referat saraf migraine

29
BAB I PENDAHULUAN Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Sala keluhan tersebut adalah “nyeri kepala sebelah” atau yang dikenal sebagai migrain. Sebanyak 30-40 % penduduk Amerika pernah mengalami nyeri kepala hebat pada ma hidupnya, di mana nyeri tegang otot dan migrain menduduki peringkat nomor sat !igrain merupakan penyakit neuro"askuler kronik yang umum di#umpa mengakibatkan penderitaan bagi mereka yang mengalaminya$ ditandai oleh serang kepala hebat, dis ungsi sistem sara otonom, dan pada se#umlah penderita, adan yang berupa ge#ala neurologis yang khas. &,3 !igrain merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa berd satu sisi kepala 'unilateral( dengan intensitas sedang sampai berat dan berta akti"itas. )apat disertai mual dan atau muntah atau ono obia dan oto obia. * dan rekuensi serangan sangat beraneka ragam, dari tiap hari sampai satu seran minggu atau bulan. !eski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain diperkirakan ter#adi aki hiperakti"itas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak dan mengakibatkan ter#adinya pelebaran pembuluh darah otak sertaprosesin lamasi 'peradangan(. +elebaran dan in lamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri dan ge#a seperti mual. Semakin berat in lamasi yang ter#adi, semakin berat pul diderita. aktor genetik umumnya sangat berperan pada timbulnya migrain. 1 Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan disabilitas pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang dapat men migrain ke uali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri kepala ini. )iagnosi akurat, memberi pen#elasan mengenai penyakitnya, berusaha menenangkan pasien memberi perhatian dan menga#ak pasien beker#a sama dalam mengenal ge#ala dini ge#ala migrain pada umumnya serta tindakan penanggulangannya merupakan bagian penatalaksanaan migrain yang dapat menurunkan angka morbiditas pasien. 1

description

referat saraf migraine

Transcript of referat saraf migraine

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu keluhan tersebut adalah nyeri kepala sebelah atau yang dikenal sebagai migrain. Sebanyak 30-40 % penduduk Amerika pernah mengalami nyeri kepala hebat pada masa hidupnya, di mana nyeri tegang otot dan migrain menduduki peringkat nomor satu.1Migrain merupakan penyakit neurovaskuler kronik yang umum dijumpai dan mengakibatkan penderitaan bagi mereka yang mengalaminya; ditandai oleh serangan sakit kepala hebat, disfungsi sistem saraf otonom, dan pada sejumlah penderita, adanya aura yang berupa gejala neurologis yang khas. 2,3Migrain merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai berat dan bertambah dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah atau fonofobia dan fotofobia. Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beraneka ragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan.Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain diperkirakan terjadi akibat adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak dan mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi (peradangan). Pelebaran dan inflamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri dan gejala lain, seperti mual. Semakin berat inflamasi yang terjadi, semakin berat pula migrain yang diderita. Faktor genetik umumnya sangat berperan pada timbulnya migrain. 1Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan disabilitas, di lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan migrain kecuali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri kepala ini. Diagnosis yang akurat, memberi penjelasan mengenai penyakitnya, berusaha menenangkan pasien serta memberi perhatian dan mengajak pasien bekerja sama dalam mengenal gejala dini dan gejala migrain pada umumnya serta tindakan penanggulangannya merupakan bagian dari penatalaksanaan migrain yang dapat menurunkan angka morbiditas pasien.1BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi?

2.2. Definisi Migrain adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam.456 Blau mengusulkan definisi migrain sebagai nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau keduanya.4?

2.3. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migrain, diduga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitifitas sistem saraf dan gangguan sistem trigeminal-vaskular, sehingga migrain termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migrain yaitu:1. Menstruasi

Biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan hormonal. Beberapa wanita yang menderita migrain merasakan frekuensi serangan akan meningkat saat masa menstruasi. Bahkan ada di antaranya yang hanya merasakan serangan migrain pada saat menstruasi. Istilah menstrual migrain sering digunakan untuk menyebut migrain yang terjadi pada wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Penurunan kadar estrogen dalam darah menjadi penyebab terjadinya migrain.2. KafeinKafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah sedikit akan meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam dosis yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas, dan sakit kepala.

3. Puasa dan terlambat makanPuasa dapat mencetuskan terjadinya migrain oleh karena saat puasa terjadi pelepasan hormon yang berhubungan dengan stress dan penurunan kadar gula darah. Hal ini menyebabkan penderita migrain tidak dianjurkan untuk berpuasa dalam jangka waktu yang lama.4. Makanan

Makanan tertentu seperti cokelat, akohol, coklat, susu, keju dan buah tertentu dilaporkan sebagai salah satu penyebab terjadinya migrain. Tiramin (bahan kimia yang terdapat dalam keju, anggur, bir, sosis, dan acar) dapat mencetuskan terjadinya migrain, tetapi tidak terdapat bukti jika mengkonsumsi tiramin dalam jumlah kecil akan menurunkan frekuensi serangan migrain. Penyedap masakan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat, dan berdebar-debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena ini biasa disebut Chinese restaurant syndrome. Aspartam atau pemanis buatan yang banyak dijumpai pada minuman diet dan makanan ringan dapat menjadi pencetus migrain bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka waktu yang lama.5. Cahaya kilat atau berkelip

Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme ini juga berlaku untuk penderita migrain yang memiliki kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada manusia normal. Sinar matahari, televise, dan lampu disko dilaporkan sebagai sumber cahaya yang menjadi faktor pencetus migrain.6. Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia (stress).7. Terlalu banyak tidur atau kurang tidurGangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migrain dan sakit kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan sangat membantu untuk mengurangi frekuensi timbulnya migrain. Tidur yang baik juga dilaporkan dapat memperpendek durasi serangan migrain.8. Faktor herediter9. Faktor kepribadian

2.4. PrevalensiWalaupun serangan migrain dapat mulai dialami pada semua usia, namun insiden terbanyak berada pada masa remaja dini atau pertengahan (early to mid-adolescence). Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, angka one-year prevalence dari migrain secara keseluruhan adalah 11%: di mana 6% dialami laki-laki, dan 15% 18% dialami oleh perempuan.7, 9 Nilai median dari frekuensi serangan adalah 1,5 kali perbulan, dan nilai median dari durasi serangan adalah 24 jam; sekurang-kurangnya 10% penderita mengalami serangan sekali setiap minggu, dan 20% penderita mengalami serangan yang berlangsung selama 2 sampai 3 hari. 7 Sebanyak 5% dari populasi umum mengalami sekurangnya 18 hari migrain per tahun, dan sekurangnya 1% yang berkisar lebih dari 2,5 juta orang di Amerika Utara mengalami sekurangnya 1 hari migrain per minggu. Prevalensi dari waktu mengalami serangan migrain sepanjang hidup (lifetime prevalence) adalah sekitar 18%,8 meskipun pada usia lebih tua prevalensi tampak lebih rendah yang kemungkinan disebabkan oleh tidak ingat dengan kejadian serangan yang pernah dialami (recall bias).2.5. KlasifikasiMigrain ditandai oleh episode sakit kepala yang seringkali dirasakan berdenyut (throbbing) dan seringkali mengenai satu sisi dengan tingkat keparahan nyeri dapat berderajat berat. Pada migrain tanpa aura (dahulu dikenal sebagai common migrain). Serangan nyeri kepala umumnya disertai dengan mual, muntah, atau keadaan sensitif terhadap: cahaya (fotofobia), suara (fonofobia), atau pergerakan.10 Bila tidak diobati, serangan migrain yang tipikal akan berlangsung selama 4 sampai 72 jam.11 Untuk menegakkan diagnosis diperlukan adanya kombinasi gambaran klinis; namun tidak semua gambaran klinis akan muncul pada setiap kali serangan atau pada setiap individu (Tabel 1).

Kriteria migrain tanpa aura dari International Headache Society 10, 11Gejala klinis tersebut membedakan migrain dari tension-type headache, yang merupakan bentuk primary headache yang paling sering dijumpai yang ditandai oleh sedikitnya gambaran klinis yang menyertai (the lack of associated features). Setiap nyeri kepala berat dan berulang paling mungkin merupakan suatu bentuk migrain dan akan responsif dengan pemberian terapi antimigrain.11 Sebanyak 15% penderita, serangan migrain didahului atau disertai oleh gejala neurologis fokal sementara (transient focal neurologic symptoms), yang umumnya visual; penderita kelompok ini mengalami serangan migrain yang disertai aura (dahulu disebut sebagai classic migrain). 12 Dalam studi mutakhir skala besar, suatu population-based study, sebanyak 64% penderita migrain hanya merupakan migrain tanpa aura, 18% hanya merupakan migrain dengan aura, dan sebanyak 13% merupakan campuran dari kedua tipe tersebut (5% sisanya merupakan serangan aura tanpa nyeri kepala). Dengan demikian, sebanyak 31% penderita migrain akan mengalami aura dalam sejumlah serangannya.13Diperlukan penilaian mengenai derajat keparahan dan dampak dari migrain melalui pertanyaan: waktu yang terbuang oleh karena serangan migrain di tempat kerja atau di sekolah, saat melakukan pekerjaan rumah atau hobi, atau aktivitas keluarga, sosial, dan liburan. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan secara langsung kepada penderita mengenai hendaya temporer yang dialami, menuliskannya ke dalam suatu catatan harian, atau dengan melakukan penilaian cepat namun akurat menggunakan Migrain Disability Assessment Scale (MIDAS) (Tabel 2), yang merupakan kuesioner berisikan lima pertanyaan cukup valid yang mudah digunakan dalam praktek.14Bentuk Kuisioner MIDAS7Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (IHS):

1. Migrain tanpa aura (common migrain)Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam.

a. Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini: Lokasi unilateral

Kuafitas berdenyut

Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari hari.

Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.b. Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul: Mual dan atau muntah Fotofobia dan fonofobiac. Minimal terdapat satu dari berikut:

Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.

Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI atau CT Scan kepala)2. Migrain dengan aura (classic migrain)a. Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala dan fase postdromal.b. Aura dengan minimal 2 seranganc. Terdapat minimal 3 dari 4 karakteristik sebagai berikut: Satu gejala aura atau lebih mengindikasikan disfungsi CNS fokal (misal: vertigo, tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis, atau penurunan kesadaran). Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura.d. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini : Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain. Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI atau CT Scan kepala)3. Migrain dengan prolonged auraMemenuhi kriteria migrain dengan aura, tetapi aura terjadi selama lebih dari 60 menit dan kurang dari 7 hari.4. Basilar migrainMemenuhi kriteria migrain dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sebagai berikut: vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateral, dan penurunan derajat kesadaran.

5. Migrain aura without headache

Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala

6. Benign paroxysmal vertigo of childhood

Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul secara sporadis dalam waktu singkat. Pemeriksaan neurologis normal

Pemeriksaan EEG normal7. Migrainous infraction

Telah memenuhi kriteria migrain dengan aura.Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya, akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada pemeriksaan neuroimaging didapatkan infark iskemik di daerah yang sesuai

Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.

8. Migrain oftalmoplegikMigrain yang dicirikan oleh serangan berulang-ulang yang berhubungan dengan paresis.

Tidak ada kelainan organik. Paresis pada saraf otak ke III, IV, VI9. Migrain hemiplegic familialMigrain dengan aura termasuk hemiparesis dengan kriteria klinik yang sama seperti migrain aura dan sekurang-kurangnya seorang keluarga terdekat memiliki riwayat migrain yang sama.

10. Migrain retinalTerjadi berulang kali dalam bentuk buta tidak lebih dari 1 jam. Gangguan okuler dan vaskuler tidak dijumpai.

11. Migrain yang berhubungan dengan intrakranial

Gangguan intrakranial berhubungan dengan awitan secara temporal.

Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan jenis lesi intrakranial. Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada saat atau setelah serangan nyeri kepala.

2.6. Patofisiologi Migrain paling tepat dipahami sebagai suatu gangguan primer otak (primary disorder of the brain).14 Migrain merupakan suatu bentuk neurovascular headache: kelainan dimana suatu neural events mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah, yang disusul dengan rasa nyeri kepala berikut aktivasi saraf lanjutannya. 15 Serangan migrain bukanlah didasari oleh suatu primary vascular event. Serangan migrain bersifat episodik dan bervariasi baik dalam setiap individu maupun antar individu. Variabilitas tersebut paling tepat dijelaskan melalui pemahaman terhadap kelainan biologik dasar dari migrain, yaitu disfungsi ion channel pada nuklei aminergik batang otak yang secara normal berfungsi mengatur input sensoris dan memberikan kendali neural (neural influences) terhadap pembuluh darah kranial. 14Pada penderita dengan familial hemiplegic migrain, telah ditemukan adanya missense mutations pada 1 subunit dari voltage-gated P/Q-type calcium channel. 16 Sangat mungkin terdapat ion-channel mutations lainnya pada migrain tanpa aura, oleh karena kebanyakan kasus migrain dengan aura kedapatan terkait dengan familial-hemiplegic-migrain locus.17 Dengan demikian masih mungkin bahwa aura migrain merupakan kejadian yang memiliki latar belakang yang berlainan dengan nyeri kepala18, di mana terdapat aura susceptibility genes sebagai penentu19; sedangkan nyeri kepala berikut gejala lain yang menyertai migrain sendiri kemungkinan ditentukan oleh gen atau gen-gen lainnya. Seperti diuraikan di atas, migrain sangat mungkin disebabkan oleh adanya disfungsi batang otak atau nuklei diensefalik yang terlibat dalam modulasi sensoris terutama nosiseptif dari serat-serat craniovascular afferents. Terdapatnya aktivasi di batang otak selama berlangsungnya serangan migrain telah dibuktikan melalui positron-emission tomography.20-21 Di samping itu, aura migrain menyerupai fenomena Leos spreading depression pada binatang.22 Aura ditandai oleh gambaran gelombang oligemia yang melintasi korteks,23-26 dengan karakteristik berkecepatan rendah 2 sampai 6 mm per menit.30 Gelombang oligemia tersebut didahului oleh fase pendek hiperemia yang sangat mungkin berhubungan dengan gejala seperti melihat kilatan cahaya. Oligemia merupakan respon dari adanya penurunan fungsi neuronal yang nampak jelas masih berlangsung ketika keluhan nyeri kepala mulai muncul.26, 29 Temuan tersebut, bersama dengan bukti langsung yang menunjukkan bahwa suplai oksigen lokal ternyata lebih dari adekuat,30 menjadikan pendapat yang menganggap migrain semata-mata hanya merupakan suatu vascular headache tidak lagi dapat dipertahankan (Gambar 1).

Migrain ditimbulkan oleh adanya disfungsi jaras-jaras batang otak (nuklei aminergik batang otak) yang dalam keadaan normal mengatur input sensoris. Jaras utama bagi pengantaran nyeri adalah input trigeminovaskular yang berasal dari pembuluh darah meningen, yang berjalan melewati ganglion trigeminalis dan mengadakan sinaps dengan neuron kedua (second-order neurons) di dalam trigeminocervical complex. Neuron ini selanjutnya mengadakan proyeksi melewati traktus quinto-thalamik, di mana setelah menyilang garis tengah di batang otak, mengadakan sinaps dengan neuron di dalam thalamus. Terdapat koneksi refleks dengan neuron-neuron pons di dalam nukleus salivatorius superior, yang selanjutnya menimbulkan cranial parasympathetic outflow yang dihantarkan melalui ganglion pterigopalatinum, ganglion otikum, dan ganglion karotikum. Busur yang disebut trigeminalautonomic reflex ini terdapat pada individu normal di mana ekspresinya paling kuat pada penderita dengan trigeminalautonomic cephalgia, seperti cluster headache dan paroxysmal hemicrania; dan sangat mungkin dalam kondisi aktif pada serangan migrain. Studi menggunakan pencitraan otak mengesankan modulasi utama terhadap trigeminovascular nociceptive input diperankan oleh nuklei aminergik batang otak: dorsal raphe nucleus, locus ceruleus, dan nucleus raphe magnus.Mekanisme NyeriPatogenesis nyeri pada migrain belumlah diketahui secara lengkap, namun setidaknya terdapat 3 faktor kunci yang dapat menjelaskan pemahaman, yaitu: pembuluh darah kranial, inervasi trigeminal dari pembuluh darah tersebut, dan koneksi refleks dari sistem trigeminal dengan eferen parasimpatis kranial (cranial parasympathetic outflow). Parenkim otak sebahagian besar tidak peka nyeri; rasa nyeri dapat dibangkitkan oleh: pembuluh darah kranial berukuran besar31, pembuluh darah intrakranial segmen proksimal32,33, atau selaput dura mater34-36. Pembuluh darah tersebut diinervasi oleh cabang-cabang ofthalmik dari nervus trigeminalis36, sedangkan struktur yang membentuk fossa posterior diinervasi oleh cabang-cabang radiks C2. 37Pada nonhuman primates, stimulasi yang mengenai serabut aferen akan menimbulkan aktivasi neuron-neuron lapisan superfisial dari nukleus trigeminalis bagian kaudal yang berada setinggi cervicomedullary junction dan neuron-neuron lapisan superfisial dari kornu dorsalis setinggi C1 dan C2 dari medulla spinalis38,39 yang membentuk trigeminocervical complex. Begitu pula hal yang serupa, stimulasi cabang-cabang radiks C2 akan mengaktifasi neuron-neuron di regio otak yang sama40-42. Keterlibatan ophthalmic division dari nervus trigeminalis dan adanya tumpang tindih dengan wilayah yang diinervasi oleh C2 dapat menjelaskan distribusi umum dari nyeri migrain yang melingkupi regio frontal dan temporal, begitu pula regio parietal, occipital, dan servikal bagian atas, yang pada hakekatnya adalah merupakan suatu nyeri alih (referred pain).45

Aktifasi trigeminal perifer yang terjadi pada migrain ditandai dengan dilepaskannya calcitonin-generelated peptide (CGRP), yang merupakan vasodilator43, namun mekanisme bangkitnya rasa nyeri belumlah jelas. Studi binatang coba mengesankan rasa nyeri kemungkinan ditimbulkan oleh suatu proses keradangan neurogenik steril (sterile neurogenic inflammatory process) yang mengenai lapisan dura mater 44, namun mekanisme ini belumlah jelas dibuktikan pada manusia.45 Rasa nyeri kemungkinan merupakan kombinasi dari suatu perubahan persepsi yang diakibatkan oleh adanya sensitisasi perifer atau sentraldari input kraniovaskuler yang tidak selalu bersifat nyeri dan adanya aktifasi dari mekanisme dilator neurovaskular yang menjalar ke arah depan (feed-forward neurovascular dilator mechanism) yang secara fungsional spesifik dimiliki oleh divisi pertama (ophthalmic) dari nervus trigeminus. 46 2.7. Gejala Klinisa. Fase ProdromalFase ini terdiri dari kumpulan gejala samar/tidak jelas, yang dapat mendahului serangan migrain. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa jam, bahkan dapat terjadi 1-2 hari sebelum serangan. Gejalanya antara lain: Psikologis: depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang berlebihan), banyak bicara (talkativeness), sensitif/iritabel, gelisah, rasa mengantuk atau malas.

Neurologis: sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia & fonofobia), sulit berkonsentrasi, menguap berlebihan, sensitif terhadap bau (hiperosmia)

Umum: kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau nafsu makan meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban, sering buang air kecil.b. Aura

Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migrain. Secara visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Penderita migrain dapat mengalami kedua jenis aura secara bersamaan.Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu bentuk berpendar yang menutupi tepi lapangan pengelihatan. Fenomena ini disebut juga sebagai scintillating scotoma (scotoma = defek lapang pandang). Skotoma ini dapat membesar dan akhirnya menutupi seluruh lapang pandang. Aura positif dapat pula berbentuk seperti garis-garis zig-zag, atau bintang-bintang.Aura negatif tampak seperti lubang gelap/hitam atau bintik-bintik hitam yang menutupi lapangan pengelihatannya. Dapat pula berbentuk seperti tunnel vision; dimana lapang pandang daerah kedua sisi menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang terfokus hanya pada bagian tengah (seolah-seolah melihat melalui lorong).Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan timbulnya aura. Gejala-gejala ini umumnya: gangguan bicara; kesemutan; rasa baal; rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah; gangguan persepsi penglihatan seperti distorsi terhadap ruang; dan kebingungan (confusion).c. Fase Serangan

Tanpa pengobatan, serangan migrain umumnya berlangsung antara 4-72 jam. Migrain yang disertai aura disebut sebagai migrain klasik. Sedangkan migrain tanpa disertai aura merupakan migrain umum (common migrain). Gejala-gejala yang umum adalah: Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau ditusuk-tusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar sampai terasa di seluruh bagian kepala.

Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas.

Mual, kadang disertai muntah.

Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi.

Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau semutan.

Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan fonofobia).

Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin.

Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migrain klasik), yang berkembang secara bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri kepala dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada saat yang bersamaan.

d. Fase Postdromal

Setelah serangan migrain, umumnya terjadi masa prodromal, di mana pasien dapat merasa kelelahan dan perasaan seperti berkabut.2.8. Pemeriksaan PenunjangKadang-kadang diperlukan pemeriksaan otak seperti computed tomographic scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) untuk menyingkirkan gangguan otak yang serius. Jika dicurigai adanya aneurisma pembuluh darah otak, perlu dilakukan pemeriksaan angiogram.Untuk mendiagnosis migrain tidak selalu mudah, terutama pada pasien-pasien yang memiliki gejala yang tidak jelas. Elektroensefalogram (EEG) dilakukan untuk mengukur aktivitas kerja otak. EEG ini dapat mengidentifikasi suatu malfungsi saraf otak, tetapi tidak dapat menunjukkan secara tepat masalah yang menyebabkan suatu sakit kepala.Termografi, suatu teknik percobaan yang sedang dikembangkan untuk mendiagnosis sakit kepala dan menjanjikan untuk menjadi alat klinis yang berguna di kemudian hari. Pada termografi, sebuah kamera infra merah akan mengubah temperatur kulit menjadi suatu gambar yang berwarna atau suatu termogram dengan berbagai warna yang berbeda sebagai akibat tingkat pemanasan yang berbeda.Temperatur kulit ini dipengaruhi oleh aliran darah. Para saintis menemukan termogram pada pasien-pasien yang menderita sakit kepala menunjukkan pola panas yang berbeda sangat menyolok dari mereka yang tidak pernah atau jarang mengalami sakit kepala.2.9. Diagnosa

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendiagnosis migrain. Untuk menentukan sakit kepala yang diklasifikasikan sebagai migrain adalah setelah dilakukan pencatatan riwayat penyakit (anamnesis) dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Dokter akan menanyakan penderita mengenai gejala-gejala yang dialaminya. Misalnya berapa sering sakit kepala terjadi, lokasi nyeri kepala, lamanya dan gejala lainnya yang timbul sebelum, selama atau setelah sakit kepala tersebut. Perlu suatu catatan harian yang mencatat karakteristik dari sakit kepala tersebut yang dihubungkan dengan gaya hidup, diet, menstruasi, dan penggunaan obat.

2.10. PenatalaksanaanPendekatan terapi migrain dapat dibagi ke dalam terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis meliputi edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminya, mekanisme penyakit, pendekatan terapeutik, dan mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan migrain. Pada penderita migrain, otak tampaknya kurang bertoleransi dengan beban kehidupan. Sehingga, tidur yang teratur, makan yang teratur, olahraga, mencegah puncak stres melalui relaksasi, serta mencegah makanan pemicu, kesemuanya dapat membantu. Pesan yang penting adalah, penderita lebih baik berupaya menjaga keteraturan hidup, ketimbang membatasi beragam makanan dan aktivitas. Yang tidak dapat diketahui adalah sensitivitas dari otak terhadap pemicu-pemicu pada waktu tertentu. Ketidakpastian ini mengakibatkan banyak penderita menjadi putus asa menghadapi fakta bahwa berbagai upaya yang dilakukannya untuk menghindari terpicunya serangan migrain memberikan hasil yang berbeda pada hari yang berlainan. Penting dijelaskan pada penderita sifat alamiah dari variabilitas tersebut di atas. Saat ini telah dipublikasikan evidence-based review dari pendekatan nonfarmakologis dalam terapi migrain. 47Medikamentosa untuk terapi migrain dapat dibagi menjadi obat yang diminumkan setiap hari tidak tergantung dari ada atau tidak nyeri kepala yang bertujuan mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan serangan (terapi preventif)48, dan obat yang diminumkan untuk menghentikan serangan saat kemunculannya [terapi abortif]. Terapi untuk menghentikan serangan akut [terapi abortif] dapat dibagi menjadi: terapi nonspesifik dan terapi spesifik migrain (migrain-specific treatments). Yang tergolong kedalam terapi nonspesifik seperti: aspirin, acetaminophen, nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID), opiat, dan analgetik kombinasi, juga dipergunakan untuk mengatasi beragam gangguan nyeri. Terapi spesifik yang meliputi: ergotamine, dihydroergotamine, dan triptans, adalah merupakan kelompok obat-obatan yang efektif untuk mengatasi nyeri kepala neurovaskular (neurovascular headaches), seperti migrain dan cluster headache, namun tidak dapat dipergunakan untuk mengatasi nyeri kepala tipe lainnya, seperti pure tension-type headache49 atau atypical facial pain.50 Oleh karena penderita migrain juga terbukti menunjukkan respon dengan pemberian placebo51, terdapat insiden signifikan yang tidak menunjukkan respon dengan terapi oral, dan preparat triptans belum menjalani uji klinis sistematis terhadap penderita dengan perdarahan subarakhnoid atau meningitis, sehingga preparat triptans jangan dipergunakan sebagai diagnostic testing agents terhadap penderita dengan nyeri kepala.

Terapi Preventif

Keputusan untuk memulai terapi preventif terhadap penderita migraine sebaiknya diambil melalui persetujuan penderita; dengan mendasarkan pertimbangan pada kombinasi dari frekuensi, durasi, tingkat keparahan, dan resistensi dari serangan akut yang dialami, termasuk juga keinginan penderita. Penderita yang mengalami serangan yang tidak responsif menggunakan obat-obat untuk serangan akut serta serangan yang mengakibatkan disabilitas yang signifikan merupakan kandidat untuk mendapatkan terapi preventif. Pertimbangan yang memiliki probabilitas lebih baik untuk memutuskan memulai terapi preventif ketimbang menunggu keadaan menjadi lebih buruk meliputi serangan migrain menunjukkan frekuensi sekurang-kurangnya duakali per bulan, penderita berisiko mengalami rebound headache, atau catatan migraine diary yang dibuat oleh penderita menunjukkan trend yang jelas adanya peningkatan frekuensi serangan.Secara umum, apabila jumlah hari nyeri kepala terjadi sebanyak satu sampai dua hari per bulan, umumnya tidak memerlukan terapi preventif; namun apabila mencapai tiga sampai empat hari per bulan, maka terapi preventif perlu menjadi pertimbangan; dan apabila jumlah hari nyeri kepala mencapai lima hari atau lebih per bulan, maka terapi preventif harus menjadi pertimbangan yang serius. Pilihan medikamentosa disajikan pada Tabel 3, dan pembuktian penggunaannya telah mendapatkan penelusuran luas.46 Seringkali dosis yang dibutuhkan dalam upaya menurunkan frekuensi serangan nyeri kepala dapat sampai menimbulkan efek samping yang nyata dan tidak dapat ditoleransi penderita. Masing-masing obat pilihan harus dimulai pemberiannya dengan dosis rendah, dan dosis selanjutnya perlu dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimum; dalam hal ini penderita perlu diberitahukan bahwa pendekatan terapeutik seperti ini seringkali memperpanjang waktu tercapainya efikasi yang diharapkan.

Rata-rata, sebanyak duapertiga penderita yang mendapatkan salah satu dari obat-obatan dalam Tabel 3 tersebut di atas akan mengalami penurunan frekuensi serangan sakit kepala sebanyak 50%. Klinisi perlu menjelaskan efek samping dari obat-obatan tersebut di atas serta melibatkan penderita dalam proses pengambilan keputusan pengobatan. Hindari penggunaan methysergide, setidak-tidaknya pada permulaan penanganan, oleh karena potensi komplikasinya yang berupa fibrosis52,53; dan menerangkan pula potensi teratogenik dari divalproex (valproate). 54Terapi Serangan Akut

a. Analgetik dan Nonsteroidal Antiinflammatory DrugsPada banyak penderita, migrain menunjukkan respon yang baik menggunakan terapi sederhana yang diberikan pada waktu serangan. Terdapat sejumlah kunci bagi keberhasilan penggunaan analgetik dan NSAID, setelah terlebih dahulu mempertimbangkan keinginan penderita dan kontraindikasi. Obat harus diminum sesegera mungkin begitu komponen nyeri kepala dari serangan mulai dirasakan.55 Dosis obat harus adekuat, sebagai contoh, 900 mg aspirin,56,57 1000 mg acetaminophen,58 500 sampai 1000 mg naproxen,59 400 sampai 800 mg ibuprofen,60 atau kombinasinya dengan dosis yang memadai.61,62 Penambahan menggunakan antiemetik atau obat yang meningkatkan motilitas gaster dapat meningkatkan absorpsi obat utama, sehingga juga akan membantu meredakan serangan.57,63,64 Penggunaan yang terlalu sering dari kelompok obat-obatan ini harus dihindari. Sebagai contoh, penggunaan tidak boleh melebihi dua sampai tiga hari dalam seminggu, dan catatan harian (headache diary) penderita perlu diperiksa dan dipantau untuk mengetahui adanya peningkatan penggunaan obat-obatan. Yang penting diketahui adalah bahwa tingkat keparahan serangan migrain dan responnya terhadap pengobatan dapat berubah-ubah; sehingga suatu ketika penderita dapat hanya memerlukan satu macam obat, sementara di lain waktu dapat memerlukan sejumlah macam obat untuk mengatasi serangan yang lebih berat.

Hindari penggunaan golongan opiat, oleh karena obat ini hanya meredam nyeri tanpa menekan mekanisme patofisiologi yang melatarbelakangi serangan, dan seringkali menimbulkan gangguan kognitif; penggunaannya juga dapat menimbulkan adiksi, serta pada sebagian besar penderita tidak memberikan dampak yang melebihi obat spesifik untuk migrain (migraine-specific therapy). b. Derivat ErgotKelebihan umum dari derivat ergot (ergotamine dan dihydroergotamine) adalah biaya pengobatan yang rendah dan pengalaman dari sejarah panjang penggunaannya.65,66 Kekurangannya adalah aspek farmakologinya yang kompleks, farmakokinetiknya yang sulit diperhitungkan, kurangnya pembuktian mengenai dosis yang efektif, efek vasokonstriktor menyeluruhnya yang bersifat poten dan menetap, yang dapat menimbulkan gangguan vaskular yang merugikan, serta adanya resiko tinggi terjadinya overuse syndromes dan rebound headaches. 66c. TriptanDibandingkan dengan derivat ergot, golongan triptan memiliki banyak kelebihanterutama, farmakologi yang bersifat selektif, farmakokinetik yang jelas dan konsisten, aturan penggunaan yang telah menjalani pembuktian (evidence-based prescription instructions), efikasi yang telah dibuktikan melalui sejumlah uji klinis, efek samping berderajat sedang, dan tingkat keamanan pemakaian yang telah diketahui. Kekurangan yang paling penting dari golongan triptan adalah biaya pengobatan yang tinggi dan keterbatasan penggunaannya pada keadaan adanya penyakit kardiovaskular.

Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1Dreceptor agonists. Golongan obat ini ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migrain yang mendapatkan adanya suatu atypical 5-HT receptor. Melalui aktivasi terhadap novel receptor ini terbukti dapat menutup anastomosis dari arteriovenosa kranialis, di mana reseptor ini secara in vivo diketahui memiliki distribusi anatomis sangat terbatas. Dewasa ini telah dikenal terdapat tujuh subkelas utama dari 5-HT receptors kelas 1 sampai 7. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1B/1D, serta dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A atau 5-HT1F. Tampaknya, aktivitas 5-HT1B/1Dagonist merupakan mekanisme utama dari efek therapeutik golongan triptan, meskipun mekanisme kerja pada reseptor 5-HT1F belumlah disingkirkan.Triptan memiliki tiga mekanisme kerja yang potensial, meliputi vasokonstriksi kranial, inhibisi neuronal perifer, dan inhibisi terhadap transmisi yang melewati second-order neurons dari trigeminocervical complex. Mekanisme mana di antara ketiganya yang berperan paling penting belumlah jelas. Ketiga mekanisme kerja tersebut menghambat efek yang ditimbulkan oleh teraktivasinya serabut aferen nosiseptif trigeminal (activated nociceptive trigeminal afferents); melalui mekanisme inilah triptan menghentikan serangan akut migraine (Gambar 2).

Gambar 2. Kemungkinan cara kerja triptan pada sistem trigeminovaskular

Dalam praktik klinis rutin terdapat lima macam triptan: sumatriptan, naratriptan, rizatriptan, zolmitriptan, dan almotriptan. Eletriptan baru saja disetujui penggunaannya di Eropa; frovatriptan masih menunggu persetujuan penggunaannya; sedangkan donitriptan masih menjalani pengujian preklinik. Selama berlangsungnya serangan migrain, banyak obat mengalami penundaan absorpsi, sehingga sangat mungkin pemberian dengan metode nonoral lebih menguntungkan, seperti pemberian melalui nasal sprays, inhalers, suppositoria, atau injeksi. Namun demikian, kebanyakan penderita lebih menyukai preparat oral, yang merupakan 80% dari keseluruhan peresepan triptan. Sumatriptan juga tersedia dalam bentuk sediaan injeksi subkutan, rektal, dan intranasal.

Sangatlah penting membedakan tingkat keamanan dan tolerabilitas obat dalam membicarakan terapi migrain akut. Tolerabilitas adalah efek samping obat yang secara medis tidak membahayakan namun secara klinis menimbulkan keluhan, seperti kesemutan, kemerahan pada wajah (flushing), dan perasaan seperti ditekan. Ssedangkan keamanan obat adalah penilaian berdasarkan laporan mengenai efek samping yang secara medis membahayakan. Oleh karena efek samping yang berhubungan dengan keamanan dapat jarang dijumpai, maka tingkat keamanan suatu obat memerlukan penilaian melalui uji klinis skala besar. Triptan berbeda-beda satu dengan lainnya dalam hal tolerabilitas, namun tidak dalam hal tingkat keamanannya. Efek samping yang paling sering adalah kesemutan, paresthesia, dan rasa hangat pada kepala, leher, dada, dan ekstremitas; efek samping yang lebih jarang adalah dizziness, kemerahan pada wajah, dan nyeri atau kaku leher. Triptan dapat menimbulkan konstriksi arteri koronaria dan dapat mengakibatkan keluhan pada dada, terkadang sangat menyerupai angina pectoris. Keluhan seperti ini dapat merupakan tanda peringatan; dengan demikian penilaian kardiovaskular sangat penting menjadi pertimbangan sebelum penggunaan. Penderita yang kedapatan mengalami keluhan tersebut jarang berakhir dengan masalah serius. Namun demikian, meskipun jarang terjadi, terapi menggunakan triptan pernah dilaporkan menimbulkan infark miokardial. Data ini menjadikan peringatan umum mengenai tingkat keamanan dari golongan triptan. Data tersebut didukung oleh studi farmakologis in vitro yang membuktikan potensi triptan dalam menimbulkan konstriksi pembuluh darah koroner pada manusia, meskipun ergotamine dan dihydroergotamine memiliki efek serupa yang lebih poten dan bertahan lebih lama ketimbang triptan. Terbukti jelas pula melalui anatomical studies menggunakan antibodi yang selektif terhadap reseptor 5-HT1B atau 5-HT1D manusia bahwa reseptor 5-HT1B berada terutama pada sirkulasi kranial namun juga ditemukan berada pada sirkulasi koroner.BAB III

KESIMPULAN

1. Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.2. Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (IHS):a. Migrain tanpa aura (common migrain)b. Migrain dengan aura (classic migrain)c. Migrain dengan prolonged aurad. Basilar migrain

e. Migrain aura without headache

f. Benign paroxysmal vertigo of childhood

g. Migrainous infraction

h. Migrain oftalmoplegiki. Migrain hemiplegic familialj. Migrain retinalk. Migrain yang berhubungan dengan intracranial

3. Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas:

a. Mengurangi faktor resikob. Terapi farmaka dengan memakai obatc. Terapi nonfarmakaDAFTAR PUSTAKA

1. Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.

2. Lance JW, Goadsby PJ. Mechanism and management of headache. 6th ed. Boston: ButterworthHeinemann, 1998.

3. Silberstein SD, Lipton RB, Goadsby PJ. Headache in clinical practice. Oxford, England: Isis Medical Media, 1998

4. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press. Yogyakarta.

5. Dahlem M., Podoll K. 2007. Migrain Headache. http://www.migrain-aura.com/content/e27892/index_en.html

6. Benson AG, Robbins W. 2006. Migrain Associated Vertigo. http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm

7. Stewart WF, Lipton RB, Celentano DD, Reed ML. Prevalence of migraine headache in the United States: relation to age, income, race and other sociodemographic factors. JAMA 1992;267:64-69

8. Rasmussen BK, Olesen J. Symptomatic and nonsymptomatic headaches in a general population. Neurology 1992;42:1225-1231

9. Steiner TJ, Stewart WF, Kolodner K, Liberman J, Lipton RB. Epidemiology of migraine in England. Cephalalgia 1999;19:305-306 abstract.

10. Olesen J, Tfelt-Hansen P, Welch KMA. The headaches. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000.

11. Lance JW. Headache and face pain. Med J Aust 2000;172:450-455

12. Launer LJ, Terwindt GM, Ferrari MD. The prevalence and characteristics of migraine in a population-based cohort: the GEM study. Neurology 1999;53:537-5

13. Ophoff RA, Terwindt GM, Frants RR, Ferrari MD. P/Q-type Ca2+ channel defects in migraine, ataxia and epilepsy. Trends Pharmacol Sci 1998;19:121-12714. Goadsby PJ. Pathophysiology of headache. In: Silberstein SD, Lipton RB, Dalessio DJ, eds. Wolff's headache and other head pain. 7th ed. Oxford, England: Oxford University Press, 2001:57-72.

15. May A, Goadsby PJ. The trigeminovascular system in humans: pathophysiologic implications for primary headache syndromes of the neural influences on the cerebral circulation. J Cereb Blood Flow Metab 1999;19:115-127

16. Ophoff RA, Terwindt GM, Vergouwe MN, et al. Familial hemiplegic migraine and episodic ataxia type-2 are caused by mutations in the Ca2+ channel gene CACNL1A4. Cell 1996;87:543-552

17. Terwindt GM, Ophoff RA, van Eijk R, et al. Involvement of the CACNA1A gene containing region on 19p13 in migraine with and without aura. Neurology 2001;56:1028-1032

18. Gowers WR. A manual of diseases of the nervous system. Philadelphia: P. Blakiston, 1888.

19. Goadsby PJ. Migraine, aura, and cortical spreading depression: why are we still talking about it? Ann Neurol 2001;49:4-6

20. Weiller C, May A, Limmroth V, et al. Brain stem activation in spontaneous human migraine attacks. Nat Med 1995;1:658-660

21. Bahra A, Matharu MS, Buchel C, Frackowiak RSJ, Goadsby PJ. Brainstem activation specific to migraine headache. Lancet 2001;357:1016-1017

22. Leao AAP. Spreading depression of activity in the cerebral cortex. J Neurophysiol 1944;7:359-390

23. Olesen J, Larsen B, Lauritzen M. Focal hyperemia followed by spreading oligemia and impaired activation of rCBF in classic migraine. Ann Neurol 1981;9:344-352

24. Woods RP, Iacoboni M, Mazziotta JC. Bilateral spreading cerebral hypoperfusion during spontaneous migraine headache. N Engl J Med 1994;331:1689-1692

25. Sanchez del Rio M, Bakker D, Wu O, et al. Perfusion weighted imaging during migraine: spontaneous visual aura and headache. Cephalalgia 1999;19:701-707

26. Cutrer FM, Sorensen AG, Weisskoff RM, et al. Perfusion-weighted imaging defects during spontaneous migrainous aura. Ann Neurol 1998;43:25-31

27. Lauritzen M. Pathophysiology of the migraine aura: the spreading depression theory. Brain 1994;117:199-210

28. Hadjikhani N, Sanchez Del Rio M, Wu O, et al. Mechanisms of migraine aura revealed by functional MRI in human visual cortex. Proc Natl Acad Sci U S A 2001;98:4687-4692

29. Olesen J, Friberg L, Olsen TS, et al. Timing and topography of cerebral blood flow, aura, and headache during migraine attacks. Ann Neurol 1990;28:791-798

30. Cao Y, Welch KMA, Aurora S, Vikingstad EM. Functional MRI-BOLD of visually triggered headache in patients with migraine. Arch Neurol 1999;56:548-554

31. McNaughton FL, Feindel WH. Innervation of intracranial structures: a reappraisal. In: Rose FC, ed. Physiological aspects of clinical neurology. Oxford, England: Blackwell Scientific, 1977:279-93.

32. Martins IP, Baeta E, Paiva T, Campos J, Gomes L. Headaches during intracranial endovascular procedures: a possible model of vascular headache. Headache 1993;33:227-233

33. Nichols FT III, Mawad M, Mohr JP, Hilal S, Adams RJ. Focal headache during balloon inflation in the vertebral and basilar arteries. Headache 1993;33:87-89

34. Cushing H. The sensory distribution of the fifth cranial nerve. Bull Johns Hopkins Hosp 1904;15:213-232

35. Penfield W, McNaughton F. Dural headache and innervation of the dura mater. Arch Neurol Psychiatr 1940;44:43-75

36. Feindel W, Penfield W, McNaughton F. The tentorial nerves and localization of intracranial pain in man. Neurology 1960;10:555-563

37. Arbab MA-R, Wiklund L, Svendgaard NA. Origin and distribution of cerebral vascular innervation from superior cervical, trigeminal and spinal ganglia investigated with retrograde and anterograde WGA-HRP tracing in the rat. Neuroscience 1986;19:695-708

38. Hoskin KL, Zagami A, Goadsby PJ. Stimulation of the middle meningeal artery leads to bilateral Fos expression in the trigeminocervical nucleus: a comparative study of monkey and cat. J Anat 1999;194:579-588

39. Goadsby PJ, Hoskin KL. The distribution of trigeminovascular afferents in the nonhuman primate brain Macaca nemestrina: a c-fos immunocytochemical study. J Anat 1997;190:367-375

40. Kerr FWL. A mechanism to account for frontal headache in cases of posterior-fossa tumors. J Neurosurg 1961;18:605-609

41. Goadsby PJ, Knight YE, Hoskin KL. Stimulation of the greater occipital nerve increases metabolic activity in the trigeminal nucleus caudalis and cervical dorsal horn of the cat. Pain 1997;73:23-28

42. Bartsch T, Goadsby PJ. Stimulation of the greater occipital nerve (GON) enhances responses of dural responsive convergent neurons in the trigemino-cervical complex in the rat. Cephalalgia 2001;21:401-402 abstract.

43. Goadsby PJ, Edvinsson L, Ekman R. Vasoactive peptide release in the extracerebral circulation of humans during migraine headache. Ann Neurol 1990;28:183-187

44. Moskowitz MA, Cutrer FM. Sumatriptan: a receptor-targeted treatment for migraine. Annu Rev Med 1993;44:145-154

45. May A, Shepheard S, Wessing A, Hargreaves RJ, Goadsby PJ, Diener HC. Retinal plasma extravasation in animals but not in humans: implications for the pathophysiology of migraine. Brain 1998;121:1231-1237

46. May A, Buchel C, Turner R, Goadsby PJ. Magnetic resonance angiography in facial and other pain: neurovascular mechanisms of trigeminal sensation. J Cereb Blood Flow Metab 2001;21:1171-1176

47. Silberstein SD, Rosenberg J. Multispecialty consensus on diagnosis and treatment of headache. Neurology 2000;54:1553-1553

48. Welch KMA. Drug therapy of migraine. N Engl J Med 1993;329:1476-1483

49. Lipton RB, Stewart WF, Cady R, et al. 2000 Wolfe Award: sumatriptan for the range of headaches in migraine sufferers: results of the Spectrum Study. Headache 2000;40:783-791

50. Harrison SD, Balawi SA, Feinmann C, Harris M. Atypical facial pain: a double-blind placebo-controlled crossover pilot study of subcutaneous sumatriptan. Eur Neuropsychopharmacol 1997;7:83-88

51. Jhee SS, Salazar DE, Ford NF, Fulmor IE, Sramek JJ, Cutler NR. Monitoring of acute migraine attacks: placebo response and safety data. Headache 1998;38:35-38

52. Graham JR, Suby HI, LeCompte PR, Sadowsky NL. Fibrotic disorders associated with methysergide therapy for headache. N Engl J Med 1966;274:359-368

53. Graham JR. Cardiac and pulmonary fibrosis during methysergide therapy for headache. Am J Med Sci 1967;254:1-12

54. Silberstein SD. Divalproex sodium in headache: literature review and clinical guidelines. Headache 1996;36:547-555

55. Cady RK, Sheftell F, Lipton RB, et al. Effect of early intervention with sumatriptan on migraine pain: retrospective analyses of data from three clinical trials. Clin Ther 2000;22:1035-1048

56. Tfelt-Hansen P, Henry P, Mulder LJ, Scheldewaert RG, Schoenen J, Chazot G. The effectiveness of combined oral lysine acetylsalicylate and metoclopramide compared with oral sumatriptan for migraine. Lancet 1995;346:923-926

57. Tfelt-Hansen P, Olesen J. Effervescent metoclopramide and aspirin (Migravess) versus effervescent aspirin or placebo for migraine attacks: a double-blind study. Cephalalgia 1984;4:107-111

58. Lipton RB, Baggish JE, Stewart WF, Codispoti JR, Fu M. Efficacy and safety of acetaminophen in the nonprescription treatment of migraine: results of a randomized, double-blind, placebo-controlled, population-based study. Arch Intern Med 2000;160:3486-3492

59. Welch KMA. Naproxen sodium in the treatment of migraine. Cephalalgia 1986;6:Suppl 4:85-92

60. Kellstein DE, Lipton RB, Geetha R, et al. Evaluation of a novel solubilized formulation of ibuprofen in the treatment of migraine headache: a randomized, double-blind, placebo-controlled, dose-ranging study. Cephalalgia 2000;20:233-243

61. Lipton RB, Stewart WF, Ryan RE Jr, Saper J, Silberstein S, Sheftell F. Efficacy and safety of acetaminophen, aspirin, and caffeine in alleviating migraine headache pain: three double-blind, randomized, placebo-controlled trials. Arch Neurol 1998;55:210-217

62. Goldstein J, Hoffman HD, Armellino JJ, et al. Treatment of severe, disabling migraine attacks in an over-the-counter population of migraine sufferers: results from three randomized, placebo-controlled studies of the combination of acetaminophen, aspirin, and caffeine. Cephalalgia 1999;19:684-691

63. Volans GN. Absorption of effervescent aspirin during migraine. Br Med J 1974;4:265-268

64. Cottrell J, Mann SG, Hole J. A combination of ibuprofen lysine (IBL) and domperidone maleate (DOM) in the acute treatment of migraine:a double-blind study. Cephalalgia 2000;20:269-269 abstract.

65. Appropriate use of ergotamine tartrate and dihydroergotamine in the treatment of migraine and status migrainosus (summary statement): report of the Quality Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology 1995;45:585-587

66. Tfelt-Hansen P, Saxena PR, Dahlof C, et al. Ergotamine in the acute treatment of migraine: a review and European consensus. Brain 2000;123:9-18

67. Welch KMA, Mathew NT, Stone P, Rosamond W, Saiers J, Gutterman D. Tolerability of sumatriptan: clinical trials and post-marketing experience. Cephalalgia 2000;20:687-695[Erratum, Cephalalgia 2001;21:164-5.

68. Humphrey PPA, Feniuk W, Perren MJ, Beresford IJM, Skingle M, Whalley ET. Serotonin and migraine. Ann N Y Acad Sci 1990;600:587-598

69. Sicuteri F, Testi A, Anselmi B. Biochemical investigations in headache: increase in hydroxyindoleacetic acid excretion during migraine attacks. Int Arch Allergy Appl Immunol 1961;19:55-58

70. Curran DA, Hinterberger H, Lance JW. Total plasma serotonin,5-hydroxyindoleacetic acid and p-hydroxy-m-methoxymandelic acid excretion in normal and migrainous subjects. Brain 1965;88:997-1010

71. Anthony M, Hinterberger H, Lance JW. Plasma serotonin in migraine and stress. Arch Neurol 1967;16:544-552

72. Kimball RW, Friedman AP, Vallejo E. Effect of serotonin in migraine patients. Neurology 1960;10:107-111

73. Lance JW, Anthony M, Hinterberger H. The control of cranial arteries by humoral mechanisms and its relation to the migraine syndrome. Headache 1967;7:93-102

74. Johnston BM, Saxena PR. The effect of ergotamine on tissue blood flow and the arteriovenous shunting of radioactive microspheres in the head. Br J Pharmacol 1978;63:541-549

75. Feniuk W, Humphrey PPA, Perren MJ. The selective carotid arterial vasoconstrictor action of GR43175 in anaesthetized dogs. Br J Pharmacol 1989;96:83-90

76. Hoyer D, Clarke DE, Fozard JR, et al. International Union of Pharmacology classification of receptors for 5-hydroxytryptamine (serotonin). Pharmacol Rev 1994;46:157-203

77. Goldstein DJ, Roon KI, Offen WW, et al. Selective serotonin 1F (5-HT1F) receptor agonist LY334370 for acute migraine: a randomised controlled trial. Lancet 2001;358:1230-1234

78. Pregenzer JF, Alberts GL, Im WB, et al. Differential pharmacology between the guinea-pig and the gorilla 5-HT1D receptor as probed with isochromans (5-HT1D-selective ligands). Br J Pharmacol 1999;127:468-472

79. Gomez-Mancilla B, Cutler NR, Leibowitz MT, et al. Safety and efficacy of PNU-142633, a selective 5-HT1D agonist, in patients with acute migraine. Cephalalgia 2001;21:727-732

80. Fleishaker JC, Pearson LK, Knuth DW, et al. Pharmacokinetics and tolerability of a novel 5-HT1D agonist, PNU-142633F. Int J Clin Pharmacol Ther 1999;37:487-492

81. Goadsby PJ. The pharmacology of headache. Prog Neurobiol 2000;62:509-525

82. Humphrey PPA, Goadsby PJ. The mode of action of sumatriptan is vascular? A debate. Cephalalgia 1994;14:401-410

83. John GW, Perez M, Pawels PJ, Le Grand B, Verscheure Y, Colpaert FC. Donitriptan, a unique high efficacy 5-HT1B/1D agonist: key features and acute antimigraine potential. CNS Drug Rev 2000;6:278-289

84. Lipton RB, Stewart WF. Acute migraine therapy: do doctors understand what patients with migraine want from therapy? Headache 1999;39:Suppl 2:S20-S26

85. The Subcutaneous Sumatriptan International Study Group. Treatment of migraine attacks with sumatriptan. N Engl J Med 1991;325:316-321

86. Tepper SJ, Cochran A, Hobbs S, Woessner M. Sumatriptan suppositories for the acute treatment of migraine. Int J Clin Pract 1998;52:31-35

87. Dahlof C. Sumatriptan nasal spray in the acute treatment of migraine: a review of clinical studies. Cephalalgia 1999;19:769-77821