Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

37
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuretase bertujuan menghilangkan jaringan granulasi yang terinflamasi kronis pada dinding lateral poket periodontal. Jaringan granulasi yang terinflamasi dibatasi oleh epithelium dan deep strand epithelium yang penetrasi ke dalam jaringan. Epithelium ini dibentuk sebagai pelindung perlekatan serat baru pada area tersebut. Ketika sumber utama bakteri dapat dihilangkan dan poket patologis dapat diselesaikan, dengan tidak dibutuhkan mengeliminasi jaringan granulasi dengan kuretase. Jaringan granulasi diserap dengan lambat; bakteri muncul dengan tidak adanya penambahan plak poket karena telah dirusak oleh pertahanan tubuh host, karena itu kebutuhan akan kuretase untuk mengeliminasi jaringan granulasi perlu diketahui. Telah ditunjukkan bahwa scaling dan root planning dengan kuretase dapat meningkatkan perkembangan perbaikan kondisi jaringan periodontal dibandingkan dengan scaling dan root planning sendiri (Carranza’s, 2006). Perikoronitis merupakan istilah yang berkaitan dengan inflamasi pada gingiva yang disebabkan karena mahkota pada gigi yang erupsi sebagian. Perikoronitis sering terjadi pada gigi molar tiga. Perikoronitis bisa akut, subakut, atau kronis (Carranza’s, 2006). 1

Transcript of Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

Page 1: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kuretase bertujuan menghilangkan jaringan granulasi yang terinflamasi kronis

pada dinding lateral poket periodontal. Jaringan granulasi yang terinflamasi

dibatasi oleh epithelium dan deep strand epithelium yang penetrasi ke dalam

jaringan. Epithelium ini dibentuk sebagai pelindung perlekatan serat baru pada

area tersebut. Ketika sumber utama bakteri dapat dihilangkan dan poket patologis

dapat diselesaikan, dengan tidak dibutuhkan mengeliminasi jaringan granulasi

dengan kuretase. Jaringan granulasi diserap dengan lambat; bakteri muncul

dengan tidak adanya penambahan plak poket karena telah dirusak oleh pertahanan

tubuh host, karena itu kebutuhan akan kuretase untuk mengeliminasi jaringan

granulasi perlu diketahui. Telah ditunjukkan bahwa scaling dan root planning

dengan kuretase dapat meningkatkan perkembangan perbaikan kondisi jaringan

periodontal dibandingkan dengan scaling dan root planning sendiri (Carranza’s,

2006).

Perikoronitis merupakan istilah yang berkaitan dengan inflamasi pada gingiva

yang disebabkan karena mahkota pada gigi yang erupsi sebagian. Perikoronitis

sering terjadi pada gigi molar tiga. Perikoronitis bisa akut, subakut, atau kronis

(Carranza’s, 2006).

Gigi molar tiga yang erupsi sebagian atau impaksi merupakan area yang sering

terjadi perikoronitis. Space antara mahkota gigi dan overlying gingival flap

merupakan tempat yang ideal untuk akumulasi debris makanan dan pertumbuhan

bakteri (Carranza’s, 2006). Sehingga perlu dilakukan tindakan perawatan untuk

mencegah terjadinya inflamasi pada perikorona.

1

Page 2: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah perawatan kuretase (gingival surgical technique) dan perikoronitis.

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana perawatan kuretase

2. Untuk mengetahui bagaimana perawatan perikoronitis

2

Page 3: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

KURETASE

2.1 Kuretase

Kuretase dapat dibedakan menjadi dibedakan menjadi dua macam, yaitu

gingival kuretase dan subgingival kuretase. Gingival kuretase bertujuan

menghilangkan inflamasi pada jaringan lunak lateral dinding poket, sedangkan

subgingival kuretase merupakan prosedur yang dilakukan pada apikal sampai ke

epithelial attachment, yang berarti menghilangkan perlekatan jaringan ikat ke

puncak alveolar crest (Carranza, 2006).

Tujuan kuretase adalah menurunkan kedalaman poket dengan

meningkatkan gingival shrinkage, jaringan ikat baru, atau keduanya kuretase

menghilangkan jaringan granulasi yang terinflamasi kronis yang terbentuk di

dinding lateral poket periodontal. Jaringan ini, terdiri dari komponen jaringan

granulasi (proliferasi fibroblast dan angioblastik), Area inflamasi kronis dan

kalkulus serta beberapa koloni bakteri. Perlu diketahui kadangkala kuretase dapat

dilakukan tanpa disadari ketika melakukan scaling dan root planning, ini

dinamakan inadvertent curettage (Carranza, 2006).

2.2 Teknik Kuretase

2.2.1 Teknik Dasar Kuretase

Kuretase tidak mengeliminasi penyebab inflamasi (contoh, bakteri plak

dan deposit). Oleh karena itu kuret harus selalu disertai dengan scaling dan rot

planning, yang merupakan prosedur dasar terapi periodontal. Pemberian anestesi

lokal infiltrasi untuk scaling dan root planning tidak wajib digunakan. Namun,

kuretase gingiva selalu memerlukan anestesi loal (Carranza, 2006).

Alat kuret dipilih sesuai dengan sisi arah potong yang mengarah ke

jaringan (Carranza). Macam-macam alat kuret disesuaikan dengan fungsinya,

yakni sebagai berikut: (Mueller)

1. Gigi anterior: Gracey 1/2 atau 5/6

3

Page 4: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

2. Permukaan bukal/lingual dari gigi posterior: Gracey 7/8

3. Permukaan mesial dari gigi posterior: Gracey 11/12 atau 15/16

4. Permukaan distal dari gigi posterior: Gracey 13/14 atau 17/18

Untuk alat kuret universal dapat menggunakan Columbia 4R-4L, alat ini memiliki

sisi pemotong yang dapat digunakan pada seluruh permukaan gigi. (Mueller,

2005)

Tahapan kuretase antara lain:

1. Desinfeksi: berkumur dengan larutan povidone-iodine atau chlorhexidine

untuk mengurangi bakteri. (Mueller, 2005)

2. Pemberian lokal anestesi pada daerah yang akan dilakukan kuretase.

(Mueller, 2005)

3. Scalling: menghilangkan deposit lunak atau keras dari permukaan akar.

(Mueller, 2005)

4. Root planning: menghaluskan permukaan akan dan meratakan resorpsi lakuna

pada permukaan sementum yang dapat menjadi tempat kolonisasi bakteri.

(Mueller, 2005)

5. Kuretase jaringan lunak: untuk menghilangkan poket epithelium. (Mueller,

2005)

- Instrumen dimasukkan untuk melibatkan lapisan dalam pada dinding poket

dan dilakukan sepanjang jaringan lunak, biasanya dengan gerakan

horizontal. Dinding poket dapat ditahan dengan jari tanpa tekanan pada

permukaan luar. Untuk merusak junctional epithelium kuret diletakkan di

bawah tepi potong junctional epithelium (Carranza, 2006).

Gambar 2.1 gingival kuretase dengan horizontal stroke kuret (Carranza, 2006).

4

Page 5: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

- Kuret dimasukkan dlm poket sehingga menyentuh dinding dalam poket

sampai dasar poket (junctional epithelium). (Thakkar, 2012)

- Kemudian ditarik /digerakkan sepanjang dinding dalam poket dng gerakan

gerakan horizontal untuk menghilangkan jaringan yg nekrotik. (Thakkar,

2012)

- Daerah tersebut akan memerah sehingga debris dapat dikeluarkan, dan

jaringan periodontal ditekan menggunakan jari dengan lembut. (Carranza,

2006)

- Kemudian alat kuret dihadapkan ke jaringan keras (akar gigi) untuk

menghilangkan sementum yang nekrotik (root planing), sampai permukaan

akar halus.

- Jaringan ditekan dengan jari, 3-5 menit untuk mendapatkan adaptasi yg

baik ke permukaan gigi. (Syafii, 2012)

- Kemudian daerah tersebut diirigasi setelah itu dikeringkan. (Syafii, 2012)

- Pada beberapa kasus, suturing pada papila gingiva dan pemberian

periodontal pack dapat dilakukan (Carranza, 2006).

Teknik lainnya untuk kuretase gingiva meliputi excisional new attachment

procedure (ENAP), kuretase ultrasonic, dan penggunaan caustic drugs.

2.2.2 Indikasi Kuretase

Indikasi kuretase sangat terbatas. Perawatan ini dapat dilakukan setelah

dilakukannya scaling dan root planning, dengan tujuan:

1. Kuretase dapat dilakukan sebagai bagian dari prosedur perlekatan baru

(reattachment) pada poket infraboni dengan kedalaman sedang yang berada

pada daerah yang aksesibel (mudah diakses/dijangkau), dimana lebih baik

dilakukan bedah "tertutup". Namun demikian, hambatan teknis dan

aksesibilitas yang inadekuat sering menyebabkan teknik ini

dikontraindikasikan. (Newman MG, et al. 2011)

2. Kuretase dapat dilakukan pada poket supraboni yang tidak meluas melebihi

mucogingival junction, poket supraboni yang lokasi inflamasinya masih dapat

dilihat. (Bathla, S. 2011; Azmi, M.R. 2009)

5

Page 6: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

3. Kuretase dapat dilakukan pada poket dengan kedalaman dangkal (poket

dangkal – moderat (3-5 mm)). (Bathla, S. 2011; Syaify, A)

4. Kuretase dapat dilakukan pada poket dengan lebar dan ketebalan jaringan

gingival yang adekua, kontur gingiva relatif baik. (Bathla, S. 2011; Syaify, A)

5. Kuretase dapat dilakukan pada poket yang oedematous, inflamasi, non fibrotik.

(Bathla, S. 2011; Syaify, A)

6. Kuretase dapat dilakukan sebagai perawatan nondefinitif (perawatan alternatif)

untuk menghilangkan atau mengurangi inflamasi sebelum eliminasi poket

dengan teknik bedah lain, atau bagi pasien yang karena alasan usia, penyakit

sistemik, gangguan psikologis, atau faktor lainnya yang dikontraindikasikan

dengan teknik bedah lain yang lebih radikal, seperti bedah flap. Namun, harus

dipahami bahwa pada pasien yang demikian, tujuan eliminasi poket

dikompromikan, dan prognosis menjadi kurang baik. Indikasi yang demikian

hanya berlaku apabila teknik bedah yang sebenarnya diindikasikan, tidak

memungkinkan untuk dilakukan. Baik klinisi maupun pasien harus memahami

keterbatasan dari perawatan nondefinitif ini. (Newman MG, et al. 2011).

7. Kuretase sering juga dilakukan untuk maintenance phase/recall visit, atau pada

kunjungan berkala sesudah perawatan dalam rangka upaya perawatan untuk

pemeliharaan daerah-daerah dengan inflamasi yang persisten atau rekurensi

inflamasi dan pendalaman poket, terutama pada daerah dimana telah dilakukan

bedah poket. Probing untuk menetapkan luasnya root planning dan kuretase

untuk menghindari penyusutan yang tidak perlu, pembentukan poket, atau

keduanya. (Newman MG, et al. 2011)

2.2.3 Kontraindikasi Kuretase (Bathla, S. 2011; Syaify, A)

1. Adanya infeksi akut, seperti necrotizing ulcerative gingivitis (NUG).

2. Adanya fibrous enlargement pada gingival, seperti hyperplasia akibat

phenytoin

3. Jika pasien mengalami gangguan secara medis (immunocompromised), harus

benar-benar dipertimbangkan antara keuntungan dengan resiko melakukan

prosedur pembedahan.

4. Dinding poket fibrotik

6

Page 7: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

5. Keterlibatan percabangan akar

6. Daerah sulit dijangkau atau aksesibilitasnya kurang

2.3 Excisional New Attachment Procedure (ENAP)

ENAP merupakan prosedur kuretase gingiva yang menggunakan pisau.

Teknik ENAP meliputi sebagai berikut (Carranza, 2006):

Setelah pemberian anestesi, dibuat insisi bevel dari apikal margin free gingival ke

arah dasar poket. Insisi dilakukan sebisa mungkin ke arah interproksimal pada

masing-masing sisi fasial dan lingual. Tujuannya adalah untuk memotong bagian

dalam dari dinding poket jaringan periodontal di sekeliling gigi.

Buang jaringan yang telah dipotong tersebut dengan menggunakan kuret,

dan lakukan root planning secara perlahan pada sementum yang terbuka untuk

mencapai konsistensi yang halus namun keras. Pertahankan semua jaringan

connective fiber yang tersisa pada permukaan akar.

Gambar 2.2 Subgingival Kuretase. A. menghilangkan batas poket, B. menghilangkan junctional

epithelium, C. prosedur kuretase yang telah selesai (Carranza, 2006).

Perkirakan tepi luka, jika tidak tertutup dengan baik, lakukan rekonstruksi

tulang hingga dicapai adaptasi yang baik pada tepi luka. Lakukan suturing dan

periodontal dressing.

2.3.1 Indikasi ENAP (Anonim; Syaify, A)

Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi diindikasikan pada:

1. Indikasi umum sama dengan kuretase

7

Page 8: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

2. Poket supraboni dengan kedalaman dangkal sampai sedang (sampai dengan 5,0

mm) yang mempunyai zona gingiva berkeratin dengan lebar yang adekuat dan

tebal (periodontitis ringan/sedang).

3. Poket pada regio anterior, di mana masalah estetis diutamakan.

2.3.2 Kontra Indikasi ENAP (Anonim; Syaify, A)

Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi tidak dapat diindikasikan

apabila:

1. Lebar zona gingiva berkeratin inadekuat.

2. Adanya cacat tulang yang harus dikoreksi.

3. Periodontitis berat, dengan poket dalam

4. Poket infraboni

5. Gingiva keratin sempit

6. Kerusakan tulang alveolar

7. Jaringan hiperplastik

8. Keterlibatan furkasi

9. Daerah interproksimal sulit dijangkau

2.3.3 Keuntungan ENAP (Syaify, A)

1. Aksesibilitas > kuretase

2. Pengambilan jaringan granulasi lebih optimal dan terkontrol

3. Bisa untuk poket yang lebih dalam (dibandingkan kuretase)

4. Efektif untuk poket supraboni yang oedematus (juga fibrosis ringan)

5. Sedikit kerusakan pada jaringan lunak

6. Merupakan prosedur yang dapat diprediksi untuk eliminasi poket

2.3.4 Kelemahan ENAP (Syaify, A)

1. Tidak untuk poket yang sejajar dengan mukogingival junction

2. Tidak untuk defek tulang

3. Tidak untuk kerusakan daerah apikal poket

4. Menimbulkan resesi gingiva

5. Sulit tentukan daerah epithel attachment

8

Page 9: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

2.4 Kuretase Ultrasonic

Penggunaan alat ultrasonic telah direkomendasikan untuk kuretase

gingiva. Ultrasound efektif untuk debridemen epitel pada poket periodontal.

Menghasilkan lapisan nekrotik berkurang pada lapisan dalam poket.

Pada teknik ini digunakan instrumen ultrasonic Morse scaler-shaped dan

rod-shape. Beberapa penelitian menemukan instrumen ultrasonic sama efektifnya

dibandingkan dengan instrumen kuret manual, tetapi menghasilkan inflamasi yang

lebih kecil dan mengurangi sisa jaringan konektif. Gingiva dapat dibuat menjadi

lebih kaku untuk melakukan kuretase ultrasonic dengan menginjeksikan larutan

anestesi pada daerah yang akan dilakukan kuretase.

2.5 Caustic Drugs

Sejak awal perkembangan perawatan periodontal, penggunaat caustic

drugs telah direkomendasikan untuk menginduksi kuretase kimia pada dinding

lateral poket atau untuk mengeliminasi epitel secara selektif. Obat-obatan yang

meliputi, sodium sulfide, larutan alkaline sodium hipochlorite (Antiformin), dan

fenol, telah diusulkan dan kemudian tidak digunakan setelah adanya penelitian

yang mengindikasikan ketidakefektifan obat-obatan tersebut. Tingkat destruksi

jaringan akibat penggunaan obat-obatan ini tidak dapat dikontrol, dan dapat

meningkatkan dibandingkan mengurangi jumlah jaringan yang dihancurkan oleh

enzim dan fagosit.

9

Page 10: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

PERIKORONITIS DAN OPERKULEKTOMI

3.1 Perikoronitis

Perikoronitis merupakan inflamasi jaringan gingiva di sekitar mahkota

(korona) gigi yang mengalami erupsi sebagian (Newman MG, et al. 2006).

Definisi lain menyebutkan bahwa perikoronitis merupakan infeksi akut dari

jaringan lunak dan folikel yang menutupi gigi yang impaksi. (Fragiskos. FD.

2007). Sehingga, perikoronitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga

yang biasa terjadi pada akhir masa remaja atau dewasa muda pada awal usia 20

tahun. Perikoronitis juga biasa dikenal dengan operkulitis yakni inflamasi pada

flap jaringan gingival (operkuli) dari gigi yang mengalami erupsi sebagian

(Lestari. EN, et al. 2010).

Perikoronitis dapat akut, subakut, atau kronis. (Newman MG, et al. 2006)

Perikoronitis dapat terjadi karena cedera dari operkulum (jaringan lunak yang

menutupi gigi) dari gigi molar tiga antagonis atau karena terjebaknya sisa

makanan dibawah operkulum, yang menyebabkan invasi bakteri dan infeksi pada

area tersebut, atau dapat disebabkan kedua faktor tersebut (Fragiskos. FD. 2007)

Flap yang terbentuk dari jaringan gingiva yang menutupi bagian dari mahkota

gigi, membuat poket yang ideal untuk akumulasi debris dan inkubasi bakteri.

Setelah inflamasi terjadi, hal ini akan terjadi secara permanen dan

menyebabkan episode akut dari waktu ke waktu (Fragiskos. FD. 2007)

Perikoronitis menyebabkan rasa nyeri yang hebat dari regio gigi yang terinfeksi

yang menyebar ke telinga, sendi temporomandibula, dan region submandibula

posterior, dan menyebabkan pembengkakan, dan juga terjadi kontraksi sebagian

dari otot mastikasi menyebabkan kesulitan dalam membuka mulut (trismus),

kesulitan menelan, sakit tenggorokan, limfadenitis submandibular, rubor, dan

edema pada daerah operkulum. (Fragiskos. FD. 2007).

Pembentukan abses pada area ini juga dapat terjadi, yaitu abses perikoronal,

dimana terjadi apabila timbul, sehingga karakteristik dari Perikoronitis adalah saat

operkulum ditekan, akan terasa nyeri dan akan keluar pus. Perikoronitis akut

10

Page 11: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

umumnya menyebabkan penyebaran infeksi ke regio yang bervariasi dari leher

dan area wajah, serta dapat menyebabkan gejala sistemik, umumnya ditandai

dengan malaise dan demam (Fragiskos. FD. 2007).

Gambar 3.1 Perikoronitis pada molar tiga rahang bawah sebelah kiri yang mengalami erupsi

sebagian (Lestari. EN, et al. 2010)

Gambar 3.2 Operkulitis (Lestari. EN, et al. 2010)

3.1.1 Etiologi

Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini

penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Organisme spesifik yang bertanggung

jawab atas infeksi ini belum teridentifikasi. Beberapa literatur menghubungkan

perikoronitis ini dari flora bakteri. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)

Salah studi mengungkapkan perikoronitis dapat disebabkan dari infeksi bakteri

(bakteri streptococcus atau staphylococcus, atau keduanya). (Anonymous. 2004)

Walaupun infeksi perikoronitis berhubungan juga dengan bakteri anaerob, tetapi

organisme penyebab utama berbeda dengan yang berperan dalam periodontitis.

(Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)

Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini

penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Organisme spesifik yang bertanggung

jawab atas infeksi ini belum teridentifikasi. Beberapa literatur menghubungkan

11

Page 12: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

perikoronitis ini dari flora bakteri. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)

Salah studi mengungkapkan perikoronitis dapat disebabkan dari infeksi bakteri

(bakteri streptococcus atau staphylococcus, atau keduanya). (Anonymous. 2004)

Literatur lainnya menyatakan keterlibatan Streptococcus viridans, campuran flora

rongga mulut, Spirochaeta dan Fussobacteria. Selain itu, penelitian lain

mengatakan adanya keterlibatan bakteri yang berhubungan dengan periodontitis,

seperti Prevotella intermedia, Peptostreptococcus micros, Fusobacterium

nucleatum, Actinomycetes comitans, Veilonella dan Capnosytopaga, pada poket

dari lesi perikoronal akut. Walaupun infeksi perikoronitis berhubungan juga

dengan bakteri anaerob, tetapi organisme penyebab utama berbeda dengan yang

berperan dalam periodontitis. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)

Akumulasi bakteri ini dapat terjadi pada daerah gigi molar ketiga yang

erupsi sebagian atau impaksi. Ruang antara mahkota gigi dan overlying gingival

flap yang terbentuk merupakan daerah ideal untuk akumulasi sisa-sisa makanan

dan pertumbuhan bakteri. (Newman MG, et al. 2006) Kondisi dimana akibat

adanya celah pada perikoronal/flap jaringan gingival/operkulum ini yang

menyebabkan akumulasi plak dan/atau tartar pada gigi, atau sisa makanan yang

terperangkap, menjadi media subur bagi koloni, sehingga akan menyebabkan

terjadinya infeksi dan peradangan. (Anonymous. 2004; Topazian RG, Goldberg

MH, Hupp JR. 2006; Green. JP. 2007)

Inflamasi dan infeksi dapat berkembang dengan cepat. (Green. JP. 2007)

Selain itu, jika molar rahang atas muncul seluruhnya sebelum molar rahang

bawah, molar rahang atas ini dapat menekan flap gingival di bagian bawah, dan

akan menyebabkan trauma dari gigi yang antagonis, yang dapat memicu

eksaserbasi, enlargement, dan memperburuk kondisi dari jaringan tersebut.

(Green. JP. 2007; Lestari. EN, et al. 2010) Faktor lain yang berperan diantaranya

stress emosional, merokok, daya tahan tubuh yang rendah, penyakit sistemik, dan

infeksi saluran pernafasan atas. (Lestari. EN, et al. 2010)

12

Page 13: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

Gambar 3.3 Gigi yang erupsi sebagian, dengan flap gingiva (Green. JP. 2007)

3.1.2 Patofisiologi

Perikoronitis dapat terjadi ketika gigi molar ketiga hanya erupsi sebagian

atau impaksi. (Newman MG, et al. 2006) Perikoronitis terjadi karena terjebaknya

sisa makanan dibawah operkulum, yang menyebabkan invasi bakteri dan infeksi

pada area tersebut, atau karena trauma/cedera operkulum (jaringan lunak yang

menutupi gigi) dari gigi molar tiga antagonis, atau dapat disebabkan kedua faktor

tersebut. (Fragiskos. FD. 2007; Lestari. EN, et al. 2010)

Ruang antara mahkota gigi dan overlying gingival flap membentuk poket

gingiva atau pseudopoket, dan merupakan daerah yang ideal untuk akumulasi

sisa-sisa makanan dan pertumbuhan bakteri. (Newman MG, et al. 2006; Topazian

RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)/ Tidak seperti poket pada bagian lain dari

rongga mulut, area ini dapat terinfeksi akut dan menyebabkan munculnya gejala,

dan disebut sebagai Perikoronitis. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)

Flap ini terbentuk saat molar mulai bergerak ke permukaan dari jaringan gingival.

Sebelum gigi erupsi melalui gingival, jaringan gingival menutupi keseluruhan

area tersebut, tetapi saat molar erupsi, dan terdapat sebagian dari gigi yang

tertutupi jaringan gingiva. (Green. JP. 2007) Jaringan lunak yang menutupi

permukaan oklusal dari molar tiga rahang bawah yang erupsi sebagian ini disebut

juga operkulum. Dengan demikian, selama makan, partikel kecil dari makanan

dapat terselip pada poket antara operkulum dan gigi impaksi ini. (Peterson, et al.

2003)

Akumulasi dari plak dan sisa-sisa makanan di poket gingiva perikorona

bakteri dapat dengan mudah terjebak, tetapi sulit diraih saat membersihkan gigi.

(Lestari. EN, et al. 2010; Green. JP. 2007) Hal ini memungkinkan bakteri untuk

berakumulasi di sekitar gigi dan menyebabkan iritasi pada gingiva infeksi, dan

13

Page 14: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

menyebabkan perikoronitis, terutama saat adanya gangguan pertahanan tubuh.

(Newman MG, et al. 2006; Peterson, et al. 2003) Jika pertahanan tubuh host

terganggu (misalnya selama mengalami penyakit ringan, seperti influenza atau

infeksi saluran pernafasan atas, atau mengalami kelelahan berat), infeksi dapat

terjadi. Sehingga, meskipun gigi impaksi dan populasi flora normal rongga mulut

telah ada, jika pertahanan tubuh dan bakteri mencapai keseimbangan tidak terjadi

infeksi, Perikoronitis terjadi jika pasien mengalami penurunan pertahanan tubuh

sementara yang ringan, tetapi pertahanan tubuh tetap tidak dapat mengeliminasi

bakteri. (Peterson, et al. 2003)

Proses inflamasi terjadi karena terkumpulnya debris, plak dan bakteri (flora

normal rongga mulut) di poket gingiva perikorona gigi yang sedang erupsi atau

impaksi tersebut, disertai adanya gangguan pertahanan tubuh, sehingga flora

normal dapat menjadi bakteri yang bersifat patogen. (Lestari. EN, et al. 2010;

Peterson, et al. 2003)

Gambar 3.4 Perikoronitis pada molar tiga rahang bawah semi-impaksi;

(A) Ilustrasi menunjukkan inflamasi dibawah operkulum dan distal dari mahkota gigi;

(B) Gambaran klinis. Pembengkakan pada operkulum, karena secara konstan dan terus-

menerus menerima trauma gigitan dari gigi antagonis (Fragiskos. FD. 2007)

3.1.3 Gejala Klinis

Prevalensi perikoronitis terutama pada usia remaja hingga dewasa muda.

Umumnya, pasien datang dengan gejala nyeri dan bengkak sekitar gigi yang

erupsi inkomplit. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006) Pada molar

ketiga yang erupsi sebagian atau impaksi merupakan daerah yang paling umum

terjadi perikoronitis. Ruang antara mahkota gigi dan gingiva yang melapisi di

14

A B

Page 15: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

bagian atasnya, yaitu flap, merupakan area yang ideal untuk akumulasi debris dan

pertumbuhan bakteri. Bahkan pasien tanpa tanda atau gejala klinis, flap gingiva

sering beradang secara kronis dan terinfeksi, serta memiliki beragam tingkat

keparahan ulser sepanjang permukaan bagian dalam. Dan terdapat kemungkinan

keterlibatan dari inflamasi akut. (Newman MG, et al. 2006)

Perikoronitis akut teridentifikasi dengan derajat inflamasi yang beragam dan

flap perikorona, dan struktur yang berdekatan. Cairan inflamasi dan eksudat

seluler meningkat dari bagian flap, yang dapat mengganggu penutupan rahang,

dan dapat terkena trauma dari kontak dengan rahang yang berlawanan, yang akan

memperparah inflamasi yang terjadi. (Newman MG, et al. 2006) Perikoronitis

dapat menyebabkan infeksi serius pada bagian fascial. Karena infeksi ini dimulai

dari rongga mulut bagian posterior, yang dapat dengan cepat menyebar ke daerah

fascial dari ramus mandibula dan leher bagian lateral. (Peterson, et al. 2003)

Gambaran klinis yang ada, yaitu gingiva berwarna kemerahan, umumnya

dimulai dengan rasa nyeri terlokalisasi dan rasa nyeri tekan pada gingiva,

kemudian mengalami pembengkakan, lesi purulen, dan rasa nyeri yang menjalar

ke bagian wajah, sudut mandibula, telinga, tenggorokan, dan dasar mulut. Pasien

akan merasa sangat tidak nyaman, karena rasa nyeri, rasa tidak enak di mulut (foul

taste), gangguan mengunyah, dan bahkan tidak mampu untuk membuka-menutup

rahang dengan baik (trismus yaitu ketidakmampuan untuk membuka mulut lebih

dari 20mm) (Newman MG, et al. 2006).

Gambar 3.5 Perikoronitis, dengan tanda gingiva berwarna kemerahan, mengalami pembengkakan

(Anonymous. 2004)

Jaringan yang terinfeksi dapat pada gingiva, mukosa, atau keduanya. Pada

molar rahang bawah, jaringan lunak dari permukaan fasial dan lingual, dan

15

Page 16: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

jaringan seperti pedicle (operkulum), serta daerah dari retromolar hingga ke

permukaan oklusal juga dapat terinfeksi. Konfigurasi ini umumnya ditemukan

saat gigi dalam posisi tegak, dan bagian distal tertutupi oleh jaringan lunak dari

bagian anterior ramus. Dengan impaksi mesioangular, jaringan biasanya menutupi

permukaan fasial, lingual, distal dan oklusal gigi. (Topazian RG, Goldberg MH,

Hupp JR. 2006)

Pemeriksaan lesi umumnya menunjukkan akumulasi plak dan debris dari

daerah gigi yang terinfeksi, dan pada daerah tetangga. Dengan palpasi ringan, pus

dapat keluar dari bagian bawah dan pinggir jaringan perikorona. Perikoronitis

dapat menyebabkan perdarahan. Drainase terjadi saat terbukanya ruang

perikoronal, tetapi jika ruang ini tertutup dapat terbentuk abses akut atau infeksi

dapat menyebar ke jaringan yang berdekatan. (Topazian RG, Goldberg MH,

Hupp JR. 2006)

Keparahan infeksi yang meningkat dapat memperburuk tanda dan gejala

klinis yang ada, dan juga kemungkinan terbentuknya abses disertai supurasi.

(Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006) Selain itu, dapat menyebabkan

pembengkakan pada pipi pada regio sudut rahang, pembengkakan wajah, dan

limfadenitis, pembesaran dan rasa nyeri pada kelenjar getah bening, dan nyeri atau

kesulitan menelan. Pada kasus yang lebih parah pasien juga dapat mengalami

komplikasi sistemik, seperti demam, leukositosis, malaise, rasa lelah atau

penyebaran infeksi ke daerah fasial lainnya. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp

JR. 2006; Newman MG, et al. 2006; Anonymous. 2004)

Perikoronitis biasanya terjadi secara unilateral. Pembagian tanda dan gejala

klinis dari perikoronitis berdasarkan tahapan inflamasinya, adalah sebagai berikut:

(Lestari. EN, et al. 2010)

a. Perikoronitis Akut:

Rasa sakit menusuk yang hilang timbul.

Trismus dan disfagia.

Operkulum gingiva di daerah infeksi bengkak, hiperemis, dan disertai

supurasi.

Limfadenopati submandibular.

16

Page 17: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

Rasa sakit yang pada mulanya lebih terlokalisasi dan selanjutnya menyebar

ke bagian telinga, tenggorokan, serta dasar mulut.

Sakit pada palpasi.

Rasa tidak enak (foul taste).

b. Perikoronitis subakut:

Peradangan dan supurasi di operkulum berkurang.

Rasa sakit tumpul yang terus menerus.

Gambaran sistemik seperti peningkatan suhu, nadi, frekuensi pernapasan, dan

sakit pada nodul submandibular.

c. Perikoronitis kronik:

Rasa sakit tumpul yang kambuh secara periodik.

Pemeriksaan radiologis menunjukkan gambaran kawah yang radiolusen.

Pembentukkan kista paradental.

3.1.4 Terapi Perikoronitis

Perawatan secara general adalah (Charles, 2012) :

- Semua pasien yang positif terkena toxin dianjurkan untuk istirahat absolut.

- Diet tinggi protein

- Terapi antibiotik yang tepat. Penisilin sebagai drug of choice, dimana

metronidazole sebagai alternatif lain.

- Pemberian analgesik yang tepat, tergantung keparahan dan intensitas nyeri.

Perikoronitis adalah kondisi dengan tingkat penyebaran yang tinggi dan

dapat berkembang menjadi selulitis, perawatan yang dilakukan harus cepat dan

menyeluruh. Langkah terapi yang mungkin dilakukan adalah (Kevin, 2004) :

- Pertama yaitu membersihkan semua plak yang ada, dan faktor iritan lain pada

gigi.

- Lalu, angkat semua jaringan yang rusak dan mati.

- Membilas area tersebut dengan air garam hangat secara rutin, untuk

mengurangi nyeri dan akan membantu daerah tersebut tetap bersih

(campurkan 1 sendok teh garam dalam 1 cangkir air hangat, dan kumur

dengan lembut).

17

Page 18: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

- Jika terdapat selulitis, perlu sekali untuk diberikan terapi antibiotik sesegera

mungkin.

Manajemen perikoronitis pada kasus lokal: berkumur dengan air garam

hangat, irigasi di bawah flap mukosa perikorona, pemberian obat kumur

klorheksidin glukonat 0,12% atau heksetidin 0,1%. Pada kasus yang sukar

sembuh atau parah: pemberian penisilin oral dan analgesik yang adekuat (NSAID

atau opioid ringan) (Nguyen, 2008). Selain itu, beberapa hal yang dapat dilakukan

perawatan lokal adalah (Charles, 2012) :

1. Traumatik oklusi, dapat dilakukan penggerusan gigi antagonis.

2. Peningkatan oral hygiene dan kesehatan secara umum.

3. Bila telah timbul abses, harus dilakukan drainase.

4. Setelah mengirigasi ruang folikular dengan hidrogen peroksida kaustik seperti

asam triklorasetik, seringkali diberikan asam kromat atau larutan ammoniakal

dari perak nitrat. Lalu satu tetes dari astringent seperti larutan talbot. Larutan

talbot mengandung iodin, zinc iodida, gliserin dan air.

5. Kumur dengan air garam hangat secara rutin untuk melegakan nyeri. Aplikasi

panas secara eksternal harus dihindari karena dapat mempromosikan infeksi

pada kulit wajah.

6. Setelah infeksi telah diatasi, harus segera diambil tindakan untuk eksisi flap

perikoronal. Bila gigi tersebut tidak dapat dipertahankan, maka dapat

dilakukan ekstraksi.

7. Operkulektomi merupakan indikasi bila gigi telah erupsi dan terdapat flap

yang menutupi gigi. Perawatan ini disarankan bila gejala akut sudah mereda

sempurna.

8. Pergerakan mandibula dibuat esentrik saat menutup. Hal ini dilakukan oleh

pasien untuk menghindari trauma pembengkakan gingiva.

Perikoronitis akut dirawat dengan antiseptik lavage lokal dan kuretase di

bawah flap, dengan atau tanpa antibiotik sistemik.Setelah fase akut terkontrol,

gigi molar yang bersangkutan diekstraksi atau bantalan jaringan hiperplastik

dihilangkan dengan tindakan bedah.Jarang terjadi rekurens dengan tindakan

perawatan ini (Maxillofacialcenter, 2001).

18

Page 19: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

3.1.5 Tata Laksana Operkulektomi (Pericoronal Flap)

a. Alat dan Bahan :

1. Alat dasar : kaca mulut, sonde, pinset KG, dan eskavator

2. Pinset chirurgis

3. Glass plate

4. Akuades steril dan spuit

5. Cotton roll dan tempat

6. Alkohol 70% dan tempat

7. Betadine antiseptik

8. Neir beiken

9. Semen spatel

10. Tampon dan tempat

11. Cotton pelet dan tempat

12. Periodontal probe

13. Periodontal pack (dressing)

14. Gunting

15. Scalpel

Operkulektomi atau pericoronal flap adalah pembuangan operkulum secara

bedah. Perawatan perikororonitis tergantung pada derajat keparahan inflamasinya.

Komplikasi sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah gigi yang

terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan. Selain itu hal yang perlu

diperhatikan dan adalah faktor usia dan kapan dimulai adanya keluhan. Perlu

adanya observasi mengenai hal tersebut karena jika usia pasien adalah usia muda

dimana gigi terakhir memang waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja

terjadi, maka operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu.

Kondisi akut merupakan kontraindikasi dilakukannya operkulektomi, namun

tindakan emergensi dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi

kemudian keadaan dievaluasi untuk dapat melakukan operkulektomi

b.Teknik :

19

Page 20: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

Menentukan perluasan dan keparahan struktur jaringan yangterlibat serta

komplikasi toksisitas sistemik yang ditimbulkan.

1. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan

operkulum dengan aliran air hangat atau aquades steril.

2. Usap dengan antiseptic, anestesi, dan insisi.

3. Operkulum/pericoronal flap diangkat dari gigi dengan menggunakan

scaler dan debris di bawah operkulum dibersihkan.

4. Irigasi dengan air hangat/aquades steril.

5. Pada kondisi akut sebelum dilakukan pembersihan debris dapat diberikan

anastesi topikal. Pada kondisi akut juga tidak boleh dilakukan kuretase

maupun surgikal. Bila operkulum membengkak dan terdapat fluktuasi,

lakukan insisi guna mendapatkan drainase. Bila perlu pasang drain dan

pasien diminya datang kembali setelah 24 jam guna melepas/mengganti

drainnya. Jika kondisi akut, maka perawatan selanjutnya diberikan di

kunjungan kedua. Pasien diinstruksikan agar :

a. Kumur-kumur air hangat tiap 1 jam

b. Banyak istirahat

c. Makan yang banyak dan bergizi

d. Menjaga kebersihan mulutnya

6. Pemberian antibiotik dapat dilakukan jika diperlukan (bila ada gejala-

gejala konstisional dan kemungkinan adanya penyebaran infeksi).

Demikian pula analgesik dapat diberikan kepada pasien jika diperlukan.

Kondisi pasien kemudian dievaluasi di kunjungan berikutnya dan dapat

dilanjutkan ke tahap selanjutnya bila kondisi pasien telah membaik dan

keadaan akut telah reda.

7. Cek pocket periodontal yang ada untuk mengetahui apakah tipe pocket

(false pocket atau true pocket). Lakukan probing debt pada semua sisi.

8. Anastesi daerah yang ingin dilakukan operkulektomi. Anastesi tidak perlu

mencapai sampai tulang, hanya sampai periosteal.

9. Lakukan operkulektomi (eksisi periodontal flap) dengan memotong bagian

distal M3. Jaringan di bagian distal M3 (retromolar pad) perlu dipotong

20

Page 21: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

untuk menghindari terjadinya kekambuhan perikoronitis. Ambil seadekuat

mungkin.

10. Bersihkan daerah operasi dengan air hangat/aquades steril.

11. Keringkan agar periodontal pack yang akan diaplikasikan tidak mudah

lepas.

12. Aplikasikan periodontal pack. Penggunaan periodontal pack bukan

medikasi, namun menutupi luka (dressing) agar proses penyembuhan tidak

terganggu. Dressing periodontal dulu mengandung zinc-oxide eugenol,

namun sekarang kurang disukai karena dapat mengiritasi. Karena alasan

itu, sekarang ini digunakan bahan dressing periodontal bebas eugenol.

Dalam mengaplikasikannya harus hati-hati sehingga dapat menutupi

daerah luka dan mengisi seluruh ruang interdental karena di situlah letak

retensinya. Pada daerah apikal, periodontal pack diaplikasikan jangan

melebihi batas epitel bergerak dan epitel tak bergerak dan mengikuti

kontur. Pada daerah koronal jangan sampai mengganggu oklusi. Dengan

demikian, retensi periodontal pack menjadi baik.

13. Instuksikan pada pasien agar datang kembali pada kunjungan berikutnya

(kalau tidak ada keluhan, satu minggu kemudian). Pada kunjungan

berikutnya, pack dibuka dan dievaluasi keadaannya.

3.1.6 Penyembuhan setelah Scaling dan Kuretase

Segera setelah kuretase, gumpalan darah mengisi area poket, yang sama

sekali tidak memiliki atau sebagian memiliki lapisan epitel. Perdarahan juga

terjadi dalam jaringan dengan vasodilatasi kapiler, dan banyak leukosit

polimorfonuklear (PMN) muncul tak lama setelah itu pada permukaan luka. Ini

diikuti oleh proliferasi yang cepat dari jaringan granulasi, dengan penurunan

jumlah pembuluh darah kecil sebagai jaringan dewasa. (Caranzza, 2006)

Perbaikan dan proses epitelisasi dari sulkus umumnya memerlukan waktu

2 sampai 7 hari, dan pemulihan junctional epitel terjadi pada hewan 5 hari setelah

perawatan. Serat kolagen muda muncul dalam waktu 21 hari. Serat gingiva sehat

yang secara tidak sengaja terputus dari gigi dan epitel diperbaiki dalam proses

penyembuhan. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pada monyet dan

21

Page 22: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

manusia yang diobati dengan prosedur scaling dan kuretase, hasil penyembuhan

dalam formasi dari long junctional dan thin junctional epitelium tanpa perlekatan

jaringan ikat baru. Dalam beberapa kasus, ini long epitel terganggu oleh "jendela"

dari perlekatan jaringan ikat. (Caranzza, 2006)

BAB 4

22

Page 23: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan studi pustaka yang telah disusun diketahui bahwa kuretase

menghilangkan jaringan granulasi yang terinflamasi kronis pada dinding lateral

poket periodontal. selain kuretase terdapat perawatan bedah lain seperti:

excisional new attachment procedure (ENAP), kuretase ultrasonic, dan

penggunaan caustic drugs, yang disesuaikan dengan indikasi agar dicapai

keberhasilan dalam perawatan.

Perikoronitis dapat akut, subakut, atau kronis. Perikoronitis dapat terjadi

karena cedera dari operkulum (jaringan lunak yang menutupi gigi) dari gigi molar

tiga antagonis atau karena terjebaknya sisa makanan dibawah operculum.

Sehingga diperlukan tindakan perawatan yang tepat untuk perikoronitis.

4.2 SARAN

Pemahaman lebih mendalam tentang perawatan kuretase dan perikoronitis

baik indikasi kontraindikasi dan teknik yang benar sangat membantu dalam

kesuksesan tindakan perawatan periodontal.

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

Anonim. Kuretase Gingiva. Hal.161-9.

Tersedia di: http://ocw.usu.ac.id/course/download/6110000047-prostodonsia-

iii-gtc/pt_341_slide_bab_11_-_kuretase_gingival.pdf

Anonymous. 2004. Perikoronitis. Patterson Dental Supply.

Azmi, M.R. 2009. Refleksi Kasus-Kuretase. Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/62143179/RESUS-

PERIO

Bathla, S. 2011. Periodontics Revisited. India: Jaypee Brothers Medical

Publishers. Hal. 343-4.

Cawson RA, Odell E.W. 2006. Cawson’s Essential of Oral Pathology and Oral

Medicine. 7th edition. Churcill livingstone. Hal. 82-3.

Charles M. 2012. Pericoronitis Infection and Wisdom Tooth Pericoronitis.

Sumber: http://knol.google.com. Diakses tanggal 11 Maret 2012. Hal1

Dental Health Educators’ Newsletter (eds). 2010. Dental Health Educators’

Newsletter. DH Methods of Education, Inc. Hal.2.

Fragiskos. FD. 2007. Oral Surgery. New York: Springer-Verlag Berlin

Heidelberg. Hal.122. http://www.dentiadental.com/

Green. JP. 2007. Perikoronitis. Patterson Dental Supply-Green Dental.

Hendrawan, C. Gingival Surgical Techniques.

Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/55141760/Gingival-Surgical-

Techniques-Cindy

Kevin, S. 2004. Pericoronitis. Minnesota: Patterson Dental Supply. Hal. 1-2

Lestari. EN, et al. 2010. Clinical Report Session (CRS)-Impaksi Gigi,

Perikoronitis, dan Operkulitis. Fakultas Kedokteran Universitas Islam.

Maxillofacialcenter. 2001. Pericoronitis. Sumber:

http://www.maxillofacialcenter.com/. Diakses tanggal 10 Maret 2012. Hal. 1

Manson, J.D dan B.M Eley. 1993. Buku Ajar Periodonti Edisi 2. Jakarta: Hipokrates

Newman MG, et al. 2006, Carranza’s Clinical Periodontology. 10thed. St. Louis,

Missouri: Saunders Elsevier. Hal. 400-401.

http://armymedical.tpub.com/MD0511/MD05110023.htm

24

Page 25: Makalah Periodonsia II Kuretase Operkulektomi

Nguyen DH dan Martin JT. 2008. Common Dental Infections in The Primary

Care Setting. Am Fam Physician 77:797-806.

Oxford University Press. 2010. Oxford Dictionary for Dentistry. New York:

Oxford University Press Inc http://drkarthik.com/2011/08/pericoronitis/

Peterson, et al. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. New

Delhi, India: Elsevier. Hal. 186-8.

http://dentaldad.com/dnn/OralDiseases/Pericoronitis/tabid/82/language/en-US/

Default.aspx

Sixou. JL, et al. Microbiology of Mandibular Third Molar Perikoronitis:

Incidence of Β-Lactamase-Producing Bacteria. Oral Surgery, Oral medicine,

Oral pathology, Oral radiology, and Endodontology. 2003; 95: Hal. 655-9.

Syaify, A. Bedah Periodontal.

Tersedia di: http://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=kuretase+gingiva&source=web&cd=3&ved=0CCkQFjAC&ur

l=http%3A%2F%2Ffkgugm06.files.wordpress.com

%2F2010%2F06%2Fbedah-perio-

1.ppt&ei=JId0T5DqOo3PrQfD88zgDQ&usg=AFQjCNGTqZL7JPfvQ8PFN1

TERyi6SAkmxQ

Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006. Oral and Maxillofacial Infection. 4th

ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Hal. 142-3.

25