DM cardiomyopathy patogenesis

download DM cardiomyopathy patogenesis

of 23

description

joss

Transcript of DM cardiomyopathy patogenesis

DIABETES DAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR

Dikara WS Maulidy

I. PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit yang dikarakteristik dengan produksi insulin yang insufisien atau kegagalan respons insulin yang adekuat, menimbulkan hiperglikemia. Diabetes merupakan penyakit kronik yang paling sering di dunia, dialami sekitar 180 juta penduduk pada tahun 2008, dan diperkirakan mencapai 360 juta penduduk pada tahun 2030. Lima hingga 10 persen merupakan tipe-1 (tergantung-insulin) dan 90%hingga 95% merupakan tipe-2 (tidak tergantung-insulin).1,2

Diabetes mellitus, baik tipe-1 atau tipe-2, merupakan faktor resiko yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung koroner (PJK), penyakit vaskular perifer dan stroke. Delapan puluh persen kematian pada pasien diabetes diakibatkan oleh aterosklerosis, dibandingkan dengan sekitar 30% pada pasien non-diabetes. Rasio resiko relatif penyakit jantung koroner baik untuk laki-laki dan wanita dengan diabetes semakin meningkat, dengan insidens pada pasien diabetes sekitar 2 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan dengan non-diabetes. Dua tipe penyakit vaskular yang timbul yaitu penyakit makrovaskular, menyebabkan aterosklerosis dan arteriosklerosis; dan penyakit mikrovaskular, menyebabkan retinopati, nefropati, neuropati, dan kemungkinan oklusi arteri kecil pada jantung.3,4,5

Gagal jantung telah menjadi permasalahan di bidang kesehatan pada tahun-tahun terakhir, dan merupakan penyebab hospitalisasi pasien diatas 65 tahun. Diabetes mellitus merupakan faktor resiko independen terhadap perkembangan gagal jantung. Beberapa penelitian yang ada menunjukkan resiko gagal jantung sekitar 2 kali lebih tinggi pada laki- laki dan 5 kali lebih tinggi pada wanita yang meengalami diabetes. Hubungan ini bahkan lebih meningkat pada pasien muda (90-100 mg/dL (5-5.6 mmol/L).

- Pasien kondisi kritis, seperti pada syok kardiogenik, yang timbul pada sebagian kecil pasien dengan infark miokard akut, direkomendasikan kadar glukosa darah dipertahankan antara140-180 mg/dL (7.8-10 mmol/L) dengan insulin intravena pada pasien tersebut.23

Beberapa studi menyarankan penanganan hiperglikemia selama rawatan pasien infark miokard akut yang berdasar sebagai berikut:

1. Penilaian kadar glukosa saat awal rawatan dan pemantauan glukosa selama rawatan akan memberikan informasi yang berguna untuk stratifikasi resiko dan prognosis. Maka hal tersebut dapat dilakukan tidak mempertimbangkan pengobatan apakah yang akan diberikan.

2. Bila target kontrol glukosa telah dipertimbangkan, beberapa hal perlu menjadi perhatian:

a. Penanganan awal yang konservatif dari target glukosa dapat digunakan, dimana penurunan kadar glukosa yang agresif, belum memberikan manfaat tambahan dan dapat merugikan berdasarkan penelitian yang telah ada.

b. Protokol yang evidenced-based digunakan bila strategi kontrol glukosa digunakan, dimana protokol yang digunakan telah terbukti efektif dan aman untuk target kontrol glukosa pada berbagai keadaan klinis, memiliki fleksibilitas penyesuaian dosis infus insulin sesuai dengan tingkat perubahan kadar glukosa, dan memberikan petunjuk yang jelas mengenaifrekuensi pemeriksaan glukosa dan penanganan hipoglikemia.20

II.4. Penanganan Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular

A. Penanganan gagal jantung pada pasien diabetes

Penanganan gagal jantung dan diabetes umumnya bersamaan dan saling berhubungan melalui berbagai mekanisme patofisiologi kompleks. Stratifikasi resiko dan penanganan awal sangat dibutuhkan untuk memperpenjang harapan hidup. Hingga saat ini, panduan jelas untuk penanganan diabetes dan gagal jantung belum jelas, pengobatan agresif masih dapat dipertimbangkan. Karena diabetes berhubungan dengan perburukan pada pasien dengan gagal jantung, maka pengobatan yang evidenced-based untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas diperlukan. Pasien dengan gagal jantung disertai disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVSD) dapat diterapi dengan obat-obat yang dialamatkan kepada aktivasi neurohormonal pada gagal jantung, maka apabila tidak dijumpai kontraindikasi, maka pasien dengan diabetes dan LVSD seharusnya diberikan ACE-inhibitor/ ARB dan -bloker yang dititrasi. Pasien dengan gejala gagal jantung yang menetap setelah terapi dapat dipertimbangkan untukdiberikan antagonis aldosteron, dengan pemantauan terhadap resiko hiperkalemia.6,9

Tabel 6. Inhibitor sistem renin-angiotensin dan -bloker yang sering digunakan pada pengobatan pasien gagal jantung dan LVSD9

B. Penanganan diabetes pada pasien gagal jantung

Pilihan farmakologik penanganan hiperglikemia pada pasien DM tipe-2 telah berubah beberapa dekade terakhir. Sebelumnya, pilihan terapi adalah insulin injeksi dan berdasar sulfonilurea. Saat ini, terdapat berbagai pilihan terapi yang luas, masing-masing dengan mekanisme kerja yang unik dan keuntungan metabolisme dan memiliki keterbatasan efek samping. Penanganan pasien dengan DM tipe-2 yang memiliki disfungsi ventrikel mendapat tantangan yang tersendiri, karena dua kelas obat anti hiperglikemik, biguanid (metformin) dan tiazolidindion (TZDs) (rosiglitazone, pioglitazone) membutuhkan perhatian khusus padapasien dengan gagal jantung berat.9

Berdasarkan rekomendasi oleh ADA, AHA, dan American College of Cardiology (ACC), target kontrol glukosa pada diabetes adalah HbA1c 30 ml/menit, dan terapi kombinasi termasuk penggunaan awal insulin untuk mencapai target HbA1c. Penggunaan tiazolidindion, meningkatkan resiko retensi cairan, edema perifer, penambahan berat badan sehingga tidak direkomendasikan pada gagal jantung NYHA kelas III dan IV, penggunaannya pada NYHA kelas I dan II tidak dikontraindikasikan, dengan pemberian dosis yang dimulai dengan titrasi dosis yang terendah untuk mencapai kontrol glukosa, dan dipantau resiko penambahan beratbadan, edema, atau tanda-tanda dari gagal jantung.1,9,14

Gambar 12. Algoritma penanganan farmakologik antihiperlikemik pada pasien dengan DM tipe-2 dan gagal jantung berat, dimana kontraindikasi terhadap metformin dan tiazolidindion9

C. Penanganan penyakit vaskular dan koroner pada pasien diabetes

Penanganan umum non-invasif, penanganan medis pada pencegahan sekunder pasien dengan diabetes yang memiliki klinis aterosklerotik dapat diberikan, panduan ACC/AHA dapat digunakan untuk pengurangan resiko pasien dengan penyakit vaskular dan koroner disertai diabetes dapat dilihat pada gambar 13.12

Penanganan terapi agresif yang ditujukan pada optimalisasi kontrol glukosa, mencapai tekanan darah normal, memperbaiki dyslipidemia, dan menghambat fungsi platelet mengurangi kecenderungan kejadian penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan aterosklerosis berat, revaskularisasi seringkali diperlukan untuk menghindari resiko kerusakan organ. Pilihan prosedur perkutaneus ataupun pembedahan tergantung pada berbagai faktor, termasuk gambaran klinis yang spesifik, komorbiditas, area sirkulasi yang terlibat, dan kemudahan teknik.24

Target kolesterol LDL berdasarkan resiko penyakit kardiovaskular (Framingham)

yang mendasarinya ditampilkan pada tabel 7.25

Tabel 7. Rekomendasi NCEP-ATP III untuk terapi dislipidemia25

Gambar 13. Panduan komperensif ACC/AHA untuk penurunan resiko pasien dengan penyakit vaskular dan koroner disertai diabetes12

Penggunaan insulin pada infark miokard akut telah dipertimbangkan sejak tahun

1963, dengan fokus terhadap fasilitasi aliran potassium pada miokard yang iskemik, dikenal dengan terapi polarisasi. Kombinasi glukosa, insulin, dan potassium dikenal dengan terapi GIK, dan fokus perhatian telah berubah dari efek polarisasi menjadi efek langsung insulin, termasuk peningkatan oksidasi glukosa miokard, penurunan sirkulasi asam lemak bebas teresterifikasi yang dapat berperan pada kerusakan miokard melalui peningkatan kebutuhan oksigen via metabolisme asam lemak bebas dan menghasilkan penumpukan metabolisme toksik asam lemak bebas, memperbaiki parameter koagulasi, dan efek anti-inflamasi. Akan tetapi, penelitian besar yang melibatkan 20.201 pasien dengan infark miokard, yang mendapat terapi GIK dibandingkan dengan terapi standard telah menunjukkan tidak ada manfaat dari terapi GIK dibandingkan terapi standard. Oleh karena itu, penanganan hiperglikemia pasien dengan infark miokard akut dengan terapi GIK ataupun intensif insulin lainnya belum dapat dibuktikan manfaatnya, dan dapat diberikan dengan mempertimbangkantarget kadar glukosa darah berkisar 140-180 mg/dL.1

Dalam dua dekade terakhir, timbul permasalahan strategi revaskularisasi yang terbaik- pembedahan (CABG) dibandingkan dengan balloon angioplasti. Pada penelitian BARI tahun1997 menunjukkan kelompok yang mendapat perlakuan CABG memiliki prosedur revaskularisasi ulang dan angina yang lebih jarang. Hal ini merekomendasikan CABG sebagai pilihan strategi revaskularisasi pada pasien diabetes dengan penyakit jantung koroner yang multivessel. Namun, penelitian BARI menunjukkan tidak ada perbedaan dalam keseluruhan survival jangka panjang diantara pasien CABG dan angioplasti. Bila dibandingkan dengan balloon angioplasti, maka CABG memberikan kecenderungan revaskularisasi sempurna yang lebih besar karena dapat mengatasi penyumbatan total yang kronik, stenosis cabang utama kiri, penyakit bifurkasi kompleks, dan penyakit difus. CABG memiliki keterbatasan, dimana terdapat mortalitas dan morbiditas perioperative pasien diabetes yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan non-diabetes; dan CABG lebih invasif dibandingkan dengan angioplasti, dengan melibatkan berbagai organ secara umum; serta rehabilitasi yang berkepanjangan dan secara signifikan menurunkan fungsi neuropsikiatri,baik secara transien ataupun permanen.3

Akan tetapi, disamping adanya perkembangan dan availabilitas drug eluting stents dan kemajuan lainnya dalam hal peralatan, teknik, dan farmakoterapi untuk terapi intervensi perkutaneus, CABG masih tetap merupakan pilihan rekomendasi strategi revaskularisasi pasien dengan diabetes dan penyakit koroner yang multivessel.1

III. KESIMPULAN

Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit yang dikarakteristik dengan produksi insulin yang insufisien/ inadekuat dan menimbulkan hiperglikemia, merupakan faktor resiko yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung koroner, penyakit vaskular perifer, stroke dan kegagalan jantung.

Tiga komponen yang menyebabkan pasien diabetes memiliki resiko tinggi untuk kejadian komplikasi kardiovaskular yaitu kerentanan pada pembuluh darah, komponen darah, dan miokard.

Gagal jantung pada diabetes terjadi akibat peningkatan proses oksidasi asam lemak bebas, gangguan homeostasis kalium, aktivasi sistem renin-angiotensin, peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan disfungsi miokard. Abnormalitas fungsi endotel, lipoprotein, dan koagulasi yang terjadi akibat hiperglikemia atau resistensi insulin merupakan abnormalitas primer yang menjadi faktor predisposisi utama perkembangan penyakit aterosklerosis.

Pasien dengan kondisi infark miokard akut sering terjadi keadaan stress hiperglikemik yang memberikan resiko mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan kondisi normoglikemik. Penelitian dan strategi kontrol glukosa darah yang ketat belum berhasil memberikan manfaat terhadap pasien, target glukosa darah dipertahankan antara 140-180 mg/dL, dengan nilai dibawah meningkatkan resiko hipoglikemia.

Penanganan gagal jantung dan diabetes umumnya bersamaan, dan saling berhubungan.

Pasien gagal jantung dapat diberikan ACE-inhibitor/ ARB dan -bloker dosis dititrasi. Pasien diabetes dapat diberikan metformin apabila laju filtrasi glomerulus >30 ml/menit, dan dapat dikombinasi dengan obat anti-hiperglikemik lainnya (golongan tiazolidindion membutuhkan perhatian khusus karena dapat menyebabkan retensi cairan), ataupun insulin injeksi untuk mencapai kontrol glukosa yang direkomendasikan yaitu HbA1c