Refarat Polisitemia Vera Arif

29
1 BAB 1 PENDAHULUAN Polisitemia Vera adalah suatu keganasan derajat rendah sel-sel induk hematopoitik dengan karakteristik peningkatan jumlah eritrosit absolut dan volume darah total, biasanya disertai lekositosis, trombositosis dan splenomegali. Polisitemia Vera dapat mengenai semua umur, sering pada pasien berumur 40-60 tahun, dengan perbandingan antara pria dan wanita 2:1, di Amerika Serikat angka kejadiannya ialah 2,3 per 100.000 penduduk dalam setahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadiannya. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras / bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi pada orang Yahudi. Sejarah Polisitemia Vera dimulai tahun 1892 ketika Louis Hendri Vaquez pertama kali menjelaskan Polisitemia Vera pada pasien dengan tanda eritrositosis dan hepatosplenomegali.Kemudian tahun 1951 William

description

belajar bersama

Transcript of Refarat Polisitemia Vera Arif

16

BAB 1

PENDAHULUANPolisitemia Vera adalah suatu keganasan derajat rendah sel-sel induk hematopoitik dengan karakteristik peningkatan jumlah eritrosit absolut dan volume darah total, biasanya disertai lekositosis, trombositosis dan splenomegali.

Polisitemia Vera dapat mengenai semua umur, sering pada pasien berumur 40-60 tahun, dengan perbandingan antara pria dan wanita 2:1, di Amerika Serikat angka kejadiannya ialah 2,3 per 100.000 penduduk dalam setahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadiannya. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras / bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi pada orang Yahudi.

Sejarah Polisitemia Vera dimulai tahun 1892 ketika Louis Hendri Vaquez pertama kali menjelaskan Polisitemia Vera pada pasien dengan tanda eritrositosis dan hepatosplenomegali.Kemudian tahun 1951 William Dameshek mengklasifikasikan Polisitemia Vera, Trombositosis Esensial dan Mielofibrosis Idiopatik sebagai Penyakit Mieloproliferatif.Dan baru tahun 1970 Polycythemia Vera Study Group (PVSG) membuat kriteria diagnosis Polisitemia Vera atas Kriteria Mayor dan Kriteria Minor.

Etiopatogenesis Polisitemia Vera belum sepenuhnya dimengerti, suatu penelitian sitogenetik menemukan adanya kelainan molekular yaitu adanya kariotip abnormal di sel induk hematopoisis.yaitukariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8, trisomi 9. Dan tahun 2005 ditemukan mutasi JAK2V617F, yang merupakan hal penting pada etiopatogenesis Polisitemia Vera.4

Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan menurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis danpenurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ menyebabkan iskemia / infark seperti di otak, mata, telingga, jantung, paru, dan ekstremitas.

Diagnosis Polisitemia Vera ditegakkan dengan menggunakan kriteria diagnosis berdasarkan Polycythemia Vera Study Group (PVSG) yang terdiri dari Kriteria Mayor dan Kriteria Minor.

Permasalahan pada Polisitemia veraadalah dalam penatalaksanannya, karena penatalaksanaan Polisitemia Vera yang optimal masih kontroversial, dan tidak ada terapi tunggal untuk Polisitemia Vera. Tujuan utama terapi adalah mencegah terjadinya trombosis.PVSG merekomendasikan plebotomoi pada semua pasien yang baru didiagnosis untuk mempertahankan hematokrit < 45 %, dan untuk mengontrol gejala.Untuk terapi jangka panjang ditentukan berdasarkan status klinis pasien.

Sejak ditemukan mutasi JAK2V617F tahun 2005 terjadi perkembangan baru dalam kriteria diagnosis dan juga dalam pengobatan, revisi kriteria diagnosis dengan memasukkan pemeriksaan JAK2V617F sebagai salah satu kriteria diagnosis sehingga diagnosis Polisitemia Vera menjadi lebih mudah, dimana mutasi JAK2V617F ditemukan pada sebagian besar pasien Polisitemia Vera 90% dan 50% pasien Trombositosis Esensial dan Mielofibrosis Idiopatik. Setelah penemuan mutasi JAK2V617F mulailah berkembang terapi anti JAK2 untuk menghambat mutasi JAK2V617F sebagai target terapi seperti yang dilaporkan tahun 2007 pada pertemuan American Society of Hematology.Penelitian klinik mulai dikembangkan, salah satu anti JAK2 yang sekarang digunakan adalah suatu Tirosin Kinase Inhibitor seperti Imatinib dan Erlotinib.

Dengan penemuan mutasi JAK2V617F terjadi revisi kriteria diagnosis Polisitemia Vera sehingga diagnosis menjadi mudah dan dengandikembangkannya terapi anti JAK2 sehingga terapi Polisitemia Vera lebih optimal dan angka harapan hidup pasien Polisitemia Vera menjadi lebih meningkat, untuk itulah penulis membuat tinjauan kepustakaan ini.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiPolisitemia vera adalah suatu penyakit dimana terdapat hipervolumia, peningkatan jumlah eritrosit dan hiperplasia sel-sel hemopoetik dengan proporsi yang masih normal. Dikenal juga dengan nama penyakit Osler, penyakit Vaquez, dan polisitemia vera rubra.Polisitemia vera merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang.

Polisitemia vera merupakan penyakit mieloproliferatif yang terjadi akibat ekspansi klonal sel induk hematopoetik yang mengalami transformasi disertai pembentukan berlebihan eritrosit dan ekspansi unsur granulositik dan mega kariositik.

Polisitemia vera merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang.

Polisitemia vera adalah keadaan seperti tumor dari organ yang menghasilkan sel darah merah, hal ini akan menyebabkan produksi yang berlebihan dari sel darah merah, diikuti produksi yang berlebihan dari sel darah putih dan platelet.

2.2 EpidemiologiPolisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, walaupun kadang-kadang ditemukan ( 5% pada mereka yang berusia lebih muda. Angka kejadian polisitemia vera ialah 7/1.000.000 penduduk dalam setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras atau bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria didapatkan dua kali lebih banyak daripada wanita.

Polisitemia vera biasanya muncul pada usia pertengahan akhir, dan terdapat sedikit predominansi laki-laki, relatif jarang ditemukan pada orang kulit hitam dan frekuensinya meningkat pada orang Yahudi keturunan Eropa. Adapun kasus polisitemia vera pada kembar monozigot (walaupun jarang) dan peningkatan minimal insidensi pada saudara pasien mengisyaratkan peran genetik pada beberapa kasus.2.3 EtiologiEtiologi dari polisitemia vera masih belum diketahui secara pasti apakah disebabkan adanya rangsangan ke sumsum tulang akibat adanya hipoksia atau melalui rangsangan hormonal.2.4 Patofisiologi

Perubahan-perubahan anatomi utama berasal dari peningkatan volume darah dan pengentalan yang dihasilkan oleh eritrositosis. Bendungan yang melimpah pada semua jaringan dan alat tubuh merupakan ciri khas polisitemia vera. Hati membesar dan sering mengandung fokus-fokus metaplasi mieloid. Limpa juga agak membesar, mencapai 250 sampai 300 gram, dan sangat kenyal. Sinus-sinus limpa dipadati oleh sel darah merah, seperti juga semua pembuluh darah limpa. Pembuluh darah utama secara seragam melebar, biasanya karena pengentalan darah yang kekurangan oksigen.

Akibat peningkatan kekentalan dan bendungan vaskuler, trombosis dan infark sering terjadi paling sering mengenai jantung, limpa dan ginjal. Perdarahan terjadi pada kira-kira sepertiga penderita, mungkin karena pelebaran pembuluh darah dan kelainan fungsi trombosit. Biasanya mengenai saluran pencernaan, orofaring atau otak. Meskipun dikatakan perdarahan ini kadang-kadang terjadi spontan, lebih sering terjadi setelah berbagai trauma minor ataupun tindakan bedah. Ulkus peptikum dinyatakan pada kira-kira seperlima penderita.Polisitemia vera sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya (eritropoetin serum < 4 mu/mL).(UI)

Penyakit polisitemia vera juga berkaitan dengan proliferasi berlebihan prekursor eritroid, granulositik dan megakariositik. Di sini eritrositosis merupakan manifestasi primer. Konsentrasi eritropoetin dalam serum pada polisitemia vera rendah tetapi tidak menghilang. Prekursor eritroid pada pasien Polisitemia berespon terhadap eritropoetin dan mungkin hipersensitif terhadap kerja hormon ini. Sel sumsum tulang dari pasien polisitemia vera membentuk koloni prekursor eritroid dalam biakan tanpa ditambahkan eritropoetin. Fenomena ini jarang dijumpai pada penyakit lain. Banyak dari pembentukan koloni eritroid endogen pada polisitemia vera ini dihambat oleh penambahan antibodi terhadap eritropoetin, yang mengisyaratkan peningkatan kepekaan terhadap eritropoetin. Namun sebagian pembentukan sel darah merah pada polisitemia vera mungkin autonom dalam kaitannya dengan eritropoetin. Selain itu terdapat peningkatan progenitor mieloid dan megakariositik di sumsum tulang, yang mengisyaratkan bahwa panmielosis pada polisitemia vera ditandai oleh ekspansi cadangan sel prekursor.

Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai hematokrit. Terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma dapat mencapai > 49% pada wanita (kadar Hb > 16 mg/dL) dan > 52% pada pria (kadar Hb > 17 mg/dL), serta di dapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit > 6 juta/mL).

Adapun perjalanan klinis pasien polisitemia vera adalah :(UI)a. Fase eritrositik atau fase polisitemia.

Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini di dapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal.

b. Fase burn out ( terbakar habis ) atau spent out ( terpakai habis ).

Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.

c. Fase mielofibrotik

Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasi mieloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal.

d. Fase terminal

Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh kompilasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena meilofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. 2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena

terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa 1.2 1. Hiperviskositas

Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan :

Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.

Penurunan laju transport oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.

2. Penurunan shear rate.

Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan walaupun jumlah trombosit > 450.000/mm3. Perdarahan terjadi pada 10 - 30 % kasus Polisitemia Vera, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis dan perdarahan gastrointestinal.

3. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).

Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada Polisitemia Vera tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis.

4. Basofilia

Lima puluh persen kasus Polisitemia Vera datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningkatan kadar histamin.

5. Splenomegali

Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien Polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular

6. Hepatomegali

Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% Polisitemia Vera. Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

7. Gout.

Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuentrasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju fitrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia .

8. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat.

Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada 30% kasus Polisitemis Vera karena penggunaan untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (Unsaturated B12 Binding Capacity) dijumpai meningkat > 75% kasus.

9. Muka kemerah-merahan (Plethora )

Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva hiperemis sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.

10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa,

vertigo, tinitus, perasaan panas.

11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena

peningkatan viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah

arteri. Pasien Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahan

waktu operasi atau trauma.2.6Diagnosa

Sebagai suatu kelainan mieloproliferatif, polisitemia vera dapat memberikan kesulitan dengan berbagai keadaan lainnya (polisitemia sekunder). Karena kompleksnya penyakit ini, International Polycythemia Study Group menetapkan 2 kriteria pedoman dalam menegakkan diagnosis polisitemia vera menjadi 2 kategori yaitu :

Kategori A

1. Pembesaran massa sel darah merah yang khas. Pada pria 36 mL/kg, dan pada wanita 32 mL/kg.

2. Saturasi oksigen darah arteri 92 %

3. Splenomegali.

Kategori B

1. Trombositosis > 400.000 / mikroliter

2. Leukositosis > 12.000 / mikroliter ( tidak ada penyakit )

3. Peningkatan skor fosfatase alkalin leukosit (LAF) > 100, tanpa adanya demam atau infeksi.

4. Kadar vitamin B12 serum > 900 pg/mL atau kapasitas pengikat vitamin B12 > 2200 pg/mL.

Diagnosis polisitemia vera jika : A1+A2+A3 atau A1+A2 + 2 faktor kategori B.2.7 Diagnosa Bandinga. Polisitemia Sekunder

Biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah lekosit dan trombosit, pada pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit menurun (pada PV normal). Kadar alkali fosfatase normal (pada PV meningkat). Pada polisitemia sekunder biasanya didapatkan kelainan dasar penyakit seperti kelainan jantung bawaan, arterio venous shunt, penyakit paru obstruktif menahun. Penyebab lain yang jarang dijumpai seperti tumor otak, tumor ginjal, cushing sindrome, dan lain-lain. Hipoksemia biasanya disertai dengan sianosis dan clubbing.

Pada polisitemia sekunder biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah leukosit dan trombosit. Oleh karenanya M:E rasio dalam sumsum tulang berubah. Pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit di dapatkan penurunan, sedangkan kadar LAF normal.

b. Polisitemia RelatifTidak disertai peninggian jumlah lekosit dan trombosit. Terjadi akibat berkurangnya volume plasma karena dehidrasi atau renjatan hipovolemik, tidak terdapat peninggian jumlah leukosit dan trombosit.c. Leukemia Granulositik kronika stadium awal

Terdapat peninggian kadar hb tetapi jumlah eritrosit jarang melebihi angka 6 juta/mL, biasanya jumlah leukosit M:E rasio akan berubah sampai 8:1.

a. Polisitemia Stres

Biasanya ditemukan pada laki-laki dengan hipertensi yang labil. Secara klinis sukar dibedakan dengan polisitemia vera stadium awal, untuk mengetahuinya diperlukan observasi yang agak lama. Pada Polisitemia stres pada riwayat penyakitnya didapatkan adanya riwayat stres emosional.

b. Sindroma Pickwichian

Polisitemia yang terjadi pada obesitas, dimana akan dijumpai sedikit peningkatan jumlah eritrosit, penurunan kapasitas vital, hipertensi, tidak ada splenomegali. Terjadinya polisitemia disebabkan karena adanya hipoventilasi alveoli sebagai akibat diafragma yang kurang dapat bergerak bebas.

c. Mielofibrosis mieloid metaplasia

Biasanya didapatkan eritrosit bentuk tetesan dan pada pemeriksaan sumsum tulang akan menghasilkan suatu dry tap.

d. Hyper thyroidisme

Secara klinis dapat menyerupai polisitemia vera karena ada perasaan panas dan hiperhidrosis.

2.8Komplikasi

a. Trombosis

Terjadi disebabkan oleh karena hiperviskositas, arteriosklerosis dan trombositosis.

b. Perdarahan

Disebabkan karena regangan pembuluh darah akibat adanya hipervolemia dan gangguan fungsi trombosit.

c. Gagal jantung

Disebabkan karena beban jantung terlalu berat akibat dari hipervolemia, hiperviskositas, hipertusi dan kemungkinan infrak miokard akibat trombosis.

d. Leukemia mieloblastik

Sering terjadi pada pasien yang diberikan terapi dengan radioterapi atau fosfor radioaktif.

e. Mielofibrosis

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dapat khemoterapi intensif.

f. Gout dan nefrolithiasis

Disebabkan karena tingginya kadar asam urat.

2.9PenatalaksanaanPrinsip Pengobatan

1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.

2. Menghindari pembedahan efektif pada fase eritrositik atau polisitemia yang belum terkendali.3. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.

4. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :

Trombositosis persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai gejala trombosis.

Leukositosis progresif.

Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik.

Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

Media Pengobatan

1. Flebotomi

Indikasi flebotomi :

Polisitemia vera fase polisitemia

Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht 55%)

Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat penatalaksanaan terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.

Tujuan flebotomi :

Mempertahankan Ht 42 % pada wanita dan 47 % pada pria.

Mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.

Prosedur flebotomi :

1. 250 500 cc darah dikeluarkan dengan blood donor collection set standar setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia lebih dari 55 tahun atau penyakit vascular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik.

2. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah (normal total body iron 5 g). defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia dan astenia cepat hilang dengan pemberian preparat besi.

2. Kemoterapi Sitostatika

Indikasi kemoterapi sitostatika :

Hanya untuk polisitemia vera.

Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan.

Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis.

Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antitistamin.

Splenomegali simtomatik atau mengancam ruptur limpa.

Prosedur pemberian kemoterapi sitostatik :

1. Hidroksiurea (Hydrea @ 500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kg BB/kali, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.

2. Klorambusil (Leukeran @ 2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1 0,2 mg/kg BB/hari selama 3 6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kg BB tiap 2 4 minggu.

3. Busulfan (Myleran @ 2 mg/tablet) 0,06 mg/kg BB/hari atau 1,8 mg/m2/hari, jika telah mencapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.

Pemberian obat dihentikan jika hematokrit :

Pada pria 47% dan memberikannya lagi jika > 52%

Pada wanita 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.

3. Fosfor Radioaktif ( P32 )

P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 secara iv, apabila diberikan peroral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama :

Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.

Tidak mendapatkan hasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.4. Kemoterapi biologi ( Sitokin )

Tujuan pengobatan terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit > 800.000/mm3). Produk biologi yang digunakan Interferon ( (Intron A@ 3 dan 5 juta IU, Roveron A@ 3 dan 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/ subkutan atau IM 3 kali seminggu.

Kebanyakan klinisi mengkombinasikan dengan sitostatik siklofosfamid (Cytoxan@ 25 mg dan 50 mg/tablet) dengan dosis 100 mg/m2/hari, selama 10 14 hari atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000 / mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100 mf/m2 1-2 kali seminggu.

5. Pengobatan Suportif

a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperlihatkan fungsi ginjal.

b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan antitistamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran ultraviolet range A (PUVA).

c. Gastritis atau Ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.

d. Antiagregasi trombosit analgrelide turunan dari quinazolin disebutkan juga dapat menekan trombopoesis.

2.10 Prognosis

Sekitar 30% penderita meninggal karena komplikasi trombosis, yang biasanya mempengaruhi otak dan jantung. Disamping itu, 10 sampai 15% lagi meninggal karena berbagai komplikasi perdarahan.

Pada penderita yang tidak mendapatkan pengobatan, kematian diakibatkan kelainan vaskuler, yang terjadi setelah beberapa bulan diagnosis dibuat. Tetapi bila massa sel darah merah masih bisa dipertahankan mendekati normal melalui flebotomi, kelangsungan hidup median 10 tahun dapat diusahakan.

Prognosis polisitemia vera pada umumnya adalah cukup baik, kecuali apabila sering terjadi komplikasi trombosis, penderita tidak kooperatif terhadap terapi yang diberikan atau apabila ada tanda-tanda gagal jantung.

Penggunaan P32 dan terapi mielosupresif dengan obat alkilasi, walaupun dapat mengontrol penyakit, menyebabkan peningkatan insidensi leukemia akut, dan saat ini terapi tersebut jarang digunakan. Terapi modern kemungkinan menyebabkan perubahan perjalanan penyakit. Dahulu sebagian besar pasien meninggal akibat penyulit kardiovaskular. Leukemia akut dapat timbul pada 2% pasien yang tidak mendapat obat alkilasi atau radioterapi.

DAFTAR PUSTAKA1. Supandiman I,Sumahtri R.Polisitemia Vera.Pedoman diagnosis dan terapi Hematologi Onkologi Medik.2003:83-90.2. Prenggono D.Polisitemia vera. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Penerbit IPD FKUI. 2006:702-705.3. Tefferi A. Polycthemia Vera :A Comprehensive Review and Clinical Recommendations.Mayo Clin Proc.2003;78:174-194.4. James C.The JAK2V617F Mutation in Polycythemia Vera and Other Myeloproliferative Disorders : One Mutation for Three Diseases?. Hematology.2008;3:112-132.5. George TI. Polycythemia Vera.In Chconic Myeloproliferative Syndromes. Wintrobes Atlas of Clinical Hematology.2007;2:104-108.6. Paquette R.Hiller E.The Myieloproliferative Syndromes. Modern Hematology.2007:2:137-150Hillman, Robert S.Polycythemia. Hematology in clinical Practice. 2005 4:137-143.7. Levine RL, Gilliland DG.Myeloproliferative Disorders. Blood.2008;112:2190-2198.8. Mazza, Joseph J.Polycythemia Vera. Myeloproliferative Diseases. Manual of Clinical Hematology.2002:3; 137-142.9. Hillman.Robert S.Kenneth A. Polycythemia. Hematology in Clinical Practice.2005;4:1-25.10. Schafer AI. Molecular basis of the diagnosis and treatment of Polycythemia Vera an Essensial Thrombocythemia. Blood.2006;107:4214-4222.

11. Stuart B J,Viera AJ.Polycythemia Vera.Polycythemia :primary an Secundary.Practical diagnosis of hematologyc disordrers.2000:3;221-227 Mazza, Joseph J.Classification. Myeloproliferative Diseases. Manual of Clinical Hematology.2002:3;93-98.12. Campbell PJ,Green AR.Management of Polycythemia Vera and Essential Thrombocythemia. American Society of Hematology.2005;201-208.13. Sudha S.Jyoti B. Prevalence of JAK 2V617F Mutation in Chronic Myeloproliferative Disorders. Journal of Hematology and Tranfusion Medicine.2008:18;173-174.14. Wernig G. Expression of JAK2V617F cause a Polycythemia vera like disease with associated myelofibrosis. Blood.2006;107:4274-4281.15. Spivak JL, Barosi G. Chronic Myeloproliferative Disorders.Hematology 2003 ;1:200-220.16. Finazzi G,Barbui T.How I treat patients with polycythemia Vera.Blood.2007 :109:5104-511117. Najem Y,Rain JD.Treatment of Polycycthemia Vera used 32 P alone or incombination with maintenance therapy using hydroxyurea in 461patients greater than 65 years of age.Blood.1997:7;2319-2327.18. Ruggeri M. Postsurgery outcomes in patients with polycthemia vera and essential thrombocythemia. Blood.2008:111;666-671.19. Landolfi R,Gennaro LD. Prevention of trombosis in polycythemia veraand essential thrombocyhemia.Hematoliogical.2008:93;331-335.20. Tefferi A. Myeloproliferative Diseases. Hematology 1999. Education Programme and Scientific Supplement of the IX Congress of The International Society of Haematology.Asian Pacific Division. Bangkok, Thailand. 1999;89-98.21. Spivak JL, Silver RT.The revised World Health Organization diagnostic criteria for polycythemia vera, essential thrombocytosis, and primary myelofibrosis.Blood.2008:112;231-239.22. Gangat N. Strand JJ. Pruritus in Polycythemia vera is associated with a lower risk of arterial thrombosis. American Journal of Hematology.2008;83:451-453.23. Shimoda K. Myeloproliferative Disorders. Education Book. The XXXII nd World Congress of The International Society of Hematology. Bangkok, Thailand. 2008; 283-285