PENGARUH PEMBERIAN ASTAXANTHIN TERHADAP MORFOLOGI...

5
62 | Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. 2355-92 Volume 5, No.4, Desember 2019 http://www.untb.ac.id/Desember-2019/ PENGARUH PEMBERIAN ASTAXANTHIN TERHADAP MORFOLOGI DAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN DEWASA (Mus musculus) YANG DIBERIKAN PELATIHAN FISIK BERLEBIH Oleh: Kardi, Iwan Desimal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Tenggara Barat Abstrak : Pelatihan fisik berlebih dapat menyebabkan timbulnya stress oksidatif, dimana stress oksidatif merupakan faktor utama penyebab infertilitas pada pria. Stress oksidatif ini disebabkan oleh adanya peningkatan ROS (Reactive Oxygen Spesies) yang akan mengakibatkan terjadinya aglutinasi sperma sehingga dapat mempengaruhi morfologi dan motilitas sperma. Produksi ROS dapat meningkat pada pria yang sering melakukan pelatihan fisik berlebih dan berada di lingkungan dengan polusi tinggi.Astaxanthin sebagai antioksidan memegang peranan yang sangat penting sebagai protektor spermatozoa terhadap ROS. Pemberian Astaxanthin diharapkan dapat mengatasi stress oksidatif yang dapat menimbulkan infertilitas pada pria. Dalam hal ini peneliti menggunakan pelatihan fisik berlebih sebagai oksidan yang dapat memicu terjadinya stress oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Astaxanthin terhadap morfologi dan motilitas spermatozoa yang diberi pelatihan fisik berlebih. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan posttest only control group design. Sampel dalam penelitian ini adalah mencit jantan dewasa (Mus musculus) dengan kriteria : sehat, berat badan 20-22 gram, dan umur 2-3 bulan. Secara random, 33 ekor mencit dibagi 3 kelompok yaitu 11 ekor mencit kelompok kontrol, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 1 yang diberi pelatihan fisik berlebih dan injeksi aquades 0,2 ml, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 2 yang diberi pelatihan fisik berlebih dan Astaxanthin 0,01 mg yang dilarutkan dalam 0,5 ml aquades steril secara oral selama 35 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan motilitas spermatozoa mencit secara bermakna (P<0,05) pada kelompok perlakuan 2 setelah pemberian glutathion, dimana rerata motilitas spermatozoa kelompok kontrol adalah 33,90±8,66, rerata motilitas kelompok perlakuan I adalah 20,45±3,23, dan rerata motilitas kelompok perlakuan II adalah 24,63±5,22. Sedangkan rerata morfologi sperma normal pada kelompok kontrol adalah 52,36±6,29, rerata morfologi kelompok perlakuan I adalah 40,63±6,45, dan rerata morfologi kelompok perlakuan II adalah 50,18±4,37. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 12,77 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata morfologi spermatozoa pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda bermakna (p<0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian Astaxantin pada mencit jantan dewasa yang diberi pelatihan fisik berlebih dapat meningkatkan morfologi dan motilitas spermatozoa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh astaxantin terhadap fungsi organ reproduksi lainnya seperti fungsi sel leydig dan kadar hormon testosteron serta sebagai dasar untuk meneliti pengaruh pemberian astaxantin terhadap motilitas spermatozoa manusia. Kata Kunci : Astaxanthin, Pelatihan Fisik Berlebih, Motilitas dan Morfologi Spermatozoa PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu kegagalan konsepsi pada pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tanpa alat kontrasepsi dan telah melakukan hubungan seksual secara normal. Sekitar 50% dari kasus infertilitas disebabkan oleh kelainan pada pria, yaitu rendahnya motilitas sperma (asthenozoospermia), mengeluarkan cairan tapi tidak mengandung sperma (azoospermia), rendahnya jumlah sperma (oligoszoopermia), serta kelainan morfologis sperma (teratozoospermia). Masalah kesuburan atau fertilitas merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia beserta keragaman genetiknya.Kesuburan atau fertilitas pasangan dapat dinilai dari jumlah dan kualitas sel-sel reproduksi yaitu spermatozoa pada pria dan sel telur (ovum) pada wanita. Secara fungsional testis merupakan organ utama dari sistem reproduksi pria yang berperan penting dalam spermatogenesis dan steroidogenesis. Spermatogenesis berlangsung pada lapisan epithel tubulus seminiferus testis untuk menghasilkan spermatozoa, sedangkan steroidogenesis berlangsung di sel-sel Leydig jaringan interstisial testis untuk mensintesis hormon steroid pria yaitu androgen (Senger, 2005).

Transcript of PENGARUH PEMBERIAN ASTAXANTHIN TERHADAP MORFOLOGI...

62 | Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. 2355-92

Volume 5, No.4, Desember 2019 http://www.untb.ac.id/Desember-2019/

PENGARUH PEMBERIAN ASTAXANTHIN TERHADAP MORFOLOGI DAN MOTILITASSPERMATOZOA MENCIT JANTAN DEWASA (Mus musculus) YANG DIBERIKAN

PELATIHAN FISIK BERLEBIH

Oleh:

Kardi, Iwan DesimalFakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Tenggara Barat

Abstrak : Pelatihan fisik berlebih dapat menyebabkan timbulnya stress oksidatif, dimana stress oksidatifmerupakan faktor utama penyebab infertilitas pada pria. Stress oksidatif ini disebabkan oleh adanyapeningkatan ROS (Reactive Oxygen Spesies) yang akan mengakibatkan terjadinya aglutinasi spermasehingga dapat mempengaruhi morfologi dan motilitas sperma. Produksi ROS dapat meningkat pada priayang sering melakukan pelatihan fisik berlebih dan berada di lingkungan dengan polusi tinggi.Astaxanthinsebagai antioksidan memegang peranan yang sangat penting sebagai protektor spermatozoa terhadap ROS.Pemberian Astaxanthin diharapkan dapat mengatasi stress oksidatif yang dapat menimbulkan infertilitaspada pria. Dalam hal ini peneliti menggunakan pelatihan fisik berlebih sebagai oksidan yang dapatmemicu terjadinya stress oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Astaxanthinterhadap morfologi dan motilitas spermatozoa yang diberi pelatihan fisik berlebih. Penelitian ini adalahpenelitian eksperimental dengan menggunakan posttest only control group design. Sampel dalampenelitian ini adalah mencit jantan dewasa (Mus musculus) dengan kriteria : sehat, berat badan 20-22gram, dan umur 2-3 bulan. Secara random, 33 ekor mencit dibagi 3 kelompok yaitu 11 ekor mencitkelompok kontrol, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 1 yang diberi pelatihan fisik berlebih dan injeksiaquades 0,2 ml, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 2 yang diberi pelatihan fisik berlebih dan Astaxanthin0,01 mg yang dilarutkan dalam 0,5 ml aquades steril secara oral selama 35 hari. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa terjadi peningkatan motilitas spermatozoa mencit secara bermakna (P<0,05) padakelompok perlakuan 2 setelah pemberian glutathion, dimana rerata motilitas spermatozoa kelompokkontrol adalah 33,90±8,66, rerata motilitas kelompok perlakuan I adalah 20,45±3,23, dan rerata motilitaskelompok perlakuan II adalah 24,63±5,22. Sedangkan rerata morfologi sperma normal pada kelompokkontrol adalah 52,36±6,29, rerata morfologi kelompok perlakuan I adalah 40,63±6,45, dan reratamorfologi kelompok perlakuan II adalah 50,18±4,37. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anovamenunjukkan bahwa nilai F = 12,77 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata morfologispermatozoa pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda bermakna (p<0,05). Dari hasilpenelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian Astaxantin pada mencit jantan dewasa yang diberipelatihan fisik berlebih dapat meningkatkan morfologi dan motilitas spermatozoa. Hasil penelitian inidiharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh astaxantinterhadap fungsi organ reproduksi lainnya seperti fungsi sel leydig dan kadar hormon testosteron sertasebagai dasar untuk meneliti pengaruh pemberian astaxantin terhadap motilitas spermatozoa manusia.

Kata Kunci : Astaxanthin, Pelatihan Fisik Berlebih, Motilitas dan Morfologi Spermatozoa

PENDAHULUAN

Infertilitas merupakan suatu kegagalankonsepsi pada pasangan yang telah menikah lebihdari satu tahun tanpa alat kontrasepsi dan telahmelakukan hubungan seksual secara normal.Sekitar 50% dari kasus infertilitas disebabkan olehkelainan pada pria, yaitu rendahnya motilitassperma (asthenozoospermia), mengeluarkan cairantapi tidak mengandung sperma (azoospermia),rendahnya jumlah sperma (oligoszoopermia), sertakelainan morfologis sperma (teratozoospermia).Masalah kesuburan atau fertilitas merupakan halyang sangat penting dalam menentukankelangsungan hidup manusia beserta keragaman

genetiknya.Kesuburan atau fertilitas pasangandapat dinilai dari jumlah dan kualitas sel-selreproduksi yaitu spermatozoa pada pria dan seltelur (ovum) pada wanita.

Secara fungsional testis merupakan organutama dari sistem reproduksi pria yang berperanpenting dalam spermatogenesis dansteroidogenesis. Spermatogenesis berlangsung padalapisan epithel tubulus seminiferus testis untukmenghasilkan spermatozoa, sedangkansteroidogenesis berlangsung di sel-sel Leydigjaringan interstisial testis untuk mensintesishormon steroid pria yaitu androgen (Senger, 2005).

ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram| 63

http://www.untb.ac.id/Desember-2019/ Volume 5, No. 4, Desember 2019

Pada tingkat molekuler, salah satu penyebabinfertilitas adalah Stres Oksidatif (OS) karenaproduk Reactive Oxygen Species(ROS). SumberROS (Reactive Oxygen Species) yang berasal darifaktor enzimatis (internal) diantaranya adalah padasel leukosit. Pada kadar yang tinggi, ROSberpotensi menimbulkan efek toksik, sehinggadapat berpengaruh pada kualitas dan fungsispermatozoa (Hayati 2011). Peroksidasi lipid padamembran spermatozoa dapat menurunkanpermeabilitas membran untuk ion-ion spesifik.Hasil peroksidasi lipid dengan kadar yang tinggimerupakan tanda toksisitas pada membran sel, halini dapat mengganggu spermatogenesis, morfologidan motilitas sperma sehingga fungsi spermamenjadi cacat dan menyebabkan infertilitas(Hayati, 2011).

Peningkatan kadar ROS akan menghasilkanstress oksidatif akibatkadar ROS melampui bataspertahanan antioksidan tubuh sehingga akanmenyebabkan kerusakan sel, jaringan dan organ(Sikka, 2004). Stress oksidatif adalah suatu kondisidimana terjadi peningkatan kerusakan seluler yangdisebabkan oleh oksigen yang lebih dikenal sebagaiROS. Proses ini adalah hasil dari ketidakseimbangan antara produksi ROS, dimana terjadipeningkatan pembentukan ROS tanpa diimbangioleh antioksidan dalam tubuh. Pembentukan ROSadalah proses fisiologi tubuh, namun apabila terjadipeningkatan yang berlebihanmakaakanberpengaruh negatif terhadap tubuh.Tingginyakadar ROS pada sperma menyebabkan40,88% pria mengalami infertilitas (Sikka, 2004).

Pelatihan fisik berlebih juga dapatmenyebabkan terjadinya penurunan jumlah danmotilitas spermatozoa (Binekada, 2002). Penelitianyang dilakukan oleh Indira (2008), menunjukkanadanya penurunan sel-sel spermatogenik padamencit yang menerima pelatihan fisikberlebih.Penelitian tentang pelatihan fisik berlebihyang disertai dengan penurunan kualitasspermatozoa menunjukkan bahwa terjadipeningkatan Reactive OxygenSpecies (ROS) dalamseminal plasma dan penurunan perlindungan olehantioksidan (Tremellen, 2008).Sitoplasma selspermatogenik mengandung sejumlah kecilscavenging enzyme, namun enzim antioksidanintrasel ini tidak mampu melindungi membranplasma yang melingkupi akrosom dan ekorspermatozoa dari serangan radikal bebas. Padapelatihan fisik berlebih jumlah antioksidan tidakmampu menetralisir radikal bebas, akibatnyamuncul stress oksidatif. Stres oksidatif dapatmenyebabkan kerusakan jaringan testis terutamatubulus seminiferus yang merupakan tempatberlangsungnya spermatogenesis (Safarinejad etal., 2009).

Radikal bebas juga dapat menyebabkangangguan sistem reproduksi manusia.Adanyaradikal bebas dapat menyebabkan gangguan padaspermatozoa sebesar 30-80% dari kasus infertil(Tremellen, 2008). Radikal bebas ini akanmenimbulkan gangguan pada spermatogenesis danmembran spermatozoa sehingga menurunkanmotilitas spermatozoa untuk menembus sel telur(ovum). Gangguan membran sel ini disebabkankarena membran sel merupakan salah satu targetutama kerusakan atau cedera sel yang diakibatkanoleh berbagai stimuli dari luar termasuk radikalbebas (Sutarina & Edward, 2004).

Membran sel spermatogenik mengandungsejumlah besar asam lemak tak jenuh rantaipanjang (PUFA) sehingga rentan terhadapperoksidasi lipid (Wresdati et al., 2006).Radikalbebas juga dapat menyebabkan kerusakan DNAspermatozoa khususnya pada integritas DNA padainti selanjutnya dapat menimbulkan kematian sel(Tremellen, 2008).

Astaxanthin merupakan salah satu pigmenkarotenoid (seperti beta karoten), yang diekstraksidari strain mikroalga tropis yang disebutHaematococcuspluvialis. Senyawa ini memilikigugus radikal yang mampu melindungi tubuhterhadap proses peroksidasi lipid dan kerusakanyang diakibatkan oleh proses oksidasi padamembran sel dalam jaringan tubuh (Winarsi, 2007).Penelitian yang dilakukan oleh Wood danYamasitha (2009), menyimpulkan bahwaastaxanthin adalah antioksidan kuat, bersifat alamidan memiliki elektron untuk menetralkan radikalbebas.

Berdasarkan beberapa acuan hasil penelitiandan teori di atas, maka penulis ingin membuktikanbahwa pemberian Astaxanthin pada mencit jantandewasa yang diberikan pelatihan fisik berlebihdapat memperbaiki morfologi dan meningkatkanmotilitas spermatozoa, karena sepengetahuanpenulis penelitian seperti judul ini belumdilakukan.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh pemberian Astaxanthin terhadapmorfologi dan motilitas spermatozoa mencit jantandewasa (Mus musculus)yang diberipelatihan fisikberlebih.

METODE PENELITIAN

a. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitianeksperimental dengan menggunakan rancanganPosttest Only Control Group Design (Marczyk etal., 2005). Dengan rancangan sebagai berikut :

64 | Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. 2355-92

Volume 5, No.4, Desember 2019 http://www.untb.ac.id/Desember-2019/

Gambar 1. Bagan Rancangan Penelitian

Keterangan :P = PopulasiR = RandomisasiS = SampelRA = Random AlokasiO1 = Pemeriksaan morfologi dan motilitas

spermatozoa posttest pada kelompokkontrol (tanpa perlakuan)

O2 = Pemeriksaan morfologi dan motilitasspermatozoa posttestpada kelompokperlakuan I yang diberikanpelatihan fisikberlebih dan aquabides

O3 = Pemeriksaan morfologi dan motilitasspermatozoa posttestpada kelompokperlakuan II yang diberikan pelatihan fisikberlebih dan Astaxanthin

P0 = Kontrol (tanpa perlakuan)P1 = Perlakuan I, mencityang di berikan

pelatihan fisik berlebih dan aquabidesP2 = Perlakuan II, mencit yang di berikan

pelatihan fisik berlebihdan Astaxanthin

b. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di LaboratoriumFarmakologi Fakultas Kedokteran UniversitasMataram, sedangkan untuk pemeriksaan morfologidan motilitas spermatozoa dilakukan diLaboratorium Reproduksi Fakultas KedokteranUniversitas Mataram. Penelitian ini dilaksanakandalam waktu 7 (minggu), dengan rincian sebagaiberikut :1. Satu minggu untuk persiapan2. Lima minggu untuk perlakuan3. Satu minggu untuk analisis statistikJumlah sampel (n) yang didapat 8,5 dan untukmengantisipasi adanya sampel yang mati makaditambah 20% dari sampel yang didapat denganperhitungan (8,5 x 20% = 1,7). Jumlah sampel 8,5+ 1,7 = 10,2 dibulatkan menjadi 11. Sehinggadalam penelitian ini, pada masing-masingkelompok terdapat 11 ekor mencit. Jadi totalmencit yang diperlukan adalah 33 ekor mencitjantan dewasa.

c. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang di gunakan antara lain :

1. Serbuk Astaxanthin2. Mencit putih jantan3. Makanan mencit berupa pellet dan air

minum4. Aquabides pro-injeksi5. PBS (Phospat Buffered Saline)

d. Alat PenelitianAlat yang digunakan dalam pengambilan data

penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Kandang mencit, di dalamnya terdapat

sekam dan botol minuman2. Mikroskop3. Alat timbang4. Spuit injeksi 1 cc5. Alat bedah minor (pisau bedah, pinset dan

gunting bedah)6. Tissue7. Peralatan untuk pemeriksaan motilitas

sperma seperti scalpel, gelas objek dankaca penutup

8. Stop Watch9. Bak10. Air Bersih

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Perbedaan Rerata Motilitas SpermatozoaAntar Kelompok Sesudah DiberikanPelatihan Fisik Berlebih dan AstaxantinPada Kriteria Motilitas a

Uji perbandingan antara ketiga kelompoksesudah perlakuan berupa pemberian Astaxantinmenggunakan uji One Way Anova. menunjukkanbahwa rerata motilitas spermatozoa a kelompokkontrol adalah 33,90±8,66, rerata motilitaskelompok perlakuan I adalah 20,45±3,23, danrerata motilitas kelompok perlakuan II adalah24,63±5,22. Analisis kemaknaan dengan uji OneWay Anova menunjukkan bahwa nilai F = 13,86dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa reratamotilitas spermatozoa pada ketiga kelompoksesudah diberikan perlakuan berbeda bermakna(p<0,05).

Rerata motilitas spermatozoa b kelompokkontrol adalah 24,09±8,25, rerata motilitaskelompok perlakuan I adalah 26,27±6,81, danrerata motilitas kelompok perlakuan II adalah29,09±7,13. Analisis kemaknaan dengan uji OneWay Anova menunjukkan bahwa nilai F = 1,25

ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram| 65

http://www.untb.ac.id/Desember-2019/ Volume 5, No. 4, Desember 2019

dan nilai p = 0,300. Hal ini berarti bahwa reratamotilitas spermatozoa pada ketiga kelompoksesudah diberikan perlakuan tidak berbeda(p>0,05), akan tetapi jika rerata motilitasspermatozoa ke tiga kelompok perlakuan di atasditambah yaitu (a+b) maka rerata kelompok kontroladalah 33,90 + 24,09 =57,99, rerata kelompokperlakuan I adalah 20,45+26,27 = 46,72 dan reratakelompok perlakuan II adalah 24,63 +29,09=53,72.

b. Perbedaan Rerata Morfologi NormalSpermatozoa Antar Kelompok SesudahDiberikan Pelatihan Fisik Berlebih danAstaxantin

Sedangkan untuk morfologi sperma,menunjukkan bahwa rerata morfologi spermanormal pada kelompok kontrol adalah 52,36±6,29,rerata morfologi kelompok perlakuan I adalah40,63±6,45, dan rerata morfologi kelompokperlakuan II adalah 50,18±4,37. Analisiskemaknaan dengan uji One Way Anovamenunjukkan bahwa nilai F = 12,77 dan nilai p =0,001. Hal ini berarti bahwa rerata morfologispermatozoa pada ketiga kelompok sesudahdiberikan perlakuan berbeda bermakna (p<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian di atas,didapatkan bahwa pada kelompok perlakuan IIterjadi peningkatan motilitas spermatozoa yaitupada kriteria motilitas a dibandingkan dengankelompok perlakuan I. Hal ini disebabkan karenapelatihan fisik berlebih termasuk ROS jenis lipidperoksida sehingga mekanismenya mengangguspermatogenesis yaitu dengan proses peroksidalipid. Peroksidasi lipid dapat menyebabkangangguan sintesis dan sekresi GnRH hipotalamus.Kegagalan ini akan menyebabkan kegagalanhipofisis untuk melakukan sintesis dan sekresi FSHmaupun LH. Selanjutnya, akan diikuti olehkegagalan sel Leydig mensintesis testosteron dansel sertoli tidak mampu melakukan fungsinyasebagai nurse cell (Nugroho, 2007).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitianyang dilakukan oleh Indira (2008), menunjukkanbahwa pemberian glutathion dapat meningkatkanspermatogenesis mencit yang diberi pelatihan fisikberlebih.

DAFTAR PUSTAKA

Binekada, M.C. 2002. Pelatihan Fisik BerlebihMenurunkan Konsentrasi danMotilitasSpermatozoa Mencit (tesis). Denpasar :Universitas Udayana.

Hayati, A, 2011, Spermatologi. Surabaya: PusatPenerbitan dan Percetakan Unair.

Indira, L. 2008. Pemberian GlutathionMeningkatkan Spermatogenesis PadaMencit Yang Menerima Pelatihan FisikBerlebih (tesis). Denpasar : UniversitasUdayana.

Marczyk, G., Matteo, D., and Festinger, D. 2005.Essentials of Research Design andMethodology. New Jersey : John Wiley &Sons. p.105.

Nugroho, C. A. 2007. Pengaruh MinumanBeralkohol Terhadap Jumlah Lapisan SelSpermatogenik dan Berat VesikulaSeminalis Mencit. Widya Warta JurnalIlmiah Universitas Katolik WidyaMandala Madiun. Vol. 33 No. 1.

Safarinejad, M. R., Shafiei, N., and Safarinejad, S.2012. Effects Of The Reduced Form OfCoenzyme q (10) (Ubiquinol) on SemenParameters in Men With IdiopathicInfertility : a Double-Blind, PlaceboControlled, Randomized Study. J.Urology.

Senger, P. L. 2005. Pathways to Pregnancy andParturition.2nd edition. Washington:Current Conception.

Sikka, S. 2004. Role of Oxidative Stress andAntioxidant in Andrology.Journal ofAndrology. 25 (1) 2699-2722.

Sutarina, N., dan Edward, T. 2004. PemberianSuplemen pada Olahraga. MajalahGizMindo vol. 3 No. 9 September 2004.p: 14-15.

Tremellen, K. 2008. Oxidatif Stress And MaleInfertility-A Clinical Perspective.Available From :http://humupd.oxfordjournal.org/cgi/content/full/14/3/23.Accessed : October, 5th

2015.

Winarsi, H. 2007.Antioksidan Alami dan RadikalBebas.Yogyakarta : Penerbit Kanisius. p:13-15, 77-81.

Wood, V., Yamashita, E. 2009. AntioxidantSymposium 2009: An Update on ClinicalResearch. Jakarta. Available at :

66 | Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. 2355-92

Volume 5, No.4, Desember 2019 http://www.untb.ac.id/Desember-2019/

http://blog.perriconemd.com/astaxanthin-side-effects.Accessed Maret 2016.

Wresdati, T., Astawan, M., dan Hastanti, L. Y.,2006. Profil Imunohistokimia SuperksidaDismutase (SOD) pada Jaringan HatiTikus dengan KondisiHiperkolesterolemia, Journal Hayati, 85-89.