Alat Kuretase

22
Alat Kuretase 1. Busi Hegar Untuk merangsang pembukaan portio pada pasien abortus inkomplitus dan insipien 2. Speculum Slim Untuk membantu membukanya vagina saat pelaksanaan Kuret. 3. Cocor Bebek Untuk membuka Vagina sehingga bisa melihat keadaan portio dan Uterus 4. Sendok Kuret Untuk mengumpulkan hasil sisa jaringan konsepsi yang teringgal di rahim. 5. Sonde Untuk mengukur kedalam Uterus 6. Tenakulum Untuk menjepit portio pada saat pelaksanaan Kuret 7. Oval Klem Untuk menjepit dinding rahim Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi. Persiapan Sebelum Kuretase: 1.Persiapan Penderita Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan Paru – paru dan sebagainya. Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis 2.Persiapan Alat – alat Kuretase Alat – alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan aseptic (suci hama) berisi : Speculum dua buah Sonde (penduga) uterus Cunam muzeus atau Cunam porsio Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar Bermacam – macam ukuran sendok kerokan (kuret) Cunam abortus kecil dan besar Pinset dan klem Kain steril, dan sarung tangan dua pasang. 3.Penderita ditidurkan dalam posisi lithotomi 4.Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV dengan ketalar.

Transcript of Alat Kuretase

Page 1: Alat Kuretase

Alat Kuretase 1. Busi Hegar

Untuk merangsang pembukaan portio pada pasien abortus inkomplitus dan insipien2. Speculum Slim

Untuk membantu membukanya vagina saat pelaksanaan Kuret.3. Cocor Bebek

Untuk membuka Vagina sehingga bisa melihat keadaan portio dan Uterus 4. Sendok Kuret

Untuk mengumpulkan hasil sisa jaringan konsepsi yang teringgal di rahim.5. Sonde

Untuk mengukur kedalam Uterus6. Tenakulum

Untuk menjepit portio pada saat pelaksanaan Kuret7. Oval Klem

Untuk menjepit dinding rahim

Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi.Persiapan Sebelum Kuretase:

1.Persiapan PenderitaLakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan Paru – paru dan sebagainya.Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis

2.Persiapan Alat – alat KuretaseAlat – alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan aseptic (suci hama) berisi :Speculum dua buahSonde (penduga) uterusCunam muzeus atau Cunam porsioBerbagai ukuran busi (dilatator) HegarBermacam – macam ukuran sendok kerokan (kuret)Cunam abortus kecil dan besarPinset dan klemKain steril, dan sarung tangan dua pasang.3.Penderita ditidurkan dalam posisi lithotomi4.Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV dengan ketalar.

Teknik Kuretase1.Tentukan Letak Rahim.Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat – alat yang dipakai umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung karena itu memasukkan alat – alat ini harus disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi salah arah (fase route) dan perforasi.

2.Penduga Rahim (Sondage)Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang atau dalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.

Page 2: Alat Kuretase

3.DilatasiBila permukaan serviks belum cukup untuk memasukkan sendok kuret, lakukanlah terlebih dulu dilatasi dengan dilatator atau Bougie Hegar. Peganglah busi seperti memegang pensil dan masukkanlah hati – hati sesuai letak rahim. Untuk sendok kuret terkecil biasanya diperlukan dilatasi sampai Hegar nomor 7. Untuk mencegah kemungkinan perforasi usahakanlah memakai sendok kuret yang agak besar, dengan dilatasi yang lebih besar.

4.KuretaseSeperti telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar. Memasukkannya bukan dengan kekuatan dan melakukan kerokan biasanya mulailah di bagian tengah. Pakailah sendok kuret yang tajam (ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur kelapa). Dengan demikian kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan.

5.Cunam AbortusPada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lainnya. Dengan demikian sendok kuret hanya dipakai untuk membersihkan sisa – sisa yang ketinggalan saja.

6.Perhatian :Memegang, mamasukkan dan menarik alat – alat haruslah hati – hati. Lakukanlah dengan lembut (with lady’s hand) sesuai dengan arah dan letak rahim.

Kuretase1. Pengertian Kuratase            Kuratase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuratase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi (Harnawatiaj, 2008).2.Tujuan Kuratase

Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim                      Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi

misalnya perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan kanker endometriosis atau kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/ infertilitas.

Kuret sebagai terapi                    Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran kehamilan dengan cara mengeluarkan hasil kehamilan

yang telah gagal berkembang, menghentikan perdarahan akibat mioma dan polip dengan cara mengambil mioma dan polip dari dalam rongga rahim, menghentikan perdarahan akibat gangguan hormon dengan cara mengeluarkan lapisan dalam rahim misalnya kasus keguguran, tertinggalnya sisa jaringan plasenta, atau sisa jaringan janin di dalam rahim setelah proses persalinan, hamil anggur, menghilangkan polip rahim (Damayanti, 2008).

3. Indikasi Kuretase      .1    Abortus Inkomplit

       Pengertian              Abortus Inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal

dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. Dalam penanganannya, apabila abortus inkomplit disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus cairan Nacl fisiologik atau cairan ringer yang disusul dengan transfusi. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan (kuratase). Pasca tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi uterus (Prawirohardjo, 2007).

                    Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum usia 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus (Suseno, 2009).

                   Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirorahardjo, 2009).

EtiologiPenyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa sebab antara lain :

a.    Faktor pertumbuhan hasil konsepsi-       Kelainan kromosom

Page 3: Alat Kuretase

-       Lingkungan endometrium-       Gizi ibu kurang-       Radiasi-       Kelainan plasenta

b.  Penyakit ibu          Penyakit secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta yaitu penyakit infeksi seprti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sypilis, toxin, bakteri, virus, atau plasmodium sehingga menyebabkan kematian janin dan terjadi abortusc.  Kelainan traktus genitalisRetroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus (Wiknjosastro. H, 2007).               Diagnosa                Anamnesis : perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), 

sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akanberhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.

Penanganan1)         Jika perdarahan bersifat ringan sampai sedang dan kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk

mengeluarkan hasil konsepsi yang menonjol keluar dari serviks. 2)         Jika perdarahan bersifat berat dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dengan kuratase3)         Jika kehamilan lebih dari 16 minggu infuskan oksitosin 40 Unit dalam 1L cairan iv dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai hasil

konsepsi keluar, berikan misoprostol 200 µg melalui vagina setiap 4 jam sampai hasil konsepsi keluar, evakuasi hasil sisa konsepsi dari uterus dengan kuratase (yulianti, 2005).       2.   Kehamilan Mola                 1. Pengertian                         Kehamilan mola dicirikan dengan poliferasi abnormal vilus korion (yulianti, 2005).                         Mola Hidatidosa adalah gumpalan atau tumor dalam rahim yang terjadi karena degenerasi atau gangguan perkembangan                             sel telur yang telah dibuahi (Suseno, 2009).

         Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik. Yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter (Prawirohardjo, 2007).

Etiologi     Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu

hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko   terjadinya    mola (Abdul, 2012).

3. Diagnosa                   Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenore, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari

tuanya kehamilan dan untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan kadar HCG dalam darah, urin maupun bioasay, atau dengan USG (Prawirohardjo, 2007).               4.  Penanganan

1)      Perbaikan keadaan umum2)      Vakum kuretase, tindakan kuretase cukup dilakukan sekali saja asal bersih, kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi

(Prawirohardjo, 2007).     3.   Blighted Ovum                   1.  Pengertian

                   Blighted Ova adalah buah kehamilan yang dengan pemeriksaan USG tampak gestasional sac saja, tanpa adanya fetal pole, kantong amnion tampak telah tidak teratur (Maimunah, 2002).

                   Blighted Ovum (kehamilan unembrionik) adalah kehamilan patologik, dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal. Disamping mudigah, kantong kuning telur juga ikut tidak terbentuk. Blighted ovum harus dibedakan dari kehamilan muda yang normal, dimana mudigah masih terlalu kecil untuk dapat dideteksi dengan alat USG (biasanya kehamilan 5-6 minggu) (Prawirohardjo, 2007).

Etiologi                   Kehamilan yang berkembang dengan tidak sempurna ini disebabkan oleh kelainan gen dan kromosom pada ovum (sel telur),

sperma, atau keduanya. Kelainan ini biasa diturunkan dari bapak atau ibu penderita. Rendahnya kualitas sel telur dan sperma juga berperan. Bisa juga sel telur dan sperma normal, namun saat terjadi proses pembelahan kromosom terjadi kelainan berupa translokasi (saling bertukarnya bagian kromosom yang non-homolog atau tak sejenis). Penyebab lainnya multifaktor, meliputi: infeksi karena campak Jerman (rubella), cytomegalovirus, herpes simpleks, virus toxoplasma, bakteri Listeria monocytogenes, penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tak terkendali, dan kelainan imunologi (Dito, 2012)

Diagnosa                   Diagnosis blighted ova dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm (penulis lain memakai

ukuran 25 mm), tidak dijumpai adanya struktur mudigah atau kantong kuning telur (Prawirohardjo, 2007). Penanganan                   Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil

kuretase akan dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan (Intan, 2008).          4. Misssed Abortion                   1. Pengertian

Page 4: Alat Kuretase

                   Retensi janin mati (Missed Abortion) adalah perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih (Prawiroharjo, 2009).

                   Missed Abortion adalah kehilangan kehamilan dimana produk-produk konsepsi tidak keluar dari tubuh (Suseno, 2009).                   Missed Abortion (keguguran tertunda) adalah keadaan ketika janin telah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan didalam

rahim selama 2 bulan atau lebih (Maimunah, 2002).                 2.  Etiologi

Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon progesteron (Estiningtyas, 2009)                         3.     Diagnosa

                   Diagnosa missed abortion secara USG dapat ditegakkan bila dijumpai mudigah dengan jarak kepala-bokong 10 mm atau lebih yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ukuran uterus lebih kecil dari usia kehamilan, bentuk kantong gestasi dan mudigah tidak utuh lagi dan cairan ketuban biasanya tinggal sedikit (Prawirohardjo, 2007).                   .4.  Penanganan

                   Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu tindakan yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat melekat erat pada dinding uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia. Apabila diputuskan untuk mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus yang besarnya tidak melebihi 12 minggu sebaiknya dilakukan pembukaan serviks uteri dengan memasukkan laminaria selama kira-kira 12 jam dalam kanalis servikalis yang kemudian dapat diperbesar dengan busi hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk kedalam kavum uteri. Dengan demikian, hasil konsepsi dapat dikeluarkan lebih mudah serta aman, dan sisa-sisanya kemudian dibersihkan dengan kuret tajam (Prawirohardjo, 2007).

5. Sisa Plasenta Pengertian                   Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi,

harus dikeluarkan secara manual atau dikuret, disusul dengan pemberian obat-obatan oksitoksika intravena (Prawirohardjo, 2009).                   Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan

oleh sisa plasenta. Dengan perlindungan antibiotik, sisa plasenta dikeluarkan secara digital atau dengan kuret besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim dibersihkan, tetapi bila ada perdarahan banyak, rahim segera dibersihkan walaupun ada demam (sastrawinata, 2005).

                   Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau perdarahn postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena (Sujiatini, 2011).

  Diagnosa                    Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes, dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan

pemeriksaan inspekulo dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta (Sujiatini, 2011).         

Penanganan                    Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis, pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin atau

metergin), dan tindakan definitif dengan kuratase dan dilakukan pemeriksaan patologi-anatomik (PA) (Manuaba, 2008 Prosedur Kuretase

Persiapan Pasien Sebelum Kuretase Puasa                 Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya

perut dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal. Persiapan Psikologis

Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang biasa-biasa saja. Sebenarnya, seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual. Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya sudah bekerja lebih dahulu.

Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik. Meskipun obat bius yang diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan baik. Untuk itu sebaiknya sebelum menjalani kuret ibu harus mempersiapkan psikisnya dahulu supaya kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri untuk mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret adalah jalan yang terbaik untuk mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang terdekat seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya.

Minta Penjelasan Dokter                     Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada dokter secara lengkap, mulai apa itu kuret, alasan kenapa harus

dikuret, persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau risiko yang mungkin timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib menjelaskan segala sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap diharapkan dapat membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang dalam pelaksanaan kuret (Fajar, 2007).

Persiapan Tenaga Kesehatan Sebelum Kuretase                 Melakukan USG terlebih dahulu, mengukur tekanan darah pasien, dan melakukan pemeriksaan Hb, menghitung pernapasan,

mengatasi perdarahan, dan memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit (Damayanti, 2008).

Persiapan Alat Alat tenun,

1)   Baju operasi

Page 5: Alat Kuretase

2)   Laken3)   Doek kecil,

Alat kuretase1)   Spekulum dua buah (Spekullum cocor bebek (1) dan SIM/L (2) ukuran S/M/L)2)   Sonde penduga uterusa.    Untuk mengukur kedalaman rahimb.    Untuk mengetahui lebarnya lubang vagina3)   Cunam muzeus atau cunam porsio4)   Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar5)   Bermacam-macam ukuran sendok kerokan (kuret 1 set)6)   Cunam tampon satu buah7)   Kain steril dan handscoon 2 pasang8)   Tenakulum 1 buah9)   kom

10)    Lampu sorot11)    Larutan antiseptik12)    Tensimeter, stetoskop, sarung tangan DTT13)    Set infus, aboket, cairan infus14)    Kateter karet 1 buah15)    Spuit 3 cc dan 5 cc16)    Oksigen dan regulator (Yara, 2011).

Saat Kuretase                      Sebelum dilakukan kuretase, biasanya pasien akan diberikan obat anestesi (dibius) secara total dengan jangka waktu singkat,

sekitar 2-3 jam. Setelah pasien terbius, barulah proses kuretase dilakukan.Ketika melakukan kuret, ada 2 pilihan alat bantu bagi dokter. Pertama, sendok kuret dan kanula/selang. Sendok kuret biasanya dipilih oleh dokter untuk mengeluarkan janin yang usianya lebih dari 8 minggu karena pembersihannya bisa lebih maksimal. Sedangkan sendok kanula lebih dipilih untuk mengeluarkan janin yang berusia di bawah 8 minggu, sisa plasenta, atau kasus endometrium.

                      Alat kuretase baik sendok maupun selang dimasukkan ke dalam rahim lewat vagina. Bila menggunakan sendok, dinding rahim akan dikerok dengan cara melingkar searah jarum jam sampai bersih. Langkah ini harus dilakukan dengan saksama supaya tak ada sisa jaringan yang tertinggal. Bila sudah berbunyi “krok-krok” (beradunya sendok kuret dengan otot rahim) menunjukkan kuret hampir selesai. Sedikit berbeda dengan selang, bukan dikerok melainkan disedot secara melingkar searah jarum jam. Umumnya kuret memakan waktu sekitar 10-15 menit (Fajar, 2007).

Teknik Kuretase Tentukan Letak Rahim

Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat – alat yang dipakai umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung karena itu memasukkan alat – alat ini harus disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi salah arah (fase route) dan perforasi.          Penduga Rahim (sondage)

                      Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang ataudalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim..   Dilatasi dan Kuretase

Setelah pasien ditidurkan dalam letak litotomi dan dipersiapkan sebagaimana mestinya, dilakukan pemeriksaan bimanual untuk sekali lagi menentukan besar dan letaknya uterus serta ada atau tidaknya kelainan disamping uterus.

Sesudah premedikasi diberikan,  infus glukosa 5 % intravena dengan 10 satuan oksitosin dipasang dan diteteskan perlahan-lahan untuk menimbulkan kontraksi dinding uterus dan mengecilkan bahaya perforasi. Kemudian anastesi umum, misalnya dengan penthotal sodium, diberikan. Setelah spekulum vagina dipasang, satu atau dua serviks menjepit dinding depan porsio uteri. Spekulum depan diangkat dan spekulum belakang dipegang oleh seorang pembantu. Cunam dipegang dengan tangan kiri si penolong untuk mengadakan fiksasi pada serviks uteri dan untuk dapat mengatur kekuatan untuk dapat memasukkan busi Hegar melalui ostium uteri internum. Sonde uterus dimasukkan dengan hati-hati untuk mengetahui letak dan panjangnya kavum uteri. Sesudah itu dilakukan dilatasi kanalis servikalis dengan busi hegar dari nomer kecil hingga yang secukupnya, tetapi tidak lebih dari busi nomer 12 pada seorang multipara. Panjang busi yang dimasukkan tidak boleh melebihi panjang sonde uterus yang dapat masuk sebelumnya. Dilatasi pada seorang primigravida lebih sulit dan mengandung lebih besar terjadinya luka pada serviks uteri, sehingga lebih baik dilakukan pada kehamilan yang lebih muda dan diadakan dilatasi yang sekecil-kecilnya.

Pada kehamilan sampai 6 atau 7 minggu pengeluaran isi rahim dapat dilakukan dengan kuret tajam. Harus diusahakan agar seluruh kavum uteri dikerok, agar ovum kecil tidak terlewat, kerokan dilakukan secara sistematis menurut puteran jarum jam.

Apabila kehamilan melebihi 6-7 minggu, digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat dimasukkan. Setelah hasil konsepsi untuk sebagian besar lepas dari dinding uterus, maka hasil tersebut dapat dikeluarkan sebanyak mungkin dengan cunam abortus, kemudian dilakukan kerokan hati-hati dengan kuret tajam yang cukup besar. Apabila perlu, dimasukkan tampon kedalam kavum uteri dan vagina, yang harus dikeluarkan esok harinya..   Dilatasi dengan dua tahap            Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara yang memerlukan pembukaan kanalis servikalis yang lebih besar (misalnya untuk mengeluarkan mola hidatidosa) dapat dilakukan dilatasi dalam dua tahap. Dimasukkan dahulu ganggang laminaria dengan diameter 2-5 mm dalam kanalis servikalis dengan ujung atasnya masuk sedikit kedalam kavum uteri dan ujung bawahnya masih di vagina, kemudian dimasukkan tampon kasa kedalam vagina.

Page 6: Alat Kuretase

Ganggang laminaria memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi air, sehingga diameternya bertambah dan mengadakan pembukaan dengan perlahan-lahan pada kanalis servikalis. Sesudah 12 jam ganggang dikeluarkan dan pembukaan dapat dibesarkan dengan busi hegar, bahaya pemakaian ganggang laminaria adalah infeki dan perdarahan mendadak.   Kuretase dengan cara penyedotan (suction curettage)

Dalam tahun-tahun terakhir cara ini lebih banyak digunakan oleh karena perdarahan tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil.

Setelah diadakan persiapan seperlunya dan letak serta besarnya uterus ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan serviks dipegang dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk mengetahui panjang dan jalannya kavum uteri. Anastesi umum dengan penthotal sodium, atau anastesia paracervikal block dilakukan dan 5 satuan oksitosin disuntikkan pada korpus uteri dibawah kandung kencing dekat pada perbatasannya pada serviks. Sesudah itu, jika perlu diadakan dilatasi pada serviks agar dapat memasukkan kuret penyedot yang besarnya didasarkan pada tuanya kehamilan (diametr antara 6 dan 11 mm). Alat tersebut dimasukkan sampai setengah panjangnya kavum uteri dan kemudian ujung luar dipasang pada alat pengisap (aspirator).

Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret digerakkan naik turun sambil memutar porosnya perlahan-lahan. Pada kehamilan kurang dari 10 minggu abortus dapat diselesaikan dalam 3-4 menit. Pada kehamilan yang lebih tua, kantong amnion dibuka dahulu dengan kuret dan cairan serta isi lainnya diisap keluar. Apabila masih ada yang tertinggal, sisa itu dikeluarkan dengan kuret biasa (Prawirohardjo, 2007).

    Cunam Abortus

                      Pada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lainnya. Dengan demikian sendok kuret hanya dipakai untuk membersihkan sisa – sisa yang ketinggalan saja.

Perhatian : Memegang, mamasukkan dan menarik alat – alat haruslah hati – hati. Lakukanlah dengan lembut sesuai dengan arah dan letak rahim (Harnawatiaj, 2008).                                                Komplikasi dilakukannya tindakan kuratasePerforasi

  Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligatum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan terlebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan digunakan tekanan yang berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret keluar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar.

             Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi,  tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.

Luka Pada serviks uteriApabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila

terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul adalah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan tibulnya incompetent cervix

Perlekatan dalam kavum uteri  Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan

miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat menyebabkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila ditempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.Perdarahan

Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa  ada bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kassa kedalam uterus dan vagina (Prawirohardjo, 2007).

partus tak maju

BAB II

TINJAUAN TEORI

A.    Konsep Dasar Persalinan

1.      Pengertian

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke

dunia luar (Wiknjosastro, 2005).

Persalinan adalah fungsi seorang wanita, dengan fungsi ini produk konsepsi (janin, air ketuban, placenta dan selaput ketuban)

dilepas dan dikeluarkan dari uterus melalui vagina ke dunia luar (Oxorn, 2003).

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika

prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR/POGI, 2007)

Page 7: Alat Kuretase

Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu),

lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

(Prawirohardjo, 2001).

Persalinan normal adalah pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan

presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2002)

2.      Etiologi

a.       Teori keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga

persalinan dapat dimulai.

b.      Teori penurunan kadar progesterone

Progesterone menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan kerenggangan otot rahim. Selama kehamilan

terdapat keseimbangan antara kadar progesterone dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesterone

menurun sehingga timbul his.

c.       Teori oksitosin internal

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah

sensitivitas otot rahim sehingga terjadi kontraksi Braxton Hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka

oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat dimulai.

d.      Teori prostaglandin

Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua, disangka menjadi salah satu penyebab permulaan persalinan

e.       Teori plasenta menjadi tua

Dengan bertambahnya usia kehamilan plasenta menjadi tua dan menyebabkan villi coriales mengalami perubahan, sehingga kadar

estrogen dan progesteron turun. Hal ini menimbulkan kekejangan pembuluh darah dan menyebabkan kontraksi rahim

f.       Teori distensi rahim

Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot–otot uterus sehingga mengganggu sirkulasi

uteroplasenter

g.      Teori berkurangnya nutrisi

Teori ini ditemukan pertama kali oleh Hippocrates. Bila nutrisi pada janin berkurang, maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan

3.      Jenis Persalinan

Adapun menurut proses berlangsungnya persalinan dibedakan menjadi berikut:

a.       Persalinan spontan, adalah bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri melalui jalan lahir ibu tersebut.

b.      Persalinan buatan, adalah bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar misalnya ekstraksi forcep, atau operasi section

caesaria.

c.       Persalinan anjuran, adalah persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban,

atau pemberian rangsangan.

4.      Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

Persalinan ditentukan oleh 5 faktor “P” utama, yaitu :

a.       Power

Kekuatan yang mendorong janin keluar yaitu: his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligament,

dengan kerjasama yang baik dan sempurna selain itu juga tenaga meneran dari ibu.

b.      Passage

Page 8: Alat Kuretase

Keadaan jalan lahir meliputi: ukuran panggul, rentang SBR (pembukaan), kapasitas regangan saluran vagina dan introitus

vagina, dan keadaan perineum dan dasar panggul

c.       Passanger

Keadaan janin atau factor janin yang meliputi: sikap janin, letak janin, presentasi janin,bagian terbawah, dan posisi janin.

d.      Psikis ibu

Kesiapan ibu dalam menghadapi persalinan.

e.       Penolong

Keterampilan penolong dalam memberikan asuhan sesuai dengan standard yang ada.

5.      Tanda dan gejala persalinan

a.       Tanda persalinan sudah dekat

1)      Lightening: beberapa minggu sebelum persalinan, ibu merasa keadaannya menjadi lebih enteng. Ia merasa kurang sesak tetapi ia

merasa sedikit lebih sukar berjalan dan nyeri pada tubuh bagian bawah.

2)      Pollakisuria: pada akhir kehamilan fundus uteri menjadi lebih rendah, dan kepala janin mulai masuk PAP sehingga menyebabkan

kandung kemih tertekan dan berakibat ibu lebih sering kencing.

3)      False labor: adanya Braxton hicks pada 3 atau 4 minggu sebelum persalinan.

4)      Perubahan cervix: pada akhir kehamilan servik berubah menjadi lebih lunak, terjadi pembukaan dan penipisan. Pembukaan pada ibu

multipara biasanya 2 cm lebih cepat daripada primipara.

5)      Energy spurt: ibu mengalami peningkatan energy sekitar 24-28 jam sebelum persalinan dimulai setelah beberapa hari sebelumnya

merasa kelelahan fisik karena tuanya kehamilan.

6)      Gastrointestinal upsets: ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda se[perti diare, obstipasi, mual dan muntah karena pengaruh

penurunan hormone terhadap system pencernaan.

b.      Tanda persalinan

1)      Terjadinya his persalinan yang intermitten.

2)      Pengeluaran lendir dan darah (bloody show).

3)      Pengeluaran cairan (ketuban pecah)

6.      Tahapan persalinan

a.       Persalinan Kala 1

Persalinan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan satu sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan

his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida

berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedmen, diperhitungkan pembukaan primigravida 1

cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan

(Manuaba, 1998).

Tanda-tanda persalinan kala I menurut Mochtar (2002) adalah:

1)      Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.

2)      Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada servik.

3)      Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4)      Servik mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement)

Fase-fase persalinan kala I adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2002) :

1)      Fase laten

Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan servik secara kurang dari 4 cm. Biasanya berlangsung di

bawah hingga 8 jam.

2)      Fase aktif

Page 9: Alat Kuretase

Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat / memadai jika terjadi tiga kali atau lebih

dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Servik membuka dari 4 ke 10 cm biasanya dengan kecepatan 1

cm atau lebih per jam hingga pembukaan lengkap (10 cm). Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Dibagi dalam 3 fase : (Hanif Wiknjosastro : 1998).

a)            Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.

b)            Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

c)            Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

Pengawasan 10 kala I meliputi:

1)      Keadaaan umum setiap 4 jam

2)      Tekanan darah setiap 4 jam

3)      Suhu setiap 4 jam

4)      Nadi setiap 30 menit

5)      Respirasi setiap 30 menit

6)      His setiap 30 menit

7)      Djj setiap 30 menit

8)      Bandlering setiap 4 jam

9)      Perdarahan pervaginam 4 jam

10)  Tanda dan gejala kala II

b.      Kala II persalinan

Disebut juga kala pengeluaran adalah periode persalinan yang dimulai dari pembukaan servik lengkap (10 cm) dan berakhir dengan

lahirnya bayi. (APN,2008).

Tanda dan Gejala Kala II Persalinan

1)        Ibu ingin meneran bersamaan dengan kontraksi

2)        Ibu merasakan peningkatan tekanan pada anus

3)        Perineum terlihat menonjol

4)        Vulva vagina dan sfinger membuka

Diagnosis kala II dapat ditegakkan atas dasar hasil pemeriksaan dalam yang menunjukkan :

1)        Pembukaan servik telah lengkap

2)        Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina atau kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm

c.       Kala III

Dimulainya setelah bayi lahir lengkap dan berakhir dengan lahirnya plasenta, tidak boleh lebih dari 30 menit.

Perlepasan plasenta merupakan akibat dari retraksi otot-otot uterus setelah lahirnya janin yang akan menekan pembuluh-

pembuluh darah ibu. Kontraksinya berlangsung terus-menerus (tidak memanjang lagi ototnya). Lepasnya plasenta ditandai dengan tali

pusat bertambah panjang, atau kalau ditarik tidak ada tahanan, dan adanya semburan darah keluar dari vagina.

Tanda-tanda lepasnya plasenta (APN, 2008), yaitu :

1)      Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh

(discoid) dan tinggi fundus biasanya turun hingga dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah, uterus

menjadi bulat dan funus berada diatas pusat (sering kali mengarah ke sisi kanan).

2)      Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat keluar memanjang atau tertjulur melalui vulva dan vagina (tanda Ahfeld)

3)      Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenat keluar dan

dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan

dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersenbur keluar dari tep plasenta yang terlepas.

Majanemen Aktif Kala III

Page 10: Alat Kuretase

Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat

memperpendek waktu kala tiga persalinan dan mengurangi kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.

Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama, yakni:

1)      Pemberian suntikan oksitosin 10 UI secara IM 1 menit setelah bayi lahir.

2)      Melakukan penegangan tali pusat terkendali

3)      Rangsangan taktil fundus uteri (masase)

d.      Kala IV

Merupakan masa 1-2 jam setelah placenta lahir. Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu

dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang

menyesuaikan diri dari dalam perut ibu ke dunia luar. Petugas/bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa

keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi.

7.      Mekanisme Persalinan (Cunningham, Mac Donald & Gant, 1995)

Mekanisme Persalinan adalah proses keluarnya bayi dari uterus ke dunia luar pada saat persalinan.

Gerakan utama pada Mekanisme Persalinan :

a.       Engagement

1)         Diameter biparietal melewati PAP

2)         Nullipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan

3)         Multipara terjadi permulaan persalinan

4)         Kebanyakan kepala masuk PAP dengan sagitalis melintang pada PAP dengan flexi ringan.

b.      Descent (Turunnya Kepala)

1)         Turunnya /masuknya kepala pada PAP

2)         Disebabkan oleh 4 hal :

a)         Tekanan cairan ketuban

b)         Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong

c)         Kekuatan meneran

d)        Melurusnya badan janin akibat kontraksi uterus.

3)         Synclitismus

4)         Asynclitismus

c.       Flexion

Majunya kepala mendapat tekanan dari servix, dinding panggul atau dasar panggul flexi (dagu lebih mendekati dada).

Keuntungannya adalah ukuran kepala yang melalui jalan lahir lebih kecil  

d.      Internal Rotation

1)      Bagian terrendah memutar ke depan ke bawah symphisis

2)      Usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir (Bidang tengah dan PBP)

3)      Terjadinya bersama dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai ke H-III

4)      Rotasi muka belakang secara lengkap terjadi setelah kepala di dasar panggul.

e.       Extension/ Defleksi Kepala

1)      Terjadi karena sumbu jalan lahir PBP mengarah ke depan dan atas

2)      Dua kekuatan kepala

a)      Mendesak ke bawah

b)      Tahanan dasar panggul menolak ke atas

3)      Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah symphisis sebagai Hypomoclion kemudian lahir lewat pinggir atas perineum

f.       External Rotation

Page 11: Alat Kuretase

1)      Setelah kepala lahir, kepala memutar kembali ke arah panggul anak untuk menghilangkan torsi leher akibat putaran paksi dalam

2)      Disebabkan ukuran bahu menempatkan pada ukuran muka belakang dari PBP.

g.      Expulsi

 Bahu depan di bawah symphisis sebagai Hypomoklion kemudian lahir bahu belakang, bahu depan, badan seluruhnya.

B.     Partus Tak Maju

Proses persalinan tidak selamanya berjalan dengan normal terkadang ada keadaan dimana suatu persalinan yang awalnya

diperkirakan normal tetapi pada saat prosesnya terjadi penyulit atau komplikasi. Komplikasi ini dapat berupa distosia persalinan, dan

dalam distosia persalinan ini terdapat beberapa jenis diantaranya partus tak maju.

Partus tak maju merupakan akibat dari penatalaksanaan persalinan yang dikelola tidak baik atau adanya factor-faktor

penyebab yang terabaikan. Partus tak maju disebut juga dengan istilah obstructed labour atau failure to progress. Pada partus tak maju

kontraksi uterus berusaha mengatasi obstruksi ini, pada partus tak maju yang terjadi di awal uterus berkontraksi kuat untuk sementara

waktu kemudian menjadi hipoaktif karena gagal mengatasi obstruksi, sedangkan pada partus tak maju yang terjadi di akhir kala 1

uterus terus-menerus berkontraksi dengan kuat berusaha mendorong janin melewati panggul ibu, hal inilah yang terkadang

menimbulkan kelelahan dan kesakitan pada ibu.

1.      Pengertian

Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan servik,

turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir. (Muctar R. 1998:384)

Partus tak maju adalah His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir

yang lazim terdapat pada setiap persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kematian

(Prawirohardjo, 2005).

Partus tak maju adalah persalinan yang ditandai tidak adanya pembukaan servik dalam 2 jam dan tidak adanya penurunan

janin dalam 1 jam.

Partus tak maju adalah persalinan yang tidak berlangsung secara efektif pada persalinan spontan/ dengan induksi dimana

kemajuan dilatasi servik dan atau desensus janin tidak terjadi atau berlangsung tidak normal. (dr. Bambang Widjanarko SpOG, 2009)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa partus tak maju adalah suatu persalinan dengan penyulit yang

terjadi pada pembukaan lebih dari 4 cm atau pada fase aktif kala I dimana servik tidak mengalami kemajuan dalam pembukaan dan

tidak adanya penurunan kepala selama 2 jam terakhir dengan his yang adekuat.

2.      Etiologi

a.       Kelainan letak janin dan presentasi

Kelainan letak janin meliputi:

1)      Letak sungsang (letak bokong)

a)      Letak bokong sempurna (complete breech)

b)      Letak bokong tidak sempurna (incomplete breech)

c)      Letak bokong murni (frank breech)

d)     Letak bokong kaki (footling breech)

2)      Letak lintang (transverse lie)

Pada pemeriksaan palpasi sumbu panjang janin teraba melintang, tidak teraba bagian besar (kepala/bokong) pada simfisis, kepala

biasanya teraba di daerah pinggang.

3)      Letak miring (Oblique lie)

a)      Letak kepala mengolak

b)      Letak bokong mengolak

Page 12: Alat Kuretase

Kelainan presentasi meliputi:

1)      Presentasi dahi

Presentasi dahi adalah keadaan dimana kepala janin berada di tengah antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal sehingga dahi

merupakan bagian terendah. Presentasi dahi terjadi karena ketidakseimbangan kepala dengan panggul,saat persalinan kepala janin

tidak dapat turun sehingga persalinan menjadi lambat dan sulit. Presentasi dahi tidak dapat dilakukan persalinan normal kecuali bayi

kecil atau pelvis luas.

2)      Presentasi bahu

Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga tidak teraba bagian terbawah

pada pintu atas panggul menjelang persalinan.presentasi bahu disebabkan paritas tinggi dengan dinding abdomen dan uterus kendur,

prematuritas, obstruksi panggul.

3)      Presentasi muka

Pada presentasi muka kepala mengalami hiperekstensi sehingga oksiput menempel pada punggung janin dan dagu merupakan bagian

terendah.

b.      Kelainan jalan lahir

Jalan lahir dibagi  atas bagian tulang yang terdiri atas tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya dan bagian lunak terdiri atas otot-

otot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen.  Dengan demikian distosia akibat jalan lahir dapat dibagi atas:

1)      Distosia karena kelainan panggul

Kelainan panggul dapat disebabkan oleh; gangguan pertumbuhan, penyakit tulang dan sendi (rachitis, neoplasma, fraktur, dll),

penyakit kolumna vertebralis (kyphosis, scoliosis,dll), kelainan ekstremitas inferior (coxitis, fraktur, dll).   Kelainan panggul dapat

menyebabkan kesempitan panggul.  Kesempitan panggul dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu;

a)      Kesempitan pintu atas panggul, pintu atas panggul dikatakan sempit jika ukuran konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter

transversa kurang dari 12 cm.

Kesempitan pintu atas panggul dapat menyebabkan persalinan yang lama atau persalinan macet karena adanya gangguan

pembukaan yang diakibatkan oleh ketuban pecah sebelum waktunya yang disebabkan bagian terbawah kurang menutupi pintu atas

panggul sehingga ketuban sangat menonjol dalam vagina dan setelah ketuban pecah kepala tetap tidak dapat menekan cerviks karena

tertahan pada pintu atas panggul. 

b)      Kesempitan panggul tengah, bila jumlah diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior £13,5 cm (normalnya 10,5 +5

cm =15,5 cm ).

Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam

posisi  lintang tetap (transverse arrest)

c)      Kesempitan pintu bawah panggul, diartikan jika distansia intertuberum £ 8 cm dan diameter transversa + diameter sagitalis

posterior < 15 cm (normalnya 11 cm+7,5 cm = 18,5 cm), hal ini dapat menyebabkan kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.

Sedangkan kesempitan panggul umum, mencakup adanya riwayat fraktur tulang panggul, poliomielitis, kifoskoliosis, wanita

yang bertubuh kecil, dan dismorfik, pelvik kifosis

2)      Distosia karena kelainan jalan lahir lunak

Persalinan kadang-kadang terganggu oleh karena kelainan jalan lahir lunak (kelainan tractus genitalis).   Kelainan tersebut

terdapat di vulva, vagina, cerviks uteri, dan uterus:

a)      abnormalitas vulva ( atresia vulva, inflamasi vulva, tumor dekat vulva)

b)      abnormalitas vagina (atresia vagina, seeptum longitudinalis vagina, striktur anuler)

c)      abnormalitas serviks (odema,atresia dan stenosis serviks, Ca serviks)

d)     Kelainan letak uterus (antefleksi, retrofleksi, mioma uteri, mioma serviks)

e)      Tumor ovarium

c.       Kelainan his dan meneran

Page 13: Alat Kuretase

His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap

persalinan, jika tidak dapat diatasi dapat megakibatkan kemacetan persalinan. His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus

uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekutan pada fundus uteri, kemudian

mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh.  Baik atau tidaknya his dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his itu

sendiri (frekuensinya, lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya caput succedaneum.

Adapun jenis-jenis kelainan his sebagai berikut:

1)      Inersia uteri

His bersifat biasa, yaitu fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian lain.  Kelainannya terletak dalam hal

bahwa kontaksi berlangsung terlalu lama dapat meningkatkan morbiditas ibu dan mortalitas janin.  Keadaan ini dinamakan dengan

inersia uteri primer.  Jika setelah belangsungnya his yang kuat untuk waktu yang lama dinamakan inersia uteri sekunder.  Karena

dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama (hingga menimbulkan kelelahan otot uterus) maka inersia uterus sekunder

jarang ditemukan2.

2)      His yang terlalu kuat

His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat.   Partus yang sudah

selesai kurang dari tiga jam disebut partus presipitatus.  Sifat his normal, tonus otot diluar his juga normal, kelainannya hanya terletak

pada kekuatan his.  Bahaya dari partus presipitatus bagi ibu adalah perlukaan pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan

perineum.  Sedangkan bagi bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut menglami tekanan kuat dalam

waktu yang singkat.

3)      Kekuatan uterus yang tdak terkoordinasi

Disini kontraksi terus tidak ada koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah, tidak adanya dominasi fundal, tidak

adanya sinkronisasi antara kontraksi daripada bagian-bagiannya.  Dengan kekuatan seperti ini, maka tonus otot terus meningkat

sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang terus menerus dan hipoksia janin. Macamnya adalah hipertonik lower segment, colicky

uterus, lingkaran kontriksi dan distosia servikalis

Kelainan Meneran

Terkadang pada persalinan kala I fase aktif terdapat usaha-usaha ibu untk meneran tanpa sadar akibat adanya kontraksi

uterus hal ini lah yang mengakibatkan terjadinya odema pada genetalia sehingga partus tak maju dapat terjadi.

d.      Pimpinan partus yang salah

Pimpinan persalinan yang salah dari penolong juga bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya partus tak maju. Seringkali

penyebab partus tak maju ini adalah berhubungan dengan pengawasan pada pelaksanaan pertolongan persalinan yang tidak adekuat

yang bisa disebabkan ketidaktahuan, ketidaksabaran, atau bisa juga karena keterlambatan merujuk.

e.       Janin besar/ ada kelainan congenital

Hal ini biasanya sering terjadi berat janin lebih dari 4.000 gram, hidrosefalus,bahu yang lebar, dan janin kembar.

f.       Respon psikologis ibu terhadap persalinan

g.      Primitua primer atau sekunder

h.      Grande multi

i.        Ketuban pecah dini

1.      Diagnosis

Sebelum di diagnose partus tak maju selama kala 1 maka criteria berikut harus terpenuhi:

a.       Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm

b.      His adekuat selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik

c.       Bagian terbawah tidak terdapat kemajuan/penurunan

d.      Pada pembukaan belum lengkap bisa terdapat odema servik, air ketuban keruh bercampur mekonium, servik dapat mengalami

kolpoporeksis.

2.      Manifestasi klinik

a.       Gelisah

Page 14: Alat Kuretase

b.      Suhu badan meningkat

c.       Berkeringat

d.      Nadi meningkat

e.       Letih

f.       Pernafasan cepat

g.      Odema vulva

h.      Odema servik

i.        Cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium.

4.  Tanda partus tak maju

Pada kasus persalinan tak maju akan ditemukan tanda-tanda kelelahan fisik dan mental yang dapat diobservasi dengan:

a.       Dehidrasi dan ketoasidosis (ketonuria, nadi cepat, mulut kering)

b.      Demam

c.       Nyeri abdomen yang intensif

d.      Frekuensi nyeri terkadang meningkat dan tidak terkoordinasi

e.       Syok (nadi cepat, anuria, ekstremitas dingin, kulit pucat, tekanan darah rendah)

5.      Dampak Partus Tak maju

a.       Dampak partus tak maju pada ibu

Dampak partus tak maju akan menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, kadang dapat terjadi perdarahan post partum yang dapat

menyebabkan kematian ibu. (Amiruddin,, 2008)

b.      Dampak partus tak maju pada janin

1)      Perubahan tulang cranium dan kulit kepala

Akibat tekanan dari tulang pelvis caput succadenum atau pembengkakan kulit kepal sering kali terbentuk pada tulang kepala

yang paling depa. Selain itu dapat terjadi cepalhematoma.

2)      Kematian janin

Jika partus tak maju dibiarkan selama lebih dari 24 jam maka dapat mengakibatkan kematian janin yang disebabkan oleh

tekanan yang berlabihan pada plasenta dan umbilicus.

3)      Infeksi

4)      Cedera pada janin

5)      Asfiksia yang dapat meningkatkan kematian pada bayi.

6.      Komplikasi

a.       Ketuban pecah dini

Apabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh janin ketuban bisa pecah pada

pembukaan kecil. Bila kepala tertahan pada pintu  atas panggul,  seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang

menyentuh os internal, akibatnya ketuban pecah dini lebih mudah terjadi

b.      Pembukaan serviks yang abnormal

Pembukaan serviks terjadi perlahan-lahan atau tidak sama sekali karena kepala janin tidak dapat turun dan menekan

serviks. Pada saat yang sama, dapat  terjadi  edema  serviks  sehingga  kala satu  persalinan  menjadi  lama. Namun demikian kala

satu dapat juga normal atau singkat, jika kemacetan persalinan terjadi hanya pada pintu bawah panggul. Dalam kasus ini hanya

kala dua yang menjadi lama. Persalinan yang lama menyebabkan ibu mengalami ketoasidosis dan dehidrasi

c.       Rupture uteri

Ruptur uterus, terjadinya disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu dari kedaruratan obstetrik yang berbahaya dan

hasil akhir dari partus tak maju yang tidak dilakukan intervensi. Ruptur uterus menyebabkan angka kematian ibu berkisar 3-15%

dan angka kematian bayi berkisar 50%. Bila membran amnion pecah dan cairan amnion mengalir keluar, janin akan didorong

ke segmen bawah rahim melalui kontraksi. Jika kontraksi berlanjut, segmen bawah rahim akan merengang sehingga menjadi

Page 15: Alat Kuretase

berbahaya menipis dan mudah ruptur. Namun demikian kelelahan uterus dapat terjadi sebelum segmen bawah rahim meregang,

yang menyebabkan kontraksi menjadi lemah atau berhenti sehingga ruptur uterus berkurang. Ruptur uterus lebih sering terjadi pada

multipara jarang terjadi pada nulipara terutama jika uterus melemah karena jaringan parut akibat riwayat seksio caesarea. Ruptur

uterus menyebabkan hemoragi dan syok, bila tidak dilakukan penanganan dapat berakibat fatal

d.      Fistula

Jika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis maka sebagian kandung kemih, serviks, vagina, rektum

terperangkap diantara kepala janin dan tulang-tulang pelvis mendapat tekanan yang berlebihan. Akibat kerusakan sirkulasi,

oksigenisasi pada jaringan-jaringan ini menjadi tidak adekuat sehingga terjadi  nekrosis, yang dalam beberapa    hari   diikuti   

dengan pembentukan fistula. Fistula dapat berubah vesiko-vaginal (diantara kandung kemih dan vagina), vesiko-servikal (diantara

kandung kemih dan serviks) atau rekto-vaginal   (berada  diantara   rektum   dan   vagina).   Fistula   umumnya terbentuk setelah

kala II persalinan yang sangat  lama dan biasanya terjadi pada nulipara, terutama di negara-negara yang kehamilan para

wanitanya dimulai pada usia dini.

e.       Sepsis puerpuralis

Sepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur

membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat gejala-gejala : nyeri pelvis, demam 38,50c

atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan keterlambatan dalam kecepatan

penurunan ukuran uterus. Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu  dan janinya pada kasus partus lama dan partus tak

maju terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang- ulang

7.      Penatalaksanaan

a.    Terapi pada partus tak maju bersifat darurat, koreksi adanya dehidrasi dan segera lakukan rujukan karena pada sebagian besar

kasus partus tak maju diakhiri dengan SC.

b.  Perawatan pendahuluan, suntikkan cortone acetate 100-200 mg secara intramuskuller, penicillin prokain 1 juta IU IM, infuse

cairan larutan fisiologis, larutan glucose 5-10% pada jam pertama 1 liter/jam, istirahat 1 jam untuk diobservasi kecuali bila

menghabiskan untuk segera bertindak 

c.  Pertolongan dapat dilakukan dengan partus spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, manual aid pada letak sungsang,

embriotomi bila janin meninggal, SC dan lain-lain.