Makalah edit have (value chain)

22
MAKALAH Oleh: Have Zulkarnaen 041524253028 Ikhlas Ul Aqmal 041524253039 PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA 2017

Transcript of Makalah edit have (value chain)

MAKALAH

Oleh:

Have Zulkarnaen 041524253028Ikhlas Ul Aqmal 041524253039

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2017

.

Perkembanan bisnis yang diakibatkan oleh dampak globalisasi. Paradigma bisnis dari

Comparative Advantage menjadi Competitive Advantage, yang memaksa kegiatan

bisnis/perusahaan memilih strategi yang tepat. Strategi yang dimaksud adalah dimana

perusahaan berada dalam posisi strategis dan bisa beradaptasi dengan lingkungan yang terus

berubah. Hal ini berlaku prinsip going concern yang secara umum merupakan tujuan

didirikanya suatu entitas bisnis.

Fungsi Manajemen Biaya adalah memberikan informasi yang berguna bagi manajer

dalam mengambil keputusan strategis dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan

(Blocher, Chen dan Lin, 1999). Perangkat informasi yang lebih luas ini setidaknya harus

memenuhi dua syarat ( Hansen and Mowen, 2000). Pertama, perangkat informasi ini harus

mencakup informasi mengenai lingkungan perusahaan dan lingkungan kerja perusahaan.

Kedua, perangkat informasi tersebut juga harus prospektif dan karenanya harus memberikan

pandangan mengenai periode dan kegiatan di masa-masa mendatang. Kerangka rantai-nilai

(Value Chain) dengan data biaya untuk mendukung analisis rantai nilai diperlukan untuk

memenuhinya.

Dengan demikian analisis Value Chain dapat digunakan sebagai salah satu alat analisis

manajemen biaya untuk pengambilan keputusan strategis dalam menghadapi persaingan

bisnis yang semakin ketat. Keputusan untuk menentukan strategi kompetitif yang akan

diaplikasikan, apakah menggunakan strategi: Low Cost atau diferensiasi (Porter, 1985), untuk

berkompetisi di pasar.

Analisis rantai nilai adalah alat analisis strategi yang digunakan untuk lebih memahami

keunggulan kompetitif perusahaan, mengidentifikasi di mana nilai bagi pelanggan dapat

ditingkatkan atau biaya dapat diturunkan, dan lebih memahami hubungan perusahaan dengan

pemasok, pelanggan, dan perusahaan lainnya dalam industri yang sama.

Istilah rantai nilai (chain value) digunakan karena setiap aktivitas dimaksudkan untuk

menambahkan nilai pada produk atau jasa bagi pelanggan. Rantai nilai dapat dioperasikan

melalui tiga fase, secara berurutan: (1) hulu, (2) operasi, (3) hilir. Fase hulu mencakup

pengembangan produk dan hubungan perusahaan dengan pemasok; operasi mengacu pada

operasi manufaktur atau, untuk paritel atau perusahaan jasa, operasi terlibat dalam

Konsep Analisis Rantai Nilai

Pendahuluan

penyediaan produk atau jasa; tahap hilir mengacu pada hubungan dengan pelanggan,

mencakup pengiriman, pelayanan, dan aktivitas terkait lainnya. Beberapa istilah yang

mengacu pada analisis fase hulu disebut juga manajemen rantai pasokan dan yang mengacu

pada analisis fase hilir disebut manajemen hubungan pelanggan.

Penentuan bagian atau bagian-bagian mana dari rantai nilai untuk ditempati adalah

analisis strategis berdasarkan pertimbangan keunggulan kompetitif dari masing-masing

perusahaan, yaitu, di mana perusahaan dapat menyediakan nilai terbaik pada konsumen akhir

pada biaya serendah mungkin.

Analisis rantai nilai mempunyai dua langkah:

Langkah 1. Mengidentifikasi Aktivitas Rantai Nilai.

Analisis Value Chain memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai

produk. Rantai nilai produk merupakan aktifitas yang berawal dari bahan mentah sampai

dengan penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi karena

hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hubungan dengan konsumen (Consumer

Linkages).

Langkah 2.Mengembangkan Keunggulan Kompetitif dengan Menurunkan Biaya atau

Menambah Nilai.

1. Identifikasi keunggulan kompetitif (kepemimpinan biaya atau diferensiasi)

Usaha untuk mempertahankan keunggulan kompetitif membutuhkan rencana

jangka panjang. Analisis SWOT dan analisis value chain digunakan untuk

mengidentifikasikan posisi stratejik perusahaan dalam industri. Keberhasilan jangka

pendek tidak lagi merupakan ukuran yang utama tentang kesuksesan, karena

kesuksesan jangka panjang membutuhkan rencana dan tindakan jangka panjang yang

stratejik.

Analisis aktivitas nilai dapat membantu manajemen untuk memahami secara

lebih baik tentang keunggulan-keunggulan kompetitif stratejik yang dimiliki oleh

perusahaan dan dapat mengetahui posisi perusahaan secara lebih tepat dalam value

chain industri secara keseluruhan. Contohnya, dalam industri komputer, perusahaan

tertentu (missal Hewlet Packard) tertutama memfokuskan pada desain yang inovatif,

sementara perusahaan lainnya (misal, Texas Instrument dan Compaq) memfokuskan

pada pemanufakturan biaya rendah.

2. Identifikasi kesempatan untuk menambah nilai

Analisis aktivitas nilai dapat membantu mengidentifikasi aktivitas dimana

perusahaan dapat menambah nilai secara siginifikan untuk pelanggan, contohnya,

merupakan hal yang umum sekarang ini bagi pabrik-pabrik pemrosesan makanan dan

pabrik pengepakan untuk mengambil lokasi yang dekat dengan pelanggan terbesarnya

supaya dapat melakukan pengiriman dengan cepat dan murah. Serupa dengan hal

tersebut, perusahaan pengecer seperti Wal-Mart menggunakan teknologi yang

berbasis komputer untuk melakukan koordinasi dengan para supplier tokonya. Dalam

industri perbankan, ATM diperkenalkan untuk meningkatkan pelayanan kepada

pelanggan dan mengurangi biaya pemrosesan. Sekarang ini bank mengembangkan

teknologi komputer on-line untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada pelanggan

dan untuk memberikan peluang lebih lanjut akan adanya penurunan biaya.

3. Identifikasi peluang untuk mengurangi biaya

Studi terhadap aktivitas nilai dan cost driver dapat membantu manajemen

perusahaan menentukan pada bagian mana dari value chain yang tidak kompetitif bagi

perusahaan. Contohnya, Intel Corp pernah memproduksi computer chips dan

computer board, seperti Modem, tetapi untuk berbagai alasan perusahaan

meninggalkan porsi dalam industri dan sekarang lebih memfokuskan pada terutama

pada pembuatan prosesor. Serupa dengan hal tersebut, beberapa perusahaan mungkin

mengubah aktivitas nilainya dengan tujuan mengurangi biaya. Contohnya, Iowa Beef

Processors memindahkan pabrik pemrosesan menjadi lebih dekat dengan feedlots di

negara bagian Southwest dan Midwest, sehingga dapat menghemat biaya transportasi

dan mengurangi kerugian karena menurukan berat badan ternak yang biasanya

menderita selama pengangkutan.

Konsep value chain harus dibedakan dengan konsep value added. Konsep value added

merupakan analisis nilai tambah yang dimulai dari saat pembelian bahan baku sampai

dengan produk jadi. Konsep value added menekankan pada penambahan nilai produk

selama proses didalam perusahaan. Semua biaya yang non-value added akan

dihilangkan dan perusahaan fokus pada hal-hal yang mempunyai nilai pada produk.

Konsep ini mengakibatkan kerugian bagi perusahaan karena analisisnya terlalu lambat

dimulai, analisis dimulai saat bahan baku dibeli dan tidak memperhatikan saat

pembentukan nilai yang terjadi pada aktivitas yang dilakukan pemasok bahan baku

tersebut; dan terlalu cepat selesai, analisis berakhir saat produk selesai diproses dan

mengabaikan proses distribusi produk ke tangan produk dan penanganan setelah itu

Konsep Value Added

(Shank dan Govindarajan, 1992). Hal ini mengakibatkan perusahaan kehilangan

kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan

pemasok dan konsumen.

Model Value Coalitions merekomendasikan bahwa nilai yang tercipta adalah

sering diperoleh dari adanya hubungan secara simultan dari beberapa unit pendukung

dalam menghasilkan produk. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pendekatan

yang didesain untuk sebuah perusahaan diidentifikasi melalui nilai ekonomi dari

konsumen, yaitu didasarkan pada; Pertama, work activity based; merupakan pola

pemrosesan yang didasarkan pada suatu set aktivitas pendukung dari sebuah arus

kerja (workflow). Dan Kedua, Functional Organization; yaitu didasarkan pada fungsi

organisasi keseluruhan dari top sampai down organisasi yang ada dan terlibat

didalamnya.

Pada ilustrasi organisasi, R & D, marketing, Production dan Customer,

semuanya terlihat bekerja bersama-sama untuk meningkatkan nilai. Problem dari

model ini bahwa dari beberapa unit yang terlibat tersebut diperlukan partisipasi

simultan untuk menemukan solusi yang terbaik. Sebagai contoh, Customer pada

pengelompokan yang terfokus oleh Marketing mungkin mengkomunikasikan

bagaimana produk/jasa yang belum dikembangkan yang akan memberikan nilai

tambah. Marketing kemudian akan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada R

& D. Sementara produk baru masih dalam konsep, R & D dan Porduction

mengkomunikasikan tentang bagaimana pola produk yang berbeda kekurangan atau

kelebihan sampai kepada kesulitan produk untuk diproduksi. Marketing akan

menganalisis reaksi Customer atas modifikasi produk yang belum dikembangkan

tersebut.

Value coalitions model, mengharuskan adanya kerjasama (koalisi) dari

beberapa unit yang terlibat secara simultan dalam pengembangan dan pembuatan

produk yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan, dengan cara cross-

Konsep Value Coaliation

functional communication dan penekanan-penekanan yang harus diperhatikan

bersama.

Analisis rantai nilai dapat dilakukan dengan membagi aktivitas tersebut

menjadi : aktivitas yang dilakukan di luar perusahaan untuk menciptakan nilai dan

aktivitas yang dilakukan di dalam perusahaan untuk menciptkan nilai. Aktivitas yang

dilakukan di luar perusahaan dapat dibedakan lagi menjadi aktivitas yang berasal dari

hubungan dengan supplier (Supplier Linkages) dan aktivitas yang berasal dari

hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages) baik distribusi maupun

penanganan purna jual.

1. Supplier Linkages

Hubungan dengan pemasok merupakan hal yang penting bagi perusahaan

karena menawarkan banyak kesempatan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif

perusahaan, baik dalam hal pengurangan cost atau peningkatan kualitas. Perusahaan

di Jepang telah lama menyadari hal ini. Mereka membentuk Keiretsu, yaitu : suatu

jaringan kompleks yang dipimpin oleh satu perusahaan besar (Tezuka, 1997).

Keiretsu, dibagi dua yaitu; keiretsu horizontal dan keiretsu vertical. Keiretsu

horizontal merupakan suatu jaringan yang terdiri dari perusahaan yang bergerak

dibidang usaha yang sama. Mereka bersaing tetapi juga bekerja sama dengan tujuan

utnuk meningkatkan kualitas produk. Sedangkan Keiretsu vertical merupakan suatu

jaringan yang terdiri dari satu perusahaan dengan pemasok-pemasoknya. Keiretsu

vertical dipimpin oleh satu perusahaan besar, seperti : Nissan, Toyota, dan Honda.

Keiretsu vertical merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan untuk

mengaplikasikan teknik JIT (just in time) dalam pengelolaan persediaan. JIT

meminimalkan biaya persediaan dan memastikan kebutuhan bahan baku dapat

dipenuhi tepat waktu dan dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan perusahaan.

Toyota melibatkan para pemasok dalam pengembangan produk, sehingga mereka

memahami dengan baik produk tersebut dan mempunyai kebanggaan terhadapnya.

Dengan demikian para pemasok mau bekerja keras untuk mencapai suatu standar

yang telah ditetapkan, karena mereka juga merupakan bagian dari tim dan

Aktivitas - Aktivitas Dalam analysis value Chain

bertanggungjawab terhadap proudk tersebut. Selain itu, Toyota dan Nissan

membangun hubungan jangka panjang dengan pemasok dan memberikan kesempatan

kepada mereka untuk berkembang (Kamath dan Liker, 1994). Konsep keiretsu

vertical memberikan nilai yang lebih bagi perusahaan dalam rantai nilai produk

tersebut. Keiretsu vertical dapat dipandang sebagai suatu hubungan dengan pemasok

yang sangat bagus. Keiretsu vertical merupakan salah satu factor kesuksesan

perusahaan Jepang. (Tezuka, 1997).

Perusahaan-perusahaan di Jepang juga berusaha mendekatkan pabrik mereka

dengan supplier secara geografis. Letak perusahaan dengan supplier berdekatan.

Tindakan ini dapat mempermudah koordiansi, memperlancar komunikasi dan

merupakan sarana yang menunjang dalam menjalankan manajemen JIT. Selain itu,

dipandang dari segi biaya, dengan memperpendek jarak antara produsen dan supplier

ternyata mengurangi biaya yang terjadi. (Dyeer, 1994).

Chrysler mengadopsi konsep keiretsu untuk mengembalikan posisinya sebagai

produsen yang kompetitif. Chrysler melakukan perubahan yang radikal dalam

membina hubungan dengan pemasok, mereka mengurangi jumlah pemasoknya.

Hanya menggunkan pemasok yang memberikan nilai tambah. Chrysler juga

memberikan tanggungjawab kepada pemasok untuk melakukan suplai tepat waktu

sesuai dengan mutu yang ditetapkan sehingga mengurangi produk rusak dan

meningkatkan lini produksinya (Dyer, 1994). Konsep ini berhasil meningkatkan

keuntungan Chrysler pada tahun 1992-1994 melebihi rivalnya.

Hubungan dengan pemasok juga dapat dilakukan dengan konsep outsourcing,

yaitu menjalankan aktivitas di luar perusahaan yang dapat meningkatkan nilai

perusahaan. Banyak perusahaan yang menggunkan jasa perusahaan di India dan

Pakistan untuk menangani sistem informasi, karena mereka menyediakan jasa dengan

harga yang murah. Begitu pula perusahaan komputer Sun Microsistem, menjalankan

konsep outsourcing mulai dari manufaktur sampai dengan distribusi produknya

kepada konsumen (Drtina, 1994).

Kegagalan mengenai konsep value chain merupakan hal yang merugikan bagi

perusahaan. Perusahaan Amerika yang mencoba mengadopsi konsep JIT malah

menambah biaya karena gagal mengadopsi pemasok yang mampu menambah nilai

bagi perusahaan (kamath dan Liker, 1994; Dyer,1996). Robb (2001) juga

mengidentifikasi hal yang sama pada perusahaan di Selandia baru. Oleh karena itu

perusahaan harus mampu mengidentifikasi nilai dari hubungan dengan pemasok yang

mampu meningkatkan nilai produk.

2. Customer Linkages

Perusahaan juga harus mampu membangun hubungan yang baik dengan

distributor dalam hal memasarkan produk mereka dan terus menjaga kepuasan

konsumen. Perusahaan harus mampu mengidentifikasi distributor yang dapat

memberikan nilai bagi produk mereka. Kumar ( 1996) menyatakan manufaktur dan

retailer harus memandang pihak yang lain sebagai partner yang sederajat, supaya

masing-masing pihak merasa sama-sama memiliki keuntungan dari hubungan

tersebut. Hubungan sebagai partener mensyaratkan adanya rasa percaya kepada

partner, sehingga mereka bisa bekerjasama untuk meningklatkan nilai produk tersebut

dan dapat menawarkan produk dengan harga yang rendah. Kepercayaan tersebut

mencakup dependedability yaitu mereka yakin partner mereka dapat dipercaya dan

memegang kata-katanya. Perusahaan-perusahaan Jepang menduduki tingkat tertinggi

dalam hal kepercayaan yang diberikan oleh retailer.

Kumar (1996) menunjukan retailer yang mempunyai tingkat keprcayaan yang

tinggi kepada manufaktur ternyata menghasilkan volume penjualan yang lebih tinggi

78 % dibandingkan retailer yang mempunyai tingkat kepercayaan rendah kepada

manufaktur. Secara umum kinerja perusahaan yang mempunyai tingkat keprcayaan

tinggi kepada produsen secara signifikan lebih baiki dibandingkan perusahaan yang

mempunyai kepercayaan yang rendah. Hubungan yang baik dengan distibutor yang

dicerminkan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dapat meningkatkan nilai

produk, sehingga produk tersebut mempunyai keunggulan kompetitif.

Saturn, yang dibentuk oleh General Motor sebagai usaha terpisah, mempunyai

bidang usaha pelayanan purna jual mobil. Usaha ini sangat terkait dengan membentuk

hubungan yang baik dengan konsumen. Saturn menerapkan standar yang tinggi dan

melakukan berbagai inovasi dalam penanganan servis. Usaha ini berhasil membentuk

kepercayaan konsumen kepada brand Saturn (Cohen et all., 2000). Tentu saja hal ini

sangat menguntungkan bagi Saturn, karena konsumen menjadi loyal pada jasa yang

dilakukan. Secara umum, General Motor juga memperoleh keuntungan karena

Customer Linkages terjalin mulus, sehingga produknya mempunyai nilai yang lebih

bagi konsumen.

Nilai yang berasal dari hubungan dengan konsumen dapat membedakan antara

perusahaan yang mampu menguasai pasar dengan perusahaan yang gagal. Hal ini

dapat dilihat pada pasar sepeda motor di Indonesia. Motor-motor yang berasal dari

Cina menyerbu pasar Indonesia, mencoba un tuk merebut pangsa pasar yang

didominasi motor Jepang. Perusahaan motor yang berinduk ke Japang, seperti Honda,

Suzuki dan Yamaha bereaksi dengan cara memberikan pelayanan purna jual yang

baik kepada konsumen. Mereka menyediakan bengkel untuk merawat sepeda motor

yang tersebar banyak di berbagai tempat dan suku cadang yang terjamin serta

gampang dicari. Pelayanan yang baik kepada konsumen menyebabkan konsumen

menjadi loyal kepada sepeda motor Jepang. Rantai nilai yang terjalin dengan baik

pada saat berhubungan dengan konsumen merupakan hal yang menguntungkan bagi

perusahaan karena dapat membentuk nilai yang unggul.

Analisis Rantai Nilai pada Produksi KomputerTAMPILAN 2.4

Analisis Rantai NilaiUntuk Perusahaan Manufaktur CIC

Aktivitas Nilai Pilihan 1: Melanjutkan Operasi Saat Ini

Pilihan 2: Memproduksi Komponen dan Mengontrak Pihak Ketiga untuk Menangani Fungsi Pemasaran, Distribusi, dan Pelayanan

Memperoleh bahan baku CIC tidak terlibat pada langkah ini dalam rantai nilai.

CIC tidak terlibat pada langkah ini dalam rantai nilai.

Memproduksi chip komputer CIC tidak terlibat pada langkah ini dalam rantai nilai; biaya suku cadang ini adalah $200 bagi CIC.

CIC tidak terlibat pada langkah ini dalam rantai nilai; bagi CIC, biaya suku cadang ini adalah $200.

Memproduksi komponen CIC membeli suku cadang sebesar $300 untuk setiap suku unit.

CIC memproduksi suku cadang ini dengan biaya $190 per unit ditambah biaya bulanan sebesar $55.000

Merakit Biaya bagi CIC adalah sebesar $250 Biaya bagi CIC adalah sebesar $250

Memasarkan, mendistribusikan, dan memperbaiki

Biaya bagi CIC adalah sebesar $175.000 per bulan

CIC mengontrakkan pada JBM Enterprises sebesar $130 per unit terjual.

Lima Langkah Pengambilan Keputusan Strategis untuk

Manufaktur CIC1. Menentukan isu strategis seputar masalah ini. CIC berkompetisi sebagai pembeda

yang didasarkan pada pelayanan terhadap pelanggan, inovasi produk, dan keandalan;

pelanggan membayar lebih untuk produk sebagai akibatnya.

2. Identifikasi tindakan alternatif. CIC menghadapi dua keputusan, pertama adalah

apakah membuat atau membeli suku cadang tertentu. Keputusan kedua adalah apakah

melanjutkan untuk memasarkan, mendistribusikan, dan menyediakan produknya atau

melakukan alih daya yang mengatur aktivitas JBM Enterprises.

3. Memperoleh informasi dan melakukan analisis dari alternatif. Keputusan

pertama: CIC mengkalkulasikan biaya bulanan untuk membeli dan untuk

memproduksi dimana biaya produksi lebih rendah sehingga terjadi penghematan.

Keputusan kedua: CIC mengkalkulasikan biaya bulanan untuk melakukan kontrak

dengan JBM Enterprises.

4. Didasarkan pada strategi dan analisis, memilih dan mengimplementasikan

alternatif yang diharapkan. Keputusan pertama: sebagai pembeda yang didasarkan

pada kualitas produk dan inovasi. Keputusan kedua: Sebagai pembeda yang

didasarkan pada pelayanan pelanggan.

5. Menyediakan evaluasi yang berkelanjutan mengenai efektivitas implementasi

pada Langkah 4. Pihak manajemen CIC menyadari bahwa kualitas produk dan

pelayanan terhadap pelanggan sangat penting bagi kesuksesan perusahaan.

Kartu skor berimbang (balanced scorecard-BSC) dan peta strategi merupakan alat-alat

utama untuk implementasi strategi. BSC mengimplementasikan strategi dengan menyediakan

alat pengukuran kinerja komprehensif yang mencerminkan ukuran-ukuran yang sangat

penting untuk kesuksesan strategi perusahaan dan dengan demikian menyediakan sarana

untuk mensejajarkan pengukuran kinerja pada perusahaan dengan strategi perusahaan. Peta

strategi juga digunakan untuk mengimplementasikan strategi, tetapi bertentangan dengan

fokus pengukuran kinerja pada BSC, peran utama peta strategi adalah mengembangkan dan

mengkomunikasikan strategi di seluruh organisasi. Dalam jumlah, BSC menyediakan struktur

ukuran kinerja dan peta strategi yang menyediakan peta perjalanan yang dapat digunakan

perusahaan untuk melaksanakan strategi.

Kartu Skor BerimbangBSC terdiri dari empat perspektif atau pengelompokan faktor-faktor penentu kesuksesan:

(1) perspektif keuangan, mencakup ukuran kinerja keuangan seperti pendapatan operasi dan

arus kas; (2) perspektif pelanggan, mencakup ukuran kepuasan pelanggan; (3) perspektif

Kartu Skor Berimbang dan Peta Strategi

proses internal, mencakup di antaranya ukuran produktivitas dan kecepatan; serta (4)

pembelajaran dan inovasi, mencakup ukuran seperti jumlah jam pelatihan karyawan dan

jumlah hak paten atau produk baru. BSC memberika lima keuntungan potensial:

Keuntungan Kartu Skor Berimbang Sarana untuk menelusuri kemajuan terhadap pencapaian tujuan strategis.

Sarana untuk mengimplementasikan strategi dengan mengalihkan perhatian manajer

pada faktor-faktor penentu kesuksesan yang secara strategis relevan, dan memberikan

mereka penghargaan atas pencapaian faktor-faktor ini.

Kerangka kerja yang dapat digunakan perusahaan untuk mencapai perubahan

organisasi yang diharapkan dalam hal strategi, dengan memberikan perhatian dan

penghargaan atas pencapaian faktor-faktor yang merupakan bagian dari strategi baru.

Alasan yang adil dan obyektif bagi perusahaan dalam menentukan kompensasi dan

promosi dari setiap manajer.

Kerangka kerja yang mengoordinasikan seluruh upaya perusahaan untuk mencapai

faktor-faktor penentu kesuksesan.

Mengimplementasikan Kartu Skor BerimbangUntuk dapat mengimplementasikan secara efektif, salah satunya BSC harus:

Memiliki dukungan yang kuat dari manajemen puncak.

Secara akurat mencerminkan strategi perusahaan.

Mengkomunikasikan strategi organisasi secara jelas kepada seluruh manajer dan

karyawan, yang memahami dan menerima kartu skor.

Memiliki proses yang meninjau dan memodifikasi kartu skor sebagai strategi

organisasi dan perubahan sumber daya.

Dikaitkan dengan sistem imbal jasa dan kompensasi; manajer dan karyawan memiliki

insentif yang jelas yang dikaitkan dengan kartu skor.

Mencakup proses untuk menjamin keakuratan dan keandalan informasi pada kartu

skor.

Memastikan bahwa bagian yang relevan dari kartu skor mudah diakses bagi mereka

yang bertanggung jawab untuk ukuran, dan bahwa informasi juga aman, hanya

tersedia bagi mereka yang berwenang memiliki informasi.

Kartu Skor Berimbang Mencerminkan StrategiBSC dapat dipandang sebagai jalan dua arah. Ketika BSC dirancang untuk membantu

mengimplementasikan strategi, BSC harus mencerminkan strategi. Seseorang harus dapat

mengetahui strategi perusahaan dengan mempelajari secara saksama BSC perusahaan itu.

Tema yang kuat pada keseluruhan kartu skor adalah pentingnya inovasi dan produk baru. Hal

ini tampaknya sangat sesuai dengan perusahaan yang sukses melalui diferensiasi berdasarkan

kualitas dan inovasi, dan kartu skor mencerminkan hal tersebut.

Penentuan Waktu, Sebab Akibat, dan Ukuran Terkemuka dalam Kartu Skor

BerimbangPandangan lain tentang BSC bagi perusahaan elektronik akan mengungkapkan beberapa

ukuran yang mungkin harus diambil setiap hari atau setiap minggu (penjualan atau jumlah

produk cacat) dan beberapa ukuran harus diambil setiap bulan atau lebih jarang (arus kas,

tingkat pengembalian total modal). Dengan demikian, BSC bukan satu-satunya dokumen

yang ditampilkan pada siklus mingguan atau bulanan yang diterapkan, tetapi merupakan

ukuran yang akan diperbaharui pada waktu yang tepat.

Peta StrategiPeta strategi(strategy map) merupakan diagram sebab akibat dari hubungan antara

perspektif BSC. Manajer menggunakan peta strategi untuk menunjukkan bagaimana

pencapaian tujuan dalam setiap perspektif memengaruhi pencapaian tujuan dalam perspektif

lainnya, dan pada akhirnya keseluruhan kesuksesan perusahaan. Bagi sebagian besar

perusahaan, tujuan akhir dinyatakan dalam kinerja keuangan, dan untuk perusahaan publik

secara khusus, dalam nilai bagi pemegang saham. Dengan demikian, perspektif keuangan

dalam BSC menjadi tujuan akhir dalam peta strategi.

Ilustrasi Peta Strategi: Martin & Carlson Co.Untuk mengilustrasikan bagaimana peta strategi dan kartu skor berimbang dapat

digunakan untuk mengimplementasikan strategi, kita akan mengambil contoh, Martin &

Carlson Co., produsen mebel kelas atas. Penilaian dimulai dengan pertimbangan terhadap

misi dan strategi perusahaan. Pertama, menentukan misi perusahaan dan strategi

kompetitifnya. Kedua, menggunakan analisis SWOT dan analisis rantai nilai untuk

mengembangkan strategi lebih lanjut. Ketiga, menentukan kartu skor berimbang dan peta

strategi bagi perusahaan, yang akan membutuhkan pengidentifikasian dan pengaitan tujuan,

teknik-teknik manajemen, dan faktor-faktor penentu kesuksesan.TAMPILAN 2.6Peta StrategiUntuk Martin & Carlson

Ekuitas Kepemilikan

TingkatPengembalian

Investasi

Pertumbuhanpendapatan

Meningkatkanprofitabilitas

Meningkatkankepuasan

Mengurangiwaktu untukpelanggan

Penguranganbiaya setiap unit dan

untuk setiap unitaliran nilai

MeningkatkanInovasi produk

Meningkatkankualitas

Meningkatkanproduktivitas

MengkomunikasikanStrategi di seluruh

organisasi

Meningkatkanpemakaianteknologi

Meningkatkanketerampilan

karyawan

Keuangan

Pelanggan

Internal

Pembelajarandan

Pertumbuhan

Tujuan-tujuan keuangan adalah pertumbuhan pendapatan, penurunan biaya, dan

peningkatan tingkat pengembalian investasi (yang akan dicapai dengan pertumbuhan

pendapatan dan penurunan biaya). Demikian pula, tujuan-tujuan tersebut ditetapkan untuk

tiga perspektif lain dari BSC, berhati-hati untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut

dapat selalu konsisten terhadap misi dan strategi perusahaan. Perhatikan bagaimana tujuan-

tujuan tersebut dikaitkan untuk menunjukkan hubungan sebab akibat antara tujuan-tujuan

tersebut. Contohnya, meningkatkan kepuasan pelanggan (tujuan pelanggan) harus secara

positif memengaruhi pertumbuhan pendapatan (tujuan keuangan). Langkah berikutnya adalah

menentukan bagaimana cara mencapai dan mengukur tujuan-tujuan tersebut. Langkah

terakhir adalah menentukan ukuran tersebut, ketika mencapainya, akan menunjukkan

kemajuan pada tujuan-tujuan yang diharapkan.

Memperluas Kartu Skor Berimbang dan Peta Strategi:

Kesinambungan UsahaTiga target dikenal sebagai kesinambungan usaha(sustainability), yaitu penyeimbang

tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam tiga dimensi kinerja. Kinerja ekonomi diukur

dengan cara trandisional, sementara kinerja sosial berkaitan dengan kesehatan serta

keselamatan karyawan dan pihak yang berkepentingan lainnya. Banyak perusahaan

mengelola kesinambungan usaha secara strategis, melalui laporan kesinambungan usaha

kepada pemegang saham.

Indikator Kepedulian mengenai Kesinambungan UsahaKekhawatiran terhadap kesinambungan usaha memiliki banyak dimensi. Salah satu

dimensinya adalah pemanasan global yang digarisbawahi oleh mantan wakil presiden, film

dokumentasi Al Gore, An Inconvenient Truth—tanggung jawab bagi seluruh organisasi dan

konsumen; dimensi ini memandang kesinambungan usaha sebagai “masalah yang ramah

lingkungan”. Dimensi lainnya adalah kepedulian mengenai tenaga kerja, kesehatan, dan

keselamatan pada perusahaan di seluruh dunia, dan masalah-masalah tersebut akan

menempatkan kesinambungan usaha sebagai bagian dari manajemen risiko perusahaan.

Bagaimana Perusahaan Meresponnya

Lima alasan yang paling sering diberikan oleh responden yang disurvei untuk memilih

melaporkan tanggung jawab perusahaan adalah (1) pertimbangan ekonomi, (2) pertimbangan

etika, (3) inovasi dan pembelajaran, (4) motivasi karyawan, serta (5) manajemen risiko atau

penurunan risiko. Banyak responden merasakan bahwa pelaporan pertanggungjawaban akan

mengakibatkan peluang bisnis, penurunan risiko, peningkatan reputasi etika, dan kemudahan

yang lebih besar dalam mempekerjakan pekerjaan terampil.

Ukuran-ukuran Kesinambungan Usaha untuk Kartu Skor BerimbangIndikator kinerja lingkungan (environmental performance indicator—EPI) merupakan

faktor-faktor penentu kesuksesan dalam perspektif kesinambungan usaha; yang

dikelompokkan ke dalam tiga kategori oleh World Resource Institute.

1. Indikator operasional yang mengukur potensi tekanan pada lingkungan.

2. Indikator manajemen yang mengukur upaya untuk mengurangi pengaruh lingkungan.

3. Indikator kondisi lingkungan yang mengukur kualitas lingkungan.

Indikator kinerja sosial (social performance indicator—SPI) mencakup:

Indikator kondisi pekerjaan yang mengukur keselamatan dan peluang bagi pekerja:

contohnya, jumlah jam pelatihan dan jumlah cedera.

Indikator keterlibatan masyarakat yang mengukur pencapaian di luar perusahaan

terhadap masyarakat lokal dan masyarakat yang lebih luas: contohnya, darma bakti

karyawan dan partisipasinya pada Habitat bagi Kemanusiaan.

Indikator kedermawanan yang mengukur kontribusi langsung oleh perusahaan dan

karyawannya terhadap organisasi sosial.

Peran akuntan manajemen, dalam mengembangkan perspektif kesinambungan usaha dari

BSC, adalah untuk membuat EPI dan EFI menjadi bagian yang terintergal dalam mengambil

keputusan manajemen, tidak hanya untuk ketaatan kepada peraturan tetapi juga untuk desain

produk, pembelian, perencanaan strategis, dan fungsi manajemen lainnya.