KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN AGAMA PENGANUT...
Transcript of KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN AGAMA PENGANUT...
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN AGAMA
PENGANUT KEPERCAYAAN SUNDA WIWITAN, STUDI ETNOGRAFI
DI DESA CIGUGUR KUNINGAN-JAWA BARAT
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
HALIM PRATAMA
NIM: 1111051000154
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ABSTRAK
Halim Pratama (1111051000154)
Komunikasi Antar Budaya dan Agama, Penganut Kepercayaan Sunda Wiwitan
(Studi Etnografi di Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat)
Masyarakat di Desa Cigugur memiliki budaya yang unik dan sangat jarang di
jumpai dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Keberagaman kepercayaan yang
dianut oleh setiap masyarakatnya terbingkai dalam nuansa kerukunan dan
keharmonisan antar umat beragama. Dalam satu keluarga inti misalnya, sering kali
ditemukan perbedaan kepercayaan yang dianut oleh masing-masing individunya. Sunda
wiwitan sebagai kepercayaan lokal mampu memberikan efek positif bagi seluruh
kepercayaan yang ada di Desa Cigugur. Melalui komunikasi yang baik menjadikan
masyarakatnya saling memahami dan mengerti untuk dapat hidup rukun dan harmonis.
Untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang terbangun untuk menciptakan
kerukunan dan keharmonisan masyarakat Desa Cigugur, maka penulis memaparkan
dengan pertanyaan bagaimana komunikasi komunikasi antar budaya dan agama yang
dilakukan antara penganut kepercayaan Sunda Wiwitan dalam menjaga toleransi agama
di Desa Cigugur? Mengapa hakikat agama masuk dalam budaya penganut kepercayaan
Sunda Wiwitan?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi antar budaya
dan agama Edward T. Hall dalam buku Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya yang di
susun oleh Dr. Aloliliweri, M.S. yang menjelaskan ada lima pembahasan atau fakor
yang mempengaruhi terjalinnya komunikasi antar budaya dengan pembahasan awal
Hakikat Agama, Agama sebagai Kelompok Etnik, Hubugan Antar Agama, Masalah dan
Pemecahan Hubungan Antar Agama, dan Masa Depan Hubungan antar Agama.
Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif Studi Etnografi, dengan
pendekatan deskriptif analisis yaitu menggambarkan sesuatu sesuai fenomena yang ada,
dengan menggunakan pengamatan langsung atau observasi non partisipan yang
dilanjutkan dengan wawancara mendalam kepada narasumber.
Maka hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjalinnya komunikasi
antar budaya dan agama yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh
setiap pemeluk kepercayaan sunda wiwitan dan pemeluk agama islam melalui usaha-
usaha yang dilakukan keduanya dengan sadar dalam memahami hakikat agama,
kecenderungan kelompok beragama sebagai kelompok etnik namun tetap inklusif, serta
hubungan antar agama yang sama-sama memahami makna perbedaan bagi setiap ajaran
yang dianut. Faktor-faktor inilah yang membangun kerukunan dan keharmonisan
masyarakat di Desa Cigugur.
Keyword : Komunikasi antar budaya dan agama, penghayat Sunda Wiwitan, toleransi
antar Agama.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alaamiin. Segala puji serta syukur penulis panjatkan
kepada kehadirat Allah SWT tuhan semesta alam. Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, sebab hanya dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “komunikasi Antar Budaya dan Agama, Penganut Kepercayaan Sunda
Wiwitan dan Penganut Agama Islam, (Studi Kasus di Desa Cigugur, Kuningan, Jawa
Barat)”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada seluruh para
pengikutnya. Amin…
Dalam menyelesaikan skripsi ini tentu saja tidak lepas dari berbagai pihak yang
telah memberikan dukungan dan bimbingannya, juga bantuan dan masukan yang
diberikan kepada penulis. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis dengan tulus
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta pembantu Dekan dan jajarannya.
2. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam FIDKOM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fita Fathurokhmah, MA selaku sekretaris
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam atas motivasi dan perhatiannya untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Fita Fathurokhmah, M.Si selaku dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktu
di tengah-tengah kesibukannya guna memberikan arahan, masukan, dan
membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang pernah mengajar
penulis, terima kasih atas ilmu yang diberikan. Semoga berkah dan selalu
bermanfaat.
5. Kedua orang tua penulis yaitu Almarhum Ayahanda Abdul Khairin, Ibunda Ida
Farida yang telah bekerja keras dalam memperjuangkan sekolah anak-anaknya, juga
nasihat dan motivasi yang selalu diberikan, cinta dan kasih sayangnya serta tak
bosan-bosannya memberikan bantuan moril, materil, dengan segala doa dan ridho
yang mengiringi setiap langkah kehidupan penulis.
6. Firman Pratama kaka kandung penulis yang selalu menegur agar skripsi ini segera di
selesaikan serta yang telah memberikan banyak pengalaman hidup dan motivasinya .
7. Pangeran Gumirat Barna Alam (Rama Anom), Ibunda Ratu Emalia, Ust. Aang
Taufik, M.SI, Bapak Anda, dan kang abdurrahman yang telah banyak membantu
penulis dalam memberikan data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.
8. Sahabat terbaik, sahabat seperjuangan dari awal penulis memasuki kampus, yang
sudah seperti keluarga bagi saya yaitu Dedi Eka Setiawan, Brian Muhammad
athailah, Deni Hidayat, M. Ibnoe Nugraha, Siti Fadilah, S.Kom.I, Shela oktaviani,
S.Kom.I, Rand Rasyid, S.Kom.I, Nadia Intan, S.Kom.I, Rizka Maftuha. Atas segala
waktu yang telah kita lewati bersama-sama, segala tawa juga candanya dan
mendampingi penulis di kala sedih dan susah selalu bersama. Semoga silaturahmi
persahabatan kita akan selalu terjalin dengan baik sampai tua kelak.
9. Zakiyatun Nufus yang telah banyak memberikan dorongan, doa, motivasi dan
semangatnya hingga terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih attas setiap waktu
yang telah diluangkan untuk menemani penulis selama ini.
10. Keluarga besar HMI KOMFAKDA, HMI Cabang Ciputat, HMJ KPI tempat penulis
berproses dan berjuang bersama, yang telah memberikan banyak pelajaran dan
pengalaman yang luar biasa.
11. Kawan-kawan seperjuangan pengurus HMI KOMFAKDA periode 2014-2015 yang
telah banyak memberikan penulis pembelajaran untuk senantiasa sabar, bijaksana
dan semangat dalam menjalankan amanah skripsi ini dan amanah organisasi serta
suntikan motivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya agar
dapat dijadikan contoh untuk penerus setelahnya.
Dengan demikian skripsi ini saya buat sebaik-baiknya, semoga dapat membawa
manfaat bagi kita semua yang membacanya, terutama dalam memajukan bidang
Komunikasi Penyiaran Islam. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan untuk kita
semua. Amin Amin Ya Rabbal Alamin…!
Jakarta, 24 Mei 2016
Halim Pratama
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN BIMBINGAN .................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH..................... iii
ABSTRAK................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI......................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 5
D. Metodologi Penelitian .......................................................................... 6
E. Kerangka Konsep ............................................................................. 11
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 11
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 13
BAB II KERANGKA TEORI ............................................................................. 15
A. Teori Komunikasi Antar Budaya dan Agama, Edward T. Hall ................. 15
1. Hakikat Agama .................................................................................... 16
2. Agama Sebagai Kelompok Etnik ......................................................... 18
3. Hubungan Antar Agama ...................................................................... 21
4. Masalah dan Pemecahan Hubungan Antar Agama.............................. 22
5. Masa Depan Agama dan Hubungan Antar Agama .............................. 24
B. Ruang Lingkup Komunikasi AntarBudaya................................................ 26
C. Kepercayaan Sunda Wiwitan ..................................................................... 29
D. Konteks Kerukunan Antar Umat Beragama .............................................. 30
BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA CIGUGUR KUNINGAN,
JAWA BARAT ............................................................................................... 33
A. Sejarah Sunda Wiwitan .............................................................................. 33
B. Ajaran dan Ritual ....................................................................................... 34
C. Gedung Peribadatan ................................................................................... 35
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS .................................................................. 40
A. Komunikasi Antar Budaya dan Agama, Kepercayaan Sunda Wiwitan di Desa
Cigugur ................................................................................................. 40
B. Hakikat Agama Bagi Kepercayaan Sunda Wiwitan............................. 65
BAB V KESIMPULAN ....................................................................................... 70
A. Kesimpulan ................................................................................................ 70
B. Saran .......................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi memiliki fungsi tidak hanya sebagai pertukaran irformasi dan
pesan tapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data,
fakta dan ide. Agar komunikasi berlangsung efektif dan informasi yang
disampaikan oleh seorang komunikator dapat di terima dan di pahami dengan baik
oleh komunikan, maka seorang komunikator perlu menetapkan pola komunikasi
yang baik pula.1
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak peduli dimana kita berada, kita selalu
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang tertentu yang berada dari
kelompok, ras, etnik, atau budaya lain. Berinterakasi atau berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda kebudayaan merupakan pengalaman baru yang selalu
kita hadapi. Berkomunikasi merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat popular
dan pasti dijalankan dalam pergaulan manusia. Aksioma komunikasi mengatakan:
“manusia selalu berkomunikasi, manusia tidak dapat menghindari komunikasi.”2
Biasanya masalah yang muncul pada kehidupan umat beragama dan
budaya dapat di sebutkan, Berikut beberapa contoh kasus yang disebabkan oleh
komunikasi yang tidak efektif adalah adanya kasus perceraian, permusuhan,
bunuh diri, keretakan antara hubungan orang tua dan anak, bahkan antar suku dan
1 Asnawir dan basyirudin Utsman, Media Pembelajaran (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 38.
2 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar Press, 2000),
h. 59.
1
2
umat beragama yang beberapa tahun belakangan ini makin banyak bermunculan.
Hal ini disebabkan karena muncul nya isu-isu SARA (Suku, Ras, Agama dan
Antar Golongan) dan perubahan hubungan social dan keagamaan yang terjadi di
lapangan.
Berbagai peristiwa yang sempat bergejolak disebagian wilayah Indonesia
beberapa tahun terakhir ini di indikasikan bahwa telah terjadi pergeseran hubunga
antar agama dan antar etnis di negeri ini. Konflik agama terutama merupakan
ungkapan sengit atas kesalahan-kesalahan yang menggunakan agama sebagai
basis identitas kelompok. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Indonesia adalah
tanggapan terhadap ketimpangan sosial ekonomi, penggusuran ekonomi oleh
pendatang, legistimasi politik yang menurun, dan pandangan mengenai ancaman
identitas kelompok. Dalam sejumlah kasus, kerusuhan tersebut melibatkan
keluhan yang lebih langsung atas hak-hak praktik beragama. Penggunaan identias
agama menuntun penjelasan melampaui berbagai sebab kekerasan yang bersifat
langsung.3
Hal tersebut adalah sebuah fakta sosial yang harus kita terima tentang
kemajemukan yang ada pada kehidupan manusia khusus nya di Indonesia, bahwa
manusia dapat dibedakan bedasarkan suku, agama dan ras. Bahkan terhadap
individu pun dapat pula dibedakan dalam hal pemikiran atau dalam persepsi
tertentu.
3 Jacques Bertrand, Nasionalisme dan Konflik Etnis di Indonesia , (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2012), h. 179-180
3
Komunikasi antar budaya pada dasarnya adalah komunikasi biasa, hanya
yang membedakan adalah latar belakang budaya yang berbeda dari orang-orang
yang melakukan proses komunikasi tersebut. Aspek-aspek budaya dalam
komunikasi seperti bahasa, isyarat, non verbal, sikap, kepercayaan, watak, nilai
dan orientasi pikiran lebih banyak ditemukan sebagai perbedaan besar yang sering
kali menyebabkan distorsi dalam komunikasi. Namun, dalam masyarakat yang
bagaimanapun berbeda kebudayaannya, tetaplah akan mendapat kepentingan-
kepentingan bersama untuk melakukan komunikasi.4
Dengan terdapatnya berbagai macam perbedaan yang terjadi baik secara
budaya ataupun kepercayaan yang seringkali menimbulkan perbedaan dalam
komunikasi, hal ini di buktikan secara terbalik dalam masyarakat beragama di
desa Cigugur Kuningan Jawa Barat.
Cigugur adalah sebuah Desa di lereng Gunung Ciremai yang sekarang
sudah menjadi sebuah kelurahan bahkan kecamatan. Secara administratif, Cigugur
terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 Km ke arah
selatan Kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari Kota Bandung5.
Masyarakat di Desa Cigugur hidup dalam sebuah perbedaan. Perbedaan
mendasar pada masyarakat Cigugur adalah perbedaan agama pada masing-masing
individunya. Dimana perbedaan tersebut tidak hanya terdapat pada masing-
masing warganya melainkan perbedaan tersebut juga ada dalam satu keluarga.
Misalnya, Ayah dan ibu nya menganut agama Islam, dan anak-anaknya ada yang
4 Alex. H. Rumondor dkk, Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka, 2001), h. 117 5
Mustafid Sawunggalih, Menyusur Agama Djawa Sunda Dari Cigugur, 2012, (www.Nusantaraislam.Blogspot.com), di akses minggu, 11 oktober 2013.
4
menganut agma Katolik, Hindu, Budha, atau agama lokal yang disebut
kepercayaan Sunda Wiwitan. Suatu hal yang perlu diketahui adalah bahwa
perbedaan yang ada pada masyarakat Cigugur tersebut tidaklah menjadikan
mereka hidup dalam ketidak harmonisan hingga menimbulkan konflik. Kehidupan
mereka sangat harmonis, bisa hidup secara berdampingan, dan sangat
menjungjung tinggi toleransi dalam beragama. Yang mana pada setiap
masyarakatnya bukan hanya mengakui keberbedaan hak agama lain, tetapi juga
terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan dari setiap masing-
masing penganut agama yang ada. Faktanya, bahwa setiap masyarakat yang
berbeda agama tersebut dapat berinteraksi secara baik dalam lingkungan
kemajemukan tersebut.
Dengan latar belakang tersebut, penulis bermaksud mengadakan penelitian
mengenai “ Komunikasi Antar Budaya dan Agama, Penganut Kepercayaan Sunda
Wiwitan, Studi Etnografi di Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam melakukan penelitian diperlukan kejelasan mengenai permasalahan
yang akan dibahas. Untuk mempermudah pemahaman dalam penelitian ini,
sekaligus agar terfokus dalam ruang lingkup penelitian, maka penelitian ini
dibatasi hanya pada komunikasi antarbudaya dan agama, penganut kepercayaan
Sunda Wiwitan di desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Serta hanya pada level
kelompok kepercayaan Sunda Wiwitan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
5
1. Bagaiman komunikasi antar budaya dan agama yang dilakukan penganut
kepercayaan Sunda Wiwitan di desa cigugur?
2. Mengapa hakikat agama masuk dalam budaya penganut kepercayaan Sunda
Wiwitan?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui komunikasi antarbudaya penganut kepercayaan Sunda
Wiwitan dengan penganut agama Islam di desa Cigugur.
b. Untuk mengetahui mengapa hakikat agama masuk dalam kebudayaan
penganut kepercayaan Sunda Wiwitan.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya kajian
mengenai komunikasi antar budaya dan agama dan permasalahannya di
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
b. Manfaat Praktis
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang permasalahan
komunikasi antara penganut kepercayaan sunda wiwiwtan dan penganut
agama Islam di desa Cigugur dan dapat dijadikan bahan perbandingan dan
referensi bagi pihak-pihak yang ingin mengkaji dan mendalami lebih jauh
tentang komunikasi antar budaya dan agama yang terjadi di desa Cigugur,
Kuningan, Jawa Barat.
6
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kopleksitas dunia
nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan
praktisinya. Paradigma menunjukan pada mereka yang penting, abash, dan
masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukan kepada praktisinya
apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial
atau epitimologis yang panjang.6
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigm
konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham
yang meletakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitias
atau ilmu pengetahuan. Peneliti berusaha mengandalkan sebanyak mungkin
pandangan partisipan tentang situasi yang tengah diteliti. Dalam konteks
kontruktivisme, peneliti memiliki tujuan utama, yakni berusaha mamaknai
(menafsirkan) makna-makna yang dimiliki orang lain tentang dunia ini.7
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan
kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan sejumlah
data, baik yang tertulis maupun lisan dari orang-orang serta tingkah laku yang
diamati. Dalam hal ini individu atau organisasi harus dipandang sebagai bagian
6
Deddy Mulyana, Metode PenelitianKualitatif.(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2003), h.9. 7 Jhon W. Greswell, Reserch Design Pendekatan Kualitatif, Kuatitatif dan Mixed. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2010),h. 11-12
7
dari suatu keseluruhan. Artinya tidak boleh diisolasikan ke dalam variabel atau
hipotesis.8
Eriyanto mengutip pendapat Cresswell, ada beberapa asumsi dalam
pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan
proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan
interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam
mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun
langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat,
peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses
penelitian, interpretasi data dan pencapaian pemahaman melalui kata atau
gambar.9
Menurut Pawito, penelitian komunikasi kualitatif, biasanya tidak
dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan (explanations),
mengontrol gejala-gejala komunikasi atau mengemukakan prediksi-prediksi,
tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran atau pemahaman
(understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas
komunikasi terjadi.10
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian kualitatif studi
etnografi komunikasi. Dalam definisi yang dikemukakan oleh Dell Hymes
pada tahun 1962 seperti yang dikutip dalam buku Engkus Kusworo
8Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011) h. 22 9Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2011), h. 3
10Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: LkiS, 2007), h. 35
8
bahwasanya pengkajian peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu
masyarakat yaitu cara-cara bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat
yang berbeda-beda kebudayaanya.11
4. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah penganut kepercayaan Sunda Wiwitan
di desa Cigugur.
b. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah ritual adat dalam konteks komunikasi
antar budaya dan agama penganut kepercayaan Sunda Wiwitan di desa
Cigugur.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai bulan Maret 2016.
b. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang dilakukan peneliti adalah Desa Cigugur, Kota
Kuningan, Provinsi Jawa Barat.
6. Teknik Pengumpulan Data
Langkah awal yang terpenting dalam kegiatan penelitian adalah
pengumpulan data, dalam rangka pengumpulan data ini, peneliti menggunakan
tiga cara pengumpulan data, yaitu :
a. Wawancara Mendalam
11 Engkus Kuswarno, Etnografi Komunikasi, h. 11.
9
Untuk memperoleh data yang diinginkan peneliti menggunakan teknik
wawancara, karena dengan wawancara secara langsung peneliti dapat
memperoleh data secara langsung dari nara sumber terkait, sehingga
memudahkan dalam memproses data, wawancara akan di lakukan dengan
menemui tokoh penganut kepercayaan Sunda Wiwitan dan tokoh pemuka
penganut agama Islam di Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Dengan
tetap menggunakan pedoman wawancara agar pertanyaan terarah.
Tokoh yang diwawancarai dalam penelitian ini antara lain:
1) Pangeran Gumirat Barna Alam (Rama Anom) tokoh Sunda Wiwitan
2) Ratu Emalia (Istri Pangeran Djatikusuma)
3) Bapak Ust. Aang Taufik. M.SI
4) Bapak Anda (Aparatur Desa Cigugur)
b. Observasi Non Partisipan
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang
keadaan atau fenomena yang berada disekeliling, “Observasi adalah
pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-
fenomena yang diselidiki.”12
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengamati dan
mencatat setiap kegiatan atau aktivitas komunikasi antara budaya dan
agama penganut kepercayaan Sunda Wiwitan dan penganut agama Islam,
fenomena kerukunan antar agama dan keharmonisan kehidupan
12 Dedy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya,2002), h.181.
10
bermasyarakat di Desa Cigugur ini menjadi unik dalam penelitian
komunikasi antar budaya dan agama.
Dengan menggunakan metode observasi, diharapkan dapat di peroleh
gambaran objektif keadaan yang diteliti. Dalam melakukan observasi.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
mendukung analisis dan interpretasi data. Dokumen-dokumen yang
dimaksud bisa berupa catatan profil Desa Cigugur, Acara adat istiadat,
foto-foto dan lain sebagainya yang berkaitan dengan komunikasi antar
budaya dan agama di Desa Cigugur.
7. Teknik Analisis Data
Setelah penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian
ini, maka penulis akan mengolah dan menganalisis data dengan menggunakan
metode deskriftif analisis, yaitu data yang sudah terkumpul, penulis
menjabarkannya dengan memberikan analisa-analisa untuk kemudian penulis
ambil kesimpulan akhirnya secara deskripsi, tema kajian studi kasus dan
penyataan dari berbagai sumber yang nantinya dapat digunakan sebagai analsis
data yang peneliti lakukan pada tahapan analisis.13
agar penulis mengetahui
bagaimana pola atau bentuk komunikasi yang terjadi antara penganut
kepercayaan Sunda Wiwitan dengan penganut agama Islam di Desa Cigugur,
Kuningan, Jawa Barat. Kemudian menemukan mengapa agama masuk dalam
kebudayaan pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan.
13 Jhon W. Cresswell, Qualitative Inquiry and Reserch Design, (California: Sage Publication,
2007), cet. II, h. 65.
11
E. Kerangka Konsep
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini penulis meneliti dengan objek pada pola
komunikasi antara penganut kepercayaan Sunda Wiwitan dengan penganut agama
Islam di Desa Cigugur, kuningan, Jawa Barat dan penulis telah melakukan
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN AGAMA
(Dr. Aloliliweri, M.Si), 2011.
Teori Komunikasi Antar Budaya dan Agama
1. Hakekat Agama
2. Agamma Sebagai Kelompok Etnik
3. Hubungan Antar Agama
4. Masalah dan Pemecahan Hubungan Antar Agama
5. Masa Depan Agama dan Hubungan Antar Agama
( Edward T. Hall )
Aliran Kepercayaan Sunda
Wiwitan Agama Sebagai Kelompok
Etnik
(Dr. Aloliliweri, M.Si), 2011.
12
tinjauan pustaka, penulis menemukan skripsi yang pembahasannya sama dengan
yang peneliti kaji, diantaranya skripsi :
1. Komunikasi Antar Budaya (Studi Kasus pada Pola Komunikasi Etnis Arab
dengan Masyarakat Pribumi di Kelurahan Empang Bogor)14
. Pada skripsi
diatas peneliti lebih memfokuskan kepada pembuktian pola komunikasi yang
di pengaruhi oleh budaya, terlebih mengarah kepada bahasa, komunikasi antar
pribadi, antar kelompok, prasangka dan stereotip etnis arab dengan masyarakat
pribumi di Kelurahan Empang, Bogor. Beda dengan penelitian yang penulis
teliti yang lebih memfokuskan kepada pola komunikasi dan faktor-faktor yang
menghambat dan mendukung terciptanya komunikasi antara penganut
kepercayaan Sunda Wiwitan dan para penganut agama Islam di Desa Cgugur,
Kuningan, Jawa Barat.
Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa Studi Komunikasi Antar Budaya
pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi,
Kelurahan Srengseng Sawah15
. Penelitian ini lebih memfokuskan kepada
akulturasi kebudayaan betawi dengan tionghoa melalui seni budaya gambang
kromong, berbeda dengan penelitian dalam skripsi ini yang memfokuskan
kepada pola komunikasi antar pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan dengan
penganut agama Islam serta faktor-faktor kendala dan pendukung terjadinya
14 M. Yusuf Supandi, Komunikasi Antar Budaya (Studi Kasus pada Pola Komunikasi Etnis Arab
dengan Masyarakat Pribumi di Kelurahan Empang Bogor, jurusan Komunikasi Penyiaran Islam,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.2012. 15
Abdul Rozik Ali, Akulturasi Budaya Betawi dengan tionghoa studi komunikasi antar budaya
pada kesenian gambang kromong di perkampungan budaya betawi, kelurahan srengseng sawah,
jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.2008.
13
komunikasi yang efektif sehingga toleransi antar umat beragama tercipta di
Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.
Dari beberapa tinjauan pustaka yang dijelaskan diatas akan menjadi data
refrensi bagi penelitian yang saya teliti. Khususnya pada pola komunikasi antar
budaya dan agama agar menjadi pengembangan yang positif untuk kajian
komunikasi antar budaya dan agama ini.
G. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini, yaitu dengan membagi menjadi
beberapa bab dimana masing-masing dibagi kedalam sub-sub dengan rincian
sebagai berikut:
BAB I (PENDAHULUAN)
Bab ini membahas: latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan
masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian, Tinjauan pustaka
dan Sistematika Penulisan.
BAB II (KERANGKA TEORI)
Bab ini terdiri dari teori komunikasi antarbudaya dan agama Edward T.
Hall, Ruang lingkup komunikasi antar budaya dan agama, Fungsi-fungsi agama,
pengertian kepercayaan Sunda Wiwitan, pengertian toleransi antar umat
beragama.
BAB III ( GAMBARAN UMUM)
Bab ini membahas tentang gambaran umum objek penelitian yang terdiri
dari keadaan geografis Desa Cigugur, kuningan, Jawa Barat, serta gambaran
14
umum penganut kepercayaan Sunda Wiwitan dan penganut agama Islam
setempat.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS: KOMUNIKASI
ANTARBUDAYA DAN AGAMA, PENGANUT KEPERCAYAAN SUNDA
WIWITAN DAN PENGANUT AGAMA ISLAM DI DESA CIGUGUR.
Bab ini membahas mengenai hasil temuan penelitian yang kemudian
dianalisis dari komunikasi antara penganut kepercayaan Sunda Wiwitan dan
penganut agama Islam di Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.
BAB V (PENUTUP)
Bab terakhir ini membahas hasil dari penelitian yang mana penulis
berharap dapat mendeskripsikan hasil dari penelitian dan menguraikan data secara
baik. Adapun beberapa uraian penting yang penulis berikan dari hasil penelitian
ini akan dirangkum dalam bahasan kesimpulan. Selanjutnya untuk
menyempurnakan penelitian ini penulis memberikan saran-saran agar menjadi
bahan pertimbangan dalam penulisan yang telah diangkat sebagai pokok
permasalahan.
15
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Komunikasi Antar Budaya dan Agama, dari Edward T. Hall
Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua
sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari prilaku komunikasi dan pada
gilirannya komunikasi pun turut menentukan memelihara, mengembangkan
atau mewariskan budaya seperti yang dikatakan Edward T. Hall bahwa
komunikasi adalah Budaya dan Budaya adalah komunikasi. Pada satu sisi,
komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-
norma budaya masyarakat, baik secara horizontal dari suatu masyarakat kepada
masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi
berikutnya. Pada sisi lain, budaya merupakan norma-norma atau nilai-nilai yang
dianggap sesuai untuk kelompok tertentu.16
Tidak banyak orang menyadari bahwa bentuk-bentuk interaksi antarbudaya
sesungguhnya secara langsung atau tidak melibatkan sebuah komunikasi.
Pentingnya komunikasi antarbudaya mengharuskan semua orang untuk
mengenal panorama dasar-dasar komunikasi antarbudaya itu.
Dalam kenyataan sosial, manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi
sosial kalau dia tidak berkomunikasi. Dapat dikatakan pula bahwa interaksi antar-
budaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Maka dari
itu kita perlu tahu apa-apa yang menjadi unsur-unsur dalam terbentuknya
proses komunikasi antarbudaya, yang antara lain adalah adanya komunikator
16 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2011), cet. II, h. 252
16
yang berperan sebagai pemrakarsa komunikasi; komunikan sebagai pihak yang
menerima pesan; pesan/simbol sebagai ungkapan pikiran, ide atau gagasan,
perasaan yang dikirim komunikator kepada komunikan dalam bentuk simbol.
Komunikasi itu muncul, karena adanya kontak, interaksi dan hubungan
antar warga masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Sehingga “kebudayaan
adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan, begitulah kata
Edward T. Hall. Jadi sebenarnya tak ada komunitas tanpa kebudayaan, tidak
ada masyarakat tanpa pembagian kerja, tanpa proses pengalihan atau transmisi
minimum dari informasi. Dengan kata lain, tidak ada komunitas, tidak ada
masyarakat, dan tidak ada kebudayaan tanpa komunikasi. Di sinilah pentingnya
kita mengetahui komunikasi antarbudaya itu.
Dari teori diatas ada beberapa pembahasan yang kiranya dapat memperkuat
kajian hubungan komunikasi antarbudaya dan agama, diantaranya :
1. Hakikat Agama
Tidak ada sebuah definisi baku yang dapat menjelaskan apa pengertian
agama, bahkan setiap tokoh yang dianggap memahami agama pun memiliki
perbedaan dalam menjelaskan pengertiannya, tentu itu hal yang wajar-wajar
saja, karena manusia memiliki pola pikir yang berbeda-beda, layak nya orang
buta yang mecoba menggambarkan gajah, ada yang berkata gajah itu
bentuknya panjang, gajah itu bentuk nya lebar dan tipis, dan lain sebagainya.
Tetapi ketika disatukan dari berbagai sisi pengertiannya pasti dapat ditarik
sebuah generalisasi mengenai definisi sebuah agama.
17
Ada beberapa Antropologi yang mendefinisikan pengertian agama, dan
tentu dari beberapa pendapat dapat berbeda, Radcliffe-Brown mendefinisikan
agama sebagai ekspresi dalam satu atau lain bentuk tentang kesadaran terhadap
ketergantungan kepada suatu kekuatan diluar diri kita yang dapat dinamakan
dengan kekuatan spiritual atau moral.17
Adapun agama dalam arti klasik merupakan seperangkat aturan yang
menata hubungan manusia dengan dunia ghaib, khusus dengan tuhan,
hubungan manusia dengan manusia lain, dan hubunbgan manusia dengan
lingkungan. Definisi tersebut kemudian dikritik, karena agama hanya dilihat
sebagai teks dan doktrin, sehingga keterlibatan manusia sebagai pendukung
atau penganut agama belum Nampak tercakup di dalamnya.18
Pengertian lain atas agama adalah sistem keyakinan yang dianut dan
tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat yang
menginterpretasi dan member respon terhadap apa yang disarankan dan
diyakini sebagai yang gaib dan suci.
Bedasarkan pengertian itu, agama sebagai suatu keyakinan yang dianut
oleh suatu kelompok atau masyarakat menjadi norma dan nilai yang diyakini,
dipercayai, diimani sebagai suatu refrensi karena norma dan nilai itu memiliki
fungsi-fungsi tertentu. Fungsi-fungsi tersebut yang dirumuskan dalam tugas
dan fungsi agama.
17 Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia : Pengantar Antropologi Agama,
(Jakarta: PT.Grafindo Persada, 2006), hal. 127 18
Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2011), cet. II, h. 254
18
Berhubung para penganut agama itu berada dalam suatu masyarakat maka
para sosialog memandang lembaga agama dan lambang agama sebagai
kelompok social. Sebagai kelompok, agama dan lembaga keagamaan berfungsi
sebagai lembaga pendidikan, penawasan, memupuk persaudaraan, prifetis atau
kenabian, dan lain-lain. Namn pada umum nya kita dapat merumuskan dua
fungsi utama agama, yakni sebagai yang manifest dan latent.19
2. Agama Sebagai Kelompok Etnik
Setiap masyarakat, apalagi yang makin majemuk selalu terbentuk
kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok itu terbentuk karena para
anggotanya mempunyai cita-cita yang didasarkan pada nilai atau norma yang
sama-sama mereka terima dan patuhi. Apabila kelompok itu sangat kokoh
mempertahankan norma dan nilai hingga menutup kemungkinan orang atau
pihak lain memasuki kelompok itu maka dapat timbul perasaan “in group
feeling” yang cendrung eksklusif terhadap kelompok yang lain atau “out group
feeling” kelompok seperti ini disebut kelompok etnik.20
Akan halnya agama pun demikian. Manusia yang berkelompok
berdasarkan keyakinan, kepercayaan, iman terhadap sesuatu yang bersifat
sakral disebut kelompok Agama. Karena itu, Agama dapat dipandang sebagai
suatu kelompok etnik. Secara histories dapat disaksikan bahwa Agama sebagai
kelompok etnik itu mewakili suatu populasi tertentu yang kita kenal
keberadaannya dalam suatu masyarakat.21
19 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2011), cet. II, h. 254 20
Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 255 21
Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 255
19
Keberadaan kelompok Agama dapat dilihat berupa simbol dan tanda,
materi, pesan-pesan verbal dan nonverbal, petunjuk berupa meteri dan
immaterial, bahkan sikap dan cara berpikir yang sifatnya abstrak. Para pengikut
suatu Agama kerapkali (bahkan dalam seluruh kehidupannya) menjadikan
petunjuk-petunjuk tersebut sebagai bahan, pesan, serta pola yang mengatur
interaksi, relasi dan komunikasi, baik dalam ritual keagamaan hingga ke
komunikasi intra kelompok maupun antar kelompok Agama dan keagamaan.22
Berdasarkan pandangan tersebut menurut Aloliliweri, maka studi-studi
sosiologi tentang Agama dan kelompok keagamaan selalu menempatkan para
pemeluknya dalam situasi dan kondisi sosial masyarakat yang melingkupinya.
Misalnya memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan :
a. keberadaan para pemeluk suatu masyarakat majemuk. Sebagai contoh,
akibat kemajemukan maka para pemeluk agama dapat tersusun ke dalam
segmen-segmen atau komunitas khusus yang merupakan kesatuan
sosiologis/antropologis. Segmen-segmen itu mempengaruhi hubungan intra
Agama dan antar Agama dalam suatu masyarakat. Faktor ini menjadi
penting karena kerapkali pengelompokkan Agama maupun kelompok
keagamaan tersusun atas unsur-unsur kesamaan darah, bangsa dan ras
bahasa, daerah atau wilayah.
b. Keberadaan para pemeluk yang dikaitkan dengan kesatuan “ideologi”.
Sebagai contoh ada agama yang sangat terikat pada struktur Negara, paham
kebangsaan, bahkan ideologi Negara.
22
Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 256
20
c. Keberadaan para pemeluk yang dikaitkan dengan kesatuan “ interest” yang
cenderung mengarah kepada pengelompokkan sosial dan politis. Contoh
pada kaitan agama dengan kelompok yang terbentuk dengan azas ciri khas
Agama (kelompok keagamaan).
d. Keberadaan para pemeluk yang dihubungkan dengan kesatuan pragmatis,
yaitu kelompok agama ideal yang kehadiran nya dalam masyarakat tanpa
memandang ideologi, politis dan lain-lain. Model kesatuan ini
mengenyampingkan unsure-unsur SARA.
e. Keberadaan para pemeluk yang dihubungkan dengan kesatuan iman
keagamaan, yaitu suatu kepercayaan bersama atas iman khusus yang
membedakan dengan iman universal dari kelompok agama lain.23
Dapat disimpulkan bahwa setiap kelompok agama hadir dan diakui
karena: (1) secara biologis para anggota kelompok mampu berkembang dan
bertahan, mempunyai jumlah tertentu; (2) secara sosiologis diterima dalam
suatu masyarakat karena kehadiran kelompok itu tidak membawa bibit
disintegrasi; (3) mempunyai kesamaan nilai yang diimani dan secara sadar
mempengaruhi anggota untuk selalu “bersama-sama” dan nilai itu juga diakui
oleh anggota kelompok lain; (4) membentuk jaringan-jaringan komunikasi
intrakelompok secara teratur; (5) mempunyai dan menentukan ciri kelompok
yang berbeda dengan kelompok lain; dan (6) kadang-kadang mempunyai
wilayah pengaruh dan kekuasaan.
23 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 256-257
21
3. Hubungan Antar Agama
Berbicara tentang hubungan antar agama, wacana pluralisme agama
menjadi perbincangan utama. Pluralisme agama sendiri dimaknai secara
berbeda-beda di kalangan cendekiawan Muslim, baik secara sosiologis,
teologis maupun etis.
Secara sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan bahwa kita
adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini adalah
kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam
kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan
terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini merupakan pluralisme
yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan
pengakuan terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama lain.24
Tetapi dalam konsepsi Islam, adalah mustahil mengakui bahwa semua
paham (isme) atau Agama adalah benar dan merupakan sama-sama jalan yang
menuju kepada Tuhan. Maka ada perbedaan mendasar antara menerima dan
mengakui keberagaman Agama dengan mengakui kebenaran semua Agama.
Yang pertama bisa dikatakan sebagai mengakui pluralitas Agama, sedangkan
yang kedua mengakui pluralisme Agama. Islam menerima dan mengakui
perbedaan dan keberagaman tapi jelas tidak mengakui bahwa semua Agama
adalah sah dan sama-sama jalan menuju Tuhan yang satu.
Oleh sebab itu hubungan antar Agama di sini hanya pada tataran
kehidupan sosial dan tidak sampai pada masalah-masalah teologis. Sehingga
24
Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 257
22
dalam pembahasan ini hubungan antar Agama juga sebagai komunikasi antar
budaya, karena terdapat perbedaan antara Agama yang satu dengan Agama
lain. Sebagaimana diungkapkan oleh DeVito (1997) bentuk-bentuk komunikasi
antarbudaya meliputi komunikasi antara kelompok agama yang berbeda.
Misalnya: antara orang Islam dengan orang Yahudi. Jadi Ketika komunikasi
terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, agama, kelompok ras, atau
kelompok bahasa, komunikasi itu disebut komunikasi antarbudaya.25
4. Masalah dan Pemecahan Hubungan Antar Agama
Di kalangan umat beragama ada segudang persoalan. Persoalan-persoalan
itu ada yang sudah terlesesaikan, ada yang masih dalam proses penyelesaian,
dan ada juga yang belum terselesaikan. Beberapa persoalan dalam hubungan
antar umat beragama terasa masih berlanjut sampai masa sekarang dan
mungkin sampai masa yang akan datang. Beberapa kasus yang menimpa umat
beragama, seperti di Poso, adalah satu contoh yang masih hangat di telinga.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian agama (studi agama) terhadap
persoalan-persoalan yang selama ini terabaikan dalam konteks relasi antar
umat beragama. Kajian-kajian itu adalah usaha untuk melakukan kritisisme
situasi sejarah yang seringkali menunjukkan kesalahpahaman antar umat
beragama. Melalui kajian-kajian itu dimungkinkan tidak hanya dapat
menemukan fakta-fakta tetapi juga meneliti fakta-fakta yang berarti pada masa
lalu atau berarti pada masa sekarang.26
25 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 257
26 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 263
23
Hendaknya studi agama-agama tidak hanya berkonsentrasi pada fakta-
fakta agama tetapi juga pada hal-hal yang telah diinterpretasikan oleh pemeluk
agama dalam semua varietasnya. Di Indonesia, perkembangan studi Agama di
beberapa pendidikan tinggi dan lembaga-lembaga lain menunjukkan
perkembangan yang cukup menggembirakan, sehingga pencarian titik temu
antar umat beragama bisa lebih banyak alternatif.27
Adanya perbedaan agama-agama itu bukan berarti tidak ada “titik temu”
yang dapat melahirkan mutual understanding di antara mereka. Titik temu itu
bisa berupa kesatuan yang bersifat social, dan etis (moral). Selain itu, penulis
menekankan pentingnya moralitas dan etika dalam mencari jalan keluar untuk
mengembangkan dialog di masa depan. Dalam hal ini umat beragama,
khususnya umat Islam, dapat belajar dari pengalaman Nabi Muhammad ketika
mengimplementasikan pengalaman toleransi, kerukunan antar umat beragama.
Namun tetap menjadi catatan penting bagi umat Islam bahwa tidak ada
toleransi dalam hubungan teologis, karena sekali lagi Islam tidak sama dengan
agama-agama lain (non Islam).
Oleh karena itu kemajemukan agama tidak menghalangi untuk hidup
bersama, berdampingan secara damai dan aman. Bahkan, kemajemukan agama
tidak menghalangi umat beragama untuk membangun suatu negara yang bisa
mengayomi dan menghargai keberadaan umat agama lain. Adanya saling
pengertian dan pemahaman yang dalam akan keberadaan masing-masing,
menjadi modal dasar yang sangat menentukan. Sebagaimana pengalaman Nabi
27
Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 263
24
dalam membangun Madinah yang mengandung dimensi moral dan etis. Di
antara dimensi moral dan etis agama-agama adalah saling menghormati dan
menghargai pemeluk agama lain. Jika masing-masing pemeluk agama
memegang moralitas dan etikanya masing-masing, maka kerukunan,
perdamaian dan persaudaran bisa terwujud.
5. Masa Depan Agama dan Hubungan Antar Agama
Menurut Aloliliweri, ada enam poin dalam pembahasan masa depan
agama dan hubungan antaragama, yaitu sebagai berikut :28
a. Agama dan keluarga. Pada saat sekarang, makin banyak orang yang menjadi
lebih peka melihat pengaruh pelbagai perubahan terhadap peranan agama
dan keluarga. Perubahan-perubahan itu akan mempengaruhi pandangan
tentang keluarga sebagai tempat persemaian nilai dan norma-norma agama.
b. Agama dan ekonomi. Apakah agama berpengaruh terhadap bisnis?
Apabila kita memandang bisnis “dari luar” Nampak sekali bahwa bisnis
tidak bermoral dan tidak bertuhan. Dalam dunia bisnis terjadi perilaku
sogak menyogok, makan bunga dan riba, saling memotong rejeki, dan
lain-lain. Tema ini menjadi perdebatan dikalangan pemimpin agama.
c. Agama dan pemerintah. Agama dan pemerintah (lebih banyak dikaitkan
dengan politik), saling mendukung dalam preferensi tertentu. Di Indonesia
“politik” mencari dukungan agama dan sebaliknya merupakan hal yang
biasa. Banyak organisasi yang bersifat keagamaan melibatkan birokrat
pemerintahuntuk mendekatkan hubungan dengan agama.
28 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 264-266
25
d. Agama dan kegiatan social. Agama sangat mempengaruhi kegiatan social,
seorang konservatif merupakan orang yang mungkin bersedia melakukan
penyesuaian yang kecil, namun mereka yakin bahwa struktur dasar
masyarakat sudah sehat dan masuk akal. Mereka mungkin bahkan
mendukung pembaharuan/reform namun menolak revolusi karna membawa
kehancuran dan bukan keuntungan. Kaum konservatif percaya bahwa agama
harus menghasilkan keselamatan pribadi, agama harus meningjkatkan
semangat cinta kasih, altruism dan iman yang dapat mengatasi berbagai
kesulitan social. Agama tidak berusaha mengubah dunia melaikan merubah
manusia menjadi orang beriman yang berdedikasi. Sebaliknya orang yang
radikal lebih mementingkan bagaimana agama di ubah untuk dan
disesuaikan dengan situasi sekarang dan kini.
e. Agama dan pelapisan social. Salah satu fungsi latent agama adalah dapat
melahirkan struktur baik formal ataupun informal dalam agama
organisasi.
f. Kecenderungan kontemporer. (1) Konflik dan ekumenitas.kecenderungan
manusia dan etnis yang selalu berusaha memperluas batas kelompok yang
membentuk asosiasi yang pengaruhnya lebih luas; (2) Persaingan Agama.
Meskipun agama menjunjung tibggi sikap damai tetapi tidak jarang
membagi manusia ke dalam kubu-kubu yang saling berperang. (3)
Stereotip. Ada stereotip yang diberikan kepada sekelompok agama
tertentu, sehingga ada perasaan mengutamakan agama sendiri sebagai
yang paling unggul, dan paling benar. Jadi persaingan antara “in group”
26
dan “out group”. Persaingan bermanfaa agar para pemimpin agama
semakin peka akan tanda jaman yang terus berubah.
B. Ruang Lingkup Komunikasi AntarBudaya
Dalam setiap prosesnya komunikasi selalu melibatkan ekspetasi, persepsi,
tindakan dan penafsiran.29
Maksudnya adalah ketika kita berkomunikasi dengan
orang lain maka kita dan orang yang menjadi komunikan kita akan menafsirkan
pesan yang diterima baik secara pesan verbal maupun non verbal dengan standar
penafsiran dari budayanya sendiri. Kita pun dalam memaknai dan menyandingkan
tanda atau lambing yang akan kita jadikan pesan menggunakan standar budaya
yang kita punyai. Pada dasarnya komunikasi antar budaya adalah komunikasi
biasa, yang menjadi perbedaannya adalah orang-orang yang terlibat dalam
komunikasi tersebut berbeda dalam hal latar belakang budayanya. Ada banyak
penegrtian yang diberikan para ahli komunikasi dalam menjelaskan komunikasi
antar budaya dan ruang lingkupnya, di antaranya adalah :
1. Menurut Aloweri, Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa sebagaimana dikutip
oleh Armawati Arbi, komunikasi antar budaya adalah komunikasi anatara
orang-orang yang berbeda kebidayaannya. Misalnya antara suku bangsa, etnik,
ras dan kelas social.30
29 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),
h.7 30
Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Press, 2003), h.182
27
2. Menurut Deddy Mulyana, komunikasi antar budaya (Inter Cultural
Communication) adalah proses pertukaran fikiran dan makna antara orang-
orang yang berbeda budayanya.31
Dari berbagai definisi yang penulis kutipkan tadi, penulis berkesimpulan
bahwa komunikasi antar budaya dapat diartikan sebagai komunikasi yang terjadi
di antara orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Ada
beberapa istilah yang sering disepadankan dengan istilah komunikasi antar
budaya, diantaranya adalah komunikasi antar etnik (Inter Etnik Communication),
komunikasi antar ras, komunikasi lintas budaya, komunikasi antar agama dan
komunkasi Internasional.32
a. Komunikasi antar etnik adalah komunikasi antar anggota etnik yang berbeda
atau dapat saja komunikasi antar etnik yang terjadi di anggota etnik yang sama
tetapi memiliki latar belakang budaya yang berbeda atau sub kultur yang
berbeda. Kelompok etnik adalah kelompok orang yang di tandai dengan bahasa
atau asal usul yang sama. Komunikasi antar etnik juga merupakan bagian dari
komunikasi antar budaya, namun komunikasi antar budaya belum tentu
merupakan komunikasi antar etnik.33
b. Komunikasi antar ras adalah sekelompok orang yang di tandai dengan arti-arti
biologis yang sama. Dapat saja orang yang berasal dari ras yang sberbeda
memiliki kebudayaan yang sama, terutama dalam hal bahasa dan
agama.komunikasi antar ras dapat juga dimasukan dalam komunikasi antar
31 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),
h. xi 32
Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Press, 2003), h. 16 33
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),
h. xii
28
budaya, karena secara umum ras yang berbebeda memiliki bahasa dan asal-
usul yang berbeda juga. Komunikasi antar budaya dalam konteks komunikasi
antar ras biasanya memiliki prasangka-prasangka atau stereotip terhadap orang
yang berbeda ras dengannya, dalam hal ini tentunya mempengaruhi orang-
orang yang berbeda ras tersebut dalam berkomunikasi.
c. Komunikasi lintas budaya adalah studi tentang perbandingan gagasan atau
konsep dalam berbagai kebudayaan, perbandingan antara aspek atau minat
tertentu dalam suatu kebudayaan atau perbandingan antar suatu aspek atau
umat tertentu dengan satu atau kebudayaan lain.34
d. Komunikasi internasional, dapat diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan
antara komunikator yang mewakili suatu Negara untuk menyampaika pesan-
pesan yang berkaitan dengan berbagai kepentingan Negaranya kepada
komunikan yang mewakili Negara lain dengan tujuan untuk memperoleh
dukungan yang lebih luas.35
e. Komunikasi antar agama adalah komunikasi antar anggota agama yang
berbeda atau dapat saja komunikasi yang terjadi diantara anggota agama yang
sama tetapi memiliki latar belakang budaya yang berbeda atau subkultur yang
berbeda. Kelompok agama adalah sekelompok manusia yang berkelompok
bedasarkan keyakinan, kepercayaan, iman terhadap sesuatu yang bersifat sakral
yang disebut agama. Oleh karena itu, agama dapat dipandang sebagai suatu
kelompok etnik.secara historis dapat disaksikan bahwa agama sebagai
kelompok etnik itu mewakili suatu populasi tertentu yang kita kenal
34 Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Press, 2003), h. 186
35 Bakrie Abbas, Komunikasi Internasional: Peran dan Permasalahannya, (Jakarta: Yayasan
Kampus Tercinta-IISIP), h. 2
29
keberadaanya dalam suatu masyarakat. Keberadaaan kelompok agama dapat
dilihat berupa symbol dan tanda,materi, pesan-pesan verbal dan non verbal,
petunjuk materi dan imateri, bahkan sikap dan cara berfikir yang sifatnya
abstrak. Komunikasi antar agama juga merupakan bagian dari komunikasi
antar budaya yang melibatkan komunikasi antar anggota agama ataupun
kelompok agama yang sama maupun yang berbeda.36
C. Kepercayaan Sunda Wiwitan
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan
arwah leluhur (animisme dan dinamisme) yang dianut oleh masyarakat
tradisional sunda. Akan tetapi ada sementara pihak yang berpendapat bahwa
Agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monoteisme purba, yaitu di atas
para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha
kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Sistem kepercayaan kekuasaan tertinggi berada
pada Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang
Menghendaki). Dia juga disebut sebagai Batara Tunggal (Tuhan yang
Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib).
Sunda Wiwitan adalah nama dari beberapa kepercayaan local yang ada di
Indonesia, Sunda Wiwitan dianut di beberapa wilayah di Indonesia, diantara di
kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa
Barat, dan di wilayah Desa Kenekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten. Namun khusus diwilayah Kenekes, kelompok
36 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2011), cet. II, h. 255
30
masyarakat yang menganut Sunda Wiwitan banyak dikenal dengan nama Suku
Baduy. Namun, kesamaan nama kepercayaan yang ada pada dua kelompok
masyarakat tersebut tidak diikuti dengan kesamaan ajaran di dalamnya.
Paham atau ajaran dari suatu agama senantiasa mengandung unsur-unsur
yang tersurat dan yang tersirat. Unsur yang tersurat adalah apa yang secara jelas
dinyatakan sebagai pola hidup yang harus dijalani, sedangkan yang tersirat adalah
pemahaman yang komprehensif atas ajaran tersebut. Ajaran Sunda Wiwitan pada
dasarnya berangkat dari dua prinsip, yaitu Cara Ciri Manusia dan Cara Ciri
Bangsa.
Cara Ciri Manusia adalah unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan
manusia. Ada lima unsur yang termasuk di dalamnya:
1. Welas asih : cinta kasih
2. Undak usuk: tatanan dalam kekeluargaan
3. Tata krama: tatanan perilaku
4. Budi bahasa dan budaya
5. Wiwaha yudha naradha: sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala
sesuatu sebelum melakukannya
D. Konteks Kerukunan Antar Umat Beragama
Untuk membangun suatu teologi kerukunan, hanya bias diandaikan
dengan adanya keterbukaan sebuah agama terhadapa agama yang lain, dan
keterbukaan itu hanya mungkin terwujud bila mengandaikan adanya
kemajemukan atau pluralitas umat manusia. Secara normative, Islam telah
memberikan landasan teologis untuk melahirkan sikap hidup yang toleran,
31
inklusif, dan menghargai pluralitas, memang ajaran demikian merupakan bagian
esensial dari al-quran. Jika dalam kitab suci di sebutkan bahwa manusia di
ciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar meraka saling mengenal dan
menghargai (Q.S. Al- Hujarat/ 49: 13) maka pluralitas itu telah menjadi
pluralisme37
yaitu system nilai yang memandang secara positif optimis terhadap
kemajemukan itu sendiri.
Seperti yang diungkapkan oleh Rama Anom sebagai berikut :
Meskipun saya memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan, akan tetapi
saya menghayati segala ajaran firman tuhan yang di dalamnya
terjemahan dalam bahasa Indonesia mengatakan : hai orang-orang yang
beriman, jangan lah diantara kaum yang satu dengan kaum yang lain
saling olok-mengolok, karena seburuk-buruknya kaum yang mengolok-
ngolok itu sendiri, karena allah maha mengetahui lagi maha mendengar,
dan apabila engkau melakukan sifat yang seperti itu sama saja memakan
daging bangkai sodara mu sendiri. Dengan demikian seperti itu lah Sunda
Wiwitan yang sudah diberikan peringanatan oleh tuhan, karena
sebenarnya leluhur kita pun tidak menutup diri dari dunia-dunia luar,
sedangkan mengenai pemahaman Sunda Wiwitan lebih mengkaji kepada
kitab-kitab yang tersurat disamping kitab-kitab yang tersurat di daun
lontar, di dalam naskah-naskah kuno, akan tetapi tidak terlalu memer
satukan kitab yang tersurat, tetapi lebih kepada pengalaman diri dan
dekatnya dengan alam.38
Secara sosilogis, sebagaimana dikatan James P. Piscatori, kondisi social
budaya dengan pola kemajemukan selalu memerlukan adanya titik temu, dalam
nilai kesamaan dari semua kelompok yang ada. Bahkan secara historis, Nurkholis
Madjid menggambarkan bagaimana kedatangan Islam ke spanyol telah
mengakhiri kristenisasi paksa oleh penguasa sebelumnya. Kemudian pemerintah
37 Syafi’I maarif, Agama Kemanusiaan dan Budaya Toleransi, (Yogyakarta: PT. Surya Sarana
Utama, 2004), h. 97 38
Wawancara dengan Rama Anom (Calon Penerus Kepemimpinan Pangeran Djatikusumah), di
Ruangan Sri Manganti pada tanggal 7 Desember 2015 pukul 09.00WIB
32
Islam selama lima ratus tahun menciptakan sebuah spanyol untuk tiga agama dan
satu tempat tidur, artinya orang–orang Islam , Kristen, dan yahudi hidup rukun
berdampingan bersama–sama menikmati peradaban gemilang.
33
BAB III
GAMBARAN UMUM SUNDA WIWITAN DI DESA CIGUGUR,
KUNINGAN, JAWA BARAT
A. Sejarah Sunda wiwitan
Kepercayaan sunda wiwitan adalah kepercayaan sejumlah masyarakat
yang tersebar di daerah Kecamat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Kepercayaan ini
juga dikenal sebagai cara karuhun urang (tradisi nenek moyang), kepercayaan
sunda wiwitan atau ajaran madrais (Abdul Rozak, 2002), seorang peneliti sunda
wiwitan, menyebutkan bahwa agama ini adalah bagian dari Agama Buhun yaitu
kepercayaan tradisional masyarakat sunda yang tidak terbatas pada masyarakat
Cigugur saja di kabupaten kuningan, tetapi juga masyarakat Baduy di Lebak
Banten, para pemeluk Agama Kuring di daerah Ciparay, kabupaten Bandung.
Jumlah pemeluk Agama Buhun ini di daerah Cigugur sejumlah 3000 orang.
Kepercayaan Sunda Wiwitan ini di kembangkan oleh Pangeran Madrais
dari Cigugur, Kuningan. Oleh pemerintah Belanda, Madrais belakangan di
tangkap dan di buang ke Ternate, dan baru kembali sekitar tahun 1920 untuk
melanjutkan ajarannya.
Madrais yang biasa dipanggil Kiai Madrais adalah keturunan dari
Keultanan Gebang, sebuah kesultanan di wilayah Cirebon Timur. Ketika
pemerintah Hindia Belanda menyerang kesultanan ini, Madrais diungsikan ke
daerah Cigugur, sang pangeran yang juga dikenal sebagai Pangeran Sadewa
Alibasa, dibesarkan dalam tradisi Islam dan tumbuh sebagai seorang spriritualis.
34
Madrais mendirikan pesantren sebagai pusat pengajaran Agama Islam, namun
kemudian mengembangkan pemahaman yang digalinya dari tradisi para Islam
Masyarakat Sunda yang agraris. Ia mengajarkan pentingnya menghargai cara dan
ciri kebangsaan sendiri, yaitu sunda.
B. Ajaran dan Ritual
Madrais menetapkan tanggal 22 Rayagung menurut kalender Sunda
sebagai hari raya Seren Taun yang diperingati secara besar-besaran. Upacara ini
dipusatkan di Paseban Tri Panca Tuggal, rumah peninggalan Kiai Madrais yang
didirikan pada 1860, dan yang kini dihuni oleh Pangeran Djatikusuma.
Dalam upacara ini, berbagai rombongan dari masyarakat datang membawa
bermacam-macam hasil bumi. padi-padian, yang dibawa kemudian ditumbuk
beramai-ramai dalam lesung sambil bernyanyi (ngagondangan). Upacara ini
dirayakan sebagai ungkapan rasa syukur untuk hasil bumi yang telah dikaruniakan
oleh Tuhan kepada manusia. Upacara Seren Taun, yang biasa nya berlangsung
tiga hari dan diwarnai oleh berbagai kesenian daerah ini, pernah dilarang oleh
pemerintah Orde Baru selama 17 tahun, namun kini upacara ini dihidupakan
kembali. Salah satu upacara seren taun perbah dihadiri oleh Menteri Perindustrian,
Andung A. Nitimiharja, mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid, dan istri, serta
sejumlah pejabat pemerintah liannya.
Madrais juga mengajarkan penghrmatan terhadap Dewi Sri (Sanghyang
Sri) melalui upacara-upacara keagamaan penanaman padi. Beliau memuliakan
Maulid serta semua Nabi yang diturunkan ke bumi.
35
Selain itu karena non muslim kepercayaan Sunda Wiwitan ini tidak diajibkan
khitanan. Jenazah orang meninggal harus dikuburkan dalam sebuah peti mati.
C. Gedung Peribadatan Sunda Wiwitan Cigugur
Gedung Paseban Tri Panca Tunggal, Paseban adalah tempat berkumpul
dan bersyukur dalam merasakan ketunggalan selaku umat Gusti Yang Widi Wasa,
dengan meyakinkan kemanunggalan dalam pengolah sempurnaan getaran dari tiga
(Tri) unsur yang disebut Sir, Rasa, Pikir. Dimana lima unsur lainnya panca indera
dalam menerima dan meraakan ke-Agungan dan kemurahan gusti,
kemanunggalan antara Cipta Rasa dan Karsa diwujudkan dalam tekad, ucap serta
lampah menyatakan ciri manusia seutuhnya, dalam memancarkan pamor budaya
bangsa dengan ketentuan hukum adikodrati.39
Paseban Tri Panca Tunggal terdiri dari beberapa bangunan dan ruangan
yang secara keseluruhan bangunan ini mengahadap ke arah Barat. Keletakan ini
merupakan lambang yang menggambarkan bahwa timur barat, merupakan garis
perjalana matahari, dan diartika bahwa dalam pagelaran hidup ini antara terbit dan
terbenam atau lahir dan mati sesuai yang tersimpul dalam arti makna Tri Panca
Tunggal.
39 Artikel sejarah gedung Paseban Tri Panca Tunggal
36
Bangunan inti dari Paseban Tri Panca Tunggal dari ruangan-ruangan sebagai
berikut :
1. Ruang Jinem
Ruang Jinem ini membujur ke arah utara selatan dan ruangan ini pada
masa lalu dipakai tempat seserahan/ceramah dalam memberi dan menerima
pengertian hidup dan kehidupa serta kejiwaan dalam kehiningan cipta untuk
mengenal dan merasakan adanya cipta, rasa dan kersa.
Dalam kehidupan ini harus menyadari fungsi pribadinya selaku manusia
yang diberi akal budi, kehalusan rasa serta kemampuan berpikir mengenal
adanya proses perputaran alam raya (bumi) dan alam rasa (diri) dimana dalam
ajaran bapak Kiai Madrais diterangkan adanya hubungan erat antara jagat kecil
dan jagat besar (alamul asgor-alamul akbar) yang dapat diketahui dalam
ajarannya yang disebut ngaji badan dan ngaji rasa.
Pada dinding sebelah timur, terdapat relief yang menggambarkan “Reseksi
dan satria pinandita” berhadapan, relief inipun menggambarkan bahwa dalam
menghadapi hawa nafsu buruk, sekalipun harus memakai sifat-sifat yang
pinandita namun tidak dibenarkan bilama cara menghindarinya itu dengan
mengasingkan diri dari kehidupan ramai. Oleh karena itu disamping harus
memiliki sifat-sifat pinandita yang berbudi luhur, penuh kehalusan, namu harus
memiliki sifat kestria yang bergerak aktif dan kreatif dalam masyarakat untuk
mewujudkan damai dan asih.
37
2. Ruang Pendopo
Dalam ruang pendopo itu tertulis dalam dinding sebelah timur sebuah
relief tertuliskan aksara sunda “ PURWA WISADA” tulisan mengartikan
adanya cipta dan karsa gusti. Purwa sama artinya dengan awal atau mula, dan
wisada berarti cipta dan karsa adalah ketentuan sebagai hukum adikodrati.
Bahwa manusia diciptakan dalam pagelaran hidup ini tidak sekedar untuk
hidup, tetapi dengan akal budinya harus mampu meningkatkan peradaban
dalam mengelola, menyempurnakan serta memanfaatkan cipta karsa gusti
dalam relif digambarkan dalam burung garuda diatas lingkaran. Lingkaran
yang dituliskan diatas garis globe yang ditunjang oleh dua ekor naga yang
berkaitan satu sama lainnya, menggambarkan dalam meningkatkan hidup dan
kehidupan harus ada pengertian yang sama serta jalinan kerja sama yang baik
antara pria dan wanita dengan menyadari tugas-tuugs serta fungsi masing-
masing selaku umat manusia.
Dialam raya ini yang penuh corak ragam kehidupan, perputaran bumi,
bulan dan bintang erta pancaran matahari yang mewujudkan sinar lembut
lemah menyenangkan dan pancaran taruk tandus menghanguskan. Merupakan
suatu ke-Agungan yang Widi, Wasa, yang mengatur kesemuanya ini.
3. Ruang Sri manganti
Sri manganti adalah sebagian dari ruangan padaleman (ruang lebet) yang
membujur dari arah utara ke selatan. Tempat ini dipakai pula penyelenggaraan
upacara-upacara pernikahan, umtuk merundingkan masalah-masalah seperti
persiapan upacara seren taun dan memecahkan masalah-masalah keluarga.
38
Dalam ruanga ini pada empat sudut terdapat emapat patung penjaga yang
membawa tombak dan perisai dengan maksud melambangkan bahwa dalam
setiap musyawarah harus selalu waspada untuk menjaga adanya pengaruh-
pengaruh diluar sifat manusia.
4. Ruang Dapur Ageung
Dapur ageung adalah sebuah tungku perapian yang dibuat dari semen
dengan hiasan empat naga pada empat sudut dan mahkota diatasnya.dapur
persiapan ini dipakai untuk menyalakan api menggambarkan adanya unsur-
unsur nafsu lainnya disamping sifat manusia.
Dalam relief dapur ageung ini dilukiskan empat ekor naga diatap
sudutnya. Sedangkan diatasnya merupakan mahkota. Hal ini menggambarkan
perikemanusiaan (mahkota) harus dapat mengatasi empat unsur nafsu lainnya,
seperti tanah, air,angin, dan api yang juga sering disebut nafsu amarah.
Pada dasarnya keempat unsur nafsu tersebut sebagai unsur penunjang yang
harus diarahkan dalam bimbingan kehalusan budi manusia terutama yang
sangat memerlukan bimbingan itu bilamana sifat amarah mempengaruhi sifat
manusia.
39
D. Gambar Peristiwa Kommunikasi Antar Budaya
Perayaan Upacara Seren Taun di Desa Cigugur Kuningan Jawa Barat
Gedung Paseban Tri Panca Tunggal
Kegiatan Tumbuk Bumi
40
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
A. Komunikasi Antar Budaya dan Agama, Kepercayaan Sunda Wiwitan di
Desa Cigugur
Mayoritas warga di Desa Cigugur adalah pemeluk agama Islam. Meskipun
demikian, hal tersebut tidak mejadikan wilayah Desa Cigugur harus mutlak
menerapkan ajaran Islam kepada seluruh masyarakatnya. Masing-masing dari
setiap pemeluk agama saling terbuka dan menerima keberadaan dari agama lain.
Adanya keanekaragaman beragama yang ada di Cigugur, tidak membuat
komunikasi antara warga Cigugur menjadi renggang dan kaku, justru hal tersebut
membuat keindahan tersendiri yang dapat dilihat pada komunikasi yang dibangun
masyarakat warga Cigugur, tidak memandang adanya kelompok mayoritas dan
minoritas. Mereka selalu menanamkan rasa persaudaraan yang sangat kuat dan
menjunjung tinggi sikap gotong-royong.
Pada pembahasan ini penulis meneliti bagaimana peran komunikasi
antarbudaya meliputi agama dan bagaimana hubungan antar agama adalah bagian
dari komunikasi antar budaya, seperti kasus yang penulis gambarkan diatas bahwa
kehidupan yang harmonis dalam tatanan masyarakat dapat dibangun melalui
komunikasi yang baik antara manusia walaupun dari latar belakang kepercayaan
yang berbeda-beda. Guna mencapai pada hasil penulisan dan kajian komunikasi
antarbudaya dan agama ini maka digunakan teori komunikasi antar budaya dan
agama Edward T. Hall, bahwa komunikasi adalah budaya dan budaya adalah
41
komunikasi, pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk
mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal dari
suatu masyarakat ke masyarakat lainnya, ataupun vertical dari generasi ke
generasi berikutnya. Pada sisi lain, budaya merupakan norma-norma atau nilai-
nilai yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu.40
Fenomena ini terjadi pada masyarakat Desa Cigugur, dengan
keanekaragaman agama dan kepercayaan yang ada di Desa tersebut tidak menjadi
hambatan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat yang harmonis, dari
perbedaan-perbedaan tersebut setiap masyarakat dapat memahami batasan-batasan
dalam menjalin hubungan bermasyarakat. Komunikasi itu muncul, karena adanya
kontak, interaksi dan hubungan antar warga masyarakat yang berbeda
kebudayaannya. Sehingga menurut teori di atas kebudayaan adalah komunikasi
dan komunikasi adalah kebudayaan.
Sebenarnya tak ada komunitas tanpa kebudayaan, tidak ada masyarakat
tanpa pembagian kerja, tanpa proses pengalihan atau transmisi minimum dari
informasi. Dengan kata lain, tidak ada komunitas, tidak ada masyarakat, dan
tidak ada kebudayaan tanpa komunikasi. Maka dari penjelasan teori di atas ada
beberapa pembahasan yang kiranya dapat memperkuat kajian hubungan
komunikasi antarbudaya dan agama pada masyarakat penganut kepercayaan Sunda
Wiwitan dan agama Islam di Desa Cigugur, di antaranya:
40 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2011), cet. II, h. 254
42
1. Hakikat agama menurut Sunda Wiwitan dan Islam di Desa Cigugur.
Penulis memandang bahwa munculnya komunikasi yang positif pada
masyarakat Cigugur ini dilandasi dari pemahaman Sunda Wiwitan dan Islam
dalam memaknai hakikat agama, menurut beberapa para ahli medefinisikan
agama walaupun tentu dari beberapa pendapat dapat berbeda, menurut tokoh
Sunda Wiwitan ketika penulis mewawancarai di kediamannya
mengungkapkan:
Hakikat agama bahwa sesungguhnya semua agama diturunkan oleh
gusti ingkang sawiji-wiji adalah untuk menebar cinta kasih atau kasih
sayang terhadap setiap makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Agama
dipandang sebagai aturan yang harus dipatuhi oleh setiap pemeluknya,
hakikat agama yang di maknai oleh para pemeluk Sunda Wiwitan adalah bagaimana kita bisa menjaga setiap makhluk ciptaanya walaupun dengan
cara yang berbeda-beda, adapun agama secara pengertian harfiahnya beliau
menyampaika agama ialah aturan gawe manusa, bahwa semua agama
menetukan aturan-aturannya masing-masing sesuai perintah sang maha
pencipta.41
Itulah yang diajarkan oleh para nenek moyang Sunda Wiwitan dalam
meyakini adanya nilai kepercayaan terhadap sang maha pencipta. Oleh karna
nya para pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan memandang agama yang ada di
muka bumi ini bertujuan satu yaitu mengajarkan pada setiap manusia
bagaiamana menjadi manusia yang saling berbagi kasih sayang, saling asah,
saling asih, dan saling asuh.
Sedangkan menurut tokoh Islam yang ada di Desa Cigugur, memandang :
Hakikat agama adalah aturan yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW untuk menjalankan semua yang diperintahkan Allah
41
Wawancara dengan rama anom (penerus pimpinan paseban tri panca tunggal), dikediamannya,
perumahan nusa endah,Cigugur-Kuningan, pada tanggal 28 februari 2016.
43
SWT dan menjauhi apa yang di larang oleh Allah SWT, dengan kata lain dalam menjalani kehidupan bermasyarakat manusia hidup saling bersama-
sama, saling menjalankan ibadahnya sendiri-sendiri tanpa memaksakan pola
agama tertentu. Lakum Dinukum Waliyadin “Untukmu Agamamu, dan
untukulah agamaku” artinya kita tidak mengusik agama mereka dan mereka
tidak mengusik agama kita, entah itu minoritas ataupun mayoritas. Dalam
konteks ini ajaran Islam sendiri sangat menghargai perbedaan, toleransi dan
saling memahami dalam kehidupan bermasyarakat menurut pandangan
beliau bagaimana mensosialisasikan perbedaan-perbedaan itu maka orang
lain di luar dari agama Islam pun akan mengetahui batasan-batasan mana
yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap diri kita. Dengan ini
munculah suatu keterbukaan di antara pemeluk agama yang kemudia sikap
saling menghormati dan menghargai akan terjadi sehingga kerukunan antar
pemeluk agama dan mereka yang berbeda keyakinan dengan Islam itu
benar-benar terwujud.42
Maka dalam pemahaman Islam dalam memaknai hakikat agama adalah
bagaimana seorang hamba dapat mematuhi apa yang diperintahkan oleh Allah
SWT dan menjauhi semua larangan-Nya. Dalam ajaran Islam memiliki beberapa
tingkatan dalam memahami hakikat agama, oleh karenanya hamba yang
mencapai tinggkat ketaqwaan kepada Allah SWT adalah manusia yang pasrah
akan apa yang ada pada aturan-aturan dalam Islam.
Redcliffe Brown mendefinisikan agama sebagai ekspresi dalam satu atau
lain bentuk tentang kesadaran terhadap ketergantungan kepada suatu kekuatan
di luar diri kita yang dapat dinamakan dengan kekuatan spiritual atau moral.43
Pengertian lain atas agama adalah system keyakinan yang dianut dan tindakan-
tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat yang
42 Wawancara dengan bapak Drs. Aang Taufiq, M.SI (tokoh agama islam di Desa Cigugur), di
kediamannya, Desa Cigugur, pada tanggal 2 Maret 2016. 43
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia : Pengantar Antropologi Agama,
(Jakarta: PT.Grafindo Persada, 2006), hal. 127
44
menginterpretasi dan member respon terhadap apa yang disarankan dan
diyakini sebagai yang gaib dan suci.44
2. Agama Sebagai Kelompok Etnik
Pada dasarnya setiap masyarakat apalagi yang memiliki keanekaragaman
atau kemajemukan, selalu terbentuk kelompok-kelompok. Kelompok-
kelompok tersebut terbentuk karena para anggotanya mempunyai cita-cita yang
didasarkan pada nilai atau norma yang sama-sama mereka terima dan patuhi.
Apabila kelompok itu sangat kokoh mempertahankan nilai dan norma hingga
menutup kemungkinan orang atau pihak lain memasuki kelompok itu maka
dapat timbul perasaan “in group feliing” yang cenderung ekslusif terhadap
kelompok yang lain atau “out group felling” maka kelompok seperti ini masuk
kedalam kelompok etnilk.
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis, kelompok yang ada di Desa
Cigugur dalam hal ini penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan dan kelompok
Islam memiliki pandangan yang sama terhadap satu dan lainnya. menurut
Rama Anom :
penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan tidak memberikan persuasif
yang sifat nya mengajak ataupun memeberikan ajakan secara langsung
terhadap kelompok agama yang ada di Desa Cigugur, melainkan sama-sama
memberikan pemahaman dalam kehidupan bermasyarakat yang baik dan
penuh toleransi, sehingga tidak terjadi saling tarik menarik orang untuk
mengajak masuk kedalam suatu kelompok tertentu untuk menyebarkan
pemahamanya, karena sejatinya menurut beliau tingga bagaimana setiap
manusia dapat mempertahankan kepercayaannya terhadap sang maha
44 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 254
45
pencipta dengan cara mempertahankan nilai-nilai budaya luhur dari para
nenek moyang terdahulu.45
Jadi menurut beliau bukan untuk saling mengunggulkan kepercayaan satu
sama lain sehingga muncul perasaan kelompok mana yang paling benar dan
salah.
Menurut pemaparan dari hasil wawancara dengan bapak aang, beliau
menambahkan :
walaupun setiap dari kita (kelompok) memiliki cita-cita dari masing-
masing para pemeluk agama atau kepercayaan di Desa Cigugur akan tertapi
dalam menumbuhkan kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan saling
menghormati maka jangan sampai ada kecenderungan kelompok untuk
menjadi yang paling benar. Sehingga tidak menyulut api permusuhan
diantara pemeluk kepercayaan sunda wiwtan dan pemeluk agama Islam di
Desa Cigugur. Apalagi dengan adanya ikatan darah dari masyarakat Desa
Cigugur itupun menjadi faktor penting mengapa kelompok agama maupun
kepercayaan di Desa Cigugur ini, walaupun berbeda dalam hal keyakinan
namun tetap menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dan saling memahami
bagi setiap masyarakatnya.46
Dari pendapat diatas bisa kita lihat bagaimana para masyarakat atau
pemimpin Agama di Desa Cigugur memahami bagaimana kepentingan
kelompok agama yang d yakini oleh inividu masyarakatnya memiliki
kecenderungan bagi para pemeluknya, namun hal yang memang sudah menjadi
kebiasaan masyarakat di desa Cigugur ini tidak saling memberikan sentimen
kelompok atau penekanan kelompok mana yang paling benar dalam ajarannya,
sehingga tidak menyulut api permusuhan di antara keduanya.
45 Wawancara dengan rama anom (penerus pimpinan paseban tri panca tunggal), dikediamannya,
perumahan nusa endah, pada tanggal 28 februari 2016. 46
Wawancara dengan bapak Drs. Aang Taufiq, M.SI (tokoh agama islam di Desa Cigugur), di
kediamannya, Desa Cigugur, pada tanggal 2 Maret 2016.
46
Pandangan Edward T. Hall dalam pembahasan agama sebagai kelompok
etnik, ketika individu memiliki kecenderungan terhadap kelompoknya dan
secara ekslusif terhadap kelompok lain menandakan bahwa kecenderungan ini
mampu memberikan filter terhadap individu tersebut untuk menerima
kecenderungan kelompok lainnya (out group feliing).
Maka komunikasi antar budaya dan agama perlu di pahami bagi
masyarakat majemuk yang memiliki keragaman budaya dan keyakinan.
Pemahaman untuk selalu hidup dalam kerukunan sudah terjadi secara turun
temurun pada masyarakat Cigugur, yang pada akhirnya membentuk cara
pandang masyarakat yang berbeda latar belakang keyakinannya untuk saling
menghormati ajaran dari masing-masing keyakinannya.
3. Hubungan Antar Agama Islam dan Sunda Wiwitan di Desa Cigugur
Agama-agama besar di dunia sudah lama membahas tentang hubungan
antar agama satu dengan lainnya, banyak konflik agama yang berkembang
belakangan ini menjadi salah satu pemicu kembali hangat nya pembahasan Ini,
hubungan dan komunikasi antar agama dapat ditinjau dari dua dimensi yakni :
a. Dimensi pertama yang akan dibahas adalah tingkat pemahaman bersama
antara semua pihak yang berhubungan dan berkomunikasi tentang tema
tugas dan fungsi universal dan internal agama. Secara universal, kita
mengenal beberapa tugas dan fungsi agama :
1) Fungsi Edukatif
Setiap agama mengajarkan nilai dan norma religius yang abstrak
dan membimbing para pemeluknya untuk melaksanakan praktek-pratek
47
kehidupan yang sesuai dengan ajaran tersebut. Komponen utama yang
menjalankan fungsi agama adalah para tokoh agama dan pemimpin
agama, seperti yang terjadi di Desa Cigugur, dalam melaksanakan peran
dan fungsi agama atau kepercayaan yang ada di Desa tersebut, para
pemuka agama sangat berperan dalam memberikan pemahaman kepada
para jamaah atau pengikut kepercayaan tersebut. Seperti memberikan
pemahaman akan nilai ajaran agama yg dianut, dan batasan-batasan apa
saja yang di perbolehkan dan tidak di perbolehkan bagi para pemeluk
kepercayaan masing-masing pada setiap kegiatan dakwah dan
peribadatan.
Hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Ibunda Ratu
Emalia, beliau menjelaskan bahwa :
peran pangeran yang ada di Paseban Sunda Wiwitan memliki peranan aktif dalam kehidupan kelompoknya, seperti yang diajarkan
para pendahulu-pendahulu pemimpin Paseban Sunda Wiwitan, bahwa
setiap kelompok memiliki panutannya masing-masing dalam
penyebaran kepercayaan yang dianutnya, nilai luhur yang di turunkan
dari generasi ke generasi oleh pemimpin kepercayaan Sunda Wiwitan
pun harus senantiasa dijalankan oleh para pemeluknya, begitu
tuturnya.47
peran pemimpin pada suatu kelompok sangat berpengaruh bagi
keberlangsungan kelompok yang dipimpinnya, baik dan buruk kelompok
tersebut terdapat pada peran pemimpinya, ketika ingin melakukan
interaksi yang bersifat pemahaman kepercayaan selalu di konsultasikan
terlebih dahulu ke masing-masing pemuka agama nya. Islam pun
47 Wawancara dengan ibunda Ratu Emalia, di Paseban Tri Panca Tunggal, pada tanggal 3 Maret
2016.
48
mengajarkan kepada pemeluknya bahwa pemimpin atau ulil „amri patut
didengar dan diikuti setiap kebijakan yang dikeluarkannya, akan tetapi
pemimpin yang baiklah yang patut di dengar dan diikuti. Maka peran
pemimpin pada suatu kelompok selalu dapat membawa para pengikutnya
ke arah yang lebih baik.
Seperti nilai luhur yang ditanamkan kepada pemeluk Sunda
Wiwitan yaitu “ Sakitu ma Dasapasanta, Geus Ma : Guna, Rama, Hook,
Pesok, Asih, Karunya, Mupreruk, Ngulas, Ngecap, Ngala Angen, nya
mana suka bungah padang caang nu piwarang. Ya ta sinangguh
parigeuing ngaranna…” yang artinya : Demikian yang disebut
dasapasanta (sepuluh penenang hati) yaitu bijaksana, ramah, sayang,
memikat hati, kasih, iba, membujuk, memuji, membesarkan hati,
mengambil hati, maka senang, gembira, dan cerahlah orang yang
disuruh.48
Seperti yang dilakukan para pemeluk kepercayaan sunda wiwitan
selalu memberikan sikap yang santun dan penuh cinta kasih dalam
kehidupan bermmasyarakatnya dari menghadiri setiap penghormatan
kepada orang yang meninggal walaupun dari agama yang berbeda-beda,
dan dalam kesehariannya sering melakukan kegiatan anjang sana pada
pemeluk agama lain.
48 Diambil dari kitab falsafah Sunda wiwitan.
49
Nilai di atas adalah salah satu nilai yang turun temurun di turunkan
oleh para pemimipin Sunda Wiwitan kepada para pemeluknya, agar
memiliki sikap hidup yang arif dan baik kepada seluruh makhluk hidup
yang ada di muka bumi ini.
2) Fungsi Penyelamatan.
Setiap agama mengajarkan kepada semua umat manusia tentang
keselamatan di dunia dan di akhirat. Sejauh mana pemahaman para
pemeluknya dalam memahami fungsi penyelamatan tersebut, sehingga
dapat memberikan kesadaran bahwa pentingnya hubungan antarumat
beragama melalui prinsi-prinsip dari setiap ajaran dalam agamanya.
Di temukan ada nya fungsi ini dalam kehidupan bermasyarakat di
desa cigugur. ketika di wawancarai, salah satu tokoh agama Islam beliau
menjelaskan :
Islam pun mengajarkan pada setiap umatnya untuk berbuat baik
dengan manusia lainnya walaupun berbeda dalam hal keyakinan
beragama. “khairunnas anfahum linnas” seperti sabda nabi
Muhammad SAW, sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang
bermanfaan bagi manusia lainnya. Sudah lah jelas Islam pun
menanamkan nilai kebaikan dalam ajarannya. Berlaku baik bahkan
sampai memberikan manfaat bagi semua makhluk adalah perikalu
yang sebaik baiknya manusia.49
Menurut tokoh Sunda Wiwitan ketika ditanyakan hal yang sama,
beliau menjelaskan :
ajaran yang di berikan oleh nenek moyang terdahulu mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik kepada seluruh makhluk ciptaan sang
49
Wawancara dengan bapak Drs. Aang Taufiq, M.SI (tokoh agama islam di Desa Cigugur), di
kediamannya, Desa Cigugur, pada tanggal 2 Maret 2016.
50
maha pencipta, “pakeuna gawe rahayu, pakeun ngertakeun bumi
lamba” setiap manusia harus menyadari hakekat manusia sejatinya
untuk kesejahteraan alam semesta dan seiisinya.50
Oleh sebab itu menurut beliau mengkaji jagat raya dan jagat raga
harus selalu di laksanakan agar setiap para pemeluknya memahami pada
hakikatnya manusia hidup adalah untuk kembali ke sang penciptanya,
perbuatan baik akan menjadi bekal dan perbuatan burukpun akan
dipertanggungjawabkan semuanya, maka setiap perbuatan yang
dilakukan itu menceminkan apakah selamat di dunia dan di akhirat. Oleh
karena itu para pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan memegang teguh
den gan bersikap baik dengan sesama mmanusia dan alam dalam bentuk
menjaga kehidupan bermasyarakat dan menjaga alam dengan bentuk
memmbuat pelestarian tanaman di desa Cigugur melalui taman-taman
yang ada di wilayah Paseban.
3) Fungsi Pengawasan Sosial
Fungsi pengawasan sosial di setiap agama mana pun mengajarkan
cara-cara untuk mengatasi dan menunjang nilai-nilai seperti nilai yang
memerintahkan/ menganjurkan/ melarang penganut agama melakukan
atau tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu. seperti para penganut
kepercayaan Sunda Wiwitan dan Islam di Desa Cigugur pun seperti itu,
dari setiap fungsi ajarannya menerapkan mana yang boleh dan mana
yang tidak boleh, mana yang dianjurkan dan mana yang dilarang sesuai
50 Wawancara dengan Rama Anom (penerus pimpinan paseban tri panca tunggal), dikediamannya,
perumahan nusa endah, pada tanggal 28 februari 2016.
51
dengan ajarannya masing-masing. Seperti yang dilakukan para pemeluk
agama islam yang tidak dibolehkan memakan daging hewan yang tidak
dipotong melalui tata cara pemotongan hewan yang ada diajaran islma
dan mereka memberikan penjelasan tersebut maka para pemeluk Sunda
Wiwitan mengerti dan tidak memberikan daging hewan yang tidak sesuai
dengan ajaran islam.
4) Fungsi Transformatif
Fungsi ini ialah bagaimana agama mewariskan nilai-nilai baru
kepada masyarakatnya misalnya melalui inkulturasi yang proses
penerapannya melalui pemanfaatan mimbar atau uraian pada kitab suci
sesuai kebutuhan mendesak masyarakatnya, pada masyarakat di Desa
Cigugur fungsi ini dilakukan pada tahap sosialisasi ajaran masing-masing
yang di lakukan olah para tokoh agama yang ada di Desa Cigugur, seperti
yang dilakukan tokoh agama Islam dalam setiap ceramah atau pengajian
selalu memberikan pemahaman kepada para jamaahnya agar tidak
terjebak pada tindakan praktek adat yang dilakukan oleh para pemeluk
Sunda Wiwitan yang bertentangan dengan aqidah para pemeluk agama
Islam.
Artinya setiap masing-masing pemimpin mengontrol dan
memberikan pemahaman secara aktif kepada masyarakat, memberikan
informasi dan pengertian yang baik terhadap masing-masing pengikutnya
sehingga fungsi transformatif ada di desa Cigugur. Melalui kegiatan-
52
kegiatan keagamaan dari setiap kelompoknya baim melalui mimbar-
mimbar pada saat ceramah ataupun kajian keagamaan.
Diskusi dan komunikasi dari tiap-tiap pemeluk agama di desa
Cigugur sering dilakukan, minimal dalam satu tahun masing-masing dari
setiap kelompok keyakinan bertemu dan berbaur saat seren taun tiap
tahunnya. Maka interaksi dan penyampaian nilai-nilai kebersemaan pun
senantiasa tersampaikan pada setiap masyarakat di desa Cigugur.
5) Fungsi Memupuk Persaudaraan
Setiap agama melaksanakan tugas dan fungsi memupuk
persaudaraan, sebetulnya ada dua kesadaran yang muncul dari fungsi
tersebut, yakni kesadaran tentang kemajemukan di kalangan para
pemeluk suatu agama tertentu, dan kesadaran tentang kemajemukan
antarumat beragama.51
Dalam hal ini masyarakat di Desa Cigugurpun
sangatlah sadar akan perbedaan dari tiap-tiap masyarakatnya, perbedaan
keyakinan dan kepercayaan yang dianut oleh setiap masyarakat nya
menjadikan setiap dari mereka memahami batasan-batasan dari setiap
ajaran untuk menjalankan kehidupan yang harmonis, di samping
perbedaan itu ada temuan yang sangat penting dalam terbentuknya
keharmonisan yang penulis temukan.
Ketika penulis melakukan wawancara dengan tokoh Sunda
Wiwitan, beliau mengungkapkan :
masyarakat asli yang ada di Desa Cigugur ini memiliki hubungan darah satu dengan lainnya, dengan kata lain walaupun dalam ranah
51 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 256-260
53
keyakinan mereka memiliki perbedaan namun dalam hal hubungan
antar manusia mereka memandang kami adalah saudara dari para
pendahulu mereka di desa Cigugur.52
Ungkapan itupun dikuatkan oleh tokoh agama Islam di Desa
setempat, beliau mengungkapkan bahwa hampir semua masyarakat di
Desa Cigugur ini masih memiliki ikatan darah di luar dari masyarakat
pendatang dari luar Desa Cigugur. Maka bukan hanya fungsi agama
sebagai pemupuk persaudaraan akan tetapi secara faktor keturunan di
Desa Cigugur ini pun sudah dimiliki sejak para leluhur mereka hidup.
Faktor tersebut yang memang membentuk kesadaran bagi tiap-tiap
masyarakatnya untuk senantiasa hidup dalam suasana harmonis dan
berdampingan untuk saling mengerti dan menghargai setiap keyakinan
pada kepercayaan yang dianut dari masing-masing masyarakatnya.
b. Dimensi kedua yang turut berperan dalam menentukan hubungan atau
komunikasi antaragama adalah penampilan atau atraksi nilai dan norma
serta ajaran agama-agama yang dapat dilihat melalui perilaku para
pemeluknya. Maka ada dua hal dalam pembahasan ini yakni tampilan ajaran
agama melalui perilaku para pemeluknya dan faktor mereka yang
mempersepsi hubungan tersebut.53
52
Wawancara dengan Rama Anom (penerus pimpinan paseban tri panca tunggal), dikediamannya,
perumahan nusa endah, Cigugur-Kuningan, pada tanggal 28 februari 2016. 53
Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 260
54
1) Faktor yang berpersepsi
Pada faktor yang berpersepsi para pemeluk suatu agama yang
menanggapi hubungan dengan para pemeluk agama lain. Artinya,
persepsi terhadap agama, merupakan proses yang dialami setiap orang
untuk menyadari objek dan peristiwa tentang agama dan kelompok
keagamaan malalui variasi “rasa” yang dimiliki.
Sama halnya dengan penjabaran sebelum nya, setiap pemeluk
agama dan kepercayaan di desa Cigugur memang berbeda-beda, akan
tetapi masyarakat menyadari bahwa adanya perbedaan-perbedaan dari
setiap ajaran agamanya. Melalui sikap saling terbuka untuk mengenalkan
nilai-nilai ajaran setiap kepercayaan di desa Cigugur menjadikan
masyarakat yang berbeda kepercayaannya mengerti dan memahami
bahwa setiap tindakan dan perilaku individunya sangat berhati-hati dalam
menjalin interaksi sosial masyarakatnya.
Seperti yang dipaparkan Ust. Aang salah satu tokoh agama Islam
di desa Cigugur mengungkapkan :
Saya termasuk pemeluk agama Islam, namun banyak dari keluarga
saya pun yang bukan pemeluk Islam, persoalan silaturrahmi dan
komunikasi kami sampai sekarang baik, bahkan saya sering
menjelaskan ajaran yang saya anut tidak bisa membenarkan bahwa
memakan daging babi itu halal, maka sejak keluarga saya yang non
muslim tahu, mereka tidak pernah menawarka saya lagi dan tidak ada
rasa teringgung diantara keluarga kami.54
54 Wawancara dengan bapak Drs. Aang Taufiq, M.SI (tokoh agama islam di Desa Cigugur), di
kediamannya, Desa Cigugur, pada tanggal 2 Maret 2016.
55
Penulis berpandangan bahwa persepsi yang muncul dari setiap
ekpresi atau tindakan dari proses ajaran agama dalam hubugan
antaragama akan selalu memiliki perbedaan dari setiap manusia yang
berpersepsi atau yang di persepsi tergantung manusia atau para pemeluk
agama ini berpersepsi secara statis atau dinamis. Karena bisa statis
manakala persepsi terhadap suatu agama atau kelompok keagamaan itu
relatif tidak berubah, sedangkan sifat yang dinamis kalau persepsi itu
dikaitkan dengan perubahan situasi dan kondisi yang melingkupi orang
yang mempersepsi, juga perubahan lingkungan yang mengelilingi agama
atau kelompok keagamaan tertentu. Maka keterbukaan melalui
komunikasi yang baik untuk menyampaikan nilai-nilai ajaran pada
masing-masing kepercayaan memang perlu dilakukan untuk menjaga dan
mensosialisasikan apa saja yang memang berbeda dalam ajaran masing-
masing kepercayaan dan mana saja yang memang memiliki kesamaan
dalam ajaran masing-masing kepercayaan yang dianut.
Seperti yang terjadi di Desa Cigugur para penganut kepeercayaan
sunda Wiwitan memiliki perayaan seren taun, dalam prosesi acara nya
ada yang dilakukan beramai-ramai dengan melibatkan seluruh
masyarakat desa Cigugur yaitu pada acara Tumbuk Bumi, karena acara
ini adalah bagian dari tradisi leluhur sunda dalam menunjukan rasa
syukur atas hasil panen kepada tuhan sang maha pencipta.
56
2) Faktor tampilan para pemeluk yang dipersepsi.
Keterlibatan hubungan antaragama pada para pemeluk agama atau
kepercayaan lain berpengaruh terhadap orang yang dipersepsi, sehingga
faktor atraksi agama yang bersangkutan yang ditujukan melalui para
pemeluknya, dengan kentalnya nilai-nilai Sunda Wiwitan yang
berpengaruh terhadap para pemeluknya menjadi cerminan khusus bagi
para pemeluk agama lain di Desa Cigugur, seperti yang diungkapkan
salah satu tokoh agama Islam di Desa tersebut, beliau mengungkapkan :
bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan dalam berkehidupan lebih terasa santun dan sopan dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan melebihi para
pemeluk agama lain ungkapnya.55
Maka dalam hal hubungan antar agama para pemeluk Sunda
Wiwitan sangat baik dalam memposisikan mereka sebagai orang yang
mempersepsi ataupun yang dipersepsi. Karena dalam keidupan
bermasyarakatnya para pemeluk Sunda Wiwitan menjaga keharmonisan
baik dalam hubungan masyarakat agama lain ataupun kelompok
kepercayaannya sendiri seperti selalu melihatkan sifat yang santun dan
melebur dengan masyarakat lain melalui hal-hal yang bersifat anjang
sana atau silaturrahmi.
4. Masalah dan Pemecah Hubungan AntarAgama
Di kalangan umat beragama ada banyak persoalan. Persoalan-persoalan itu
ada yang sudah terlesesaikan, ada yang masih dalam proses penyelesaian, dan
55 Wawancara dengan bapak Drs. Aang Taufiq, M.SI (tokoh agama islam di Desa Cigugur), di
kediamannya, Desa Cigugur, pada tanggal 2 Maret 2016
57
ada juga yang belum terselesaikan. Beberapa persoalan dalam hubungan antar
umat beragama terasa masih berlanjut sampai masa sekarang dan mungkin
sampai masa yang akan datang. Beberapa kasus yang menimpa umat
beragama, seperti di Poso, adalah satu contoh yang masih hangat di telinga.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian agama (studi agama) terhadap
persoalan-persoalan yang selama ini terabaikan dalam konteks relasi antar
umat beragama. Kajian-kajian itu adalah usaha untuk melakukan kritisisme
situasi sejarah yang seringkali menunjukkan kesalahpahaman antar umat
beragama. Melalui kajian-kajian itu dimungkinkan tidak hanya dapat
menemukan fakta-fakta tetapi juga meneliti fakta-fakta yang berarti pada masa
lalu atau berarti pada masa sekarang.56
Adanya perbedaan agama-agama itu bukan berarti tidak ada titik temu
yang dapat melahirkan mutual understanding di antara mereka. Titik temu itu
bisa berupa kesatuan yang bersifat social, dan etis (moral). Selain itu, penulis
menekankan pentingnya moralitas dan etika dalam mencari jalan keluar untuk
mengembangkan dialog di masa depan. Dalam hal ini umat beragama,
khususnya umat Islam, dapat belajar dari pengalaman Nabi Muhammad ketika
mengimplementasikan pengalaman toleransi, kerukunan antar umat beragama.
Namun tetap menjadi catatan penting bagi umat Islam bahwa tidak ada
toleransi dalam hubungan teologis, karena sekali lagi Islam tidak sama dengan
agama-agama lain (non Islam).
56 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 263
58
Titik temu dari perbedaan ajaran dari setiap kepercayaan yang ada di Desa
Cigugur terdapat pada nilai budaya sunda yang sama-sama dimiliki masyarakat
di Desa Cigugur. Pada kegiatan yang bersifat budaya seperti nutug bumi dan
pesta tarian Tarian Seren taun dapat diikuti oleh masyarakat akan tetapi pada
ritual penghormatan bagi kepercayaan Sunda Wiwitan tidak di ikuti
mmasyarakat seluruhnya khusus nya penganut Agama Islam.
Seperti yang disebutkan dalam hasil wawancara dengan Ust.Aang salah
satu tokoh Islam di Desa Cigugur, beliau menjelaskan:
makna toleransi itu muncul bukan karena semua agama itu sama
melainkan berbeda, dan setiap dari kita harus mensosialisasikan perbedaan
tersebut sebagai bentuk kewaspadaan.57
sehingga masyarakat yang ada di luar dari ajaran Islam tau mana yang
menjadi batasan terhadap ajaran Islam dan ajaran yang dianutnya, maka
menurutnya bukan berbeda itu kaku dan tidak kompak malah dengan saling tau
batasan dari setiap ajarannya kita masyarakat cigugur bisa saling toleransi dan
saling mengingatkan sebagai manusia dalah kehidupan bermasyarakat,
contohnya ketika sedang ada kegiatan kerja bakti, umat kristen atau pengahayat
kepercayaan mengingatkan kepada yang muslim agar segara melaksanakan
ibadah nya terlebih dahulu dan mempersilahkan selesai lebih dulu setelahnya
baru melanjutkan kembali, jadi saling timbul gotong royong ungkapnya.
57 Wawancara dengan bapak Drs. Aang Taufiq, M.SI (tokoh agama islam di Desa Cigugur), di
kediamannya, Desa Cigugur, pada tanggal 2 Maret 2016
59
Adapun peran pemerintah dalam hal ini sebagai institusi yang menaungi
warga negara nya pun memandang seperti itu di kalangan masyarakat desa
Cigugur.
Seperti yang di jelaskan oleh bapak Anda Suganda aparatur desa setempat,
bahwa :
Menurutnya nilai toleransi yang ada di desa Cigugur sudah menjadi budaya karna
saling harmonis dalam kehidupan bermasyarakatnya, dalam urusan-urusan lainnya
yang menyangkut permaslahan administrasi sebagai warga penduduk itu
diserahkan kembali kepada individu masyarakatnya, yang terdaftar di kantor desa
ya akan diberikan hak nya sesuai yang diberikan pemerintah kepada warga Negara
nya, adapun yang tidak terdaftar ya itu urusan nya sendiri. tuturnya dalam sesi
wawancara lanjutan di kantor desa Cigugur.58
Pola yang terbangun pada masyarakat Desa Cigugur masih dalam katagori
kondusif pada level kerukunan antar umat beragama, dan nilai-nilai yang
terbangun dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat ini yang seharusnya
mampu tersosialisasikan sebagai bahan referensi pemecahan masalah
hubungan antaragama. Sikap saling terbuka dalam perbedaan yang pada
akhirnya menjadi tindakan-tindakan masyarakat yang tumbuh dalam kearifan
dan keharmonisan hubungan antaragama dan masyarakat.
5. Masa Depan Agama dan Hubungan AntarAgama
Hubungan dan komunikasi antaragama yang penulis bahas dari awal pada
akhirnya mencapai pada tahap masa depan agama dan hubungan antaragama,
ada enam pembahasan dalam pembahasan masa depan agama dan hubungan
antaragama kedepannya, yaitu sebagai berikut :
58 Wawancara dengan bapak Anda Suganda, aparatur desa Cigugur, di kantor Desa Ccigugur, pada
tanggal 1 Maret 2016.
60
a. Agama dan keluarga
Saat ini makin banyaknya orang yang lebih peka melihat pengaruh
berbagai perubahan terhadap peranan agama dan keluarga. Dalam kondisi
hubungan antaragama dan budaya di Desa Cigugur dalam kehidupan
keluarga dari tiap-tiap masyarakatnya memiliki keunikan dalam hubungan
keluarga inti, pada level keyakinan tiap-tiap individu yang ada pada
keluarga inti tersebut memandang sebuah agama adalah bagian dari pada
keyakinan individu dengan sang maha penciptanya, maka tidak jarang di
Desa Cigugur pada keluarga ini setiap individunya memiliki perbedaan
dalam keyakinan namun pada level hubungan kekeluargaan dan manusia
mereka tetap saling harmonis dan berhubungan dengan baik.
Dibuktikan dari pernyataan, ketika dilakukan wawancara dengan
pemuka agama Islam setempat beliau mengungkapkan :
Sebenarnya banyak dari keluarga yang ada di Desa Cigugur ini yang memiliki perbedaan keyakinan namun tetap saling harmonis dalam kehidupan
keluarganya.59
Walaupun penulis tidak secara rinci mendapati temuan tersebut namun
dalam pembahasan ini kiranya dapat menambah ketertarikan penulis
terhadap keanekaragaman yang ada di Desa Cigugur.
b. Agama dan Ekonomi
Apakah agama dapat mempengaruhi terhadap kondisi ekonomi pada
masyarakat tertentu? Penulis tidak secara detail membahas permasalahan
59 Wawancara dengan bapak Drs. Aang Taufiq, M.SI (tokoh agama islam di Desa Cigugur), di
kediamannya, Desa Cigugur, pada tanggal 2 Maret 2016
61
ini, namun sedikit mengambil dari pemaparan Ibunda Ratu Emalia, beliau
menerangkan :
dalam acara adat seren taun ataupun kegiatan-kegiatan yang sifatnya
melestarikan kebudayaan nusantara, pihak Paseban tidak merasa
terhambat dengan tidak adanya bantuan-bantuan dari pihak luar, karena
itu setiap perayaan upacara seren taun yang mencakup dari kepercayaan-
kepercayaan diluar Sunda Wiwitan, selalu mandiri dalam perayaan nya.60
Ini menjadi temuan yang menarik mengingat kebudayaan nusantara
sudah semakin tergerus oleh arus globalisasi yang makin melahap habis
perhatian masyarakat di Indonesia. Ini menjadi pengaruh tersendiri antara
masa depan agama khususnya dalam aliran kepercayaan yang memang pada
hal ini mewarisi budaya-budaya nusantara pada umumnya.
c. Agama dan pemerintah
Adapun peran pemerintah dalam hal ini sebagai institusi yang menaungi
warga Negara nya pun memandang seperti itu di kalangan masyarakat desa
Cigugur. Seperti yang di jelaskan oleh bapak anda aparatur desa setempat
memandang :
menurutnya nilai toleransi yang ada di desa Cigugur sudah menjadi
budaya karna saling harmonis dalam kehidupan bermasyarakatnya,
dalam urusan-urusan lainnya yang menyangkut permaslahan administrasi
sebagai warga penduduk itu diserahkan kembali kepada individu
masyarakatnya, yang terdaftar di kantor desa ya akan diberikan hak nya
sesuai yang diberikan pemerintah kepada warga Negara nya, adapun
yang tidak terdaftar ya itu urusan nya sendiri. tuturnya dalam sesi
wawancara lanjutan di kantor desa Cigugur.61
60 Wawancara dengan Ibunda Ratu Emalia, di Paseban Tri Panca Tunggal, Tanggal 3 Maret 2016.
61 Wawancara dengan bapak anda, aparatur desa Cigugur, di kantor Desa Ccigugur, pada tanggal 1 Maret 2016.
62
Peran pemerintah dalam mendukung penghayat kepercayaan Sunda
Wiwitan dan agama-agama yang ada di desa Cigugur sudah cukup
koperatif, seperti yang dipaparkan oleh sekertaris desa Cigugur di atas,
sesuai dengan hak dan kewajban yang diterima oleh masyarakat desa
Cigugur sesuai dengan sistem yang ada di Indonesia, untuk mendapatkan
hak kependudukan maka masyarakat harus mendaftarkan diri sebagai warga
Indonesia, lalu sesuai administrasi yang berlaku diberikan kartu tanda
penduduk yang nantinya bisa dipergunakan untuk mendapatkan hak fasilitas
sebagai warga negara Indonesia.
Hal yang menjadi penting bagi masyarakat Cigugur yang belum dapat
di atasi oleh pemerintah adalah masalah perkawinan beda agama, maka
pemerintahpun belum bisa melegalkan sesuai undang-undang yang berlaku
di Indonesia yang belum adanya legalitas menikah berbeda agama.
Agama dan pemerintah (lebih banyak dikaitkan dengan politik), saling
mendukung dalam preferensi tertentu. Di Indonesia “politik” mencari
dukungan agama dan sebaliknya merupakan hal yang biasa. Banyak
organisasi yang bersifat keagamaan melibatkan birokrat pemerintah untuk
mendekatkan hubungan dengan agama.62
Maka dalam hal ini seharusnya
pemerintah harus lebih solutif dengan permasalah-permasalah yang ada
dalam hubungan antar agama.
62 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 265
63
d. Agama dan kegiatan sosial
Agama sangat mempengaruhi kegiatan social, seorang konservatif
merupakan orang yang mungkin bersedia melakukan penyesuaian yang
kecil, namun mereka yakin bahwa struktur dasar masyarakat sudah sehat
dan masuk akal. Mereka mungkin bahkan mendukung pembaharuan/reform
namun menolak revolusi karna membawa kehancuran dan bukan
keuntungan.
Kaum konservatif percaya bahwa agama harus menghasilkan
keselamatan pribadi, agama harus meningjkatkan semangat cinta kasih,
altruism dan iman yang dapat mengatasi berbagai kesulitan social. Agama
tidak berusaha mengubah dunia melaikan merubah manusia menjadi orang
beriman yang berdedikasi. Sebaliknya orang yang radikal lebih
mementingkan bagaimana agama diubah untuk dan disesuaikan dengan
situasi sekarang dan kini.
Masyarakat di desa Cigugur lebih mengedepankan keharmonisan yang
di jaga melalui komunikasi yang baik dengan masyarakat agama lain, Sunda
Wiwitan pun melakukan hal yang sama dengan masyarakat lainnya dengan
cara bersosialisasi dan tidak tertutup dengan kelommpoknya sendiri.
e. Agama dan lapisan sosial
Salah satu fungsi latent agama adalah dapat melahirkan struktur baik
formal ataupun informal dalam agama sebagai organisasi. Peran agama
dalam lapisan sosial membantu masyarakat membentuk kelompok-
kelompok di luar fungsi agama secara formal, yang melahirkan kesamaan
64
rasa dan cita-cita untuk sama-sama membangun kualitas dari pada
agamanya tersebut, memberikan wadah transformatif bagi para pemeluk
agama agar tidak terjadi tindakan diluar kontrol ajaran agama.
Seperti organisasi keagama yang mampu menumbuhkan rasa
kekompakan dan saling membangun bagi para pemeluk kepercayaan. bukan
untuk saling membesarkan secara tendensi dan kecenderungan benar
salahnya suatu agama melainkan untuk media sosialisasi dan tempat
bertukar informasi dari agama atau kepercayaan di luar yang diimani.
65
B. Hakikat Agama Bagi Kepercayaan Sunda Wiwitan
Kehidpan bermasyarakat di Desa Cigugur sangat diwarnai dengan
keanekaragaman para pemeluk kepercayaan ataupun agama-agama yang ada
sudah sangat dikenal seperti Islam, Katolik, Budha, Hindu. Dari keanekaragaman
agama-agama tersebut, penulis mengamati kerukunan dalam kehidupan
bermasyarakat, keharmonisan kelompok agama-agama tersebut tercermin dalam
kegiatan saling menghormati, menghargai dari setiap perbedaan yang ada di
ajaran agama-agama tersebut.
Sunda Wiwitan sebagai salah satu kelompok yang sampai hari ini masih
eksis dalam menjalankan kepercayaan nenek moyang mereka, menjadi keunikan
tersendiri dari berbaurnya agama-agama yang ada di Desa tersebut. Adat dan
budaya Sunda Wiwitan seakan merangkul dari setiap pemeluk ajara-ajaran lain,
untuk saling hidup rukun dan harmonis sehingga pada setiap pelaksanaan kegiatan
adatnya masyarakat masih berkumpul bersama dalam peringatan hari besar seren
taun di desa Cigugur.
Kegiatan seren taun ini menjadi reitual upacara hari besar adat sunda, yang
biasa kita kenal pada upacara-upacara adat orang sunda lainnya adalah hajat bumi.
Di upacara ini lah masyarakat desa Cigugur berbaur menjadi satu untuk
memanjatkan rasa syukur kepada tuhan sang pemberi kehidupan kepada semua
makhluk baik dari kalangan Sunda Wiwitan, Islam, maupun agama-agama yang
lain yang ada di Desa Cigugur.
Bagi para penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan, semua agama yang ada
di muka bumi ini adalah sama yaitu pada konteks penyembahannya terhadap sang
66
maha pencipta, seperti para pendahulu mereka yang mengajarkan setiap manusia
memiliki kewajiban untuk selalu mengingat sang maha pencipta melalui
pengahayatan jagat raya dan jagat raga. Dengan menyadari betul bahwa semua
manusia harus menebar cinta kasih, karena sejatinya manusia memiliki pancara
komara (cahaya) maha kuasa, pengatur segala isi alam semesta ini dengan segala
kemurahanya, dari sekecil atom hingga pada bumi, planet yang bergerak dialam
semesta ini hanyalah kehendak tunggal tuhan sebagai maha mengatur dari asal
segala asal yang di sebut juga dalam ajaran Sunda Wiwitan “Gusti pangeran
sikang sawiji-wiji” yang artinya tuhan yang maha esa, wiji adalah inti-inti dari
segala kehidupan baik jagat besar ataupun jagat kecil (makro dan mikro) atau
alam raya, alam raga, dan alam rasa. Menghayati atau mengkaji jagat raya
maksudnya, manusia harus selalu menebar cinta kasih terhadap lingkungan dan
seiisinya, karena nafas kehidupan yang diciptakan oleh sang maha pencipta
(udara) sejati terhirup oleh semua makhluk yang ada di jagat raya ini, dari
manusia, hewan sampai tumbuhan. Yang sejatinya udara itu bergantian dihirup
oleh makhluk ciptaan tuhan secara bergantian. Oleh karenya setiap makhluk hidup
khususnya manusia harus menyadari, sebenrnya semua yang ada di alam semesta
ini harus kita jaga dan kita berikan kasih sayang seperti di jelaskan pada
kumpulan falsafah Sunda Wiwitan, “ ini pakeun urang ngertakeun bumi lamba”
hal ini lah merupakan jalan untuk kita mensejahterakan dunia.
Penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan sangat berpegang teguh dengan
nilai-nilai sopan santu dan budi perkerti yang luhur ibarat mecontoh rosul tuhan
adalah sebaiknya perbuatan. Sama halnya yang dijelaskan dalam falsafah Sunda
67
Wiwitan “ Bayu kita pinah ka prebu, sabda kita pinah ka rama, hedap kita pinah
ka resi, .. nguni sang pandita kalawan sang dewa ratu, pageuh ngantakeun ing
buwana, nyamana kreta lor, kidul, kulon, watan, sakasangga dening pretiwi, saka
kurung dening akasa, pahi maghurip ikang sarwo janma kabeh” yang artinya,
kesentosaan kita ibarat raja, ucap kita ibarat rama, budi kita ibarat resi, demikikan,
apabila pandita dan raja sungguh-sungguh mensejahterakan Negara, maka
sejahtera diutara, selatan, barat dan timur, hidup snetosa untuk semua makhluk.
Maka dari nilai-nilai yang bterkandung dalam falsafah Sunda Wiwitan ini lah
yang pada akhirnya diimplementasika dalam kehidupan sehari oleh para
pemeluknya dalam bentuk penghayatan untuk hidup saling harmonis dengan
pemeluk kepercayaan lain seperti menghormati dan menghadiri kegiatan-kegiatan
yang bersifat kemasyarakatan seperti gotong royong, menghadiri takdziah orang
yang meninggal sampai menjalin silaturrahmi di setiap harinya.
Sudut pandang Sunda Wiwitan dalam memaknai hakekat agama sudah
tidak lagi memisahkan antara manusia-manusia yang ada di muka bumi. seperti
yang dijelaskan rama anom dalam sesi wawancara, beliau menyampaikan :
Hakekat sebuah agama pada dasarnya menyerukan pada setiap ajaran nya
nilai baik terhadap sang maha kuasa dalam menjalankan setiap perintahnya dan
menjauhi semua yang dilarang, serta berbuat baik dengan semua manusia,
“hablumminallah wa hablumminannas” ungkapnya seperti itu, kami pun
mengkaji ajara-ajaran dari agama lain untuk menemuka ma‟ rifatullah dalam
setiap agama yang diturunkan di bumi. Bukan tidak dengan ajaran Islam, kami
pun membaca dalil-dalil atau firman allah dalam alquran, akan tetapi kami
terbiasa mengkaji hal yang tersirat ketimbang hal yang tersurat dalam kita suci
umat Islam.63
63 Wawancara dengan Rama Anom, di kediamannya, pada tanggal 28 Februari 2016.
68
Jadi hakekat agama yang dipahami oleh para penghayat kepercyaan Sunda
Wiwitan bukan hanya sebatas mengkaji aturan-aturan atau ajaran-ajaran tersurat
melainkan atura-aturan tuhan yang tersirat dari semua bentuk ciptaannya. Karena
menurut ibunda ratu emalia, beliau menjelaskan :
agama itu tidak membuat kacau, tidak membuat keruh para pemeluknya
melainkan mebuat damai bagi setiap manusia dan makhluk ciptaan tuhan sang
maha pencipta.64
Penulis berpendapat dari hasil pembahasan dan temuan diatas, kiranya ada
jawaban yang terhubung mengapa hakekat agama masuk dalam kebudayaan
Sunda Wiwitan, karena pada dasarnya ajaran Sunda Wiwitan pun mengakui ada
nya dzat yang maha kuat dan maha pencipta di luar dari kemampuan manusia,
akan tetapi hanya resonansi penyebutannya saja yang berbeda-beda pada setiap
agama –agama yang ada. Dan juga sistem nilai dan norma yang terbangun dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat di Desa Cigugur menemukan kesamaan makna
bahwa dalam kehidupan manusia membutuhkan sebuah kepercayaan yang hakiki
dan absolut bagi setiap manusia yang mempercayainya, agar menopang
kehiduupan berbudayanya dalam tindakan-tindakan atau implementasi nilai ajaran
yang pada akhirnya membentuk sebuah system bagi seluruh pemeluknya. Budaya
ini yang pada akhirnya menyatukan mereka pada satu kesamaan dalam
berkehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu ikatan kekeluargaan yang
sangat erat menjadikan mereka saling terbuka dan memberikan pemahaman-
pemahan batasan bagi setiap pemeluk ajaran agama yang masing-masing yakini
dalam ajaran agamanya seperti dalam hal tata cara mengolah masakan daging dari
64 Wawancara dengan Ibunda Ratu Emaila, di paseban tri panca tunggal, tanggal 3 Maret 2016
69
mulai pemotonganya, kegiatan seren taun yang selalu diikuti oleh pemeluk agama
lain namun tidak keluar dalam batasan seperti sesembahan yang tidak semua
agama di Desa Cigugur mengikutinya khususnya Islam yang memang tidak
adanya kegiatan sesembahan seperti yang dilakukan pemeluk kepercayaan Sunda
Wiwitan.
Pengertian lain atas pemahaman hakikat agama adalah sistem keyakinan
yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau
masyarakat yang menginterpretasikan dan memberikan respon terhadap apa yang
disarankan dan diyakini sebagai yang ghaib dan suci. Maka bedasarkan pengertian
itu, agama sebagai suatu keyakinan yang dianut oleh suatu kelompok atau
masyarakat menjadi nilai dan norma yang diyakini, dipercayai, diimani sebagai
suatu refrensi, karena norma dan nilai itu mempunyai fungsi-fungsi tertentu. 65
Maka hakekat agama yang dipahamai oleh seluruh pemeluk Sunda
Wiwitan dapat menjadikan pemeluknya menjadi manusia yang memiliki semangat
membangun keharmonisan, berbudi pekerti luhur serta menjunjung tinggi sopan
santun dalam kehidupan sehati-harinya.
65 Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama, h. 254
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Komunikasi antar budaya dan agama yang bekembang di Desa Cigugur ini
sangat dinamik dan masif, hal ini dapat terlihat dari beberapa kajian yang
penulis lakukan, dari pola memahami hakikat Agama, kecenderungan
kelompok beragama sebagai etnik yang memiliki perasaan ekslusif terhadap
kelompok lain namun tetap mampu inklusif dalam kehidupan
bermasyarakatnya dan tidak membentuk gerakan persuasif atau mengajak bagi
masing-masing kepercayaan yang dianutnya, serta hubungan antar agama yang
sama-sama memahami makna perbedaan bagi setiap ajaran yang dianut
masing-masing individu masyarakatnya untuk senantiasa saling menghormati
dan menghargai antar umat beragama, terlebih hubungan kekeluargaan atau
hubungan darah yang memberikan faktor penting terjalinnya komunikasi yang
baik guna mempertahankan sisi-sisi budaya leluhur yang menanamkan nilai-
nilai budi pekerti, sopan dan santun serta bersikap baik terhadap sesama serta
membangun toleransi, keharmonisan, dan gotong royong yang telah menjadi
budaya masyarakat desa Cigugur.
2. Bagi penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan, hakikat agama pun bagian dari
pada ajaran yang mereka anut, para penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan
percaya bahwa penciptaan jagat raya dan jagat raga adalah ciptaan sang maha
71
pencipta, Gusti Ingkang Sawiji-wiji yang mampu menghidupkan dan
mematikan makhluk yang bernyawa. Maka keyakinan terhadap sesuatu yang
ghaib pun mereka percayai sebagai cara mereka beribadah dan mengingat sang
maha pencipta (renungan/semedi).
B. Saran
1. Perlu adanya peranan pemerintah khususnya Departeman Agama dalam hal ini
mempunyai tugas dan tanggung jawab sekaligus memberikan pengarahan atau
membina para tokoh maupun penganutnya dalam meningkatkan pemahaman
dan penghayatan ajaran agama yang mereka anut dalam rangka meningkatkan
kualitas keimanan. Serta memberikan pemahaman yang berorientasi pluralis
hendaknya diutamakan, dengan demikian masyarakat desa Cigugur yang
majemuk dapat memahami dan menghargai keberadaan orang lain.
2. Pemanfaatan potensi lokal untuk menangani setiap masalah yang timbul antara
pemeluk agama yang berbeda agama, baik masalah internal ataupun masalah
eksternal umat beragama. Keharmonisan yang terdapat pada masyarakat
Cigugur merupakan satu bukti bahwa tanpa banyak campur tangan orang lain,
mereka tetap bisa menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dan tetap
damai.
3. Harus ada peranan aktif dari pihak pemerintah ataupun komunitas budaya
dalam menjaga budaya di desa Cigugur, dan dalam menjaga kerukunan dalam
kemajemukan agama yang terjadi di Cigugur. Seperti memperkenalkan
Cigugur kepada masyarakat luas dan menjadikan Cigugur sebagai daerah
72
tujuan wisata adat, sebagai upaya dalam melestarikan kepercayaan dan adat
yang ada di Cigugur.
4. Penulis pun menyarankan agar studi komunikasi antar budaya dan agama
seperti ini lebih dikembangkan dan diperdalam pada jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, sehingga dalam mencari refernsi tidak terlalu menemukan
kesulitan bagi para mahasiswa yang ingin meneliti dan konsen dalam kajian
bidang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abbas, Bakrie, Komunikasi Internasional: Peran dan
Permasalahannya, Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta-IISIP, 2004.
Agus, Bustanuddin, Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar
Antropologi Agama, Jakarta: PT.Grafindo Persada, 2006.
Alex. H. Rumondor dkk. Komunikasi Antar Budaya, Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka, 2001.
Arbi, Armawati, Dakwah dan Komunikasi, Jakarta: UIN Press,
2003.
Asnawir dan Utsman, basyirudin, Media Pembelajaran Jakarta:
Ciputat Press, 2002.
Bertrand, Jacques. Nasionalisme dan Konflik Etnis di Indonesia ,
Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012.
Dr. Aloliliweri, M.si, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Agama,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011.
Dr. Aloliliweri, M.si. Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya,
Jogjakarta: Pustaka Pelajar Press, 2000.
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,
Yogyakarta: LkiS, 2011.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,
Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Kitab falsafah Sunda wiwitan.
Maarif, Syafi’i, Agama Kemanusiaan dan Budaya Toleransi,
Yogyakarta: PT. Surya Sarana Utama, 2004.
Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2003.
Mulyana, Dedi. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.
Rosdakarya,2002.
Mulyana, Dedi. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2006.
Mulyana, Dedi dan Rahmat, Jalaluddin. Komunikasi Antar Budaya.
Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2005.
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif Yogyakarta: LkiS, 2007.
Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif
Rancangan Penelitian, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Robert K. Yin. Studi Kasus Desain dan Metode, Jakarta:
RajaGrafindo, 2004.
Sulkan, Laporan Kinerja Tahun 2014 dan Rencana Kerja Tahun
2015 Sekertaris Kelurahan Cigugur.
Pedoman Wawancara
Nama : Pangeran Gumirat Barna Alam
Jabatan : Tokoh Sunda Wiwitan
Hari / Tanggal : Minggu, 28 Februari 2016
Waktu Wawancara : 09.00 WIB
Tempat Wawancara : Perumahan Puri Loka, Kuningan
Tanya :Bagaimana Sunda Wiwitan memandang sebuah Agama?
Jawab :sebelum membahas makna sebuah agama, bisa di artikan agama
adalah aturan gawe manusa, jadi agama adalah pedoman atau
tuntunan menuju jalan kebenaran untuk manusia. Hakikat agama
menurut penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan adalah bahwa
sesungguhnya semua agama diturunkan oleh gusti ingkang sawiji-wiji
adalah untuk menebar cinta kasih atau kasih sayang terhadap setiap
makhluk hidup yang ada dimuka bumi ini. Agama dipandang sebagai
aturan yang harus dipatuhi oleh setiap pemeluknya, hakikat agama
yang di maknai oleh para pemeluk sunda wiwitan adalah bagaimana
kita bisa menjaga setiap makhluk ciptaanya walaupun dengan cara
yang berbeda-beda, semua agama menentukan aturan-aturannya
masing-masing sesuai perintah sang maha pencipta.
Tanya : Kenapa para pemeluk Sunda Wiwitan masih mempertahankan
kepercayaan Sunda Wiwitan sampai sekrang?
Jawab : Bagi para penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan sangat menjaga
apa yang diwarisi oleh leluhur kami, kami mensyukuri apa yang telah
diberikan tuhan sebagai ciptaannya. Karena kami lahir di tanah Sunda
yang memiliki budaya dan adat istiadat seperti ini dan sudah sejak dulu
di lakukan oleh para leluhur kami maka kami wajib menjaganya dan
mempertahankan budaya Sunda Wiwitan yang telah diwarisi. Karena
kalo bukan kami yang menjaga nya semakin hilang saja budaya
nusantara seperti ini.
Tanya : Bagaimana Komunikasi yang terjalin antara pemeluk sunda wiwitan
dengan pemeluk agama Islam dalam mewujudkan toleransi di Desa
Cigugur?
Jawab : kalo komunikasi kami dengan masyarakat Cigugur sangat baik, tidak
pernah ada singgungan dengan sesame ataupun yang berbeda
keyakinan sekalipun. Kami pun sering melakukan anjang sana
(silaturrahmi) untuk saling mengenalkan dan memahami social yang
ada pada masyarakat. Karena melalui ajang silaturrahmi ini yang
membuat kami semakin dekat dan akhirnya saling mengenal dan tahu
apa saja sih yang menjadi batasan ajaran kami dan masyarakat yang
berbeda keyakinan sekalipun. Adanya keterbukaan dari semua
masyarakat disini menjadi kunci keharmonisan juga bagi kehidupan di
desa Cigugur, melalui bahasa yang santun agar komunikasi yang
terjalinpun lebih baik.
Tanya : Faktor apa saja kah yang mendukung dan menghambat komunikasi
antara pemeluk sunda wiwitan dan pemeluk agama islam dalam
menjaga toleransi agama di desa Cigugur?
Jawab : faktor yang berpengaruh dalam kelancaran masyarakat
berkomunikasi itu…hubungan darah dan kerabat dekat yang memang
di desa Cigugur kalo masyarakat asli nya pasti memiliki hubungan
darah atau masih keluarga. Sangat kecil adanya hambatan dalam
mengkomunikasikan perbedaan keyakinan di masyarakat Cigugur.
Karna kami yang memang masih memiliki ikatan keluargapun pas
bertemu tiap berapa waktunya karena ada perkumpulan di setiap
keluar seperti arisan dan kumpul-kum[ul keluarga ini sudah menjadi
tradisi di masyarakat menjadi pemersatu.
Tanya : Siapa tokoh yang berperan dalam menjaga toleransi agama di desa
Cigugur?
Jawab : Semua tokoh lintas agama yang ada di desa Cigugur memiliki peran
masing-masing untuk saling menjaga keharmonisan dan kerukunan
antar masyarakat yang ada. Kalo dari tokoh sunda wiwitan ada
pangeran Djati kusumah dan saya sendiri. Dengan adanya dialog antar
agama yang sering diadakan disini juga berpengaruh dalam
mensosialisasikan ajaran-ajaran dari setiap agama dan kepercayaan.
Nama : Ust. Drs. Aang aufik
Jabatan : Tokoh Islam di Desa Cigugur
Hari / Tanggal : Senin, 29 Februari 2016
Waktu Wawancara : 14.00 WIB
Tempat Wawancara : Rumah Narasumber, Desa Cigugur, Kuningan
Tanya : Menurut bapak, bagaimana agama Islam memandang Hakikat Agama?
Jawab : Memandang hakikat agama itu ya aturan yang diturunkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW, untuk menjalankan semua yang
diperintahkan Allah SWT dan menjauhi apa yang di larang oleh Allah
SWT, dengan kata lain dalam menjalani kehidupan bermasyarakat
manusia hidup saling bersama-sama, saling menjalankan ibadahnya
sendiri-sendiri tanpa memaksakan pola agama tertentu. Lakum Dinukum
Waliyadin “Untukmu Agamamu, dan untukulah agamaku” artinya kita
tidak mengusik agama mereka dan mereka tidak mengusik agama kita,
entah itu minoritas ataupun mayoritas. Dalam konteks ini ajaran islam
sendiri sangat menghargai perbedaan, toleransi dan saling memahami
dalam kehidupan bermasyarakat menurut pandangan islam, tinggal
bagaimana kita bisa mensosialisasikan perbedaan-perbedaan itu maka
orang lain diluar dari agama islam pun akan mengetahui batasan-
batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap diri kita.
Dengan ini munculah suatu keterbukaan diantara pemeluk agama yang
kemudia sikap saling menghormati dan menghargai akan terjadi
sehingga kerukunan antar pemeluk agama dan mereka yang berbeda
keyakinan dengan islam itu benar-benar terwujud.
Tanya : Bagaimana para pemeluk agama Islam di Desa Cigugur dapat hidup
berdampingan dan harmonis dengan masyarakat non islam? Apa
penyebabnya?
Jawab : setiap dari kita (kelompok) memiliki cita-cita dari masing-masing para
pemeluk agama atau kepercayaan di Desa Cigugur akan tertapi dalam
menumbuhkan kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan saling
menghormati maka jangan sampai ada kecenderungan kelompok untuk
menjadi yang paling benar. Sehingga tidak menyulut api permusuhan
diantara pemeluk kepercayaan sunda wiwtan dan pemeluk agama islam
di Desa Cigugur. Apalagi dengan adanya ikatan darah dari masyarakat
Desa Cigugur itupun menjadi faktor penting mengapa kelompok agama
maupun kepercayaan di Desa Cigugur ini, walaupun berbeda dalam hal
keyakinan namun tetap menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dan saling
memahami bagi setiap masyarakatnya.
Tanya : bagaimana komunikasi yang terjalin antara pemeluk agama Islam dan
pemeluk kepercayaan sunda wiwitan dalam menjaga toleransi di
Cigugur?
Jawab : komunikasi yang terjalin antara masyarakat beragama Islam dan sunda
wiwitan sampai saat ini cukup baik, karena memang kehidupan
keseharian para pemeluk kepercayaan sunda wiwitan sangan sopan dan
etika mereka pun baik, bahkan harus diakui, dibandingkan dengan para
pemeluk agama lain, para pemeluk sunda wiwitan lebih santun dalam
kehidupan keseharian mereka. Jadi yang kalo soal komunikasi mah
Alhamdulillah sangat baik dengan mereka, dan sudah bukan hal yang
asing lagi bagi para tokoh pemuka agama dan kepercayaan di desa
Cigugur ketika sedang mengadakan acara bersama mengucapkan salam
sebanyak tiga kali sesuai kepercayaan yang ada di Cigugur. Dengan
adanya keterbukaan seperti ini malah kita yang berama islam pun sering
kali diingatkan jika sedang ada kegiatan bersama seperti kerja bakti dan
sudah masuk waktu solat seringkali ditegur untuk berhenti dan
beribadah terlebih dahulu. Jadi soal komunikasi yang terjalin sampai
saat ini baik-baik saja.
Tanya : apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi antara Islam dan
Sunda wiwitan dalam menjaga toleransi agama di desa Cigugur?
Jawab : faktor utama yang paling mendukung dalam menjaga toleransi di Desa
Cigugur karena hamper masyarakat yang ada di Desa Cigugur itu punya
ikatan darah atau masih kerabat disamping itu memang sudah menjadi
kebiasaan bagi kami masyarakat Cigugur untuk hidup berdampingan
dan saling menerima perbedaan yang ada dari masing-masing ajaran
agama nya. Hambatan yang sedikit timbul di tengah masyarakat adalah
budaya sunda wiwitan yang seakan-akan menjadi pengaruh turun-
temurun dari para leluhur masyarakat, jadi saya biasa memberikan
pengertian ke jemaah melalui khutbah atau cerama untuk saling menjaga
batasan-batasan khususnya dalam hal adat istiadat, jangan sampai di
campur adukan, budaya dan aqidah. Mana yang memang dibolehkan
dan tidak bertentangan denga aqidah dan mana yang dilarang oleh
ajaran Islam. Karena memang ada adat istiadat yang bertentangan
dengan aqidah umat Islam yaitu ketika perayaan seren taun yang
berkenaan dengan seserahan sajen dan pemujaan terhadap dewa, jadi
saya sering memberikan pemahaman kalo sedang ada ritual itu jangan
diikuti, tetapi kegiatan yang lainnya seperti perayaan adat dan panjatan
rasa syukur dengan mengumpulkan hasil bumi untuk selametan tidak
apa-apa.
Tanya : Siapa tokoh yang berperan dalam menjaga toleransi agama di desa
Cigugur?
Jawab : semua tokoh lintas agama pasti memiliki peran masing-masing dalam
menjaga toleransi agama dan keharmonisan, jadi tidak ada yang
menonjol. Semua nya ikut menjaga dan semuanya ikut menjaga.
Dokumentasi
Wawancara dengan Pangeran Gumirat Barna Alam
Wawancara dengan Bunda Ratu Emalia
Wawancara dengan Bapak Ust. Drs. Aang Taufik
Gedung Paseban Tri Panca Tunggal
Gedung Paseban Tri Panca Tunggal Tampak Depan
Ruang Sri Manganti
Ruang Pendopo
Ruang Dapur Ageung