Peripartum Cardiomyopathy & Pulmonary Edema Word

15
KARDIOMIOPATI PERIPARTUM DAN EDEMA PARU Edema paru merupakan penyakit sekunder dimana mengalami proses penumpumpukan cairan di bagian interstisial dan alveoli paru yang menyebabkan hipoksemia dan peningkatan usaha untuk bernapas. Secara konseptual, edema paru dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori yaitu, hidostatik, peningkatan permeabilitas kapiler, insufisiensi limfatik dan etiologi yang belum jelas. (Gambar 7-1). Sesuai gambar 7-1 kehamilan yang berhubungan dengan edema paru dapat dikategorikan menjadi 3-4 kategori. Yang paling sering adalah pada kehamilan post partum sesuai yang tertera di tabel 7-1. Edema paru yang yang disebabkan oleh tokolitik (Tabel 7-2) dan yang disebabkan oleh preeklamsia merupakan etiologi yang kompleks dimana perubahan permeabilitas vaskular dan perbedaan gradien antara tekanan pulmonal dan tekanan onkotik tetap memegang peranan penting pada etiologi edema paru (Gambar 7-2). Kardiomiopati peripartum merupakan penyakit dimana terjadi disfungsi sistolik pada ventrikel kiri jantung yang berkembang pada bulan – bulan akhir kehamilan sampai 5 bulan post partum. Penyakit ini belum diketahui penyebabnya dan biasanya diikuti juga dengan congestive heart failure di akhir usia kehamilan atau di masa post partum. Disamping gejala terlihat

description

obgyn

Transcript of Peripartum Cardiomyopathy & Pulmonary Edema Word

KARDIOMIOPATI PERIPARTUM

DAN

EDEMA PARU

Edema paru merupakan penyakit sekunder dimana mengalami proses

penumpumpukan cairan di bagian interstisial dan alveoli paru yang menyebabkan hipoksemia

dan peningkatan usaha untuk bernapas. Secara konseptual, edema paru dapat diklasifikasikan

menjadi 4 kategori yaitu, hidostatik, peningkatan permeabilitas kapiler, insufisiensi limfatik

dan etiologi yang belum jelas. (Gambar 7-1). Sesuai gambar 7-1 kehamilan yang

berhubungan dengan edema paru dapat dikategorikan menjadi 3-4 kategori. Yang paling

sering adalah pada kehamilan post partum sesuai yang tertera di tabel 7-1. Edema paru yang

yang disebabkan oleh tokolitik (Tabel 7-2) dan yang disebabkan oleh preeklamsia merupakan

etiologi yang kompleks dimana perubahan permeabilitas vaskular dan perbedaan gradien

antara tekanan pulmonal dan tekanan onkotik tetap memegang peranan penting pada etiologi

edema paru (Gambar 7-2).

Kardiomiopati peripartum merupakan penyakit dimana terjadi disfungsi sistolik pada

ventrikel kiri jantung yang berkembang pada bulan – bulan akhir kehamilan sampai 5 bulan

post partum. Penyakit ini belum diketahui penyebabnya dan biasanya diikuti juga dengan

congestive heart failure di akhir usia kehamilan atau di masa post partum. Disamping gejala

terlihat pada bulan – bulan akhir kehamilan, gejala juga dapat terlihat di trimester kedua

kehamilan. Di Amerika Serikat, telah dilaporkan angka kejadian kardiomiopati peripartum

adalah 1 dalam 3000-4000 kelahiran. Angka kejadian di seluruh dunia bervariasi, telah

dilaporkan pula angka resiko 1:100. Faktor risiko kardiomiopati peripartum dapat dilihat di

tabel 7-4. Edema paru pada pasien kardiomiopati peripartum terdapat gangguan hidrostatik

secara alami dan gangguan sistolik pada ventrikel jantungnya.

Tabel 7-1. Penyebab Edema Paru pada Kehamilan Postpartum

Preeklamsia-eklamsia

Tokolitik

Penyakit jantung

- Disfungsi ventrikel kiri

- Stenosis mitral

- Kardiomiopati

Infeksi

- Pieloneefritis / sepsis

- Varicella pneumonia

Gangguan tiroid

Gambar 7-1. Etiologi Edema

Paru

Gambar 7-2. Mekanisme pembentukan edema paru pada

pasien preeklamsia dan pemberian tokolitik

Tabel 7-2. Faktor Pendukung Edema Paru pada Pasien Preterm

Infeksi

Kehamilan multipara

Pemakaian tokolitik yang lama

Kebutuhan multiple tocolytics

Terapi cairan yang terlalu banyak

Penyakit jantung yang tidak terdiagnosis

Tabel 7-3. Faktor Pendukung Edema Paru pada Preeklamsia Berat

Kelebihan cairan

- Hidrasi sebelum epidural

- Pemakaian magnesium dan oksitoksin yang lama

- Mobilisasi postpartum

Disfungsi ginjal, Akut Tubulan Nekrosis

Hipertensi berat yang tidak terkontrol

Tekanan onkotik serum yang rendah

Sepsis

Tabel 7-4. Karakteristik Kardiomiopati Peripartum

Umur yang ekstrim saat memiliki anak

Pemakaian terapi tokolitik

Ras Afrika

Paritas

Hipertensi dalam kehamilan atau preeklamsia

Kehamilan multipara

KASUS 1 : KARDIOMIOPATI PERIPARTUM

Seorang perempuan 34 tahun dengan G3P2 6 minggu postpartum mengeluhkan adanya

edema pada tungkai bawah dan sesak napas. Riwayat persalinan nnormal dengan bayi

kembar. Psien tersebut memiliki riwayat hipertensi dalam kehamilan meskipun pasien

tersebut tidak memiliki tanda – tanda preeklamsia ringan. Pasien juga mengeluhkan dirinya

sering sekali terasa cepat lelah. Dua hari sebelumnya pasien datang ke unit gawat darurat

dengan batuk, sesak yang semakin lama semakin berat ketika sedang melakukan aktifitas.

Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah pasien 140/65 mmHg, nadi 130 x/menit, pernapasan

35 x/menit, saturasi oksigen 86%, suhu normal. Pada pemeriksaan auskultasi thorax terdengar

rales dan ronkhi, gallop pada S3, dan distensi vena jugularis. Terlihat juga adnya pitting edem

pada ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan analisa gas darah pH 7,46, PaO2 140 mmHg,

PaCO2 32 mmHg, dan HCO3- 24 mEq/L

Pasien sudah diberikan oksigen melalui BIPAP (BIlevel Positive Airway Pressure), 2 mg

morfin sulfat IV dan 40mg furosemid IV. Pada pemeriksaan foto thorax terlihat rongga udara

pada kedua paru, infiltrat perihilar, dan sedikit efusi pleura pada kedua paru. Terlihat pura

kemungkinan kardiomegali. Pada pemeriksaan darah lengkap dan metabolik, didapatkan hasil

yang menurun. Pada pemeriksaan EKG terlihat pembesaran atrium kiri, sinus takikardi,

diffuse T-wave inversion, peningkatan QRS pada lead V1-V6. D-dimer dan enzim jantung

menunjukkan hasil normal. Hasil BNP meningkat sampai 900 pg/mL.

Sebagai terapi awal, pasien melakukan EKG dan ditemukan hipokinesis dengan dilatasi

ventrikel kiri. Terdapat juga regurgitasi pada katup mitral, pembesaran atrium kiri, dan

LVEF 23%. Melihat hasil pemeriksaan, maka pasien ini didiagnosis kardiomiopati, CHF, dan

edema paru. Penatalaksanaan selanjutnya pada pasien ini menjadi semakin diperhatikan dan

melibatkan banyak multidisipliner dari bagian kardiovaskular dan paru. Pasien dipindahkan

ke ruangan yang memiliki alat – alat untuk memonitor perkembangannya.

Setelah pemberian ACE inhibitor dan furosemif, diberikan profilaksis untuk tromboemboli

vena dengan 40mg Enoxaparin SC. Dobutamin dan nitrogliserin IV mulai diberikan.

Kemudian tiba-tiba pasien menjadi hipotensi (>90/60 mmHg) dan mulai diberikan

norepinefrin 2mcg/menit IV. CVC mulai dipasang. Hipoksemia semakin memburuk dan

pasien diputuskan untuk diintubasi, diberikan sedasi dan menggunakan ventilasi mekanik.

Pada perawatan hari ke-3, dosis norepinefrin semakin dikurangi dan lama – kelamaan

dihentikan. Sistolik pasien mulai naik di atas 90mmHg. Nesiritide, yang merupakan

rekombinan dari BNP digunakan untuk gagal jantung yang sudah tidak bisa dikompensasi

oleh pasien dengan dosis 2mcg/kg bolus. Hipoksemia kemudian mulai membaik dan pasien

diekstubasi. Keadaan pasien berangsur – angsur mulai membaik terlihat dari gambaran EKG.

Kemudian pasien mulai diberikan metaprolol. Karena keluhan pasien muncul setelah pasien

melahirkan, maka dibuatlah diganosis kardiomiopati peripartum.

Diskusi

Pada kasus ini dibahas tentang menejemen hidostatika pada edema paru dan patofisiologi

kardiomiopati. Kaidiomiopati peripartum yang terdiagnosis pada 2 minggu awal postpartum

sering susah dibedakan dengan preeklamsia atau penyakit lain yang memiliki gambaran klinis

yang sama.

Pasien ini menunjukkan adanya CHF dan edema paru. Untuk itu penting menejeman

penatalaksanaan yang sesuai dengan kondisinya sekarang. Sebagai penyakit sekunder, edema

paru perlu diperhatikan mengenai tipe edemanya. Karena keluhan tidak sama seperti biasanya

maka stabilisasi keadaan pasien ini sangatlah penting. Sesak napas sering dijumpai pula pada

kehamilan normal dan pasien postpartum. Nyeri dada dan gejala MCI relatif sering menyertai

juga.

Batuk dan sesak merupakan gejala yang sering muncul. Pada perdarahan post partum

keparahan pada gejala yang ada tidak menunjukkan tingkat keparahan dari proses

penyakitnya. Pada pasien ini terdapat risiko untuk terjadinya cardiorespiratory arrest.

Pemeriksaan dengan menggunakan pulse oxymetri merupakan cara mudah untuk mendeteksi

adanya hipoksemia pada pasien ini. Selain menggunakan pulse oxymetri, pemeriksaan analisa

gas darah dan hemodinamik juga sangat penting untuk menilai adanya hipoksemia atau tidak.

Kardiomiopati peripartum dapat muncul selama masa kehamilan dengan angka kejadian

20%. Evaluasi dari keadaan janin, termasuk penilaian usia gestasi, penentuan rencana

persalinan, serta kortikosteroid untuk maturasi paru bayi ketika sudah lahir perlu diperhatikan

lebih. Edema paru dapat muncul selama atau setelah masa kehamilan, tergantung dari

etiologinya.

Ingat ABC

Memberikan jalan napas yang adekuat (A) dengan oksigenasi dan ventilasi yang baik (B)

selalu menjadi langkah awal penanganan semua pasien sakit. Laju pernapasan nmengalami

perubahan walau sedikit selama masa kehamilan. Untuk itu, peningkatan laju pernapasan

dapat diindikasikan peningkatan usaha dalam bernapas. Pulse oximetry dapat

mengindikasikan saturasi hemoglobin dan oksigen. Pada pasien yang hamil maupun tidak

yang tidak terdapat penyakit paru kronik maka paling tidak saturasi oksigen harus berada

pada angka 94%. Jika pasien memperlihatkan tanda hipoksemia maka segera diberikan

masker breathing dan naikkan oksigen. Ventilasi pernapasan harus memperlihatkan

pertukaran gas yang baik, untuk itu pemeriksaan analisa gas darah merupakan pemeriksaan

kedua terpenting setelah pulse oximetry.

Sirkulasi (C) mengarah pada pemeriksaan tekanan darah dan nadi. Jika terjadi peningkatan

nadi (>110/menit) maka dapat dicurigai pasien tersebut mengalami hipoksemia. Dalam hal ini

tekanan darah dapat meningkat, menurun atau bahkan stabil.

Pemeriksaaan Janin

Jika pasien tersebut hamil atau dalam masa postpartum, status janin dan usia gestasi dapat

memberikan clue untuk etiologi insufisiensi kardiorespiratori maternal. Preeklamsia dapat

muncul sebagai insufisiensi respiratori dari edema pulmonal. Tokolitik dan atau infeksi

intrauterin dapat terlihat pada masa preterm. Jika janin berada pada usia gestasi >24minggu,

perlu dilakukan monitoring heart rate janin. Persalinan bukan selalu merupakan pilihan yang

tepat, tetapi penatalaksanaan bergantung pada etiologinya. Evaluasi berat janin, usia gestasi,

perkembangan serta kelainan janin yang terlihat pada pemeriksaan USG sangat

direkomendasikan.

Melakukan Penilaian atau Tes Secara Keseluruhan

Beberapa pemeriksaan diagnostik direkomendasikan untuk assessment pertama. Sebagai

contoh, pada pemeriksaan analisa gas darah dapat terlihat apakah terjadi asidosis metabolik

atau tidak, tingkat hipoksemia dan status laju pernapasan. Sebagai tambahan, pemeriksaan

radiologi thoraks dapat memperlihatkan adanya efusi pleura, pneumotoraks, konsolidasi paru

bahkan edema paru. EKG dapat memperlihatkan tanda – tanda sindrom koroner akut,

disaritmia, kardiomiopati, abnormalitas pada axis jantung. Selain itu pemeriksaan elektrolit,

darah lengkap, enzim jantung, urin lengkap, kultur darah atau sputum, profil koagulasi dan

fungsi hati dapat membantu menemukan etiologi dari penyakit ini.

Menentukan apakah etiologi berasal dari paru, jantung atau penyebab lain

Secara konseptual, penilaian diagnostik yang utama adalah menentukan apakah hipoksemia

berasal dari respiratori atau non respiratori.

Proses penanganan pada kasus paru umumnya dengan mengurangi cairan yang berada di

dalam paru. Proses disfungsi dari jantung juga dapat menyebabkan penumpukan cairan pada

paru – paru. Namun, peningkatan edema dan hipoksemia adalah hasil dari edema hidrostatik

karena gagalnya kerja dari pompa jantung. Perpindahan cairan ke alveolar paru tergantung

pada beberapa faktor yang saling terkait.

Pengobatan hipoksia didasarkan pada etiologi yang mendasarinya dan juga faktor – faktor

lain yang mempengaruhi adanya cairan dalam paru – paru. Permeabilitas kapiler tergantung

pada sifat yang melekat pada membran ataupun patofisiologi itu sendiri yang mempengaruhi

permeabilitas. Kebocoran cairan onkotik dan hidrostatik secara langsung dapat ditangani

dengan terapi ekspander plasma atau koloid. Pengobatan masalah onkotik dapat dilakukan

dengan pengurangan cairan dalam paru.

Menyeimbangkan Perfusi Paru

Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, pengelolaan yang terbaik untuk edema paru

adalah hemodinamik dan manipulasi intravaskular. Namun hal ini sering bertentangan

dengan hasil manipulasi dimana tidak sesuai dengan jumlah volume intravaskular.

Peningkatan oksigenasi dapat terjadi jika dilakukan diuresis yang menyebabkan turunnya

tekanan hidrostatik paru. Namun, pengurangan tekanan hidrostatik yang dibarengi oleh

penurunan preload miokard dapat menyebabkan penurunan curah jantung dan perfusi

jaringan. Hal ini dapat menyebabkan hipotensi yang sangat merugikan.oleh karena itu,

penilaian fungsi jantung dan sttatus volume intravaskular adalah langkah selanjutnya dalam

penilaian pasien seperti ini.

Pemantauan CVC memberikan penilaian langsung terhadap proses pengisian pada sisi kanan

jantung. Namun, baik proses pengisian maupun pengosongan tidak hanya bisa dilihat dengan

CVC saja. Evaluasi kerja jantung sebelah kiri juga bisa dipantau dengan menggunakan

kateter arteri pulmonalis. Namun, cara ini sudah banyak ditinggalkan sekarang. Sekarang,

dengan adanya Echo, maka dokter memiliki sarana noninvasive untuk melihat fungsi jantung

secara utuh.

Oleh karena itu, menejemen primer terhadap pasien ini adalah mengatasi faktor – faktor yang

dapat menyebabkan hipoksiia dan gagal jantung. Pada keadaan hipervolemia, proses diuresis

dengan menggunakan diuretik loop (seperti furosemide 40mg IV pada keadaan tidak hamil

atau 20mg IV pada keadaan hamil) adalah terapi awal yang sangat baik.pengisian ventrikel

kiri harus dioptimalkan untuk proses preload sampai sekitar 14-18mmHg. Kalau proses

pengisian ventrikel sudah optimal, langkah selanjutnya adalah perfusi. Vasopresor, agen

inotropik, dan pengurangan afterload mungkin diperlukan. Tekanan darah dan perfusi harus

seimbang.

Pilih Konsultan Secara Bijak

Sebagai contoh pasien dengan pengurangan kontraktilitas jantung. Edema paru yang dia

alami didapat dari peningkatan tekanan hidrostatik paru. Penyakit pasien ini memiliki etiologi

yang berasal dari jantung. Untuk itu pasien ini membutuhkan seorang cardiologist dan

obstetrician. Konsultasi yang spesifik dan menejemen dari CHF dari cardiologist merupakan

pilihan terbaik. Meskipun begitu, obstetrician yang memiliki pengetahuan tentang kehamilan

juga merupakan bagian vital dalam penyembuhan pasien ini. Obstetrician mengerti setiap

hari tipikal berbagai bentuk pasien hamil yang memiliki penyakit lain seperti preeklamsia dan

dapat membantu konsultan lain yang tidak terbiasa melihat wanita hamil yang sakit.

Memilih Tempat Perawatan yang Benar

Memilih tempat perawatan yang tepat sangat penting untuk keberhasilan dalam menangani

pasien dengan edema paru dan CHF. Setiap rumah sakit memiliki sumber daya yang berbeda

untuk pelayanan dan perawatan yang menyediakan unit gawat darurat. Pada pasien stabil,

sedang hamil, atau bahkan post partum yang tidak memerlukan ventilasi mekanik atau

monitoring secara invasif, lebih baik ditempatkan pada ruang perawatan yang biasa.

Sedangkan pasien yang memerlukan terapi vasopresor, yang menggunakan ventilasi mekanik

lebih baik ditempatkan pada ruang perawatan ICU atau bahkan ICCU.

Tabel 7-5. Diagnosis Banding dari Edema Paru

Paru Jantung

Pneumonia

Emboli paru

Penyakit paru intrinsik

Asma

Terapi tokolitik

Preeklamsia

Emboli cairan amnion

ARDS

Sepsis

CHF

Kardiomiopati peripartum

Penyakit katup jantung (stenosis

mitral)

ACS, infark

Kardiomiopati yang disebabkan oleh

virus atau obat – obatan.

Menejemen Postpartum dan Pemulihan

Jika dibandingkan dengan penyebab lain dari kardiomiopati, kardiomiopati peripartum

memiliki angka pemulihan untuk fungsi ventrikel lebih tinggi. Sebanyak 25% pasien yang

menderita kardiomiopati peripartum akan pulih setelah 6 bulan pengobatan. Pengobatan oleh

dokter spesialis jantung sangat disarankan agar dapat tercapai pemulihan fungsi organ pada

beberapa pasien. Pemeriksaan sekunder pada kasus yang tidak biasa (penyakit virus) dapat

dilakukan pada fase pemulihan.

Gambar 7-3. Algoritma Penatalaksanaan Pasien dengan Hipoksia

Studi pada pasien yang telah sembuh dari kardiomiopati peripartum memiliiki resiko gagal

jantung pada kehamilan berikutnya. Sebanyak 20% pasien yang sebelumnya memiliki fungsi

ventrikel kiri yang masih normal akan berlanjut kepada CHF selama masa kehamilan. Sekitar

45% pasien yang mengalami kelainan fungsi jantung akan memiliki CHF selama kehamilan

selanjutnya. Risiko dapat terjadi jika fungsi organ yang tadinya normal akan semakin

memburuk di kehamilan berikutnya. Untuk itu, kehamilan dapat mengecilkan hati pasien jika

sebelumnya pernah didiagnosa kardiomiopati peripartum. Walaupun pasien tersebut teloah

mengalami pemulihan pada fungsi organ tetapi perlu dipahami bahwa resiko akan tetap ada

pada kehamilan berikutnya. Konseling pra hamil dan kontrasepsi perlu dilakukan.