Gsfksi New Metanol
-
Upload
novi-retno-sari -
Category
Documents
-
view
30 -
download
8
description
Transcript of Gsfksi New Metanol
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara
termo kimia menjadi gas, dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari
udara yang digunakan untuk proses pembakaran. Selama proses gasifikasi
reaksi kimia utama yang terjadi adalah endotermis (diperlukan panas dari luar
selama proses berlangsung). Media yang paling umum digunakan pada proses
gasifikasi ialah udara dan uap. Produk yang dihasilkan dapat dikategorikan
menjadi tiga bagian utama, yaitu padatan, cairan (termasuk gas yang dapat
dikondensasikan) dan gas permanen. Media yang paling umum digunakan
dalam proses gasifikasi adalah udara dan uap. Gas yang dihasilkan dari
gasifikasi dengan menggunakan udara mempunyai nilai kalor yang lebih
rendah tetapi disisi lain proses operasi menjadi lebih sederhana. Dengan
fungsinya yang bisa menggantikan gas alam, maka gas hasil gasifikasi batubara
disebut juga dengan syngas (syntetic gas). Dengan proses lanjutan, syngas ini
dapat diproses menjadi cairan, salah satu contohnya adalah metanol.
Pada tahun 1923, ahli kimia Jerman, Matthias Pier, yang bekerja untuk
BASF mengembangkan cara mengubah gas sintesis (syngas / campuran dari
karbon dioksida and hidrogen) menjadi metanol. Proses ini menggunakan
katalis zinc chromate (seng kromat).
Penggunaan metanol sebagai bahan bakar mulai mendapat perhatian
ketika krisis minyak bumi terjadi di tahun 1970-an karena ia mudah tersedia
dan murah. Masalah timbul pada pengembangan awalnya untuk campuran
metanol-bensin. Untuk menghasilkan harga yang lebih murah, beberapa
produsen cenderung mencampur metanol lebih banyak. Produsen lainnya
menggunakan teknik pencampuran dan penanganan yang tidak tepat.
Akibatnya, hal ini menurunkan mutu bahan bakar yang dihasilkan. Akan
tetapi, metanol masih menarik untuk digunakan sebagai bahan bakar bersih.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas antara lain :
a. Apa yang dimaksud dengan gasifikasi batubara?b. Bagaimana proses gasifikasi batubara?c. Apa saja jenis reactor yang digunakan dalam proses gasifikasi batubara?d. Bagaimana proses pembuatan methanol dengan gasifikasi batubara?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini antara lain :
a. Menjelaskan pengertian gasifikasi batubarab. Menjelaskan proses gasifikasi batubarac. Menjelaskan jenis-jenis reactor yang digunakan dalam gasifikasi batubarad. Menjelaskan proses pembuatan methanol dengan gasifikasi batubara?
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan dalam pembuatan makalah pemanfaatan batubara ini
berdasarkan metode deskritif (penjelasan).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gasifikasi Batubara
Gasifikasi adalah suatu teknologi proses yang mengubah batubara dari
bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas. Berbeda dengan pembakaran
batubara, gasifikasi adalah proses pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk
unsur atau senyawa kimia lain. Secara sederhana, batubara dimasukkan ke dalam
reaktor dan sedikit dibakar hingga menghasilkan panas. Sejumlah udara atau
oksigen dipompakan dan pembakaran dikontrol dengan uap agar sebagian besar
batubara terpanaskan hingga molekul-molekul karbon pada batubara terpecah dan
dirubah menjadi ”coal gas”. Coal Gas merupakan campuran gas-gas hidrogen,
karbon monoksida, nitrogen serta unsur gas lainnya. Gasifikasi batubara
merupakan teknologi terbaik serta paling bersih dalam mengkonversi batubara
menjadi gas-gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.
Ada perbedaan antara gas batubara dan campuran gas yang terjadi dari
gasifikasi batubara. Gas batubara dihasilkan dari destilasi destruktif batubara dan
hasil sampingan proses karbonisasi batubara. Perolehan gas dan komposisinya
tergantung pada peringkat batubara dan temperature karbonisasi.
Proses gasifikasi mengubah semua material organic batubara menjadi
bentuk gas, peringkat batubara dan temperature hanya mempengaruhi laju
gasifikasi dan jika diinginkan bisa diperoleh gas yang kesemuanya mengandung
CO, CO2, dan H2 disamping pengotor hydrogen sulfide. Perbedaan yang mencolok
ini disebabkan pada proses gasifikasi terjadi raihan yang jauh dan interaksi lebih
lanjut yang dapat dikendalikan antara volatile matter dan char atau kokas dengan
oksigen.
2.1.2 Tahapan Proses Gasifikasi
A. Prinsip Kerja Umum
1. Proses Fisika
Beberapa proses fisis yang terjadi pada gasifikasi adalah sebagai berikut:
a. Pemanasan, yaitu proses penambahan batu bara dengan oksigen dan uap air,
kemudian dipanaskan/dikompresi sampai suhunya tinggi.
b. Pengeringan, yaitu pelepasan uap air dari padatan batu bara.
c. Pemanasan lanjut: Batu bara dipanaskan kembali sampai suhunya sangat
tinggi.
d. Devolatilisasi, yaitu pengeluaran volatil (senyawa dengan struktur benzena)
yang terdapat pada batu bara sampai hanya tersisa arang saja.
e. Pembakaran arang agar tidak ada lagi udara yang tersisa.
2. Proses Kimia
Selama reaksi, oksigen (O2) mengoksidasi air (H2O) dari batu bara dan
menghasilkan karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), uap air (H2O), dan
gas hidrogen (H2). Reaksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
3C + O2 + H2O → H2 + 3CO
B. Klasifikasi Gas Berdasarkan Nilai Kalornya yaitu:
1. Gas high Btu merupakan sinonim dari sibstitute natural gas (SNG) dan
mempunyai nilai kalor antara 970 sampai 1000 Btu per standard cubic foot
(Scf). Komposisi gas sebagian besar terdiri dari CH4 (lebih dari 90%) dan
sebagian kecil terdiri dari CO, CO2, dan N2. Gas high Btu pada umumnya
dapat dipertukarkan dengan gas alam dan dapat dibuat dari batubara pada
skala besar.
2. Gas medium Btu mempunyai nilai kalor 270 hingga 600 Btu/Scf. Pada
nilai kalor yang lebih rendah dari rentang ini, gas umumnya terdiri dari
CO dan H2 serta sejumlah kecil CO2. Pada nilai kalor yang lebih tinggi
dari rentang diatas, nilai kalor meningkat seiring dengan masuknya CH4
atau hidrokarbon yang lain. Gas medium Btu banyak digunakan dalam
industry manufaktur karena dapat terbakar dengan cepat dan menghasilkan
temperatur nyala yang sama atau lebih tinggi dari gas alam. Akan tetapi
gas medium Btu ini tidak dapat dimasukkan ke dalam jaringan distribusi
gas alam karena tidak dapat dipertukarkan dengan gas alam dan karena
kadar karbon monoksidanya. Gas medium Btu dapat digunakan sebagai
sumber hidrogen untuk liquekfaksi batubara secara langsung menjadi
bahan bakar cair atau untuk sintesa metanol dan bahan bakar cair lainnya.
3. Gas Low Btu normalnya mempunyai nilai kalor sekitar 90 sampai 150
Btu/scf. Komponen-komponen yang dapat dibakar terdiri dari CO dan H2
yang dilarutkan oleh CO2 dan N2. Gas ini mempunyai temperatur nyala
yang rendah, kecuali jika udara pembakaran dilakukaan pra-pemanasan
dengan kuat. Gas ini bisa menjadi bahan bakar turbin yang ideal yang
kemungkinannya dimanfaatkan secara besar-besaran dalam gas stream
combined power cycle untuk pembangkitan listrik dilokasi dmana gas
tersebut dihasilkan.
C. Teknologi Gasifikasi
Banyak system gasifikasi yang secara komersial diperoleh atau
mempunyai potensi untuk dikomersialkan. Ada sejumlah cara untuk
mengkarakteristikan system-sistem yang berbeda tersebut, diantaranya
dibedakan antara karakteristik bebas dan tak bebas. Karakteristik bebas yaitu
metoda pemasokan panas, media gasifikasi, dan jenis reactor. Karakteristik tak
bebas yaitu apakah residu padat berupa kerak, komposisi gas bahan baku dan
nilai kalor.
1. Metoda Pemasokan Panas
Pada kebanyakan gasifier, panas yang dibutuhkan untuk menjalankan reaksi
endotermis karbon-uap dan reaksi Boudouard dihasilkan secara langsung oleh
pembakaran batubara atau char dalam gasifier. Satu permasalahan dengan cara
pemasokan panas seperti ini adalah jika udara digunakan maka gas-gas produk akan
terlarut dengan nitrogen dan nilai kalor yang rendah. Jika digunakan gas medium-
Btu, metoda pemasokan panas secara langsung dilakukan untuk menghilangkan
nitrogen sebelum proses. Juga bias dilakukan dengan menggunakan oksigen murni.
2. Jenis Reaktor ( Gasifier )
Di bidang teknik kimia, gasifikasi digunakan sebagai teknik untuk
mengkonversi bahan bakar padat menjadi gas. Gas yang dihasilkan pada gasifikasi
disebut gas produser yang kandungannya didominasi oleh gas CO, H2, dan CH4.
Bahan bakar yang umum digunakan pada gasifikasi adalah bahan bakar padat,
salah satunya adalah batubara. Jika ditinjau dari produk yang dihasilkan,
pengolahan batubara dengan gasifikasi lebih menguntungkan dibandingkan
pengolahan dengan pembakaran langsung.
Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu suatu reaktor. Reaktor
tersebut dikenal dengan nama gasifier. Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi
kontak antara bahan bakar dengan medium penggasifikasi di dalam gasifier.
Kontak antara bahan bakar dengan medium tersebut menentukan jenis gasifier
yang digunakan. Secara umum pengontakan bahan bakar dengan medium
penggasifikasinya pada gasifier dibagi menjadi tiga jenis, yaitu entrained bed,
fluidized bed, dan fixed/moving bed. Jenis reactor yang keempat yaitu reactor
molten media dapat dikelompokkan bersama dengan reactor entrained bed, tetapi
operasinya dibedakan tersendiri. Jenis reactor sangat mempengaruhi distribusi
temperature, produk gas dan residu. Temperatur reaksi bervariasi mulai dari 815
0C sampai 1025 0C, masing-masing jenis reactor memiliki rentang temperature
yang spesifik. Pengecualian untuk ini adalah molten media gasifier, dimana
karakteristik temperature operasi dan lainnya ditentukan oleh lelehan yang
dipakai. Perbandingan ketiga jenis gasifier tersebut ditampilkan pada Tabel 1.
a. Fixed bed gasifier
Operasi fixed-bed gasifier berlangsung dengan aliran bolak-balik
(countercurrent) dan menggunakan uap dan oksigen atau uap dan udara. Residu
berupa terak atau abu kering ditambah karbon yang tidak terkonversi. Bahan bakar
masuk dari atas dan bergerak kebawah menggantikan bahan bakar yang
terkonsumsi oleh gasifikasi. Aliran bahan bakar dari atas kebawah dan pertukaran
panas dengan produk gasifikasi ke atas melalui empat zona yang terpisah. Pada
gasifikasi dengan menggunakan proses Fixed Bed terdapat empat zona reaksi,
yaitu: (Naskahta, 2005)
1. Zona DevolatisasiPada zona ini terjadi penguapan air dan zat-zat volatil yang terkandung
dalam batubara
2. Zona GasifikasiPada zona ini steam yang dialirkan dan CO2 yang terbentuk dari
pembakaran sempurna, bereaksi dengan batubara pada suhu tinggi dan
membentuk gas sintesis yang terdiri dari CO2, H2, dan N2.
3. Zona PembakaranPada zona ini O2 yang masuk bereaksi dengan sebagian batubara
membentuk CO2 dan H2O yang diperlukan dalam reaksi gasifikasi.
4. Zona AbuZona ini adalah tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik
hasil reaksi pembakaran maupun hasil gasifikasi.
Keuntungan fixad bed gasifier adalah efisiensi konversi yang tinggi dengan
kehilanagn panas minimum. Keterbatasan fixed bed gasifier adalah tidak
mudahmenggunakan batubara caking dan swelling tanpa dilakukan pre-treatment
terlebih dulu agar menjadi batubara non-agglomerating atau tanpa perubahan
design mekanis. Fraksi batubara harus diperhatikan terlebih pada sistim
penambangan dengan menggunakan mesin skala besar yang banyak menghasilkan
batubara yang halus.
b. Fluidized-bed Gasifier
Fluidized bed gasifier diumpankan dengan batubara pulverized dan dalam
gasifier, batubara tersebut diangkat oleh umpan dan gas-gas produk. Pada gasifier
satu tahap yang dipanaskan secara langsung, uap/ oksigen atau campuran
uap/udara di injeksikan didekat dasar reactor, baik secara concurrent maupun
countercurrent terhadap aliran fluida. Gas-gas yang naik bereaksi dengan batubara
dan pada saat yang sama menjaganya dalam keadaan terfluidakan. Selama
batubara tergasifikasi partikel-partikel batubara yang berukuranlebih besar turun
kebawah melewati lapisan terfluidakan bersama-sam dengan partikel-partikel char
yang lebih besar. Keuntungan Fluidized-bed Gasifier antara lain terjadinya
pencampuran padatan yang baik, temperatur relatif seragam, terjadi kesetimbangan
temperatur yang cepat antara padatan dan gas. Fluidized-bed Gasifier mempunyai
keuntungan yang lain yaitu efisiensi perpindahan panas dari daerah eksotermis ke
endotermis dan oleh karenanya reaksi-reaksi gasifikasi mencapai kesetimbangan
dengan cepat sehingga masukan cukup tinggi.
Kerugian Fluidized-bed Gasifier adalah bahwa tanpa pre-treatment
okdisatif pada batubara atau konfigurasi desain yang khusus, gasifier mengalami
kesulitan dalam penanganan batubara caking dan swelling, yang beragglomerasi
dan membentuk partikel-partikel yang lebih besar keterbatasan yang lain adalah
terbawanya padatan pada gas produk sehingg doperlukan peralatan khusus
pembersihan padatan dalam gas produk.
c. Entrained-Bed Gasifier
Selama Entrained-Bed Gasifier menggunakan batubara pluverized dengan
ukuran sekitar 75 µm. Oksigen atau udara, bersama-sama dengan uap, biasanya
digunakan untuk memasuki batubara, yang diinjeksikan melalui nozzle kedalam
blumer dari gasifier. Gas produk panas, atau hidrogen panas pada kasus
hidrogenasi, dapat juga dugunakan untuk memasuki batubara dan pada saat yang
sama menggasifikasi batubara tersebut.
Gasifier ini beroperasi pada suhu yang sangat tinggi. Karena suhu yang
tinggi ini, semua volattile matter dalam batubara teroksidasi sehingga konsumsi
oksigen relatif tinggi. Gas-gas produk umumnya mengandung sedikit atau tidak
mengandung tar, minyak, atau metan. Volatile matter cepat sekali tergasifikasi
begitu bahan bakar memasuki zona reaksi temperatur tinggi.pembentukan metan
rendah membuat Entrained-Bed Gasifier cocok untuk memproduksi hidrogen.
Kerugian utama Entrained-Bed Gasifier berasal dari rendahnya konsentrasi
bahan bakar dalam media gasifikasi dan aliran concurrent dari reaktan, hal ini
mengemliminasi kemungkinan pertukaran panas internal antara gas produk dan
bahan bakar yang baru masuk, menghasilkan tingginya temperatur gas keluaran
dibanding dengan proses fluidized bed gasifier dan proses fixed bed.
d. Molten Bath GasifierKebanyakan proses Molten Bath Gasifier meliputi gasifikasi batubara
yang berlangsung dengan adanya kontak langsung batubara dengan uap dan udara
atau oksigen dalam suatu wadah leburan terak, logam, dan garam. Temperatur
yang tinggi dibutuhkan untuk menjaga leburan dalam bak sehingga memberikan
laju reaksi yang tinggi dan oleh karenanya jumlah masukan yang tinggi.
Gasifikasi juga didorong oleh sifat-sifat katalitik dari logam. Kapasitas termal
yang tinggi dari leburan menyebabkan pemanasan yang dimasukkan ke gasifier
sehingga tidak sempat terbentuk tar dan minyak.
Kerugian utama pada proses molten bath yaitu kehilangan panas yang
relatif tinggi dan permasalahan menyangkut tertahannya leburan dan
pembersihan terak dan abu. Masalah serangan korosi juga terjadi akibat garam
lebur temperatur tinggi juga oleh logam-logam lebur.
Tabel 1. Perbandingan jenis-jenis gasifier
Parameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed
Ukuran umpan < 51 mm < 6 mm < 0.15 mm
Toleransi kehalusan partikel
Terbatas Baik Sangat baik
Toleransi kekasaran partikel
Sangat baik Baik Buruk
Toleransi jenis umpan
Batubara kualitas rendah
Batubara kualitas rendah dan biomassa
Segala jenis batubara, tetapi tidak cocok untuk biomassa
Kebutuhan oksidan Rendah Menengah Tinggi
Kebutuhan kukus Tinggi Menengah Rendah
Temperatur reaksi 1090 °C 800 – 1000 °C > 1990 °C
Temperatur gas keluaran
450 – 600 °C 800 – 1000 °C > 1260 °C
Produksi abu Kering Kering Terak
Efisiensi gas dingin 80% 89.2% 80%
Kapasitas penggunaan
Kecil Menengah Besar
Permasalahan Produksi tar Konversi karbon Pendinginan gas produk
2.2 Sejarah Metanol
Senyawa alkohol yang paling sederhana dan umum digunakan adalah
metanol. Metanol yang juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau
spiritus, adalah senyawa kimia yang dapat disusun dari tiga unsur kimia
yaitu unsur oksigen, karbon, dan hidrogen dengan rumus kimia CH3OH. Metanol
diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses
tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa
hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar
matahari menjadi karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol yang terbakar di
udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:
2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O
Pada keadaan atmosfer ia berbentuk cairan yang ringan, mudah
menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti
beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah
cedera akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering
digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan
industri; Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak yang
dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman
keras (minuman beralkohol).
Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu
merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan
melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam
tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida. Kemudian, gas
hidrogen dan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya
adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.
Saat ini, gas sintesis umumnya dihasilkan dari metana yang merupakan
komponen dari gas alam. Terdapat tiga proses yang dipraktekkan
secara komersial, yaitu: (Sheldiez, 2007)
1. Pada tekanan sedang 1 hingga 2 MPa (10-20 atm) dan temperatur
tinggi (sekitar 850 °C), metana bereaksi dengan uap air (steam) dengan
katalis nikel untuk menghasilkan gas sintesis menurut reaksi kimia
berikut:
CH4 + H2O → CO + 3 H2
Reaksi ini, umumnya dinamakan steam-methane reforming atau SMR,
merupakan reaksi endotermik dan limitasi perpindahan panasnya menjadi
batasan dari ukuran reaktor katalitik yang digunakan.
2. Metana juga dapat mengalami oksidasi parsial dengan molekul
oksigen untuk menghasilkan gas sintesis melalui reaksi kimia berikut:
2 CH4 + O4 → 2 CO2 + 4 H2
reaksi ini adalah eksotermik dan panas yang dihasilkan dapat digunakan
secara in-situ untuk menggerakkan reaksi steam-methane reforming.
3. Ketika dua proses tersebut dikombinasikan, proses ini disebut
sebagai autothermal reforming. Rasio CO and H2 dapat diatur dengan
menggunakan reaksi perpindahan air-gas (the water-gas shift reaction):
CO + H2O → CO2 + H2,
untuk menghasilkan stoikiometri yang sesuai dalam sintesis metanol.
Karbon monoksida dan hidrogen kemudian bereaksi dengan katalis kedua
untuk menghasilkan metanol. Saat ini, katalis yang umum digunakan
adalah campuran tembaga, seng oksida, dan alumina, yang pertama kali
digunakan oleh ICI di tahun 1966. Pada 5-10 MPa (50-100 atm)
dan temperatur 250 °C, ia dapat mengkatalisis produksi metanol dari
karbon monoksida dan hidrogen dengan selektifitas yang tinggi:
CO + 2 H2 → CH3OH
Sangat perlu diperhatikan bahwa setiap produksi gas sintesis dari metana
menghasilkan 3 mol hidrogen untuk setiap mol karbon monoksida, sedangkan
sintesis metanol hanya memerlukan 2 mol hidrogen untuk setiap mol
karbon monoksida. Salah satu cara mengatasi kelebihan hidrogen ini adalah
dengan menginjeksikan karbon dioksida ke dalam reaktor sintesis metanol,
dimana ia akan bereaksi membentuk metanol sesuai dengan reaksi kimia berikut:
CO2 + 3 H2 → CH3OH + H2O
Walaupun gas alam merupakan bahan yang paling ekonomis dan umum
digunakan untuk menghasilkan metanol, bahan baku lain juga dapat digunakan.
Ketika tidak terdapat gas alam, produk petroleum ringan juga dapat digunakan.
Di Afrika Selatan, sebuah perusahaan (Sasol) menghasilkan metanol dengan
menggunakan gas sintesis dari batu bara.
2.3 Gasifikasi Batu Bara
Gasifikasi adalah proses yang dilakukan pada suhu dan tekanan
yang tinggi untuk menghasilkan campuran gas (gas sintetis) dengan mereaksikan
steam, oksigen, dan material yang mengandung karbon. Produk terdiri dari
karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen, metana, dan gas-gas lain, dalam
perbandingan yang tergantung pada reaktan tertentu dan kondisi operasi
(temperatur dan tekanan) yang dilakukan dalam reaktor, dan tahap perlakuan
yang dilalui gas-gas tersebut untuk selanjutnya meninggalkan gasifier.
Bahan-bahan kimia yang sama dapat juga digunakan dalam gasifikasi kokas
(batu bara) yang diturunkan dari petroleum dan sumber yang lain. Reaksi batu
bara dan arang batu bara dengan udara atau oksigen untuk menghasilkan panas
dan karbon dioksida dapat disebut sebagai gasifikasi, tapi lebih cocok dikatakan
sebagai proses pembakaran. Tujuan dasar dari beberapa konversi adalah produksi
gas alam sintesis sebagai bagian bahan bakar gas dan gas-gas sintesis untuk
produksi bahan-bahan kimia dan plastik.
Hampir dalam semua proses, flow diagram proses secara umum adalah
sama. Batu bara disiapkan melalui penghancuran dan pengeringan, pra perlakuan
jika diperlukan untuk mencegah pembentukan caking, dan kemudian digasifikasi
dengan uap air dari udara atau oksigen dan steam. Gas yang dihasilkan
didinginkan dan dibersihkan dari debu-debu arang, hidrogen sulfida, dan CO2
sebelum memasuki tahapan proses yang dikehendaki untuk mencocokkan
komposisinya untuk penggunaan akhir yang dikehendaki.
Dasar reaksi kimia secara umum untuk seluruh gasifikasi batu bara
adalah batu bara dan arang batu bara (1-3) dan reaksi gas (4-5):
Batu bara gas (CO, CO2, H2, CH4) + char ..... (1)
Panas
C (arang) + H2O CO + H2 (endotermis) .....(2)
2C (arang) + 3/2 O2 CO2 + CO (eksotermis) .....
(3) CO + H2O H2 + CO2 (sedikit eksotermis)
..... (4) CO + 3H2 CH4 + H2O (eksotermis)
…..(5)
Gasifikasi batubara pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan
menjadi gas yang lebih mudah terbakar dengan klasifikasi berdasarkan nilai
panas (heating value) yaitu low-btu (180-350 Btu/scf), medium-btu (250-500
Btu/scf), high-btu (950-1000 Btu/scf). Perubahan batubara menjadi gas yang
mudah terbakar terjadi melalui beberapa proses kimia dalam reaktor
gasifikasi. Tahap awal setelah batubara mendapat perlakuan awal (ukuran butir
diperkecil hingga ukuran butir tertentu), sebagai feed stock, mengalami
pemanasan sampai temperatur reaksi dan mengalami pirolisa atau pembaraan.
Pembakaran yang terjadi disini adalah pembakaran tidak sempurna
(partial combustion) dengan rasio batubara lebih besar dari stoikiometri
reaksi atau oksigen dibuat tidak mampu mengkonversi seluruh karbon menjadi
karbondioksida. Dalam reaktor gasifikasi, produk gasifikasi yaitu CO dan H2,
bercampur dengan produk pirolisa. Distribusi berat dan komposisi berat gas yang
terjadi dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain temperatur, kecepatan
pemanasan, tekanan, residence time, dan jenis umpan batubara.
Panas gasifikasi cenderung diklasifikasikan berdasarkan nilai panas,
tetapi dapat pula digolongkan berdasarkan atas transportasi dan kondisi sistem
reaksi dalam reaktor yaitu, fixed bed, fluidized bed dan entrained bed.
a. Fixed Bed
Pada proses gasifikasi cara ini, gravitasi menguasai sistem partikel-
partikelnya tidak dapat bergerak dan membentuk suatu tumpukan atau solid bed.
Penghembusan gas pereaksi uap dan O2 dari bawah berlawanan dengan
arah suplai partikel batubara ukuran 3-30 mm dengan residence time 1-5 jam. Gas
yang dihasilkan dari proses ini dialirkan dari atas sementara abu yang dihasilkan
di keluarkan dari bagian bawah.
Pada gasifikasi dengan menggunakan proses Fixed Bed terdapat
empat zona reaksi, yaitu: (Naskahta, 2005)
1. Zona Devolatisasi
Pada zona ini terjadi penguapan air dan zat-zat volatil yang terkandung
dalam batubara
2. Zona Gasifikasi
Pada zona ini steam yang dialirkan dan CO2 yang terbentuk dari
pembakaran sempurna, bereaksi dengan batubara pada suhu tinggi dan
membentuk gas sintesis yang terdiri dari CO2, H2, dan N2.
3. Zona Pembakaran
Pada zona ini O2 yang masuk bereaksi dengan sebagian batubara
membentuk CO2 dan H2O yang diperlukan dalam reaksi gasifikasi.
4. Zona Abu
Zona ini adalah tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik
hasil reaksi pembakaran maupun hasil gasifikasi.
b. Fluidized Bed
Pada proses gasifikasi ini, kehilangan tekanan (pressure loss) sedemikian
besar sehingga daya dorong di bagian bawah bed membuat kesetimbangan
dengan
gaya gravitasi sehingga batubara yang diinjeksikan dari atas dalam bentuk serbuk
berukuran antara 0,1-5 mm berada dalam keadaan melayang dan juga berakibat
permukaan reaksi menjadi lebih luas sehingga reaksi lebih cepat dengan
residence time 15-50 detik. Pada reaktor fluidized bed O2 dan steam alirkan
melalui bagian bawah, sedangkan gas yang dihasilkan di alirkan ke bagian bawah
reaktor dan abu dialirkan ke samping bagian bawah reaktor.
c. Entrainned Bed
Pada proses ini, steam dan O2 bercampur dengan kecepatan sedemikian
tinggi sehingga membuat partikel-partikel solid batubara terbawa oleh gas
(transport pneumatic) yang masuk dari bagian atas. Dalam hal ini diperkenalkan
istilah partikel cloud (bukan dinamakan bed lagi). Untuk partikel batubara
disebut dengan powder coal dengan ukuran partikel lebih kecil dari 0,5 mm
dengan residence time antara 1-5 detik. Pada reaktor ini, gas yang dihasilkan
dialirkan ke samping bagian bawah reaktor sedangkan abu dikeluarkan dari
bagian dasar reaktor.
Tabel 1 Perbandingan jenis-jenis gasifier (A.G.A.Z, Habib, 2008)
Parameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed
Ukuran umpan
Toleransi kehalusan partikel
Toleransi kekasaran partikel
Toleransi jenis umpan
Kebutuhan oksidan
Kebutuhan kukus
Temperatur reaksi
Temperatur gaskeluaran
Produksi abu
Efisiensi gas dingin
Kapasitaspenggunaan
Permasalahan
< 51 mm
Terbatas
Sangat baik
Batubara kualitas rendah
Rendah
Tinggi
1090 °C
450 - 600 °C
Kering
80%
Kecil
Produksi tar
< 6 mm
Baik
Baik
Batubara kualitas rendah dan biomassa
Menengah
Menengah
800 - 1000 °C
800 - 1000 °C
Kering
89.2%
Menengah
Konversi karbon
< 0.15 mm
Sangat baik
Buruk
Segala jenis batubara, tetapi tidak cocok untuk biomassa
Tinggi
Rendah
> 1990 °C
> 1260 °C
Terak
80%
Besar
Pendinginan gas produk
2.4 Batubara
Batubara merupakan nama umum yang digunakan untuk
mengekspresikan mineral hitam yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan pada
masa lampau, bersifat padat, berwarna gelap dan dapat dibakar. Batubara
sebagian besar mengandung karbon dan sejumlah kecil hidrogen, nitrogen,
oksigen, dan sulfur. (Brady, George S.,dkk, ).
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) yang dikenal sebagai zaman batubara
pertama. Zaman batubara pertama ini berlangsung antara 360 juta sampai 290
juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu
dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas
organik’. (http : // ww w . w o r ld c oal . o r g ) . Sifat umum batubara adalah mudah
terbakar, apabila batubara tersebut mudah terbakar dan menghasilkan kalori
tinggi, disebut batubara, tetapi apabila batubara tersebut tidak mudah terbakar
dan mengasilkan kalori rendah disebut sebagai batubara muda.
Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar pembangkit energi.
Batubara dapat pula dipergunakan tidak sebagai bahan bakar, tetapi
dipergunakan sebagai reduktor pada proses peleburan timah, industri ferro-
nikel, industri besi dan baja, sebagai bahan pemurnian pada industri kimia
(dalam bentuk karbon aktif), sebagai bahan pembuatan kalsium karbida (dalam
bentuk kokas atau semi kokas). Pemanfaatan batubara dalam industri semen,
batubara yang dibakar akan menyisakan abu. Abu batubara tersebut akan
bercampur dengan klinker dan akan berpengaruh pada kualitas semen. Pada
proses pembakaran bata, kandungan abu batubara yang terlalu banyak akan
menyumbat celah-celah susunan antar bata, berakibat akan menggangu
penyebaran panas sebagai hasil pembakaran.
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan
(peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi
tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang
buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material
tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa
CO2, H2O, dan
NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi
diubah menjadi gambut.
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut. Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan persentase
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara
dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub
bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Berikut adalah beberapa penggolongan batubara secara umum dan
berdasarkan nilai kalor batubara.
1. Klasifikasi secara Umum
Secara umum batubara digolongkan menjadi 3 tingkatan yaitu, anthracite,
bituminous coal dan sub bituminous coal, lignite dan peat (gambut).
a. Anthracite
Warna hitam, sangat mengkilat, kompak, kandungan karbon sangat
tinggi, kandungan sulfur sangat sedikit. Kandungan air sangat sedikit dan
kandungan abu sangat sedikit.
b. Bituminous/sub bituminous coal
Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi,
nilai kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit
dan kandungan sulfur sedikit.
c. Lignite/peat (brown coal)
Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah,
kandungan air tinggi, kandungan abu banyak dan kandungan sulfur banyak.
2. Klasifikasi berdasarkan atas nilai kalor
a. Batubara tingkat tinggi (high rank) meliputi meta anthracite, anthracite,
dan semi anthracite.
b. Batubara tingkat menengah (moderate rank) meliputi low volatile
bituminous coal, high volatile coal.
c. Batubara tingkat rendah (low rank) meliputi sub bituminous coal dan lignit.
2.6 Deskripsi Proses
Proses produksi metanol adalah salah satu proses petrokimia yang paling
sederhana dengan fasilitas produksi yang aman dan terpercaya dalam
pengoperasiannya. Secara umum, pembuatan metanol untuk tujuan komersial
meliputi 3 tahapan utama, yaitu persiapan gas umpan dengan proses
gasifikasi batu bara, sintesis metanol (proses utama) dan penanganan
produk akhir (Schmidt, 2005);
1. Persiapan gas umpan dengan proses gasifikasi batu bara.
Tahap ini meliputi produksi gas hidrogen melalui proses gasifikasi batu
bara dengan steam dan oksigen dari unit pemisah udara (air separation unit),
berupa membran yang menggunakan solid electrodialisis sebagai media difusi
oksigen, dengan kemurnian yang sangat tinggi mencapai 95 %.
Pada proses gasifikasi besarnya perbandingan O2 terhadap batubara
(kg/kg) adalah sebesar 0,23 dan batubara terhadap steam (kg/kg) sebesar 1,175.
Reaktor yang digunakan adalah jenis fixed bed dengan proses lurgi untuk
menghasilkan H2 dalam jumlah yang paling besar. Ukuran partikel batubara
adalah 3- 30 mm dengan subbituminous coal sebagai bahan baku pada temperatur
gasifikasi 8000C dan tekanan 13 atm (Swargina, 2006). Besarnya waktu tinggal
dalam reaktor gasifikasi adalah 1 jam (Sukandarrumidi, 2006).
Tahapan selanjutnya adalah pemisahan zat-zat pengotor dan racun katalis
dari aliran gas hidrogen. Zat racun katalis berupa karbon monoksida,
karbon dioksida, dan hidrogen sulfida (H2S). Tahapan purifikasi zat racun katalis
tersebut diawali dengan konversi metana oleh steam menjadi karbon monoksida
dan hidrogen yang berlangsung dalam steam methane reformer (SMR). Karbon
monoksida hasil gasifikasi dan konversi metana dalam aliran gas kemudian
diubah menjadi hidrogen dan karbon dioksida dengan menggunakan yang
melibatkan steam dan katalis Cu-Zn. Karbon dioksida dan H2S dalam aliran gas
kemudian diumpankan dalam absorber dengan monoetanolamine 20% sebagai
absorben, dimana seluruh hidrogen sulfida (H2S) dalam aliran gas terserap.
2. Proses utama
Gas sintesis yang di hasilkan dari gasifier memiliki kondisi yaitu tekanan
13 atm dan temperatur 8000C (1073 K). Reaksi berlangsung cepat dengan waktu
tinggal 10 detik dan konversi 99% (Indala,2001). Jenis reaktor yang digunakan
adalah jenis fixed bed dengan katalis multikomponen. (Walas, 1988).
3. Penanganan Produk akhir
Gas metanol bersama dengan hidrogen dan nitrogen yang tidak
terkonversi dan gas inert didinginkan sehingga terjadi kondensasi gas metanol
menjadi cairan metanol sementara gas yang tidak terkonversi dan inert masih
berada dalam fase gas. Proses ini berlangsung pada temperatur 250C.
Metanol cair yang dihasilkan disimpan dalam tangki penyimpanan
sebelum didistibusikan atau digunakan untuk proses selanjutnya. Gas sisa dari
reaksi yang sebagian besar merupakan hidrogen dan nitrogen disimpan
dalam tangki penyimpanan dan bisa digunakan sebagai bahan bakar (Walas,
1988).
Metanol cair yang dihasilkan disimpan dalam tangki
penyimpanan sebelum didistibusikan atau digunakan untuk proses selanjutnya.
Gas sisa dari reaksi yang sebagian besar merupakan hidrogen dan nitrogen
dialirkan ke IGCC digunakan sebagai turbin gas (Gary, 2006).
4. Unit Pengolahan Limbah
Limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dibuang ke
lingkungan atau atmosfer, karena limbah tersebut mengandung bermacam-
macam zat yang dapat membahayakan alam sekitar maupun manusia itu sendiri.
Demi kelestarian lingkungan hidup, maka setiap pabrik harus mempunyai unit
pengolahan limbah.
Dalam pra rancangan pabrik pembuatan metanol dari batu bara dengan
proses gasifikasi ini tidak menghasilkan limbah cair melainkan limbah
padat. Adapun sumber limbah padat pabrik pembuatan metanol ini meliputi fly
ash.
Fly ash yang dihasilkan dari pembuatan metanol ini apabila dibuang
langsung ke lingkungan lambat laun akan membentuk gas metana yang
dapat menyebabkan ledakan, oleh karena itu diperlukan penanganan terhadap
limbah Fly ash. Fly ash dapat dimanfaatkan menjadi campuran beton,
campuran aspal, dan batako (www . m e n l h . g o . i d . , 2006).
Dalam pra rancangan pabrik pembuatan metanol dari batu bara dengan
proses gasifikasi ini, limbah padat yang dihasilkan direncanakan akan dijual ke
perusahaan lain agar dapat diolah dan dimanfaatkan lebih lanjut.