Makalah Blok 17 Hepatitis A Akut
-
Upload
gladysouu-juane -
Category
Documents
-
view
234 -
download
15
description
Transcript of Makalah Blok 17 Hepatitis A Akut
Pendahuluan
Hepatitis merupakan suatu penyakit yang salah satu penyebabnya adalah virus yang
menyerang hati. Virus tersebut antara lain; hepatitis virus A, hepatits virus B, hepatitis virus
C, hepatitis virus D dan hepatitis virus E. Hampir semua virus tersebut adalah virus RNA,
kecuali virus hepatitis B yang merupakan virus DNA. Hepatits akibat virus biasanya bersifat
akut dan dapat menular.
Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis yang harus ditanyakan;
1. Identitas, meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, status perkawinan, pendidikan terakhir, suku bangsa dan agama.
2. Keluhan utama merupakan alasan yang membuat pasien berpikir untuk datang
memeriksakan diri ke klinik.
3. Riwayat penyakit sekarang (RPS), hal yang perlu di gali meliputi; waktu dan lamanya
keluhan berlangsung, sifat dan beratnya serangan, lokasi dan penyebarannya apakah
menetap atau menjalar atau berpindah-pindah, keluhan-keluhan yang menyertai serangan
misalnya demam, mual, muntah, batuk, apakah keluhan baru pertama kali muncul atau
sudah berulang, apakah ada kuning di tubuh, dan tanyakan juga riwayat pengobatan atau
tindakan sebagai upaya perbaikan gejala. Tak lupa juga tanyakan mengenai BAB dan
BAK pasien.
4. Riwayat penyakit dahulu (RPD),menanyakan apakah pasien sebelumnya pernah
mengalami gejala yang serupa , penyakit lainnya seperti alergi terhadap obat, riwayat
operasi atau pembedahan, serta apakah terdapat riwayat gejala serupa dalam keluarga
pasien.
5. Riwayat pribadi dan sosial, meliputi kondisi sosial, ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan
pasien seperti merokok, memakai narkoba, mengkonsumsi alkohol. Tanyakan juga
asupan gizi pasien meliputi jenis makanan, kebersihan saat mengolah makanan.
Tanyakan juga riwayat vaksinasi, kelahiran dan kehamilan. Dan tanyakan juga mengenai
sanitasi lingkungan tempat tinggal pasien.
6. Riwayat Keluarga, menanyakan tentang penyakit-penyakit kronis yang mungkin diderita
oleh salah seorang keluarga pasien seperti hipertensi, hepatitis, diabetes melitus, jantung
koroner, stroke, dan lain-lain.
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien bejenis kelamin laki-laki usia 29 tahun,
megeluh mual muntah dan tidak bisa makan sejak 3 hari yang lalu. Dan punya riwayat makan
di pinggir jalan 3 minggu yang lalu, serta BAK berwarna seperti teh pekat.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, mata, sendi, dan kulit serta
lakukan juga pada daerah abdomen dan pelvic yaitu lakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Pada infeksi hepatitis A akut, hal-hal yang sering dijumpai pada pemeriksaan fisik
antara lain; pada inspeksi yaitu ikterus, pada palpasi tanda yang paling sering yaitu nyeri
tekan positif pada daerah hati dan juga hepatomegali.
Pemeriksaan Penunjang
1. Serologi hepatitis A, akan ditemukan IgM anti HAV positif menandakan bahwa
penderita sedang pada fase akut dan dapat berlangsung 3-6 bulan setelahnya. Jika hasil
serologi meunjukkan IgG anti HAV dan anti HAV positif menunjukkan bahwa pasien
memiliki riwayat sakit hepatitis A. Dan jika anti HAV terus persisten menunjukkan
bahwa pasien menderita hepatitis autoimun.
2. Biokimia Hati, pada pemeriksaan biokimia hati terdapat beberapa parameter yang
dijadikan pertanda fungsi hati antara lain;
a. Aminotransferase (transaminase) meliputi aspartat aminotransferase (AST/SGOT)
dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Enzim-enzim ini merupakan indikator
yang sensitif terhadap kerusakan sel hati dan sangat membantu dalam mendiagnosa
penyakit yang bersifat akut. Jika terjadi peningkatan kadar enzim-enzim tersebut
maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi kerusakan sel hati. Enzim AST dapat
ditemukan ditempat lain selain hati,sedangkan enzim ALT hanya terdapat di hati.
Sehingga jika terjadi peningkatan enzim ALT akan lebih dipercaya untuk menentukan
adanya kerusakan hati. Pada hepatitis A fase ikterik kadar ALT umumnya jauh lebih
tinggi dibandingkan kadar AST. Kadar normal ALT untuk pemeriksaan laboratorium
≥ 37 u/L (pria) dan ≥ 31 u/L (wamita). Sedangkan untuk enzim AST ≥ 42 u/L (pria)
dan ≥ 32 u/L (wanita).
b. Alkali fosfatase (ALP), umumnya pada hepatitis A nilai ALP normal atau meningkat
sedikit, serta meningkat pada keadaan ikterik. Enzim ini ditemukan pada sel hati yang
berada dekat dengan saluran empedu, sehingga jika terjadi peningkatan kadar ALP
menunjukkan bahwa terjadi penyumbatan atau hambatan pada saluran empedu (enzim
kolestatik). Kadar normal ALP 53-128 u/L (pria) dan 49-98 u/L (wanita).
c. Serum protein, meliputi albumin, globulin dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan
serum-serum protein ini bertujuan untuk mengetahui fungsi biosintesis hati. Jika
terjadi penurunan kadar albumin menunjukkan adanya gangguan fungsi hati, tetapi
hasil ini tidak terlalu spesifik. Globulin merupakan protein yang membentuk
gammaglobulin. Kadar GGT ini meningkat pada penyakit hepar, salura empedu,
pankreas baik keadaan akut maupun kronis.
d. Bilirubin, merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari hasil pemecahan
hemoglobin (Hb) di hati. Dalam darah bilirubin terdiri atas bilirubin indirek dan
bilirubin direk. Pada penyakit hati yang lebih spesifik yaitu jika terjadi peningkatan
dari bilirubin direk. Kadar normal untuk bilirubin direk 1,7-5,1 mmol/L, bilirubin
indirek 1,7-17,1 mmol/L, sedangkan kadar bilirubin total 2-20 mmol/L. Pada
penderita hepatitis A kadar bilirubin umumnya > 2,5 mg/dL apabila sudah terlihat
adanya ikterik pada sklera maupun kulit.
3. USG, berfungsi untuk mengetahui adnya kelainan pada organ dalam atau tidak dan
dilakukan jika pemeriksaan fisik kurang mendukung diagnosis. Pada pasien hepatitis
USG dapat dilakukan pada daerah abdomen untuk melihat pembesaran hati, gambaran
jaringan hati secara umum atau ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu. Karena
hepatitis merupakan penyakit akibat proses peradangan maka gambaran pada USG
densitas atau kepadatan hati akan terlihat lebih gelap jika dibandingkan dengan
gambaran ginjal. Tetapi hepatitis hanya dapat mlihat kelainan pada hepatitis kronis dan
sirosis, kurang akurat jika pada hepatitis akut.
Differential Diagnosis
Hepatisis B Akut
Merupakan infeksi virus hepatitis B pada hati. Menurut hasil data WHO bahwa
terdapat lebih dari 240 juta penduduk di dunia yang mengalami infeksi HVB kronis dan >
780.000 orang per tahun yang meninggal akibat komplikasi infeksi HVB baik akut maupun
kronis. Indonesia merupakan salah satu daerah endemis bagi HVB. Tingginya prevalensi
tersebut sebagian besar diakibatkan oleh infeksi preinatal (transmisi vertikal) dan sebagian
kecil terjadi secara horizontal atau dengan kontak langsung cairan tubuh. Selain itu penularan
lain adalah dari carrier asimptomatik. Tenaga kerja laboratorium dan tenaga medis
mempunyai resiko tinggi tertular oleh HVB. Virus hepatitis B merupakan virus DNA rantai
ganda, berbentuk sirkuler, tergolong dalam famii hepadnaviridae dan memiliki 10 macam
genotipe (A-J) dengan masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari).
Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg positif akan terinfeksi
pada bulan ke dua dan ketiga kehidupan. Pada pemeriksaan serologi HbsAg akan muncul
sebelum timbul gejala dan mencapai puncak ketika penyakit jelas terlihat selanjutnya akan
menurun setelah beberapa bulan. HbeAg kemudian akan muncul setelah adanya HbsAg, dan
akan hilang bersamaan dengan dengan HBV DNA setelah beberapa minggu maupun bulan
pada infeksi tahap konvalesen. Jika HbeAg menetap maka hal ini menunjukkan kemungkinan
perkembangan ke arah kronik. IgM anti HBc merupakan antibodi yang muncul pertama kali
diikuti dengan anti-HBc. Selajutnya IgG anti HBc akan menggantikan IgM anti HBc pada
fase konvalesen. Anti HBs merupakan pertanda imunologi yang terakhir timbul, dan dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan kesembuhan penderita dan dapat dimunculkan oleh
vaksinasi HBV.
Pada infeksi HBV, biasanya akan terjadi penyembuhan spontan pada 95-99 %
individu. Terapi antivirus tidak meningkatkan angka kesembuhan, tetapi pada pasien hepatitis
B akut yang berat atau pada pasien dengan immunocomprimised seperti gagal ginjal kronis,
dan lain-lain terapi antivirus dapat diberikan yaitu lamivudin 1x100 mg. Sedangkan jika
berlanjut menjadi hepatitis fulminan hanya transplantasi hati yang dapat menolong.
Pada HVB terdapat dua tipe vaksinasi; recombinant atau genetically engineered
vaccines yang menggunakan HbsAg disentesis pada yeast atau pada sel mamalia. Kedua
yaitu vaksin human plasma-derived vaccines (PDVs) yang dihasilkan dari HbsAg yang
dimurnikan dari plasma individu dengan infeksi HBV kronik.
Hepatitis E akut.
Working Diagnosis
Etiologi dan Epidemiologi
Seperti yang sudah dijelaskan pada pendahuluan bahwa hepatitis A merupakan
penyakit infeksi virus RNA. Virus hepatitis A termasuk dalam hepatovirus yang tergolong
dalam famili picornavivirade, merupakan virus untai tunggal (single stranded), tidak memiliki
selubung, mempunyai bentuk icosahedral. Virus ini mati dengan perebusan air pada suhu 70
derajat celcius selama 1 menit. HAV-RNA dapat dideteksi pada cairan tubuh dan feses
dengan menggunakan teknik amplifikasi asam nukleat dam teknis sekuensing. Sampai saat
virus ini memiliki 6 buah genotipe yang dikenali. Genotipe I, I dan III ditemukan pada
manusia yang terinfeksi virus hepatitis A, sedangkan genotipe IV, V, VI ditemukan pada
primata.
Hepatitis masih menjadi suatu masalah global atau mendunia, dengan tingkat kejadian
seluruh dunia adalah 1,5 juta kasus per tahun, dan jumlah kasus yang tidak terlaporkan adalah
80%. Infeksi virus hepatitis A yang endemis tinggi pada daerah atau negara dengan tingkat
sanitasi yang buruk dan kosisi sosial ekonomi yang rendah dan infeksi hepatitis A sering
terjadi pada usia kurang dari 5 tahun. Sekarang epidemiologi untuk hepatitis A pada negara
berkembang, lebih dominan terjadi pada usia anak-anak hingga dewasa. sedangkan untuk
negara maju dengan endemisitas rendah umumnya terjadi pada usia dewasa (30 tahun
keatas). Penularan virus hepatitis A dapat berupa fecal-oral, atau melalui makanan yang telah
terkontaminasi dan juga pada traveller yang hendak bertolak ke daerah endemis. Sampai
sekarang belum ada bukti yang menunjukkan penularan virus ini melalui perinatal (ibu ke
janin).
Patofisiologi
Pada virus hepatis A sistem imun yang bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan
hati, antara lain respon CD8 dan CD4 sel T dan produksi sitokin di hati dan sistemik.
Gejala Klinis
pada infeksi virus hepatitis A akut normalnya akan sembuh spontan tanpa terjadi
kekronisan. Masa inkubasi untuk hepatitis A berkisar antara 14-28 hari bahkan bisa sampai
50 hari. Gejala prodromal hepatitis akut meliputi lemas, cepat lelah, anoreksia, muntah, rasa
tidak nyaman pada absomen, diare, dan gejala pada stadium lanjutan biasanya dijumpai
demam, sakit kepala, artalgia dan mialgia. Setelah gejala prodromal akan timbul gejala
ikterik. Fase ikterik menunjukkan gambaran klinis jaundice, nyeri pada kuadran kanan atas
serta penurunan berat badan ringan. Fase konvalesen; gejala konstitusional menghilang
namun hepatomegali dn abnormalitas fungsi hati masih ditemukan. Nafsu makan akan
kembali dan secara umum pasien akan merasa lebih sehat.
Pada hepatitis A terdapat lima pola klinis; 1. Infeksi asimptomatik, biasanya terjadi
pada anak denga usia 5-6 tahun. 2. Infeksi simptomatik dengan gejala urin berwarna seperti
teh pekat dan feses berwarna dempul dan biasanya disertai dengan ikterus; 3. Pada hepatitis
A kolestatis biasnya ditandai dengan pruritys, peningkatan kadar APL, GGT ,
hiperbilirubinemia dan penurunan berat badan; 4. Hepatitis akut relaps bermanifestasi
kembali muncuonya sebagian atau seluruh tanda klinis, penanda biokimia virus dan penanda
serologi; 5. Hepatitis fulminan, pada hepatitis A jarang berlanjut menjadi kronik dan
presentase menjadi kronik kurang lebih < 1% dan dapat hilang spontan tetapi dapat juga
menjadi fatal bahkan beberapa kasus membutuhkn transplantasi hati.
Penatalaksanaan
Pada hepatitis A sebenarnya untuk terapi farmakologis tidak terlalu berarti atau
spesifik, biasnya terapi dapat berupa konservatif dan suportif. Selain itu jika pasien menderita
mual, muntah, anoreksia berat sehingga asupan makanan tidak optimal dan berakibat
dehidrasi indikasi perawatan yaitu rawat inap.
1. Farmakologis
Pengobatan yang dapat diberikan berupa analgesik dan antiemetik. Pemberian antiemetik
berupa metokloperamid atau domperidon sebenarnya merupakan kontraindikasi tetapi dapat
diberikan dengan dosis yang tidak melebihi 3-4 g/hari. Selain itu preparat ondansetron dapat
diberikan secara IV dengan dosis 2x8 mg. Pengunaan obat paracetamol atau preparat lainnya
yang bersifat hepatotoksis sebaiknya dihindari.
2. Non-farmakologis.
Dapat berupa; pemberian asupan kalori dan cairan secara adekuat dan tidak diperlukan
larangan diet spesifik. Selain itu hindari konsumsi alkohol dan obat-obatan yang besifat
hepatotoksik. Pada pasien akut di sarankan untuk istirahat total atau tirah baring dan dapat
kembali beraktivitas setelah 10 hati dari gejala ikterik. Serta hindari kegiatan fisik yang
berlebihan dan berkepanjangan.
Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan pemberian
imunoglobulin, vaksinasi dan menjaga kebersihan diri yang baik seperti mencuci tangan,
mengkonsumsi makanna yang bersih, dan lain.
Pemberian immunoglobulin hepatis A direkomendasikan untuk individu pasca
paparan maupun pada individu yang belum di vaksin yang memiliki resiko terpapar virus
hepatitis A selama kurang dari dua minggu seperti pada orang yang berpergian, pekerja
militer. Selain itu pemberian immunoglobulin ini juga direkomendasikan sebagai profilaksis
untuk individu yang tidak dapat menerima vaksin akibat alergi terhadap komponen vaksin.
Riwayat kontak personal yang erat dengan pasien yang diduga sedang masa inkubasi infeksi
hepatitis A juga merupakan indikasi untuk pemberian. Immunoglobulin diberikan secara
intramuskular dengan dosis tunggal sebanyak 0,02-0,06 ml/kg. Pemberian dosis yang rendah
efektif untuk proteksi selama 3 bulan, sedangka pemberian dengan dosis yang lebih tinggo
efektif untuk proteksi selama 6 bulan.
Imunisasi aktif berupa vaksin juga dapat diberikan sebagai pencegahan pada individu
yang berlum terpapar. Vaksin yang dapat diberikan berupa vaksin yang dilemahkan,
diinaktivasi oleh formalin dan berupa whole vaccine yang diproduksi dari kultur sel.
Pemberian vaksin hepatitis ini diindikasikan kepada orang denga resiko tinggi terinfeksi virus
hepatitis A sebelum terinfeksi virus hepatitis A, yang belum mempunyai antibodi anti HAV,
dan juga direkomendasikan untuk pasien dengan infeksi hepatitis B dan hepatitis C. Contoh
vaksin yang beredar sekarang adalah Havrix dan Vaqta. Vaksin Havrix dibuat dari virus
hepatitis A strain HM175 dan Vaqta dibuat dari virus hepatitis A strain CR326, namun
keduanya tidak memiliki perbedaan efek klinis yang bermakna dan vaksin diberikan dalam
dua dosis secara intramuskular dengan selang waktu 6-18 bulan. Pemberian vaksin havrix
dosis tunggal dapat memberikan efek proteksi sampai 1 tahun, tetapi untuk efek proteksi yang
permanen dapat diperoleh dengan memberikan vaksin kedua dalam 6-12 bulan dengan efek
samping yang dapat timbul berupa reaksi anafilatis dan sindrom Guillan-Barre. Setelah
pemberian vaksin Havrix maupun Vaqta maka efek proteksi dapat dibentuk dalam 1 bulan
setelah pemberian vaksin dengan durasi proteksi setelah suntikan kedua bertahan sampai
dengan sepuluh tahun. Pada vaksin Havrix akan mempertahankan kadar anti-HAV serum
sampai dengan 20 tahun setelah imunisasi. Tetapi dari hasil penelitian bahwa, booster setelah
imunisasi primer tidak atau kurang dibutuhkan karena tubuh akan membuat sel memori
terhadap virus hepatitis A.
Komplikasi
Kompliksi yang dapat terjadi yaitu hepatitis A dengan kolestasis dan sebagian kecil
hepatitis A akan mengalami fase relaps dalam minggu-bulan setelah sembuh. Selain itu
resiko terjadinya hepatitis fulminan (gagal hati akut) ditemukan meningkat pada individu >
40 tahun atau pada pasien dengan penyerta penyakit hati lanjut.