makalah PSDA kelompok 3.docx
-
Upload
darazamchairyah -
Category
Documents
-
view
187 -
download
7
description
Transcript of makalah PSDA kelompok 3.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan secara
berkelanjutan. Penggunaan air bersih sangat penting untuk komsumsi rumah
tangga,kebutuhan industri dan tempat umum. Karena pentingnya kebutuhan akan air bersih,
maka adalah hal yang wajar jika sektor air bersih mendapatkan prioritas penanganan utama
karena menyangkut kehidupan orang banyak. Namun saat ini banyak sekali daerah-daerah
yang mengalami kesulitan dalam memperoleh air bersih .
Jika kita bisa meninjau hal ini lebih dalam. Hal ini terjadi karena pemanfaatan air
yang kurang maksimal. Sebagian besar masalah ini ditimbulkan oleh manuisa itu sendiri yang
kurang bijaksana dalam memanfaatkannya. Kesulitan dalam memperoleh air bersih
sebenarnya dapat ditanggulangi dengan melakukan proses pengolahan pada air baku
menggunakan teknologi sederhana pengolahan air.
Salah satu teknologi sederhana pengolahan air baku yaitu dengan Saringan Pasir
lambat (SPL). Sistem saringan pasir lambat merupakan teknologi pengolahan air yang sangat
sederhana dengan hasil air bersih dengan kualitas yang baik. Dalam sistem ini tidak
memerlukan bahan kimia dimana biasanya bahan kimia ini sering menjadi kendala dalam
proses pengloahan di pedesaan.
Jika air baku dialirkan ke saringan pasir lambat maka kotoran-kotoran yang ada di
dalamnya akan tertahan oleh media pasir. Oleh karena itu adanya akumulasi kotoran baik dari
zat organik maupun zat anorganik pada media filternya akan terbentuk lapisan biologis.
Dengan terbentuknya lapisan ini maka di samping proses penyaringan secara fisika dapat
juga menghilangkan kotoran secara bio-kimia. Biasanya amonia dengan konsentrasi yang
rendah, zat besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau dapat dihilangkan dengan car
ini. Hasil pengolahan ini memeliki kualitas ynag baik. Biaya operasinya pun juga rendah.
Tetapi jika kekeruhan air baku cukup tinggi, maka saat pengendapan bisa menggunakan
bahan kimia (koagulan ) agar beban filter tidak terlalu berat.
Penggunaan Saringan Pasir lambat sebagai teknologi sederhana pengolahan air baku
menjadi air bersih juga telah diterapkan oleh sebagian kecil masyarakat. Studi kasus
Kehandalan Saringan Pasir Lambat Dalam Pengolahan Air Di Instalasi Sabuga, Bandung
merupakan salah satu contoh penerapan Saringan Pasir Lambat dalam masyarakat.
Berdasarkan hal-hal di atas, dalam Makalah ini akan di bahas lebih lanjut mengenai
Saringan Pasir lambat serta Analisa mengenai Studi Kasus Kehandalan Saringan Pasir
Lambat Dalam Pengolahan Air Di Instalasi Sabuga, Bandung.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Sistem Pengolahan Air Baku menjadi Air Bersih dengan
Teknologi Pengolahan Sederhana Saringan Pasir Lambat?
2. Bagaimanakah Analisa Kelayakan pada studi kasus “ Kehandalan Saringan Pasir
Lambat Dalam Pengolahan Air Di Instalsi Sabuga, Bandung”?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang diangkat dalam Makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Sistem Pengolahan Air Baku menjadi Air Bersih dengan Teknologi
Pengolahan Sederhana Saringan Pasir Lambat
2. Mengetahui Analisa Kelayakan pada studi kasus“ Kehandalan Saringan Pasir Lambat
Dalam Pengolahan Air Di Instalsi Sabuga, Bandung”?.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan Makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi mahasiswa, dapat menambah pengetahuan tentang Sistem Pengolahan Air
Baku menjadi Air Bersih dengan Teknologi Pengolahan Sederhana Saringan
Pasir Lambat
2. Bagi masyarakat,dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan air
agar dapat diperoleh air bersih untuk kebutuhan masyarakat
3. Bagi pemerintah, dapat membantu upaya memepermudah perolehan iar bersih
bagi masyarakat mengingat air bersih merupakan kebutuhan vital dalam
kehidupan.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Air
zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang
diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir
71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi.
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting dan dominan bagi kebutuhan
manusia. Hampir disetiap kegiatan manusia membutuhkan air.Indonesia
dianugerahi curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Kondisi tersebut membuat
kebutuhan air sangat mencukupi untuk kebutuhan masyarakat Indonesia.
Permasalahan saat ini bukan dari segi kuantitas, melainkan dari sisi kualitas air
yang semakin buruk.
2.2 Air Bersih
Air bersih yaitu air yang memenuhi persyaratan untuk pengairan sawah,untuk
rawatan air minum dan untuk rawatan air sanitasi. Persyaratan disini ditinjau
dari persyaratan kandungan kimia, fizik dan biologis.Secara Fisik air tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa. Dan Secara Kimia air memiliki PH netral
(bukan asam/basa)Tidak mengandung racun dan logam berat
berbahaya.Parameter-parameter seperti BOD, COD,DO, TS,TSS dan
konductivitimemenuhi aturan pemerintah setempat.
2.3 Air sungai
Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju Samudera, Danau atau
laut, atau ke sungai yang lain.Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari
mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung
untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada
saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di
mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.Sungai merupakan salah
satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari
presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa
negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai
juga mengalirkan sedimen dan polutan.kualitas air sungai sebagai sumber air baku
cenderung semakin menurun akibat pencemaran air limbah rumah tangga,
perkotaan, industri dan banjir akibat kerusakan lahan dan hutan di daerah
tangkapan air. Akibatnya, air yang jumlahnya banyak ini tidak bisa dimanfaatkan
dan butuh biaya yang tinggi untuk mengubahnya menjadi air bersih.
2.4 Teknologi sederhana penyaringan air
Ada berbagai macam cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk
mendapatkan air bersih. Ada beberapa cara yang mudah diaplikasikan oleh
masyarakat yaitu dengan membuat saringan pasir lambat (SPL), saringan pasir
cepat (SPC), Saringan Kain Katun, Saringan Kapas, Gravity-Fed Filtering System,
Saringan Arang, Saringan air sederhana / tradisional, Saringan Cadas / Jempeng /
Lumpang Batu, biopori (Anonim, 2011)
2.5 Saringan Pasir Lambat
Saringan pasir lambat merupakan saringan air yang dibuat dengan
menggunakan lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Air
bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku melewati lapisan pasir terlebih
dahulu baru kemudian melewati lapisan kerikil.
BAB IIIPEMBAHASAN DAN ANALISIS
3.1 Sistem Pengolahan Air Baku menjadi Air Bersih dengan Teknologi Pengolahan
Sederhana Saringan Pasir Lambat
3.1.1 Penggunaan Teknologi Saringan Pasir lambat secara umum
Saringan pasir lambat adalah saringan yang menggunakan pasir sebagai media
filter dengan ukuran butiran sangat kecil, namun mempunyai kandungan kuarsa
yang tinggi. Teknologi saringan pasir lambat yang banyak diterapkan di Indonesia
biasanya adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke
bawah (down flow), sehingga jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu
hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu
dilakukan pencucian secara manual dengan cara mengeruk media pasirnya dan
dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula, sehingga memerlukan tenaga
yang cucup banyak. Hal inilah yang sering menyebabkan saringan pasir lambat
yang telah dibangun kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan.
Untuk mengatasi problem sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat
akibat kekeruhan air baku yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara
modifikasi disain saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses
saringan pasir lambat "UP Flow (penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas).
Dengan sistem penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas maka waktu operasi
menjadi lebih panjang, dan cara pencucian media penyaringnya lebih mudah.
3.1.2 Proses Pengolahan
3.1.2.1 Saringan Pasir Lambat Konvensional
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat
konvensional terdiri atas unit proses yakni bangunan penyadap, bak penampung,
saringan pasir lambat dan bak penampung air bersih.
Unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat merupakan suatu paket.
Air baku yang digunakan yakni air sungai atau air danau yang tingkat
kekeruhannya tidak terlalu tinggi. Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup
tinggi misalnya pada waktu musim hujan, agar beban saringan pasir lambat tidak
telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan
misalnya bak pengendapan awal dengan atau tanpa koagulasi bahan dengan
bahan kimia.
Umumnya disain konstruksi dirancang setelah didapat hasil dari survai
lapangan baik mengenai kuantitas maupun kualitas. Dalam gambar desain telah
ditetapkan proses pengolahan yang dibutuhkan serta tata letak tiap unit yang
beroperasi. Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam
ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Untuk sistem saringan pasir lambat konvensional terdapat dua tipe
saringan yakni :
Saringan pasir lambat dengan kontrol pada inlet (Gambar 1).
Saringan pasir lambat dengan kontrol pada outlet. (Gambar 2).
Kedua sistem saringan pasir lambat tersebut mengunakan sistem
penyaringan dari atas ke bawah (down flow).
Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Biasanya saringan pasir lambat hanya
terdiri dari sebuah bak yang terbuat dari beton, ferosemen, bata semen atau bak
fiber glass untuk menampung air dan media penyaring pasir. Bak ini dilengkapi
dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet dan peralatan kontrol.
Gambar 1 Komponen Dasar Saringan Pasir Lambat Sistem Kontrol Inlet
Keterangan :
A. Kran untuk inlet air baku dan pengaturan laju penyaringan
B. Kran untuk penggelontoran air supernatant
C. Indikator laju air
D. Weir inlet
E. Kran untuk pencucian balik unggun pasir dengan air bersih
F. Kran untuk pengeluaran/pengurasan air olahan yang masih
kotor
G. Kran distribusi
H. Kran penguras bak air bersih
Gambar 2 Komponen Dasa Saringan Pasir Lambat Sistem Kontrol Outlet.
Keterangan :
A. Kran untuk inlet air baku
B. Kran untuk penggelontoran air supernatant
C. Kran untuk pencucian balik unggun pasir dengan air bersih
D. Kran untuk pengeluaran/pengurasan air olahan yang masih
kotor
E. Kran pengatur laju penyaringan
F. Indikator laju alir
G. Weir inlet kran distribusi
H. Kran distribusi
I. Kran penguras bak air bersih
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sistem saringan pasir lambat antara
lain yakni :
1. Bagian Inlet
Struktur inlet dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk ke dalam saringan tidak
merusak atau mengaduk permukaan media pasir bagian atas. Struktur inlet ini
biasanya berbentuk segi empat dan dapat berfungsi juga untuk mengeringkan air
yang berada di atas media penyaring (pasir).
2. Lapisan Air di Atas media Penyaring (supernatant)
Tinggi lapisan air yang berada di atas media penyaring (supernatant) dibuat
sedemikian rupa agar dapat menghasilkan tekanan (head) sehingga dapat
mendorong air mengalir melalui unggun pasir. Di samping itu juga berfungsi agar
dapat memberikan waktu tinggal air yang akan diolah di dalam unggun pasir
sesuai dengan kriteria disain.
3. Bagian Pengeluaran (Outlet)
Bagian outlet ini selain untuk pengeluran air hasil olahan, berfungsi juga sebagai
weir untuk kontrol tinggi muka air di atas lapisan pasir.
4. Media Pasir (Unggun Pasir)
Media penyaring dapat dibuat dari segala jenis bahan inert(tidak larut dalam air
atau tidak bereaksi dengan bahan kimia yang ada dalam air). Media penyaring
yang umum dipakai yakni pasir silika karena mudah diperoleh, harganya cukup
murah dan tidak mudah pecah. Diameter pasir yang digunakan harus cukup halus
yakni dengan ukuran 0,2-0,4 mm.
5. Sisten Saluran Bawah (drainage)
Sistem saluran bawah berfungsi untuk mengalirkan air olahan serta sebagai
penyangga media penyaring. Saluran ini tediri dari saluran utama dan saluran
cabang, terbuat dari pipa berlubang yang di atasnya ditutup dengan lapisan
kerikil. Lapisan kerikil ini berfungsi untuk menyangga lapisan pasir agar pasir
tidak menutup lubang saluran bawah.
6. Ruang Pengeluaran
Ruang pengeluran terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan dengan sekat atau
dinding pembatas. Di atas dinding pembatas ini dapat dilengkapi dengan weir
agar limpasan air olahannya sedikit lebih tinggi dari lapisan pasir. Weir ini
berfungsi untuk mencegah timbulnya tekanan di bawah atmosfir dalam lapisan
pasir serta untuk menjamin saringan pasir beroperasi tanpa fluktuasi level pada
reservoir. Dengan adanya air bebas yang jatuh melalui weir, maka konsentrasi
oksigen dalam air olahan akan bertambah besar.
Pengolahan air bersih dengan menggunakan sistem saringan pasir lambat
konvensional ini mempunyai keunggulan antara lain :
Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.
Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses penyaringan
berjalan secara fisika dan biokimia.
Sangat cocok untuk daerah pedesaan dan proses pengolahan sangat sederhana.
Sedangkan beberapa kelemahan dari sistem saringan pasir lambat
konvensiolal tersebut yakni antara lain :
Jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadi besar,
sehingga sering terjadi kebutuan. Akibatnya waktu pencucian filter menjadi
pendek.
Kecepatan penyaringan rendah, sehingga memerlukan ruangan yang cukup luas.
Pencucian filter dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengeruk lapisan
pasir bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih dimasukkan lagi
ke dalam bak saringan seperti semula.
Karena tanpa bahan kimia, tidak dapat digunakan untuk menyaring air gambut.
Untuk mengatasi problem sering terjadinya kebuntuan saringan pasir
lambat akibat kekeruhan air baku yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara
modifikasi disain saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses
saringan pasir lambat "UP Flow” (penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas).
3.1.2.2 Saringan Pasir Lambat (Up Flow)
Teknologi saringan pasir lambat yang banyak diterapkan di Indonesia
biasanya adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke
bawah (down flow), sehingga jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu
hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu
dilakukan pencucian secara manual dengan cara mengeruk media pasirnya dan
dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula, sehingga memerlukan tenaga
yang cucup banyak. Ditambah lagi dengan faktor iklim di Indonesia yakni ada
musim hujan air baku yang ada mempunyai kekeruhan yang sangat tinggi. Hal
inilah yang sering menyebabkan saringan pasir lambat yang telah dibangun
kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan.
Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu
musim hujan, maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar,
maka perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak
pengendapan awal atau saringan "Up Flow" dengan media berikil atau batu
pecah, dan pasir kwarsa / silika. Selanjutnya dari bak saringan awal, air dialirkan
ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Air yang
keluar dari bak saringan pasir Up Flow tersebut merupakan air olahan dan di
alirkan ke bak penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke konsumen
dengan cara gravitasi atau dengan memakai pompa. Diagram proses pengolahan
serta contoh rancangan konstruksi saringan pasir lambat Up Flow ditunjukkan
pada Gambar (3).
Gambar (3) : Diagram proses pengolahan air bersih dengan teknologi saringan pasir lambat
"Up Flow" ganda.
Dengan sistem penyaringan dari arah bawah ke atas (Up Flow), jika
saringan telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan cara
membuka kran penguras. Dengan adanya pengurasan ini, air bersih yang berada
di atas lapisan pasir dapat berfungi sebagai air pencuci media penyaring (back
wash). Dengan demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir lambat
Up Flow tersebut dilakukan tanpa pengeluran atau pengerukan media
penyaringnya, dan dapat dilakukan kapan saja.
Saringan pasir lambat "Up Flow" ini mempunyai keunggulan dalam hal
pencucian media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama dengan
saringan pasir yang konvesional. Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan
berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
3.1.2.1.1 Kriteria Perencanaan Saringan Pasir Lambat “Up Flow”
Untuk merancang saringan pasir lambat "Up Flow", beberapa kriteria
perencanaan yang harus dipenuhi antara lain :
Kekeruhan air baku lebih kecil 5 NTU. Jika lebih besar dari 5 NTU perlu
dilengkapi dengan bak pengendap dengan atau tanpa bahan kimia.
Kecepatan penyaringan antara 0.1 – 0.4 m3/m2/jam (SNI – 3981 : 2008).
Tinggi Lapisan Pasir dan kerikil 60 - 100 cm (SNI – 3981 : 2008).
Tinggi muka air di atas media pasir 100 - 150 cm (SNI – 3981 : 2008).
Tinggi ruang bebas antara 25- 40 cm.
Diameter pasir yang digunakan kira-kira 0,2-0,4 mm
Jumlah bak penyaring minimal dua buah.
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir
lambat Up Flow terdiri atas unit proses:
Bangunan penyadap
Bak Penampung / bak Penenang
Saringan Awal dengan sistem "Up Flow"
Saringan Pasir Lambat Utama "Up Flow"
Bak Air Bersih
Perpipaan, kran, sambungan dll.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan percontohan unit
pengolahan air bersih dengan proses saringan pasir lambat Up Flow antara
lain :
Bak penenang manupun bak penyaring dibuat dengan konstruksi beton cor.
Perpipaan menggunakan pipa PVC (poly vinyl chloride) diameter 4".
Media filter yang digunakan yakni batu pecah (split) ukuran 2-3 cm untuk
lapisan penahan, dan pasir sungai/pasir silika untuk lapisan penyaring.
3.1.2.1.2 Gambar Teknis Saringan Pasir Lambat “Up Flow”
Salah satu rancangan detail konstruksi sistem saringan pasir lampat
“Up Flow" dengan kapasitas 100 M3 per hari ditunjukkan seperti pada
Gambar 4.a sampai dengan gambar 4.c.
Gambar 4.a : Tampak atas Rancangan alat pengolah air bersih " Saringan Pasir
Lambat Up Flow" kapasitas 100 m3/hari
Gambar 4.b : Rancangan alat pengolah air bersih " Saringan Pasir Lambat Up Flow"
kapasitas 100 M3/hari (Potongan A –A)
Gambar 4.c : Rancangan " Saringan Pasir Lambat Up Flow" kapasitas 100 M3/hari.
Potongan B-B dan C-C.
3.1.2.1.3 Keunggulan Saringan Pasir Lambat Dengan Arah Aliran Dari Bawah Ke
Atas
Pengolahan air bersih menggunakan sistem saringan pasir lambat
dengan arah aliran dari bawah ke atas mempunyai keuntungan antara lain :
Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.
Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses
penyaringan berjalan secara fisika dan biokimia.
Sangat cocok untuk daerah pedesaan dan proses pengolahan sangat
sederhana.
Perawatan mudah karena pencucian media penyaring (pasir) dilakukan
dengan cara membuka kran penguras, sehingga air hasil saringan yang
berada di atas lapisan pasir berfungsi sebagai air pencuci. Dengan demikian
pencucian pasir dapat dilakukan tanpa pengerukan media pasirnya.
3.1.2.1.4 Operasi Dan Perawatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal pengoperasian
saringan pasir lambat dengan arah aliran dari atas ke bawah antara lain
yakni :
Kecepatan penyaringan harus diatur sesuai dengan kriteria
perencanaan.
Jika kekeruhan air baku cukup tinggi sebaiknya kecepatan diatur sesuai
dengan kecepatan disain mimimum (0.1 – 0.4 m3/m2/jam).
Pencucian media penyaring (pasir) pada saringan awal (pertama)
sebaiknya dilakukan minimal setelah 1 minggu operasi, sedangkan pencucian
pasir pada saringan ke dua dilakukan minimal setelah 3 - 4 minggu operasi.
Pencucian media pasir dilakukan dengan cara membuka kran penguras
pada tiap-tiap bak saringan, kemudian lumpur yang ada pada dasar bak dapat
dibersihkan dengan cara mengalirkan air baku sambil dibersihkan dengan
sapu sehingga lumpur yang mengendap dapat dikelurakan. Jika lupur yang
ada di dalam lapisan pasir belum bersih secara sempurna, maka pencucian
dapat dilakukan dengan mengalirkan air baku ke bak saringan pasir tersebut
dari bawah ke atas dengan kecepatan yang cukup besar sampai lapisan pasir
terangkat (terfluidisasi), sehingga kotoran yang ada di dalam lapisan pasir
terangkat ke atas. Selanjutnya air yang bercampur lumpur yang ada di atas
lapisan pasir dipompa keluar sampai air yang keluar dari lapisan pasir cukup
bersih.
3.2 Studi Kasus “ Kehandalan Saringan Pasir Lambat Dalam Pengolahan Air Di
Instalsi Sabuga, Bandung”
3.2.1 Studi Kasus
Studi kasus yang diambil adalah penelitian mengenai kehandalan unit saringan
pasir lambat dalam pengolahan air, dari segi tingkat keefektifan pengolahannya.
Penelitian dilakukan pada instalasi pasir lambat Sabuga, Bandung.
Instalasi ini baru beroperasi sejak 3 bulan yang lalu. Pengolahan pendahuluan
yang digunakan pada instalasi ini adalah tanki aliran rata – rata (TAR), dan bak
pengendap. Unit saringan pasir pada instalasi ini memiliki dimensi sebesar 37 cm,
dengan system saringan pasir dua tingkat dan ketebalan pasir masing-masing tingkat
sebesar 40 cm. Debit air yang masuk ke dalam unit saringan pasir lambat sebesar 1 L /
menit. Instalasi ini dioperasikan selama 12 jam dalam satu hari. Kondisi eksisting
instalasi Sabuga dapat terlihat pada gambar 5 dengan titik sampling terlihat pada
Gambar 6.
Gambar 5. Instalasi saringan pasir lambat Sabuga
Gambar 6. Titik sampling pada Instalasi Sabuga
Gambar 7. Instalasi pengolahan air sungai Cikapundung di Saboga
Berdasarkan hasil pemeriksaan di laboratorium diketahui bahwa saringan pasir
lambat pada instalasi Sabuga dapat menghilangkan partikel – partikel penyebab
kekeruhan hingga mencapai efisiensi 67,8%. Kekeruhan disebabkan oleh adanya
partikel tersuspensi dan koloid seperti lumpur, senyawa organik dan anorganik dengan
ukuran sangat halus, plankton, dan mikroorganisme mikroskopik. Selain itu, saringan
pasir lambat dapat mengurangi kandungan besi pada air baku dengan efisensi 64,8% ;
menyisihkan kandungan mangan dengan efisiensi 90,6% ; dan efisiensi penyisihan
untuk zat organik sebesar 23,10%. Dengan demikian, air bersih yang dihasilkan dari
instalasi saringan pasir lambat sudah memenuhi standar baku mutu untuk air bersih,
meskipun efisiensi belum mencapai yang diharapkan.
Menurut SNI – 3981 : 2008, bagi pasir media yang baru pertama kali dipasang
dalam bak saringan memerlukan masa operasi penyaringan awal, secara normal dan
Gambar 8. Sistemsaringan pasir lambat dua tingkat pada instalasi Saboga
terus menerus selama waktu kurang lebih tiga bulan. Tujuan operasi awal adalah
untuk mematangkan media pasir penyaring dan membentuk lapisan kulit saringan,
yang kelak akan berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses biokimia dan proses
biologis. Selama proses pematangan, kualitas filtrat atau air hasil olahan dari saringan
pasir lambat, biasanya belum memenuhi persyaratan air minum. Hal inilah yang
membuat saringan pasir lambat pada Instalasi Sabuga belum terlalu efektif dalam
mengurangi beberapa parameter seperti kekeruhan dan besi, karena pada saat
pemeriksaan efisiensi penyisihan, saringan pasir lambat ini baru dioperasikan 2 bulan.
Hal inilah yang memungkinkan belum optimalnya proses biokimia dan biologis dalam
unit ini.
Kinerja dari saringan pasir lambat akan sangat baik pada saat laju filtrasi
konstan, sehingga laju filtrasi yang tiba – tiba meningkat harus dicegah.
Pemberhentian dan pengoperasian saringan pasir lambat yang tidak terkontrol dengan
baik dapat merusak kualitas fitrat, sehingga saringan pasir lambat harus selalu
dioperasikan 24 jam per hari. Pada Instalasi Sabuga, unit saringan pasir lambat ini
tidak dioperasikan selama 24 jam penuh, pengoperasian dari saringan pasir lambat ini
hanya dilakukan 12 jam dalam satu hari. Kondisi inilah yang menyebabkan pada
instalasi ini memiliki efisiensi yang kecil dalam penyisihan besi, karena saringan pasir
lambat yang memang didukung oleh adanya bakteria yang dapat mengurangi besi
dapat mengurangi besi sampai 95%.
Pengaturan debit yang masuk harus selalu konstan, agar pengolahan tetap akan
berjalan walaupun debit air baku dalam debit kecil. Pada instalasi ini, hal tersebut
bukanlah masalah karena air baku yang digunakan adalah air sungai sehingga akan
tetap tersedia dalam debit yang besar.
Dari hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa unit saringan pasir lambat
merupakan suatu teknologi yang sangat mudah untuk diterapkan, dan tidak
dibutuhkan operator dalam jumlah yang banyak, seperti yang terlihat pada instalasi
ini. Salah satu hal yang penting dalam pengoperasian saringan pasir lambat adalah
kecepatan filtrasi (Q/A), berdasarkan pengukuran debit yang dilakukan pada saat
sampling diketahui bahwa kecepatan saringan pasir lambat pada instalasi Sabuga
adalah 0,095 m/jam. Instalasi ini beroperasi selama 12 jam sehari sehingga dapat
menghasilkan total produksi sekitar 1140 L/hari.
3.2.2 Analisa Kelayakan Studi Kasus “ Kehandalan Saringan Pasir Lambat Dalam
Pengolahan Air Di Instalsi Sabuga, Bandung”
3.2.2.1 Analisa Teknis
Dalam mendesain instalasi saringan pasir lambat harus diperhatikan ketentuan-
ketentuan yang berlaku sehingga didapatkan hasil yang maksimal.
Salah satu parameter yang penting dalam mendesain saringan pasir lambat
adalah ketinggian pasir, menurut SNI – 3981 : 2008, ketebalan pasir berkisar 0,6 –
1m, dan ketinggian air di atas media yang dianjurkan adalah 1 – 1,5 m. Untuk
Instalasi Sabuga, didapatkan unit saringan pasir lambat dengan metode kering
sehingga tidak ada genangan air di atas permukaan saringan pasir lambat. Media filter
yang digunakan merupakan pasir silika terdegradasi, yaitu lapisan silika (0,2 mm)
setebal 0,3 m diatas lapisan silika (0,35 mm) setebal 0,1 m. Bila ditotal, tinggi lapisan
pasir hanya setebal 0.4m, tidak memenuhi syarat minimal 0.6m. Namun, system pada
saringan pasir lambat sabuga merupakan system saringan pasir dua tingkat, dimana
tiap tingkat memiliki tebal pasir 0,4m. Maka instalasi ini memenuhi persyaratan SNI.
Ketentuan diameter pasir adalah sekitar 0,2-0,4mm. Pasir silica yang digunakan
memiliki diameter 0,2 mm dan 0, 35 mm, sehingga diameter pasir memenuhi
ketentuan yang disyaratkan.
Tingkat kekeruhan air baku harus lebih kecil 5 NTU. Jika lebih besar dari 5
NTU perlu dilengkapi dengan bak pengendap dengan atau tanpa bahan kimia. Pada
instalasi Sabuga, air baku yang berasal dari air sungai Cikapundung memiliki
kekeruhan 8 NTU, sehingga instalasi ini memiliki unit pengolahan pendahuluan
berupa bak pengendap.
Kecepatan filtrasi dari saringan pasir lambat filtrasi harus berada pada rentang
0,1 – 0,4 m/jam (SNI 2008). Telah diketahui bahwa kecepatan saringan pasir lambat
pada instalasi Sabuga hanya 0,095 m/jam, tidak memenuhi standar SNI. Hal ini
disebabkan instalasi Sabuga hanya merupakan instalasi skala kecil, yaitu untuk
keperluan labolatorium ITB. Maka instalasi ini memang tidak didesain untuk
mencukupi kebutuhan air bersih yang besar.
Saringan pasir lambat dapat mengurangi kadar besi hingga 95%. Namun pada
instalasi Saboga kadar besi hanya berkurang 64,8%. Diperkirakan penyebab utama
berkurangnya efisiensi karena instalasi ini baru dioperasikan 2 bulan, dan
pengoperasiannya juga tidak dilakukan 24 jam. Padahal, menurut SNI – 3981 : 2008,
bagi pasir media yang baru pertama kali dipasang dalam bak saringan memerlukan
masa operasi penyaringan awal, secara normal dan terus menerus selama waktu
kurang lebih tiga bulan.
3.2.2.2 Analisa Resiko
Pada saringan pasir lambat down flow pada saat musim hujan terjadi
kekeruhan air baku naik yang menyebabkan tersumbatnya saringan pasir. Untuk
mengatasi hal tersebut dilakukan modifikasi sistemnya yaitu dengan saringan pasir
lambat up flow dimana dengan saringan ini aliran yang terjadi dari bawah ke atas. Hal
ini menyebabkan pembersihan yang dilakukan lebih mudah dan mengurangi resiko
penyumbatan pada saat musim hujan. Namun, selain memberikan kemudahan
kesulitan pada sistim up flow adalah resiko waktu operasi yang lebih lama sehingga
memberikan imbas pada sisi ekonomi yaitu biaya operasional dan perawatannya.
Jika ditinjau dari segi air baku yang digunakan dalam instalasi (air baku yang
di maksud disini yaitu air sungai), meskipun pemerolehan air baku dapat di bilang
mudah namun seperti yang telah kita ketahui, air sungai di indonesia sebagian besar
telah banyak yang tercemar. Dan kekeruhan air sungai rata-rata di indonesia melebihi
syarat kekeruhan air baku yang bisa di saring oleh saringan pasir lambat. Hal ini
disebabkan karena apabila kekeruhan sungai yang melebihi standart menggunakan
teknologi sederhana saringan pasir lambat maka akan mempengaruhi kinerja filtrat
yang terdapat pada saringan.
Saringan pasir lambat juga memiliki resiko dilihat dari segi pengoperasiannya.
Saringan pasir lambat harus selalu dioperasikan 24 jam per hari karena pemberhentian
dan pengoperasian saringan pasir lambat yang tidak terkontrol dengan baik dapat
merusak kualitas fitrat. Hal tersebut akan secara langsung berdampak pada efisiensi
saringan pasir lambat dalam mengolah air baku.
Teknologi saringan pasir lambat hanya dapat mencukupi kebutuhan skala
kecil, sehingga apabila terjadi peningkatan kebutuhan air bersih secara signifikan,
kebutuhan tersebut tidak akan dapat terpenuhi hanya dengan menggunakan teknologi
saringan pasir lambat. Ini adalah resiko dari teknologi saringan pasir lambat, dimana
kebutuhan yang dapat tercukupi adalah konstan pada skala kecil.
3.2.2.3 Analisa Ekonomi
Keuntungan yang diperoleh dari teknologi saringan pasir lambat diitinjau dari
segi outputnya, hasil air yang didapat cukup bersih dan memenuhi standar baku
kebersihan. Namun, air bersih yang dihasilkan hanya sekitar 1000 L/hari sehingga
tidak akan mencukupi kebutuhan skala besar.
Bila dilihat dari segi biaya, teknologi pada saringan pasir lambat menggunakan
teknologi yang sederhana dan bahan baku yang digunakan mudah didapat di pasaran.
Proses pengolahan air tidak menggunakan bahan kimia sehingga biaya
pengoperasiannya lebih murah. Biaya pemeliharaan juga mudah dan murah, yaitu
hanya dengan pencucian media pasirnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan terjadi keseimbangan antara manfaat
yang diperoleh dengan biaya yang dibutuhkan. Instalasi saringan pasir lambat dapat
dikatakan layak apabila hanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan skala kecil.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pengolahan air baku dengan saringan pasir lambat memiliki kehandalan dalam
berbagai hal yaitu keefektifan pengolahan air baku serta pengoperasian dan perawatannya
yang mudah dan murah. Keefektifan pengolahan air baku dapat dilihat dari efisiensi
teknologi ini dalam mengurangi kadar besi, mangan, dan zat organic dalam air baku. Namun
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengoperasian saringan pasir lambat
agar mencapai pengolahan yang efektif yaitu kecepatan filtrasi, kualitas air yang akan diolah,
dan kontinuitas dari pengoperasian. Kelayakan dari perencanaan teknologi saringan lambat
dapat ditinjau berdasarkan analisis teknis, analisis resiko, dan analisis ekonomi. Instalasi
saringan pasir lambat Sibuga dapat dikatakan layak karena meskipun terdapat beberapa
bagian yang tidak memenuhi standar, air bersih yang dihasilkan telah memenuhi standar baku
mutu untuk air bersih. Selain itu, terjadi keseimbangan antara manfaat yang diperoleh dan
biaya yang diperlukan.
4.2 Saran
Mutu air bersih yang dihasilkan pada instalasi saringan pasir lambat Sabuga belum
optimal karena efisiensinya belum mencapai efisiensi yang diharapkan. Karenanya,
disarankan untuk menambah waktu pengoperasian menjadi 24 jam sehari dan dilakukan
perawatan paling tidak selama 3 bulan sebelum dioperasikan. Dengan demikian diharapkan
efisiensi saringan pasir lambat dalam mengolah air baku menjadi air bersih akan bertambah.