Evidanbased Practise
-
Upload
candra-dewi -
Category
Documents
-
view
69 -
download
4
Transcript of Evidanbased Practise
evidanbased practise
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu kebidanan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan, persalinan, dan
kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal. Tujuan ilmu kebidanan adalah
untuk mengantarkan kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta pemberian ASI dengan
selamat dengan kerusakan akibat persalinan sekecil-kecilnya dan kembalinya alat reproduksi
kekeadaan normal. Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan
perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.
Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu
negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia, di lingkungan ASEAN,
merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi, yang berarti
kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan segara untuk memberikan pelayanan
kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu.
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar
negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk
dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu
dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah
dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan
diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan
yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan
angka kematian perinatal.
Karena alas an yang etis, politis dan ekonomi, semua intervensi kesehatan di harapkan
untuk berdasar pada bukti ( evidence-based care ), dan bukan berdasarkan kebiasaan,
keyakinan pribadi atau praktek rutin hal ini pun berlaku di bidang kesehatan ibu.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mengerti akan pengertian evidence based pactices in midwifery
2. Mahasiswa mampu untuk selalu menggunakan evidence based practices dalam mengambil
keputusan klinik
3. Mahasiswa dapat menyeleksi sumber-sumber penelitian terbaik yang dapat diggunakan
dalam menagani pasien
4. Mahasiswa selalu mengupdet dirinya supaya saat menjadi bidan natinya dirinya tidak
ketinggalan informasi ilmiah
5. Mahasiswa mampu mengakses situs-situs yang menyediakan sumber-sumber atau bukti
ilmiah serta dapat mengunakan kata kunci secara efektif
C. Manfaat
1. Mahasiswa akan mengerti betapa pentingnya penggunaan evidence based practices dalam
mengambil keputusan klinik
2. Mahasiswa mampu mengerti tentang langkah-langkah menganamnesis keluhan pasien
3. Mahasiswa dapat melatih diri untuk menghormati pasien karena hal ini salah satu elemen
penting evidence based practices in midwefery
4. Mahasiswa mampu untuk terus menambah sumber-sumber atau bukti ilmiah terbaru sebagai
refernsi terhadap keluhan pasien
5. Mahasiswa dapat membedakan serta menilai mana kah bukti ilmiah yang valid dan tidak
valid
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Evidence based adalah suatu pendekatan medic yang di dasarkan pada bukti-bukti
ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian dalam
praktek evidence based practices memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik
dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat di percaya ( Sackett et al, 1996)
Evidence based adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru dengan sabjek pasien
dan kejadian klinik dalam membuat keputusan klinik atau merupakan juga hasil penelitian
terbaru yang merupakan integrasi antara pengalaman klinik, pengetahuan fatofiisiologi dan
keputusan terhadap kesehatan pasien ( Sugiarto,2009)
Suatu istilah yang luas yang digunakan dalam proses pemberian informasi
berdasarkan bukti dari penelitian (Gray, 1997).
Evidence based mengkombinasikan antara penemuan terbaru dalam bidang praktek
kebidanan dengan pelayanan kesehatan terbaik yang diterima oleh klien. Dengan
dilakukannya penelitian yang mengawali pengumpulan data dan kemudian dilakukan analisa.
Sehingga mengetahui kesenjangan antara pengetahuan atau teori yang berkembang dengan
aplikasinya dalam memberikan pelayanan.
Untuk mencapai tujuan ini melibatkan jutaan wanita yang telah ikut berpartisipasi
dalam melakukan uji coba terkontrol secara acak. Hasil yang terbukti bermanfaat baru
digunakan secara rutin. Pelayanan kesehatan tanpa bukti telah ditinggalkan karena kurangnya
fleksibilitas dan relevan. Hasil penelitian yang diterapkan adalah yang mudah dimengerti dan
mudah digunakan secara klinis.
Tujuan evidence based practices adalah membantu dalam proses pengambilan
keputusan seorang bidan yang berkerja berdasarkan bukti ilmiah (Murti,b .2009).
Tujuan evidence based adalah membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik
untuk kepentingan pencegahan,diagnose, terapeutik, maupun rehabilitasi yang di dasarkan
pada bukti-bukti ilmiah yang terpercaya dan dapat untuk di pertanggung jawabkan
B. Manfaat
Hasil penemuan dari evidence based ini dapat menjadi sumber informasi, serta
pengetahuan tentang nilai kesehatannya dan tindakan yang di lakukakn berdasarkan teori
ilmiah dari penemu-penemu terbaru dan agar lebih efektif, ekonomis dan mudah di
aplikasikan oleh siapa saja dan di mana saja dan memberikan nilai pelayanan yang optimal
pada pasien sehingga bisa mengurangi angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi
(AKB) dengan praktek yang di terapkan dalam evidence based .
C. Kategori
a. Kehamilan Normal
1.Perawatan sebelum hamil
Perawatan prenatal mungkin bermanfaat bagi medis wanita berisiko tinggi, tetapi ada
data yang cukup untuk merekomendasikan terhadap perawatan kehamilan di perempuan
berisiko rendah. Dengan melakukan konseling secara teratur pada bidan akan mengurangi
keluhan dalam menjalani persalinan, mengurangi persalinan SC, mengurangi resusitasi pada
neonatus, persiapan inisiasi dini dan meningkatkan kepuasan. Pemberian suplemen asam folat
dimulai 1 bulan sebelum konsepsi yang dilanjutkan sampai 28 hari setelah konsepsi.
2. Perubahan fisiologis dalam kehamilan
Perubahan fisiologis yang terjadi merupakan adaptasi selama kehamilan, sehingga
bila informasi InI diketahui sebelum kehamilan akan menimbulkan kesiapan. Perubahan yang
terjadi menandakan perubahan yang terjadi dalam batas normal ataupun tidak. Perubahan ini
rerjadi sering bervariasi.
3. USG dalam kehamilan
Tidak ada panemuan yang menyatakan bahwa pemeriksaan USG menjadi suatu
keharusan. Pelaksanaannya dilakukan oleh orang yang telah professional. Dimana
pemeriksaan ini mampu untuk mengetahui usia kehamilan, tetapi klien harus diberi tahu
terlebih dahulu tentang manfaat dan resiko yang ditimbulkan. Pertama kali dilakukan saat
kunjungan pertama yaitu 18-20 minggu. Resiko yang rendah pada penggunaan USG, bila
usia kehamilan telah mencapai 28 hingga 34 minggu. Ini dilakukan untuk mengatasi
kematian dan kesakitan
4. Deteksi dini aneuploidy dan diagnosis sebelum hamil
Pelaksanaan deteksi ini dilakukan pada perempuan yang mempunyai resiko tinggi,
dilakukannya sebuah diskusi tentang setiap item yang dilakukan. Sehingga bila ditemukan
hasil yang abnormal, perempuan bisa mengerti akan kondisi tersebut. Pendeteksian pada
trimester pertama pelaksanaan akan memperoleh hasil yang jelas pada minggu ke 11 karena
telah di sekresikan hormone human chorionic gonadotropin (hCG). Sedangkan pada
trimester kedua USG akan memperlihatkan hasil berupa pengaruh yang terjadi pada janin.
5. Deteksi genetika
Pada pendeteksian genetika sebenarnya tidak ada intervensi yang dapat dilakukan,
karena ini berkaitan dengan unsur genetik yang telah dibawa dari lahir. Seperti pada pasien
dengan kasus Cystic Fibrosis (CF) dengan kelainan pada autosom resesif yang
mengakibatkan mutasi dan sering mengalami pengulangan pada kehamilan berikutnya. Selain
itu, juga terjadi pada kasus Trisomy 21, yang kejadian sering beriringan meningkatnya usia
perempuan dalam menjalani kehamilan
6. Persiapan sebelum persalinan dan kala 1
Perlu adanya deteksi dini sebelum persalinan tentang kondisi ibu dan janin. Sehingga
dapat dilakukan perencanaan persalinan apakah pervaginam ataupun perabdominan/SC. SC
dilakukan pada persalinan yang tidak memiliki presentasi vertex dengan usia kehamilan ≥ 41
minggu, yang ditunjang dengan ukuran panggul yang menyatakan adanya ketidaksesuaian
antara panggul ibu dan kepala janin. Ini diharapkan dapat menghindari keterlambatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang adekuat demi kepuasan klien.
Praktek-praktek yang tidak efektif ditinggalkan seperti klisma rutin, mendilatasi
vagina, dan episiotomy rutin. Sedangkan praktek yang eektif dilakukan seperti dukungan
selama persalinan ditingkatkan, pemanfaatan partograf dalam pengambilan keputusan klinik,
memantau pembukaan seviks pada fase aktif sampai penggunaan oxytosin yang tepat.
7. Persalinan kala 2
Kala 2 merupakan peristiwa transisi transisi ibu jan janin dengan dunia luar.
Terjadinya penurunan kadar supply oxygen ynag diberikan ibu, hal ini berkaitan erat dengan
penurunan kadar nilai pH tali pusat (<7,20). Selain itu timbul ketidaknyamanan pada ibu
akibat fisiologis dari persalianan itu sendiri. Disinilah asuhan berupa perubahan posisi dalam
persalinan dipraktekkan, karena pemberian obat pengurang rasa nyeri tidak dianjurkan.
Durasi kala 2 selama 60 menit, dalam kurun waktu itu dilakukan pemantauan pada ibu
dan janin. Saat meneran tidak boleh menggunakan Manuver Valsava (glottis tertutup) karena
akan menyebabkan semakin penurunan pH arteri dibandingkan meneran dengan glottis
terbuka. Bila kala 2 memanjang ditegakkanlah diagnosa dystosia. Episiotomy rutin tidak lagi
dianjurkan untuk menghindari kemungkinan trauma dan laserasi yang akan terjadi.
8. Persalinan kala 3
Kala 3 merupakan interval antara kelahiran bayi dan expulsi dari plasenta. Hasil
penelitian epidemiologi menyatakan bahwan lama rata-rata kala 3 adalah 6 menit, tapi 97 %
mengalami 30 menit. Setelah memastikan tidak adanya janin kedua dalam rahim dilakukan
management aktif kala3; pemberian oxytosin, peregangan tali pusat terkendali dan memasase
fundus. Oxytosin adalah uterotonik pilihan yang dapat membantu mengurangi perdarahan
dan mengurangi pengaruh dari prostaglandin sehingga uterus dapat berkontraksi dengan
baik.
Pemberian misoprostol merupakan langkah awal antisipasi perdarahan primer, namun
tidak direkomendasikan pemberiannya secara rutin. Pemberian oxytosin dan pelaksanaan
PTT dapat mempercepat kala 3, mengurangi kehilangan darah selama persalinan serta
menghindari perdarahan post partum. Reparasi vagina dan perineum dilakukan dengan
benabg yang mudah menyyerap dengna teknik jahitan subcutikuler.
9. Pemantauan FHR dalam persalinan
Pemeriksaan auskultasi yang dianjurkan pada janin adalah dengan fetal heart rate
(FHR). Dimana hasil yang didapatkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan
terminasi dari persalinan tersebut. Persalinan dari wanita yang beresiko tinggi diperlukan
pemantauan FHR yang lebih optimal. Untuk efektifitasnya, maka adanya akses pemantauan
secara komputerisasi, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat karena akan digunakan
dalam reinterpretasi.
10. Analgesia dan anesthesia dalam kehamilan
Pada setiap RS mempunyai fasilitas persalinan yang siap 24 jam, sehingga dapat
dilakukan SC kurang dari 30 menit dari diagnose ditegakkan. Dengan setidak-tidaknya RS
tersebut memiliki satu orang spesialis anastesi. Neuraxial analgesia digunakan dengan
memanfaatkan efektifitasnya dengan meminimalkan efek samping pada ibu dan janin.
Sebelumnya wanita dan keluarga diberi penjelasan tentang analgesia yang akan diberikan.
Dan memberi kesempatan memutuskan pilihan dengan memberikan bahan pertimbangan
secara medis.
Analgesia epidural meningkatkan resiko gangguan pada hati, hipotensi dan terjadinya
retensi urin. Sedangkan combinased spinal epidural (CSE) mempunyai efek anastesi yang
lebih cepat, dengan dosis yang lebih rendah. Dengan mengkombinasikan antara epidural dan
teknik spinal mempunyai hasil yang lebih memuaskan pada wanita. Selain mengurangi rasa
nyeri setelah operasi juga bisa meminimalkan pengaruh hipotensi.
11. Persalinan pervaginan dengan tindakan vacuum dan forceps
Pelaksanaan vacuum dan forceps mempunyai indikasi yang sama, tejadi pada persalinan
pervaginam yang tidak mengalami kemajuan. Tentunya saat itu tenaga kesehatan juga
mempertimbangkan alternatif lain seperti induksi persalinan dengan oxitosin maupun SC.
Tindakan ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang professional. Penelitian
menyatakan bahwa tindakan forceps sudah mulai ditinggalkan. Sedangkan pada tindakan
vacuum rendah lebih direkomendasikan. Tetapi efek samping dari tindakan ini adalah adanya
bekas trauma pa kepala bayi yang akan kembali normal, selain itu juga laserasi pada vagina
dan perineum. Maka diperlukan konseling sebelum melakukan tindakan ini. Pengaplikasian
vacuum tidak boleh lebih dari 5 menit, bila telah dilakukan 3 kali upaya penarikan ternyata
gagal maka tindakan vacuum tidak boleh dilanjutkan.
12. Persalinan SC
Terjadi peningkatan persalinan dengan SC karena meningkatnya insiden kehamilan ganda,
riwayat persalinan SC dan sebab lain yang menyebabkan persalina pervaginam tidak bisa
dilakukan. Persalinan perabdminal dengan melakukan tindakan insisi. Dilakukan bantuan
pada pelepasan plasenta, dilakukan reparasi pada lapisan visceral dan peritoneum dan
dilakukan penjahitan secara subcuticuler.
13. Kelahiran pervaginam dengan riwayat SC
Wanita dengan riwayat SC yang pertama mempunyai kesempatan untuk pengakhiri
kehamilannya dengan elective repeat cesarean delivery (ERCD) atau trial of labor (TOL).
Tidak ada uji coba yang membandingkan keselamatan, komplikasi, kesakitan maupun
kematian yang dialami oleh ibu dan janin. Namun TOL setelah SC mempunyai resiko untuk
mengalami rupture uteri. Keberhasilan dari persalinan pervaginam setelah SC, vaginal birth
after cesarean (VBAC) sangat tergantung dari konseling tterhadap resiko yang akan terjadi
terhadap ibu dan keluarga.
b. Kehamilan dengan komplikasi
1. Abortus berulang/Recurrent pregnancy loss (REPL)
Abortus berulang adalah terjadinya terminasi kehamilan < dari 14 minggu yang
terjadi ≥ 2 kali. Prognosis terjadi pada 60-70% wanita yang berumur < 35 tahun dan 40-50%
berumur ≥ 35 tahun. Hal ini bisa disebabkan oleh kariotip orang tua abnormal yang
diwariskan pada keturunannya. Sehingga sangat diperlukan konseling genetik dan diagnosis
sebelum kehamilan. Selain itu juga juga ada factor resiko berupa diabetes, penyakit thyroid,
kekurangan progesterone, infeksi, trombophilia dan tidak adekuatnya pengaruh dari human
chorionic gonadotropin (hCG) Wanita tidak boleh menggunakan imun tambahan tertentu,
karena efeknya tidak menguntungkan malah merugikan. Pada penelitian terbaru pemberian
progesterone tambahan memberikan efek yang terbatas.
2. Pencegahan kelahiran preterem
Selama kehamilan penting untung menghindari kelahiran preterem. Kelahiran preterem
ini terjadi saat kehamilan berusia 20-36 minggu. Tingginya angka kejadian kelahiran
preterem ini mengakibatkan tingginya angka kematian dan angka kesakitan di suatu negara.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh riwayat obstetric dan gynekologi pada wanita, pola hidup
wanita dan berat badan sebelum hamil. Beberapa upaya pencegahan terdiri atas:
Wanita yang mempunyai kebiasaan hidup merokok, diberi konseling tentang bahaya rokok.
Wanita yang pernah mengalami kelahiran preterem ≥ 1 kali disarankan untuk melakukan
pemeriksaan yang lebih akurat untuk mendapatkan suplemen yang tepat.
Wanita yang setelah melakukan pemeriksaan labor didapatkan hasil jumlah asymptomatic
bacteriuria > 100.000 bacteria/ml diberikan terapi antibiotic.
3. Preterm premature rupture of membranes (PPROM)
Diagnosa pasti dilakukan dengan visualisasi langsung pada apusan cairan ketuban
yang keluar dengan menggunakan nitrazine cervicovaginal apusan dan ferning sebagai test
dasar. Komplikasi yang terjadi bila terjadi PPROM terdiri atas : gangguan pernapasan pada
janin, gangguan sirkulasi darah pada janin, kerusakan saluran cerna, infeksi pada ibu dan
janin (chorioamnionitis, endometritis dll). Bila terjadi pada kehamilan < 24 minggu, akan
terjadi: solusio plasenta, prolaps tali pusat. Selain itu juga terjadi kematian perinatal,
hipoksia, gangguan pertumbuhan, kesakitan yang berkepanjangan pada janin, meningkatkan
angka terjadinya SC dan retensio plasenta.
Kortikosteroid sangat membantu pada PPROM yang terjadi antara 24-32 minggu,
karena bisa menurunkan angka kematian janin. Antibiotik diberikan setidaknya pada 48 jam
pertama. Namun tidak ada hasil penelitian yang direkomendasikan.
4. Induksi persalinan
Indikasi dilakukannya induksi persalinan dikaitkan dengan kala 1 memanjang,
persalianan pervaginan dan persalinan SC dengan factor resikonya. Sedangkan induksi pada
kehamilan yang tidak aterm akan menimbulkan resiko prematuritas. Pemeriksaan dengan
USG dapt menberikan hasil yang akurat dalam menentukan usia kehamilan yang tepat.
Indikasi dilakukannya induksi persalinan yaitu pada solusio plasenta, IUFD,
khorioamnionitis, premature rupture of membranes ≥ 34 minggu, post term, DJJ tidak teratur,
dan tergantung kondisi klinis ibu sendiri. Dalam praktek induksi persalianan kita dibantu oleh
skor Bishop yang apabila skornya < 5, maka keputusan klinik adalah SC. Tapi apabila ≥ 9
berarti persalina pervaginan bisa dilanjutkan.
Bishop skor dalam melakuka penilaian pada servik
Skor Dilatasi
(cm)
Penipisan
(%)
Station Konsistensi
servik
Posisi servik
0 Tertutup 0-30 -3 Kaku Posterior
1 1-2 40-50 -2 Sedang Pertengahan
2 3-4 60-70 -1, 0 Lunak Anterior
3 5-6 80 +1, +2 - -
Dalam melakukan induksi persalinan lebih aman menggunakan oxytosin karena lebih
aman dan lebih efektif. Dosis yang tinggi akan mempersingkat waktu persalinan, tetai akan
meningkatkan stimulasi dari uterus, sehingga diperlukan dosis yang terkontrol
5. Premature rupture of membranes dalam atau dekat dari kehamulan cukup bulan
Penegakkan diagnosa dari PROM dalam kehamilan aterm berdasarkan adanya
pengeluaran cairan ketuban dan kemudian dilakukan pemerikasaan nitrazine tes. Komplikasi
utama yang terjadi adalah infeksi intrauterine karena lamanya persalinan yang diikuti oleh
infeksi pada neonates. Pasien PROM harus segera dirawat karena harus dilakukan induksi
dengan menggunakan oxytosin dalam 6-12 jam setelan pecahnya ketuban. Induksi oxytosin
lebih aman, efektif dengan harga yang terjangkau. Misoprostol adalah juga efektif tetapi tidak
aman. Untuk efektifitas tindakan medis ini maka perlu dikomunukasikan terlebih dahulu pada
ibu dan anggota keluarga.
6. Meconium
Mekonium merupakan bagian dari fetus yang komposisisnya terdiri atas
mukopolidakarida, produk darah, rambut dan skuamasi cells. Keberadaan mekonium dalam
cairan amnion tampak secara histology dari plasenta, dimana keberadaannya tidak ditemukan
pada < 33 minggu usia gestasi biasanya muncul setelah 34 minggu terutama pada kehamilan
post term.
Pada sebagian kecil kasus keberadaan mekonium sering dikaitkan dengan hipoksia
karena tekanan yang terjadi mengakibatkan aktivitas kolon meningkat dan mempengaruhi
saluran pernapasan sehingga terjadi aspirasi mekonium. Bantuan pertama untuk
mengantisipasi ini adalah memberikan oxygen pada 4 jan pertama kehidupan.
7. Malpresentasi dan malposisi
Malpresentasi adalah presentasi janin dimana bukan kepala yang menjadi bagian
terendah dalam uterus. Sedang malposisi adalah posisi janin yang bukan anterior.
Malpresentasi sering berkaitan dengan kelainan dari uterus, fibroid, plasenta previa, grande
multipara, kontraksi pada panggul, tumor pelvic, prematuritas, kehamilan ganda, kelainan
janin dan riwayat persalinan sebelumnya.Melakukan versi luar dapat dilakukan dengan
efektif dan efesien yang dimulai dari usia kehamilan 34-36 minggu pada kasus-kasus
tertentu. Namun tidak efektif bila terjadi gangguan DJJ pada janin, solusio plasenta, rupture
membrane, kelainan pada uterus, riwayat perdarahan uterus yang tidak diketahui dan fase
aktif dari persalinan.
8. Distosia bahu
Distosia bahu adalah susahnya kelahiran bahu bayi sehingga diperlukan maneuver
tambahan yang dapat membantu kelahiran ini, tentunya ini hanya terjadi pada presentasi
vertek. Namun penegakkan diagnosa sering terjadi keterlambatan.
Komplikasi yang terjadi dapat berupa brachial plexus injury, fraktur, hypoksia-
iskemik, enchepalopaty, gangguan saraf yang berkepanjangan, kematian, laserasi perineum
derajat tiga dan empat dan perdarahan post partum pada ibu. Maka dilakukan pendeteksian
resiko pada kehamilan dengan makrosomia, DM, obesitas, kehamilan lewat bulan, kala 2
memanjang dan persalinan pervaginam percobaan dengan vacuum dan forcep. Maka
diperlukan fasilitas kesehatan dengan pelayanan kebidanan yang lengkap.
Manajemen yang dilakukan pada distosia bahu;
Ask for help (anesthesia, neonatology, nursing, etc)
Mc Roberts maneuver
Suprapubic pressure
Shoulder rotation terdiri atas ; Rubins maneuver dan Woods cockscrew
Delivery of posterior arm
Episiotomy
“All-four”
Clavicle fracture
Cephalis replacement (Zavanelli manuever)
Symhysiotomi
9. Komplikasi pada kala 3
Tidak ada kriteria objektif yang dapat memprediksi terjadinya komplikasi pada kala 3.
Misoprostol perrektal sangat membantu dalam penanganan awal pada primary postpartum
hemorrhage (PPH). Dan oxytosin digunakan sebagai uterotnika pada PPH
10. Kehamilan lewat bulan
Kehamilan lewat bulan merupakan usia kehamilan yang telah melebihi ≥ 42 minggu
atau ≥ 294 hari. Komplikasi pada bayi berupa aspirasi mekonium, infeksi intrauterine,
gangguan DJJ, asfiksia neonatus, dan IUFD. Sedangkan pada ibu akan terjadi persalinan
distosia, perlukaan perineum dan persalinan dengan SC. Factor resiko berupa hipertensi. DM,
dan gangguan pertumbuhan pada janin. Maka diperlukan deteksi dini yang dimulai dari usia
kehamilan < 20 minggu secara rutin dan kemudian dilanjutkan pada 38 atau 41 minggu.
11. Plasenta previa
Pada pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan deteksi posisi plasenta dengan
menggunakan USG. Faktor resiko ditentukan oleh seberapa jauh penanaman plasenta pada
segmen bawah rahim dan seberapa jauh menutupi ostium uteri uternum. Pada pasien yang
dicurigai plasenta previa diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut antara usia kehamilan 32
dan 35 minggu. Wanita yang mengalami plasenta totalis dilakukan penanganan persalinan
dengan SC.
12. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah pelepasan plasenta sebelum waktunya dengan implantasi yang
normal. Sering terjadi pada kehamilan pertama, hipertensi dalam kehamilan, kebiasaan
merokok dan konsomsi kokain, polihidramnion, PROM, chorioamnitis dan trauma dalam
kehamilan. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, laboratirium dan USG.
Tidak ada intervensi yang dapat dilakukan untuk pencegahan terjadinya solusio plasenta.
Maka diperlukan deteksi terutama memasuki usia kehamilan yang aterm.
13. Infeksi post partum
Penegakkan diagnosa tejadinya infeksi post partum bila ditemukan ≥ 2 gejala-gejala berikut;
Demam dengan suhu > 100,3 ®F dari setidaknya dua kali pengukuran, dengan jarak
pengukuran ≥ 6 jam.
Fundus melunak.
Tachycardia ( frakuensi nadi > 100 kali/menit).
Aroma busuk bada lochea.
Endometritis pada post partum sering terjadi setelah terjadi persalinan SC, maka
dilakukan pencegahan dengan memberikan antibiotik (jenis ampicillin dan cephalosporin),
melahirkan plasenta dengan lengkap, menghindari penutupan antara lapisan visceral dan
parietal peritoneum dan penutupan jahitan atau drainase secara subcutan dengan kedalaman ≥
2 cm. Pemberian Gentamisin dan Clindamysin IV mempunyai efek yang efektif pada
endometritis.
14. Neonates
Diperlukan untuk satbilisasi neonatal harus tersedia danPersonal terlatih dalam neonatal
resusitasi harus selalu tersedia di setiap persalinan, Resusitasi neonatal di mulai dengan
pengeringan, merangsang dan menbersihkan jalan nafas jika resusitasi lebih lanjut di
lakukan, itu sering terjadi karena kegagalan pernafasan dan dapat di lakukan dengan bantuan
dari saluran nafas dan pernafasan. Ada Sebuah tansisi yang sulit dapat di antisipasi oleh bayi
yang beresiko dan dapat di lakukan untuk hipotermia, hypoglycemy dan congenital
anomalies. Bayi yang beresiko rendah > 36 minggu kehamilan, dan bayi dengan berat badan
2500-4200, afgar > 7 di 5 menit, normal vital signs, dan ada tanda-tanda kogenital anominalis
bawaan atau gangguan pernafasan
c. Perkembangan genekologi yang berkaitan dengan kahamilan
1. Management kebidanan pada abortus
Diagnosa trimester oleh USG transvaginal ultrasound dan serial human clhorionic
gonadotropin. Ada tiga pilihan utama bagi para wanita dengan kehilangan pada trimester
pertama yang spontan yang masih belum lengkap manajement kehamilan, kesehatan, dan
bedah. Manajemen yang sukses evakuasi rahimnya lengkap. Tingkat keberhasilan masing-
masing pendekatan beberapa faktor, khususnya kerugian ( tanpa gejala tampak kerugian,
dengan gejala seperti pendarahan dan kram ) dan di perkirakan gastasional, kerugian dengan
gejala yang lebih mudah seperti salah satu < 9 minggu.Manajemen operasi adalah pilihan
yang tertinggi ( >97%) sukses. Endometroitis laju homogen ≤ 1%. Keselamatan kematian
adalah tertinggi dengan pengguna vakum ekstraksi saat anastesi regional atau umum dapat di
hindari. Manajemen kesehatan adalah signifikan lebih efektif untuk ibu yang hamil.
Misoprostol 800mg vagina. Dengan dosis berulang pada hari 1-3 hari yang komlit dan tidak
komplit, memiliki keamanan tinggi (endometroitis dan hormone gestational, 88% dengan
emryo atau kematian janin dan 93% dengan komlit atau takterelakan aborsi pada wanita < 13
minggu. Mifepristone 200-600 mg oral dan misoprostol di 24-48 jam, atau intamuskular (IM)
methotrexate . misoprostol di 3-5 hari , serta regimen lainnya efektif tapi pilihan sedikit
kurang aman.
2. Masa pada tuba
Tidak ada percobaan untuk setiap terjadinya massa pada tuba, tetapi komplikasi yang
sering terjadi pada kasus nyeri yang begitu hebat (5-26%), torsi ovarium (7-12%), cyst
rupture (9%), infeksi pelvic dan trauma dalam persalinan (5-17%) dan kanker ovarium
(<5%). USG dengan menggunakan transvaginal dan kemampuan Doppler membantu dalam
penegakkan diagnose dan prognosa.
Bila teridentifikasi massa tuba saat terjadinya kehamilan, diperlukan kolaborasi antara
gynecologic oncologist, anesthesiologist dan neonatologist. Penanganan pada trimester
pertama tidak mempunyai keberhasilan yang akurat. Penanganan pada trimester tiga
ditangguhkan sampai persalinan atau sampai masa post partum.
Tindakan selama kehamilan berupa observasi pada massa tuba tersebut selama
trimester kedua atau sampai terjadinya perkembangan yang kompleks dengan adanya
papillations atau bilateral ≥ 5 cm, atau peningkatan > 30% atau mencapai 10 cm. bila
waktunya sudah tepat akan terjadi kehilangan kehamilan atau resiko terjadinya kelahiran
prematur. Intervensi yang segera dilakukan bila ditemukannya tanda-tanda keganasan, maka
dilakukanlah tindakan SC. Penanganan terkini yang bisa dilakukan pada kanker ovarium
berupa perawatan cytoreductive dan melakukan kemotherapi namun keputusan ini
tergantung dari viabilitas janin dan keputusan ibu.
3. Deteksi kanker serviks
Pada pendeteksian kanker serviks dilakukan manajemen pemeriksaan yang berbeda
pada pemeriksaan serviks. Karena resiko terjadinya pecahnya ketuban secara dini maka kuret
endoserviks dihindari dalam kehamilan. Diagnosa conization selama kehamilan dilakukan
bila pemeriksaan dengan biopsi atau sitologi diragukan pada invansif kanke. Sehingga
diagnose ini merupakan kombinasi dari penanganan yang disarankan, waktu dan tipe dari
kasus yang ada.
Bila hasil dari pemeriksaan histology dari invansif kanker terdeteksi adanya lesi, pada
persalinan SC ditemukan akumulasi gejala berupa perdarahan selama persalinan dan post
partum. Bila ditemukan mikroinvasif (pada tahap IA1) atau non-visible lesion (pada tahap
IA2), atau menggunakan jalur abdominal atau vagina dalam ini tergantung dari circumstances
obstetric dan genekologi yang digunakan. saat diagnosa kanker serviks pertama kali
ditegakkan perlu disarankan untuk melakukan penanganan pada tipe yang ganas, karena pada
saat kehamilan ini juga akan dipengaruhi oleh tingkat kanker serviks itu sendiri, usia
kehamilan pada waktu ditegakkan diagnosa dan harapan wanita pada keberlangsungan
kehamilannya.
D. Praktek
Perubahan praktek kebidanan yang di ajurkan menjadi dasar penetapan standar
asuahan persalianan normal
1. Perkiraan hemoglobin pada kehamilan
a. Dalam kehamilan normal akan terjadi penurunan kadar Hb. Kadar Hb terendah terjadi sekitar
umur kehamilan 30 minggu oleh karena itu pemeriksaan Hb harus di lakukan pada kehamilan
dini untuk melihat data awal, lalu di ulang pada sekitar 30 minggu.
b. Bila HB rendah secara abnormal ( di bawah 9 gr % ) harus di lakukan pemeriksaan dan
pengobatan yang sesuai. Mungkin perlu di lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang sesuai.
Mungkin perlu di lakukan pemeriksaan Hb ulang untuk melihat apakah pengobatan sudah
tepat.
c. Kalau hanya terjadi anemia ringan, sebab yang paling sering adalah defisiensi besi dan dapat
di obati secara efektif dengan suplementasi besi.
d. Semua ibu hamil terutama mereka yang mendapat suplementasi besi harus mendapat nasihat
gizi. Mereka harus menghindari tembakau, the dan kopi serta di pastikan bahwa mereka
mengkonsumsi makanan kaya protein dan vitamin C.
2. Perkiraan tinggi pundus
a. Terdapat variasi yang lebar antara operator yang melakuakn pengukuran tinggi pundus uteri
dengan cara tradisional
b. Menggunakan vita ukur untuk mengukur jarak antara tepi atas simpisis pubis dengan fundus
uteri dalam cm merupakan metoda yang dapat di andalkan untuk memperkirakan tinggi
fundus uteri
c. Jarak tersebut ( dalam cm) sesuai dengan umur kehamilan ( dalam minggu) setelah umur
kehamilan 24 minggu.
3. Hipotesis pada saat berbaring terlentang
a. Posisi terlentang mempengaruhi fisiologi ibu dan janinnya
b. Setiap ibu hamil hendaknya menghindari posisi terlentang terutama pada kehamilan lanjut
c. Bila posisi terlentang di butuhkan maka di anjurkan untuk meletakkan bantal kecil di bawah
sisi kiri panggul bawah
4. Dukungan pada persalinan
a. Kehadiran orang kedua / pendamping atas pilihan ibu sendiri di samping bidan menolong
persalinan
b. Orang ke dua ini sebaiknya seorang wanita yang berpengalaman dalam memahami
persalianan ( dalam beberapa penelitian orang ini telah dapat pendidikan dan pengetahuan
untuk melakukan perannya denagn baik).
5. Pemeriksaan dalam
a. Pemeriksaan dalam harus di laksanankan oleh tenaga yang terampil
b. Jarang dibutuhkan periksa dalam lebih sering dari setiap 4 jam
c. Harus selalu ada indikasi yang jelas untuk melakukan perisa dalam
d. Yang terpenting adalah : perisa dalam saat persalinan harus di laksanakan secara aseptik dan
atas indikasi
6. Posisi dan gerakan ibu dalam persalinan
a. Ibu hamil di perbolehkan tetap bergerak selama persalinan
b. Ibu bersalin bebas menentukan posisi yang di anggap paling nyaman kecuali ada
kontraindikasi obstetric atau medik.
c. Ibu hamil yang tetap bergerak dan mengambil posisi tegak pada saat persalinan di laporkan
mengalami persalinan lebih singkat dan kurang nyeri
d. Posisi terlentang pada persalinan memiliki banyak pengaruh buruk terhadap ibu bersalian dan
janin nya sehingga harus di hindarkan
7. Makan dan minum selama persalinan
a. Ibu bersalin boleh makan makanan ringan yang mudah di cerna dan rendah lemak selama
persalinan bila ia mau.
8. Penggunaan enema /klisma
a. Tidak ada bukti bahwa klisma akan memperpendek waktu persalian
b. Tidak ada bukti bahwa pemberian klisma akan mengurangi angka infeksi pasca persalian
c. Tidak ada bukti bahwa ibu bersalin memilih pemberian klisma
d. Penelitian mendukung untuk hanya pemberian klisma atas indikasi yang jelas dan bial ibu
ingin mendapatkan klisma
9. Posisi ibu pada saat persalinan
a. Di anjurkan untuk mengizinkan ibu bersalin memilih posisi pilihan mereka sendiri dalam
persalinan
b. Ibu bersalin yang mengambil posisi tegak untuk persalian memiliki hasil persalinan yang
lebih baik dan bayi baru lahirnya memiliki nilai apgar pada 1 dan 5 menit yang lebih baik
c. Posisi litotomi tidak boleh di gunakan sebagai posisi rutin untuk persalinan dan harus di
tinggalkan
10. Pengaturan nafas pada kala II persalinan
a. Menahan nafas sambil menran tidak berakibat lebih singkat dari kala II
b. Memberikan ibu bersalin bernafas seperti biasa dan meneran pada saat mersa ada dorongan
tidak menunda kemajuan persalinan dan menguntungkan ibu maupun janinnya serta
menyebabkan aliran darah plasenta ke janin lebih baik
c. Mengubah posisi ibu bersalin pada posisi yang lebih tegak atau jongkok dapat menolong bila
ada kesulitan meneran atau bila terjadi kelambatan penurunan presentasi janin pada kala II
persalian karena dapat meningkatkan efesiensi kontraksi dan meneran
d. Menghindari penggunaan posisi terlentang dan litotomi pada persalinan dapat mencegah
terjadinya beberapa masalah seperti kelambatan pada kala II atau kesulitan penurunan bagian
bawah janin dank arena itu hal tersebut merupakan cara terbaik untuk menjaga persalinan
agar tetap normal
11. Perlukaan jelas pada perenium
a. Persalina dalam posisi berdiri atau tegak, terutama jongkok dapat membantu mengurangi
trauma pada perenium
b. Efisiotomi di lakuakan atas indikasi
c. Jangan melakukan manipulasi meleberkan lubang vagina
12. Efisiotomi
a. Efisiotomi rutin sebaiknya di tinggalkan
b. Banyak hal yang semula dinyatakan sebagai keuntungan efisiotomi tetapi tidak di dukung
bukti
c. Bila ada indikasi episiotomy pilihan insisi episiotomy sesuai kebutuhan
13. Memulai pemberian air susu ibu
a. Pemberian ASI harus di mulai sedini mungkin setelah persalinan sebaiknya dalam waktu 1
jam pertama setelah persalinan
b. Pengaturan waktu untuk menyusui akan menghambat keberhasilan dalam memberikan ASI
c. Posisi bayi yang benar pada tubuh dan putting susu ibu waktu menyusui akan membantu
keberhasilan mulai pemberian ASI.
14. Regulasi suhu bayi baru lahir dengan kontak kulit ke kulit
a. Pada umumnya bayi akan mengalami penurunan suhu tubuh segera setelah di lahirkan
b. Hipotermi dapat menyebabkan asfiksi yang berakibat kesakitan dan kematian bayi baru lahir
c. Kebanyakan kasus hipotermi dapat di cegah dengan cara yang mudah mengeringkan dan
menyelimuti bayi segera lahir
d. Kontak kulit ke kulit ( metoda kangguru) merupakan cara efekif untuk menjaga suhu tubuh
bayi baru lahir terutama pada bayi berat lahir rendah.
15. Perawatan neonatus pada persalinan
a. Aspirasi lender yang berlebihan tidak perlu di lakukan secara rutin
b. Semua bayi baru lahir tanpa memandang tempat di lahirkan memiliki resiko hipotermiOleh
karena itu di butuhkan upaya aktif dari penolong persalinan untuk mencegah terjadinya
hipotermi termasuk menunda memandikan bayi
c. Pemberian ASI secara dini dapat mencegah terjadinya hipotermi di samping dapat
mencegah infeksi.
16. Penggunaan oksitostika pada kala III
a. Obat-obatan oksitostika yang di berikan pada manajemen kala III dapat mencegah terjadinya
pendarahan pasca salin
b. Pemberian 10 IU oksitoksin segera setelah bayi lahir dan manajemen aktif kala III akan
mencegah kejadian pasca persalinan
c. Obat-obatan oksitostika akan kehilangan potensinya sehingga menjadi kurang efektif bila
terkena sinar matahari langsung dan tidak di simpan dalam suhu 2-8 derajat celcius
d. Obat-obatan oksitostika tidak boleh di berikan secara intramuskuler sebelum bayi di lahirkan.
17. Menjahit perenium
a. Robekan perenium hanya perlu di jahit bila besar atau terjadi pendarahan
b. Jenis bahan untuk menjahit dapat berpengaruh terhadap derajat rasa nyeri yang di alami oleh
ibu bersalin di samping mengakibatkan komlikasi pasca salin
c. Benang yang dapat di serap lebih menguntungkan di bandingkan dengan bahan lain
18. Penggunana vakum ekstraktor
a. Vakum ekstraktor sama aman nya dengan forceps bila di gunakan oleh operator yang terlatih
dan kompeten
b. Persalinan mengunakan vakum ekstaktor tidak meningkatkan mobiditas / mortalitas bayi
baru lahir maupun ibu.
19. Memotong tali pusat
a. Menunda penjepitan dan pemotongan tali pusat sekitar 1-2 menit dapat meningkatkan jumlah
darah yang di alirkan ke bayi baru lahir sehingga dapat mencegah rendahnya Hb dalam
priode neonatal terutama pada bayi baru lahir prematur dan berat lahir rendah.
b. Menunda penjepitan dn pemotongan tali pusat tidak menigkatkan terjadinya pendarahan
postpartum
20. Perawatan tali puasat
a. Membiarkan tali puasat mongering dan hanya melakuakan perawatan rutin setiap hari
dengan air matang merupakan cara yang sama efektifnya dengan cara merawat tali pusat lain
nya
b. Membiarkan tali pusat mongering dengan sendirinya dan hanya membersihkan setiap hari
dengan air bersih tidak menyebabkan peningkatan infeksi
c. Usapan alcohol dan antiseptic dapat mempercepat waktu pelepasan tali pusat tetapi secara
statistic tidak bermakna bila di bandingkan dengan membiarkan tali pusat mongering sendiri
21. Pemberian air susu ibu secara dini dan ekslusif
a. Pemberian ASI dini dan ekslusif memiliki banyak keuntungan penting untuk memberikan
kolostrum
b. Pemberian ASI dini dan ekslusif mendukung keberhasilan dalam memulai pemberian ASI
c. Pemberian dini ASI dan ekslusif untuk 4-6 bulan akanmelindungi bayi baru lahir dari
berbagai penyakit anak terutama alergi dan gangguan perncernaan
d. Pemberian ASi dan ekslusif dapat mencegah hipotermi pada bayi baru lahir
e. Pemberian ASI dini dan ekslusif berarti mempertahankan pemberian ASI saja sekurang-
kurangnya selama 4-6 bulan
f. Pemberian ASi dini dan ekslusif akan membantu mencegah infeksi.
22. Memperkirakan Hb pada masa nifas
a. Bahwa 10% ibu nifas memiliki Hb rendah (Hb < 11 gr %)
b. Kelelahan merupakan keluhan utama pada 6 minggu pasca salin yang mungkin di sebabkan
oleh kadar Hb yang rendah.
23. Manajemen ekslamsi – uji coba magnesium sulfat
a. Eklamsi merupakan sebab utama kematian ibu di semua Negara dan mengakibatkan sekitar
50.000 kematian ibu di dunia setiap tahun
b. Magnesium sulfat telah di buktikan memiliki keuntungan yang nyata bila di bandingkan
dengan obat lain
c. Magnesium sulfat bila di bandingkan denagn obat lain akan mengurangi kejang ekslamsi
d. Magnesium sulfat bila di bandingkan dengan fenitoin dapat mengurangi indsidens
pneumonia akibat kejang eklamsi
e. Magnesim sulfat bila di bandingkan dengan obat lain dapat memperbaiki kondisi bayi baru
lahir yang terlihat dengan membaiknya nilai apgar1-5 menit
f. Magnesium sulfat harus menjadi obat terpilih di semua Negara.
24. Distosia bahu
a. Distosia bahu tidak dpat di perediksi secara akurat
b. Ditosiabahu biasanya terjadi tanpa dugaan
c. Posisi lutut dada yang ekstrim ( maneuver Mc Roberts ) telah terbukti hanya membutuhkan
traksi ringan dan hanya sedikit mengakibatkan morbiditas pada neonatal di banding
maneuver lain.
d. Penekanan fundus dapat mengakibatkan tingginya morbiditas neonatal.
E. Keuntungan dan kendala
a. Keuntungan evidence based practices adalah merupakan siklus yang di awali dari masalah
pasien dan berakhir dari keuntungan pasien (Sastroasmoro,S, 2009)
b. Kerugiannya
1. Kurangnya akses terhadap bukti ilmiah
2. Kurangnya pengetahuan dalam telaah
3. Kritis dan metodeologinya penelitian
4. Tidak adanya dukungan organisasi
5. Tidak adanya dukungan dari kolega
c. Kendala dalam evidence based adalah
1. Kibiasan untuk bertanya dan mencari
2. Kemapuan untuk menemukan dan menelaah dan menerapkan evidence
3. Sumber informasi yang keterbatasan waktu
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based
terkini, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini
memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu
dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana
kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan
pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk
melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi
yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan
melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna
menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
B. Saran
Diharapkan akan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian,akan
pengetahuan berdasar bukti mengenai asuhan kebidanan khususnya dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada ibu dan anak dalam upaya penurunan AKI dan AKB.
Diposkan oleh nanda yarfau di 21.54 http://nandamaryasafitriyarfau.blogspot.com/2013/04/evidanbased-practise.html
EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP )
• EBP pada setting Internasional berkembang di Amerika.• Awal perkembangan EBP pada area pengobatan yaitu pengobatan
berdasarkan fakta yang mendasari perkembangan EBP.• Evaluasi terhadap kegagalan metode pengobatan yang telah dilakukan.• Pertama kali didedikasikan melalui jurnal• EBP dikembangkan di kanada 1980 yang menggambarkan strategi
pembelajaran pada pendidikan McMaster Medicine School.• Pada bidang keperawatan EBP dikembangkan di kanada.• Prinsip dasar EBP yaitu menggambarkan penerapan pada keperawatan
baik secara umum maupun spesifik.• Prinsip dasar EBP dapat diterapkan pada level individu ataupun level
komunitas.• Praktek keperawatan berdasarkan fakta ilmiah merupakan fenomena yang
baik untuk dilakukan.• Penggunaan hasil riset merupakan aplikasi dari EBP.• EBP : praktek berdasarkan teori, expert opinion, pengetahuan dan
justifikasi klinik, studi penelitian. Definisi
• EBP didefinisikan sebagai intervensi dalam perawatan kesehatan yang berdasarkan pada fakta terbaik yang didapatkan.
• EBP merupakan proses yang panjang, adanya fakta dan produk hasil yang membutuhkan evaluasi berdasarkan hasil penerapan pada praktek lapangan.
• EBP menyebabkan terjadinya perubahan besar pada literatur, merupakan proses yang panjang dan merupakan aplikasi berdasarkan fakta terbaik untuk pengembangan dan peningkatan pada praktek lapangan.
• Pencetus dalam penggunaan fakta menjadi pedoman pelaksanaan praktek dalam memutuskan untuk mengintegrasikan keahlian klinikal individu dengan fakta yang terbaik berdasarkan penelitian sistematik.Penerapan EBPPenerapan EBP berorientasi pada keperawatan meliputi:
• Fakta terbaik yang dihasilkan berbagai sumber• Penggunaan hasil studi penelitian• Fakta terbaik berdasarkan pengalaman dan keahlian terbaik.• Fakta berdasarkan data-data dari leader di masyarakat.
Sistematik Review• Adalah rangkuman dari fakta hasil riset yang berkaitan dengan masalah
yang spesifik dan efek pada intervensi.• Penelitian yang disertai dengan penggunaan metode yang teliti dan review
literatur pada topik yang spesifik.• Sifatnya lebih lengkap dan menghasilkan rangkuman dengan rekomendasi
dan adanya kesimpulan untuk saran pada pelaksanaan praktek dalam rangka mendapatkan hasil terbaik. Action Research
• Kolaborasi pada perkembangan pada penelitian tentang keadaan masyarakat dengan tindakan yang sistematik untuk mengatasi masalah yang spesifik.
• Fokus pada metode dan teknik penelitian untuk menjawab pertanyaan tentang riwayat penduduk, kultur yang berlaku serta kehidupan emosional masyarakat.
• Dapat menjawab kebutuhan masyarakat.• Perpaduan metode kualitatif untuk interview individu dan fokus group dan
metode kuantitatif untuk sasaran klien. Penggunaan Model
• Fokus pada pengembangan model di masyarakat• Adanya tujuan yang jelas• Menggambarkan adanya kekuatan dan pengambilan keputusan• Adanya kerjasama antara masyarakat dan akademisi dalam melakukan
kegiatan untuk menghasilkan suatu fakta yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan
• Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan berdasarkan fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
• Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung “pemberian perawatan berdasarkan fakta”.
• Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP.
• Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.• Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas
praktek, penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.• Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan
evaluasi yang berkelanjutan. • Perawat USA fokus untuk mempengaruhi kebijakan negara dalam
penggunaan EBP dengan hasil evaluasi yang dapat meningkatkan kualitas praktek.
• Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi pada klien dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam tindakan diharapkan perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status kesehatan. Hambatan Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan
• Berkaitan dengan penggunaan waktu.• Akses terhadap jurnal dan artikel.• Keterampilan untuk mencari.• Keterampilan dalam melakukan kritik riset.• Kurang paham atau kurang mengerti.• Kurangnya kemampuan penguasaan bahasa untuk penggunaan hasil-hasil
riset.• Salah pengertian tentang proses.• Kualitas dari fakta yang ditemukan.• Pentingnya pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana untuk
menggunakan literatur hasil penemuan untuk intervensi praktek yang terbaik untuk diterapkan pada klien.
• Program S2 akan berpartisipasi untuk pengembangan model praktek terbaik dengan penggunaan metode analisis ilmiah.
Perspektif EBP
• Cost vs quality• What is evidence• Individual differences• Appropriate EBP methods • Perawat membutuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang EBP.• Perawat berpartisipasi menggunakan hasil dalam praktek.• Perawat aktif dalam program riset.• Perawat menjadi leader dalam program EBP.• Perawat perhatikan nilai pada praktek EBP.• Perawat menggunakan pedoman klinik dalam melakukan praktek.