makalah kelompok 3

96
DIARE Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Pemberantasan Penyakit (DPP) Semester IV Oleh : Kelompok 3 1. Ratih Ristyanti (25010111130154) 2. Kirana Tri Cahyani (25010111130170) 3. Sisilia Rindi K. (25010111130189) 4. Annisa Zara Nuradinda (25010111130209) 1

Transcript of makalah kelompok 3

Page 1: makalah kelompok 3

DIARE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Pemberantasan Penyakit

(DPP) Semester IV

Oleh :

Kelompok 3

1. Ratih Ristyanti (25010111130154)

2. Kirana Tri Cahyani (25010111130170)

3. Sisilia Rindi K. (25010111130189)

4. Annisa Zara Nuradinda (25010111130209)

5. Riska Wulandari (25010111130222)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2013

1

Page 2: makalah kelompok 3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, tauhid serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan makalah dengan tema penyakit diare ini

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah dasar

pemberantasan penyakit semester IV.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih banyak

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini

yaitu :

1. Ibu Lintang Dian,SKM, Mkes selaku dosen mata kuliah dasar

pemberantasan penyakit

2. Orangtua yang sangat membantu dalam pemberian motivasi serta

nasehat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian penulisan

laporan

3. Teman-teman yang telah memberi motivasi bagi penyusunan laporan

praktikum ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini memerlukan kritik dan saran yang

bersifat membangun untuk penyempurnaanya. Akhir kata, berharap semoga

makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.

Semarang, Mei 2013

penulis

2

Page 3: makalah kelompok 3

DAFTAR ISI

Cover.........................................................................................................i

Kata pengantar...........................................................................................ii

Daftar isi....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah.......................................................................1

B. Rumusan masalah................................................................................2

C. Tujuan..................................................................................................2

BAB II ISI

A. Etiologi ...............................................................................................4

B. Masa inkubasi dan penularan penyakit................................................10

C. Gejala dan tanda penyakit serta cara diagnosisnya.............................20

D. Transmisi penyakit .............................................................................21

E. Riwayat alamiah penyakit ..................................................................24

F. Pengobatan .........................................................................................27

G. Perkembangan penyakit di Indonesia.................................................31

H. Faktor apa yang berhubungan ............................................................33

I. Pencegahan ........................................................................................36

J. Gambaran epidemiologi umum...........................................................38

K. Gambaran epidemiologi di Indonesia..................................................39

L. Tujuan P3M ........................................................................................41

M. Strategi P3M diare...............................................................................41

N. Ukuran epidemiologi yang dapat dipakai ...........................................46

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................52

B. Saran ...................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA................................................................................55

3

Page 4: makalah kelompok 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan

dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat

dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare (Salwan, 2008).

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008, 15% dari

kematian anak dibawah 5 tahun disebabkan oleh penyakit diare (WHO,

2008).Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat utama.

Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer atau cair

lebih dari tiga kali sehari. Dimana pada dunia ke-3, diare adalah penyebab

kematian paling umum kematian balita, membunuh lebih dari 1,5 Juta

orang pertahun. Diare kondisinya dapat merupakan gejala dari luka,

penyakit, alergi (Fructose, Lactose), penyakit dan makana atau kelebihan

Vitamin C dan biasanya disertai sakit perut dan seringkali enek dan

muntah. Dimana menurut WHO (1980) diare terbagi dua berdasarkan

mula dan lamanya, yaitu diare akut dan diare kronik.

Diare merupakan penyakit berbahaya karena dapat mengakibatkan

kematian dan dapat menimbulkan letusan kejadian luar biasa (KLB).

Penyebab utama kematian pada diare adalah dehidrasi yaitu sebagai akibat

hilangnya cairan dan garam elektrolit pada tinja diare (Depkes RI,

1998).  Keadaan dehidrasi kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya

dapat meninggal.

Di Indonesia angka kesakitan diare pada tahun 2002 sebesar 6,7

perV1.000 penduduk,sedangkan tahun 2003 meningkat menjadi 10,6 per

1.000 penduduk. Tingkat kematian akibat diare masih cukup tinggi.

Survey Kesehatan Nasional menunjukkan bahwa diare merupakan

1

Page 5: makalah kelompok 3

penyebab kematian nomor dua yaitu sebesar 23,0% pada balita dan nomor

tiga yaitu sebesar 11,4% pada bayi (Zubir et al, 2006).

Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak

memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan

sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak higienis), kebersihan

perorangan dan lingkungan yang jelek, penyiapan makanan kurang matang

dan penyimpanan makanan masak pada suhu kamar yang tidak semestinya

(Sander, 2005). Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak

langsung menjadi pendorong terjadinya diare yaitu faktor agent, penjamu,

lingkungan dan perilaku. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling

dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua

faktor berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor

lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta terakumulasi

dengan perilaku manusia yang tidak sehat, maka penularan diare dengan

mudah dapat terjadi (Zubir et al, 2006).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana etiologi penyakit diare ?

2. Bagaimana masa inkubasi dan penularan penyakit diare?

3. Bagaimana gejala dan tanda penyakit diare serta cara diagnosisnya?

4. Bagaimana transmisi penyakit diare?

5. Bagaimana riwayat alamiah penyakit diare?

6. Bagaimana cara pengobatan diare ?

7. Bagaimana perkembangan penyakit diare di Indonesia?

8. Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan penyakit diare ?

9. Bagaimana cara pencegahan penyakit diare?

10. Bagaimana gambaran epidemiologi penyakit diare secara umum?

11. Bagaimana gambaran epidemiologi diare di Indonesia?

12. Apa tujuan P3M diare?

13. Bagaimana strategi P3M diare?

14. Ukuran epidemiologi apa saja yang dapat di pakai?

2

Page 6: makalah kelompok 3

C. TUJUAN

1. Mengetahui etiologi penyakit diare

2. Mengetahui masa inkubasi dan penularan penyakit diare

3. Mengetahui gejala dan tanda penyakit diare serta cara diagnosisnya

4. Mengetahui transmisi penyakit diare

5. Mengetahui riwayat alamiah penyakit diare

6. Mengetahui cara pengobatan diare

7. Mengetahui perkembangan penyakit diare di Indonesia

8. Mengetahui faktor apa yang berhubungan dengan penyakit diare

9. Mengetahui cara pencegahan penyakit diare

10. Mengetahui gambaran epidemiologi penyakit diare secara umum

11. Mengetahui gambaran epidemiologi diare di Indonesia

12. Mengetahui tujuan P3M diare

13. Mengetahui strategi P3M diare

14. Mengetahui ukuran epidemiologi yang dapat dipakai

3

Page 7: makalah kelompok 3

BAB II

ISI

A. ETIOLOGI

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan

6 besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangam ataupun klinis adalah

diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab

diare yang digambarkan dalam bagan berikut :

Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya

mikroorganisme atau toksin melalui mulut. Kuman tersebut dapat melalui

4

Page 8: makalah kelompok 3

air, makanan atau minuman yang terkontaminasi kotoran manusia atau

hewan, kontaminasi tersebut dapat melalui jari/tangan penderita yang telah

terkontaminasi (Suzanna, 1993). Berikut macam-macam mikroorganisme

penyebab infeksi :

a. Virus

Diare karena virus ini biasanya tak berlangsung lama, hanya

beberapa hari (3- 4 hari) dapat sembuh tanpa pengobatan (selft

limiting disease). Penderita akan sembuh kembali setelah enterosit

usus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru dan normal serta

sudah matang, sehingga dapat menyerap dan mencerna cairan serta

makanan dengan baik (Manson’s, 1996).

Virus merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak

(70 – 80%). Beberapa jenis virus penyebab diare akut :

1) Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia. Serotype 3

dan 4 didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6,

dan 7 didapati hanya pada hewan.

2) Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat

food borne atau water borne transmisi, dan dapat juga

terjadi penularan person to person.

3) Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa

4) Adenovirus (type 40, 41)

5) Small bowel structured virus

6) Cytomegalovirus

b. Bakteri

Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan

besar, ialah bakteri non invasif dan bakteri invasif. Termasuk

dalam golongan bakteri noninfasif adalah: Vibrio cholerae, E.colli

patogen (EPEC, ETEC, EIEC), sedangkan golongan bakteri invasif

adalah Salmonella sp (Vila J et al., 2000).

Diare karena bakteri invasif dan noninvasif terjadi melalui

salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan

transport ion dalam sel-sel usus berikut ini: cAMP (cyclic

5

Page 9: makalah kelompok 3

Adenosin Monophosphate), cGMP (cyclic Guanosin

Monophosphate), Ca-dependet dan pengaturan ulang sitoskeleton

(Mandal et al,., 2004).

Berikut uraian macam-macam bakteri penyebab diare :

1) Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor

virulensi yang penting yaitu faktor kolonisasi yang

menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus

halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST)

yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang

menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan

kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.

2) Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare

belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel

usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang

akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas

disakaridase.

3) Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat

pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan

morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare

masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang

peranan.

4) Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia

mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan

penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.

5) Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi

verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin

yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon.

Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic

syndrome.

6) Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam

sel epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan

timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah.

6

Page 10: makalah kelompok 3

Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-

wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta

membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-

like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan

mungkin menimbulkan watery diarrhea

7) Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia

terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas,

anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan

melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam

dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui

kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin

menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan

usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin

dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang

terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.

8) Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan

yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera.

Penularan melalui person to person jarang terjadi. V.cholerae

melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan

menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin

kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari

ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain

yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory

cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin

(ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan

kedalam lumen usus.

9) Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel

epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare.

Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus,

akan terjadi bloody diarrhea

c. Protozoa

7

Page 11: makalah kelompok 3

1) Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus.

Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai

mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu.

Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite

dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status

imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis

dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau

tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah,

dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan

manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik

dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan

faty stools,nyeri perut dan gembung.

2) Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini

bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden

nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada

laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang

disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar).

Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan

dan persisten sampai disentri yang fulminant.

3) Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang,

cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi

biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak

yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut

dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-

limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan

tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis

merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat

dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.

4) Microsporidium spp

5) Isospora belli

6) Cyclospora cayatanensis

d. Helminths

8

Page 12: makalah kelompok 3

1) Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat

cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare.

2) Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan

pada berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai

manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..

3) Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,

terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili

dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.

4) Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum,

dan appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody

diarrhea dan nyeri abdomen.

Tabel di bawah menunjukkan tipe diare yang ditimbulkan oleh

berbagai mikroorganisme penyebab infeksi :

Penyebab diare juga dapat bermacam macam tidak selalu karena

infeksi dapat dikarenakan faktor malabsorbsi seperti malabsorbsi

9

Page 13: makalah kelompok 3

karbohidrat, disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa)

monosakarida (inteloransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa), Karena faktor

makanan basi, beracun, alergi karena makanan, dan diare karena faktor

psikologis, rasa takut dan cemas (Vila J et al., 2000).

B. MASA INKUBASI DAN PENULARAN

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan

berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang

berlangsung lebih dari 14 hari. Masa inkubasi penyakit diare bermacam-

macam tergantung dari jenis mikroorganismenya.

a. Infeksi non-invasif.

1) Stafilococcus aureus

Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan

asupan makanan yang mengandung toksin stafilokokkus,

yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara

pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap

panas.

Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan

makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami

mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti

diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi.

Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak

terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit

kurang dari 24 jam.

Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari

makanan yang terkontaminasi, atau dari kotoran dan

muntahan pasien.

Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada

peranan antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari

makanan yang ditelan.

2) Bacillus cereus

10

Page 14: makalah kelompok 3

B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik,

membentuk spora. Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan

gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih

dominan.

Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6 jam setelah asupan

makanan terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit

kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan nyeri

abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala

diare terjadi pada 8 – 16 jam setelah asupan makanan

terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen.

Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral

dan antiemetik.

3) Clostridium perfringens

C perfringens adalah bakteri batang gram positip,

anaerob, membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan

keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya

sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 – 24 jam

setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi,

diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan

mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan

berakhir dalam waktu 24 jam.

Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan

isolasi lebih dari 105 organisma per gram makanan,

menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringens .

Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel

polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak

diperlukan.

Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

4) Vibrio cholerae

V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif,

berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan

dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada

11

Page 15: makalah kelompok 3

pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat

mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan

meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi

cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang

terkontaminasi.

Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah,

yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian

beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah.

Demam ringan dapat terjadi.

Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan

dan harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan

bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan

penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses

dapat ditemukan V.cholerae.

Target utama terapi adalah penggantian cairan dan

elektrolit yang agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi

dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan

intravena. Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa

berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari

selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal,

merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada

kehilangan cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1

%). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi

dibandingkan dengan vaksin parenteral.

5) Escherichia coli patogen

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada

pelancong. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin

dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :

i. Enterotoxigenic E. coli (ETEC).

ii. Enterophatogenic E. coli (EPEC).

iii. Enteroadherent E. coli (EAEC).

iv. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

12

Page 16: makalah kelompok 3

v. Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau

EAEC mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare cair,

mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi,

dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang

dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari.

Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir

tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah

putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan

EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada

gejala sisa.

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik

untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses

negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat

diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex

khusus untuk EHEC tipe O157.

Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat.

Antidiare dihindari pada penyakit yang parah. ETEC

berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau

kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian

antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit

pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus

dihindari pada diare yang berhubungan dengan EHEC.

b. Infeksi Invasif

1) Shigella

Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui

makanan atau air. Organisme Shigella menyebabkan disentri

basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon

melalui enterotoksin dan invasi bakteri.

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala

adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses

13

Page 17: makalah kelompok 3

berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen,

dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3

– 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang

dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap

selama 3 – 4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai

kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.

Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi,

termasuk gejala pernapasan, gejala neurologis seperti

meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis

oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak

terjadinya disentri.

Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear

dan sel darah merah. Kultur feses dapat digunakan untuk

isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.

Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau

intravena, tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat

harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk

mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran

bakteri. Trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolon

dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang

dianjurkan.

2) Salmonella nontyphoid

Salmonella nontipoid adalah penyebab utama

keracunan makanan di Amerika Serikat. Salmonella

enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan

penyebab. Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil,

dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang abdomen.

Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya

kurang dari 7 hari.

Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan

sel darah putih se. Kultur darah positip pada 5 – 10 % pasien

kasus dan sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.

14

Page 18: makalah kelompok 3

Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi

dengan hidrasi adekuat. Penggunaan antibiotik rutin tidak

disarankan, karena dapat meningkatan resistensi bakteri.

Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis,

usia ekstrem ( bayi dan berusia > 50 tahun),

immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal

(osteomilitis, abses). Pilihan antibiotik adalah trimetoprim-

sulfametoksazole atau fluoroquinolone seperti ciprofloxacin

atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari atau

Sephalosporin generasi ketiga secara intravena pada pasien

yang tidak dapat diberi oral.

3) Salmonella typhi

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah

penyebab demam tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan

dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri

abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid

adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan gejala primer

yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber

organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.

Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada

sistem retikuloendotelial, menyebabkan hiperplasia, pada

lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus.

Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan

perforasi usus halus atau perdarahan gastrointestinal.

Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa

inkubasi 7-14 hari. Minggu pertama terjadi demam tinggi,

sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan

temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi

normal. Pada minggu kedua terjadi splenomegali dan timbul

rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan

peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada

minggu ini dengan diare kebiru-biruan dan berpotensi untuk

15

Page 19: makalah kelompok 3

terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan

klinis.

Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme.

Kultur darah positif pada 90% pasien pada minggu pertama

timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu

kedua dan ketiga.

Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi

selama jangka waktu penyakit. Kolesistitis jarang terjadi,

namun infeksi kronis kandung empedu dapat menjadi karier

dari pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.

Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali

sehari selama 2 minggu. Jika terjadi resistensi, penekanan

sumsum tulang, sering kambuh dan karier disarankan

sepalosporin generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin

generasi ketiga menunjukkan effikasi sangat baik melawan S.

Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon

seperti ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari,

telah menunjukkan efikasi yang tinggi dan status karier yang

rendah. Vaksin thipoid oral (ty21a) dan parenteral (Vi)

direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.

4) Campylobakter

Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C.

Jejuni dan C. Fetus, sering ditemukan pada pasien

immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan

invasi pada mukosa. Manifestasi klinis infeksi

Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis sampai

sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah

organisme masuk. Diare dan demam timbul pada 90% pasien,

dan nyeri abdomen dan feses berdarah hingga 50-70%.

Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual,

muntah dan malaise. Masa berlangsungnya penyakit ini 7

hari.

16

Page 20: makalah kelompok 3

Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah

merah. Kultur feses dapat ditemukan adanya Kampilobakter.

Kampilobakter sensitif terhadap eritromisin dan quinolon,

namun pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik

diindikasikan untuk pasien yang berat atau pasien yang

nyata-nyata terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik

diberikan, eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara oral selama

5 hari cukup efektif. Seperti penyakit diare lainnya,

penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.

5) Vibrio non-kolera

Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan

mewabahnya gastroenteritis. V parahemolitikus, non-01 V.

kolera dan V. mimikus telah dihubungkan dengan konsumsi

kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5

hari. Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses yang

memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit

dan cairan. Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya

penyakit. Namun pasien dengan diare parah atau diare lama,

direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.

6) Yersinia

Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif.

Diklasifikasikan sesuai dengan antigen somatik (O) dan

flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi epitel usus.

Yersinia menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum

merupakan daerah yang paling sering terlibat, walaupun

kolon dapat juga terinvasi.

Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri

abdomen, yang dapat diikuti dengan artralgia dan ruam

(eritrema nodosum atau eritema multiforme). Feses berdarah

dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual,

muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari

kultur feses. Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir

17

Page 21: makalah kelompok 3

dalam 1-3 minggu. Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik

tidak diperlukan, namun dapat dipertimbangkan pada

penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi

Aminoglikosid dan Kuinolon nampaknya dapat menjadi

terapi empirik pada sepsis.

7) Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)

EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis

hemoragik. Wabah ini terjadi akibat makanan yang

terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah

asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat

merupakan penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 :

H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic

Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control (CDC)

telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai

penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif

tetapi menghasilkan toksin shiga, yang menyebabkan

kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan

ginjal.

Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga

berat (hingga 10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah

tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen berat

dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3

pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi abdomen dan

nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada

1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di

rumah sakit. Lekositosis sering terjadi. Urinalisa

menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya

lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik

(hematokrit < 30%), trombositopenia (<150 x 109/L), dan

insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.

HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari

setelah terkena diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya

18

Page 22: makalah kelompok 3

pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti

diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko.

Hampir 60% pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan

meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap

akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa proteinuria.

Trombosit trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih

jarang dari pada HUS.

Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E.

coli. Serotipe biasanya dilakukan pada laboratorium khusus.

Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi

komplikasi ginjal dan vaskuler. Antibiotik tidak efektif dalam

mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi EHEC.

Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik

dapat meningkatkan resiko HUS. Pengobatan antibiotik dan

anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat memperbaiki

gejala klinis, namun, studi lanjutan masih diperlukan.

8) Aeromonas

Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik

fakultatif. Aeromonas menghasilkan beberapa toksin,

termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin.

Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan.

Kadang-kadang feses berdarah. Penyakit sembuh sendiri

dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran.

Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan

diare panjang atau kondisi yang berhubungan dengan

peningkatan resiko septikemia, termasuk malignansi,

penyakit hepatobiliar, atau pasien immunocompromised.

Pilihan antibiotik adalah trimetroprim sulfametoksazole.

9) Plesiomonas

Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif,

anaerobik fakultatif. Kebanyakan kasus berhubungan dengan

asupan kerang mentah atau air tanpa olah dan perjalanan ke

19

Page 23: makalah kelompok 3

daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen,

demam, muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh sendiri

kurang dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.

Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare.

Pilihan antibiotik adalah tritoprim sulfametoksazole.

C. GEJALA, TANDA PENYAKIT DAN DIAGNOSIS

Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari

disertai dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat

disertai dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik

yang disebabkan bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen dan virus

biasanya menyebabkan watery diarrhea sedangkan campylobacter dan

amoeba menyebabkan bloody diarrhea (Manson’s, 1996).

Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai

dengan muntah, demam, hematosechia, berak-berak, nyeri perut sampai

kram(Triadmodjo, 1993).

Karena kehilangan cairan maka penderita merasa haus, berat badan

berkurang, mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor

berkurang, suara serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan

frekuensi pernafasan cepat, gangguan kardiovaskuler berupa nadi yang

cepat tekanan darah menurun, pucat, akral dingin kadang-kadang sianosis,

aritmia jantung karena gangguan elektrolit, anura sampai gagal ginjal

akut(Sudigbya, 1992; Triadmodjo, 1993).

Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :

a. Fase prodromal (sindroma pra-diare) : pasien mengeluh penuh di

abdomen, nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala.

b. Fase diare : pasien mengeluh diare dengan komplikasi (dehidrasi,

asidosis, syok, dan lain-lain), kolik abdomen, kejang dengan atau

tanpa demam, sakit kepala.

c. Fase pemulihan : gejala diare dan kolik abdomen berkurang,

disertai fatigue. (Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).

20

Page 24: makalah kelompok 3

D. TRANSMISI PENYAKIT

Penularan diare karena infeksi bakteri dan virus biasa melalui air

minum sehingga disebut water borne diseases atau penyakit bawaan air.

Sehingga pada penyebaran kasus diare, air merupakan media transmisi

tidak hidup atau biasa disebut vehicle.

Penyakit diare hanya dapat menyebar apabila mikroorganisme

penyebab masuk ke badan air yang dipakai oleh masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain pada hidrosfer, penyebaran

penyakit diare juga dipengaruhi oleh perilaku masyarakat atau sosiosfer.

Penyebaran penyakit ini, seperti penyakit menular saluran pencernaan

dapat juga disebabkan karena tidak terbiasanya mencuci tangan setelah

buang air, dan komunitas masyarakat tidak mementingkan penyediaan

fasilitas cuci ini. Penularan lewat media air, tanah, makanan, dan vektor

juga ditentukan oleh perlakuan dan etik masyarakat terhadap lingkungan

disekitarnya (Sterrit, 1988).

Secara umum, penyakit fekal oral seperti diare dapat menyebar

melalui berbagai cara serta media transmisi antara lain melalui tangan

yang terkontaminasi, perabot yang tidak bersih, air cucian yang

mengandung agen, lalat, dan lainnya. Peran air dalam penyebaran penyakit

menular bawaan air dapat melalui berbagai cara:

(1) Air sebagai penyebar mikroorganisme pathogen;

(2) Air sebagai sarang organisme penyebar penyakit;

(3) Jumlah air bersih yang tersedia tidak mencukupi sehingga manusia

dalam masyarakat tidak dapat membersihkan diri dan lingkungan

sekitarnya dengan baik (sanitasi buruk);

(4) Air sebagai sarang host sementara suatu penyakit.

Berikut faktor-faktor penyebaran diare, antara lain :

a. faktor penyebaran kuman

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal-

oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja

21

Page 25: makalah kelompok 3

dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku

dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan menigkatkan

resiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain :

1) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama

kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk

menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI

penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih

besar.

2) Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini

memudahkan pencemaran oleh kuman karena botol susah

dibersihkan.

3) Memberikan makanan yang kurang bergizi pada usia diatas

6 bulan. Makanan yang kurang bergizi akan menyebabkan

anak menderita gizi kurang dan resiko terkena diare

semakin besar.

4) Menyimpan makanan pada suhu kamar. Bila makanan

disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan

tercemar dan kuman akan berkembang biak.

5) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin

sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan

dirumah. Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat

penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang

tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari

tempat penyimpanan.

6) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar (BAB) dan

sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan

menyuapi anak.

7) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.

Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya,

padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri

dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang dapat pula

menyebabkan infeksi pada manusia.

22

Page 26: makalah kelompok 3

b. faktor manusia yang meningkatkan kerentanan

Beberapa faktor manusia itu sendiri dapat meningkatkan

kejadian diare, beratnya diare dan lamanya diare, antara lain :

1) Tidak memberikan ASIsampai 2 tahun. ASI mengandung

antibodi yang dapat melindungi bayi terhadap berbagai kuman

penyebab diare seperti : Shigella dan Vibrio cholera.

2) Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama, dan resiko kematian

karena diare menigkat pada balita yang menderita gangguan

gizi, terutama pada pendrita gizi buruk.

3) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat

pada bayi anak balita yang sedang menderita campak dalam 4

minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan

kekebalan tubuh penderita.

4) Immunodefisiensi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung

sementara misalnya sesudah infeksi virus, seperti campak dan

mungkin juga berlangsung lama seperti pada penderita AIDS

c. faktor lingkungan

Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis

lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan

pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama

dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat

karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku

manusia yang tidak sehat pula yaitu melalui makanan dan

minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare. (Depkes RI,

2000).

Sedangkan cara penularan diare diantaranya adalah

a. kontaminasi makanan atau air dari tinja atau muntahan

penderita yang mengandung kuman penyebab.

b. kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain

apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke

23

Page 27: makalah kelompok 3

mulut atau dipakai untuk memegang makanan (Depkes RI,

1993)

E. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

a. Tahap Patogenesis

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh

rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi

dan anak. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke

dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus

itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan

infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut . Sel-sel epitel yang

rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid

atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini

masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus halus

mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan

dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus

dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan

banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan

terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak

diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.

Patogen enterik melekat pada sel mukosa melalui fimbrial atau

afimbrial. Setelah interaksi ini, patogenesis diare tergantung apakah

organisme masih menempel pada permukaan sel dan menghasilkan

toksin sekretorik, menginvasi ke dalam mukosa, atau penetrasi ke

dalam mukosa (tipe penetrasi sistemik).

Pada dasarnya mekanisme patogenesis diare infeksi dapat

dibagi menjadi :

a) Diare sekretorik karena toksin

b) Patomekanisme invasif

c) Diare karena perlukaan oleh substansi intraluminal

Diare sekretorik biasanya disebabkan adanya enterotoksin yang

dikeluarkan oleh organisme pada saat melekat pada permukaan sel.

24

Page 28: makalah kelompok 3

Beberapa mekanisme toksin menimbulkan diare antara lain : (1)

aktivasi adenil siklase dengan akumulasi cAMP intra selular (Vibrio

cholera), (2) aktivasi guanil siklase dengan akumulasi cGMP intra

seluler (ETEC), (3) perubahan kalsium intra seluler (EPEC), dan (4)

stimulasi sistem saraf enterik (Vibrio cholera). Beberapa enterotoksin

lainnya menyebabkan diare melalui induksi sekresi klorida atau

inhibisi reabsorbsi natrium dan klorida.

Diare karena bakteri invasif diperkirakan sebagai penyebab 10-

20% kasus diare pada anak. Infeksi Shigella, E. Coli strain invasif dan

Camphyllobacter jejuni sering menimbulkan kerusakan mukosa usus

halus dan usus besar. Invasi bakteri diikuti oleh pembengkakan dan

kerusakan sel epitel mukosa usus, yang menyebabkan diketemukannya

sel-sel lekosit dan eritrosit dalam tinja atau darah segar.

Virus juga berperan dalam diare, memberikan perubahan

morfologi dan fungsional mukosa jejunum. Virus enteropatogen

seperti Rotavirus menyebabkan infeksi lisis pada enterosit. Invasi dan

replikasi virus dalam sel menginduksi kematian dan lepasnya sel.

Enterosit yang lepas digantikan oleh sel imatur. Akibatnya terjadi

penurunan enzim laktase dan gangguan transpor glukosa-Na+ karena

pengurangan aktivitas Na-K-ATPase. Hal ini menyebabkan terjadinya

maldigesti karbohidrat dan diare osmotik.

Hasil metabolisme bakteri kadang-kadang dapat berupa bahan

yang dapat melukai mukosa usus. Bahan hasil metabolit tadi berupa

dekonjugasi garam empedu, hidroksi asam lemak, asam organik rantai

penndek, dan substansi alkohol. Selain itu substansi ini dapat

merangsang usus sehingga terjadi diare.

b. Tahap Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah,

demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut.

Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi

yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan

renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis

25

Page 29: makalah kelompok 3

metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan

merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang

pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi

serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang

isotonik.

Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya

dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah

yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan

meningkat dan lebih dalam.

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat

dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120

x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai

gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena

kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal

menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera

diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti

suatu keadaan gagal ginjal akut.

Manifestasi klinik penyakit diare antara lain :

a) Perut mulas dan gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu

makan berkurang.

b) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer,

kadang disertai wial dan wiata.

c) Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur

empedu.

d) Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja

menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.

e) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit

menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering

dan disertai penurunan berat badan.

f) Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah

turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran

26

Page 30: makalah kelompok 3

menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat

hipovokanik.

g) Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

h) Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan

pernafasan cepat dan dalam.

F. PENGOBATAN

Dalam garis besarnya pengobatan diare dapat dibagi dalam

pengobatan kausal, pengobatan simtomatik, pengobatan cairan,

pengobatan dietetik

a. Pengobatan kausal

Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan

setelah kita mengetahui penyebabnya yang pasti. Jika kausa diare

ini penyakit parenteral, diberikan antibiotika sistemik. Jika tidak

terdapat infeksi parenteral, sebenarnya antibiotika baru boleh

diberikan jika pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan

bakteri patogen. Karena pemeriksaan untuk menemukan bakteri ini

kadang-kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang terlambat,

antibiotika dapat diberikan dengan memperhatikan umur penderita,

perjalanan penyakit, sifat tinja, dan sebagainya.

Di Indonesia diperkirakan kasus diare yang disebabkan

oleh infeksi kira-kira 50-75%. Bila pada pemeriksaan tinja

ditemukan leukosit 10 – 20/LP, maka penyebab diare tersebut

dapat dianggap infeksi enteral. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas,

pada penderita diare antibiotika hanya boleh diberikan jika :

a) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik

atau biakan.

b) Pada pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik

ditemukan darah pada tinja.

c) Secara klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya

infeksi enteral.

d) Didaerah endemik kolera (diberi tetrasiklin)

27

Page 31: makalah kelompok 3

e) Pada neonatus jika diduga terjadi nosokomial.

b. Pengobatan simtomatik

a) Obat-obat anti diare

Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare

secara cepat seperti antispasmodik/spasmolitik atau opium

(papeverin, Extracum Beladona, leoperamid, kodein, dan

sebagainyaP) justru akan memperburuk keadaan karena

akan menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan

akan menyebabkan terjadinya perlipatgandaan bakteri,

gangguan digesti dan absorpsi.

b) Antiemetik

Obat antiemetik seperti chlorpromazine (largactil)

terbukti selain mencegah muntah juga dapat mengurangi

sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian

dalam dosis adekuat (sampai dengan 1mg/kgbb/hari)

kiranya cukup bermanfaat.

c) Antipiretik

Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin)

dalam dosis rendah (25mg/tahun/kali) ternyata selain

berguna untuk menurunkan panas yang terjadi sebagai

akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta, juga

mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.

c. Pengobatan cairan

Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan

kepada penderita diare, harus diperhatikan jumlah cairan yang

harus diberikan sama dengan :

a) Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare atau muntah

(Previous water losses = PWL), ditambah dengan,

b) Banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, dan

pernapasan (Normal water loss = NWL), ditambah dengan,

28

Page 32: makalah kelompok 3

c) Banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah

yang masih terus berlangsung (Concomitant water losses =

CWL)

Jenis cairan, ada dua jenis yaitu cairan rehidrasi oral dan

cairan rehidrasi parental (IV)

a) Cairan rehidrasi oral (CRO)

Ada beberapa macam cairan rehidrasi oral, seperti

cairan rehidrasi oral dengan formula lengkap yang

mengandung NaCl, KCl, NaHCO3 dan glukosa atau

penggantinya, yang dikenal dengan nama oralit. Kemudian

ada cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen

tersebut, misalnya larutan garam-gua (LGG), larutan tepung

beras-garam, ar tajin, air kelapa, dan cairan lain yang

tersedia di rumah disebut CRO tidak lengkap.

b) Cairan rehidrasi parental (CRP)

Sebagai hasil rekomendasi Seminar Rehidrasi

Nasional ke I s/d IV dan Pertemuan Ilmiah Penelitian

Diare, Litbangkes digunakan Ringer Laktat sebagai cairan

rehidrasi parental tunggal untuk digunakan di Indonesia,

dan cairan ini yang terdapat di Puskesmas dan rumah sakit

di Indonesia. Pada diare dengan penyakit (KKP, janting,

ginjal) cairan yang dianjurkan adalah Half Strength Darrow

Glukose.

d. Pengobatan dietetik

Selama anak diare, terdapat gangguan gizi yang disebabkan

intake dan absorbsi yang kurang, dan metabolisme yang terganggu.

Untuk memenuhi kebutuhan cairan, selain dari infus juga tetap

diberikan ASI karena dengan pemberian ASI akan memperpendek

masa diare, mempunyai nilai gizi tinggi dan mudah dicerna, serta

mengandung factor proteksi: antibody, sel-sel darah putih, enzim

dan hormon yang melindungi permukaan usus bayi terhadap invasi

29

Page 33: makalah kelompok 3

mikroorganisme patogen dan protein asing. Selain itu juga

ditambah susu LLM 8x60cc dan pemberian oralit tiap mencret bila

anak mau minum.

Kombinasi diet ini belum mencukupi kebutuhan kalori harian pada

anak ini yaitu sebesar 72,60% dan protein sebesar 72,84%. Hal ini

disebabkan pada hari pertama anak membutuhkan cairan lebih

banyak untuk rehidrasi sehingga pemberian dietnya harus

menyesuaikan dengan jumlah infus yang diberikan. Jumlah kalori

akan ditingkatkan secara bertahap pada hari berikutnya seiring

dengan pengurangan jumlah infus. 

LLM diberikan karena pada pasien ini terjadi intoleransi

laktosa yang ditandai dari hasil pemeriksaan clini tes (+). Laktosa

hanya dapat diserap oleh usus setelah dihidrolisis menjadi

monosakarida oleh enzim lactase jika aktivitas lactase menurun

atau tidak ada sama sekali makalaktosa yang tidak tercerna akan

masuk ke usus besar dan difermentasi oleh mikroflora usus dan

dihasilkan asam laktat dan gas. Adanya produksi gas inidapat

menyebabkan terjadinya kembung,mulas dan diare. Intoleransi

laktosa ringan bersifat sementara dan dalam waktu 2-3 hari akan

sembuh terutama pada anak dengan gizi yang baik. Sebagaimana

intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut sifatnya

sementara dan tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan

formula khusus. Pada situasi yang memerlukan banyak energi

seperti pada fase penyembuhan diare,diet rendah lemak justru

dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat menimbulkan

diare kronik.

G. PERKEMBANGAN PENYAKIT DI INDONESIA

Penyakit diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat. Kejadian diare pada bayi dan balita lebih

banyak ditemukan dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Hasil

30

Page 34: makalah kelompok 3

survei Dekes RI, diperoleh angka kesakitan diare untuk tahun 2000

sebesar 301 per 1.000 penduduk 

a) Angka kematian akibat penyakit diare di Indonesia menurut

kelompok umur menunjukkan bahwa pada kelompok umur 1-4

tahun angka kematian diare menduduki urutan kedua, yaitu 134 per

100.000 setelah pneumonia 

b) Salah satu penyebab masih tingginya angka kesakitan dan

kematian tersebut karena kondisi kesehatan lingkungan yang

belum memadai. Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah

Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, sekitar 162

ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap

harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di

Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada

balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur.

Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2

kali per tahun.

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan

pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41

kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa)

diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak

10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut,

terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi

buruk dan perilaku hidup tidak sehat,serta perilaku masyarakat

yang enggan mencuci tangan.

Prevalensi diare pada tahun 1997 adalah lebih rendah bila

dibandingkan dengan hasil survey pada tahun 1991 sebesar 11 % dan

tahun 1994 sebesar 12%.. Pada tahun 1997 prevalensi diare lebih tinggi di

daerah pedesaan daripada di perkotaan, tetapi membandingkan wilayah

Jawa-Bali dengan luar Jawa-Bali tidak tampak perbedaan yang berarti.

Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan masa1ah

kesehatan rnasyarakat di Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dilihat pada

31

Page 35: makalah kelompok 3

pencatatan dan pelaporan Puskesmas dan Rumah Sakit di Sulawesi Selatan

pada tahun 1999 dimana penyakit diare menempati urutan keempat dari 10

besar penyakit rawat jalan dengan angka kesakitan 3,34 per 1000

penduduk.

Penyakit diare di Propinsi Sulawesi Selatan masih termasuk dalam

10 penyakit terbesar bahkan menduduki urutan pertama dengan angka

kesakitan sebesar 58,2% tahun 2000 dan pada tahun yang sama jumlah

penderita dan kematian akibat penyakit diare di Propinsi Sulawesi Selatan

yaitu : umur < 1 tahun sebanyak 37.937 penderita dan yang mati 20 orang,

umur 1-4 tahun sebanyak 53.282 orang penderita dan yang mati 13 orang,

umur 5 tahun ke atas tercatat 125.407 orang penderita dan yang mati

sebanyak 47 orang dengan CFR 0,02 % dan IR 26,58 %.

Penyakit diare di puskesmas Kaimana Kabupaten Kaimana

Propinsi Irian Jaya Barat masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

setiap tahunnya. Pada tahun 2000 tercatat penyakit diare menempati urutan

ke dua berdasarkan pola kesakitan 10 besar penyakit rawat jalan di

Puskesmas, setelah penyakit infeksi akut lain pada saluran pernapasan

bagian atas, dengan angka kesakitan 20,25 per 1000 penduduk.

Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia,

Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka kejadian sekitar 6

juta bayi yang mati pertahunnya. Kasus kematian bayi di Indonesia ini,

kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh penyakit diare. Untuk

mendiagnosis diare, maka pemeriksaan antigen secara langsung dari tinja

mempunyai nilai sensitifitas cukup tinggi (70-90%), tetapi biaya

pemeriksaan cukup mahal.

Proporsi diare akut rotavirus selama 1 tahun penelitian di Indonesia

adalah 56,5 % dengan 95 % CI 51,3 - 61, 6%. Hasil ini sama dengan

penelitian-penelitian di luar negeri sebelumnya, antara lain Rodriquez

(1974-1975) dan Pickering. (1978-1979) mendapatkan angka kejadian

47% dan 59%, sedangkan di Indonesia penelitian Yorva (tahun 1998)

mendapatkan angka 50% hampir sama dengan penelitian ini dan sama

dengan negara maju. Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan

32

Page 36: makalah kelompok 3

sanitasi kita. Kasus diare rotavirus merata sepanjang tahun, sedangkan

kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada musim

kemarau, tetapi tidak ada trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan

dengan cara penularan diare non rotavirus yang water borne dan melalui

tangan mulut, sedangkan diare rotavirus selain ditularkan secara fekal oral,

diduga ditularkan juga melalui droplet saluran napas.

Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare

sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis

dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu

sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta

yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. Melihat data tersebut

dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan,

departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas

kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada

kesehatan mayarakat (Depkes RI 2008).

Prevalensi diare berdasarkan umur menurut data dari hasil Riset

Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) tahun 2007, diare tersebar di

semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada balita

(16,7%). Prevalensi diare 13% lebih banyak di perdesaan dibandingkan

perkotaan,cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan

tingkat pengeluaran RT per kapita rendah. Prevalensi diare yang tinggi

pada bayi dan anak balita tidak selalu diberi oralit, proporsi yang

mendapat oralit pada ke dua kelompok umur tersebut berturut-turut 52,8%

dan 55,5%.

H. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

a. Faktor Infeksi

Faktor infeksi penyebab diare dapat dibagi dalam infeksi

parenteral dan infeksi enteral. Di negara berkembang, campak yang

disertai diare merupakan faktor yang sangat penting pada morbiditas

dan mortalitas anak. Walaupun mekanisme sinergetik antara campak

33

Page 37: makalah kelompok 3

dan diare pada anak belum diketahui, diperkirakan kemungkinan virus

campak sebagai penyebab diare secara enteropatogen.

Sampai beberapa tahun yang lalu kuman-kuman patogen hanya

dapat diidentifikasikan 25% dari tinja penderita diare akut. Pada saat ini

dengan menggunakan teknik yang baru, tenaga laboratorium yang

berpengalaman dapat mengidentifikasikan sekitar 75% kasus yang

datang ke sarana kesehatan dan sekitar 50% kasus-kasus ringan di

masyarakat.

Penyebab infeksi utama timbulnya diare adalah golongan virus,

bakteri, dan parasit. Rotavirus merupakan penyebab utama diare akut

pada anak. Sedangkan bakteri penyebab diare tersering antara lain

ETEC, Shigella, Campylobacter.

b. Faktor Umur

Pengaruh usia tampak jelas pada manifestasi diare. Komplikasi

lebih banyak terjadi pada umur di bawah 2 bulan secara bermakna,

dan makin muda usia bayi makin lama kesembuhan klinik diarenya.

Kerusakan mukosa usus yang menimbulkan diare dapat terjadi karena

gangguan integritas mukosa usus yang banyak dipengaruhi dan

dipertaruhkan oleh sistem imunologik intestinal serta regenerasi epitel

usus yang pada masa bayi muda masih terbatas kemampuannya.

Beberapa survei menghasilkan beberapa kejadian diare

tertinggi pada golongan bayi umur 6-24 bulan. Keadaan tersebut

terjadi sangat mungkin karena pada umur 6-24 bulan jumlah air susu

ibu sudah mulai berkurang dan pemberian makanan sapih yang kurang

nilai gizinya serta nilai kebersihannya.

c. Faktor Status Gizi

Pada penderita malnutrisi serangan diare terjadi lebih sering

dan lama. Semakin buruk keadaab gizi anak, semakin sering dan berat

diare yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi

sangat peka terhadap infeksi, namun konsep ini tidak seluruhnya

diketahui, patogenesis yang terperinci tidak diketahui.

34

Page 38: makalah kelompok 3

Di negara maju dengan tingkat pendidikan dan tingkat

kesehatan yang tinggi, kelompok bayi yang mendapat air susu ibu

lebih jarang menderita diare karena infeksi enteral dan parenteral. Hal

ini disebabkan karena berkurangnya kontaminasi bakteri serta

terdapatnya zat-zat anti infeksi dalam air susu ibu.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada penderita malnutrisi

adalah perubahan gastrointestinal dan perbahan sistem imunitas.

d. Faktor Lingkungan

Sebagian besar penularan penyakit diare adalah melalui dubur,

kotoran, dan mulut. Dalam hal mengukur kemampuan penularan

penyakit di samping tergantung jumlah dan kekuatan penyebab

penyakit, juga tergantung dari kemampuan lingkungan untuk

menghidupinya, serta mengembangkan kuman penyebab penyakit

diare.

Sehingga dapat dikatakan bahwa penularan penyakit diare

merupakan hasil dari hubungan antara faktor jumlah kuman yang

disekresi (penderita atau carrier), kemampuan kuman untuk hidup di

lingkungan, dan dosis kuman untuk menimbulkan infeksi, disamping

ketahanan penjamu untuk menghadapi mikroba tadi.

Perubahan atau perbaikan air minum dan jamban secara fisik

tidak menjamin hilangnya penyakit diare, tetapi perubahan sikap dan

tingkah laku manusia yang memanfaatkan sarana tersebut di atas

sangat menentukan keberhasilan perbaikan sanitasi dalam mengurangi

masalah diare.

e. Faktor Susunan Makanan

Faktor susunan makanan terhadap terjadinya diare tampak

sebagai kemampuan usus untuk menghadapi kendala yang berupa :

a) Antigen

Susunan makanan mengandung protein yang tidak

homolog, sehingga dapat berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada

bayi dimana kondisi ketahanan lokal usus belum sempurna

sehingga terjadi migrasi molekul makro.

35

Page 39: makalah kelompok 3

b) Osmolaritas

Susunan makanan baik berupa formula susu maupun

makanan padat yang memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga

dapat menimbulkan diare, misalnya Neonatal Entero Colitis

Necroticans pada bayi.

c) Malabropsi

Kandungan nutrien makanan yang berupa karbohidrat,

lemak, maupun protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsopsi

maupun alergi sehingga terjadi diare pada anak maupun bayi.

d) Mekanik

Kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan

secara mekanik dapat merusak fungsi mukosa usus sehingga timbul

diare.

I. PENCEGAHAN

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral,

penularannya dapat dicegah dengan cara sebagai berikut:

a. Menjaga higiene pribadi yang baik, termasuk sebagai berikut:

1. Mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama

mengolah makanan.

2. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan

hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.

3. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, maka

harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan

untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk

memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan

tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil

dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum

dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus

diperingatkan untuk tidak menelan air.

36

Page 40: makalah kelompok 3

4. Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air

yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum

dikonsumsi.

5. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat

digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.

6. Semua daging dan makanan laut harus dimasak.

7. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh

dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan

meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel

terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

b. Vaksinasi

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius,

tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini,

vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin

kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan

untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi

imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya

70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral

terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan

memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah

tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan

memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

c. Hindari makan makanan yang terlalu pedas dan asam

d. Menjaga kondisi tubuh dengan olah raga dan minum air 8-12 kali

sehari.

J. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI UMUM

37

Page 41: makalah kelompok 3

Distribusi penyebaran penyakit diare merupakan penyebaran kuman

penyebab diare. Kuman penyebab diare melalui fecal oral antara lain

melalui makanan dan minuman yang tercemar atau kontak langsung

dengan tinja penderita.

a. Distribusi penyakit diare menurut orang.

Penyakit diare menyerang pada semua orang dan yang

terbanyak pada golongan umur di bawah umur lima tahun yaitu 70-

80% dari penderita, kejadian diare pada bayi mulai meningkat sejak

usia 6 bulan dan mencapai puncaknya pada usia 1-2 tahun. Bila dilihat

dari faktor jenis kelamin tidak ada perbedaan angka prevalensi anak

golongan laki-laki dengan perempuan.

b. Distribusi menurut faktor tempat.

Insiden penyakit diare dalam bentuk kejadian luar biasa

dipengaruhi oleh mobilisasi darat maupun laut.

c. Distribusi menurut faktor waktu.

Biasanya insiden meningkat pada musim kemarau dan awal

musim hujan. Pada musim kemarau air yang diperoleh menjadi

terbatas serta penggunaan air yang berulang dan pada awal musim

hujan sumber air menjadi tercemar.

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh

dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga

dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di

beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena

infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang

datang berobat ke rumah sakit.

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2

episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di

38

Page 42: makalah kelompok 3

USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode

diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan

ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4

juta pertahun.

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta

episode diare pada orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan

terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di

Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap

dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia

adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli,

dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh

Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh

Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk

mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan

atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV

positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam

mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.

K. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara

berkembang, terutama di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Penyakit diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar

Biasa (KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Untuk mengatasi

penyakit diare dalam masyarakat baik tata laksana kasus maupun untuk

pencegahannya sudah cukup dikuasai. Akan tetapi permasalahan tentang

penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif besar.

Angka kesakitan diare sekitar 200-400 kejadian di antara 1000

penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat

ditemukan sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-

39

Page 43: makalah kelompok 3

80%) dari penderita ini adalah Anak di bawah Lima Tahun (BALITA).

Sebagian dari penderita (1- 2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau

tidak segera ditolong 50- 60% di antaranya dapat meninggal. Kelompok

ini setiap tahunnya mengalami kejadian lebih dari satu kejadian diare.

Sampai saat ini penyakit diare merupakan penyebab utama

kesakitan dan kematian, khususnya pada bayi dan balita di Indonesia.

Pemerintah telah menerapkan berbagai strategi pemberantasan dan

pengendalian penyakit diare ini. Beberapa dasar pelaksanaan

pemberantasan penyakit ini antara lain :

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1216/MENKES/SK/XI/2001 tentang Pedoman Pemberantasan

Penyakit Diare

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi No.HK.03.0

1/160/1/2010 tentang Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Tahun

2010-2014,

Beberapa point dari peraturan diatas antara lain ditargetkan Case

Fatality Rate (CFR) diare pada saat Kejadian Luar Biasa (KLB) kurang

dari 1 dan jumlah kasus diare sebanyak 285 per 1000 penduduk.

Beberapa perilaku menyebabkan penyebaran kuman enterik dan

dapat meningkatkan resiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan

ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol

susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air

minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang

air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau

menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.

Sementara faktor penjamu, dapat meningkatkan insiden, beberapa

penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak

40

Page 44: makalah kelompok 3

memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi,campak, dan secara

proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.

Sedangkan berdasarkan faktor lingkungan, penyakit diare

merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang

dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini

akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan

tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan

perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka

dapat menimbulkan penyakit diare (Sudaryat, 2010).

L. TUJUAN P3M

Tujuan program pemberantasan diare adalah menurunkan angka

kematian dan kesakitan pada bayi dan balita yang disebabkan oleh

penyakit diare. Tujuan program tersebut dalam jangka pendek untuk

menurunkan angka kematian karena penyakit diare serta akibat lain dari

penyakit diare, khususnya keadaaan gizi dari penderita serta menemukan

keadaan gizi dari penderita serta menemukan keadaan dini dari timbulnya

KLB atau wabah dan segera mengadakan kegiatan penanggulangannya.

Tujuan jangka panjang yaitu untuk menurunkan angka kesakitan karena

penyakit diare sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Hal ini sejalan dengan ditemukannya Upaya Rehidrasi Oral (URO) dengan

oral elektrolit (ORALIT) yang efektif untuk penderita diare dengan segala

macam sebab dan untuk semua golongan umur.

M. STRATEGI P3M

Adapun Strategi pemberantasan penyakit diare, adalah:

(1) Advokasi, melaksanakan pendekatan kepada para pengambil keputusan

sesuai tingkat administratif pelaksana program baik lintas program

maupun sektor guna mendukung pelaksanaan program pemberantasan

penyakit diare

41

Page 45: makalah kelompok 3

(2) Melaksanakan upaya untuk mengembangkan norma hidup sehat di

masyarakat untuk mendapatkan social support dalam komunikasi

pemberantasan penyakit diare;

(3) Mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan masyarakat

dalam melaksanakan tatalaksana penderita diare dan pencegahan diare

atau empowerment (Depkes RI, 2007).

Kegiatan pemberantasan penyakit diare, yang ditetapkan Depkes

RI (2007),

adalah:

1. Pendekatan Pimpinan/Pengambil Keputusan (Advocacy) :

a. Menentukan dan memantapkan bentuk dukungan yang

diharapkan dari para pengambil keputusan.

b. Menentukan sasaran: Sasaran ditentukan dalam 3 (tiga) kategori,

yaitu:

(1) Pimpinan lintas program ditentukan berdasarkan

keterkaitannya dengan program terkait,

(2) Pimpinan lintas sektor ditentukan berdasarkan keterkaitannya

dengan kelompok masyarakat sasaran, dan

(3) Penyandang/Sumber dana, dan semua semua agensi yang

berpotensi, termasuk pengusaha (BUMN, Swasta), bantuan luar

negeri, dan lain-lain.

c. Menentukan perilaku yang diharapkan, yaitu:

(1) Pimpinan lintas program dalam tatalaksana penderita diare

dan pencegahan penyakit diare diharapkan membantu dalam

Petunjuk operasional dan bentuk terpadu lainnya, Koordinasi dan

pengawasan, dan Dukungan sumber daya;

(2) Pimpinan lintas sektor, terutama dalam pencegahan penyakit

diare, diharapkan dapat membantu dalam Penerbitan petunjuk

operasional, Melaksanakan koordinasi dan pengawasan,

Mengusahakan sumber daya; dan

42

Page 46: makalah kelompok 3

3) Penyandang dana, diharapkan dapat membantu dalam

Menyediakan dana, Menyediakan sarana, dan menyediakan tenaga

ahli.

d. Menentukan pesan, merujuk ke tujuan yang hendak dicapai. Secara

prinsip, mengembangkan pesan dengan dasar untuk mencegah

kejadian dan kematian karena diare.

e. Menentukan Metode dan Teknik, Disesuaikan dengan segmen

sasaran Advocacy, antara lain: Pendekatan langsung, Seminar,

Rapat kerja, Lokakarya, Sarasehan.

f. Menentukan Media, disesuaikan dengan segmen sasaran dan

metode serta teknik penyampaian, misal: Proposal, Buku Pedoman,

Makalah, Leaflet

2. Dukungan Suasana (Social Support), meliput i:

a. Rangkaian kegiatan hampir sama dengan Advocacy, tetapi

kelompok sasaran lebih ke tingkat teknis operasional secara

berjenjang, antara lain Kader, Tim Penggerak PKK, tokoh

masyarakat di tingkat kecamatan, Kab/Kota dan Propinsi.

b. Materi KIE lebih operasional dari pencegahan penyakit dan

tatalaksana penderita yang cepat dan tepat, antara lain: menolong

penderita diare di rumah tangga, penyuluhan tentang pencegahan

penyakit diare.

c. Metode, teknik dan bentuk media disesuaikan dengan kelompok

sasaran. Begitu pula sarana yang digunakan disesuaikan dengan

kondisi, seperti cetak, elektronik dan tradisional.

3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment), meliputi:

a. Sebagai sasaran utama KIE adalah masyarakat. Secara aktif

masyarakat terutama ibu yang mempunyai balita dapat

melaksanakan tatalaksana diare dengan benar dan kegiatan

pencegahan yang efektif.

b. Materi pesan adalah :

(1) Tatalaksana penderita diare di rumah tangga dan

43

Page 47: makalah kelompok 3

(2) Pencegahan penyakit diare

c. Metode dan teknik, selain disesuaikan segmen pasar, diupayakan

berlangsung dinamis, misalnya tatap muka, simulasi, demonstrasi,

penyuluhan kelompok.

d. Media saluran komunikasi, pemilihan media hendaknya

disesuaikan dengan segmen sasaran yaitu menggunakan

perpaduan media cetak dan elektronika.

Pemantauan terhadap program pemberantasan penyakit diare lebih

ditujukan pada aspek proses. Pemantauan terhadap proses dapat dilakukan

dalam bentuk angket, supervisi atau rapid assessment survey, sedangkan

penilaian lebih ditujukan pada dampak program dan sering disebut

evaluasi. Pelaksanaan penilaian dapat dilaksanakan pada pertengahan

atau akhir pelaksanaan program. Indikator dikembangkan sesuai dengan

tujuan program. Penilaian dapat dirancang untuk dilaksanakan sendiri atau

digabung dalam survei besar dengan program lain, seperti SKRT atau

SDKI. Lokasi penilaian adalah di lapangan (masyarakat) dan sarana

pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit (Depkes RI,

2007).

Program pemberantasan penyakit diare, juga mencakup kegiatan

Pencegahan Penyakit Diare, yang diharapkan dapat memberi dukungan

untuk menurunkan angka kejadian kematian akibat diare. Adapun upaya

pencegahan penyakit diare untuk masyarakat, meliputi (Depkes RI, 2007):

1. Penggunaan botol susu dan dot yang steril, penggunaan botol yang

tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan di

lingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang

parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri

penyebab diare.

2. Menggunakan air bersih yang cukup. Masyarakat dapat

mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari

kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah,

44

Page 48: makalah kelompok 3

dan yang harus diperhatikan oleh keluarga: ambil air dari sumber

air yang bersih, ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih

dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air,

pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-

anak mandi, gunakan air yang direbus, cuci semua peralatan masak

dan makan dengan air yang bersih dan cukup. Menurut Chandra

(2007), Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan

sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air

bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan dapat diminum apabila dimasak. Masyarakat yang terjangkau

oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko

menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang

tidak mendapatkan air bersih.

3. Mencuci tangan dengan sabun, kebiasaan yang berhubungan

dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan

kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan

sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja

anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan

anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian

diare.

4. Menggunakan jamban, pengalaman di beberapa negara

membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai

dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit

diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat dan

keluarga harus buang air besar di jamban, dan yang harus

diperhatikan oleh keluarga: keluarga harus mempunyai jamban

yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota

keluarga; bersihkan jamban secara teratur; bila tidak ada jamban,

jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar sendiri,

hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak

bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang

air besar tanpa alas kaki.

45

Page 49: makalah kelompok 3

5. Membuang tinja balita yang benar. Banyak orang yang

beranggapan bahwa tinja balita itu tidak berbahaya. Hal ini tidak

benar karena tinja balita dapat pula menularkan penyakit pada

anak-anak dan orang tuanya. Tinja balita harus dibuang secara

bersih dan benar; dan yang harus diperhatikan oleh keluarga:

Kumpulkan segera tinja balita dan buang ke jamban, Bantu anak-

anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau

olehnya, Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja

anak seperti dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun,

Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya

dengan sabun.

6. Pemberian Imunisasi campak. Diare sering timbul menyertai

campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat

mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak

segera setelah berumur 9 bulan.Penyakit diare disebabkan oleh

mikro organisme (seperti bakteri, parasit, protozoa, dan virus)

melalui kontaminasi makanan dan minuman yang tercemar tinja,

sedangkan faktor yang berpengaruh lainnya meliputi faktor pejamu

dan faktor lingkungan. Untuk kasus diare pada balita, perilaku

orang dewasa yang menangani makanan merupakan salah satu

faktor penting. Sehingga meningkatkan pengetahuan dan merubah

sikap ibu rumah tangga dengan anak balita tentang perilaku hidup

bersih dan sehat, diharapkan terjadi penurunan jumlah insiden

diare di kelompok balita (Depkes RI, 2007).

N. UKURAN EPIDEMIOLOGI YANG DI PAKAI

Tingkat Kesakitan (Morbidity Rate)

1. Prevalence (Crude Prevalence Proportion)

Jumlah individu sakit dalam suatu populasi pada suatu

waktu tertentu (tanpa membedakan kasus lama atau kasus baru)

46

Page 50: makalah kelompok 3

Prevalensi (P) = Jumlah individu sakit pada waktu tertentu

Populasi berisiko pada waktu tertentu

Ilustrasi:

20 orang di desa jetak, Kab. pekalongan yang terdiri dari

total 200 orang menderita diare, maka prevalensi diare di desa

jetak, Kab. pekalongan tersebut adalah

Prevalensi = (20/200) x 100%= 10%

2. Insidensi

Menggambarkan jumlah kasus baru yang terjadi di dalam

suatu populasi selama periode waktu tertentuInsidensi mengukur

pergerakan individu dari status bebas penyakit ke status sakit

• Proporsi individu tak sakit menjadi sakit selama periode

penelitian

• Tidak ada penambahan individu selama pengamatan

• Disebut juga risk rate:

• Pendugaan probabilitas penyakit selama periode waktu tertentu

• Memiliki interpretasi terhadap populasi dan individu

Insidensi Kumulatif = Jumlah kasus baru (individu sehat

yang menjadi sakit)

(Cumulative Incidence) Jumlah individu sehat pada awal

pengamatan

Jika ada individu yang keluar dari populasi yang diamati

= Jml kasus baru

Jml individu sehat pada awal pengamatan – ½(jml individu

yg keluar)

47

Page 51: makalah kelompok 3

Ilustrasi:

20 mahasiswa terkena diare di fakultas peternakan selama

satu bulan. Pada awal bulan terdapat 100 mahasiswa di fakultas

peternakan tersebut dan semuanya sehat, maka Insidensi

kumulatifnya = (20/100)=0.2

Dari ilustrasi di atas, jika 2 mahasiswa keluar selama

periode pengamatan maka risk rate = 20/{100-(½x2)}=0.2

3. Tingkat Serbuan (Attack Rate)

Hampir sama dengan insidensi, tetapi digunakan jika

periode risiko terpapar penyakit sangat singkat, misal: akibat

keracunan makanan, reaksi nuklir, dsb.

AR = Jml yang sakit selama waktu pemaparan

Total individu yang terpapar

Ilustrasi:

o 46 dari 75 orang yang makan di suatu pesta menderita diare

beberapa jam kemudian setelah makan,

maka Attack rate = (46/75) x 100% = 61% \

o Setelah diteliti lebih lanjut ditemukan bahwa 43 dari 54 orang

mengkonsumsi pecel menjadi diare, maka attack rate untuk

yang mengkonsumsi pecel menjadi diare: (43/54) x 100% =

80%,

4. proporsi

“Proporsi" merupakan Bentuk khusus dari rasio, yaitu nilai

pembilangnya merupakan himpunan bagian dari penyebutnya

Misalnya, "proporsi penyakit diare di Rumah sakit A

tahuan 1999 adalah 10 berarti jumlah kejadian penyakit diare di

48

Page 52: makalah kelompok 3

Rumah sakit A tahun 1999 adalah dari seluruh kasus penyakit yang

ada di wilayah Rumah sakit A. Proporsi biasanya digunakan untuk

mengukur angka suatu penyakit terhadap penyakit lainnya.

Semakin tinggi angka proporsi ini berarti semakin banyak kejadian

penyakit tersebut dibandingkan dengan penyakit lainnya dalam

suatu wilayah dan waktu tertentu (Azrul Azwar 1999).

Tingkat Kematian (Mortality Rate)

1. Cause-spesific Mortality Rate:

= Total individu mati karena penyakit X pada periode wkt tertentu

Populasi berisiko pd periode wkt tertentu x ITC

2. Crude Mortality (true) Rate:

= Total individu mati pada periode wkt tertentu

Populasi berisiko pd periode wkt tertentu x ITC

3. Tingkat Kefatalan (Case Fatality Rate)

= Total yg mati akibat penyakit X dalam periode waktu tertentu

Total hewan yang menderita penyakit X

Contoh :

Hasilnya telah terjadi kematian karena diare (dehidrasi)

sebanyak 5 orang dari 373 penderita diare  (Case Fatality Rate =1.3

%) selama  satu bulan mulai dari 15 Mei Sampai dengan 15 Juni 2009, 

di wilayah Kerja Puskesmas Batupanga Kecamatan Luyo Kabupaten

Polewali Mandar.  Case Fatality Rate yang selanjutnya di singkat CFR 

dengan 1,3 % artinya jika  dalam hitungan populasi penderita yaitu tiap

100 penderita diare cenderung ditemukan 1-2 penderita diare yang

berlanjut pada dehidrasi dan kemudian mengakibatkan kematian atau

juga setiap 50 penderita  ada satu kematian diare karena dehidrasi.

49

Page 53: makalah kelompok 3

Penghitungan Indikator Cakupan Pelayanan Diare

1. Perkiraan penderita diare

 Hasil dari penghitungan berguna untuk menghitung capaian program

disamping juga untuk nantinya dalam perencanaan kebutuhan obat

penunjang diare. Perkiraan penderita diare adalah Angka diare (insidens) x

jumlah penduduk dalam 1th.Insidens adalah angka kesakitan diare baru

(golongan balita) per tahun, yang didapatkandari hasil survey depkes. Untuk

tahun 2011 insidens yang dipakai adalah 411 / 1000 penduduk *)

2. Angka Penemuan Penderita

> Target penemuan penderita adalah 10 % dari perkiraan penderita dalam 1

tahun

3. Cakupan pelayanan

 Merupakan prosentase jumlah penderita diare yang dilayani dalam1

tahun dibagi dengan target penemuan penderita pada tahun yang sama.

Contoh Kasus: Jumlah penduduk di wilayah Puskesmas 2011 =

30.000 penduduk. Jumlah kasus diare pada tahun 2011 = 1.000 penderita.

Hitung cakupan pelayanan penderita diare ??

Penyelesaian :

1) Hitung Perkiraan Penderita = insidens diare x jumlah penduduk

= 411 / 1000 x 30.000 penduduk = 12.330 penderita

2) Hitung target penemuan penderita = 10 % x jumlah perkiraan penderita

50

Page 54: makalah kelompok 3

51

Page 55: makalah kelompok 3

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Etiologi penyakit

Secara klinis penyebab diare adalah virus,bakteri,protozoa dan

Helminths tetapi yang sering ditemukan di lapangam ataupun klinis

adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.

2. Masa inkubasi dan penularan penyakit diare

Masa inkubasi diare dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme yang

mengkontaminasi

3. gejala dan tanda penyakit diare serta cara diagnosisnya

a. Gejala diare akut : Fase prodromal, fase diare dan fase

pemulihan

b. Diagnosis diare dilakukan dengan kultur fases

4. Transmisi penyakit diare

a. Air merupakan media transmisi penyakit diare sehingga disebut

water borne disease

b. Transmisi diare dipengaruhi oleh faktor-faktor yang antara lain:

faktor penyebaran kuman, faktor manusia yang meningkatkan

kerentanan, dan faktor lingkungan

c. Secara umum, penyakit fekal oral seperti diare dapat menyebar

melalui berbagai cara serta media transmisi antara lain melalui

tangan yang terkontaminasi, perabot yang tidak bersih, air

cucian yang mengandung agen, lalat, dan lainnya

5. Riwayat alamiah penyakit diare

Riwayat alamiah penyakit diare dibagi kedalam tahap patogenesis dan

tahap klinis

6. Cara pengobatan diare

52

Page 56: makalah kelompok 3

Dalam garis besarnya pengobatan diare dapat dibagi dalam pengobatan

kausal, pengobatan simtomatik, pengobatan cairan, pengobatan

dietetik

7. perkembangan penyakit diare di Indonesia

a. Penyakit diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat.

b. Kejadian diare pada bayi dan balita lebih banyak ditemukan

dibandingkan dengan kelompok umur lainnya

c. Kasus kematian bayi di Indonesia ini, kematian bayi di

Indonesia disebabkan oleh penyakit diare

8. Faktor yang berhubungan dengan penyakit diare

Faktor yang berhubungan dengan penyakit diare : faktor infeksi, faktor

umur, faktor status gizi, faktor lingkungan, dan faktor susunan

makanan

9. Cara pencegahan penyakit diare

Penularannya dapat dicegah dengan cara sebagai berikut: Menjaga

higiene pribadi yang baik , vaksinasi, hindari makan makanan yang

terlalu pedas dan asam, Menjaga kondisi tubuh dengan olah raga dan

minum air 8-12 kali sehari

10. Gambaran epidemiologi penyakit diare secara umum

a. Distribusi penyebaran diare dipengaruhi oleh faktor orang,

tempat dan waktu

b. Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh

dunia

11. Gambaran epidemiologi diare di Indonesia

Di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta kejadian setiap

tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah Anak di

bawah Lima Tahun (BALITA)

12. Tujuan P3M diare

Tujuan program pemberantasan diare adalah menurunkan angka

kematian dan kesakitan pada bayi dan balita yang disebabkan oleh

penyakit diare

53

Page 57: makalah kelompok 3

13. Strategi P3M diare

Adapun Strategi pemberantasan penyakit diare, adalah:

1) Advokasi, melaksanakan pendekatan kepada para pengambil

keputusan sesuai tingkat administratif pelaksana program baik

lintas program maupun sektor guna mendukung pelaksanaan

program pemberantasan penyakit diare

2) Melaksanakan upaya untuk mengembangkan norma hidup

sehat di masyarakat untuk mendapatkan social support dalam

komunikasi pemberantasan penyakit diare;

3) Mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan

masyarakat dalam melaksanakan tatalaksana penderita diare

dan pencegahan diare atau empowerment (Depkes RI, 2007).

14. Ukuran epidemiologi pakai

o Tingkat kesakitan : prevelence, insidensi, tingkat serbuan,

proporsi

o Tingkat kematian : Cause-spesific Mortality Rate, Crude

Mortality (true) Rate, Tingkat Kefatalan (Case Fatality Rate)

o Penghitungan Indikator Cakupan Pelayanan Diare : Perkiraan

penderita diare, Angka Penemuan Penderita, Cakupan

pelayanan

B. SARAN

1. Diharapkan bagi instansi kesehatan terutama puskesmas dapat

melakukan peningkatan perbaikan sarana air bersih, fasilitas jamban

sehat serta mengupayakan peningkatan program penyehatan

lingkungan dan penanganan kualitas air bersih secara agar kejadian

diare dapat dikurangi

2. Masyarakat sebaiknya melakukan tindakan pencegahan terjadinya

diare dengan menjaga kebersihan lingkungan dan melakukan

pengolahan air sampai mendidih sebelum air dikonsumsi.

54

Page 58: makalah kelompok 3

DAFTAR PUSTAKA

A.H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I, Penerbit FKUI

Aswitha Boediarso, Suharyono, EM Halimun, 1988, Gastroenterologi Anak

Praktis, Balai Penerbit FK UI, Jakarta

Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL,

Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious

Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

Goldfinger SE : Constipation, Diarrhea, and Disturbances of Anorectal

Function, In : Braunwald, E, Isselbacher, K.J, Petersdorf, R.G, Wilson, J.D,

Martin, J.B, Fauci AS (Eds) : Harrison’s Principles of Internal Medicine, 11th

Ed. McGraw-Hill Book Company, New York, 1987, 177 – 80.

Depkes RI. 2009. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare;

Depkes RI. 2010, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

HK.03.01/160/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan

Tahun 2010;

Depkes RI. 2001, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor1

216/Menkes/SK/X1/2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare;

Depkes RI. 2008, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

852/Menkes/SK/IX/2009 tentang Strategi Nasional Total Berbasis

Masyarakat

55

Page 59: makalah kelompok 3

http://dinkessulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman/pedoman%20tatalaksana

%20diare.pdf

http://eprints.undip.ac.id/33641/3/Bab_2.pdf

http://eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf

Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell

JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd

edition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Panti Rapih. 2013. Diare. http://pantirapih.or.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=174:diare&catid=54:kesehatan-ibu-

dan-anak&Itemid=99. Diakses pada 10 Mei 2013

Pitisuttithum P : Acute Dysentry, DTM&H Course 2002, Faculty of Tropical

Medicine, Mahidol University, Bangkok, Thailand.

Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,

Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta

Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew

WL, Henry NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious

Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.

Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella &

Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors.

Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange

Medical Books, 2003. 584 - 66.

56

Page 60: makalah kelompok 3

Sirivichayakul C : Acute Diarrhea in Children, In : Tropical Pediatrics for

DTM&H 2002, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol Univesity, Bangkok,

Thailand,1-13.

Soetjiningsih 1998, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP

FKUI, Jakarta.

Sudaryat, S., 2010, Gastroenterologi Anak Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas UNUD;

Suharyono, 1986, Diare Akut, lembaga Penerbit Fakultas Kedokteran UI,

Jakarta

Talang Kab. Solok Prop. Sumbar.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31798. diakses pada 14 Mei

2013

Tantivanich S : Viruses Causing Diarrhea, DTM&H Course 2002, Faculty of

Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok, Thailand.

Whaley & Wong, 1995, Nursing Care of Infants and Children, fifth edition,

Clarinda company, USA.

Zulhendri. 2002. Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare Pada Balita di

Puskesmas

57