Pancasila Sebagai Sistem Filsafat (Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Sistem Filsafat)
Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)
-
Upload
nila-reswari -
Category
Documents
-
view
196 -
download
5
Transcript of Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)
TUGAS INDIVIDU
PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA
OLEH :
LAILY FANDIANTY NINGSIH
105070301111002
GIZI A1.1
MATA KULIAH PANCASILA
JURUSAN GIZI KESEHATAN FKUB
MALANG
2010
PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA
Latar Belakang
Kehidupan rakyat Indonesia sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah
kehidupan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat yang sejajar dengan
bangsa, Negara dan budaya manapun di dunia modern. Bangsa Indonesia sungguh
– sungguh secara sadar dengan cita karsa, kepercayaan diri, wawasan kebangsaan
dan kebanggaan nasional bergaul (bersahabat, bekerjasama) dengan antar bangsa
(internasional) untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social bagi seluruh umat di dunia.
Artinya, bangsa Indonesia memelihara dan menggembangkan budaya dan
peradaban bagi kesejahteraan umat manusia. Inilah amanat yang terkandung di
dalam Pembukaan UUD 45, sebagai amanat bangsa, cita karsa rakyat Indonesia
yang bersumber dari ajaran dasar Negara (filsafat Negara) Pancasila sebagai
terumus di dalam UUD 45. Karenanya kewajiban kita semua warganegara untuk
menegakkan filsafat Pancasila dan UUD 45.
Menegakkan filsafat Pancasila sebagai dasar Negara RI sebagaimana
dimaksudkan UUD 45, bagaimana melaksanakannya secara murni dan konsekuen
merupakan cita – cita rakyat Indonesia yang diamanatkan PPKI kepada para
pemimpin dan penjabat Negara, istimewa generasi penerus yang mengelola
Negara Proklamasi, kemudian dikembangkan dan diteruskan dalam tema
perjuangan Orde Baru. Meskipun sejak menjelang reformasi awal 1998,
pemerintah Orde Baru dianggap gagal melaksanakan amanat itu, namun dari
beberapa bidang kehidupan kenegaraan prinsip konstitusional sangat melembaga.
Artinya, sikap dan budaya berbangsa dan bernegara berpedoman kepada
ketentuan normative konstitusional tetap ditegakkan. 1
Jadi, hanya dengan keunggulan (SDM berkualitas) termasuk keunggulan
iptek, modal, system nasional bahkan juga kesatuan dan integritas yang utuh:
rukun bersatu, senasib dan secita – cita, InsyaAllah akan mampu mengantarkan
bangsa Indonesia mewujudkan cita – cita nasional sebagai terumus di dalam
pembukaan UUD 45. Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar
falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara
Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa
yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang
telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan
muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa
adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia.
Rumusan Masalah
1. Apa landasan filosofis Pancasila?
2. Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara?
3. Apa perbedaan filsafat Pancasila dengan filsafat – filsafat lainnya?
4. Bagaimanakah penegakkan filsafat pancasila (dasar Negara) Republik
Indonesia?
Pembahasan
Landasan Filosofis Pancasila
1 Dr. Mohammad Noor Syam, 2000, Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan konstitusional, Hal 123-124
a. Definisi Pancasila
Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk
mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri,
Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu
dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu
ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila.
Pengertian secara Historis
Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai
rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara . Pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18
Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana
didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi
nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang
umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah
Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah
Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam
rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.
Pengertian Pancasila Secara Termitologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk
melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada
tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam
bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan
Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar
sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh
Rakyat Indonesia
Pancasila Berbentuk:
1. Hirarkis (berjenjang);
2. Piramid.
A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam
sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:
1. Prikebangsaan;
2. Prikemanusiaan;
3. Priketuhanan;
4. Prikerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat
B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945
di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:
1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme/Prikemanusiaan;
3. Mufakat/Demokrasi;
4. Kesejahteraan Sosial;
5. Ketuhanan yang berkebudayaan;
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi
Trisila yaitu:
1. Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme;
2. Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat;
3. Ketuhanan YME.
Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi
Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.
C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945
rumusannya sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan
perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah
dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam
Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS
NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang
menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar
Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945.2
b. Definisi Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya
“philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim
diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada
kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian
bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti
2“wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta
kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat
berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang
nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban
manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh
Herakleitos. 3
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai
pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang
2 Notonegoro, 1980, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila
3 Jarmanto, 1982, Pancasila Suatu Tinjauan Aspek Historis dan Sosio-Politis, Hal 127.
mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari
setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan
itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya
(merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau
falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan
merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati
kesempurnaan.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah
sebagai berikut:
• Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau
berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia.
Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan
menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau
melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap
diri secara obyektif
• Plato (472 – 347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf
adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam
pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak
berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat
spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran.
Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.4
4 Drs. Achmad Fauzi DH, dkk, 1983, Pancasila Ditinjau dari Segi Historis, Segi Yuridis Konstitusional dan Segi Filosofis, Hal 177-178
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:
Pertama : Filasafat sebagai Produk mencakup pengertian
a. Pengertian filsafat yang mencakup arti – arti filsafat sebagai jenis
pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf pada zaman dahulu, teori,
system atau pandangan tertentu, yang merupakan hasil dari proses
berfilsafat dan yang mempunyai ciri – cirri tertentu.
b. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai
hasil dari aktivitas filsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai
cirri – cirri khas tertentu sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada
umumnya proses pemecahan persoalan filsafat ini diselesaikan dengan
kegiatan berfilsafat (dalam pengertian filsafat sebagai proses yang
dinamis).
Kedua : Filsafat sebagai suatu proses mencakup pengertian
Filasafat yang diartikan sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam
proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan
metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Dalam pengertian
ini filsafat merupakan suatu system pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat
dalam pengertian in tidak lagi hanya merupakan sekumpulan dogma yang
hanya diyakiniditekuni dan dipahami sebagai suatu system nilai tertentu, tetapi
lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dan
menggunakan suatu cara dan metode tersendiri.5
Objek Filsafat
5 Prof. Dr. H. Kaelan, M.S., Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, Hal 8
1. Objek Material filsafat
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di oandang atau di sorot oleh suatu
disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang
abstrak.
Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu
yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada
dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
a. Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu
yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu
ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia
(antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).
2. Objek Formal filsafat
Yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.
Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari
sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu
yang mempelajari manusia di antaranya psikologi, antropologi,
sosiologi dan lain sebagainya.6
Sistematika Filsafat
6 Drs. Achmad Fauzi DH,dkk,. . . .op cit, Hal 180
PHILOSOPHY
AXIOLOGY
Makna dan sumber nilai, wujud, jenis, tingkat, sifat nilai;
hakikat nilai: manusia, materia, etika, estetika, politika, budaya,
agama, posthumous dan Tuhan . . . (Allah Maha Pencipta)
EPISTEMOLOGY
Makna dan sumber pengetahuan, proses, syarat terbentuknya
pengetahuan, validitas, batas dan hakikat pengetahuan;
meliputi: semantika, gramatika, logika, rhetorika, matematika,
meta-teori, philosophy of science, Wissenschaftslehre . . .
ONTOLOGY
Makna dan sumber ada; proses, jenis, sifat dan tingkat ada:
ada umum, terbatas, manusia, kosmologia; Ada tidak terbatas,
ADA mutlak . . . metafisika, posthumous.7
Cabang – cabang Filsafat
Berikut ini pengertian ari cabang-cabang filsafat yang utama:
- Logika, adala cabang filsafat yang menyelildiki lurus tidaknya
pemikran kita. Lapamngan dalam logika adlah asa-asas yang menentukan
pemikiran yang lurus, tepat dan sehat. Dengan mempelajari logika
diharapkan dapat menerapkan asas bernalar sehingga dapat menaarik
kesimpulan dengan tepat.
7 Ibid, Halaman 191
- Epistemologi, adlah bagian filasfat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetauan, sumber pengetahuan, asla mula pengetahuan, batas-
batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan.
- Etika, adlah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku
atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk.
- Estetika, adlah cabang filsafat yang membicarakan tentang
keindahan
- Metafisika, adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang
yang ada atau membicarakan sesuatu di sebalik yang tampak. Persoalan
metafisis di bedakan menjadi tiga yaitu ontologi, kosmologi dan
antropologi.8
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara
Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita
temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan
negara Indonesia seperti di bawah ini :
1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni
1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk
pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan
tata urutannya sebagai berikut :
v Kebangsaan Indonesia.
v Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
8 Drs. A. W. Widjaja, 1991, Pedoman Pokok – Pokok dan Materi Perkuliahan Pancasila pada Perguruan Tinggi, Hal 120-121
v Mufakat atau Demokrasi.
v Kesejahteraan sosial.
v Ketuhanan.
2. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang
Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya
Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu :
a. Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah
berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama
Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang
ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.
b. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno
yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh
Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-
RI.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d. Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.
Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara
dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata
urutan sebagai berikut :
v Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
v Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Sesudah BPPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan)
merampungkan tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9
Agustus 1945, sebagai penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia).
Pada tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta
yang disaksikan oleh PPKI tersebut.
Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan
sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting :
a. Mensahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945.
b. Mensahkan dan menetapkan UUD 1945.
c. Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua PPKI yaitu Ir.
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan
Wakil Presiden RI.
Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah
badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19
Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8
propinsi dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga
menetapkan pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan.
Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh
PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara
resmi, autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI,
dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
v Kemanusiaan yang adil dan beradab.
v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi
RIS 1949
Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23
Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi
Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleH Drs. Mohammad Hatta,
delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid
Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen.
Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan
persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang
adil dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada
RIS (Republik Indonesia Serikat).
Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa
pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa
syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu
selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda,
Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS.
Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota
Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku
pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah
berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi
RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian
Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah
pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai
berikut :
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
v Prikemanusiaan.
v Kebangsaan.
v Kerakyatan.
v Keadilan Sosial.
5. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD
Sementara RI (UUDS-RI 1950)
Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki
bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat
(federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi.
Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap
membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia
sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian
dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu
Bangsa dan Satu Bahasa.
Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan
pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam
bentuk negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI.
Sesuai KOnstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat
pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara
kesatuan Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi
RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu :
1. RI Yogyakarta.
2. Negara Sumatera Timur (NST).
3. Negara Indonesia Timur (NIT).
Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung
mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah
Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat).
Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo
mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147
Pasal).
Perubahan bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar
falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI
1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam
Mukadimah Konstitusi RIS yaitu :
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
v Prikemanusiaan.
v Kebangsaan.
v Kerakyatan.
v Keadilan Sosial.
6. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang
Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang
akan menyusun UUD baru.
Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia
dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November
1956.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal
membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950
Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi
pernyatan :
a. Pembubaran Konstuante.
b. Berlakunya kembali UUD 1945.
c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap
menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut :
v Ketuhanan Yang Maha Esa.
v Kemanusiaan yang adil dan beradab.
v Persatuan Indonesia.
v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan.
v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal
13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi,
yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan
sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan
Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan
yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum
positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku
sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan,
walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut. 9
a. Rumusan Pancasila (Pokok – Pokok Ajaran Pancasila)
Sistem filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur yang
memiliki identitas dan integritas keunggulan universal sebagai sistem filsafat
9 Notonegoro, . . . .loc cit
theisme-religious. Sistem filsafat demikian memancarkan keunggulan karena
sesuai dengan potensi kodrati martabat kepribadian manusia yang dianugerahi
integritas-kerokhanian yang memancarkan akal dan budinurani; yang potensial
mengembangkan budaya dan peradaban: sebagai subyek budaya (termasuk
subyek hukum dan subyek dalam negara) dan subyek moral.
Dapat disarikan dalam skema berikut:
T
SK
AS P SB
SM
Penjelasan ringkas:
1. T = Abstraksi makna dan nilai Tuhan Yang Maha Esa, yang kita
yakini sebagai Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Berdaulat, Maha Pengatur
dan Maha Pengayom semesta dalam kodrat kekuasaan Maha Pencipta.
Kesemestaan berkembang dalam harmoni dan kesejahteraan berkat
pengayoman abadi Yang Maha Berdaulat melalui ikatan fungsional-integral-
universal (imperatif, mutlak) dalam tatanan hukum:
a. hukum alam yang bersifat obyektif, fisis, kausalitas, mutlak, abadi,
dan universal;
b. hukum moral yang bersifat obyektif-subyektif, psiko-fisis,
sosial-subyektif, mutlak, teleologis, abadi dan universal ---tercermin dalam
budinurani dan kesadaran keagamaan---.
2. AS = Alam Semesta, makro-kosmos yang meliputi realitas
eksistensial-fenomenal dan tidak terbatas dalam keberadaan ruang dan waktu
sebagai prakondisi dan wahana kehidupan semua makhluk (flora, fauna,
manusia dsb); misalnya: cahaya dan panas matahari, udara, air, tanah (untuk
pemukiman dan cocok-tanam), tambang (berbagai zat tambang dalam bumi:
mineral, gas, logam, permata), flora dan fauna. Semua potensi dan realitas
kesemestaan menentukan keberadaan semua yang ada dan hidup di dalam alam
semesta, sebagai prawahana kehidupan (yang dikembangkan manusia menjadi
wujud budaya dan peradaban, termasuk ipteks). AS berkembang dan bernilai
bagi kehidupan semesta, termasuk sebagai “maha sumber” ipteks yang terpadu
dalam hukum alam, integral-fungsional-universal.
3. SM = Subyek Manusia sebagai umat manusia keseluruhan di dalam
alam semesta. Subyek manusia dengan potensi, harkat-martabatnya
mengemban amanat Ketuhanan (keberagamaan), kebudayaan dan peradaban
berwujud kesadaran hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia
(KAM). Penghayatan dan pengamalan manusia atas HAM secara normatif
berlangsung dalam asas keseimbangan HAM dan KAM dalam antar hubungan
sesama, dengan negara, budaya, dengan alam semesta dan kehadapan Tuhan
Maha Pencipta. Potensi kepribadian manusia berkembang dalam asas
teleologis (motivasi luhur, cita-karsa) untuk menegakkan cinta-kasih dan
kebajikan. Pribadi manusia berkembang (berketurunan, berkarya,
berkebajikan) sebagai pancaran keunggulan dan kemuliaan martabat
kepribadian manusia.
4. SB = Sistem Budaya, sebagai prestasi cipta-karya manusia, wahana
komunikasi, perwujudan potensi dan martabat kepribadian manusia, berpuncak
sebagai peradaban dan moral!
Sistem budaya warisan sosio-budaya: lokal, nasional dan universal
menjadi bahan/isi pembinaan (kependidikan) manusia masa depan melalui
kependididikan dan ipteks.
Sistem budaya merupakan wujud cita dan citra martabat manusia;
sekaligus menampilkan kualitas kesejahteraan umat manusia. Sistem budaya
memberikan fasilitas dan kemudahan baik dalam komunikasi (mulai: bahasa,
sampai transportasi, komunikasi, informasi) maupun ipteks yang supra
canggih, pancaran keunggulan dan kemuliaan martabat kepribadian manusia .
5. SK = Sistem Kenegaraan sebagai perwujudan dan prestasi
perjuangan dan cita nasional; wujud kemerdekaan dan kedaulatan bangsa;
pusat kesetiaan dan kebanggaan nasional warganegara.
Sistem kenegaraan sebagai pusat dan puncak kelembagaan dan
kepemimpinan nasional, pusat kesetiaan dan pengabdian warga negara. SK
sebagai pengelola kesejahteraan rakyat warga negara; penegak kedaulatan dan
keadilan; dan pusat kelembagaan kepemimpinan nasional dalam fungsi
pengayom rakyat warga negara. SK berkembang dalam kejayaan berkat
integritas manusia waganegara dengan menegakkan kemerdekaan, kedaulatan,
keadilan demi kesejahteraan dan perdamaian antar bangsa.
6. P = Pribadi, subyek manusia mandiri yang keberadaan dan
perkembangannya di dalam dan untuk antarhubungan kondisional-fungsional
semua komponen horizontal (cermati garis diagonal: antar AS – SM – SB –
SK) antar semua eksistensi sebagai nampak dalam antarhubungan P- garis
diagonal horizontal, dan vertikal. Pribadi sebagai subyek mandiri berkembang
(berketurunan, berkarya, berkebajikan) dengan asas teleologis (vertikal),
menuju ideal-self (cita-pribadi) dengan motivasi cita-karsa keseimbangan hak
asasi dan kewajiban asasi demi cinta-kasih, keadilan dan kebajikan; sebagai
pancaran nilai dan martabat kerokhanian manusia yang unggul, agung dan
mulia. Pribadi manusia berkembang berkat cinta dalam (wujud) keluarga dan
berketurunan; berkarya dan berbakti kepada sesama (pengabdian kepada
bangsa negara): sosial kultural dan moral. . . yang dijiwai kesadaran theisme-
religious.
Sebagai integritas kepribadian manusia P berkembang secara kualitatif
dalam makna integritas martabat kepribadiannya dengan khidmat mengabdi
dan menuju (asas teleologis) Maha Pencipta, Maha Pengayom demi
tanggungjawab moral manusia sebagai penunaian amanat kewajiban asasi
manusia.
Pribadi dengan harkat-martabat kepribadiannya memelihara
antarhubungan harmonis dengan semua eksistensi horizontal berdasarkan
wawasan vertikal (theisme- religious). Artinya, antarhubungan pribadi manusia
dengan alam, sesama, budaya dan dengan kenegaraan dijiwai kesadaran
tanggung jawab dan kewajiban moral Ketuhanan-keagamaan. Asas demikian
mengandung makna bahwa filsafat Pancasila memancarkan identitas dan
integritas moral theisme-religious (sila I).10
Perbedaan Filsafat Pancasila dengan Filsafat – Filsafat Lainnya
a. Aliran – Aliran Filsafat
1. Aliran Materialisme
2. Aliran Idealisme
3. Aliran Realisme
4. Filsafat Islam
a. Ya'qub bin Isaq Alkindi
b. Abu Hamid Muhammad Al Ghozali
c. Abu Al Wahid Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Rosyid
b. Perbedaan Filsafat Pancasila dengan Filsafat – Filsafat Lainnya
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya suatu nilai-nilai yang bersifat sistematik
fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatua
kesatuan yang bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis. Dalam inilah maka sila-
sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila
bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki
esensi serta makna yang utuh.
Selain itu Pancasil adalah suatu sistem filsafat, maksudnya yaitu suatu
keseluruhan sistem harus memenuhi lima persyaratan sebagai berikut :
1. Merupakan satu kesatuan,
10 Dr. Mohammad Noor Syam, . . . .op cit, Hal 128-129
2. Merupakan tata yang konsisten dan koherens, tidak memandang
konktradiksi,
3. Ada kaitan antara bagian satu dengan lainnya,
4. Ada kerjasama yang serasi dan seimbang,
5. Segala sesuatunya mengabdi kepada tujuan bersama yaitu tujuan yang satu.
Secara Filosofis, Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki
dasar ontologis, dasar epistimologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat
yang lainnya, misalnya materilisme liberalisme, pragmatisme, idealisme dan
paham lain filsafat di dunia.11
Menegakkan Filsafat Pancasila (Dasar Negara) Republik Indonesia
a. Rasional (Alasan) bahwa Pancasila adalah Sistem Filasafat
1) Secara material-substansial dan intrinsik nilai Pancasila adalah filosofis;
misal hakikat Kemanusiaan yang adil dan beradab, apalagi Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah metafisis/filosofis.
2) Secara prktis-fungsional, dalam tata-budaya masyarakat Indonesia pra-
kemerdekaan nilai Pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau pandangan
hidup yang dipraktekkan.
3) Secara formal-konstitusional, bangsa Indonesia mengakui Pancasila dalah
dasar negara (filsafat negara) RI.
4) Secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya Indonesia sederajat
dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar bangsa Indonesia
sebagaimana bangsa-bangsa lain (Cina, India, Arab, Eropa) mewarisi
11 Slamet Sutrisno, 1986, Pancasila sebagai Metode, Hal 27
sistem filsafat dalam budayanya. Jadi, Pancasila adalah filsafat yang
diwarisi dalam budaya Indonesia.
5) Secara potensial, filsafat Pancasila akan berkembang bersama dinamika
budaya; filsafat Pancasila akan berkembang secara konsepsional, kaya
konsepsional dan kepustakaan secara kuantitas dan kualitas. Filsafat
Pancasila merupakan bagian dari khasanah dan filsafat yang ada dalam
kepustakaan dan peradaban modern. 12
b. Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional
Terjabar dalam sistem kenegaraan Pancasila yang melembaga dalam
NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45, dengan berbagai fungsi sistem
nasional ---sebagai jabaran dan fungsionalisasi sistem filsafat dan atau sistem
ideologi nasional (Pancasila), yang secara konsepsional mendesak untuk
dikembangkan dalam rangka ketahanan ideologi dan ketahanan nasional untuk
menghadapi tantangan neo-liberalisme, neo-ultraimperialisme yang makin
dinamis dalam era globalisasi-liberalisasi, dan postmodernisme. Dinamika
demikian digerakkan sebagai rekayasa politik global dari negara adidaya yang
berjuang merebut supremasi politik melalui issue: atas nama HAM
(individualisme, liberalisme dan liberalisasi), ekonomi liberal (privatisasi,
ekonomi pasar) yang pada gilirannya melahirkan supremasi ekonomi (= neo-
ultraimperialisme) bangsa-bangsa berkembang (under develop, developing
countries) melalui berbagai investasi multi national corporations, dan "fatwa
12 Dr. Mohammad Noor Syam, . . . .op cit, Hal 126-127
IMF" dalam upaya mengatasi krisis ekonomi negara-negara ketiga (belahan
selatan). 13
c. Pembudayaan Filsafat dan Ideologi Pancasila
Ajaran filsafat Pancasila memancarkan keunggulan sistem filsafat dan
kultural NKRI; melengkapi keunggulan natural dan (potensial) SDM
Indonesia. Integritas keunggulan ini ditegakkan dalam sistem kenegaraan
Pancasila secara konstitusional berdasarkan UUD Proklamasi (yang juga
memancarkan keunggulan konstitusional); sebagai terpancar dari nilai
fundamental:
1. NKRI sebagai negara kesatuan berbentuk republik;
2. NKRI menegakkan sistem kedaulatan rakyat (demokrasi);
3. NKRI menegakkan sistem negara hukum (Rechtsstaat);
4. NKRI adalah negara bangsa (nation state: sebagai jabaran
wawasan nasional dan wawasan nusantara); dan
5. NKRI menegakkan asas kekeluargaan (yang menjiwai dan
melandasi: wawasan nasional, dan wawasan nusantara)…. yang ditegakkan
dalam N-sistem nasional.
Sistem kenegaraan NKRI demikian mengalami degradasi filosofis-
ideologis dan konstitusional mulai era reformasi; karena visi-misi reformasi
cenderung mempraktekkan: demokrasi liberal, ekonomi liberal; bermuara
kepada praktek negara federal, bahkan anarchisme…yang mengancam
integritas NKRI dan wawasan nasional Indonesia.
13 Drs. A. W, . . . .op cit, Hal 125
Keprihatinan demikian terus mengupayakan pelurusan reformasi, supaya
bangsa dan NKRI tidak terjerumus ke dalam kebangkrutan dan cengkeraman
neo-imperialisme yang terus meningkat dalam era postmodernisme.14
Kesimpulan
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Pengertiannya dapat dibagi
menjadi beberapa, yaitu:
a) Pengertian Pancasila secara etimologi
b) Pengertian Pancasila secara historis
c) Pengertian Pancasila secara Termitologis
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata yaitu “philos” dan
“shopia” yang berarti “cinta kearifan”.
Sistematika filasat terdiri dari : axiology, epistemology dan ontology.
Pokok – pokok ajaran Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur
yang memiliki identitas dan integritas keunggulan universal sebagai sistem
filsafat theisme-religious.
Ada beberapa alasan Pancasila sebagai system filsafat
Pembudayaan filsafat dan ideology Pancasila telah diupayakan dan
diperbarui pada era Reformasi.
Saran
Sebaiknya kita sebagai warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di
tanah air Indonesia, hendaknya mengetahui tentang Pancasila sebagai dasar
filosofis Negara. Sehingga kita dapat membudayakan dan memperbarui
penegakkan filsafat Pancasila di Indonesia.
14 Dr. Mohammad Noor Syam, . . . .op cit, Hal 130
Daftar Pustaka
Fauzi, Achmad dkk, 1983, Pancasila Ditinjau dari Segi Historis, Segi Yuridis
Konstitusional dan Segi Filosofis, Malang: Lembaga Penerbitan
Universitas Brawijaya Malang.
Jarmanto, 1982, Pancasila Suatu Tinjauan Aspek Historis dan Sosio-Politis,
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Kaelan, dan Achmad Zubaidi, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta.
Notonegoro, 1980, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Jakarta:
Pantjoran Tujuh.
Sutrisno, Slamet, 1986, Pancasila sebagai Metode, Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Syam, Mohammad Noor, 2000, Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia
Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional, Malang:
Laboratorium Pancasila Universitas Negeri Malang.
Widjaja, 1991, Pedoman Pokok – Pokok dan Materi Perkuliahan Pancasila pada
Perguruan Tinggi, Jakarta: Akademika Pressindo.