aturan harus diiringi dengan
penegakan hukum.
g. Terus mendorong realisasi kerjasama
internasional, baik bilateral maupun
multilateral.
19
Kerjasama bilateral dan multilateral juga
perlu direalisasikan. Dalam kerjasama ini,
isu-isu yang penting untuk diregulasikan
adalah pertukaran data dan informasi
percepatan proses birokrasi, pelacakan
aset, hingga kebijakan ekstradisi.