PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk fileiv Halaman Persembahan Success is going...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk fileiv Halaman Persembahan Success is going...
i
OPTIMASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)- DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM
FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Novi Chairio
NIM : 088114005
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Halaman Persembahan
Success is going from failure to failure without a loss of enthusiasm -Winston
Always continue the climb. It is possible for you to do whatever you choose, if you first get to know who you are and are willing to work with a power that is greater than ourselves to do it. �
�
�
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan, anugrah dan
bimbingan-Nya yang maha kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Optimasi Metode Kromatografi
Lapis Tipis-Densitometri pada Penetapan Kadar Nikotin dalam Fraksi Klorofrom
Ekstrak Etanolik Daun Tembakau (Nicotiana tabacum L.)”.
Penulis menyadari bahwa penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini
sendiri tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, arahan, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis hendak
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, saran yang sangat membangun, kritik, semangat,
nasihat, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji atas semua arahan,
masukan, dan kritik yang diberikan kepada penulis.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas semua arahan,
masukan, dan kritik yang diberikan kepada penulis.
5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt, selaku ketua laboratorium yang telah
memberikan izin kepada peneliti agar dapat melaksanakan penelitian hingga
selesai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
6. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Farmasi yang telah memberikan
dukungan dan pengalaman yang sangat berharga kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
7. Mas Otok, Mas Bimo, Mas Parlan, Mas Kunto atas bantuannya kepada peneliti
sehingga proses penelitian dapat berjalan lancar.
8. Papa, Mama, Koko, Wiwi, dan Yoko, atas doa dan dukungan yang luar biasa
diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan
naskah skripsi ini.
9. Citra dan Helen, sebagai teman satu kelompok skripsi dengan peneliti atas
semangat, dukungan, dan kebersamaan dalam melaksanakan penelitian dan
penyusunan naskah skripsi ini.
10. Roy, atas semangat, saran, dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam
melaksanakan penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.
11. Amel, Ayesa, dan Dina sebagai rekan kerja peneliti pada saat pelaksanaan
penelitian di Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental.
12. Sari, Tere dan Wiwi, sebagai teman yang setia memberikan masukan,
dukungan kepada penulis dalam penyusunan naskah skripsi ini dan sekaligus
teman seperjuangan peneliti di Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental.
13. Susi, Susan, Nona, Felis, Sasa, dan Lele, sebagai teman seperjuangan peneliti
dan atas kebersamaannya dalam pelaksanaan penelitian di Laboratorium Kimia
Analisis dan Instrumental.
14. Ce Lia dan Ce Yunita, atas dukungan, saran, dan motivasi yang membangun
yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan naskah skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
15. Lia, Ayu, Yosri, Puji, Dewi, Ellen, atas dukungan dan semangat yang diberikan
kepada penulis dalam penyusunan naskah skripsi ini.
16. Teman-teman PKM, atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada
penulis dalam penyusunan naskah skripsi ini.
17. Teman-teman FST 2008 yang telah memberikan dukungan dan atas
kebersamaan selama ini.
18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan
bantuannya kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian naskah skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa penulis tidak luput dari kekurangan dalam
penulisan naskah skripsi ini mengingat segala keterbatasan wawasan dan
kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membangun dalam perkembangan selanjutnya.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………. v
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA………………………….. vi
PRAKATA……………………………………………………………………. vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. x
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xvi
INTISARI……………………………………………………………………. xviii
ABSTRACT……………………………………………………………………………. xix
BAB I PENGANTAR………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………… 1
1. Permasalahan………………………………………………………......... 3
2. Keaslian Penelitian……………………………………………………….. 3
3. Manfaat Penelitian……………………………………………………….. 4
B. Tujuan Penelitian…………………………………………………………… 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………………………………………….. 5
A. Nikotin……………………………………………………………………… 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
B. Tembakau……………………………………………………………….…… 6
C. Ekstrak Tembakau………………………………………………………......... 7
D. Kromatografi Lapis Tipis…………………………………………………….. 8
1. Tinjauan Umum…………………………………………………………… 8
2. Sistem KLT………………………………………………………………. 10
3. Aplikasi (penotolan) sampel……………………………………………… 12
4. Pengembangan…………………………………………………………… 14
E. Densitometri…………………………………………………………………. 15
F. Optimasi…………………………………………………………………….. 17
G. Landasan Teori……………………………………………………………… 21
H. Hipotesis…………………………………………………………………….. 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………….. 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………………….. 23
B. Variabel Penelitian………………………………………………………….. 23
C. Definisi Operasional………………………………………………………… 24
D. Bahan Penelitian…………………………………………………………….. 25
E. Alat Penelitian……………………………………………………………….. 25
F. Tata Cara Penelitian…………………………………………………………. 25
1. Pembuatan larutan stok………………………………………………….. 25
2. Pembuatan seri larutan baku…………………………………………….. 25
3. Preparasi larutan sampel (Ls)…………………………………………….. 25
4. Penentuan panjang gelombang pengamatan……………………………… 26
5. Optimasi metode KLT-Densitometri…………………………………….. 26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
G. Analisis Hasil……………………………………………………………….... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….. 30
A. Jenis dan Komposisi Fase Gerak…………………………………………… 30
B. Pembuatan Larutan Stok dan Seri Larutan Baku………………………........ 30
C. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin………………………. 32
D. Preparasi Sampel……………………………………………………………. 34
E. Optimasi Fase Gerak pada Pemisahan Nikotin dalam Fraksi Kloroform
Ekstrak Etanolik Daun Tembakau secara
KLT Densitometri…………………………………………………………… 37
1. Pemisahan Nikotin pada Fase Gerak Metanol:Amonia (20:5)………….. 40
2. Pemisahan Nikotin pada Fase Gerak Kloroform:Metanol (22,5:2,5)…… 42
3. Pemisahan Nikotin pada Fase Gerak n-heksan: Toluen:
Dietilamin (15,25:5,75:4)……………………………………………….. 44
4. Reprodusibilitas Baku Nikotin dan Sampel pada Fase Gerak
n-heksan:Toluen:Dietilamin (15,25:5,75:4)…………………………..... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….. 51
A. Kesimpulan…………………………………………………………………. 51
B. Saran………………………………………………………………………. 51
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 52
LAMPIRAN……………………………………………………………………. 55
BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………………. 73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Indeks Polaritas Larutan Kimia………………………………… 11
Tabel II. Jenis dan Komposisi Fase Gerak……………………………….. 27
Tabel III. Indeks Polaritas Jenis dan Komposisi Fase Gerak………………30
Tabel IV. Tabel Nilai Rf, As, Rs Baku Nikotin dan Sampel Fraksi
Kloroform Ekstrak Etanolik Daun Tembakau pada Jenis dan
Komposisi Fase Gerak yang Berbeda………………………….. 39
Tabel V. Data Reprodusibilitas Baku Nikotin Konsentrasi Rendah, Sedang
dan Tinggi dengan Tiga Kali Replikasi……………………….. 48
Tabel VI. Data Reprodusibilitas Sampel………………………………… 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kimia Nikotin………………………………………… 5
Gambar 2. Tanaman Tembakau…………………………………………….. 6
Gambar 3. Struktur Kimia Nornikotin, Anabasin, Anatabin…………………7
Gambar 4. Struktur Silika Gel……………………………………………… 10
Gambar 5. Penotolan Sampel dalam Bentuk Bercak, Pita, dan Zig zag…… 13
Gambar 6. Linomat V (CAMAG)………………………………………….. 14
Gambar 7. Proses Pengembangan dan Penjenuhan………………………… 14
Gambar 8. Ilustrasi Model Scanning……………………………………… 17
Gambar 9. Pemisahan Dua Senyawa……………………………………… 19
Gambar 10. Ilustrasi Pengaruh Difusi Eddy pada Pelebaran Puncak……….. 19
Gambar 11. Ilustrasi Pengaruh Difusi Longitudinal pada Pelebaran Puncak…20
Gambar 12. Ilustrasi Transfer Massa pada Pelebaran Puncak………………. 20
Gambar 13. Penentuan peak asymmetry…………………………………….. 21
Gambar 14. Penentuan peak asymmetry………………………………………28
Gambar 15. Kromatogram Panjang Gelombang Maksimum Baku Nikotin1,3,
dan 5 ppm………………………………………………………. 33
Gambar 16. Gugus Kromofor dan Auksokrom Nikotin………………………34
Gambar 17. Reaksi Penggaraman Nikotin dalam Larutan HCl……………… 36
Gambar 18. Reaksi Penggaraman Nikotin dalam Larutan Basa………………36
Gambar 19. Kromatogram Baku Nikotin dan Sampel pada Fase Gerak
Metanol:Amonia………………………………………………. 40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
Gambar 20. Kromatogram Fase Gerak Metanol:Amonia…………………… 42
Gambar 21. Kromatogram Baku Nikotin dan Sampel pada Fase Gerak
Kloroform:Metanol…………………………………………… 42
Gambar 22. Kromatogram Baku Nikotin dan Sampel pada Fase Gerak n-
heksan:Toluen:Dietilamin……………………………………… 44
Gambar 23. Gugus Polar dan Non Polar pada Nikotin……………………… 46
Gambar 24. Interaksi Nikotin dengan Fase Diam Silika Gel 60 F254…………… 46
Gambar 25. Interaksi Nikotin dengan Fase Gerak n-heksan: Toluen:
Dietilamin (15,25:5,75:4)……………………………………… 47
Gambar 26. Kromatogram Pemisahan Sampel pada Fase Gerak n-
heksan:Toluen:Dietilamin (15,25:5,75:4)………………………48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Keaslian Baku Nikotin (E.Merck)……………56
5Lampiran 2. Surat Determinasi Tembakau jenis Vorsteenlanden dan Na
Oogst……………………………………………………………. 57
Lampiran 3. Data Penimbangan Bahan……………………………………… 58
Lampiran 4. Perhitungan Kepolaran Fase Gerak……………………………. 59
Lampiran 5. Sistem KLT-Densitometri yang Digunakan………………….... 60
Lampiran 6. Kromatogram Scanning Panjang Gelombang Maksimum
Nikotin……………………………………………………….... 61
Lampiran 7. Tabel Data Spektra Scanning Panjang Gelombang Maksimum…61
Lampiran 8. Kromatogram pada Fase Gerak Metanol:Amonia (20:5)……… 62
Lampiran 9. Kromatogram pada Fase Gerak Kloroform:Metanol (22,5:2,5)…63
Lampiran 10. Kromatogram dengan Fase Gerak n-heksan:toluen:dietilamin
(15,25:5,75:4)…………………………………………………… 65
Lampiran 11. Kromatogram Pemisahan Nikotin dengan Fase Gerak Optimum
n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) replikasi I……………66
Lampiran 12. Kromatogram Pemisahan Nikotin dengan Fase Gerak Optimum
n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) replikasi II………… 67
Lampiran 13. Kromatogram Pemisahan Nikotin dengan Fase Gerak Optimum
n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) replikasi III………… 68
Lampiran 14. Kromatogram Pemisahan Fraksi Kloroform Ekstrak Etanolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Daun Tembakau pada Fase Gerak n-heksan:toluen:dietilamin
(15,25:5,75:4)……………………………………………………69
Lampiran 15. Contoh Perhitungan Asymmetry Factor (As) dan Resolusi (Rs)
Pemisahan Sampel Nikotin dengan Fase Gerak
n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) dan perhitungan
CV……………………………………………………………… 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
INTISARI
Nikotin adalah senyawa alkaloid yang banyak terdapat pada daun tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.). Nikotin dapat meningkatkan jumlah reseptor nikotinat dalam otak yang berpengaruh pada peningkatan asetilkolin yang sangat penting untuk fungsi otak dan memori. Oleh karena itu, nikotin berpotensi untuk dijadikan sebagai sediaan farmasi. Sebelum dibuat sediaan farmasi maka perlu dilakukan analisis kuantitatif melalui penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau dengan metode KLT-Densitometri.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental deskriptif karena subjek uji diberikan dua perlakuan berupa perbedaan jenis dan komposisi fase gerak. Sistem KLT yang digunakan adalah sistem normal dengan fase diam berupa lempeng silika gel 60 F254 dan fase gerak berupa metanol:amonia, kloroform:metanol dan n-heksan:toluen:dietilamin dengan berbagai komposisi dan nilai indeks polaritas yang berbeda-beda.
Parameter yang dioptimasi dalam penelitian ini adalah jenis dan komposisi fase gerak. Fase gerak optimum yang diperoleh dari penelitian ini adalah n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4). Bentuk kromatogram dari sampel nikotin yang diperoleh dari hasil penelitian pada tiga kali replikasi adalah peak runcing dan simetris yang dilihat dari nilai peak asymmetry factor (As) adalah 1, nilai retardasi faktor (Rf) berturut-turut adalah 0,55;0,56;0,57 dengan nilai resolusi (Rs) ≥1,5 dan nilai KV ≤ 2%. Kata kunci : nikotin, ektrak tembakau, optimasi metode, KLT-Densitometri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
ABSTRACT
Nicotine is one of the alkaloid compounds which contained much in tobacco’s leaves (Nicotiana tabacum L.). Nicotine could increase nicotinic receptor in the brain which affects the increasing of acethylcholine which is important for the brain’s function and memory. Therefore, nicotine has potential to be made into pharmaceutical dosage forms. Before made into pharmaceutical dosage forms, it has to be analyzed with TLC-Densitometry method for determinating the nicotine concentration in the chloroform fraction etanolic extract tobacco’s leaves.
This research is descriptive experimental because the test subject was given two treatment consist of different types and comparison of mobile phase composition. TLC system used was normal phase using the TLC plate silica gel 60 F254 and mobile phase methanol: ammonia; chloroform:methanol; and n-hexan:toluene:diethylamine.
The optimized parameters in this research are types and composition of mobile phase. The optimum mobile phase obtained from the research results is the mobile phase of n-hexan:toluene:diethylamine (15,25:5,75:4), indicated by the shape of the peak chromatogram in the value of peak asymmetry factor (As) was 1; retardation factor (Rf) consecutively were 0,55;0,56;0,57, resolution (Rs) ≥ 1,5 and CV ≤ 2%.
Keyword: nicotine, tobacco extract, optimization method, TLC-Densitometry
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
terutama spesies tanaman tingkat tinggi. Dalam perkembangannya, tanaman
menjadi pilihan masyarakat sebagai alternatif untuk pengobatan tradisional.
Sekitar 7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300
tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara regular
(Saifudin, 2011).
Salah satu tanaman spesies tingkat tinggi yang ada di Indonesia adalah
tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.). Tembakau merupakan produk
pertanian yang diproses dari daun tanaman genus Nicotiana. Dalam
pemanfaatannya, daun tembakau banyak digunakan untuk pestisida. Tembakau
menjadi salah satu komoditi yang strategis dari jenis tanaman semusim
perkebunan yang mengalami peningkatan sebesar 79%. Kandungan kimia yang
paling banyak terkandung dalam daun tembakau adalah nikotin.
Nikotin tidak hanya memberikan dampak negatif karena keberadaannya
dalam rokok. Beberapa ilmuwan menemukan bahwa nikotin dapat memberikan
efek farmakologis sehingga dapat dijadikan sebagai agen terapi penyakit seperti
Alzheimer (Blake, 2010). Oleh karena itu, nikotin berpotensi untuk dikembangkan
sebagai zat aktif dalam pembuatan sediaan farmasi. Penjaminan mutu dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
keamanan nikotin yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi
menjadi hal yang penting sehingga perlu dilakukan analisis kuantitatif. Pada
penelitian ini akan dilakukan penentuan kadar nikotin yang terkandung dalam
fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau melalui serangkaian proses
penelitian.
Penelitian ini merupakan serangkaian proses yang meliputi optimasi,
validasi dan penetapan kadar nikotin dalam sampel ekstrak daun tembakau.
Sebelum kadar nikotin yang terkandung dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik
daun tembakau ditetapkan, maka perlu dilakukan proses optimasi metode
penetapan kadar yang akan digunakan. Salah satu metode yang dapat digunakan
untuk penetapan kadar nikotin dalam sampel tembakau adalah KLT-Densitometri.
Metode KLT-Densitometri dipilih dikarenakan memiliki kelebihan yaitu dapat
digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif dalam jangka waktu yang relatif
cepat. Selain itu, metode KLT-Densitometri dapat digunakan untuk menganalisis
senyawa tunggal berupa nikotin yang terdapat dalam fraksi kloroform ekstrak
etanolik daun tembakau. KLT cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi
karena metodenya sederhana, cepat dalam pemisahan, sensitif serta kecepatan
pemisahan tinggi (Khopkar, 1990).
Sistem KLT yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem normal
yaitu fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak hasil optimasi. Optimasi metode
perlu dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang optimum sehingga diperoleh
pemisahan senyawa tunggal berupa nikotin dari campuran senyawa lain yang
terdapat dalam sampel tembakau. Kondisi optimum diperoleh dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
mengoptimasi jenis dan perbandingan komposisi fase gerak yang sesuai
untuk mengelusi nikotin.
Parameter dari kondisi optimum sistem KLT-Densitometri yang diteliti
adalah diperoleh hasil peak kromatogram runcing dilihat dari harga peak
asymmetry factor (As = b/a) antara 0,9-1,2 (Snyder, Kirkland dan Glajh, 1997),
nilai Rf antara 0,2-0,8 dan resolusi sampel ≥ 1,5 (Sherma dan Fried, 1996) serta
nilai KV ≤ 2 (Harmita, 2004).
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka diperoleh
permasalahan sebagai berikut: bagaimana jenis dan perbandingan komposisi fase
gerak yang sesuai supaya diperoleh parameter optimum dengan harga peak
asymmetry factor (As = b/a) antara 0,9-1,2; Rf antara 0,2-0,8; Rs ≥1,5 serta KV≤ 2
untuk penetapan kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun
tembakau secara KLT-Densitometri ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh sepengetahuan penulis, penelitian optimasi metode penetapan
kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau dengan
metode KLT densitometri belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian
mengenai penetapan kadar nikotin dengan metode KLT densitometri yang pernah
dilakukan yaitu penentuan kadar nikotin dalam asap rokok (Susanna, Hartono dan
Fauzan, 2003), analisis nikotin dalam asap dan filter rokok (Fidrianny, Supradja
dan Soemardji, 2004), Investigation of Nicotine Transformation Products by
Densitometric TLC and GC-MS (Typien, Dobosz, Chrosciewicz, Ciolecka,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Wielkoszyński dan Janoszka, 2003), Penetapan kadar nikotin dalam rokok putih
dengan metode KLT-Densitometri (Widiretnani, 2009), Penetapan kadar nikotin
dalam rokok kretek berfilter dan tidak berfilter dengan metode KLT-Densitometri
(Oktiva, 2009).
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih ilmiah tentang penggunaan metode KLT-Densitometri pada
penetapan kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau.
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi terkait dengan pemilihan dan perbandingan komposisi fase gerak yang
paling baik untuk penetapan kadar nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik
daun tembakau secara KLT-Densitometri.
B. Tujuan Penelitian
1. Melakukan analisis kuantitatif nikotin yang terkandung dalam fraksi
kloroform ekstrak etanolik daun tembakau dengan metode KLT-Densitometri.
2. Menentukan kondisi yang optimal pada penetapan kadar nikotin dalam fraksi
kloroform ekstrak etanolik daun tembakau secara KLT-Densitometri supaya
diperoleh parameter optimum dengan harga peak asymmetry factor (As = b/a)
antara 0,9-1,2; Rf = 0,2-0,8; Rs ≥ 1,5 serta KV ≤ 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Nikotin
Nikotin merupakan golongan alkaloid yang diperoleh dari daun tanaman
tembakau (Nicotiana tabacum L.). Senyawa ini tidak berwarna, mudah menguap,
sangat higroskopis, jika teroksidasi oleh udara atau cahaya akan berubah menjadi
warna coklat. Senyawa ini larut dalam air, etanol, eter dan kloroform. Senyawa ini
tergolong ke dalam famili Solanaceae. Nikotin memiliki titik didih sekitar 247oC,
dengan indeks refraktif sebesar 1,5280. Nikotin dapat diekstraksi dengan pelarut
organik dari larutan yang bersifat alkalis (Clarke, 1969).
Nikotin mengandung dua jenis gugus amin tersier yang bersifat basa
dengan pKa cincin piridin adalah 3,04 sedangkan pKa pada cincin pirolidin
adalah 7,84. Nilai pKa pada cincin aromatik piridin lebih rendah dikarenakan efek
hibridisasi sp2 yang menyebabkan orbital s bertambah sehingga elektron-elektron
dalam orbital lebih terikat kuat pada nukleus (Gorrod dan Jacob, 1993).
Gambar 1. Struktur kimia nikotin (Clarke, 1969)
Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin
tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Pada pH tersebut, sebanyak 31%
nikotin berada dalam bentuk ion dan tidak dapat melewati membran secara cepat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
sehingga di mukosa pipi hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok
(Susilowati, 2006).
Penelitian menunjukkan bahwa kandungan nikotin dalam tembakau dapat
digunakan untuk sebagai agen terapi untuk penyakit Parkinson dan Azheimer
karena nikotin dapat meningkatkan reseptor nikotinat yang berpengaruh pada
peningkatan asetilkolin dalam otak. Asetilkolin berperan penting untuk fungsi
otak dan memori (Hamilton, 2011).
B. Tembakau
Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari
genus Nicotiana. Ciri-ciri tanaman tembakau jika dilihat dari pohonnya adalah
berbentuk semak dengan tinggi ± 2 m. Bagian batang dari tanaman ini berkayu,
bulat, berbulu dan diameter ± 2 cm, dan berwarna hijau. Daun tanaman tembakau
berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 20-50 cm,
lebar 5-30 cm, tangkai daun panjang 1-2 cm, hijau keputih-putihan
(Tjitrosoepomo, 1994).
Gambar 2. Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Anonim, 2011)
Tembakau dapat dikonsumsi, banyak digunakan sebagai pestisida, dan
dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada
umumnya tembakau dibuat menjadi rokok, tembakau kunyah dan sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tanaman tembakau adalah tanaman produk pertanian yang diproses dari d
tanaman genus Nicotiana
Ekstrak tembakau merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi daun kering yang diperoleh dari tanaman
Proses ekstraksi zat aktif dari tanaman tembakau
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang
tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Ekstrak pekat tembakau umumnya memiliki kadar air 5
Kandungan senyawa alkaloid yang terdapat dalam ekstrak daun
tembakau adalah nornikotin, nikotin,
1999). Senyawa alkaloid pada tembakau tergolong dalam basa lemah.
senyawa alkaloid yang terbesar pada ekstrak daun tem
Gambar 3. Struktur kimia norn
a
Tanaman tembakau adalah tanaman produk pertanian yang diproses dari d
otiana (Anonim, 2011).
C. Ekstrak Tembakau
Ekstrak tembakau merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi daun kering yang diperoleh dari tanaman Nicotiana tabacum
Proses ekstraksi zat aktif dari tanaman tembakau menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang
tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Ekstrak pekat tembakau umumnya memiliki kadar air 5-30% (Anonim, 1995).
an senyawa alkaloid yang terdapat dalam ekstrak daun
kau adalah nornikotin, nikotin, anabasin, anatabin (Gorrod dan
Senyawa alkaloid pada tembakau tergolong dalam basa lemah.
senyawa alkaloid yang terbesar pada ekstrak daun tembakau adalah nikotin.
Gambar 3. Struktur kimia nornikotin (a), anabasin (b), anatabin(Gorrod dan Jacob, 1999)
b
7
Tanaman tembakau adalah tanaman produk pertanian yang diproses dari daun
Ekstrak tembakau merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan
Nicotiana tabacum L.
menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang
tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
30% (Anonim, 1995).
an senyawa alkaloid yang terdapat dalam ekstrak daun
Gorrod dan Jacob,
Senyawa alkaloid pada tembakau tergolong dalam basa lemah. Kandungan
bakau adalah nikotin.
anatabin (c)
c
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
D. Kromatografi Lapis Tipis
1. Tinjauan Umum
Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan
paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan
untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif atau
preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya.
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam
(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di
antara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase
gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
terlarut lainnya,yang terelusi lebih awal atau lebih akhir (Direktorat Jenderal
Pengawas Obat dan Makanan, 1995b).
Adsorpsi merupakan penyerapan pada permukaan yang melibatkan
interaksi-interaksi elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol dan
penarikan yang diinduksi oleh dipol. Pada adsorben polar, pelarut yang polar
diadsorbsi lebih kuat dibanding yang kurang polar. Hal ini berlaku sebaliknya
pada adsorben non polar. Kompetisi antara substansi yang dikromatografi dan
pelarut pada permukaan adsorben. Semakin polar substansi yang dikromatografi
dibanding pelarut, semakin kuat substansi diadsorbsi dibandingkan fase gerak.
Hal sebaliknya jika fase gerak lebih kuat diadsorbsi maka fase gerak akan
menggantikan molekul yang dikromatografi sehingga dapat dielusi bersama fase
gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan
distribusinya (D), dan besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif solut pada kedua
fase (fase diam dan fase gerak). Dalam konteks kromatografi, nilai D
didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) dan
dalam fase gerak (Cm).
D = ���� (1)
Apabila semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat dan
semakin kecil nilai D maka migrasi solut semakin cepat. Solut aka terelusi
menurut perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut
cukup besar maka campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan (Gandjar dan
Rohman, 2007).
KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen berdasarkan
perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut
pengembang atau pelarut pengembang campur (Mulja dan Suharman, 1995).
Metode ini paling sederhana dan paling banyak digunakan dibandingkan metode
lain. Pemisahan dengan metode kromatografi planar terjadi secara paralel, berbeda
dengan pemisahan pada kromatografi kolom yang terjadi secara berurutan
(sequencial). Pada metode KLT terdiri dari dua sistem yaitu fase diam dan fase
gerak yang akan bermigrasi di sepanjang fase diam. Selama proses
pengembangan, campuran akan terpisah dan terdistribusi antara fase diam dan
fase gerak (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011).
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih
murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Dalam kromatografi lapis tipis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir
semua laboratorium dap
Rohman, 2007).
2. Sistem KLT
a. Fase diam
bahan penjerap (adsorben). Tingkat kemurnian dari adsorben menjadi hal yang
penting untuk menentukan sifat adsorpsi,
anorganik atau organik muncul pada proses manufaktur. Sifat dari silika gel
sangat amorf dan berporus (Stahl,1969).
Silika gel merupakan bahan penjerap yang paling baik digunakan dalam
KLT (Rohman, 2007). Silika gel
mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultraviolet.
Permukaan silika gel sangat polar oleh karenanya gugus hidroksi dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa
sebagaimana halnya gaya
b. Fase gerak
atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam yaitu lapisan
berpori karena ada gaya kapiler
peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir
semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat
Fase diam. Fase diam yang sering digunakan dalam KLT adalah
bahan penjerap (adsorben). Tingkat kemurnian dari adsorben menjadi hal yang
penting untuk menentukan sifat adsorpsi, terkadang ketidakmurnian (
anorganik atau organik muncul pada proses manufaktur. Sifat dari silika gel
sangat amorf dan berporus (Stahl,1969).
Silika gel merupakan bahan penjerap yang paling baik digunakan dalam
(Rohman, 2007). Silika gel merupakan fase diam untuk KLT seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultraviolet.
Permukaan silika gel sangat polar oleh karenanya gugus hidroksi dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekit
sebagaimana halnya gaya Van der Waals dan atraksi dipol-dipol (Clark, 2007).
Gambar 4. Struktur silika gel (Stahl, 1969)
Fase gerak. Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu
atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam yaitu lapisan
berpori karena ada gaya kapiler (Stahl, 1985). Sistem yang paling sederhana
10
peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir
at melaksanakan setiap saat secara cepat (Gandjar dan
Fase diam yang sering digunakan dalam KLT adalah
bahan penjerap (adsorben). Tingkat kemurnian dari adsorben menjadi hal yang
terkadang ketidakmurnian (impurities)
anorganik atau organik muncul pada proses manufaktur. Sifat dari silika gel
Silika gel merupakan bahan penjerap yang paling baik digunakan dalam
merupakan fase diam untuk KLT seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultraviolet.
Permukaan silika gel sangat polar oleh karenanya gugus hidroksi dapat
senyawa yang sesuai disekitarnya,
dipol (Clark, 2007).
Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu
atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam yaitu lapisan
(Stahl, 1985). Sistem yang paling sederhana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
adalah dengan menggunakan campuran dua pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut dapat mudah diatur (Gandjar dan Rohman, 2007).
Komposisi dari fase gerak tergantung dari komposisi pelarut masing-
masing yang dimodifikasi dengan interaksinya pada fase diam dan fase uap yang
akan berubah selama proses pengembangan. Dalam kromatografi, pelarut
mempunyai dua fungsi ganda yaitu bertanggungjawab untuk membawa sampel
dan membentuk suatu sistem pemisahan. Kekuatan pelarut menentukan
kemampuannya dalam membawa sampel melalui sistem dan selektivitas akan
menentukan proses pemisahan (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011).
Tabel I. Indeks polaritas larutan kimia (Snyder, 1978)
Berikut adalah beberapa hal terkait dengan memilih dan mengoptimasi
fase gerak:
1) Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
2) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga
menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang sedikit polar seperti dietileter
ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf
secara signifikan.
4) Solut-solut ionik dan solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut
sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan
tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan
meningkatkan solut-solut yang bersifat asam atau basa (Gandjar dan Rohman,
2007).
3. Aplikasi (penotolan) sampel
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis akan optimal jika penotolan
sampel dengan ukuran bercak sekecil mungkin dan sesempit mungkin. Penotolan
sampel dapat dilakukan sebagai suatu bercak, pita atau dalam bentuk zig zag.
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Separasi dimulai dengan aplikasi totolan dengan diameter yang sempit,
sehingga dapat memberikan pemisahan yang tinggi dan resolusi yang bagus.
Aplikasi sampel dengan bentuk totolan bulat besar memberikan kerugian karena
aplikasi sampel dengan zona bercak akan mengarah pada distribusi massa yang
tidak teratur sehingga akan menghasilkan bentuk separasi yang tidak sempurna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
(Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011). Berikut ini adalah contoh gambar
penotolan sampel dengan berbagai bentuk:
Gambar 5. Penotolan sampel dalam bentuk bercak, pita dan zig zag
(Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011) Keterangan: a. sesudah penotolan; b. sesudah pengembangan
Aplikasi sampel sangat berpengaruh pada kualitas pemisahan dan hasil
secara kuantitatif. Aplikasi sampel yang buruk akan berpengaruh pada hasil
selektivitas dari sistem pemisahan. Aplikasi sampel sedapat mungkin dilakukan
secara otomatis jika untuk kepentingan kuantitatif. Hal ini dikarenakan variasi
yang timbul dari aplikasi volume menjadi faktor utama error dalam pengujian.
Bercak totolan juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Bercak yang besar
mengandung sampel seharusnya diaplikasikan untuk mendapat sensitivitas yang
terbaik, tetapi totolan dengan diameter sekecil diperlukan untuk meningkatkan
resolusi (Spangenberg, Poole dan Weins, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis
lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan
ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan
bercak yang menyebar dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas,
volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang
a
b
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara
bertahap dengan dilakukan pengeringan antara totolan (Gandjar dan Rohman,
2007). Berikut ini adalah gambar alat otomatis yang digunakan untuk aplikasi
penotolan dalam KLT-Densitometri:
Gambar 6. Linomat V (CAMAG) (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011)
4. Pengembangan
Apabila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang
sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Bejana kromatografi harus
tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin.
Penjenuhan fase gerak dilakukan menggunakan bejana yang dilapisi dengan kertas
saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring, maka dapat
dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 7. Proses pengembangan dan penjenuhan (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume
fase gerak sedikit mungkin. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah
lempeng yang telah berisi totolan sampel. Selama proses elusi, bejana
kromatografi harus ditutup rapat. Penjenuhan bejana adalah suatu keadaan dimana
fase uap masih dalam keadaan belum jenuh hingga penjenuhan dalam bejana
diperoleh. Apabila lempeng KLT diletakkan di dalam bejana, maka molekul
solven dari fase evaporasi akan menguap ke atas lempeng, dan proses saturasi
sorpsi akan terjadi di permukaan lempeng. Saturasi sorpsi didefinisikan sebagai
pemisahan lapisan pada keadaan equilibrium dengan fase uap yang jenuh. Apabila
volume pori dari lapisan lempeng dipenuhi dengan fase uap maka keadaan ini
disebut penjenuhan kapilaritas (capillary saturation) (Spangenberg, Poole, dan
Weins, 2011).
E. Densitometri
Densitometri adalah metode analisis instrumental berdasarkan interaksi
radiasi elektromagnetik dengan analit berupa bercak hasil pemisahan KLT.
Densitometri mengevaluasi bercak analit hasil KLT dalam kadar kecil secara
kuantitatif. Bercak discanning dengan sumber sinar dalam celah (slit) yang dapat
diatur panjang dan lebarnya. Sinar yang dipantulkan atau ditransmisikan diukur
dengan fotosensor. Banyaknya analit yang terbaca adalah berdasarkan perbedaan
antara sinyal optik daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang
mengandung bercak dalam lempeng yang sama (Gandjar dan Rohman, 2007).
Penelusuran bercak akan mendapatkan hasil yang baik apabila dilakukan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
panjang gelombang maksimum, karena perubahan konsentrasi pada bercak sedikit
saja sudah terdeteksi (Mintarsih, 1990). Bercak yang kecil dan intensif akan
menghasilkan suatu puncak kurva absorbsi yang sempit dan tajam, sebaliknya
bercak yang lebar akan menghasilkan puncak kurva absorbsi yang melebar dan
tumpul (Sudjadi, 1988).
Teknik pengukuran dapat didasarkan atas pengukuran intensitas sinar
yang diserap (absorbansi), intensitas sinar yang dipantulkan (reflaktansi) atau
intensitas sinar yang difluoresensikan (fluoresensi). Teknik pengukuran
berdasarkan refleksi di mana sinar datang sebagian diserap dan sebagian lagi
dipantulkan (Mintarsih, 1990).
Terdapat dua model pembacaan pada densitometri yaitu model
pemantulan (reflection) dan transmitan. Model refleksi mengukur jumlah cahaya
yang dipantulkan dari permukaan dengan menggunakan lampu yang berbeda
sebagai lampu UV/VIS. Lampu halogen dan tungsten cocok digunakan untuk
sinar tampak, sedangkan lampu xenon dan deuterium digunakan pada sinar UV.
Monokromator digunakan untuk menghasilkan cahaya monokromatis. Cahaya
yang dihamburkan diukur dengan photomultiplier, photodioda, dan photoresistor.
Hasil dari detektor dikonversikan ke dalam sinyal tertentu. Kekurangan model ini
adalah pengaruh posisi bercak terhadap sinyal yang dihasilkan. Kesalahan yang
signifikan disebabkan karena perbedaan konsentrasi profil sampel dengan baku.
(Sherma dan Fried,1996).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Gambar 8. Ilustrasi model scanning (a) refleksi (b) transmisi. L= lamp, D= detector, F= cut-off filter (for fluorescence), P= plate, MF= monochromatic filter,
MC= monochromator (Sherma dan Fried,1996)
Pengukuran dengan model transmitan adalah mengukur absorbansi
subtansi dalam rentang cahaya tampak. Detektor fotometrik mengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan pada sisi plat yang tidak berfluoresensi. Sinyal yang
dihasilkan merupakan fungsi dari jumlah molekul yang mengabsorbsi cahaya dari
lampu. Kelebihan model ini adalah fluktuasi transmisi akibat perbedaan posisi
bercak maupun gradien konsentrasi yang diabaikan. Model ini lebih sensitif
dibandingkan model refleksi karena semua molekul dalam bercak mempengaruhi
sinyal, tidak hanya molekul yang berada pada permukaan dalam model refleksi.
Kekurangan model ini adalah adanya interferensi latar yang dominan (Sherma dan
Fried,1996).
F. Optimasi
Optimasi adalah suatu tahapan prosedur analisis yang bertujuan untuk
mengoptimalkan setiap parameter-parameter yang berpengaruh terhadap hasil
analisis. Beberapa parameter yang berpengaruh terhadap hasil analisis yang
a b
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
optimal yaitu nilai Rf (retardation factor), nilai resolusi (Rs), nilai As, dan nilai
KV.
a. Nilai Rf (retardation factor). Parameter karakteristik pada KLT yaitu
harga Rf (retardation factor) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak
senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal (Roth,1994).
Rf = ���������� ����������������������������� ����������������� (2)
(Dean,1995).
Harga Rf yang baik antara 0,2-0,8. Hal ini dikarenakan pada Rf ini didapatkan
resolusi optimum dimana peningkatan resolusi pada KLT dalam pengembangan
satu dimensi untuk meningkatkan selektivitas dengan berbagai komposisi fase
gerak (Sherma dan Fried, 1996).
b. Resolusi (Rs). Resolusi (Rs) adalah ukuran pemisahan dari dua puncak
yang berdekatan dapat diukur dengan persamaan:
Resolusi = �����������������
�������������������������������������� (3)
Semakin besar nilai Rs, maka semakin baik resolusinya. Nilai Rs harus mendekati
atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik (base
line resolution) (Gandjar dan Rohman, 2007). Harga Rs ≥ 1,5 disebut baseline
resolution, yaitu pemisahan sempurna dari dua puncak yang berdekatan. Dalam
prakteknya, pemisahan dengan harga Rs = 1,0 (kedua puncak berhimpit lebih
kurang 2%) dianggap memadai (Pescok, Shields dan Caims, 1976).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Gambar 9. Pemisahan dua senyawa (Sherma dan Fried, 1996)
c. Profil puncak. Pada pemisahan secara kromatografi, solut individu
akan membentuk suatu profil konsentrasi yang simetri atau dikenal juga dengan
profil Gaussian dalam arah aliran fase gerak. Profil yang dikenal juga dengan pita
atau puncak, secara perlahan-lahan akan melebar dan sering membentuk profil
yang asimetris karena solut-solut bermigrasi ke fase diam. Mekanisme terjadinya
pelebaran puncak kromatografi dapat disebabkan oleh difusi Eddy, difusi
longitudinal, dan transfer massa.
a. Difusi Eddy. Keadaan di mana beberapa molekul meninggalkan
kolom tidak bersamaan akibat diversi selama perjalanan. Fenomena ini dapat
dijelaskan dengan gambar dibawah ini.
Gambar 10. Ilustrasi pengaruh difusi Eddy pada pelebaran puncak (Gandjar dan Rohman, 2007)
b. Difusi longitudinal atau aksial. Spesies solut menyebar ke segala arah
dengan difusi ketika berada di dalam fase gerak. Difusi terjadi dengan arah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
sama dan berlawanan dengan aliran fase gerak. Fenomena ini dapat dijelaskan
dengan gambar berikut ini.
Gambar 11 . Ilustrasi pengaruh difusi longitudinal pada pelebaran puncak (Gandjar dan
Rohman, 2007)
c. Transfer massa. Peristiwa ini terjadi antara fase gerak, fase gerak
stagnan dan fase gerak diam. Profil konsentrasi dalam fase diam tertinggal sedikit
dibanding profil konsentrasi dalam fase gerak yang akan mengakibatkan adanya
pelebaran puncak. Desorpsi lambat juga menghasilkan puncak yang simetris atau
condong. Distribusi aliran fase gerak yang mengalir di antara partikel fase diam
dalam gerakan laminar. Kecepatan alir fase gerak lebih cepat jika melalui pusat
saluran dibanding fase gerak di dekat partikel fase diam (Gandjar dan Rohman,
2007). Fenomena ini terlihat pada gambar 12.
Gambar 12 . Ilustrasi pengaruh transfer massa pada pelebaran puncak (Gandjar dan Rohman, 2007)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Parameter yang menyatakan bentuk puncak adalah peak asymmetry
factor atau As. Asimetri puncak diukur pada 10% tinggi puncak.
Gambar 13. Penentuan peak asymmetry (Snyder, Kirkland dan Glajch, 1997)
Peak kromatogram yang memberikan nilai As = 1 menunjukkan bahwa
kromatogram tersebut bersifat simetris. Apabila harga As pada rentang 0,95-1,1
masih dikehendaki baik. Semakin besar harga As maka fase diam yang digunakan
semakin kurang efisien (Gandjar dan Rohman, 2007).
Nilai reprodusibilitas dapat dihitung dari nilai koefisien varians (KV).
Secara umum, nilai KV dikatakan reprodusibel apabila ≤ 2. Semakin kecil nilai
KV dari serangkaian pengukuran maka metode yang digunakan semakin tepat
(Gandjar dan Rohman, 2007).
G. Landasan Teori
Nikotin adalah senyawa alkaloid yang terdapat pada famili Solanaceae.
Salah satu manfaat nikotin adalah dapat meningkatkan jumlah reseptor nikotinat
dalam otak yang sangat berperan penting terhadap fungsi otak dan memori pada
penderita Alzheimer. Oleh karena itu, nikotin berpotensi untuk dijadikan sebagai
sediaan farmasi. Sebelum nikotin dibentuk menjadi sediaan farmasi maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dibentuk dalam sediaan ekstrak terlebih dahulu. Penjaminan mutu dan keamanan
suatu zat aktif farmakologis yang akan dijadikan sediaan farmasi maka perlu
dilakukan analisis secara kuantitatif dengan melakukan penetapan kadar pada
senyawa aktif nikotin yang terdapat dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun
tembakau.
Metode KLT dapat memisahkan beberapa campuran senyawa karena
adanya perbedaan interaksi antara senyawa-senyawa tersebut dengan fase diam
dan fase gerak yang digunakan. Bercak analit hasil pemisahan KLT dapat
dianalisis kuantitatif dengan metode densitometri.
Parameter dari kondisi optimum dari metode ini adalah diperoleh hasil
peak kromatogram runcing dilihat dari harga peak asymmetry factor (As = b/a)
antara 0,9-1,2, nilai Rf antara 0,2-0,8, nilai Rs ≥ 1,5 dan nilai KV ≤ 2.
H. Hipotesis
Pemisahan nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun
tembakau dapat dilakukan secara KLT-Densitometri dengan mengoptimasi jenis
dan komposisi fase gerak supaya diperoleh bentuk peak yang simetris (nilai As =
0,9-1,2), sempit dan tajam; nilai Rf berada pada range 0,2-0,8; nilai Rs ≥ 1,5 dan
nilai koefisien varians (KV) ≤ 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental deskriptif karena terdapat
perlakuan terhadap subjek uji.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis dan komposisi fase
gerak yang digunakan yaitu n-heksan:toluen:dietilamin dan kloroform:metanol
serta metanol:amonia.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung adalah penentuan peak nikotin yang dilihat dari
bentuk peak, nilai Rf, nilai asymmetry factor (As), nilai resolusi (Rs), dan nilai
KV≤ 2.
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini yaitu:
a. Pelarut, untuk mengatasinya digunakan pelarut pro analisis yang memiliki
kemurnian tinggi.
b. Paparan cahaya dan udara, untuk mengatasinya pada saat preparasi semua
peralatan gelas yang akan digunakan dilapisi dengan aluminium foil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
C. Definisi Operasional
1. Sistem KLT yang digunakan adalah sistem normal dengan fase diam silika
gel 60 F254 dan fase gerak yaitu n-heksan:toluen:dietiamin (15,25:5,75:4),
metanol:amonia (20:5), kloroform:metanol (22,5:2,5) dengan jarak elusi 10
cm.
2. Densitometri merupakan salah satu metode analisa untuk mengukur kerapatan
bercak senyawa yang dipisahkan dengan cara KLT.
3. Optimasi pemisahan nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun
tembakau dilakukan dengan mengubah jenis dan perbandingan komposisi
fase gerak.
4. Parameter optimum yang digunakan pada metode KLT-Densitometri adalah
bentuk peak, nilai Rf, nilai asymmetry factor (As), nilai resolusi (Rs), dan nilai
KV.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku nikotin p.a.
(E.Merck), ekstrak etanolik daun tembakau (Nicotiana tabacum L.), lempeng KLT
silika gel 60 F254 20 x 20 (E.Merck), etanol p.a. EMSURE® ACS,ISO,Reag. Ph
Eur (E.Merck), heksana p.a. EMSURE® ACS (E. Merck), dietilamin p.a.
EMSURE® ACS,ISO,Reag. Ph Eur (E.Merck), toluene p.a. EMSURE®
ACS,ISO,Reag. Ph Eur (E.Merck), kloroform p.a. EMSURE® ACS, ISO, Reag.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Ph. Eur (E.Merck), amonia p.a. EMSURE® ACS,ISO,Reag. Ph Eur (E.Merck),
NaOH 5M, etanol 96% (Bratachem), aquadest, HCl encer.
E. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
alat densitometer (Camag TLC Scanner 3 CAT. No. 027.6485 SER. No.160602),
autosampler (CAMAG Linomat 5 CAT No.027.7808 SER.No 170610), neraca
analitik (Scaltec SBC 22 max 60/210 g; min 0,001 g; d=0,01/0,1mg; e=1mg),
ultrasonikator (Retsch tipe T460 no V935922013 Ey), magnetik stirer (Heidolph
MR 2002), indikator pH, mikropipet Scorex, dan alat-alat gelas yang umum
digunakan dalam analisis (Pyrex).
F. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan larutan stok
Larutan baku nikotin dipipet sebanyak 248 µL ke dalam labu takar 5,0
mL, diencerkan dengan etanol hingga tanda batas.
2. Pembuatan seri larutan baku
Sejumlah larutan stok nikotin dipipet sebanyak 100; 200; 300; 400; 500
µL ke dalam labu takar 5,0 mL, diencerkan dengan etanol hingga tanda supaya
diperoleh konsentrasi seri baku berturut-turut adalah 1; 2; 3; 4; dan 5 ppm.
3. Preparasi larutan sampel (Ls)
Sejumlah ekstrak daun tembakau ditimbang kurang lebih seksama
sebanyak 1 g dan dilarutkan dalam 10 mL HCl encer dengan bantuan
ultrasonikator selama 45 menit. Setelah larut, diekstraksi dengan kloroform
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
sebanyak 10 mL di dalam corong pisah. Penggojogan dilakukan perlahan selama
2 menit hingga terbentuk 2 fase yang saling memisah. Fase bawah (kloroform)
dibuang dan ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 5M hingga pH sekitar 12-
13 (basa). Sejumlah 10 mL kloroform ditambahkan ke dalam corong pisah dan
penggojogan dilakukan secara perlahan selama 3 menit, dan biarkan larutan
memisah. Fase bawah (kloroform) diambil dan diuapkan di dalam lemari asam.
Setelah teruapkan seluruhnya, diencerkan dengan etanol di dalam labu takar 5,0
mL hingga tanda batas.
4. Penentuan panjang gelombang pengamatan (λmaks)
Tiga seri larutan baku nikotin yaitu 1, 3, 5 ppm ditotolkan sebanyak 1
µL pada lempeng silika gel 60 F254 berukuran 20 x 20 cm. Setelah kering,
lempeng silika segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah
dijenuhi dengan fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4).
Pengembangan dilakukan setinggi 10 cm. Setelah elusi mencapai jarak rambat
yang ditentukan, lempeng silika gel segera dikeluarkan dan keringkan. Penentuan
panjang gelombang pengamatan dilakukan dengan merekam pola spektra pada
daerah panjang gelombang 200-300 nm menggunakan densitometer dengan
replikasi dilakukan sebanyak tiga kali pada masing-masing konsentrasi baku.
5. Optimasi metode KLT Densitometri
a. Pembuatan fase gerak. Fase gerak dibuat dalam labu takar 50,00 mL
dengan perbandingan campuran jenis dan fase gerak yang digunakan untuk
optimasi sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Tabel II. Jenis dan Komposisi Fase Gerak Fase Gerak Metanol
p.a. kloroform p.a.
Amonia p.a.
n-heksan p.a.
Toluen p.a.
Dietil amin p.a.
Komposisi I 20 - 5 - - - Komposisi II 2,5 22,5 - - - - Komposisi III - - - 15,25 5,75 4
b. Optimasi pemisahan nikotin dalam larutan sampel (Ls). Tiga seri
larutan bau nikotin (1, 3, 5 ppm) dan larutan sampel (Ls) ditotolkan sebanyak 1 µL
pada lempeng silika gel 60 F254 berukuran 5 x 12 cm. Lempeng silika segera
dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi oleh jenis dan
komposisi fase gerak yang akan dioptimasi. Jarak pengembangan dilakukan
setinggi 10 cm. Setelah mencapai jarak elusi, lempeng silika gel dikeluarkan dan
dikeringkan. Lempeng hasil pengembangan discanning dengan panjang
gelombang maksimum yang telah diperoleh pada hasil point 4 dengan
menggunakan alat densitometer.
c. Reprodusibilitas baku dan larutan sampel (Ls) menggunakan fase gerak
hasil optimasi. Larutan seri baku nikotin yaitu 1, 3, 5 ppm dan larutan sampel (Ls)
direplikasi sebanyak tiga kali. Langkah kerja point 5b. diulangi dengan fase gerak
hasil optimasi. Nilai Rf, nilai As, nilai resolusi (Rs), nilai koefisien varians (KV)
dihitung pada larutan sampel dengan tiga kali replikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
G. Analisis Hasil
Hasil optimasi pemisahan nikotin dalam larutan sampel dapat dilihat dari
kromatogram yang diperoleh pada penggunaan jenis dan komposisi fase gerak
tertentu. Parameter pemisahan yang baik dilihat dari:
1. Bentuk peak yang baik adalah simetris ditentukan dari nilai faktor asimetri
(As) dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Gambar 14. Penentuan peak asymmetry (Snyder, Kirkland dan Glajch, 1997)
Keterangan: As = faktor asimetris B = lebar setelah puncak peak pada ketinggian 10% dari bawah A = lebar sebelum puncak peak pada ketinggian 10% dari bawah
2. Nilai Rf dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Rf =� ! (4)
dimana: Rf = faktor retardasi a = jarak rambat bercak yang dihasilkan oleh fase gerak b = jarak rambat elusi fase gerak
3. Nilai resolusi dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Resolusi = �����������������
�������������������������������������� (5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
4. Nilai % koefisien variansi dihitung dengan cara sebagai berikut:
��������������"�#$ % &'�( ) *++" (6)
Keterangan: % KV = koefisien variansi SD = standard deviasi
,- = rata-rata nilai resolusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Jenis dan Komposisi Fase Gerak
Optimasi jenis dan komposisi fase gerak dalam penelitian ini bertujuan
untuk memisahkan nikotin secara optimal dari senyawa-senyawa lain yang
terdapat dalam larutan sampel. Beberapa jenis dan komposisi fase gerak yang
dioptimasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel III. Indeks Polaritas Jenis dan Komposisi Fase Gerak Fase Gerak Metanol
p.a. Kloro
fom p.a. Amonia p.a.
n-heksan p.a.
Toluen p.a. Dietil amin p.a.
Indeks polari
tas Komposisi I - - - 15,25 5,75 4 0,901 Komposisi II 5 20 - - - - 4,3 Komposisi III 20 - 5 - - - 6,1
Pemilihan jenis dan komposisi fase gerak yang digunakan mengacu pada
penelitian sebelumnya (Fidrianny, Supradja, dan Soemardji, 2004) dan sampel
yang digunakan adalah asap rokok. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada
fase gerak komposisi I yang sebelumnya dengan perbandingan n-
heksan:toluen:dietilamin (37,5:7,5:5) dengan indeks polaritas sebesar 1,61. Hasil
modifikasi menjadi n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) dengan indeks
polaritas sebesar 0,901. Fase gerak komposisi II yaitu metanol dan kloroform juga
dilakukan modifikasi dengan nilai indeks polaritas sebelumnya adalah 4,9 menjadi
4,3. Tujuan dilakukan modifikasi komposisi fase gerak adalah untuk menurunkan
polaritas dari fase gerak. Fase gerak komposisi III adalah metanol dan amonia
dengan perbandingan 90:10 indeks polaritas sebesar 4,2. Pada penelitian ini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dilakukan modifikasi komposisi fase gerak kloroform dan metanol sehingga
indeks polaritas menjadi 4,3.
Perbedaan pada jenis dan komposisi fase gerak yang digunakan akan
mempengaruhi polaritas dan profil kromatogram yang diperoleh. Semakin besar
nilai indeks polaritas, maka campuran fase gerak yang digunakan bersifat semakin
polar. Tingkat kepolaran fase gerak yang digunakan akan mempengaruhi kekuatan
interaksi antara analit dengan fase diam dan fase gerak yang digunakan
berdasarkan prinsip “like dissolve like”. Pada optimasi metode, dicari kondisi
optimum dari sistem KLT supaya diperoleh analit tunggal berupa nikotin sehingga
diperlukan optimasi kombinasi dari fase gerak non polar dan polar. Jika hanya
memakai fase gerak polar atau non polar maka polaritas tidak sesuai untuk
nikotin.
B. Pembuatan Larutan Stok dan Seri Larutan Baku
Larutan stok nikotin dibuat dengan melarutkan baku nikotin (E. Merck)
yang memiliki kemurnian 99,7% dalam pelarut etanol. Pelarut yang digunakan
etanol karena nikotin mudah larut dalam etanol. Etanol yang digunakan adalah
etanol yang memiliki derajat kemurnian tinggi supaya tidak ada impurities yang
menyerap sinar pada daerah yang digunakan dengan begitu hasil pengukuran yang
diperoleh valid. Seri larutan baku dibuat dalam tiga level konsentrasi yaitu 1, 3,
dan 5 ppm. Penggunaan tiga level konsentrasi bertujuan untuk melihat respon
detektor terhadap sinyal (peak) yang dihasilkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Apabila sinyal yang dihasilkan terlalu kecil dapat disebabkan karena sinyal
(peak) terganggu oleh noise yang dihasilkan dari lempeng silika ataupun dari alat.
Alasan lain digunakan tiga level konsentrasi adalah supaya diperoleh hasil
pemisahan nikotin yang baik dan reprodusibel dengan menganalisis bentuk peak
kromatogram yang runcing dilihat dari nilai peak asymmetry factor serta
kemiripan nilai Rf pada berbagai konsentrasi. Pada pengukuran baku nikotin, akan
diperoleh juga informasi berupa faktor retardasi (Rf) nikotin sehingga dapat
dilakukan perbandingan antara Rf baku dengan Rf sampel. Secara kualitatif,
apabila Rf larutan sampel sama dengan Rf baku nikotin maka dapat dikatakan
analit tersebut adalah nikotin.
C. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin
Pada penelitian ini, akan ditentukan panjang gelombang pengamatan
nikotin supaya diperoleh panjang gelombang optimum (λmaks) nikotin yang
memberikan serapan paling maksimal dan stabil. Alasan pengukuran dilakukan
pada panjang gelombang maksimum karena perubahan respon peak area untuk
setiap konsentrasi adalah yang paling besar. Berikut ini adalah pola spektra baku
nikotin:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Gambar 15. Kromatogram panjang gelombang maksimum baku nikotin 1, 3, dan
5ppm (λ= 261 nm). Keterangan: warna ungu (1ppm); warna kuning (3ppm); warna biru (5ppm)
Pada gambar di atas, ketiga konsentrasi baku menunjukkan bentuk peak
yang sama dan memberikan serapan yang maksimum saat diukur pada λ=261 nm.
Pengukuran pada panjang gelombang pengamatan dilakukan pada tiga level
konsentrasi baku yaitu 1, 3, dan 5 ppm. Hal ini bertujuan untuk memastikan dari
ketiga seri konsentrasi yang digunakan memberikan serapan maksimum dengan
panjang gelombang yang sama
Scanning panjang gelombang maksimum nikotin dilakukan pada range
200-300 nm. Hal ini dikarenakan nikotin memiliki gugus kromofor yang relatif
pendek. Kromofor merupakan gugus yang berperan terhadap penyerapan cahaya
yang terdiri dari ikatan rangkap dua atau ikatan rangkap tiga. Pada senyawa
nikotin juga terdapat gugus auksokrom berupa atom N yang memiliki pasangan
elektron bebas yang terikat langsung pada cincin piridina. Panjang gelombang
teoritis nikotin yaitu 262 nm (Popl, Fanhrich, dan Tatar, 1990). Dari hasil
scanning diperoleh panjang gelombang maksimum (λmaks) nikotin adalah 261 nm.
Jika dibandingkan dengan panjang gelombang teoritis,maka terjadi pergeseran
261 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
sebesar 1 nm. Pergeseran ini masih memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia edisi IV (1995) karena dimaknai memenuhi syarat jika tepat
atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang ditentukan. Dengan
demikian panjang gelombang maksimum nikotin sesuai dengan panjang
gelombang teoritis, sehingga dapat dipastikan senyawa tersebut adalah nikotin.
Gambar 16. Gugus kromofor dan auksokrom pada nikotin
D. Preparasi Larutan Sampel
Preparasi larutan sampel pada ekstrak etanolik daun tembakau (Nicotiana
tabacum L.) bertujuan supaya diperoleh analit tunggal berupa nikotin. Ekstrak
etanolik daun tembakau diperoleh dengan metode soxhletasi pada sejumlah serbuk
daun tembakau pada suhu 60oC menggunakan pelarut etanol. Metode soxhletasi
dipilih karena adanya proses penyaringan berulang sehingga ekstrak yang
diperoleh akan lebih maksimal.
Pada ekstrak etanolik daun tembakau terdapat banyak senyawa alkaloid
lain selain nikotin. Kandungan senyawa alkaloid utama yang terdapat dalam
ekstrak etanolik daun tembakau adalah anabasin, anatabin, nornikotin dan nikotin.
Tujuan dilakukan ekstraksi berulang kali adalah untuk memastikan nikotin
terambil seluruhnya ke dalam fase kloroform. Pada penelitian ini dilakukan
Keterangan:
kromofor auksokrom
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
pemisahan senyawa lain selain nikotin pada fraksi kloroform ekstrak etanolik
daun tembakau yang telah diperoleh. Senyawa-senyawa yang memiliki berat
molekul besar (BM besar) dapat menyebabkan terjadinya pengekoran (tailing)
sehingga menggganggu hasil pengukuran. Mekanisme tailing terjadi karena
interaksi antara analit dengan fase diam yang terlalu kuat dan kurangnya interaksi
analit dengan fase gerak sehingga fase gerak tidak dapat menggeser posisi analit
pada fase diam akibatnya terjadi pengekoran. Faktor lain juga dapat disebabkan
oleh berat molekul yang besar dari senyawa sehingga tertahan pada pori fase diam
yang berukuran lebih kecil akibatnya terjadi pengekoran.
Metode pemisahan senyawa-senyawa yang berbobot molekul besar pada
ekstrak etanolik daun tembakau diawali dengan mekanisme penggaraman yaitu
penambahan HCl ke dalam ekstrak tembakau. Penambahan HCl dimaksudkan
untuk menjadikan molekul basa nikotin menjadi garam sehingga lebih larut dalam
fase air. Untuk meningkatkan kelarutan nikotin dalam larutan asam, maka
digunakan alat ultrasonikator selama 30 menit. Pada tahap ini, nikotin berada
dalam bentuk garam. Pemisahan senyawa-senyawa non polar selain nikotin pada
campuran ekstrak etanolik daun tembakau maka digunakan kloroform. Pada
proses ekstraksi ini, akan berlaku prinsip “like dissolve like” yaitu senyawa polar
akan larut dalam pelarut polar dan sebaliknya senyawa yang non polar akan larut
dalam pelarut non polar. Berikut ini adalah reaksi penggaraman nikotin dalam
suasana asam:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
N
N
CH3
+ HCl
N
N
CH3
H
Cl
Gambar 17. Reaksi penggaraman nikotin dalam larutan HCl
Garam nikotin yang telah terbentuk akan terbawa dalam fase air
sedangkan senyawa non polar akan larut dalam kloroform. Pada reaksi
penggaraman, larutan HCl akan terionisasi menjadi ion H+ dan Cl-. Pada saat
reaksi berlangsung, ion H+ akan memprotonasi molekul nikotin membentuk garam
nikotin. Untuk menjadikan molekul garam nikotin menjadi molekul basa kembali,
maka dilakukan penambahan larutan NaOH 5M. Berikut ini reaksi pembasaan
molekul garam nikotin dalam larutan NaOH:
N
N
CH3HCl-
NaOH
N
N
CH3
NaCl+
+
Gambar 18. Reaksi pembasaan nikotin dalam larutan NaOH
Pada proses pembasaan, ion H+ yang terikat pada cincin pirolidin pada
garam nikotin akan berikatan dengan gugus OH dari NaOH dan ion Cl- akan
berikatan dengan ion Na+ sehingga akan diperoleh produk akhir berupa molekul
basa nikotin, garam dan air. Setelah terbentuk molekul basa nikotin, maka
klorofom ditambahkan untuk melarutkan molekul basa nikotin. Fraksi kloroform
nikotin garam nikotin
nikotin garam nikotin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
diuapkan di lemari asam dan dilarutkan dengan pelarut yang digunakan yaitu
etanol.
Selama proses preparasi sampel, semua peralatan gelas yang digunakan
dilapisi dengan aluminium foil dikarenakan sifat dari nikotin yang tidak stabil
terhadap paparan cahaya dan udara. Apabila larutan nikotin dibiarkan dalam
keadaan terpapar dengan udara, maka nikotin akan teroksidasi dan berubah
menjadi warna coklat. Myosmine, methylamine, dan nikotin N-1 oksida adalah
produk degradasi yang terbentuk akibat proses oksidasi pada nikotin.
E. Optimasi Fase Gerak pada Pemisahan Nikotin dalam Fraksi Kloroform
Ekstrak Etanolik Daun Tembakau dengan KLT Densitometri
Pemisahan nikotin dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun
tembakau menggunakan sistem kromatografi adsorpsi fase normal. Mekanisme
adsorpsi merupakan penyerapan solut pada permukaan fase diam dan melibatkan
interaksi-interaksi elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol, dan
penarikan yang diinduksi oleh dipol.
Sistem kromatografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem
kromatografi fase normal yang artinya fase diam lebih polar daripada fase gerak.
Pada penelitian ini, fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 F254. Nikotin
tidak berfluoresensi di bawah sinar UV 254 sehingga digunakan fase diam silika
yang mengandung indikator fluoresensi. Dengan adanya indikator fluoresensi,
bercak nikotin akan lebih mudah terdeteksi karena adanya peredaman pada bercak
dengan latar belakang hijau. Peredaman (quenching) ini terjadi karena nikotin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
mengandung gugus kromofor sehingga pada saat disinari UV 254 nm akan
diabsorbsi oleh gugus kromofor nikotin akibatnya sinar UV tidak dapat mencapai
indikator fluoresensi dan tidak ada cahaya yang dipancarkan pada bercak tersebut.
Sebelum digunakan, silika gel dipanaskan terlebih dahulu supaya semua
titik-titik penyerapan pada lempeng silika menjadi aktif. Adanya air yang diserap
pada permukaan lempeng akan mendeaktifkan silika karena air menutupi sisi aktif
silika gel. Oleh karena itu, pemanasan dilakukan pada suhu 105oC di dalam oven.
Pada penelitian ini, fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 F254 sedangkan
fase gerak hasil optimasi yang digunakan adalah n-heksan:toluen:dietilamin
(15,25:5,75:4).
Pada tahap optimasi, digunakan jarak pengembangan yang sama yaitu
sebesar 10 cm. Hal ini untuk mengantisipasi jika terjadi perbedaan hasil yang
diperoleh bukan karena faktor jarak pengembangan tetapi dikarenakan perbedaan
fase gerak yang digunakan. Jenis dan komposisi fase gerak yang digunakan untuk
mengelusi sampel harus dioptimasi terlebih dahulu supaya diperoleh pemisahan
yang optimal. Parameter pemisahan yang optimal dilihat dari bentuk peak yang
simetris (nilai As berada pada range 0,95-1,10), sempit dan tajam; nilai Rf antara
0,2-0,8; nilai resolusi ≥1,5 dan nilai KV ≤ 2.
Berikut adalah tabel hasil pemisahan nikotin dalam fraksi kloroform
ekstrak etanolik daun tembakau dengan berbagai jenis dan komposisi fase gerak:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Tabel IV. Tabel nilai Rf, As, Rs baku nikotin dan sampel fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau pada jenis dan komposisi fase gerak yang berbeda
No Jenis dan komposisi fase
gerak Baku/ sampel As Rf Rs Jumlah
peak Keterangan
1 Komposisi I Metanol amonia (20:5)
Baku 1 ppm 1,50 0,79 - 2 Bentuk peak tidak simetris (nilai As ≤ 0,95) Baku 3 ppm 1,40 0,79 - 1
Baku 5 ppm 1,70 0,79 - 4
Sampel 1,80 0,78 4,06 3 2 Komposisi II
Kloroform:metanol (22,5:2,5)
Baku 1 ppm 0,50 0,61 - 3 Bentuk peak tidak simetris (nilai As ≤ 0,95) Baku 3 ppm 0,60 0,62 - 3
Baku 5 ppm 0,43 0,63 - 2 Sampel 0,60 0,62 1,05 7
3 Komposisi III nheksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4)
Baku 1 ppm 1 0,55 - 1 Bentuk peak simetris (nilai As ≥ 0,95, nilai Rf 0,2-0,8 dan nilai Rs ≥ 1,5
Baku 3 ppm 1 0,55 - 1 Baku 5 ppm 1 0,55 - 1
Sampel 1 0,56 1,54 5
Pada tabel di atas terlihat bahwa larutan baku nikotin 1,3, dan 5 ppm
terdapat dua puncak selain puncak nikotin baik pada fase gerak metanol:amonia
dan kloroform:metanol.
Adanya puncak selain nikotin dapat disebabkan karena terdapat adanya
impurities yang ditimbulkan dari fase gerak. Pada komposisi fase gerak n-heksan:
toluen:dietilamin terlihat hanya muncul satu peak pada baku nikotin. Hal ini
menunjukkan bahwa baku nikotin yang digunakan memiliki kemurnian tinggi dan
tidak terdapat impurities pada fase gerak yang digunakan. Pada larutan sampel
terdapat beberapa senyawa alkaloid lain selain nikotin yang sebagian ikut terelusi
bersama dengan fase gerak. Adanya sebagian senyawa alkaloid yang masih
terdapat pada larutan sampel dapat disebabkan karena adanya kemiripan struktur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
senyawa alkaloid lain (anabasin, nornikotin dan anatabin) dengan nikotin,
sehingga senyawa-senyawa tersebut juga mengalami proses penggaraman.
Berdasarkan hasil optimasi yang telah dilakukan, komposisi fase gerak
yang paling polar adalah komposisi III yaitu metanol:amonia, akan tetapi dari
hasil pengembangan menunjukkan pemisahan nikotin dari senyawa alkaloid lain
belum terelusi sempurna. Komposisi fase gerak yang memiliki indeks polaritas
paling kecil adalah komposisi I yaitu n-heksan:toluen:dietilamin. Hasil dari
pengembangan fase gerak komposisi I menunjukkan pemisahan nikotin yang
paling baik.
1. Pemisahan nikotin pada fase gerak metanol:amonia (20:5)
Komposisi fase gerak ini memiliki indeks polaritas sebesar 4,2.
Pengembangan menggunakan komposisi fase gerak metanol:amonia memberikan
peak yang tidak simetris. Berikut ini adalah gambar pemisahan baku nikotin dan
sampel fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau pada fase gerak
metanol:amonia:
A2 A1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Gambar 19. Kromatogram baku nikotin dan sampel pada fase gerak metanol:amonia (20:5). Keterangan A1. Baku nikotin konsentrasi rendah (1ppm), A2. Baku nikotin konsentrasi sedang (3 ppm), A3.Baku nikotin konsentrasi tinggi (5 ppm) B. sampel
Dari gambar di atas, Rf baku nikotin yang diperoleh adalah 0,79 dan nilai
As lebih dari 1. Dari bentuk peak dan nilai As yang diperoleh belum memenuhi
parameter optimal. Parameter optimum bentuk peak adalah runcing dan simetris
dan nilai As adalah 0,9-1,1 untuk memaksimalkan pemisahan (Gandjar dan
Rohman, 2007). Pada komposisi fase gerak ini analit nikotin relatif lama terelusi
dilihat dari nilai Rf yang mendekati nilai 0,8 dan bentuk peak yang tidak simetris.
Pengaruh amonia yang bersifat basa dalam proses ini adalah untuk mendeaktifkan
residu silanol (Si-OH) yang bersifat asam pada fase diam. Akan tetapi, komposisi
metanol yang jauh lebih besar dibandingkan amonia menyebabkan tidak seluruh
residu silanol pada lempeng silika terdeaktifkan. Hal ini menyebabkan analit
nikotin yang bersifat basa berinteraksi cukup kuat dengan residu silanol yang
bersifat asam pada lempeng silika 60 F254, sehingga terjadi pengekoran (tailing).
Pada kromatogram di atas, terlihat pada baku nikotin terdapat beberapa peak lain.
Peak lain yang muncul disebabkan karena impurities yang ditimbulkan dari fase
gerak seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:
A3 B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Gambar 20. Kromatogram fase gerak metanol:amonia (20:5)
2. Pemisahan nikotin pada fase gerak kloroform:metanol (22,5:2,5)
Berdasarkan hasil optimasi pada komposisi fase gerak yang pertama
menunjukkan pemisahan nikotin yang belum optimal, sehingga dilakukan
optimasi pada komposisi fase gerak yang kedua yaitu kloroform:metanol
(22,5:2,5).
Komposisi fase gerak kloroform:metanol memiliki indeks polaritas
sebesar 4,3. Pengembangan dengan fase gerak ini menunjukkan puncak yang
tidak simetris. Berikut ini adalah kromatogram baku nikotin dan sampel
menggunakan komposisi fase gerak kloroform dan metanol:
A1
A3
A1 A2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Gambar 21. Kromatogram baku nikotin dan sampel pada fase gerak kloroform:metanol (22,5:2,5)
Keterangan A1. Kromatogram baku nikotin konsentrasi rendah (1 ppm), A2. Kromatogram baku nikotin konsentrasi sedang (3 ppm) A3. Kromatogram baku nikotin konsentrasi tinggi
(5 ppm) B. sampel
Dari hasil kromatogram yang diperoleh pada fase gerak
kloroform:metanol, nilai Rf baku nikotin adalah 0,62, sedangkan nilai Rf pada
sampel adalah 0,62. Pada kromatogram sampel terlihat terdapat banyak peak
senyawa lain selain nikotin. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses ekstraksi
sebagian senyawa alkaloid selain nikotin masih ikut terbawa ke dalam fraksi
kloroform. Pada fase gerak ini, nikotin kurang memisah dengan senyawa alkaloid
lain yang dibuktikan dengan jarak antara satu peak dengan peak lain memisah
tidak mencapai baseline dan nilai Rs yang diperoleh sebesar 1,05. Hal ini
membuktikan bahwa pemisahan sampel belum optimal. Pada perbandingan
komposisi fase gerak yang kedua, jumlah kloroform dinaikkan supaya nikotin
lebih terbawa dengan fase gerak karena nikotin larut dalam kloroform. Akan
tetapi, hal ini menyebabkan distribusi nikotin yang relatif lebih besar terbawa ke
fase gerak sehingga menimbulkan puncak yang tidak simetris (fronting).
A3 B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
3. Pemisahan nikotin pada fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin
(15,25:5,75:4)
Berdasarkan hasil optimasi fase gerak kedua, belum menunjukkan
pemisahan nikotin yang optimal sehingga dilakukan optimasi pada fase gerak
ketiga dengan komposisi n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4). Komposisi
fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) memiliki indeks polaritas
sebesar 0,901. Pada pengembangan larutan baku nikotin dan sampel dengan fase
gerak ini menunjukkan pemisahan yang sempurna dengan peak yang simetris
(nilai As= 1), nilai Rf = 0,55 dan nilai Rs sampel ≥ 1,5.Gambar pemisahan baku
nikotin dan sampel pada fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin adalah sebagai
berikut:
Gambar 22. Kromatogram baku dan sampel nikotin pada fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin(15,25:5,75:4)
Keterangan A1. Baku nikotin konsentrasi rendah (1 ppm); A2. Baku nikotin konsentrasi sedang (3 ppm); A3. Baku nikotin konsentrasi tinggi (5 ppm) B. Sampel
A1 A2
A3 B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Pada gambar di atas, terlihat peak baku nikotin yang runcing dan tajam
dengan nilai Rf sebesar 0,53 dan nilai As adalah 1. Pada fase gerak ini, komposisi
volume n-heksan yang paling besar sehingga sistem fase gerak yang terbentuk
bersifat non polar. Adanya dietilamin berfungsi untuk mengencapping residu
silanol (Si-OH) yang bersifat asam pada fase diam silika GF254 agar tidak terjadi
tailing dengan nikotin yang bersifat basa. Sistem fase gerak ketiga lebih bersifat
non polar dibandingkan fase gerak pertama dan kedua, sehingga nikotin yang
bersifat non polar memiliki afinitas yang lebih besar pada fase gerak ini. Analit
nikotin lebih terbawa dengan fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin, tetapi tidak
mengurangi interaksi kesetimbangan dinamis yang terjadi antara analit dengan
fase diam. Pemisahan yang optimal diperoleh pada komposisi fase gerak ini.
Dari gambar kromatogram pemisahan sampel di atas, terlihat bahwa
analit nikotin dapat terelusi secara optimal karena terjadi kesetimbangan dinamis
(sorpsi-desorpsi) antara analit dengan fase gerak dan fase diam, sehingga
pemisahan berlangsung secara optimal. Sorpsi adalah proses pemindahan solut
dari fase gerak ke fase diam, sedangkan desorpsi adalah proses pemindahan solut
dari fase diam ke fase gerak. Kedua proses (sorpsi-desorpsi) terjadi secara terus
menerus selama pemisahan kromatografi sehingga sistem kromatografi berada
dalam keadaan kesetimbangan dinamis.
Senyawa nikotin mempunyai gugus polar dan non polar seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Gambar 23. Gugus polar dan non polar pada nikotin
Gugus polar pada nikotin akan berinteraksi dengan sisi polar dari lempeng silika
gel 60 F254. Pada permukaan silika gel terdapat gugus siloksan (Si-O-Si) dan
gugus silanol (Si-OH). Gugus siloksan dan gugus silanol bersifat polar sehingga
gugus ini mampu membentuk ikatan hidrogen dengan bagian polar dari solut-solut
yang polar sampai sangat polar. Semakin polar solut maka semakin tertahan kuat
ke dalam adsorben silika gel. Pemisahan dalam kromatografi sangat dipengaruhi
oleh interaksi analit dengan fase gerak dan fase diam. Berikut ini adalah interaksi
nikotin dengan fase diam:
Gambar 24. Interaksi nikotin dengan fase diam silika gel 60 F254
Antara nikotin dengan fase diam, terbentuk dua interaksi hidrogen.
Interaksi hidrogen cukup kuat sehingga diperlukan interaksi antara fase gerak
Gugus non polar Gugus polar Keterangan :
Interaksi hidrogen
Interaksi hidrogen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dengan nikotin yang lebih banyak sehingga dapat membawa nikotin terelusi
dalam waktu cepat melalui proses kesetimbangan dinamis. Berikut ini adalah
interaksi nikotin dengan fase gerak hasil optimasi yaitu n-
heksan:toluen:dietilamin:
NH
N
N
CH3
H3C
Gambar 25. Interaksi nikotin dengan fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin
(15,25:5,75:4)
Interaksi yang terbentuk antara nikotin dengan fase gerak ada tiga yaitu
interaksi Van der Waals, interaksi hidrogen dan transfer muatan. Bagian polar dari
nikotin yang berinteraksi dengan fase gerak adalah gugus N melalui interaksi
hidrogen. Afinitas nikotin lebih besar pada fase gerak sehingga nikotin mampu
terbawa oleh fase gerak dan terelusi secara sempurna.
4. Reprodusibilitas baku nikotin dan sampel pada fase gerak n-
heksan:toluen: dietilamin (15,25:5,75:4)
Berdasarkan hasil optimasi fase gerak yang diperoleh, maka dilakukan
pengujian reprodusibilitas baku nikotin untuk konsentrasi rendah, sedang dan
tinggi. Uji reprodusibilitas bertujuan untuk melihat apakah senyawa yang kita
teliti menunjukkan keterulangan nilai Rf, nilai As yang konstan dengan tiga kali
Interaksi Van der Waals
Interaksi hidrogen
Interaksi Van der Waals
Transfer muatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
replikasi dengan nilai KV ≤ 2. Berikut ini adalah data baku nikotin konsentrasi
rendah, sedang dan tinggi dengan tiga kali replikasi:
Tabel V. Data reprodusibilitas baku nikotin konsentrasi rendah, sedang dan tinggi dengan tiga kali replikasi
Replikasi Baku Rf As KV
I Baku nikotin konsentrasi rendah (1ppm)
0,54 1
0% Baku nikotin konsentrasi sedang (3ppm)
0,54 1
Baku nikotin konsentrasi tinggi (5ppm)
0,54 1
II Baku nikotin konsentrasi rendah (1ppm)
0,54 1
0% Baku nikotin konsentrasi sedang (3ppm)
0,54 1
Baku nikotin konsentrasi tinggi (5ppm)
0,54 1
III Baku nikotin konsentrasi rendah (1ppm)
0,54 1
1,08% Baku nikotin konsentrasi sedang (3ppm)
0,53 1
Baku nikotin konsentrasi tinggi (5ppm)
0,53 1
Berdasarkan data di atas, ketiga konsentrasi baku nikotin menunjukkan
nilai Rf yang reprodusibel dengan peak yang simetris dan runcing. Dari hasil tiga
kali replikasi untuk baku nikotin konsentrasi rendah, sedang dan tinggi
menunjukkan bahwa nilai KV yang diperoleh memenuhi parameter optimum yaitu
≤ 2%.
Berikut adalah kromatogram sampel nikotin pada pengembangan fase
gerak n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4):
B1 B2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Gambar 26. Kromatogram pemisahan sampel pada fase gerak n-heksan:toluen: dietilamin. Keterangan B1. Kromatogram sampel nikotin replikasi I; B2. Kromatogram sampel nikotin
replikasi II; B3. Kromatogram sampel nikotin replikasi III
Dari gambar kromatogram sampel di atas, analit nikotin terpisah secara
sempurna dengan komponen senyawa lain dengan nilai Rs ≥ 1,5, nilai As = 1 dan
peak yang dihasilkan simetris dan runcing. Pemisahan sampel telah memenuhi
parameter optimum yaitu nilai As =0,9-1,2 (Snyder, Kirkland, Glajh, 1997); nilai
Rf = 0,2-0,8; nilai Rs ≥ 1,5 (Sherma dan Fried, 1996). Pada kromatogram di atas
terlihat bahwa pemisahan sampel menghasilkan jumlah peak yang berbeda antara
satu replikasi dengan yang lain. Hal ini dapat disebabkan karena pada proses
ekstraksi replikasi I,II, dan III sebagian besar senyawa alkaloid seperti anabasin,
anatabin, dan nornikotin masih terbawa ke dalam fase kloroform, sehingga pada
saat elusi berlangsung masih terdapat beberapa peak yang muncul. Dari ketiga
replikasi, terlihat adanya puncak yang simetris dan runcing yaitu peak nikotin.
Pengujian reprodusibilitas sampel ekstrak etanolik daun tembakau
dilakukan untuk mengetahui komposisi fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin
(15,25:5,75:4) optimum terhadap sampel. Uji reprodusibilitas pada sampel dengan
tiga kali replikasi. Berikut ini adalah tabel data reprodusibilitas sampel yang
diperoleh:
B3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Tabel VI. Data reprodusibilitas sampel Sampel Rf As Rs KV Rf KV As
I 0,55 1 1,58 1,79%
0% II 0,56 1 1,88
III 0,57 1 1,88
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien varians (KV) Rf
dan As sampel telah memenuhi persyaratan KV ≤ 2 (Harmita, 2004). Jika dilihat
dari resolusi pemisahan pada sampel dengan nilai Rs yang telah melebihi 1,5
maka dapat dikatakan sampel telah terpisah secara sempurna dengan senyawa
yang lain. Parameter optimum untuk koefisien varians tidak melebihi 2% jika
resolusi antara dua peak sama besar dan saling berdekatan (Pecsok, Shields,
1968).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa metode
KLT-Densitometri dapat digunakan untuk memisahkan nikotin dari senyawa
alkaloid lain dalam fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau dengan
menggunakan fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) dengan
parameter optimum bentuk peak kromatogram yang simetris dan runcing yang
dilihat dari nilai peak asymmetry factor adalah 1, nilai Rf adalah 0,55; 0,56; 0,57
dan resolusi lebih dari 1,5 dengan nilai KV untuk Rf dan As berturut-turut adalah
1,79% dan 0%.
B. Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan validasi metode dan
penetapan kadar nikotin dalam sampel ekstrak etanolik daun tembakau (Nicotiana
tabacum L.) menggunakan metode KLT-Densitometri dengan perbandingan
komposisi fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV,7, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2011, Tembakau, http:// www.google.co.id // imgres? Q = tembakau &
um=1&hl=id&sa=N&biw=1280&bih=559&tbm=isch, diakses tanggal 3 Juli 2011.
Blake, K., 2010, Nicotine May Play Key Role in Promising Alzheimer’s Therapy,
http: // newsdesk.umd.edu/bigissues/release.cfm?ArticleID=2247, diakses tanggal 17 Agustus 2011.
Clark, J., 2007, Kromatografi Lapis Tipis, diakses dari http://www.chem-istry.
org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_lap is_tipis, diakses tanggal 1 Juni 2011.
Clarke, E.G.C., 1969, Isolation and Identification of Drugs, The Pharmaceutical
Press, London, pp. 440-441.
Dean, J., 1995, Analytical Chemistry Handbook, Mc Graw-Hill Inc., USA, pp.4.98, 4.113.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995b, Materia Medika
Indonesia, edisi VI, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp.148-152. Fidrianny, I., Supradja, IGNA., Soemardji, A., 2004, Analisis Nikotin dalam Asap
dan Filter Rokok, Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX, No. 3, 100-104.
Gandjar, I.G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, pp. 367-368. Gorrod,J., Jacob, P., 1999, Analytical Determination of Nicotine and Related
Compounds and Their Metabolites, in Crooks, P.A., Chemical Properties of Nicotine and Other Tobacco Related Compounds, Elsevier, Italy, pp.81-85.
Hamilton,W., 2011, Nicotine Benefits, hhtp://www.forces.org/evidence/
Hamilton/other/nicotine.htm, diakses tanggal 19 Agustus 2011. Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya, Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok, pp.121-126.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Khopkar, 1990, Concepts of Analytical Chemistry, diterjemahkan oleh Sapto Raharjo, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Mintarsih, 1990, Penetapan Kadar Alkaloid Kininda dalam Akar, Batang, dan
Daun Chinchona Succirubra Pavon et Klotzsch dari Daerah Kaliurang Secara Spektrodensitometri (TLC-Scanner), Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mulja, H.M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Airlangga University
Press, Surabaya, pp. 102. Oktiva, Y., 2009, Penetapan Kadar Nikotin dalam Rokok Kretek Berfilter dan
Tidak Berfilter dengan Metode KLT-Densitometri, skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Pescok, R.L., Shields, L.D., Caims, T., 1976, Modern Methods of Chemical
Analysis,2nd edition, John Wiley & Sons, Canada, pp. 51
Popl, M., Fahrinch, J., Tatar, V., 1990, Chromatographic Analysis of Alkaloids, Marcel Dekker Inc, New York and Basel, pp. 52.
Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta, pp. 45-54, 217-240.
Roth, H.J., 1994, Pharmaceutical Analysis, diterjemahkan oleh Sarjono Kisman,
Slamet Ibrahim, Cetakan 2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Saifudin, A., 2011, Standarisasi Bahan Obat Alam, Graha Ilmu, Yogyakarta, pp.
1-11 Sherma, J. and Fried, B., 1996, Handbook of Thin Layer Chromatography, Marcel
Dekker, Inc. New, pp. 20, 56, 57.
Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development, 2nd Edition, JohnWiley & Sons, Inc., New York, pp. 690.
Spangenberg, B., Poole, C.F., Weins, Ch., 2011, Quantitative Thin Layer Chromatography, Spinger Heidelberg Dordrecht London, New York, pp. 5-98.
Stahl, E., 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, Penerbit
ITB, Bandung, pp. 1-8.
Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan, cetakan pertama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, pp.167-175.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Susanna, D., Hartono, B., Fauzan, H., 2003, Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap Rokok, Majalah Kesehatan, Vol.VII, No. 2, 38-41.
Susilowati, E. Y., 2006, Identifikasi Nikotin dari Daun Tembakau (Nicotiana
tabacum) Kering dan Uji Efektivitas Ekstrak Daun Tembakau sebagai Insektisida Penggerek Batang Padi, Skripsi, 18-21, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Tjitrosoepomo, G., 1994, Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, p. 341-343. Typien, Dobosz, Chrosciewicz, Ciolecka, Wielkoszyński dan Janoszka, 2003,
Investigation of Nicotine Transformation Products by Densitometric TLC and GC-MS, Acta Chromatographica No.13, pp. 1-7.
Widiretnani, D., 2009, Penetapan Kadar Nikotin dalam Rokok Putih dengan
Metode KLT-Densitometri, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Lampiran 1. Surat Keterangan Keaslian Baku Nikotin (E.Merck)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Lampiran 2. Surat Determinasi Tembakau jenis Vorsteenlanden dan Na Oogst
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Lampiran 3. Data Penimbangan Bahan
1. Sampel Ekstrak Etanolik Daun Tembakau (Nicotiana tabacum L.)
Ekstrak tembakau (g)
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Berat wadah 62,422 61,228 64,119
Berat wadah + zat 63,422 62,228 65,119
Berat wadah + zat 63,4221 62,2283 65,1191
Berat zat (g) 1,0001 1,0003 1,0001
2. Perhitungan Konsentrasi Baku Nikotin
ρ nikotin = 1,0097 mg/ml
Berat nikotin = 1,0097 mg/ml x 99,7 ml = 100,66709 mg
Konsentrasi induk baku nikotin = �../001.2����..��� % *++3/4�556
3. Perhitungan Stok Baku Nikotin
V1.C1 = V2.C2
V1. 1006,7 ppm = 5 ml. 50 ppm
V1 = 248,34 µl
4. Perhitungan Seri Baku Nikotin
Konsentrasi seri baku yang dibuat adalah 1,3 dan 5 ppm
a. 1 ppm V1.C1 = V2.C2
V1. 50 ppm = 5 ml. 1 ppm
V1 = 100 µl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
b. 3 ppm
V1.C1 = V2.C2
V1. 50 ppm = 5 ml. 3ppm
V1 = 300 µl
c. 5 ppm
V1.C1 = V2.C2
V1.50 ppm = 5 ml. 5ppm
V1 = 500 µl
Lampiran 4. Perhitungan Kepolaran Fase Gerak
Diketahui: metanol indeks polaritas = 5,1
kloroform indeks polaritas = 4,1
amonia indeks polaritas = 10,1
n-heksan indeks polaritas = 0,1
toluen indeks polaritas =2,4
dietilamin indeks polaritas = 1,8
Fase gerak :
1. Metanol: amonia (20:5)
Indeks polaritas = 7�.�8,�9/*: ;�7 8�8 ,�*+/*: % 3/*
2. Kloroform:metanol (22,5:2,5)
Indeks polaritas = 7��/8�8 ,�</*: ;�7�/8�8 �,�9/*: % </=
3. n-heksan:toluen:dietilamin (15,25 : 5,75 : 4)
Indeks polaritas = 7�8/18�8 ,�+/*: + 78/18�8 ,�=/<: ;�7 >�8,�*/?: % +/@+*
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Lampiran 5. Sistem KLT-Densitometri yang Digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Lampiran 6. Kromatogram Scanning Panjang Gelombang Maksimum
Nikotin pada λ = 261 nm
Lampiran 7. Tabel Data Spektra Scanning Panjang Gelombang Maksimum
(λmaks= 261 nm) Nikotin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Lampiran 8. Kromatogram pada Fase Gerak Metanol:Amonia (20:5)
1. Kromatogram konsentrasi rendah nikotin (1 ppm)
2. Kromatogram konsentrasi sedang nikotin (3 ppm)
3. Kromatogram konsentrasi tinggi nikotin (5 ppm)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
4. Kromatogram Sampel Fraksi Klorofrom Ekstrak Etanolik Daun Tembakau
5. Kromatogram blanko
Lampiran 9. Kromatogram pada Fase Gerak Kloroform:Metanol (22,5:2,5)
1. Kromatogram konsentrasi rendah nikotin (1 ppm)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
2. Kromatogram konsentrasi sedang nikotin (3 ppm)
3. Kromatogram konsentrasi tinggi nikotin (5 ppm)
4. Kromatogram Sampel Fraksi Kloroform Ekstrak Etanolik Daun Tembakau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
5. Kromatogram blanko
Lampiran 10. Kromatogram dengan Fase Gerak n-heksan:toluen:dietilamin
(15,25:5,75:4)
1. Kromatogram konsentrasi rendah nikotin (1 ppm)
2. Kromatogram konsentrasi sedang nikotin (3 ppm)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
3. Kromatogram konsentrasi tinggi nikotin (5 ppm)
4. Kromatogram Sampel Fraksi Kloroform Ekstrak Etanolik Daun Tembakau
Lampiran 11. Kromatogram Pemisahan Nikotin dengan Fase Gerak
Optimum n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) replikasi I
1. Kromatogram konsentrasi rendah nikotin (1 ppm)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
2. Kromatogram konsentrasi sedang nikotin (3 ppm)
3. Kromatogram konsentrasi tinggi nikotin (5 ppm)
Lampiran 12. Kromatogram Pemisahan Nikotin dengan Fase Gerak
Optimum n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) replikasi II
1. Kromatogram konsentrasi rendah nikotin (1 ppm)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
2. Kromatogram konsentrasi sedang nikotin (3 ppm)
3. Kromatogram konsentrasi tinggi nikotin (5 ppm)
Lampiran 13. Kromatogram Pemisahan Nikotin dengan Fase Gerak
Optimum n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) replikasi III
1. Kromatogram konsentrasi rendah nikotin (1 ppm)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
2. Kromatogram konsentrasi sedang nikotin (3 ppm)
3. Kromatogram konsentrasi tinggi nikotin (5 ppm)
Lampiran 14. Kromatogram Pemisahan Fraksi Kloroform Ekstrak Etanolik
Daun Tembakau pada Fase Gerak n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4)
1. Kromatogram pemisahan sampel replikasi I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
2. Kromatogram pemisahan sampel replikasi II
3. Kromatogram pemisahan sampel replikasi III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Lampiran 15. Contoh Perhitungan Asymmetry Factor (As) dan Resolusi (Rs)
Pemisahan Sampel Nikotin dengan Fase Gerak n-heksan: toluen:dietilamin
(15,25:5,75:4) dan perhitungan CV
a. Diketahui : a = 0,3
b = 0,3
Perhitungan As (Asymmetry Factor)
As = ��A�
As = ./B../B.
As = 1
b. Diketahui: Rf nikotin = 0,55
Rf senyawa disampingnya = 0,40
Perhitungan resolusi (Rs) :
Resolusi = �����������������
��������������������������������������
Resolusi = ���./88�./>.�
�./0B�./8.����./���./.0�
a b
diukur pada 10% tinggi puncak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Resolusi = 1,58
c. Diketahui: Rf sampel replikasi I = 0,55
Rf sampel replikasi II = 0,56
Rf sampel replikasi III = 0,57
Perhitungan CV = C ������A��������������� �,�*++"
= ./.�./80 �,�*++" = 1,79%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi yang berjudul “Optimasi Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-Densitometri pada Penetapan Kadar Nikotin dalam Fraksi Kloroform Ekstrak Etanolik Daun Tembakau (Nicotiana tabacum L.) bernama lengkap Novi Chairio. Penulis lahir di Pontianak pada tanggal 6 Maret 1990 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Chairul Edyanto dan Harianty Salim. Penulis telah menyelesaikan pendidikannya di SD Gembala Baik I Pontianak (2002), di SMP Katolik Santu Petrus Pontianak (2005), dan di SMA Katolik Santu Petrus Pontianak (2008). Penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2008. Selama menempuh
pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia dasar dan kimia analisis. Penulis juga pernah mengikuti lomba Patient Conselling Event (2010). Selain bidang akademis, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi seperti menjadi sie keuangan pada penyuluhan HIV/AIDS pada anak-anak SD (2009), panitia pelepasan wisudawan/ wisudawati 2010 (konseptor), Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas 2011/2012 (koordinator divisi quality control). Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang berjudul “Pemanfaatan Ampas Kopi dan Serbuk Lidah Buaya sebagai Lulur Mandi” dan memperoleh juara II untuk kategori poster yang diselenggarakan oleh DIKTI (2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI