Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

12
FILSAFAT FILSUF ISLAM ABUBACER (IBNU THUFAIL) OLEH : Nama : Aisyah Nauli Sihotang NIM : C 111 12 128

description

Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

Transcript of Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

Page 1: Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

FILSAFAT

FILSUF ISLAM

ABUBACER (IBNU THUFAIL)

OLEH :

Nama : Aisyah Nauli Sihotang

NIM : C 111 12 128

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2013

Page 2: Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

A. Riwayat hidup Singkat Ibnu Tufail

Nama lengkap Ibnu Tufail ialah Abu bakar Muhammad ibn Abd Al malik ibn

Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tufail, (Latin : abubacer aben tofail). Ia adalah

pemuka pertama dalam pemikiran filosofis mawahhid yang berasal dari spanyol. Ia

dilahirkan di Guadix (Arab : Wadi Asy), provinsi Granada, Spanyol pada tahun 506

H/1110 M dan wafat di Maroko pada tahun 581 H/1185 M. keturunan Ibnu Tufail

termasuk keluarga suku arab yang terkemuka, yaitu suku qois.

Ibnu Tufail adalah seorang dokter, filosof, ahli matematika dan penyair yang

sangat terkenal dari mawahhid spanyol, akan tetapi sedikit karya-karyanya yang di kenal

orang. Ibnu Khotib menganggap dua risalah mengenai ilmu pengubatan itu sebagai

karyanya.Al Bitruji (muridnya) dan Ibnu rusyd percaya bahwa dia memiliki gagasan-

gagasan astronomis asli. Al bitruji membuat sangkalan atas teori ptolemeos mengenai

epicycles dan eccentric cirles, yang dalam kata pengantar dari karyanya kitab Al Hai’ah

dikemukakannya sebagai sumbangan dari gurunya Ibnu Tufail.

Karier Ibnu Tufail bermula sebagai dokter praktik di Granada.karena ketenaran atas

jabatan tersebut, maka ia di angkat menjadi sekretaris gubenur di provinsi itu.

Pada tahun 1154 M ( 549). Ibnu Tufail menjadi sekretaris pribadi gubernur Ceuta dan

Tangier, pengusaha muwahhid spanyol pertama yang merebut maroko. Dan dia menjabat

dokter tinggi dan menjadi qhadi (hakim) di pengadilan pada kholifah Mawahhid Abu

Ya’qub Yusuf (558 H/1163 M-580 H./ 1184 M ).

Dengan mengutip perkataan Ibnu Rusyd, Ibn Abi usaibiah menganggap fi al buqa’Al

maskunah wal-ghair Al maskunah sebagai karya Ibnu Tufail, tapi dalam catatan ibnu

rusyd sendiri acuan semacam itu tidak dapat ditemukan. Al marrakushi, yang ahli sejarah

itu mengaku telah melihat naskah asli dari salah satu risalahnya mengenai ilmu

ketuhanan. Miquel Casiri ( 1112 H/1710 M -1205 H/1790 M ) menyebutkan dua karya

yang masih ada:risalah hay ibn yaqzan dan asrar Al hikmah Al mashariqiyah, yang

disebut terakhir ini berbentuk naskah.kata pengantar dari asrar menyebutkan bahwa

risalah itu hamya merupakan satu bagian dari risalah Hay Ibn Yaqzan, yang judul

lengkapnya ialah Risalah Hay Ibn Yaqzan fi Asrar Al hikamat Al mashariqiyah.

1

Page 3: Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

B. Karya-Karya Ibnu Tufail

1. Teori-teori    

Ada dua jalan untuk mengenal Tuhan, yaitu dengan jalan akal atau dengan

jalan syariat. Kedua jalan tidaklah bertentangan, karena akhir daripada filsafat adalah

mengenai Allah (Ma’rifatullah). Di dalam roman filsafatnya yang menarik itu Ibnu

Thufail menggambarkan kepada manusia bahwa kepercayaan kepada Allah adalah

satu bagian dari fitrah manusia yang tidak dapat disangkal dan bahwa akal yang sehat

dengan memperhatikan dan merenungkan alam sekitarnya tentu akan sampai kepada

Tuhan.

Sifat Allah itu pada dua kelompok:

a. Sifat-sifat yang menetapkan wujud Zat Allah, ilmu, kudrat dan hikmah. Sifat-

sifat ini adalah Zat-Nya sendiri. Hal ini untuk meniadakan ta’addud al-

qudama (berbilangnya yang qadim) sebagaimana paham mu’tazilah.

b. Sifat salab, yakni sifat-sifat yang menafikan paham kebendaan dari Zat Allah.

Dengan demikian, Allah suci dari kaitan dengan kebendaan.

Filsafat dan agama tidak bertentangan dengan kata lain, akal tidak bertentangan

dengan Wahyu. Allah tidak hanya dapat diketahui dengan Wahyu, tetapi juga dapat

diketahui dengan akal.

Agama penuh dengan perbandingan, persamaan dan persepsi-persepsi

antropomorfosis, sehingga cukup mudah dipahami oleh orang banyak. Filsafat

merupakan bagian dari kebenaran esoteris, yang menafsirkan lambang-lambang

agama agar diperoleh pengertian-pengertian yang hakiki.

Ibnu Thufail menyadari tingkatan akal manusia itu berbeda-beda, dalam Roman

Hayy Ibn Yaqzhan: “Hayy pun menjadi tahu akan tingkatan-tingkatan manusia. Ia

dapati” tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada diri mereka

(masing-masing). “mereka menjadikan hawa nafsu mereka sebagai Ilah mereka. Dan

mereka sama halnya seperti hewan yang tak berpikir. Qadimnya dunia (bumi dan

alam semesta alam), hal ini bertolak belakang dengan pendapat Al-Ghazali.

2. Buku

a. Risalah Hayy ibn Yaqzhan fi Asrar Al Hikmah Al Mashiriqiyyah.

b. Fii al-Buqa’i al-Maskunah wa al-Ghiru al-Maskunah.

2

Page 4: Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

C. Ajaran/ Pandangan Ibnu Thufail

1. Tentang Dunia

Salah satu masalah filsafat adalah apakah dunia itu kekal, atau diciptakan

oleh tuhan dari ketiadaan atas kehendak-nya? Dalam filsafat muslim, Ibnu Tufail,

sejalan dengan kemahiran dialektisnya, menghadapi masalah itu dengan tepat

sebagaimana keadaannya. Tidak seperti pendahulunya, tidak menganut salah satu

doktrin saingannyapun dia tidak berusaha mendamaikan mereka. Di lain pihak, dia

mengecam dengan pedas para pengikut aristoteles dan sikap-sikap teologis.

Kekekalan dunia melibatkan konsep eksistensi tak terbatas yang tak kurang

mustahilnya dibandingkan gagasan tentang rentangan tak terbatas.

Eksistensi seperti itu tidak lepas dari kejadian-kejadian yang diciptakan dan

karena itu tidak dapat mendahului mereka dalam hal waktu, dan yang tidak dapat

sebelum kejadian-kejadian yang tercipta itu pasti tercipta secara lambat laun. begitu

pula konsep Creatio Ex Nihilo tidak dapat mempertahankan penelitiannya yang

seksama. 

Al-Ghazali, mengemukakan bahwa gagasan mengenai wujud sebelum ketidak

wujudan tidak dapat dipahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada sebelum

dunia ada, tapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak terpisahkan dari dunia,

dan karena itu kemujudan dunia di kesampingkan.lagi, segala yang tercipta pasti

membutuhkan pencipta. Kalau begitu mengapa sang pencipta menciptakan dunia saat

itu bukan sebelumnya? Apakah hal itu dikarenakan oleh suatu yang terjadi atas-nya?

Tentu saja tidak, sebab tiada sesuatupun sebelum dia untuk membuat sesuatu terjadi

atas-nya.apakah hal itu mesti bersumber dari suatu perubahan yang terjadi atas sifat-

nya? Tapi adakah yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut?

Karena itu Ibnu Tufail menerima baik pandangan mengenai kekekalan

maupun penciptaan sementara dunia ini. 

2. Tentang Tuhan

Penciptaan dunia yang berlangsung lambat laun itu menyaratkan adanya satu

pencipta, sebab dunia tidak bisa terwujud dengan sendirinya. Juga sang pencipta

bersifat immaterial, sebab materi yang merupakan suatu kejadian dunia di ciptakan

oleh satu pencipta.di pihak lain, anggapan bahwa tuhan bersifat material akan

membaca suatu kemunduran yang tiada akhir. Oleh karena itu, dunia ini pasti

mempunyai penciptanya yang tidak berwujud benda dan karena dia bersifat

3

Page 5: Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

immaterial, maka kita tidak dapat mengenalinya lewat indra kita ataupun lewat

imajinasi, sebab imajinisasi hanya menggambarkan hal-hal yang di tangkap oleh

indra.

Kekekalan dunia berarti kekekalan geraknya juga ,dan gerak sebagaimana

dikatakan oleh Aristoteles, membutuhkan penggerak atau penyebab efisien dari gerak

itu. Jika penyebab efisiensi ini berupa sebuah benda, maka kekuatannya tentu terbatas

dan karenanya tidak mampu menghasilkan suatu pengaruh yang tak terbatas. Oleh

sebab itu penyebab efisiensi dari gerak kekal harus bersifat immaterial. Ia tidak

boleh di hubungkan dengan materi ataupun di pisahkan darinya,ada di dalam materi

itu atau tanpa materi itu,sebab penyatuan dan pemisahan, keterkandungan atau

keterlepasan merupakan tanda-tanda material, sedangkan penyebab efesien itu

sesungguhnya lepas dari itu semua. 

3. Tentang Kosmologi Cahaya

Ibnu Tufail menerima prinsip bahwa dari satu tidak ada lagi apa-apa

kecuali satu itu. Manivestasi kemajemukan, wujud dari yang satu dijelaskannya

dalam gaya new platonik yang menoton, sebagai tahap-tahap berurutan pemancaran

yang berasal dari cahaya Tuhan. Proses itu pada prinsipnya, sama dengan refleksi

terus menerus cahaya mata hari kepada cermin. Cahaya matahari yang jatuh pada

cermin yang dari sana menuju ke yang lain dan seterusnya, menunjukkkan

kemajemukan . semua itu merupakan pantulan matahari dan bukan matahari itu

sendiri, juga bukan cermin itu sendiri, bukan pula suatu yang lain dari matahari dan

cermin itu.

Kemajemukan cahaya yang dipantulkan itu hilang menyatu dengan matahari

kalau kita pandang sumber cahaya itu, tapi timbul lagi bila kita lihat dicermin, yang

disitu cahaya tersebut dipantulkan. Hal yang sama juga berlaku pada cahaya pertama

serta perwujudannya didalam kosmos.

4. Epistimologi Pengetahuan

Tahap pertama jiwa bukanlah suatu tabularasa atau papan tulis kosong,

imaji Tuhan telah tersirat di dalamnya sejak awal, tapi untuk menjadikannya tampak

nayata, kita perlu memulai dengan pikiran yang jernih tanpa prasangka keterlepasan

dari prasangka dan kecenderungan sosial sebagai kondisi awal semua pengetahuan,

merupakan gagasan sesungguhnya dibalik kelahiran tiba-tiba Hay di pulau kosong.

4

Page 6: Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

Setelah hal ini tercapai pengalaman, inteleksi dan exstasi memainkan dengan bebas

peranan mereka secara berurutan dalam memberikan visi yang jernih tentang

kebenaran yang melekat pada jiwa.

Bukan hanya disiplin jiwa, tapi pendidikan indra dan akal yang diperlukan

untuk mendapatkan visi semacam itu. Kesesuaian antara pengalaman dan nalar,

disatu pihak, dan kesesuaan antara nalar dan intuisi, dipihak lain membentuk esensi

epistimologi Ibnu Tufail.

Setelah mendidik akal dan indra serta memperhatikan keterbatasan keduanya,

Ibnu Tufail akhirnya berpaling kepada disiplin jiwa yang membawa kepada ektasi,

sumber tertinggi pengetahuan. Dalam taraf ini, kebenaran tidak lagi dicapai lewat

proses deduksi atau induksi, tapi dapat dilihat secara langsung dan intiutif lewat

cahaya yang ada didalamnya. Jiwa menjadi sadar diri dan mengalami apa yang tak

pernah dilihat mata atau didengar telinga atau dirasa hati orang manapun.

Taraf ekstasi tak terkatakan atau terlukiskan sebab lingkup kata-kata terbatas

pada apa yang dapat dilihat, didengar atau dirasa. Esensi tuhan yang merupakan

cahaya suci hanya bisa dilihat lewat cahaya didalam esensi itu sendiri yang masuk

dalam esensi itu lewat pendidikan yang tepat atas indra, akal serta jiwa. Karena itu

pengetahuan esensi merupakan esensi itu sendiri. Esensi dan visinya adalah sama.

5. Etika dan akhlak

Manusia merupakan suatu perpaduan tubuh, jiwa hewani dan esensi

non-bendawi, dan dengan demikian menggambarkan binatang, benda angkasa

dan tuhan. Karena itu pendakian jiwanya terletak pada pemuasan ketiga aspek

sifatnya, dengan cara meniru tindakan-tindakan hewan, benda angkasa dan tuhan.

Mengenai peniruannya pertama, ia terikat untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya akan

kebutuhan-kebutuhan pokok serta menjaganya dari cuaca buruk dan binatang buas,

dengan satu tujuan yaitu mempertahankan jiwa hewani.

Peniruan yang kedua menuntut darinya kebersihan pakaian dan tubuh,

kebaikan pada objek-objek hidup dan tak hidup, perenungan atas esensi tuhan dan

perputaran esensi orang dalam ekstase.

Ibu Tufail tampaknya percaya bahwa benda-benda angkasa memiliki jiwa dan

tenggelam dalam perenungan yang tak habis-habisnya tentang Tuhan. Terakhir, ia

harus melengkapi dirinya dengan sifat-sifat Tuhan baik yang positif maupu yang

negatif, yaitu pengetahuan, kekuasaan, kebijaksanaan, kebebasan dari kenginan

5

Page 7: Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

jasmaniah, dan sebagainya. Melaksanakan kewajiban demi dirin sendiri, demi yang

lain-lainnya dan demi Tuhan, secara ringkas merupakan salah satu disiplin jiwa yang

esensial.

Kewajiban yang terakhir adalah suatu akhir diri, dua yang disebut sebelumnya

membawa kepada perwujudan dalam visi akan rahmat Tuhan, dan visi sekaligus

menjadi identik dengan esensi Tuhan.

D. Kesimpulan dari Penulis

Dari seluruh pembahasan tentang filsafat Ibnu Thufail di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa filsafat Ibnu Thufail yang tertuangkan kedalam sebuah judul buku Hayy Ibnu

Yaqdzhan meliputi :

1. Urutan-urutan pengetahuan yang ditempuh oleh akal, yang dimulai dari obyek

inderawi yang khusus hingga kepada pemikiran Universal.

2. Manusia dapat mengetahui wujud Tuhan lewat akal tanpa pengajaran dan petunjuk,

yaitu pengetahuan lewat perantaraan tanda-tanda-Nya pada makhluk-Nya.

3. Akal manusia tidak mampu mengungkapkan dalil-dalil pemikiran yang berhubungan

dengan ke-Azali-an Mutlak, qadim, Huduts, ke-akhir-an zamanm dan segala yang

berhubungan dengan hal tersebut.

4. Meskipun akal mampu menembus qadim dan hudustnya alam, namun kelanjutan dari

pemikiran tersebut adalah keyakinan atas wujudnya Tuhan.

5. Pengetahuan Akal yang sehat terhadap kebenaran, kebaikan dan keindahan dan

Perintah Syariat Islam keduanya dapat dipertemukan tanpa harus diperselisihkan lagi.

6. Pokok dari semua hikmah adalah apa yang telah ditetapkan oleh Syara’, yaitu dengan

mengarahkan manusia berdasarkan kesanggupan akal masyarakat. Dan pangkal dari

segala kebaikan adalah menepati batasan syariat dan meninggalkan pendalaman

sesuatu yang tidak dapat diraba oleh akal.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafi. 1969. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta,

Mustofa. 1997. Filsafat Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia.

Sirajuddin. Zar. 2007, Filsafat Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sudarsono. 2004. Filsafat Islam, Jakarta: Rineka Cipta.

6

Page 8: Filsafat Abubacer (Ibnu Thufail)

Thufail, Ibnu. 2006. Hayy Ibn Yaqzhan Roman Filsafat tentang Perjumpaan Nalar dengan Tuhan. Diterjemahkan oleh: Dahyal Afkal, Bekasi: Menara.

7