Laporan kasus neurologi

41
LAPORAN KASUS IDENTITAS Nama : Ny. Erlina Tanjung Jenis kelamin : Perempuan Umur : 41 tahun Suku bangsa : Padang Agama : Islam Alamat : Jl. Bromo gg. Azizah No.9 Status : Menikah Pekerjaan : IRT TanggalMasuk : 30 januari 2016 ANAMNESIS Keluhan utama Kepala terasa berputar Riwayat penyakit sekarang OS datang ke RSHM dengan keluhan pusing seperti berputar yang dirasakan sejak ± 6 hari SMRS. Saat pusing OS sulit 1

description

laporan kasus neurologi - stroke iskemik

Transcript of Laporan kasus neurologi

Page 1: Laporan kasus neurologi

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. Erlina Tanjung

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 41 tahun

Suku bangsa : Padang

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bromo gg. Azizah No.9

Status : Menikah

Pekerjaan : IRT

TanggalMasuk : 30 januari 2016

ANAMNESIS

Keluhan utama

Kepala terasa berputar

Riwayat penyakit sekarang

OS datang ke RSHM dengan keluhan pusing seperti berputar yang dirasakan sejak ±

6 hari SMRS. Saat pusing OS sulit untuk membuka mata karena akan bertambah rasa

berputarnya. Rasa pusing diikuti muntah setelahnya. Rasa pusing ini dirasakan OS

sangat cepat < 1 menit. OS menyangkal adanya perubahan posisi ataupun sikap

1

Page 2: Laporan kasus neurologi

sebelum rasa pusing timbul. Riwayat nyeri kepala (-), muntah menyembur (-), kejang

(-), riwayat hipertensi (-), DM(-), trauma kepala (+), kolesterol (-)

Riwayat penyakit terdahulu : -

Riwayat penggunaan obat : -

ANAMNESA TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Dalam Batas Normal

Traktus Respiratorius : Dalam Batas Normal

Traktus Digestivus : Dalam Batas Normal

Traktus Urogenitalis : BAK (+)

Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : trauma kepala ± 5 tahun yang lalu

Intoksikasi dan Obat-obatan : -

ANAMNESA KELUARGA

Faktor Herediter : Tidak ada, disangkal

Faktor Familier : Tidak ada, disangkal

Lain-lain : Tidak ada

ANAMNESA SOSIAL

2

Page 3: Laporan kasus neurologi

Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal

Imunisasi : Tidak jelas

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Perkawinan dan Anak : Menikah, memiliki 3 anak.

3. PEMERIKSAAN JASMANI

PEMERIKSAAN UMUM

Tekanan Darah : 110/60 mmHg

Nadi : 71x/i

Frekuensi Nafas : 24 x/i

Temperatur : 36 oC

Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal

Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal

Persendian : Dalam batas normal

KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan Posisi : Bulat, Medial

Pergerakan : Dalam batas normal

Kelainan Panca Indera : -

3

Page 4: Laporan kasus neurologi

Rongga mulut dan Gigi : Dalam Batas Normal

Kelenjar Parotis : Dalam batas normal

Desah : Tidak ada

Dan lain-lain : Tidak ada

RONGGA DADA DAN ABDOMEN

Paru-paru

1. Inspeksi : Simetris kanan = kiri

2. Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

3. Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

4. Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung

5. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

6. Palpasi : Ictus cordis kuat angkat

7. Perkusi : Batas atas jantung ICS II, batas kanan linea sternalis kanan ICS IV, batas

kiri linea midclavicularis ICS IV

8. Auskultasi : HR 71 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

9. Inspeksi : Simetris, datar

10. Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

4

Page 5: Laporan kasus neurologi

11. Perkusi : Timpani

12. Auskultasi : Peristaltik (+) normal

GENITALIA

Toucher: Tidak dilakukan pemeriksaan

4. STATUS NEUROLOGI

SENSORIUM : Compos Mentis

KRANIUM

Bentuk : Normo chepali

Fontanella : Tertutup, keras

Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan.

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku Kuduk : -

Tanda Kernig : -

Tanda Lasegue : -

5

Page 6: Laporan kasus neurologi

Tanda Brudzinski I : -

Tanda Brudzinski II : -

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Muntah : -

Sakit Kepala : -

Kejang : -

5. SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meastus Nasi Sinistra

Normosmia : + +

Anosmia : - -

Parosmia : - -

Hiposmia : - -

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Visus TDP TDP

Lapangan Pandang

1. Normal : + +

2. Menyempit : - -

3. Hemianopsia : - -

4. Scotoma : - -

6

Page 7: Laporan kasus neurologi

Refleks Ancaman : + +

Fundus Oculi : TDP TDP

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Gerakan Bola Mata : Normal Normal

Nistagmus : - -

Pupil

1. Lebar : 3 mm 3 mm

2. Bentuk : bulat reguler bulat reguler

3. Refleks cahaya langsung : + +

4. Refleks cahaya tak langsung : + +

5. Rima Palpebra : 7 mm 7 mm

6. Deviasi Konjugate : - -

7. Fenomena Doll’s Eye : TDP TDP

8. Strabismus : - -

NERVUS V Kanan Kiri

Motorik

1. Membuka dan Menutup Mulut : + +

2. Palpasi otot masseter & temporalis : + +

3. Kekuatan gigitan : + +

7

Page 8: Laporan kasus neurologi

Sensorik

4. Kulit : DBN DBN

5. Selaput lendir : DBN DBN

Refleks kornea

6. Langsung : + +

7. Tidak langsung : + +

Refleks Masseter : DBN DBN

Refleks Bersin : DBN DBN

NERVUS VII Kanan Kiri

Motorik

1. Mimik : Simetris Simetris

2. Kerut kening : + +

3. Menutup mata : + +

4. Meniup sekuatnya : + +

5. Memperlihatkan gigi : + +

6. Tertawa : + +

Sensorik

1. Pengecapan 2/3 lidah : TDP TDP

2. Produksi kelenjar ludah : DBN DBN

3. Hiperakusis : TDP TDP

8

Page 9: Laporan kasus neurologi

4. Reflex stapedial : Tidak dilakukan Pemeriksaan

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditorius

1. Pendengaran : DBN DBN

2. Test Rinne : TDP TDP

3. Test Weber : TDP TDP

4. Test Schwabach : TDP TDP

Vestibularis

1. Nistagmus : - -

2. Reaksi Kalori : TDP TDP

3. Vertigo : + +

4. Tinnitus : + +

NERVUS IX, X

Pallatum mole : simetris

Uvula : Normal, medial

Disfagia: -

Disartria : -

Disfonia : -

Refleks Muntah : DBN

9

Page 10: Laporan kasus neurologi

Pengecapan 1/3 belakang : SDN

NERVUS XI Kanan Kiri

Mengangkat bahu : + +

Fungsi otot sternokleidomastoideus : + +

NERVUS XII

Lidah

1. Tremor : -

2. Atrofi : -

3. Fasikulasi : -

Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial

Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Medial

6. SISTEM MOTORIK

Trofi : Normotrofi

Tonus : Normotonus

Kekuatan Otot :

ESD: 5 5 5 5 5 ESS: 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

10

Page 11: Laporan kasus neurologi

EID: 5 5 5 5 5 EIS: 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : Berbaring

Gerakan Spontan Abnormal

1. Tremor : -

2. Khorea : -

3. Ballismus : -

4. Mioklonus : -

5. Ateotsis : -

6. Distonia : -

7. Spasme : -

8. Tic : -

9. Dan lain-lain : -

TES SENSIBILITAS

Eksteroseptif : DBN

Propioseptif : DBN

Fungsi kortikal untuk sensibilatas

1. Sterognosis : TDP

2. Pengenalan 2 titik : TDP

3. Grafestesia : TDP

11

Page 12: Laporan kasus neurologi

REFLEKS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

1. Biceps : + +

2. Triceps : + +

3. Radioperiost : + +

4. APR : + +

5. KPR : + +

6. Strumple : + +

Refleks Patologis

1. Babinski : - -

2. Oppenheim : - -

3. Chaddock : - -

4. Gordon : - -

5. Schaeffer : - -

6. Hoffman – Tromner : - -

7. Klonus Lutut : - -

8. Klonus Kaki : - -

Refleks Primitif : - -

12

Page 13: Laporan kasus neurologi

KOORDINASI

Lenggang : DBN

Bicara : DBN

Menulis : DBN

Percobaan Apraksia : DBN

Mimik : Simetris

Test telunjuk-telunjuk : DBN

Tes Telunjuk-hidung : DBN

Diadokhinesia : TDP

Tes tumit-lutut : TDP

Tes Romberg : TDP

VEGETATIF

Vasomotorik : DBN

Sudomotorik : DBN

Pilo – erektor : DBN

Miksi : +

Defekasi : +

Potens dan libido : Tidak dilakukan pemeriksaan

VERTEBRA

Bentuk

13

Page 14: Laporan kasus neurologi

1. Normal : +

2. Scoliosis : -

3. Hiperlordosis : -

Pergerakan

1. Leher : DBN

2. Pinggang : DBN

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

Laseque : -

Cross Laseque : -

Tes Lhermitte : -

Test Naffziger : -

GEJALA-GEJALA SEREBELLAR

Ataksia : -

Disartria : -

Tremor : -

Nistagmus : -

Fenomena Rebound : -

Vertigo : +

Dan lain-lain : -

14

Page 15: Laporan kasus neurologi

GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Tremor : -

Rigiditas : -

Bradikinesia : -

Dan lain-lain : -

FUNGSI LUHUR

Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis

Ingatan Baru : DBN

Ingatan Lama : DBN

Orientasi

Diri : normal

Tempat : normal

Waktu : normal

Situasi : normal

Intelegensia : normal

Daya pertimbangan : baik

Reaksi emosi : normal

15

Page 16: Laporan kasus neurologi

Afasia

E kspresif : -

Represif : -

Apraksia : -

Agnosia

Agnosia visual : -

Agnosia jari-jari : -

Akalkulia : -

Disorientasi Kanan-kiri : -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium ( 22 Januari 201 6 )

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

1. Hematologi

Darah Rutin

Hemoglobin

Hitung Eritrosit

Hitung Leukosit

*8.4

*3.3

6.800

g/dl

106 /µL

/µL

12-16

3.9-5,6

4000-11000

16

Page 17: Laporan kasus neurologi

Hematokrit

Hitung Trombosit

Index Eritrosit

MCV

MCH

MCHC

Hitung Jenis Leukosit

Eosinofil

Basofil

N. Stab

N. Seg

Limfosit

Monosit

LED

2. Kimia Klinik

Fungsi Hati

AST (SGOT)

ALT (SGPT)

Fungsi Ginjal

Ureum

Kreatinin

*25.8

321.000

*79.5

*25.8

32.5

1

0

*0

*81

*15

*3

*47

13

6

39

*1.96

%

/µL

fl

pg

%

%

%

%

%

%

%

mm/jam

U/I

U/I

mg/dl

mg/dl

36-47

150.000-450.000

80-96

27-31

30-34

1-3

0-1

2-6

53-75

20-45

4-8

0-20

<40

<40

20-40

0,6-1,1

17

Page 18: Laporan kasus neurologi

DIAGNOSA

DIAGNOSIS FUNGSIONAL : Vertigo

DIAGNOSIS ETIOLOGI : Gangguan Keseimbangan

DIAGNOSIS ANATOMIK : Perifer

DIAGNOSIS KERJA : Vertigo ec Benign Paroxysmal Positional Vertigo

PENATALAKSANAAN

1. Bed rest

2. IVFD RL 20 gtt/I

3. Betahistin 3x6 mg

4. Flunarizin 2x5 mg

5. Paracetamol 3x500 mg

6. Meloxicam 1x15 mg

7. Laxadyne syr 2xCI

8. Latihan Manuver untuk BPPV

18

Page 19: Laporan kasus neurologi

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan

sehari-hari. Sampai saat ini banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan vertigo.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) sendiri adalah vertigo yang timbul bila

kepala mengambil posisi atau sikap tertentu. Serangan vertigo dapat dicetuskan oleh

perubahan sikap, misalnya bila penderita berguling di tempat tidur, menolehkan kepala,

melihat ke bawah, atau menengadah, BPPV merupakan vertigo yang berasal dari

kelainan perifer terbanyak, paling sering dijumpai di masyarakat, yaitu sekitar 30%

dimana wanita lebih sering terserang dibandingkan pria.

Biasanya vertigo yang dirasakan pada penderita BPPV dirasakan sangat berat,

berlangsung singkat, hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih

lama. BPPV bukanlah penyakit yang secara langsung membahayakan jiwa, tetapi apabila

gejalanya sering timbul dapat menimbulkan kecemasan pada penderita.. Keluhan dapat

disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul

serangan lagi, hal ini menyebabkan penderita sangat hati-hati dalam posisi tidurnya.

BPPV merupakan penyakit generatif yang idiopatik yang sering ditemukan,

kebanyakan diderita pada usia dewasa mudan dan usia lanjut. Trauma kepala

merupakan penyebab kedua terbanyak pada BPPV bilateral.

19

Page 20: Laporan kasus neurologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Vertigo berasal dari kata latin vertere yang berarti memutar. Vertigo di dalam

kamus bahasa diterjemahkan sebagai pusing; untuk dizzy/dizziness dan giddy/giddiness

diterjemahkan ganar atau gayang. Berbagai macam definisi vertigo dikemukakan oleh

banyak pakar salah satunya yang dikemukakan Gowers tahun 1893, “Vertigo adalah

setiap gerakan atau rasa gerakan tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita

yang bersangkutan dengan kelainan sistem keseimbangan (ekuilibrium).

Ganar lebih mencerminkan keluhan rasa gerakan yang umum (tidak spesifik),

rasa goyah (unstable, unsteadiness), atau rasa disorientasi ruangan yang dapat dirasakan

sebagai putaran (turning) atau pusingan (whirling).

Gayang (giddiness) dikatakan sama dengan ganar atau merupakan suatu bentuk

vertigo yang intensif atau vertigo yang singkat.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan

perifer yang biasanya dicetuskan oleh perubahan sikap atau posisi penderita. Penderita

mengalami gangguan orientasi di ruangan dimana perasaan dirinya bergerak berputar

terhadap ruangan sekitarnya atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya.

2.2 Epidemiologi

20

Page 21: Laporan kasus neurologi

BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107

per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada wanita serta usia tua (51-57tahun) jarang

ditemukan pada orang berusia 35 tahun kebawah yang tidak memiliki riwayat cedera

kepala. BPPV sangat jarang ditemukan pada anak.

2.3 Etiologi

Pada sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus

BPPV diketahui setelah mengalami jejas atau trauma kepala leher, infeksi telinga tengah,

atau operasi stapedektomi. Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan kelainan di

otokonial berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkuler posterior. Deposit

ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai

keadaan posisi kepala yang berubah. Penyebab utama BPPV pada orang dibawah umur

50 tahun adalah cedera kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah

degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin

meingkatnya usia. Selain itu disebutkan juga bahwa BPPV dapat merupakan suatu

komplikasi dari operasi implant maksilaris.

1. Patofisiologi

Patofisiologi BPPV dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Teori Cupulolithiasis

Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV.

Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen

otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi,

menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis

posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal

ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini

menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring

partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa

21

Page 22: Laporan kasus neurologi

pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada

tes Dix-Hallpike). Kanalis semisirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke inferior,

kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan

pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang

menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.

2. Teori Canalolithiasis

Tahun 1980 Epley mengemukakan teori canalolithiasis, partikel otolith bergerak bebas di

dalam kanalis semisirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini

berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala

direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sampai ± 90° di sepanjang lengkung

semisirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan

menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing.

Pembalikan waktu rotasi kepala ditegakkan kembali, terjadi pembalikan pembelokan

kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model

gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada didalam banm ketika ban

bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitas. Jatuhnya

kerikil tersebt memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori

cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan “delay” (latency)

nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika

mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam

menimbukan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yang dapat menerangkan konsep

kelelahan “fatigability” dari gejala pusing.

1. Diagnosis

Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan inset akut kurang dari 10-20 detik akibat

perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi

22

Page 23: Laporan kasus neurologi

lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang dan membungkuk.

Vertigo bisa diikuti dengan mual.

2. Pemeriksaan Fisik

Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada

evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike

dan Tes Kalori.

1. Dix-Hallpike. Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah

dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan

vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya adalah sebagai

berikut :

1. Pertama-tama jelaskan pada pasien tentang prosedur pemeriksaan dan vertigo

mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.

2. Pasien didudukan dekat bagian ujung tempat pemeriksa, sehingga ketika posisi

terlentang kepala ekstensi ke belakang 30°-40°, pasien diminta tetap membuka

mata untuk melihat nistagmus yang muncul.

3. Kepala diputar menengok ke kanan 45° (jika kanalis semisirkularis yang terlibat).

Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, jika ia memang

sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.

4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien direbahkan

hingga kepala tergantung pada ujung tempat periksa.

5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut

dipertahankan selama 10-15 detik.

6. Komponen cepat nistgamus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.

7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang

berlawanan dan pasien mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.

23

Page 24: Laporan kasus neurologi

8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45° dan

seterusnya.

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke

belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi

nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang

timbulnya lambat, ±40detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1

menit bila sebabnya kanalithiasis, pada kupulolithiasis nistagmus dapat

terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat akan timbul

bersamaan dengan nistagmus.

9. Tes Kalori. Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2

macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30°C, sedangakan suhu air

panas adalah 44°C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-

masing 250ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama

nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa

telingan kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas,

lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kanan atau kiri; air

dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk

menghilangkan pusingnya).

10. Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium seperti elektrolit, glukosa, darah, dan tes fungsi tiroid mengidentifikasi

penyebab vertigo kurang dari 1% pasien dengan pusing. Tes laboratorium tersebut

mungkin cocok ketika pasien dengan vertigo menunjukkan gejala atau tanda yang

menunjukkan adanya kondisi penyebab lainnya. Audiometri membantu menegakkan

diagnosis penyakit Meniere.

Neuroimaging sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan vertigo yang memiliki

tanda dan gejala neurologis, faktor resiko penyakit kardiovaskular, atau kehilangan

pendengaran unilateral yang progresif. Pada suatu strudi, 40% pasien dengan pusing dan

tanda-tanda neurologis memiliki abnormalitas relevan menunjukkan lesi sistem saraf

pusat pada MRI kepala.

24

Page 25: Laporan kasus neurologi

Namun tes-tes tersebut tidak diindikasikan pada pasien BPPV; biasanya tidak diperlukan

untuk mendiagnosa neuritis vestibular akut atau penyakit Meniere. Radiografi

konvensional atau prosedur crosssectional imaging dapat untuk mendiagnosa vertigo

servikal pada pasien dengan riwayat yang mengarah ke diagnosis ini.

2.6 Diagnosa Banding

1. Vestibular Neuritis

Vestibular neuritis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu

kelainan klinis dimana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang

hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam 3-4

hari. Sebagian pasien perlu di rawat di rumah sakit untuk mengatasi gejala dan

dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan

ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada

fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.

2. Labirinitis

Labirinitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam.

Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau

kronik, serta toksis atau supuratif. Labirinitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada

struktur di dekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya.

Labirinitis toksis biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular.

Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan

disebabkan oleh organisme hidup. Labirinitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri

akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan

pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirinitis kronik dapat

timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau

perubaha-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.

3. Penyakit Meniere

25

Page 26: Laporan kasus neurologi

Penyakit meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan

memiliki trias gejala yang khas yaitu; gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan

vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.

2.7 Penatalaksanaan

1. Terapi Simptomatik

Tatalaksana yang paling tepat pada vertigo adalah mengatasi penyebab utamanya. Jika

etiologi tidak dapat diketahui, maka diindikasikan terapi simptomatik. Selain itu, terapi

ini juga dapat diindikasikan pada serangan vertigo akut. Terdapat 2 golongan obat yang

umum digunakan dalam terapi simptomatik dari vertigo, yaitu supresan vestibular dan

antiemesis.

Supresan vestibular bekerja pada tingkat neurotransmitter yang terlibat dalam

perambatan impuls antar neuron vestibular. Obat biasanya diberikan secara oral dan

efek akan muncul setelah 30 menit. Namun, pada serangan vertigo akut yang parah,

obat ini bisa diberikan secara intramuskular atau intravena. Efek samping umum dari

obat ini adalah mulut kering dan sedasi. Pembagian dari obat supresan vestibular adalah

sebagai berikut:

1. Antihistamin, seperti meklizin (25-100 mg per oral) dan difenhidramin (25-50 mg

per oral 3-4 kali sehari; 10-50 mg IM/IV dosis tunggal 4-6 kali sehari, maksimal

400 mg sehari).

2. Antikolinergik, seperti skopolamin (0,5 mg transdermal efektif untuk 3 hari)

3. Fenotiazin, seperti prometazin (12,5-25 mg per oral/ per rectal/ IM/ IV 4-6 kali

sehari sesuai kebutuhan) dan proklorperazin (5-10 mg per oral/ IM 4-6 kali

sehari; 10 mg sediaan lepas berkala 2 kali sehari; dan 5-25 mg per rectal).

4. Benzodiazepin, seperti diazepam (2-10 mg per oral 2-4 kali sehari; 5-10 mg IM/

IV) dan lorazepam (2-6 mg per oral dalam 2-3 dosis terpisah).

26

Page 27: Laporan kasus neurologi

Antiemesis merupakan antagonis kolinergik dan antagonis dopaminergik sentral

yang diduga dapan mencegah dan menghambat pusat muntah. Biasanya obat-

obat antiemesis menimbulkan efek samping yang berat terutama pada pasien

muda. Efek samping simptomatik yang biasa ditimbulkan obat ini adalah

parkinsonisme, akatisia, distonia, dan diskinesia. Obat-obatan yang termasuk

antiemesis adalah proklorperazin, metoklopramid (10-15 mg per oral 4 kali

sehari sebelum makan), trimetobenzamid (250 mg per oral 3-4 kali sehari; 200

mg IM/ per rectal 3-4 kali sehari), dan droperidol (2,5-10 mg IM/ IV).

5. Terapi untuk BPPV

Beberapa manuver seperti manuver Epley, manuver Semont, manuver Brandt-Daroff

dan manuver Lempert dapat digunakan sebagai terapi untuk BPPV. Manuver ini juga

dirasakan lebih efektif daripada medikamentosa. Cara melakukan manuver Epley adalah

pasien diminta duduk dan dimiringkan kepalanya sebesar 45° ke salah satu telinga lalu

pasien dibaringkan ke belakang dengan cepat sehingga kepalanya menggantung 45°

dibawah garis horizontal selama 20 detik. Pasien kemudian dimiringkan kepalanya 90°

ke arah telinga yang berlawanan selama 20 detik dan pasien diminta melengkungkan

badan ke arah dia menghadap tadi selama 20 detik. Setelah itu pasien kembali ke posisi

duduk dan harus tegak minimal 45° dalam 24 jam ke depan.

27

Page 28: Laporan kasus neurologi

Cara

melakukan manuver Brandt-Daroff adalah pasien diminta duduk tegak lalu berbaring

miring dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan posisi tersebut selama

30 detik. Pasien kemudian kemballi duduk tegak selama 30 detik dan diminta berbaring

miring ke sisi yang berlawanan dengan sisi ketika pasien berbaring miring sebelumnya

dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan posisi tersebut selama 30

detik. Setelah itu pasien kembali duduk tegak selama 30 detik. Manuver Brandt-Daroff

dilakukan di rumah tiga kali sehari selama dua minggu. Setiap latihan dilakukan 5 kali

28

Page 29: Laporan kasus neurologi

manuver. Tiap manuver membutuhkan waktu 2 menit. Efektifitas manuver ini mencapai

95% meskipun manuver ini lebih sulit dibandingkan manuver Epley.

Cara melakukan manuver Semont kurang lebih sama seperti manuver Brandt-Daroff,

hanya saja pasien dari sisi menyamping ke sisi lainnya tidak perlu kembali ke posisi

duduk terlebih dahulu.

Menurut penelitian, manuver Epley lebih efektif dibandingkan dengan manuver Semont

dan manuver Brandt-Daroff. Ketiga manuver ini lebih efektif untuk tatalaksana BPPV

kanalis posterior. Sedangkan untuk BPPV kanalis horizontal, manuver yang paling efektif

adalah manuver Lempert. Cara melakukannya dengan memiringkan kepala pasien 90° ke

kanan (jika yang terkena telinga kanan), kemudian diputar 90° ke kiri 4 kali, dimana

setiap perputaran, posisi ditahan selama 10-30 detik. Kemudian bagian punggung pasien

29

Page 30: Laporan kasus neurologi

diputar sehingga dalam keadaan berbaring dengan kepala ditahan oleh pemeriksa dan

dengan cepat pasien diminta untuk duduk.

Ada

terapi

pembedahan untuk pasien dengan BPPV, namun terapi ini hanya dilakukan pada sedikit

pasien. Pasien-pasien ini gagal untuk dilakukan manuver reposisi dan tidak terdapat

patologi intrakranial pada pemeriksaan imaging. Pilihan operasi utama yang dilakukan

adalah oklusi kanalis semisirkularis posterior. Dilakukan mastoidektomi standar dan

terlihat kanalis semisirkularis posterior. Membran kanal disumbat dengan otot, fascia,

atau tulang kepala, atau diruntuhkan dengan laser. Penyumbatan mencegah gerakan

debris dan endolimfe untuk mendefleksikan kupula. Mungkin terdapat kehilangan

pendengaran sementara yang biasanya sembuh. Tingkat keberhasilan pada oklusi

kanalis semisirkularis posterior ini tinggi. Selain itu juga ada teknik bedah yang lebih

menantang dengan resiko lebih tinggi untuk pendengaran melibatkan ablasi suplai saraf

kanalis semisirkularis posterior melalui neurektomi tunggal.

30

Page 31: Laporan kasus neurologi

2.8 Prognosis

BPPV memiliki onset akut dan remisi lebih dari beberapa bulan. Namun hampir

30% pasien memiliki gejala lebih dari satu tahun. Kebanyakan pasien membaik dengan

manuver reposisi. Pasien akan mengalami rekuren dan remisi yang tidak dapat

diprediksi, dan angka terjadinya rekurensi dapat 10-15% per tahun. Pasien-pasien ini

dapat dibantu dengan manuver reposisi yang berulang. Pasien dapat beradaptasi

dengan tidak melakukan posisi tertentu untuk mencegah vertigo.

31

Page 32: Laporan kasus neurologi

BAB III

KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah vertigo yang timbul bila

kepala mengambil posisi atau sikap tertentu. Serangan vertigo dapat dicetuskan oleh

perubahan sikap, misalnya bila penderita berguling di tempat tidur, menolehkan kepala,

melihat ke bawah, atau menengadah, BPPV merupakan vertigo yang berasal dari

kelainan perifer terbanyak, paling sering dijumpai di masyarakat, yaitu sekitar 30%

dimana wanita lebih sering terserang dibandingkan pria.

Tatalaksana yang paling tepat pada BPPV adalah mengatasi penyebab

utamanya. Jika etiologi tidak dapat diketahui, maka diindikasikan terapi simptomatik.

Selain itu, terapi ini juga dapat diindikasikan pada serangan vertigo akut. Beberapa

manuver seperti manuver Epley, manuver Semont, manuver Brandt-Daroff dan manuver

Lempert dapat digunakan sebagai terapi untuk BPPV. Manuver ini juga dirasakan lebih

efektif daripada medikamentosa.

32

Page 33: Laporan kasus neurologi

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, Mahar. Stroke in Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian

Rakyat. 2010 : 273-293.

2. Derwanto, George. Stroke/Gangguan Peredaran Darah Otak in Suwono WJ,

Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.

Jakarta. EGC. 2009 : 24-36.

33

Page 34: Laporan kasus neurologi

3. Stroke Iskemik available from www.repository.usu.ac.id

4. Ginsberg, Lionel. Stroke in Safitri A, Astikawati R. Lecture Note Neurologi Edisi

ke-8. Jakarta. Erlangga. 2008 : 89-99.

5. Sjahrir H. Stroke Iskemik. Medan. Penerbit Yandira Agung Medan. 2003. 1-7

6. Mansjoer, Arif. Strok in Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta

Kedokteran Edisi Ketiga Jilid ke-2. Jakarta. Media Aesculapius. 2000 : 17-26.

7. Aliah A, Kuswara FF, Limoa, et all. Gambaran Umum tentang Gangguan

Peredaran Darah Otak (GPDO) in Harsono DSS. Kapita Selekta Neurologi.

Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 2007 : 81-102.

34