Hepatitis Virus Akut
description
Transcript of Hepatitis Virus Akut
BAB I
PENDAHULUAN
1. SKENARIO PEMICU
1.1. Kata Kunci
Perempuan, 30 tahun
Mata dan badan kuning
Mual dan muntah
1.2. Daftar Pembahasan
Apa yang dimaksud dengan ikterus?
Bagaimana patofisiologi ikterus?
Apa perbedaan antara ikterus pre hepatik, intra hepatik, dan post hepatik?
Bagaimana metabolisme bilirubin?
Bagaimana mekanisme mual dan muntah?
Apa saja pemicu mual dan muntah?
Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding pada kasus tersebut?
Apa tatalaksana dari kasus tersebut?
Apa saja komplikasi yang bisa terjadi?
Bagaimana prognosis penyakit tersebut?
2. STATUS MEDIK
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 30 Tahun
Pekerjaan : Sales
2.2 Keluhan Utama
Mata dan badan kuning serta mengeluh mual dan muntah
2.3 Anamnesis:
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 1
Seorang perempuan, Ny. D/30 tahun, datang ke UGD karena mata dan badannya kuning. Ia juga mengeluh mual dan muntah.
2.3.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Mata dan badan sudah kuning sejak 2 hari yang lalu
Nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk dengan frekuensi hilang timbul
Tidak ada penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir
Mual dan muntah sudah sejak 4 hari yang lalu terutama pada saat makan
Muntah berisi makanan dan berwarna kuning
Urine berwarna cokelat seperti teh
Demam pada awal sakit (± 4 hari lalu), namun saat datang sudah tidak
demam
BAB tidak ada keluhan dan feses berwarna kuning
Tidak ada rasa gatal di kulit
Sering makan di warung
Tidak sedang hamil
Tidak mengkonsumsi alkohol
Memiliki satu anak berusia 2 tahun
Menstruasi tidak ada keterangan
2.3.2 Riwayat Medik Sebelumnya
Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
2.3.3 Riwayat Medik Keluarga
Tidak ada yang menderita sakit kuning pada keluarganya
2.3.4 Riwayat Penggunaan Obat
Minum antasida dan metoclopramide
2.4 Pemeriksaan Fisik
2.4.1 Umum
VITAL SIGN
Tekanan darah 110/70 mmHg Normal
Suhu Tubuh (Axiller) 37,1oC Normal
Frekuensi Nadi 90 kali/menit Normal
Frekuensi Nafas 20 kali/ menit Normal
GCS 4-5-6 Compos mentis
2.4.2 Lokalis/Khusus
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 2
Kepala dan Leher
Sklera ikterik
Anemis tidak ada keterangan
Thorax
Tidak ada spider naevus
Abdomen
Supel, tidak distended
Tidak terdapat nyeri epigastrium
Tidak ada ascites
Hepar, ginjal, dan lien tidak
teraba (tidak ada perbesaran
organ)
Tidak teraba massa
Ekstremitas
Tidak ada eritema palmaris
Tidak ada kelainan pada kuku dan
lain-lain
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Laboratorium
Hb : 12,1 g/dL
Leukosit : 5.300
Trombosit : 163.000
SGOT : 840 U/L
SGPT : 1110 U/L
Bilirubin direct : 2,3 mg/dL
Bilirubin total : 3,9 mg/dL
Albumin : 4,1 g/dL
Total protein : 5,4 g/dL
BUN : 19 mg/dL
Creatine : 0,9 mg/dL
Natrium : 136 mEq/L
Kalium : 3,6 mEq/L
Glukosa : 140 mg/dL
UL
pH : 6,5
Berat jenis : 1,001
Bilirubin : +1
Urobilinogen : +1
Glukosa : -
Eritrosit : -
Leukosit : -
Protein : -
Nitrit : -
Keton : -
Sedimen
Eritrosit : 0-1
Leukosit : 0-1
Epitel : 0-1
2.5.2 Radiologis
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 3
USG : Ukuran hepar membesar, tepi merata, intensitas echo parenkim normal
homogeny. Sistem bilier tidak melebar; vascularisasi normal; gall bladder tidak
dilatasi, dinding menebal, tidak tampak batu; organ abdomen lain tidak tampak
kelainan.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Diagnosis Kerja
Hepatitis Virus Akut
2.6.2 Diagnosis Banding
Hepatitis A
Hepatitis B
2.7 Rencana Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan serologi hepatitis A, B, dan C
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 4
BAB II
PEMBAHASAN
IKTERUS
1. DEFINISI
Ikterus atau jaundice adalah keadaan warna kuning pada jaringan dan cairan tubuh
akibat meningkatnya kadar bilirubin di jaringan, cairan tubuh dan darah.
2. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi terjadinya ikterus bervariasi sesuai dengan golongan umur dan jenis
kelamin. Frekuensi tertinggi didapatkan pada neonatus/bayi, remaja/dewasa muda dan
dewasa tua/pertengahan tua. Demikian penyebab utama pada setiap golongan tersebut
berbeda-beda. Pada bayi sering disebabkan oleh inkompabilitas golongan darah dan kelainan
kongenital, pada remaja sering disebabkan oleh virus hepatitis A atau E dan pada usia dewasa
tua oleh karenan adanya batu pada saluran empedu, sirosis hati dan keganasan pankreatobilier
atau hati.
3. PATOFISIOLOGI
Ikterik terbagi atas 3 jenis, yaitu ikterik pre hepatik, intra hepatik, dan post hepatik. Setiap
jenisnya memiliki patofisiologi yang berbeda.
Ikterik Pre Hepatik
Pembentukan Bilirubin
Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan
pembentukan bilirubin. Pada keadaan hemolisis, Hb yang dibebaskan dari eritrosit
akan bertambah, sehingga makin banyak bilirubin yang dibebaskan. Sedangkan
kapasitas hati melakukan konjugasi bilirubin terbatas. Sehingga terjadi peningkatan
kadar bilirubin unconjugated dalam serum.
Transport Plasma
Bilirubin tidak larut dalam air, karena bilirubin unconjugated transportnya dalam
plasma yang terikat dengan albumin. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti
asidosis, dan seperti antibiotika tertentu, sehingga salisilat berlomba pada tempat
ikatan dengan albumin.
Ikterik Intra Hepatik
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 5
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hepar. Walaupun kadar bilirubin
unconjugated ke dalam hepar tetap normal, tapi karena adanya kerusakan sel hati dan ductuli
maka terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin di dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan
dalam hal konjugasi. Akibatnya bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan melalui ductus
hepaticus, karena terjadi retensi akibat kerusakan sel ekskresi dan regurgitasi pada ductuli
empedu intrahepatik yang mengalami obstruksi. Jadi akan terjadi kenaikan baik bilirubin
direk maupun bilirubin indirek. Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena
kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan sekresi bilirubin. Pasien yang menderita
ikterus hepatik warna kulit dan mukosanya tampak kuning. Penyebab ikterus hepatik antara
lain hepatitis, sirosis hepatis, dan tumor.
Ikterik Post Hepatik
Timbulnya ikterus karena terjadi bendungan dalam saluran empedu, sehingga empedu
dan bilirubin direk tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya terjadi kenaikan
kadar bilirubin direk dan juga bilirubin urine, tapi tidak dijumpai urobilinogen dalam urin dan
tinja. Biasanya kulit dan mukosa terutama sklera mata tampak kuning tua/kuning kehijauan.
Timbulnya ikterus post hepatik ini dapat disebabkan karena adanya batu pada saluran duktus,
tumor dalam ductus, stenosis atau fibrosis dalam duktus.
Pre Hepatik Intra Hepatik Post Hepatik
Bilirubin Indirek ↑↑↑ ↑ / Normal ↑ / Normal
Bilirubin Direk Normal / ↑ ↑↑ ↑↑↑
Bilirubin Urine Negatif Positif Positif
Urobilin Positif Positif Negatif
Warna Urine Normal Gelap Gelap
Warna Feses Normal Normal Pucat
SGOT / SGPT Normal ↑↑ Normal / ↑
Contoh Anemia Hemolitik Hepatitis Akut
dan Kronik
Sirosis Hepatis
Batu pada saluran duktus
Tumor dalam duktus
Stenosis/Fibrosis dalam
duktus
METABOLISME BILIRUBIN
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 6
Pada individu normal, pembentukan dan ekskresi biliburin berasal dari pemecahan
eritrosit yang sudah tua dalam system monosit-makrofag. Kemudian heme yang berasal dari
hemoglobin (70-80%) dan hemoprotein lain dipecah dalam mikrosom RES (lien dan hepar)
menghasilkan biliverdin. Kemudian
biliverdin diubah menjadi bilirubin
indirek di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang
akan berikatan dengan albumin. Bilirubin
yang terikat dengan albumin serum ini
tidak larut dalam air dan kemudian akan
ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin
yang terikat pada albumin bersifat
nontoksik
Bilirubin yang tak terkonjugasi
dikonversikan ke bentuk bilirubin
konjugasi yang larut dalam air di
retikulum endoplasma dengan bantuan enzimuridine diphosphate glucoronosyl
transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.
Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum
endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin
akan disekresikan ke dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan
diekskresikan melalui feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi
tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak
terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus.
Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan
dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase). Dengan
bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen. Urobilinogen tidak
berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan diekskresikan kembali lewat hati, mengalami
siklus urobilinogen enterohepatik. Sebagian besar urobilinogen dirubah oleh flora normal
colon menjadi urobilin atau sterkobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui
feces. Warna feces yang berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan
oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.
MEKANISME MUAL DAN MUNTAH
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 7
Mual adalah rasa ingin muntah yang dapat disebabkan oleh impuls iritasi yang datang
dari traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan
motion sickness, maupun impuls yang berasal dari korteks serebri untuk memulai muntah.
Muntah adalah pengeluaran isi lambung/perut melalui esophagus dan mulut karena
terjadi kontraksi otot abdominal dan otot dada yang di sertai dengan penurunan diafragma.
Koordinator utama adalah pusat muntah yang terletak pada medulla oblongata. Pusat muntah
ini yang akan menerima input dari chemoreceptor trigger zone (CTZ), sistem vestibular,
nervus vagus, dsb.
Distensi yang berlebihan duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang
kemudian ditransmisikan oleh saraf afferen vagus dan saraf simpatis ke pusat muntah
bilateral di medulla oblongata, kemudian impuls diteruskan oleh reaksi motorik otomatis
untuk kemudian impuls-impuls muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf
kranialis V, VII, IX, X dan XII ke traktus gastrointestinal bagian atas dan saraf spinalis ke
diafragma dan abdomen.
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 8
Beberapa penyebab mual dan muntah adalah:
Gastroenteritis
GERD
Gastritis
Appendicitis
Keracunan makanan
Infeksi sistemik
Migraine
Kehamilan
Obat-obatan(anestesi,opioid)
Dsb
HEPATITIS VIRUS AKUT
Hepatitis virus akut merupakan sindrom klinis akibat infeksi virus hepatotropik.
1. Etiologi
Telah diidentifikasi adanya 5 penyebab utama virus· hepatitis(virus hepatitis A, B, C,
D,E) meskipun virus-virus ini merupakan virus hepatotropik tetapi mempunyai struktur, jalur
transmisi, dan wmbaran klinis yang berbeda. Di samping virus hepatotropik, beberapa virus
non-hepatotropik juga dapat menyebabkan kerusakan hati akut. Yang termasuk dalam ini
adalah virus Epstein Barr, cylomegalovirus, herpes simplex, arboviruses, coxsackie, varicella
zoster, dan rubella. Hepatitis yang disebabkan oleh virus-virus ini umumnya ringan dan
berlangsung singkat dan biasanya tidak berkembang menjadi hepatitis kronis dan sirosis,
namun demikian kasus yang berat pernah dilaporkan pada penderita dengan daya tahan tubuh
yang lemah.
2. Epidemiologi
Hepatitis virus merupakan sebuah fenomena gunung es, dimana penderita yang
tercatat atau yang datang ke layanan kesehatan lebih sedikit dari jumlah penderita
sesungguhnya. Mengingat penyakit ini adalah penyakit kronis yang menahun, dimana pada
saat orang tersebut telah terinfeksi, kondisi masih sehat dan belum menunjukkan gejala dan
tanda yang khas,tetapi penularan terus berjalan. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 bahwa
jumlah orang yang didiagnosis Hepatitis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-
gejala yang ada, menunjukan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data tahun
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 9
2007 dan 2013, hal ini dapat memberikan petunjuk awal kepada kita tentang upaya
pengendalian di masa lalu, peningkatan akses, potensial masalah di masa yang akan datang
apabila tidak segera dilakukan upaya-upaya yang serius.
Dari tabel di
samping terlihat
karakteristik prevalensi
Hepatitis tertinggi terdapat
pada kelompok umur 45-54
dan 65-74 (1,4%).
Penderita Hepatitis baik
pada laki-laki maupun
perempuan, proporsinya
tidak berbeda secara
bermakna. Jenis pekerjaan
juga mempengaruhi
prevalensi Hepatitis,
penderita Hepatitis banyak ditemukan pada petani/nelayan/buruh dibandingkanjenis
pekerjaan yang lain.
3. Patofisiologi
Tanda dan gejala awal infeksi virus Hepatitis sangat bervariasi dan bersifat tidak
spesifik. Demam, kelelahan, anoreksia (tidak nafsu makan) dan gangguan pencernaan (mual,
muntah, kembung) dapat ditemukan pada awal penyakit. Dalam waktu 1 minggu, beberapa
penderita dapat mengalami gejala kuning disertai gatal (ikterus), buang air kecil berwarna
seperti teh, dan tinja berwarna pucat. Infeksi pada anak berusia dibawah 5 tahun umumnya
tidak memberikan gejala yang jelas dan hanya 10% yang akan memberikan gejala ikterus.
Pada anak yang lebih tua dan dewasa, gejala yang muncul biasanya lebih berat dan ikterus
terjadi pada lebih dari 70% penderita Hepatitis Akut ditandai dengan meningkatnya kadar
amino aminotransferase (AST=SGOT) yang bisa mencapai 100 kali dari kadar normalnya.
Kadar SGPT lebih tinggi daripada SGOT. Peningkatan aminotransferase diikuti dengan
hiperbilirubinemia terutama bilirubin indirect. Kadar albumin umumnya tidak menurun,
kecuali kasus subakut yang lebih berat setelah minggu pertama penyakit. Prothombin time
dapat terganggu. Perubahan hemositometri sering didapatkan saat perjalanan hepatitis akut.
Leukopenia dengan netropenia dan limfopenia didapatkan pada fase awal infeksi kemudian
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 10
diikuti dentgan relatif limfositosis atipikal seperti yang terlihat pada infeksi mononukleosis.
Pasie hepatitis akut dapat mengealami hipoglikemia yang disebabkan oleh berkurangnya
simpanan glikogen hati dan sering diperberat dengan asupan makanan yang kurang akibat
mual dan diet yang tidak cukup. Adapun hasil tes virologis hepatitis A IgM anti HAV positif.
4. DIAGNOSIS BANDING
1. Hepatitis A
Hepatitis A merupakan penyakit yang disebabkan oleh picornavirus yaitu virus
hepatitis A. Transmisi penularan penyakit ini adalah melalui fecal-oral. Lalat juga dapat
berperan sebagai vector penularan HAV (Hepatitis A Virus). Secara umum penyakit
hepatitis memilik gejala yang sama seperti yang sudah dijelaskan pada halaman
sebelumnya. Penyakit ini sering bersifat akut dan tidak pernah menjadi kronik. Untuk
menegakkan diagnosis hepatitis A diperlukan pemeriksaan serologi Ig M anti HAV. Jika
Ig M anti HAV positif, maka pasien tersebut menderita hepatitis A. Jika Ig G anti HAV
positif, maka pasien tersebut pernah menderita hepatitis A namun sudah sembuh atau
sudah mendapatkan vaksinasi. Terapi untuk penyakit hepatitis A hanya berupa terapi
simtomatik atau suportif.
2. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh hepadnovirus yaitu virus
hepatitis B. Penularan penyakit ini berbeda dengan hepatitis A, penyakit hepatitis B tidak
dapat menular secara fecal oral melainkan melalui darah dan cairan tubuh penderita yang
terinfeksi. Pada keadaan akut gejalanya sama seperti hepatitis yang lainnya yaitu mual,
muntah, ikterik, malaise, demam, nyeri perut, dan urin berwarna kecoklatan. Pada
keadaan kronis, hepatitis B berdasarkan riwayat alamiahnya dibagi menjadi 4 fase, yaitu
immune tolerance, immune active, inactive, dan reactivation. Pada fase immune
tolerance dan inactive maka gejalanya asimtomatis. Sedangkan pada fase immune active
dan reactivation, akan timbul gejala seperti yang disebutkan tadi. Untuk menegakan
diagnosis hepatitis B akut maka perlu pemeriksaan serologi HbsAg dan anti-HbsAg. Jika
Kronis perlu pemeriksaan serologi HbeAg dan serum transaminase. Cara
menginterpretasikan hasil pemeriksaan serologi tersebut:
Jika HbsAg positif maka penderita sedang terinfeksi.
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 11
Jika anti-HbsAg positif maka pasien tersebut pernah menderita atau telah
divaksinasi.
Jika HbsAg dan anti-Hbs Ag tersebut negatif maka orang tersebut perlu
divaksinasi.
Jika HbeAg positif dan Serum transaminase normal maka penderita sedang berada
pada fase immune tolerance
Jika HbeAg positif dan serum transaminase meningkat maka penderita sedang
berada pada fase immune active
Jika HbeAg negatif dan serum transaminase normal maka penderita sedang berada
pada fase inactive
Jika HbeAg negatif dan serum transaminase meningkat maka penderita sedang
berada pada fase reactivation
Terapi untuk hepatitis B adalah pemberian interferon dan terapi simtomatik. Tetapi
pemberian terapi hanya akan dilakukan jika pasien berada pada fase Immune active dan
reactivation.
Untuk menegakkan diagnosis utama pada kasus ini diperlukan pemeriksaan serologi
hepatitis A dan hepatitis B. Diagnosis utama ini akan menentukan pemberian terapi yang
sesuai.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus ini, didapatkan pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit dan trombosit)
dalam keadaan normal, jadi penyakit yang berhubungan dengan penyakit ini sudah dapat
dieliminasi (contoh: anemia hemolitik, infeksi malaria, dsb). Pada inspeksi telah ditemukan
adanya ikterik yang dapat terjadi dikarenakan kerusakan prahepatik, hepatic atau posthepatic,
maka dari itu, pemeriksaan yang kami usulkan adalah SGOT/SGPT dengan hasil 840/1110
U/L. Peningkatan kadar enzim (SGPT) yang tajam (3x lipat) menandakan adanya reaksi
hebat di dalam hati dan hal ini dapat memperjelas kerusakan hati yang telah terjadi karena
infeksi virus akut. Di tambah, pemeriksaan albumin( hasil: 4,1 g/dl) dan total protein ( hasil:
5,4 g/dl) adalah pemeriksaan yang kami minta, karena kami berharap untuk mengetahui
adanya gangguan fungsi pada hati. Dari hasil diatas menunjukkan fungsi albumin masih
dalam keadaan normal ( N: 3,4 – 4,7 g/dl), dan adanya penurunan total protein (N: 6.6 - 8.7
g/dl) yang masih belum dikhawatirkan. Selanjutnya, pemeriksaan urine lengkap yang kami
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 12
cari adalah direk (2,3 mg/dl) dan indirek bilirubin (3,9 mg/dl) dimana hasil diatas
menunjukkan adanya kerusakan hepatic/parenkim. Hal ini memperjelas kecurigaan kami
dengan diagnosis kerja kami sebagai hepatitis virus akut. Tidak terlupakan, pemeriksaan
urine dengan indikasi dengan BUN ( hasil: 19 mg/dl) didapatkan hasil yang normal BUN (N:
5-25 mg/dl), creatinine ( hasil 0,9 mg/dl), natrium (hasil: 136 mEq/L), kalium (hasil 3,6
mEq/L) dalam batas normal. Pemeriksaan ini dilakukan karena merupakan produksi atau
degredasi dari hati. Selanjutnya pemeriksaan urine lengkap dengan hasil pH 6,5 masih dalam
batasan normal yaitu pH 4,6 – 8.0 dan berat jenis (1,001) yang sedikit menurun ( N: 1,003-
1,030) yang tidak begitu signifikan.
Sejauh ini, dari hasil pemeriksaan yang di dapat, kemungkinan sangat besar terjadi
pada hepatitis virus akut. Untuk pemeriksaan selanjutnya diharapkan untuk melakukan
pemeriksaan untuk mengidentikfikasi virus itu apakah itu hepatitis A, B, atau C. Pemeriksaan
lanjutan ini adalah serologi IgM anti-HAV, HbsAg, anti-HCV. Pada keadaan ikterus, sudah
sangat lazim pemeriksaan serologi dilakukan karena menurut data prevalensinya, Asia
merupakan tempat endemis dengan virus hepatitis (pemeriksaan antibody hepatitis). Antibodi
antimitokondria ditemukan pada 90% kasus sirosis bilier primer. Faktor antinuclear dan
antibodi otot polos di deteksi pada lebih dari 50% kasus hepatitis kronis aktif. Pemeriksaan
lanjutan ini sangat bermanfaat untuk keberhasilan terapi pada pasien ini.
6. PRINSIP TATA LAKSANA
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis untuk hepatitis A akut adalah terapi simtomatik, karena penyakit
ini merupakan penyakit “Self Limiting Disease”. Obat yang perlu diberikan adalah :
1. Sukralfat adalah suatu kompleks yang dibentuk dari sukrosa oktasulfat dan
polialumunium hidroksida. Aktifitas sukralfat sebagai anti ulkus merupakan hasil dari
pembentukan komplek sukralfat dengan protein yang membentuk lapisan pelindung
menutupi ulkus serta melindungi dari serangan asam lambung, pepsin dan garam
empedu. Obat ini diberikan 3 kali sehari sebelum makan dengan dosis 10ml (2 sendok
teh).
2. Domperidone merupakan antagonis dopamine derivate benzimidazol yang mempunyai
potensi sebagai antiemetika karena adanya kombinasi efek perifer (sebagai
gastrokinetik) dan antagonis reseptor dopamine pada chemoreceptor trigger zone yang
terletak di luar sawar darah otak. Domperidone memperlama kontraksi antro-duodenal,
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 13
mempercepat pengosongan lambung dan meningkatkan tekanan springter esophagus
bagian bawah. Domperidone tidak memberikan efek pada sekresi lambung.
Domperidone jarang menyebabkan sindrom ekstra pyramidal. Obat ini diberikan 3 kali
sehari dengan dosis 10 mg.
Terapi Non Farmakologi
3. Istirahat dilakukan dengan tirah baring, mobilisasi berangsur dimulai jika keluhan atau
gejala berkurang
4. Tidak boleh mengkonsumsi makanan yang pedas, makanan yang asam, makanan yang
berserat tinggi, coklat, minuman beralkohol, minuman bersoda, teh, dan kopi. Pasien
juga perlu diingatkan tidak boleh mengkonsumsi obat anti nyeri tanpa resep dokter
seperti penggunaan asam mefenamat.
Rencana Evaluasi
1. Evaluasi dilakukan dengan cara pengumpulan, pengolahan, analisis data yang berasal
dari hasil pemantauan atau laporan rutin yang ada di setiap jenjang administrasi yaitu
Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas. Bila dalam evaluasi ditemukan
masalah, maka berikan saran pemecahan atau bimbingan kepada pengelola program
Hepatitis, agar kegiatan program Pengendalian Hepatitis dapat dilaksanakan sesuai
rencana dan memberikan dampak seperti yang diharapkan.
2. Mengevaluasi hasil pengobatan dan terapi pada pasien sesuai dengan gejala yang
dialami dan perkembangan keadaannya.
Rencana Edukasi dan Pencegahan
Lamanya masa terapi untuk pasien Hepatitis mengakibatkan kerugian baik dalam hal
ekonomi maupun sosial, oleh karena itu perlu dilakukan edukasi terhadap pasien yaitu
dengan menjelaskan tentang penyakit yang sedang diderita, tata laksana, komplikasi serta
prognosisnya. Tindakan pencegahan diutamakan dalam kasus Hepatitis. Pencegahan dapat
dilakukan melalui pencegahan nonspesifik (perubahan perilaku) maupun dengan pencegahan
spesifik (imunisasi).
1. Pencegahan Non-Spesifik
Perubahan perilaku untuk mencegah Hepatitis terutama dilakukan dengan meningkatkan
sanitasi. Petugas kesehatan bisa meningkatkan hal ini dengan memberikan edukasi yang
sesuai, antara lain:
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 14
a. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) secara benar pada 5 saat kritis, yaitu:
1. sebelum makan.
2. sebelum mengolah dan menghidangkan makanan.
3. setelah buang air besar dan air kecil.
4. setelah mengganti popok bayi.
5. sebelum menyusui bayi.
b. Pengolahan makanan yang benar, meliputi:
1. Menjaga kebersihan.
2. Memisahkan bahan makanan matang dan mentah.
3. Memasak makanan sampai matang.
4. Menyimpan makanan pada suhu aman.
5. Menggunakan air bersih dan bahan makanan yang baik.
6. Membuang tinja di jamban yang saniter.
c. Perlu dilakukan imunisasi pada pasangan seksual.
d. Perlunya penggunaan kondom selama berhubungan. seksual dengan pasangan yang belum
diimunisasi.
e. Tidak diperbolehkan bertukar sikat gigi ataupun pisau cukur.
f. Menutup luka yang terbuka agar darah tidak kontak dengan orang lain.
g. Untuk yang pasien terpajan, tidak diperbolehkan mendonorkan darah atau organ.
h. Penderita yang menggunakan obat-obatan terlarang injeksi sebaiknya diminta berhenti, dan
bila tidak bisa, penderita diminta tidak menggunakan jarum suntik dan alat-alat lain yang
berhubungan dengan darah secara bergantian dan untuk membuang jarum bekas ke tempat
khusus yang mencegah orang lain tertusuk secara tidak sengaja.
2. Pencegahan Spesifik (Imunisasi)
Pencegahan spesifik Hepatitis dilakukan dengan imunisasi. Proses ini bisa bersifat pasif
maupun aktif. Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan Imunoglobulin. Tindakan ini
dapat memberikan perlindungan segera tetapi bersifat sementara. Imunoglobulin diberikan
segera setelah kontak atau untuk pencegahan sebelum kontak dengan 1 dosis secara intra-
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 15
muskular. Efek proteksi dapat dicapai bila Imunoglobulin diberikan dalam waktu 2 minggu
setelah terpajan.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hepatitis A akut adalah hepatitis fulminan (0,1%-
0,4%), sedangkan hepatitis B akut bisa menyebabkan hepatitis kronis (5%-10%), sirosis
(<3%), hepatitis fulminan (<1%), hepatoseluler karsinoma (<2%). Hepatitis C akut
menyebabkan komplikasi yaitu, hepatitis kronis (>70%), sirosis (<16%), hepatitis fulminan
(<1%), hepatoselular karsinoma (1%-5%).
8. PROGNOSIS
Prognosis pada penyakit hepatitis virus akut tergantung dari jenis virus yang
meninfeksi. Secara umum prognosis hepatitis A lebih baik dibandingkan hepatitis B, karena
hepatitis A tidak dapat menjadi kronik dan sembuh tanpa pemberian anti-viral, sedangkan
hepatitis B dapat menjadi kronik bahkan sampai sirosis dan hepatoma.
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 16
BAB III
KESIMPULAN
Pasien pada kasus ini menderita penyakit hepatitis virus akut yang mungkin
disebabkan oleh seringnya pasien ini untuk makan makanan di warung yang tingkat
kebersihannya sulit untuk dijaga. Terdapat 5 penyebab utama virus hepatitis yaitu virus
hepatitis A, B, C, D, E, yang memiliki jalur transmisi, gambaran klinis, serta tatalaksana yang
berbeda. Hepatitis virus akut pada pasien ini dapat didiagnosa dari adanya demam pada awal
sakit, ikterus/jaundice, mual, muntah. Warna urine yang gelap, peningkatan SGOT/SGPT,
peningkatan bilirubin total dan bilirubin direk juga mendukung diagnosis terhadap hepatitis
virus akut.
Pencegahan untuk hepatitis sangat bervariasi tergantung tipe virus yang menginfeksi
pasien tersebut. Untuk pencegahan hepatitis A dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu imunisasi
dan meningkatkan sanitasi. Edukasi untuk mencuci tangan dengan baik pada saat – saat yang
kritis serta pengolahan makanan yang baik merupakan cara pencegahan yang efektif untuk
hepatitis A.
Tata laksana terdapat terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis
yang kami berikan adalah sukralfat sebagai agen mukoprotektor untuk mencegah. dan
mengobati kelainan asam-peptik dan domperidon sebagai antiemual dan antiemetik. Kami
lebih memilih domperidon daripada metoklopramid karena metoklopramid dapat menembus
blood brain barrier yang dapat menyebabkan sindrom ekstrapiramidal. Untuk terapi non
farmakologis kami menganjurkan untuk istirahat tirah baring dan mobilisasi berangsur ketika
gejala/keluhan sudah berkurang. Untuk makanan yang dikonsumsi, dianjurkan untuk tidak
mengkonsumsi makanan pedas, makanan yang asam, makanan yang berserat tinggi, coklat,
minuman beralkohol, minuman bersoda, teh, dan kopi. Untuk prognosis dari pasien ini sangat
bervariasi tergantung tipe virus penyebab hepatitis tersebut.
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 17
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia; M. Wilson, Lorraine. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Ed. 6, vol. 1, Jakarta : EGC. Hal 478, 502
2. Dan L. Longo ... [et al.]. 2013. Harrison’s Manual Of Medicine International Edition.
18th Ed., United States of America: Mc Graw Hill Medical. Page 1023
3. Fauci, A.S. Longo, D.L. (2013). Harrison’s gastroenterology and hepatology: Ikterus;
Pembentukan dan Metabolisme Bilirubin. (Jakarta: EGC), pp. 62-63
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus.
Available at http://pppl.depkes.go.id/asset/download/Pedoman%20Hepatitis%20OK.pdf
diakses 21 Agustus 2015 pukul 2.15
5. Katzung, Bertam G. 2013. Farmakologi Dasar & Klinik. Volume 2. Ed. 12.
Jakarta :EGC. p.1237.1240
6. Richard A Weisiger, MD, PhD. Conjugated Hyperbilirubinemia. updated: 10
November 2014. http://emedicine.medscape.com/article/178757-overview#a4 (accessed
23 August 2015)
7. Scribd. Ikterus. Available at https://www.scribd.com/doc/122680453/ikterus (diakses 22
Agustus 2015 pukul 21.00)
8. Sylvia AP, Lorraine McCarty W. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6
ed. Jakarta: EGC; 2005
9. Tjokroprawiro, A, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2nd ed. Surabaya:
Airlangga University Press. hal: 266-267
10. Vinay K, Ramzi SC, Stanley LR. Robbins Buku Ajar Patologi. Ed. 7, Vol. 2 In:
Huriawati H, Nurwany D, Nanda W, editors. Jakarta: EGC. p. 674-677
PROBLEM BASED LEARNING 5.1 Halaman 18