EFEK DAN DAYA ANALGESIK JAMU KUNYIT ASAM RAMUAN … · buah asam jawa. Sebelumnya telah dilakukan...
Transcript of EFEK DAN DAYA ANALGESIK JAMU KUNYIT ASAM RAMUAN … · buah asam jawa. Sebelumnya telah dilakukan...
ii
EFEK DAN DAYA ANALGESIK JAMU KUNYIT ASAM
RAMUAN SEGAR KOMPOSISI 20,7% : 9,3%
PADA MENCIT BETINA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Esti Nugraheni
NIM : 068114124
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2010
iii
iv
v
Kadang aku merasa sendirian....
Jiwaku tertekan... Kekhawatiran menghimpit ku...
Pencobaan menghadang langkahku...
Tetapi Tuhan Yesus berkata kepadaku:
” Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan
kanan-Ku yang membawa kemenangan.” Yesaya 41:10
”Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa
dan permohonan dengan ucapan syukur” Filipi 4:6
Kupersembahkan karya ini untuk :
Yesus Kristus, seorang Bapa dan sahabatku bagiku,
Bapak dan ibu tercinta,
Adikku Hery dan Toni tersayang,
Sahabat dan almamaterku yang kubanggakan
sebagai ungkapan rasa sayang dan kasihku
vi
vi
vii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas pertolongan dan kasih
setiaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi
ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta; sekaligus sebagai
upaya untuk memperdalam wawasan berpikir serta menambah wacana di dunia
farmasi pada umumnya.
Pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Bapak Ipang Djunarko, S. Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing atas
bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama penelitian sampai
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si., selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu yang tercinta atas seluruh kasih sayang, dukungan, nasihat,
doa dan perhatiannya hingga aku menjadi sekarang ini.
viii
6. Hery Nugraha dan Toni Irawan atas dukungan dan canda tawa yang
menjadi penghiburanku.
7. Setyo Tri Atmojo atas kasih sayang, perhatian, penghiburan, doa dan
bantuannya selama ini.
8. Keluarga besarku : Mbah Kakung, Mbah Putri, Pakdhe dan Budhe Yanto
serta anggota keluarga yang lain, terimakasih atas kasih sayang dan
dukungannya selama ini.
9. Teman-teman seperjuangan Helen Tanujaya dan Fidela Antonisca Nitasari
atas dukungan, keceriaan dan kerjasama yang telah kita jalani bersama.
10. Teman-teman FKK B 2006 : Dewi, Tanti, Anna, Oline, Ricky dan Yustin,
untuk semangat dan bantuannya selama ini. Senang bekerjasama dengan
kalian selama ini, banyak moment yang dikenang bersama kalian.
11. Teman-teman kos : Mba Aster, mba Putri, Ana, Aga, Jeanet, Titik, Lulu,
Novi, Tere untuk semangat, dukungan, keceriaan dan penghiburannya
selama ini. Senang bersama kalian. Keceriaan kalian membuatku
semangat.
12. Teman-teman KOMPA GKJ Cawas: Mba Wuri, Siwi, Naomi, mba Mita,
Ratih, Apri, Nanang, Pras dan David atas doa dan dukungannya selama
ini.
13. Mas Lilik atas bantuan dan dukungannya dalam mengerjakan skripsi ini.
14. Pak Heru, Mas Parjiman, Mas Wagiran, Mas Sigit dan Mas Yuwono yang
banyak telah membantu dalam penelitian.
ix
15. Kakak angkatan : Mba Ika dan Ci Yesika yang telah mentransferkan
ilmunya.
16. Semua pihak yang telah membantu penulis.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis menharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Januari 2010
Penulis
x
xi
INTISARI
Jamu kunyit asam ramuan segar dibuat dari rimpang kunyit dan daging buah asam jawa. Sebelumnya telah dilakukan pengujian daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20% : 10% dan hasilnya dari ketiga peringkat dosis memiliki persen penghambatan di bawah 50%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek dan daya analgesik serta mengetahui berapa efek dan dayanya.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Pengujian daya analgesik menggunakan metode rangsang kimia. Hewan uji dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok I (aquadest sebagai kontrol negatif), kelompok II (asetosal sebagai kontrol positif), kelompok III-V yaitu perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1.365; 2.730; 5.460 mg/kg BB. Asam asetat (25 mg/kg BB) diinjeksikan secara intraperitoneal setelah 30 menit pemberian senyawa uji. Respon geliat diamati tiap 5 menit selama 60 menit. Jumlah kumulatif geliat diubah ke dalam bentuk % penghambatan terhadap geliat dengan persamaan Handersot dan Forsaith.
Data yang diperoleh dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek analgesik yaitu pada dosis 5460 mg/Kg BB sebesar 59,78% (Anonim, 1991) dan memiliki daya analgesik pada ketiga peringkat dosis masing-masing sebesar 40,58%; 47,46% dan 59,78%.
Kata kunci: kunyit asam, segar, metode rangsang kimia, efek analgesik, daya analgesik
xii
ABSTRACT
Fresh blended sour turmeric tonic is tonic that is made from turmeric rhizome and tamarind. An analgetic capacity test had been conducted previously, and the result of which shows that those three dose-levels give suppressing rate under 50%. This research aims to find out whether fresh blend sour turmeric tonic composition 20,7% : 9,3% have the analgesic effect and analgesic capacity and also to find out how much their analgesic effect and analgesic capacity.
This is a pure experimental research with one-way pattern, random, complete research design. The method used for the test of analgesic capacity is chemistry stimulant method. The experimented animals are divided into five groups. Group I (aqueduct as negative control), group II ( asetosal as positive control), groups III-V are the conduction of fresh blend sour turmeric tonic at the dosages of 1.365; 2.730; 5.460 mg/Kg BB. Acetate acid (25 g/kg BB) was injected interperitonially after the test material was given 30 minutes earlier. The behavior responses of the experimented animals were being observed in every five minutes for 60 minutes. The total of behavior cumulative then was changed into the form of barrier percentage toward the behavior with the equation of Handersot and Forsaith.
Then, the data obtained was analyzed with Kolmogorov-Smirnov and continued with one-way ANOVA and Scheffe test which might be trusted up to 95%.
The research result reveals that the fresh blend sour turmeric tonic composition 20,7% : 9,3% has the analgesic effect 59,78% at the dosage of 5460 mg/Kg BB (Anonim, 1991) and has the analgesic capacity each 40,58%; 47,46% and 59,78% at the three dose-levels.
Key words: sour turmeric, fresh, chemistry stimulant method, analgesic effect, analgesic capacity
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................ vi
PRAKATA ........................................................................................................... ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................. .............................................. x
INTISARI......................................... .................................................................... xi
ABSTRACT.............................. ............................................................................ xii
DAFTAR ISI................... ................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL.............................. ............................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR............... ........................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN......................... .............................................................. xx
BAB I. PENGANTAR............ .............................................................................. 1
A.Latar Belakang............. ............................................................................ 1
1. Permasalahan ..................................................................................... 3
2. Keaslian penelitian ............................................................................. 3
3. Manfaat yang diharapkan ................................................................... 5
B. Tujuan penelitian .................................................................................... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 6
A. Obat tradisional ...................................................................................... 6
B. Kunyit .................................................................................................... 7
xiv
1. Keterangan botani .............................................................................. 7
2. Morfologi tanaman ............................................................................. 8
3. Kandungan kimia ............................................................................... 8
4. Kurkumin ........................................................................................... 8
C. Asam Jawa ........................................................................................... 11
1. Keterangan botani ............................................................................ 11
2. Kandungan kimia ............................................................................. 11
3. Khasiat dan kegunaan ...................................................................... 11
D. Komposisi Optimum Ekstrak Rimpang Kunyit dan Ekstrak Daging
Buah Asam Jawa 20,7% : 9,3% .......................................................... 12
E. Nyeri ..................................................................................................... 15
F. Analgetika ............................................................................................. 22
1. Analgesik narkotik ........................................................................... 22
2. Analgesik non narkotik .................................................................... 23
G. Asetosal ............................................................................................... 26
H. Metode-metode Pengujian Daya Analgesik ........................................ 27
1. Golongan analgesik narkotik............................................................ 27
2. Golongan analgesik non narkotik..................................................... 30
I. Landasan Teori ...................................................................................... 32
J. Hipotesis ................................................................................................ 33
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 34
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................... 34
B. Variable Penelitian ............................................................................... 34
xv
1. Variabel utama ................................................................................. 34
2. Variabel pengacau ............................................................................ 34
3. Definisi operasional ......................................................................... 35
C. Bahan Penelitian .................................................................................. 36
D. Alat Penelitian ..................................................................................... 36
E. Jalan Penelitian ..................................................................................... 37
1. Pembuatan larutan CMC Na 1% ...................................................... 37
2. Pembuatan larutan asam asetat 1% .................................................. 37
3. Pembuatan suspensi asetosal dalam CMC Na 1% ........................... 37
4. Penetapan dosis asetosal .................................................................. 37
5. Penetapan dosis asam asetat ............................................................. 38
6. Penetapan kriteria geliat ................................................................... 39
7. Penetapan selangwaktu pemberian rangsang ................................... 39
8. Seleksi hewan uji ............................................................................. 40
9. Penetapan dosis jamu kunyit asam ramuan segar ............................ 40
10. Perhitungan kebutuhan bahan jamu kunyit asam ramuan segar .... 41
11. Pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar .................................. 42
11. Uji daya analgesik .......................................................................... 42
F. Analisis Hasil ...................................................................................... 43
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 44
A. Identifikasi Rimpang Kunyit dan Buah Asam Jawa ......................... 44
B. Efek Analgesik Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar .......................... 44
C. Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar ......................... 50
xvi
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 58
A. Kesimpulan .......................................................................................... 58
B. Saran .................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 60
LAMPIRAN ........................................................................................................ 64
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 87
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I Komposisi ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah
asam jawa 20,7% : 9,3% ............................................................... 12
Tabel II Data % penghambatan pada percobaan dan SLD ......................... 13
Tabel III Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan rata-rata %
penghambatan geliat terhadap kontrol negatif .............................. 48
Tabel IV Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan rata-rata % perubahan
daya analgesik terhadap kontrol positif......................................... 50
Tabel V Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan geliat
terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan ...................... 52
Tabel V Hasil análisis uji Scheffe % penghambatan geliat terhadap
kontrol negatif pada kelompok perlakuan ..................................... 53
Tabel VI Jumlah geliat hewan uji setelah pemberian asam asetat pada
kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar komposisi
20,7% : 9,3% .................................................................................. 71
Tabel VII Data % penghambatan terhadap kontrol negatif dan hasil
statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar
komposisi 20,7% : 9,3% ................................................................. 77
Tabel VIII Data % perubahan daya analgesik terhadap kontrol positif dan
hasil statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam ramuan
segar komposisi 20,7% : 9,3% ....................................................... 82
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Rimpang kunyit ............................................................................. 7
Gambar 2 Struktur kurkumin ......................................................................... 8
Gambar 3 Struktur demetoksikurkumin ......................................................... 9
Gambar 4 Struktur bisdemetoksikurkumin .................................................... 9
Gambar 5 Struktur senyawa kurkumin .......................................................... 10
Gambar 6 Buah asam jawa ............................................................................ 11
Gambar 7 Grafik hubungan komposisi campuran ekstrak rimpang kunyit dan
ekstrak daging buah asam jawa vs daya penghambatan ............... 14
Gambar 8 Proses pembentukan eicosanoid dari asam arakhidonat
melalui jalur siklooksigenase dan lipoksigenase........................... 17
Gambar 9 Transmisi dan transformasi nyeri .................................................. 19
Gambar 10 Terjadinya nyeri, penghantaran impuls, lokalisasi dan rasa
nyeri serta inhibisi nyeri endogen 21
Gambar 11 Penghambatan sintesis eicosanoid oleh analgetika ....................... 25
Gambar 12 Struktur asetosal ............................................................................ 26
Gambar 13 Diagram batang rata-rata % penghambatan geliat terhadap
kontrol negatif pada kelompok perlakuan ..................................... 49
Gambar 14 Diagram batang rata-rata % penghambatan geliat terhadap
kontrol positif pada kelompok perlakuan ...................................... 51
Gambar 15 Bagan efek analgesik..................................................................... 55
xix
Gambar 16 Larutan jamu kunyit asam ramuan segar ...................................... 66
Gambar 17 Mencit tidak menggeliat ................................................................ 66
Gambar 18 Geliat mencit yang diamati ........................................................... 66
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil determinasi rimpang kunyit ..................................................... 64
Lampiran 2. Hasil determinasi asam jawa ............................................................. 65
Lampiran 3. Gambar larutan jamu kunyit asam ramuan segar, mencit tidak
menggeliat dan geliat mencit yang diamati ....................................... 66
Lampiran 4. Tata cara analisis hasil dengan SPSS ................................................ 67
Lampiran 5. Data jumlah geliat dan hasil analisis statistik pada kontrol negatif,
kontrol positif, perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar
komposisi 20,7% : 9,3% ................................................................... 71
Lampiran 6. Data % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif dan hasil
analisis statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam ramuan
segar komposisi 20,7% : 9,3% .......................................................... 77
Lampiran 7. Data % perubahan daya analgesik terhadap kontrol positif dan
hasil analisis statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam
ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% ............................................. 82
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan
dan berkaitan dengan kerusakan jaringan (Roach, 2004). Nyeri merupakan suatu
gejala yang umum dan sering terjadi mengikuti satu atau lebih penyakit.
Timbulnya rasa nyeri tersebut membuat seseorang berusaha untuk mencari
pengobatan agar rasa nyeri tersebut dapat berkurang.
Usaha untuk mengurangi rasa nyeri tersebut salah satunya yaitu dengan
pengobatan. Konsep “back to nature” yang ada sekarang ini membuat masyarakat
lebih memilih obat tradisional dalam pengobatan. Obat tradisional sering
digunakan sebagai preventif, promotif dan rehabilitatif karena masyarakat
percaya bahwa penggunaan obat tradisional lebih aman dibandingkan obat sintesis
(Oemijati, 1992).
Salah satu macam pengobatan tradisional yaitu dengan ramuan berbahan
dasar tumbuh-tumbuhan. Jamu ramuan segar merupakan jamu yang diolah dengan
cara sederhana dan tradisional yaitu dengan memeras sari yang terkandung dalam
jamu kemudian dicampur dengan air matang (Suharmiati dan Handayani, 2001).
Rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dan buah asam jawa
(Tamarindus indica Linn.) adalah contoh dari tanaman obat yang dikembangkan
menjadi obat tradisional. Rimpang kunyit memiliki kandungan kurkumin yang
mempunyai aktifitas sebagai antiinflamasi yang salah satu manifestasinya adalah
nyeri (Rengganis, 2004). Menurut Stankovic (2004) komponen kurkumin relatif
2
stabil pada suasana asam, sehingga buah asam jawa juga digunakan karena
mengandung asam tartrat, asam malat dan asam sitrat untuk menstabilkan
senyawa tersebut (Soedibyo, 1998).
Metode yang digunakan untuk menguji efek dan daya analgesik dalam
penelitian ini adalah metode rangsang kimia, karena dengan metode rangsang
kimia, baik analgesik pusat maupun analgesik perifer dapat terdeteksi, sehingga
metode ini direkomendasikan sebagai metode untuk skrining efek dan daya
analgesik suatu senyawa uji (Vogel, 2002).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2009) bahwa jamu
ramuan segar komposisi 20% : 10% memiliki daya analgesik yaitu pada dosis
1365 mg/Kg BB sebesar 37,00%; 2730 mg/Kg BB sebesar 46,43%; dan dosis
5460mg/Kg BB sebesar 49,57%. Berdasarkan penelitian lain yaitu Fadeli (2008)
menyatakan bahwa komposisi optimum campuran ekstrak kunyit dan ekstrak
buah asam jawa dengan metode Simplex Lattice Design adalah 20,7% : 9,3%
karena dapat menghasilkan % penghambatan sebesar 65,91579 % jika diminum
pada dosis 2730 mg/Kg BB. Kemudian disarankan penelitian lebih lanjut lagi
tentang perbandingan jamu kunyit asam segar dengan komposisi 20,7% : 9,3%.
Untuk itu pada penelitian ini akan diteliti mengenai daya analgesik jamu
kunyit asam segar dengan komposisi optimum 20,7% : 9,3%. Dengan
menggunakan komposisi yang optimum diharapkan dapat menghasilkan daya
analgesik yang lebih baik sehingga dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat.
3
1. Permasalahan
a. Apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki
efek analgesik dan berapakah efeknya?
b. Apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki
daya analgesik dan berapakah dayanya?
2. Keaslian penelitian
Penelitian mengenai Efek dan Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Ramuan
Segar Komposisi 20,7% : 9,3% pada Mencit Betina sejauh penelusuran
penulis belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan yaitu
antara lain:
a. Uji Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Instan dan Jamu Kunyit Asam
Ramuan Segar pada Mencit Putih Betina (Rahmawati, 2009) dan dapat
disimpulkan bahwa jamu kunyit asam instan memiliki daya analgesik yaitu
pada dosis 4.550 mg/Kg BB sebesar 46,25 %; dosis 9.100 mg/Kg BB
sebesar 45,90 %; dan 18.200 mg/Kg BBsebesar 70,68 %. Jamu ramuan
segar komposisi 20% : 10% memiliki daya analgesik yaitu pada dosis
1365 mg/Kg BB sebesar 37,00%; 2730 mg/Kg BB sebesar 46,43%; dan
dosis 5460 mg/Kg BB sebesar 49,57%, serta disimpulkan bahwa jamu
kunyit asam instan dan ramuan segar tidak memiliki perbedaan daya
analgesik.
b. Daya Analgesik dari Campuran Ekstrak Rimpang Kunyit dan Ekstrak
Daging Buah Asam Jawa dengan Metode Simplex Lattice Design (Fadeli,
2008) dan dapat disimpulkan bahwa dosis efektif dari campuran ekstrak
4
rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa dengan komposisi 20
% : 10 % adalah 2730 mg/Kg BB. Komposisi optimum campuran ekstrak
kunyit dan ekstrak buah asam jawa dengan metode Simplex Lattice Design
adalah 20,7% : 9,3% karena dapat menghasilkan % penghambatan sebesar
65,91579% jika diminum pada dosis 2730 mg/Kg BB.
c. Validasi Penetapan Kadar Parasetamol Tercampur Kunyit Asam dalam
Plasma dengan Metode Kolorimetri Menggunakan Senyawa Pengkopling
Vanili (Vidiani, 2006) dan disimpulkan bahwa penetapan kadar
parasetamol tercampur kunyit asam dalam plasma dengan metode
kolorimetri menggunakan senyawa pengkopling vanilin mempunyai
spesifisitas, akurasi dan presisi yang baik.
a. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) Pada
Tikus Putih Jantan Jalur Wistar (Rustam, 2007) dan dapat disimpulkan
bahwa ekstrak etanol kunyit dengan berbagai dosis memperlihatkan efek
antiinflamasi dan pada dosis tinggi (1000 mg/Kg) dapat menekan udem
sebesar 78,37%.
b. Efek Analgetika Infusa Daun Asam Jawa pada Mencit Putih Betina
(Lestari, 2006) dan disimpulkan bahwa 4 kelompok dosis (19,65 g/Kg BB;
22,50 g/Kg BB; 25,76 g/Kg BB; 38,64 g/Kg BB) infusa daun asam Jawa
mempunyai efek analgetika dengan besar proteksi berturut-turut sebesar
51,15%; 61,27%; 72,92% dan 68,43%.
5
3. Manfaat yang diharapkan
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kefarmasian yaitu
mengenai penggunaan obat tradisional yang berkhasiat sebagai analgesik,
salah satunya yaitu jamu kunyit asam ramuan segar.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang penggunaan jamu kunyit asam ramuan segar yaitu
mengenai dosis efektif dalam praktek kefarmasian yang dapat memberikan
efek dan daya analgesik.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk menambah informasi mengenai khasiat jamu kunyit asam
ramuan segar yang dapat digunakan sebagai analgesik.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi
20,7% : 9,3% memiliki efek analgesik dan mengetahui berapa efeknya.
b. Untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi
20,7% : 9,3% memiliki daya analgesik dan mengetahui berapa dayanya.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Obat Tradisional
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan menyebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992). Obat tradisional
telah diterima secara luas di negara-negara yang tingkat ekonominya rendah
sampai sedang. Bahkan di beberapa negara berkembang obat tradisional telah
dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan terutama dalam pelayanan kesehatan
strata pertama. Sementara itu di banyak negara maju penggunaan obat tradisional
makin populer (Anonim, 2007).
Obat tradisional atau lebih dikenal dengan nama jamu atau obat asli
Indonesia (OAIN) sudah dikenal sejak zaman nenek moyang kita dan tumbuh
berkembang sejalan dengan perkembangan yang terjadi di negara kita. Oleh
karena itu, jamu merupakan warisan nenek moyang yang perlu dikembangkan
utamanya untuk menunjang upaya meningkatkan kesehatan masyarakat baik
digunakan untuk tujuan pencegahan (preventif), peningkatan (promotif), maupun
pengobatan (kuratif) (Soegiharjo, 2002).
Jamu ramuan segar merupakan jamu yang diolah dengan cara sederhana dan
tradisional, yang secara umum pengolahannya dibedakan menjadi dua macam,
yaitu dengan merebus seluruh bahan atau dengan cara mengambil/memeras sari
7
yang terkandung dalam jamu kemudian dicampur dengan air matang (Suharmiati,
2001). Sedangkan menurut Wisely (2008) menyatakan bahwa jamu ramuan segar
menurut responden adalah jamu yang dibuat sendiri dengan cara direbus atau
diremas dan dibuat dari bahan-bahan alami, jamu gendong, jamu berbentuk cair
yang dapat langsung diminum tanpa perlu diolah lagi, jamu yang bukan buatan
pabrik dan tidak dikemas.
B. Kunyit
Gambar 1. Rimpang kunyit (Sunarto, 2009).
1. Keterangan botani
Kunyit (Curcuma domestica, Val) termasuk dalam familia Zingiberaceae
(Rukmana, 1999). Di Indonesia dikenal sebagai kunyit. Di Jawa Tengah
disebut kunir. Di Nusa Tenggara disebut kunyik. Di Sumatera disebut kakunye.
Di Kalimantan dikenal sebagai henda. Di Sulawesi disebut uinida. Di Maluku
disebut kurlai (Anonim, 1977).
8
2. Morfologi tanaman
Kunyit merupakan tanaman semak, mempunyai batang semu dan basah,
tingginya sekitar 1 m dan bunganya muncul dari pucuk batang semu dengan
panjang sekitar 10-15 cm dan berwarna putih. Daunnya mirip dengan tumbuh-
tumbuhan jenis pisang-pisangan, berbentuk lanset memanjang, ujung dan
pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, pertulangan
menyirip, warna hijau pucat. Rimpangnya memiliki banyak cabang dengan
kulit luarnya berwarna jingga kecoklatan. Buah daging rimpang kunyit
berwarna merah jingga kekuning-kuningan (Soedibyo, 1998).
3. Kandungan kimia
Kunyit mengandung kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin,
minyak atsiri (turmeron, zingiberon, seskuiterpen alkohol), pati, tanin, damar,
zat pahit, dan minyak lemak ( Anonim, 1977; Soedibyo, 1998).
4. Kurkumin
O O
HO
H3CO
OH
OCH3
Gambar 2. Struktur Kurkumin (Majeed, 1995)
Kurkumin merupakan senyawa kandungan utama tanaman kunyit. Kurkumin
murni sangat sulit diperoleh langsung dari kunyit karena sering kali tercampur
dengan dua turunannya yaitu desmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin
(Bone dan Mills, 2000). Tiga kurkuminoid utama yang telah diisolasi dari
9
kunyit adalah kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin.
Ketiganya memberikan warna kuning pada Curcuma domestica, terutama pada
rhizomanya (Majeed, 1995).
HO
O OH
OMe
OH
Gambar 3. Struktur Desmetoksikurkumin (Cashman, 2008).
HO
O OH
OH
Gambar 4. Struktur Bidesmetoksikurkumin (Cashman, 2008).
Kurkuminoid adalah komponen yang terdapat dalam kunyit, yang terkait secara
kimia dengan bahan utamanya, yaitu kurkumin. Kurkuminoid merupakan
bahan aktif penting yang bertanggung jawab atas aktifitas biologis dari kunyit.
Aktifitas utama kurkuminoid adalah sebagai antiinflamasi. Tetapi dilaporkan
juga bahwa kurkuminoid mempunyai sifat antioksidan, anti alergi, anti
spasmodik, antibakteri, anti fungi, anti tumor, dan sebagai penyembuh luka
(Majeed, 1995).
10
Dalam rimpang kunyit terdapat kurkumin yang mempunyai kemampuan
menghambat produksi prostaglandin dan leukotrien sebagai mediator nyeri
(Bone, 2000). Kurkumin memiliki aktivitas penghambat siklooksigenase
(COX) sebesar 79% (Van der Goot, 1997), dan diduga bersifat COX-2 selektif,
berdasarkan sifat tidak toksik pada gastrointestinal meskipun pada dosis tinggi
(Kawamori, 1999).
Kurkumin praktis tidak larut dalam air pada pH netral dan pH asam, tetapi larut
dalam pH basa. Komponen kurkumin relatif stabil pada suasana asam
(Stankovic, 2004). Gugus-gugus hidroksi pada kurkumin sangat penting
peranannya dalam aktivitas antiinflamasi (Majeed, 1995).
Gambar 5. Struktur senyawa kurkumin (Majeed, 1995)
Keterangan gambar: 1. Gugus-gugus para hidroksil 2. Gugus keto 3. Ikatan rangkap
11
C. Asam Jawa
Gambar 6. Buah Asam Jawa (Putri, 2009).
1. Keterangan Botani
Asam jawa (Tamarindus indica Linn) termasuk dalam famili Leguminose,
ekstrak daging buah asam jawa dikenal dengan Tamarindus Pulpa Extractum.
Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama asam jawa, sedangkan di Jawa
dikenal dengan asem, di Sunda dikenal dengan celangi dan tangkal asem.
Nama umum / Inggrisnya adalah tamarind (Hutapea, 1994).
2. Kandungan kimia
Daging buah asam jawa antara lain mengandung asam tartrat, asam malat,
asam sitrat, asam suksinat, asam asetat, pektin, dan gula invert (Soedibyo,
1998).
3. Khasiat dan kegunaan
Daging buah asam jawa berkhasiat sebagai laksan. Adapun kegunaannya
adalah untuk mencegah dan mengatasi nyeri haid (jika dicampur bersama
kunyit), demam, eksem, kegemukan, pencahar (berkurang khasiatnya bila
dimasak), sakit perut, sariawan, wasir dam rematik (obat luar) (Soedibyo,
1998).
12
D. Komposisi Optimum Ekstrak Rimpang Kunyit dan Ekstrak Daging
Buah Asam Jawa 20,7% : 9,3%
Tabel I. Komposisi ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa untuk tiap formula
Komposisi
I (K1)
(100%:0%)
Komposisi II (K2)
(75%:25%)
Komposisi III (K3)
(50%:50%)
Komposisi IV (K4)
(25%:75%)
Komposisi V (K5)
(0%:100%)
Kunyit 25% 20% 15% 10% 5% Asam Jawa
5% 10% 15% 20% 25%
Dalam metode SLD 2 komponen, setelah didapatkan hasil pengukuran
terhadap respon analgesik maka terlebih dahulu dihitung persamaan SLD dari
respon tersebut. Berdasarkan perhitungan metode SLD maka persamaan yang
diperoleh adalah :
Y = 59,69 (A) + 34,73 (B) + 65,28 (A) (B)
Keterangan : Y : % penghambatan geliat A : komposisi ekstrak rimpang kunyit B : komposisi ekstrak daging buah asam Jawa
(Fadeli, 2008).
13
Dengan persamaan yang diperoleh maka didapat dua data yaitu data
percobaan dan data teoritis.
Tabel II. Data % penghambatan pada percobaan dan SLD
Komp.1 Komp.2 Komp.3 Komp.4 Komp.5 Perc. 59,69 71,90 63,53 41,19 34,73SLD 59,69 65,69 63,53 53,21 34,73
Keterangan : Komp. : komposisi Percobaan : % penghambatan yang diperoleh dari hasil percobaan dengan metode
rangsang kimia SLD : % penghambatan yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan
persamaan Simplex Lattice Design (Fadeli, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh, komposisi optimum ekstrak rimpang
kunyit : ekstrak daging buah asam jawa adalah 69% : 31% dari 100% campuran
ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa. Komposisi yang
digunakan merupakan campuran dari ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging
buah asam jawa sebanyak 30%, sehingga komposisi ekstrak rimpang kunyit :
ekstrak daging buah asam jawa yang memberikan efek analgesik optimum adalah
20,7% : 9,3%. Komposisi ini memberikan daya analgesik sebesar 65,5791% jika
diminum pada dosis 2730 mg/Kg BB. Sehingga komposisi 20,7% : 9,3%
merupakan komposisi ekstrak rimpang kunyit : ekstrak daging buah asam jawa
yang memberikan efek analgesik optimum (Fadeli, 2008).
14
Gambar 7. Grafik hubungan komposisi campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa vs daya penghambatan (Fadeli, 2008).
Berdasarkan gambar 13 kita dapat melihat bagaimana profil efek analgesik
ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa. Profil efek analgesik
ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa membuka ke bawah
(cembung) dapat dikatakan bahwa semakin rendah komposisi kunyit dalam
campuran maka daya penghambatan (% penghambatan) akan semakin kecil.
Bentuk kurva cembung mengindikasikan bahwa campuran ekstrak rimpang kunyit
dan ekstrak daging buah asam jawa membawa efek yang meningkatkan daya
penghambatan (Fadeli, 2008).
Berdasarkan perhitungan dengan metode Fhitung didapatkan hasil bahwa
persamaan SLD untuk % penghambatan geliat dari campuran ekstrak rimpang
kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa regresi. Fhitung yang diperoleh adalah
sebesar 3,9549, sedangkan F tabel yang diperoleh adalah 3,222, sehingga Fhitung
lebih besar daripada F tabel yang berarti ada regresi. Hal ini berarti persamaan
yang diperoleh dengan metode SLD dapat digunakan untuk menghitung
15
komposisi campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa
yang mempunyai daya analgesik (Fadeli, 2008).
E. Nyeri
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan
dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri bersifat individual dan ambang
nyeri pada setiap orang berbeda-beda (Roach, 2004). Ambang nyeri didefinisikan
sebagai tingkat (level) dimana nyeri dirasakan untuk pertama kali. Nyeri timbul
jika rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik melampaui suatu nilai ambang
tertentu (nilai ambang nyeri). Adanya kerusakan jaringan akan mengakibatkan
pembebasan mediator nyeri yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri
(Mutschler, 1999).
Menurut tempat terjadinya, nyeri terbagi atas nyeri somatik dan nyeri dalam
(viseral). Dikatakan nyeri somatik apabila rasa nyeri berasal dari kulit, otot,
persendian, tulang, atau dari jaringan ikat. Nyeri somatik dibagi atas dua kualitas
yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Disebut nyeri permukaan apabila
rangsang bertempat di dalam kulit, sedangkan disebut nyeri dalam apabila
rangsang berasal dari otot, persendian tulang dan jaringan ikat. Nyeri dalam
(viseral) atau nyeri perut terjadi antara lain pada tegangan organ perut, kejang otot
polos, aliran darah kurang dan penyakit yang disertai radang (Mutschler, 1999).
Berdasarkan perjalanannya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri yang
sifatnya akut dan kronis. Pada nyeri yang sifatnya akut umumnya terjadi beberapa
saat setelah terjadinya lesi atau trauma jaringan, berlangsung singkat dan biasanya
16
cepat membaik bila diberi obat pengurang rasa nyeri (analgetika). Bila diberikan
stimulus nyeri, maka rasa nyeri akan timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik. Rasa
sakit akut juga digambarkan dengan banyak nama pengganti, seperti rasa sakit
tajam, rasa tertusuk, rasa sakit cepat, rasa sakit elektrik, dan sebagainya (Anonim,
1991; Guyton dan Hall, 1996).
Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan terjadinya lesi jaringan
yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari nyeri akut yang tidak
ditangani dengan baik. Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan
terjadinya lesi jaringan yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari
nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik. Nyeri kronik ini biasanya
berlangsung lama, atau biasanya terjadi selama lebih dari 6 bulan. Rasa sakit
kronik timbul setelah satu detik atau lebih dan kemudian rasa sakit ini secara
perlahan bertambah untuk selama beberapa detik dan kadang kala sampai
beberapa menit. Rasa sakit kronik diberi banyak nama tambahan seperti rasa sakit
terbakar, rasa sakit pegal, rasa sakit berdenyut-denyut, rasa sakit mual, dan rasa
sakit lambat (Anonim, 1991; Guyton, 1993).
Eicosanoid merupakan produk metabolit dari asam arakhidonat. Eicosanoid
diturunkan melalui jalur lain dari fosfolipid. Eicosanoid terlibat dalam mengatur
proses fisiologi dan beberapa diantaranya merupakan mediator dan modulator
yang sangat penting dalam reaksi inflamasi. Eicosanoid yang pokok yaitu
prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Sel yang mengalami kerusakan dapat
menstimulus pelepasan eicosanoid (Rang dkk, 2003).
17
Gambar 8. Proses pembentukan eicosanoid dari asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase (Rang dkk, 2003).
Fosfolipid
Asam Arakhidonat
LTA4
LTB4 (kemotaksin)
LTC4
(bronkokonstriktor)
LTD4
LTE4
Siklik endoperoksid
Siklooksigenase
5-lipoksigenase
5-HPETE
Tromboksan A2 (trombotik, vasokonstriktor)
PGI2 (vasodilator, hiperalgesik, menghambat agregasi platelet
PGE2 (vasodilator, hiperalsik)
PGD2 (menghambat agregasi platelet,
vasodilator)
PGF2α (bronkokon-striksi, kontraksi myometrial
12-lipoksigenase
15-lipoksigenase
12- HETE
Lipoksin A dan B
Fosfolipase A2
18
Asam arakhidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur yaitu:
1. melalui asam siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dua bentuk yaitu COX-
1 dan COX-2. Enzim ini yang memulai biosintesis asam arakhidonat menjadi
prostaglandin dan tromboksan.
2. melalui berbagai macam lipoksigenase yang memulai sintesis leukotrien dan
lipoksi dan senyawa lain.
(Rang dkk, 2003).
Efek dari PGE2 tergantung pada tiga reseptor mana yang diduduki oleh
prostanoid. Istilah “prostanoid” meliputi prostaglandin (PG) dan tromboksan
(TX). PGE2 sangat menonjol pada respon inflamasi dan dia adalah mediator
timbulnya demam. Efek utama dari 3 reseptor PGE2 :
a. Reseptor EP1 : kontraksi otot polos pada bronkial dan GIT
b. Reseptor EP2 : relaksasi pada otot polos bronkial, vaskular dan GIT
c. Reseptor EP3 : menghambat sekresi asam lambung, meningkatkan sekresi
mukus lambung, kontraksi otot polos GIT dan uterus, menghambat
lipolisis dan pelepasan neurotransmitter autonomik.
(Rang dkk, 2003).
19
Gambar 9. Transmisi dan Transformasi Nyeri (Mutschler dan Derrendorf, 1995).
Yang termasuk zat nyeri dengan potensi kecil adalah ion hydrogen. Pada
penurunan nilai pH di bawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat pada
kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Kerja lemah yang mirip dipunyai juga
oleh ion kalium yang keluar dari ruang intrasel setelah terjadi kerusakan jaringan
dan dalam interstitium pada konsentrasi >20 mmol/liter menimbulkan rasa nyeri.
Demikian pula berbagai neurotransmitter dapat bekerja sebagai zat nyeri pada
kerusakan jaringan. Histamin pada konsentrasi reltif tinggi (10-8 g/l) terbukti
sebagai zat nyeri (Mutschler dan Derrendorf, 1995).
Rangsang nyeri diterima oleh reseptor khusus yang disebut reseptor nyeri
(nosiseptor). Reseptor nyeri berupa saraf khusus dengan ujungnya yang bebas
sehingga dapat menerima rangsang sensasi lain. Secara fungsional, reseptor nyeri
Rangsangan atau noksius
Kerusakan jaringan
Pembebasan: H+ (pH <6)
K+ (>20 mmol/L) Asetilkolin Serotonin Histamin
Pembentukan: (misalnya : bradikinin)
Prostaglandin
Sensibilitas reseptor
Nyeri lama Nyeri pertama
20
dibedakan menjadi dua jenis reseptor yang dapat menyusun dua sistem serabut
yang berbeda yaitu:
a. Mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A-
delta bermielin
b. Termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C
yang tidak bermielin (Mutschler dan Derrendorf, 1995).
Serabut A-delta merupakan saraf unimodal dan memiliki myelin pada
aferan. Kecepatan penghantaran listriknya 2-30 m/s. Reseptor ini merespon
rangsang mekanik dan termal serta memproduksi nyeri yang terlokalisasi. Serabut
C merupakan saraf polimodal yang tidak bermyelin sehingga daya hantar
listriknya lebih lambat menjadi sekitar 0,5-2 m/s. Reseptor ini merespon stimulus
mekanik, termal, dan secara khusus kimiawi (Anonim, 2001).
Proses penghantaran nyeri adalah sebagai berikut: potensial aksi (impuls
nosiseptif) yang terbentuk pada reseptor nyeri diteruskan melalui serabut saraf
aferen ke dalam akar dorsal sumsum tulang belakang. Di tempat ini juga terjadi
reflex somatic dan vegetaif awal melalui interneuron serta penghambatan nyeri
menurun pada serabut aferen. Serabut-serabut yang berakhir dalam daerah
formation reticularis menimbulkan reaksi vegetatif. Tempat kontak yang lain
adalah thalamus opticus. Di sini impuls diteruskan ke gyrus postcontralis (celah
sentral belakang), tempat lokalisasi nyeri, juga ke system limbik yang terlibat
dalam penilaian nyeri. Kemudian otak kecil dan otak besar sama-sama melakukan
reaksi perlindungan dan reaksi menghindar yang terkoordinasi.
21
Proses terjadinya nyeri adalah sebagai berikut:
Keterangan: : impuls penghantaran nyeri yang meningkat : reaksi nyeri : inhibisi nyeri endogen
Gambar 10. Terjadinya nyeri, penghantaran impuls, lokalisasi dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen (Mutschler, 1999).
Lokalisasi nyeri
Korteks
Thalamus opticus
Formatio reticularis
Sumsum tulang
Reseptor nyeri
Pembebasan mediator
Otak kecil
Rangsang nyeri
Sistem limbik
Rasa nyeri
Reaksi vegetatif
Refleks
Reaksi pertahanan
22
F. Analgetika
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapetik meringankan atau
menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum (Mutschler, 1986). Efek
ini dapat dicapai dengan berbagai cara, seperti menekan kepekaan reseptor
terhadap rangsang nyeri mekanik, termik listrik, atau kimiawi di pusat atau
dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi
nyeri (Anonim, 1991).
Metode-metode pengujian aktivitas analgetika dilakukan dengan menilai
kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi
pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara
mekanik, termik, elektrik dan secara kimia. Pada umumnya daya kerja analgetika
dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang
harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan
terhadap stimulus nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri (Anonim, 1991).
Analgesik dibagi menjadi dua golongan yaitu analgesik narkotik dan
analgesik non narkotik (Turner, 1965).
1. Analgesik narkotik
Golongan analgesik narkotik mengubah efek impuls nyeri pada system
saraf pusat (SSP). Kesadaran akan nyeri mungkin tetap ada atau berkurang,
tetapi kemampuan untuk menafsirkan, menggabungkan, dan bereaksi terhadap
nyeri menurun karena adanya sedasi, eufori, dan penurunan keresahan dan
penderitaan (Hite, 1995). Obat-obat golongan narkotik melibatkan mekanisme
23
kerja yang identik dan menstimulasi reseptor opioat, menyebabkan profil kerja
analgesik golongan ini sangat mirip (Mutschler dan Derrendorf, 1995).
Analgesik narkotik terdiri dari beberapa kelompok antara lain :
a. Analgetik narkotik opioid alamiah, yaitu obat yang diperoleh dari baha-
bahan alamiah, misal: morfin, kodein dan tebain.
b. Analgetik narkotik opioid semi sintetik, merupakan derivat dari morfin,
misal: heroin, dihidromorfin, hidrokodon.
c. Analgetik narkotik opioid sintetik, obat ini secara kimia tidak berhubungan
dengan morfin, tetapi efek farmakologiknya sama.
d. Kelompok antagonis opioid, merupakan obat pilihan pada keracunan akut
opioid, bekerja dengan cara menggeser obat agonis dari reseptor opioid
(Sutedjo, 2008).
2. Analgesik non narkotik
Obat-obat ini meringankan rasa nyeri tanpa menurunkan kesadaran dan
tidak menyebabkan ketergantungan seperti penggunaan analgetika narkotik
(Roach, 2004). Analgesik non-narkotik mempunyai antivitas antipiretik, di
samping meringankan nyeri. Obat-obat golongan ini terbukti mempengaruhi
metabolisme atau kerja sejumlah mediator biokimia dan sel pada proses
peradangan. Mekanisme kerjanya yakni menghambat atau menghalangi
biosintesis prostaglandin dan metabolisme bersangkutan yang merupakan
penyebab nyeri, demam, dan radang. Analgesik non narkotik mempunyai
mekanisme perifer maupun sentral dalam meredakan nyeri (Hite, 1995).
24
Ada beberapa kelompok analgetik antipiretik antara lain :
a. Kelompok salisilat dan garam-garamnya (asam salisilat, Na Salisilat,
Salisilamid, methyl salisilad).
b. Kelompok parasetamol / para aminofenol dan derivatnya (fenacetin,
asetaminofen, hidroksi asetanilid)
c. Kelompok pirazolon (antipirin, aminopirin, fenilbutason, dipiron /
metampiron, piramidon, amidopirin)
d. Derivat asam propionat (fenbufen, fenoprofen, ibuprofen, ketoprofen,
naproksen)
e. Derivat asam antranilat (asam mefenamat, asam meklofenamat, asam
flufenamat) (Sutedjo, 2008).
25
Gambar 11. Penghambatan sintesis eicosanoid oleh analgetika (Rang dkk, 2003).
LTA4
LTB4 (kemotaksin)
LTC4
(bronkokonstriktor)
LTD4
LTE4
5-HPETE
Tromboksan A2 (trombotik, vasokonstriktor)
Inhibitor fosfolipid kortikosteroid
NSAID, ASA
Inhibitor lipoksigenase
Inhibitor sintesis TXA2
Antagonis TXA2
Antagonis PG
Antagonis reseptor leukotrien
Fosfolipid
Asam Arakhidonat
Siklik endoperoksid
PGI2 (vasodilator, hiperalgesik, menghambat agregasi platelet
PGE2 (vasodilator, hiperalsik)
PGD2 (menghambat agregasi platelet,
vasodilator)
PGF2α (bronkokon-striksi, kontraksi myometrial
12-lipoksigenase
15-lipoksigenase
12- HETE
Lipoksin A dan B
Siklooksigenase
5-lipoksigenase
Fosfolipase A2
26
G. Asetosal
COOH
OCOCH3
Gambar 12. Struktur Asetosal (Anonim, 1995).
Asetosal memiliki pemerian hablur putih, umumnya seperti jarum atau
lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau lemah.
Asetosal stabil di udara kering, di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa
menjadi asam salisilat dan asam asetat. Asetosal sukar larut dalam air, mudah
larut dalam etanol, larut dalam kloroform dan eter, agak sukar larut dalam eter
mutlak (Anonim, 1995).
Asam salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgetika antipiretika dan anti-inflamasi yang sangat luas banyak digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas (Wilmana, 1995). Aspirin merupakan senyawa
standar yang digunakan dalam menilai efek obat sejenis (Dipalma, 1990). Aspirin
merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan untuk meredakan nyeri
ringan sampai sedang (Katzung, 2001).
Asetosal merupakan analgetika yang efektif, dengan durasi kira-kira 4 jam
(Neal, 1997). Asetosal akan diabsorbsi selama 5-30 menit setelah pemberian oral
dan pada dosis tunggal akan mencapai kadar plasma puncak 19 setelah 1-3 jam.
Dosis yang biasa digunakan antara 325-650 mg (McEvoy, 2005).
Asetosal bekerja dengan menghambat aktivitas prostaglandin G/H sintetase
atau yang dikenal lazim sebagai enzim siklooksigenase (COX). Enzim
27
siklooksigenase merupakan katalisator pada tahap pertama pembentukan
prostaglandin dan tromboksan dari asam arakhidonat. Enzim siklooksigenase
terdiri dari isoenzim yaitu siklooksigenase I dan siklooksigenase II. Asetosal
relatif lebih selektif terhadap enzim siklooksigenase tipe I. Pada enzim
siklooksigenase tipe I, asetosal bekerja dengan mengasetilasi gugus hidroksil serin
pada posisi 529 dari rantai polipeptida sehingga dapat menghambat masuknya
substrat dari sisi enzim akibat rintangan sterik sehingga menyebabkan hilangnya
aktivitas enzim secara irreversibel. Dengan hilangnya aktivitas enzim
siklooksigenase maka pembentukan mediator nyeri dapat dihambat sehingga nyeri
yang dirasakan dapat berkurang. Asetosal juga dapat menghambat aktivitas enzim
siklooksigenase tipe II dengan cara berbeda yaitu dengan cara mengubah produk
asam arakhidonat yang seharusnya prostaglandin G1 menjadi asam 15
hidroksieisosatetraenoik (Dollery, 1999).
H. Metode-metode Pengujian Daya Analgetik
Pengujian daya analgesik dapat menggunakan berbagai metode. Berdasarkan
jenis analgetika, metode pengujian efek analgesik dibagi menjadi 2 (Turner,
1965), yaitu:
1. Golongan analgesik narkotika
a. Metode jepitan ekor
Sekelompok mencit diinjeksi dengan senyawa uji secara subkutan atau
intravena. Setelah 30 menit, jepitan dipasang selama 30 detik pada bagian
pangkal ekor yang telah dilapisi karet tipis. Respon yang diamati yaitu ada
28
tidaknya usaha dari hewan uji untuk melepaskan diri dari jepitan tersebut.
tersebut, namun pada hewan yang tidak diberi analgesik akan berusaha
untuk melepaskan diri dari jepitan tersebut (Turner, 1965).
b. Metode rangsang panas
Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan mencit yang telah diberi
senyawa uji di atas pelat panas (hot plate) yang bersuhu 550 -55,50 C.
Respon yang diamati yaitu ketika hewan uji mengangkat, menjilat telapak
kakinya dan kemudian melompat dari lempeng panas (Turner, 1965).
c. Metode pengukuran tekanan
Alat yang digunakan pada metode ini menggunakan dua buah syringe
yang dihubungkan kedua ujungnya, bersifat elastis, fleksibel, serta terdapat
pipa plastik yang diisi dengan cairan. Pipa tersebut kemudian dihubungkan
dengan manometer. Syringe yang pertama diletakkan dengan posisi
vertikal dengan ujungnya menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di
bawah penghisap syringe. Pada saat tekanan diberikan pada penghisap dari
syringe kedua, maka tekanan ini akan berhubungan dengan sistem hidrolik
pada syringe yang pertama lalu pada ekor hewan uji. Tekanan yang sama
diberikan pada syringe kedua yang dapat meningkatkan tekanan pada ekor
hewan uji. Respon yang timbul akan tercatat pada manometer ketika
hewan uji meronta-ronta kemudian mengeluarkan suara (mencicit) sebagai
tanda kesakitan (Turner, 1965).
29
d. Metode potensi petidin
Metode ini memerlukan hewan uji dalam jumlah banyak. Tiap kelompok
hewan uji terdiri dari 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi tiga
bagian yang diberi petidin dengan peringkat dosis yaitu 2, 4, dan 8 mg/kg.
Setengah kelompok yang lain petidin, yang lain, petidin dan senyawa uji
dengan dosis 25% dari LD50. Persen daya analgesik dapat dihitung
dengan bantuan metode rangsang panas (Turner, 1965).
e. Metode antagonis nalorfin
Metode ini digunakan untuk mengetahui aksi dari obat-obat seperti morfin.
Hewan uji yang dapat digunakan pada metode ini yaitu tikus, mencit, dan
anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik lalu diikuti pemberian
nalorfin (0,5 – 10,0 mg/Kg BB) secara intravena (Turner, 1965).
f. Metode kejang oksitosin
Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitori
posterior, yang dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga
menimbulkan kejang pada tikus. Respon berupa kejang tersebut meliputi
kontraksi abdominal, sehingga dapat menarik pinggang dan kaki hewan uji
ke belakang. Penurunan jumlah kejang dapat diamati dan nilai ED50 dapat
diperkirakan (Turner, 1965).
g. Metode pencelupan pada air panas
Metode ini dilakukan dengan cara mencelupkan ekor mencit pada air
bertemperatur 58o C, dimulai 15 menit setelah diinjeksikan zat uji secara
intraperitoneal. Pencelupan diulang setiap 30 menit. Respon mencit
30
terlihat pada hentakan ekornya untuk menghindari air panas (Turner,
1965).
2. Golongan analgesik non narkotika
a. Metode rektodolorimetri
Pada metode ini hewan uji tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang
dibuat khusus dengan menggunakan alas tembaga yang kemudian
dihubungkan dengan sebuah gulungan yang berfungsi sebagai
penginduksi. Ujung lain dari gulungan tersebut dihubungkan dengan
silinder elektroda tembaga. Pada gulungan bagian atas terdapat konduktor
yang dihubungkan dengan sebuah volmeter yang sensitif untuk dapat
mengubah 0,1 volt. Teriakan mencit dapat timbul dengan pemberian
tegangan sebesar 1 sampai 2 volt (Turner, 1965).
b. Metode podolorimetri
Pengujian daya analgesik menggunakan metode ini dengan memberikan
aliran listrik pada kandang yang ditempati hewan uji. Hewan uji diletakkan
dalam kandang yang alasnya terbuat dari kepingan metal, sehingga bisa
mengalirkan listrik. Respon yang timbul yaitu teriakan dari hewan uji
tersebut. Pengukuran dilakukan dengan selang waktu 10 menit selama 1
jam (Turner, 1965).
c. Metode rangsang kimia
Pada metode ini digunakan rangsang kimia berupa zat kimia yang
diberikan secara intraperitoneal pada mencit yang sudah diberi senyawa uji
secara oral pada selang waktu tertentu. Zat kimia yang biasa digunakan
31
untuk menimbulkan rasa nyeri yaitu fenilkuinon. Respon mencit terhadap
rangsang nyeri ini berupa geliat yaitu kontraksi perut disertai tarikan kedua
kaki ke belakang dan perut menempel pada lantai. Metode ini peka untuk
pengujian senyawa-senyawa analgesik non narkotik. Selain itu, metode ini
cukup sederhana, mudah dilakukan, dan cukup peka untuk pengujian
senyawa-senyawa yang memiliki daya analgesik lemah. Daya analgesik
dihitung dengan persamaan menurut Handershot dan Forsaith (1959)
sebagai berikut:
% penghambatan terhadap geliat = 100 – (P/K x 100%)
Keterangan: P : jumlah geliat mencit pada kelompok perlakuan K : rata-rata jumlah geliat mencit pada kelompok kontrol
Menurut Vogel (2002) dengan metode rangsang kimia, baik analgesik
pusat maupun analgesik perifer dapat terdeteksi, sehingga metode ini
direkomendasikan sebagai metode untuk skrining efek dan daya analgesik
suatu senyawa uji. Obat-obat seperti klonidin, haloperidol juga
menunjukkan aktivitas pada metode ini. Karena kurangnya spesifisitas
maka diperlukan perhatian dalam menginterpretasikan hasil sampai tes lain
telah dilakukan. Meskipun demikian, terjadi hubungan baik antara potensi
analgesik yang ditunjukkan dengan geliat dan potensi kliniknya.
32
I. Landasan Teori
Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan
dan berkaitan dengan kerusakan jaringan (Roach, 2004). Menurut Mutschler
(1999) nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik melampaui
suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri).
Metode rangsang kimia dengan cara memberikan rangsang kimia berupa
asam asetat yang diberikan secara intraperitoneal pada mencit yang sudah diberi
jamu kunyit asam ramuan segar secara oral pada selang waktu tertentu. Respon
mencit terhadap rangsang nyeri ini berupa geliat yaitu kontraksi perut disertai
tarikan kedua kaki ke belakang dan perut menempel pada lantai. Metode rangsang
kimia dapat mendeteksi analgesik pusat maupun analgesik perifer, sehingga
metode ini direkomendasikan sebagai metode untuk skrining efek dan daya
analgesik suatu senyawa uji (Vogel, 2002).
Jamu kunyit asam ramuan segar diperoleh dari rimpang kunyit dan daging
buah asam jawa. Kunyit memiliki kandungan senyawa kurkumin yang
mempunyai aktifitas sebagai antiinflamasi. Kurkumin mempunyai kemampuan
menghambat produksi prostaglandin dan leukotrien sebagai mediator nyeri (Bone,
2000). Kurkumin stabil dalam suasana asam. Asam jawa mengandung asam
tartrat, asam malat dan asam sitrat yang dapat menstabilkan kurkuminoid dalam
kunyit.
Jamu ramuan segar merupakan jamu yang diolah dengan cara sederhana dan
tradisional, yang secara umum pengolahannya dibedakan menjadi dua macam,
yaitu dengan merebus seluruh bahan atau dengan cara mengambil/memeras sari
33
yang terkandung dalam jamu kemudian dicampur dengan air matang (Suharmiati,
2001).
Aspirin menghambat sintesis prostaglandin melalui asetilasi. Asetosal
menghambat enzim siklooksigenase dengan mengasetilasi gugus aktif serin dari
enzim ini sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan
tromboksan akan terganggu, sehingga rasa nyeri dapat berkurang (Dollery, 1999).
Komposisi 20,7% : 9,3% merupakan komposisi ekstrak rimpang kunyit :
ekstrak daging buah asam jawa yang memberikan efek analgesik optimum
(Fadeli, 2008).
J. Hipotesis
Jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% mempunyai efek
dan daya analgesik terhadap mencit betina yang terinduksi asam asetat.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan penelitian acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
Variabel utama pada penelitian ini terdiri dari:
a. variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis jamu kunyit asam
ramuan segar.
b. variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah banyaknya geliat
selama 60 menit yang menggambarkan penghambatan akibat asam asetat
yang digunakan untuk menunjukkan efek dan daya analgesik jamu kunyit
asam ramuan segar.
35
2. Variabel pengacau
Variabel pengacau pada penelitian ini terdiri dari:
a. variabel pengacau terkendali
Pada penelitian ini terdapat variabel pengacau yang harus dikendalikan
yaitu: hewan uji mencit putih betina galur Swiss, umur 1,5-3 bulan, berat
badan 20-30 gram, dan jalur pemberian secara oral.
b. variable pengacau tak terkendali
Pada penelitian ini variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan
yaitu kondisi patologis mencit.
3. Definisi operasional
a. Dosis jamu kunyit asam ramuan segar yaitu sejumlah miligram rimpang
kunyit dan buah asam per kilogram berat badan dengan komposisi 20,7% ;
9,% yang dilarutkan dalam aquadest dan diberikan secara oral (1365,
2730, dan 5460 mg/Kg BB).
b. Daya analgesik adalah kemampuan suatu zat tertentu dalam menghambat
geliat dibandingkan kontrol positif.
c. Efek analgesik adalah kemampuan suatu zat tertentu dalam menghambat
geliat dibandingkan kontrol negatif.
d. Jamu kunyit asam ramuan segar adalah jamu kunyit asam yang dibuat
dengan cara merebus rimpang kunyit yang telah diparut dan buah asam
segar, kemudian diperas untuk memisahkan sari jamu kunyit asam dari
ampasnya (Wisely, 2008).
36
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini :
1. Rimpang kunyit dan buah asam jawa yang diperoleh dari Banjarejo,
Kedungampel, Cawas, Klaten untuk membuat jamu kunyit asam ramuan
segar.
2. Asetosal murni (Brataco, Chemica) sebagai kontrol positif
3. Asam asetat sebagai zat penginduksi nyeri
4. Aquadest
5. Mencit putih betina galur Swiss (umur 1,5-3 bulan dengan berat badan 20-30
gram) diperoleh dari LPPT, Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi :
1. Neraca analitik (Mettler Toledo)
2. Spuit peroral dan injeksi intraperitoneal 1 ml (Terumo)
3. Stopwatch
4. Kotak kaca
5. Kompor listrik (Thermolyne)
6. Alat-alat gelas
7. Alat-alat pembuatan jamu : parutan, saringan, pisau, dan sendok
37
E. Jalan Penelitian
1. Pembuatan larutan CMC Na 1 %
Larutan CMC Na 1 % dibuat dengan cara menimbang secara seksama 1 gram
CMC Na dan ditaburkan sedikit demi sedikit diatas air panas sambil diaduk
hingga mengembang. Lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan
ditambah air hingga 100 ml.
2. Pembuatan larutan asam asetat 1%
Larutan asam asetat dibuat dari asam asetat glacial (100%) dengan cara
pengenceran menggunakan rumus V1 C1 = V2 C2. Sebanyak 0,25 ml asam
asetat 100% diencerkan dengan aquadest hingga volume 25,0 mL
menggunakan labu ukur 25 ml.
3. Pembuatan suspensi asetosal dalam CMC Na 1%
Asetosal yang akan digunakan sebagai kontrol positif dibuat dengan
menimbang secara seksama sejumlah asetosal dan disuspensikan dalam CMC
Na 1 % sesuai dengan volume yang akan dibuat.
4. Penetapan dosis asetosal
Asetosal digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini adalah
asetosal murni. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa dosis asetosal untuk
orang dewasa (50 kg) adalah 0,5 gram. Supaya dosis tersebut dapat
dikonversikan ke mencit, maka terlebih dahulu dihitung dosis untuk manusia
70 kg sebagai berikut:
Dosis untuk manusia 70 kg = 70 kg/50 kg x 0,5 g
= 0,7 g
38
Jika dosis tersebut dikonversikan ke mencit 20 g dengan angka konversi
0,0026 maka diperoleh sebagai berikut:
Dosis untuk mencit 20 g = 0,0026 x 0,7 g
= 1,82 x 10-3 g
maka dosis asetosal = 1000 g/20 g x 1,82 x 10-3
= 0,091 g/kg BB
= 91 mg/Kg BB
Untuk menetapkan dosis asetosal digunakan 3 peringkat dosis. Dosis hasil
perhitungan digunakan sebagai dosis tengah, 2 dosis lainnya diperoleh
dengan cara menentukan kelipatannya. Angka kelipatan yang digunakan yaitu
kelipatan 2 sehingga diperoleh dosis 250, 500, dan 1000 mg. Setelah
dikonversikan ke mencit diperoleh dosis 45,5; 91; 182 mg/Kg BB. Dosis
asetosal yang dipilih yaitu 91 mg/Kg BB dengan % penghambatan geliat
sebesar 44,51%. Dosis tersebut digunakan dalam penelitian ini karena
merupakan dosis yang lazim digunakan manusia (Rahmawati, 2009).
5. Penetapan dosis asam asetat
Menurut Williamson (1996) asam asetat kadar 1-3 % digunakan sebagai iritant
yang menyebabkan nyeri pada pengujian daya analgesik dengan metode geliat.
Penentuan dosis asam asetat bertujuan untuk menentukan dosis efektif asam
asetat yang dapat memberikan jumlah geliat yang cukup dan mudah untuk
diamati. Peringkat dosis yang digunakan yaitu 25, 50, dan 100 mg/Kg
BBdengan konsentrasi 1%. Ketiga dosis tersebut diinjeksikan secara
interaperitoneal kepada masing-masing kelompok hewan uji. Geliat mencit
39
diamati setiap 5 menit selama 60 menit. Dosis yang dipilih adalah dosis yang
memberikan geliat tidak terlalu banyak, sehingga tidak kesulitan dalam
pengamatan, tetapi juga tidak terlalu sedikit sehingga bila sebelumnya diberi
perlakuan analgetika masih memberikan geliat sampai kurang lebih 1 jam.
Dosis efektif asam asetat yang dipilih untuk memberikan rangsang nyeri pada
uji selanjutnya yaitu 25 mg/Kg BB. Dosis asam asetat 25 mg/Kg BB dipilih
karena pada dosis tersebut sudah mampu menimbulkan respon geliat yang
memudahkan pengamatan. Selain itu, pada dosis 25 mg/Kg BB ini memiliki
jumlah geliat yang lebih banyak dibandingkan dosis 50 mg/Kg BB dan 100
mg/Kg BB (Rahmawati, 2009).
6. Penetapan kriteria geliat
Kriteria geliat ditetapkan untuk mendapatkan geliat yang sama sehingga pada
saat penelitian, geliat yang diamati tidak berbeda-beda dan akan diperoleh
hasil yang valid. Gerakan mencit yang dianggap sebagai geliat adalah kedua
kakinya ditarik ke belakang dan tubuhnya memanjang serta pada bagian
perutnya menempel pada alas tempat berpijak (Rahmawati, 2009).
7. Penetapan selang waktu pemberian rangsang
Selang waktu pemberian rangsang ditetapkan untuk mengetahui rentang waktu
antara pemberian rangsang nyeri dengan pemberian larutan uji yang digunakan
sebagai analgesik. Diharapkan pada selang waktu tersebut, larutan uji yang
diberikan secara per oral telah mengalami absorbsi dan bila diberikan rangsang
nyeri berupa asam asetat, larutan uji dapat menimbulkan efek dan respon geliat
hewan uji akan berkurang.
40
Rentang waktu yang diujikan adalah 5, 10, 15 dan 30 menit. Sebanyak 12 ekor
hewan uji, yang telah dipuasakan ± 18-22 jam dibagi ke dalam 4 kelompok.
Hewan uji diberikan asetosal dengan dosis 91 mg/Kg BB secara per oral
kemudian setelah selang waktu tiap kelompok (5, 10, 15, dan 30 menit) diinjeksi
dengan asam asetat 1% secara intraperitoneal menggunakan dosis efektif asam
asetat yang diperoleh dari penetapan dosis asam asetat.
Dalam penelitian ini selang waktu pemberian rangsang yang dipilih yaitu 30
menit, karena pada selang waktu 30 menit, respon geliat yang diperoleh
cukup sedikit dan juga menurut McEvoy (2005), 30 menit merupakan waktu
yang diperlukan untuk absorbsi asetosal (Rahmawati, 2009).
8. Seleksi hewan uji
Hewan uji yang digunakan yaitu mencit putih betina galur Swiss, berumur
1,5-3 bulan, dengan berat badan 20-30 gram. Semua hewan uji dipelihara
dengan kondisi dan perlakuan yang sama meliputi pakan, minum, dan
kandang. Sebelum diberi perlakuan, semua hewan uji diadaptasikan terlebih
dahulu dengan kondisi yang sama dan dipuasakan terlebih dahulu selama 18-
22 jam tanpa diberi makan, hanya diberi minum saja. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi variasi akibat adanya makanan.
9. Penetapan dosis jamu kunyit asam ramuan segar
Dalam penelitian ini, jamu kunyit asam ramuan segar dibuat dengan komposisi
20,7% : 9,3%.
Kunyit : 20,7% x 25 g = 5,175 g
Asam : 9,3% x 25 g = 2,325 g
41
Sehingga dosis untuk manusia dewasa (50 kg) adalah 7,5 g/50 kg BB. Supaya
dosis tersebut dapat dikonversikan ke mencit, maka dihitung dosis untuk manusia
70 kg sebagai berikut:
Dosis untuk manusia 70 kg = 70 kg/50 kg x 7,5 g
= 10,5 g
Jika dosis tersebut dikonversikan ke mencit 20 g dengan angka konversi 0,0026
maka diperoleh sebagai berikut:
Dosis mencit 20 g : 10,5 g/70 kg BB x 0,0026
: 0,0273 g/20g BB
: 27,3 mg/20g BB
: 1365 mg/Kg BB
Dosis 1365 mg/Kg BB merupakan dosis terapi. Dalam penelitian ini ditetapkan 3
peringkat dosis, dengan cara menentukan kelipatannya. Angka kelipatan yang
digunakan sebesar 2 kalinya, sehingga diperoleh 3 peringkat dosis yaitu
1365mg/Kg BB (1 x 1365 mg/Kg BB); 2730 mg/Kg BB (2 x 1365 mg/Kg BB);
dan 5460 mg/Kg BB (2 x 2730 mg/Kg BB).
10. Perhitungan kebutuhan bahan jamu kunyit asam ramuan segar
Konsentrasi larutan jamu kunyit asam ramuan segar yaitu:
V x C = D x BB
0,5 ml x C = 5460mg/Kg x 20 g
C = 218,4 mg/ml
42
Larutan jamu ramuan segar kunyit asam dibuat dalam 100 ml sehingga
konsentrasi yang diperoleh adalah 21,84 g/100 ml.
Komposisi kunyit : asam = yang digunakan yaitu 20,7% : 9,3% .
Kunyit : 20,7/30 x 21,84 g = 15,07 g
Asam : 9,3/30 x 21,84 g = 6,77 g
11. Pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar
Rimpang kunyit (bagian empu) dipisahkan dari bagian kunyit yang lain
kemudian dikupas dan dicuci. Pencucian dilakukan sebentar saja. Setelah itu,
kunyit diparut kemudian ditimbang sebanyak 15,07 g, sedangkan asam jawa
dikeluarkan dari kulitnya dan dipisahkan dari bijinya lalu ditimbang sebanyak
6,77 g. Kemudian mendidihkan aquadest. Setelah mendidih, parutan kunyit
dan daging buah asam jawa dimasukkan ke dalam aquadest yang telah
mendidih. Kemudian direbus selama 10 menit sambil diaduk-aduk. Setelah
itu, dipisahkan antara larutan dan ampasnya dengan disaring.
12. Uji daya analgesik
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 ekor. Hewan uji
dibagi secara acak menjadi 5 kelompok meliputi: kelompok I yaitu kontrol
negatif digunakan aquadest, kelompok II yaitu kontrol positif digunakan asetosal
dosis 91 mg/Kg BB, kelompok III-V yaitu kelompok perlakuan jamu ramuan
segar kunyit asam dengan 3 peringkat dosis yaitu 1365; 2730; 5460 mg/Kg BB.
Hewan uji diberi perlakuan secara oral dengan larutan uji dan setelah 30 menit
diinjeksi dengan asam asetat 1% secara intraperitoneal. Pengujian daya analgesik
dilakukan dengan pengamatan respon nyeri berupa geliat setelah mencit diinjeksi
asam asetat. Pengamatan dilakukan tiap lima menit selama 60 menit. Persen
43
penghambatan terhadap rasa nyeri dari masing-masing perlakuan dihitung
dengan persamaan Handersot dan Forsaith yaitu :
% penghambatan terhadap rasa nyeri = 100 – [(P/K) x 100]
Keterangan :
P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah perlakuan K = jumlah rata-rata geliat hewan uji kontrol negatif
Perubahan persen penghambatan geliat terhadap asetosal dosis 91 mg/Kg BB
sebagai kontrol positif pada tiap kelompok perlakuan dihitung dengan rumus:
Keterangan:
P = % penghambatan terhadap geliat pada setiap kelompok perlakuan Kp = rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada kelompok kontrol positif
F. Analisis Hasil
Data yang diperoleh dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov untuk melihat
distribusi data. Jika data terdistribusi normal dan variansi homogen maka dilanjutkan
dengan ANOVA satu arah kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe dengan taraf
kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan antar kelompok tersebut bermakna
(p<0,05) atau tidak bermakna (p > 0,05).
Data hasil uji daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar dianalisis dengan
uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan antara kelompok
perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar dengan faktor dosis jamu kunyit asam
ramuan segar dan untuk melihat perbedaan antara kelompok perlakuan jamu kunyit
asam ramuan segar dengan kelompok kontrol negatif maupun kontrol positif.
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Rimpang Kunyit dan Buah Asam Jawa
Pada penelitian ini digunakan rimpang kunyit dan daging buah asam jawa
sebagai bahan untuk membuat jamu kunyit asam ramuan segar. Rimpang kunyit
dan buah asam jawa tersebut harus diidentifikasi terlebih dahulu untuk
memastikan bahwa bahan yang digunakan benar-benar rimpang kunyit dan buah
asam jawa.
Identifikasi rimpang kunyit dan buah asam jawa dilakukan di bagian Biologi
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan hasil
identifikasi, diperoleh bahwa bahan yang digunakan dalam pembuatan jamu
kunyit asam ramuan segar adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dan
buah asam jawa (Tamarindus indica L.)
B. Efek Analgesik Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan
segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek analgesik dan berapakah efeknya
serta untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7%
: 9,3% memiliki daya analgesik dan berapakah dayanya.
Metode yang digunakan untuk menguji efek dan daya analgesik dalam
penelitian ini adalah metode rangsang kimia. Menurut Vogel (2002) dengan
metode rangsang kimia, baik analgesik pusat maupun analgesik perifer dapat
terdeteksi, sehingga metode ini direkomendasikan sebagai metode untuk skrining
45
efek dan daya analgesik suatu senyawa uji. Selain itu metode ini cukup sederhana,
mudah dilakukan, dan cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa yang
memiliki daya analgesik lemah (Turner, 1965).
Subjek uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit betina, karena
mencit betina lebih sensitif merasakan nyeri (ambang nyeri lebih rendah), selain
itu jamu kunyit asam biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri selama
haid. Asam asetat diinjeksikan pada mencit betina sebagai zat kimia pemberi
rangsang nyeri. Asam asetat dapat menyebabkan nyeri karena menurunkan pH
jaringan akibat adanya pembebasan H+. Adanya penurunan pH tersebut
mengakibatkan terjadinya iritasi pada jaringan lokal. Rasa nyeri yang terjadi dapat
ditunjukkan dengan adanya respon mencit berupa geliat. Pemberian senyawa yang
memiliki efek analgesik dapat menekan atau mengurangi rasa nyeri yang muncul
sehingga respon geliat semakin sedikit. Respon geliat diamati tiap lima menit
selama 60 menit setelah pemberian asam asetat.
Data yang diperoleh berupa jumlah kumulatif geliat pada tiap kelompok
perlakuan. Jumlah kumulatif geliat diubah ke dalam % penghambatan terhadap
geliat dengan persamaan Handersot-Forsaith dan diuji secara statistik
menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk melihat apakah data terdistribusi
normal atau tidak. Kemudian dilanjutkan dengan ANOVA satu arah untuk melihat
adanya perbedaan antar kelompok perlakuan dan dilanjutkan uji Scheffe dengan
taraf kepercayaan 95% untuk melihat dimana letak perbedaan antar kelompok
perlakuan.
46
Pada pengujian efek dan daya analgesik ini, jamu ramuan segar yang
digunakan dibuat dari rimpang kunyit dan daging buah asam jawa. Bagian kunyit
yang dipilih untuk membuat jamu kunyit asam ramuan segar ini adalah bagian
utama (empu) karena bagian ini lebih kuning dari bagian yang lain (cabangnya)
sehingga diperkirakan mengandung lebih banyak kurkumin. Setelah dipisahkan
dari bagian kunyit yang lain, empu kunyit ini dikupas kemudian dicuci.
Pencuciannya sebentar saja karena warna kuning dari kunyit dapat ikut terbawa
air dan diperkirakan akan mempengaruhi kadar kurkumin di dalam kunyit. Setelah
dicuci, kunyit lalu diparut kemudian ditimbang. Demikian juga dengan asam jawa
dikupas lalu diambil dagingnya kemudian ditimbang. Setelah itu, parutan kunyit
direbus bersama daging buah asam jawa dalam air yang mendidih selama 10
menit sambil diaduk-aduk. Waktu perebusan 10 menit dianggap waktu yang
optimum karena jika direbus terlalu lama, panas dapat merusak senyawa aktif
kurkumin. Pengadukan di sini berfungsi agar sari kunyit dan asam dapat keluar.
Selanjutnya, jamu didinginkan kemudian disaring untuk memisahkan jamu kunyit
asam dengan ampas kunyit dan asam. Jadi, jamu kunyit asam ramuan segar adalah
jamu kunyit asam yang dibuat dengan cara sederhana dan selalu dibuat baru.
Pengujian daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar dilakukan sesuai
dengan hasil uji pendahuluan yang dilakukan oleh Rahmawati (2009). Uji
pendahuluan tersebut antara lain : penetapan dosis asetosal, penetapan dosis asam
asetat dan penetapan waktu pemberian rangsang. Dosis asam asetat yang
digunakan sebagai pemberi rangsang nyeri yaitu 25 mg/Kg BB dengan
konsentrasi 1% dan selang waktu pemberian rangsang yaitu 30 menit. Asetosal
47
digunakan sebagai kontrol positif dengan dosis 91 mg/Kg BB. Digunakan asetosal
karena asetosal merupakan obat analgesik-antiinflamasi yang sering digunakan.
Selain itu asetosal mempunyai mekanisme penghambatan yang hampir sama
dengan kurkumin yaitu menghambat enzim siklooksigenase (COX), sedangkan
kurkumin menghambat enzim siklooksigenase (COX) dan enzim lipoksigenase.
Kontrol negatif yang digunakan yaitu aquadest karena digunakan sebagai pelarut
jamu kunyit asam ramuan segar. Peringkat dosis jamu ramuan segar yaitu 1365;
2730; 5460 mg/Kg BB.
Dalam pengujian daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar, hewan uji
dibagi dalam lima kelompok terdiri dari kelompok I yaitu kontrol negatif berupa
aquadest; kelompok II yaitu kontrol positif berupa asetosal dosis 91 mg/Kg BB;
kelompok III-V yaitu kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar dosis
1365, 2730, dan 5460 mg/Kg BB.
Kurkumin dalam kunyit merupakan senyawa yang bertanggungjawab
menghasilkan efek dan daya analgesik. Kurkumin tersebut dapat menghambat
enzim siklooksigenase (COX) dan lipoksigenase, sehingga perubahan asam
arakhidonat menjadi endoperokside siklik terganggu dan biosintesis prostaglandin
serta leukotrien sebagai mediator kimiawi tidak dapat diproduksi (Bengmark,
2006). Oleh karena itu, rangsang nyeri dapat dihambat dan rasa nyeri dapat
ditekan.
48
Tabel III. Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif
Kelompok perlakuan
Rata-rata jumlah kumulatif geliat
(X ± SE)
Rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol
negatif (X ± SE)
I 46,00 ± 5,35 0,00 ± 11,62 II 6,50 ± 2,04 bb 85,87 ± 4,44bb III 27,33 ± 4,57 btb 40,58 ± 9,94btb IV 24,17 ± 4,80bb 47,46 ± 10,44bb V 18,50 ± 4,86bb 59,78 ± 10,57bb
Keterangan:
bb : berbeda bermakna (p < 0,05) btb : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) X : rata-rata SE : standar error I : kontrol negatif (aquadest 25 g/Kg BB) II : kontrol positif (asetosal 91 mg/Kg BB) III : jamu kunyit asam ramuan segar 1365 mg/Kg BB IV : jamu kunyit asam ramuan segar 2730 mg/Kg BB V : jamu kunyit asam ramuan segar 5460mg/Kg BB
Dari data pada tabel III menunjukkan bahwa jumlah geliat berbanding
terbalik dengan % penghambatan terhadap geliat. Semakin banyak geliat berarti
semakin kecil % penghambatan senyawa uji terhadap geliat atau semakin kecil
daya analgesiknya. Dari data dapat dilihat bahwa dengan peningkatan dosis jamu
kunyit asam ramuan segar dapat meningkatkan efek analgesik jamu kunyit asam
ramuan segar. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya % penghambatan.
Kelompok kontrol negatif memiliki jumlah geliat yang paling banyak dibanding
kelompok lainnya. Kelompok kontrol positif diberi asetosal dan kelompok
perlakuan yang diberi ramuan segar mengalami penurunan jumlah geliat
dibandingkan kelompok kontrol negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa
49
asetosal dan jamu kunyit asam ramuan segar mampu menghambat respon geliat
mencit.
Rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada kelompok
perlakuan dapat pula digambarkan sebagai diagram batang (gambar 13) yang
menggambarkan bahwa jamu kunyit asam ramuan segar dalam berbagai peringkat
dosis mempunyai persen penghambatan.
Gambar 13. Diagram batang rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan
Keterangan : I : kontrol negatif (Aquadest 25 g/Kg BB) II : kontrol positif (Asetosal 91 mg/Kg BB) III : jamu kunyit asam ramuan segar 1365 mg/Kg BB IV : jamu kunyit asam ramuan segar 2730 mg/Kg BB V : jamu kunyit asam ramuan segar 5460mg/Kg BB
50
C. Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar
Dari hasil perhitungan % penghambatan terhadap geliat juga dapat
dihitung % perubahan daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar terhadap
kontrol positif yaitu asetosal 91 mg/Kg BB. Data % perubahan daya analgesik
dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel IV. Rata-rata jumlah kumulatif geliat dan rata-rata % perubahan daya analgesik terhadap terhadap kontrol positif
Kelompok perlakuan Rata-rata jumlah kumulatif geliat
(X ± SE)
Rata-rata % perubahan daya analgesik terhadap kontrol
positif (X ± SE)
I 46,00 ± 5,35bb -100,00 ± 13,53bb II 6,50 ± 2,04 -0,00 ± 5,18 III 27,33 ± 4,57 btb -52,74 ± 11,58btb IV 24,17 ± 4,80btb -44,72 ± 12,16btb V 18,50 ± 4,86btb -30,38 ± 12,31btb
Keterangan: bb : berbeda bermakna (p < 0,05) btb : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) X : rata-rata SE : standar error I : kontrol negatif (aquadest 25 g/Kg BB) II : kontrol positif (asetosal 91 mg/Kg BB) III : jamu kunyit asam ramuan segar 1365 mg/Kg BB IV : jamu kunyit asam ramuan segar 2730 mg/Kg BB V : jamu kunyit asam ramuan segar 5460mg/Kg BB
Rata-rata % perubahan daya analgesik pada kelompok perlakuan dapat
juga dilihat pada diagram batang (gambar 14) yang menggambarkan bahwa
perlakuan dibandingkan dengan kontrol positif akan menunjukkan hasil yang
negatif.
51
Gambar 14. Diagram batang rata-rata % perubahan daya analgesik pada kelompok perlakuan
Keterangan : I : kontrol negatif (Aquadest 25 g/kg BB) II : kontrol positif (Asetosal 91 mg/Kg BB) III : jamu kunyit asam ramuan segar 1365 mg/Kg BB IV : jamu kunyit asam ramuan segar 2730 mg/Kg BB V : jamu kunyit asam ramuan segar 5460mg/Kg BB
Pada gambar 14 dapat dilihat bahwa perubahan % daya analgesik terhadap
kontrol positif menghasilkan hasil negatif. Hal tersebut juga dapat dilihat pada
tabel IV terlihat bahwa perubahan % daya analgesik jamu kunyit asam ramuan
segar dibandingkan dengan asetosal pada ketiga peringkat dosis berturut-turut
adalah -52,74%, -44,72%, dan -30,38%. Perubahan % daya analgesik untuk ketiga
peringkat dosis lebih kecil dibandingkan dengan asetosal. Hal ini menunjukkan
bahwa ketiga peringkat dosis kurang efektif dibanding asetosal.
52
Data % penghambatan terhadap geliat kemudian dianalisis menggunakan
ANOVA satu arah dan uji Scheffe untuk mengetahui ada perbedaan atau tidak.
Tabel V. Ringkasan analisis variansi satu arah % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan
Sumber variansi Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Rata-rata kuadrat
F hitung
Probabilitas
Antar perlakuan 26957.898 4 6739.474
12.002 .000 Eror dalam percobaan (dalam kelompok)
14037.749 25 561.510
Total 40995.647 29
Dari hasil analisis variansi satu arah (tabel V) diperoleh probabilitasnya
lebih kecil dari 0,05 (p ≤ 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar
kelompok tersebut. Selanjutnya data diuji lagi dengan uji Scheffe dengan taraf
kepercayaan 95 % untuk mengetahui antara kelompok perlakuan mana yang
menunjukkan perbedaan atau untuk mengetahui letak perbedaan antar kelompok
perlakuan.
53
Tabel VI. Hasil analisis uji Scheffe % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada kelompok perlakuan
Kelompok Perlakuan
I II III IV V
I - bb btb bb bb II bb - btb btb btb III btb btb - btb btb IV bb btb btb - btb V bb btb btb btb -
Keterangan: bb : berbeda bermakna (p < 0,05) btb : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) I : kontrol negatif (aquadest 25 g/kg BB) II : kontrol positif (asetosal 91 mg/Kg BB) III : jamu kunyit asam ramuan segar 1365 mg/Kg BB IV : jamu kunyit asam ramuan segar 2730 mg/Kg BB V : jamu kunyit asam ramuan segar 5460mg/Kg BB
Dari hasil uji Scheffe tabel VI dapat diketahui bahwa kontrol negatif
memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kontrol positif. Kontrol negatif juga
memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok perlakuan jamu kunyit
asam ramuan segar dosis 2730 mg/Kg BB dan dosis 5460 mg/Kg BB. Dari kedua
pernyataan di atas berarti bahwa dengan pemberian asetosal dan dua peringkat
dosis jamu kunyit asam ramuan segar tersebut mampu menghambat geliat mencit
akibat induksi asam asetat. Menurut Vogel (2002) dikatakan bahwa jamu kunyit
asam ramuan segar dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan dosis 5460
mg/Kg BB memiliki efek analgesik tetapi efeknya lemah, tetapi dapat dikatakan
pula bahwa hanya dosis 5460 mg/Kg BB yang memiliki efek analgesik
(Anonim,1991).
Dari hasil analisis dapat diketahui juga bahwa kontrol positif memiliki
perbedaan yang tidak bermakna dengan semua kelompok perlakuan jamu kunyit
54
asam ramuan segar. Jadi pada jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1365 mg/Kg
BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB memiliki daya analgesik. Untuk dosis
2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB dapat dikatakan memiliki daya analgesik
yang setara dengan asetosal dosis 91 mg/Kg BB, tetapi untuk dosis1365 mg/Kg
BB tidak dapat dikatakan memiliki daya analgesik setara dengan asetosal dosis 91
mg/Kg BB. Hal tersebut dikarenakan ada kejanggalan yaitu pada dosis 1365
mg/Kg BB berbeda tidak bermakna dengan kontrol negatif dan kontrol positif.
Sehingga dapat dikatakan pada dosis 1365 mg/Kg BB mempunyai efek analgesik
yang sama dengan kontrol negatif dan mempunyai daya analgesik yang sama
dengan kontrol positif. Jadi kemampuan dalam menghambat nyeri tidak lebih baik
daripada kontrol negatif dan tidak sebaik kontrol positif. Sehingga dapat dikatakan
bahwa efek analgesik jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1365 mg/Kg BB
diantara efek analgesik kontrol negatif dan tidak sebaik daya kontrol positif.
Untuk menentukan apakah jamu kunyit asam ramuan segar memiliki efek
analgesik atau tidak, menurut Anonim (1991) menyatakan bahwa pada pengujian
efek analgesik menggunakan rangsang kimia adanya efek analgesik dinyatakan
dengan persen penghambatan lebih dari 50%. Sedangkan menurut Vogel (2002),
dikatakan memiliki efek analgesik lemah jika memiliki persen penghambatan
kurang dari 70%. Persen penghambatan pada perlakuan jamu kunyit asam ramuan
segar dosis 1365 mg/Kg BB; 2730 mg/Kg BB dan 5460mg/Kg BB berturut-turut
adalah 40,58%, 47,46% dan 59,78%. Persen penghambatan asetosal sebesar
85,87%. Dari hal tersebut di atas maka asetosal dan kelompok perlakuan dengan
dosis 5460 mg/Kg BB yang memiliki efek analgesik (Anonim, 1991). Sedangkan
55
dosis 1365 mg/Kg BB dan 2730 mg/Kg BB tidak memiliki efek analgesik karena
% penghambatannya kurang dari 50%. Sedangkan menurut Vogel (2002), pada
dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460mg/Kg BB memiliki efek
analgesik lemah karena efek analgesiknya kurang dari 70%.
Jamu kunyit asam ramuan segar dosis 1365 mg/Kg BB dan 2730 mg/Kg
BB tidak memiliki efek analgesik karena karena % penghambatannya kurang dari
50% (Anonim, 1991). Sedangkan menurut Vogel (2002), pada dosis tersebut
memiliki efek analgesik lemah karena efek analgesiknya kurang dari 70%.
Berikut ini adalah bagan persen penghambatan yang memiliki efek
analgesik maupun yang tidak memiliki efek analgesik:
% penghambatan
Keterangan : : memiliki efek analgesik lemah karena persen penghambatan kurang dari 70% (Vogel, 2002).
: memiliki efek analgesik lemah karena persen penghambatan lebih dari 70% (Vogel, 2002).
: tidak memiliki efek analgesik karena persen penghambatan kurang dari 50% (Anonim, 1991).
: memiliki efek analgesik karena persen penghambatan lebih dari 50% (Anonim, 1991).
Gambar 15. Kriteria efek analgesik
Pada semua kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar yaitu
dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB menunjukkan
perbedaan yang tidak bermakna dengan asetosal sehingga dapat dikatakan pada
ketiga peringkat dosis tersebut memiliki daya analgesik, hanya saja untuk dosis
0% 50% 70% 100%
56
1365 mg/Kg BB memiliki daya analgesik yang besarnya tidak sama seperti yang
sudah dijelaskan di atas.
Menurut hasil penelitian (uji Scheffe), ketiga peringkat dosis yaitu dosis
1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB menunjukkan hubungan
berbeda tidak bermakna. Namun dari ketiga dosis tersebut hanya dosis 5460
mg/Kg BB yang memiliki efek analgesik karena mempunyai persen
penghambatan lebih dari 50% yaitu 59,78% (Anonim, 1991). Untuk itu dalam
penelitian ini, dosis yang disarankan untuk dikonsumsi agar memberikan efek
analgesik adalah dosis ketiga yaitu dosis 5460 mg/Kg BB.
Dalam penelitian Rahmawati (2009), jamu kunyit asam ramuan segar
komposisi 20% : 10% pada ketiga peringkat dosis tidak memiliki efek analgesik
menurut Anonim (1991) karena persen penghambatannya kurang dari 50%.
Menurut Vogel (2002), jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20% : 10%
pada ketiga peringkat dosis memiliki efek analgesik lemah karena persen
penghambatannya kurang dari 70%. Sedangkan dalam penelitian ini, jamu kunyit
asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% pada peringkat dosis ketiga dapat
dikatakan memiliki efek analgesik menurut Anonim (1991) karena memiliki
persen penghambatan lebih dari 50%.
Metode rangsang kimia yang digunakan untuk uji daya analgesik jamu
kunyit asam ramuan segar ini, memiliki kelemahan yaitu bahwa bila hasil uji
suatu zat menunjukkan adanya daya penghambatan terhadap geliat, belum pasti
hal tersebut akibat adanya aktivitas analgesik dari senyawa uji. Menurut Turner
(1965), adanya kemampuan menghambat geliat bisa terjadi karena senyawa uji
57
tidak hanya memiliki efek analgesik tetapi juga memiliki efek antihistamin,
parasimpatomimetik, atau simpatomimetik. Oleh karena itu, untuk membuktikan
adanya efek analgesik dari senyawa uji, perlu dilakukan uji analgesik dengan
metode lain yang lebih spesifik, seperti rektodolorimetri dan podolorimetri.
Untuk jamu kunyit asam ramuan segar dosis 2730 mg/Kg BB dapat
dikembangkan menjadi dosis efektif jamu kunyit asam ramuan segar dengan
dikonsumsi secara berulang. Hal tersebut dikarenakan jamu kunyit asam ramuan
segar pada dosis 2730 mg/Kg BB sudah memiliki perbedaan yang bermakna
dengan kontrol negatif dan berbeda tidak bermakna dengan kontrol positif, atau
dengan kata lain pada dosis 2730 mg/Kg BB sudah memiliki efek dan daya
analgesik.
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan acuan Anonim (1991), jamu kunyit asam ramuan segar
komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek analgesik pada dosis 5460 mg/Kg BB
sebesar 59,78%. Sedangkan menurut acuan Vogel (2002), jamu kunyit asam
ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% pada semua peringkat dosis memiliki
efek analgesik tetapi lemah karena memiliki persen penghambatan kurang
dari 70%.
2. Jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki daya
analgesik pada dosis 1365 mg/Kg BB, 2730 mg/Kg BB dan 5460 mg/Kg BB
masing-masing sebesar 40,58%; 47,46% dan 59,78%.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka untuk penelitian selanjutnya
disarankan:
1. Optimasi proses pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar.
2. Penghitungan volume akhir jamu karena dapat mempengaruhi konsentrasi
jamu kunyit asam ramuan segar.
3. Uji efek dan daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar dengan metode
lain yaitu rektodolorimetri dan podolorimetri.
59
4. Penetapan kadar senyawa kurkumin pada jamu kunyit asam ramuan segar.
5. Penelitian mengenai efek dan daya analgesik jamu kunyit asam ramuan segar
komposisi 20,7% : 9,3% dengan menggunakan dosis berulang.
60
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, 47, 51, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1991, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Uji
Klinik Kelompok Kerja Ilmiah Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyt Medica, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1995, Materia Medika, jilid VI, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta Anonim, 1995, Farmakope Indonesia IV, 31, Departemen Kesehatan Indonesia,
Jakarta Anonim, 2001, Daftar Obat Alam (DOA), edisi II, 120, Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia Badan Pimpinan Daerah Jawa Tengah Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Jawa Tengah, Semarang
Anonim, 2007, Keputusan Menteri kesehatan republik Indonesia No.
381/menes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Bengmark, S., 2006, The Effect of Curcumin (Active Substance of Turmeric) on
the Acetic-Acid Induced Visceral Nociception in Rats, Pakistan Journal of Biological Science, 314
Bone, K. dan Mills, S., 2000, Principles and Practice of Phytotherapy, 569, 571,
Churchill Livingstone, New York Chasman, 2008, BMC Neuroscience, http://biomedcentral.com/content/figures,
diakses tanggal tanggal 21 Desember 2009 Dipalma J. R. dan Digregorio G. J., 1990, Basic Pharmacology in Medicine, 3rd
ed, 309, McGraw-Hill International Editions, Singapura Dollery, C., 1999, Therapeutic Drugs, 2nd ed, 216-217, Churchill Livingstone,
New York Fadeli Y., 2008, Daya Analgesik dari Campuran Ekstrak Rimpang Kunyit dan
Ekstrak Daging Buah Asam Jawa dengan Metode Simplex Lattice Design, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
61
Guyton, A. C., 1993, Textbook of Medical Physiology, diterjemahkan oleh Tengadi, K. A., 307-313, EGC, Jakarta
Guyton, A. C., and Hall, 1996, Textbook of Medical Phisiology, diterjemahkan
oleh Tengadi, L., Setiawan, I., Santosa, A., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, Bagian II, 76, 761-762, 443, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hite, G.J., 1995, Analgesik, dalam W.O. Foye, Principles of Medicinal Chemistry,
diterjemahkan oleh Rasyid, R., Firma, K., Haryanto, Suwarno, T., dan Mursadad, A,. Edisi II, 483-487, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Hutapea, J.R., 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, jilid III, 287-289,
Depkes RI, Jakarta Katzung, B. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh Sjabana
D., 545, Salemba Medika, Jakarta Kawamori, T., Lubet, R., Steele, V.E., Kellof, G.J., Kakey, R.B., Rao., C.V., and
Reddy, B.S., 1999, Chemopreventive Effect of Curcumin, a Naturally Occuring Anti-Infalammatory Prevent, during the Promotion/Progession Stages of Colon Cancer, Cancer Res., 59, 567- 601.
Lestari, C.M., 2006, Efek Analgetika Infusa Daun Asam Jawa (Tamarindus
indica, Linn) pada Mencit Betina, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta
Majeed, 1995, Curcuminoids: Antioxidant Phytonutrients, 9, 24, 33-63, 67,
Nutrisciecs Publisher Inc, New Jersey. McEvoy, G. K., 2005, AHFS Drug Information, 1951, Authority of the Board of
The American Society of Health-System Pharmacists, USA Mutschler, E, 1986, Arzneimitteewirkungen, diterjemahkan oleh Widianto, M.B.
dan Ranti, A.S., dalam Dinamika Obat, edisi IV, 177-183, 193-197, Penerbit ITB, Bandung.
Mutschler, E., dan Derrendorf, H., 1995, Drug Action, 149-165, CRC Press,
Stuttgart Neal, M. J., 1997, Medical Pharmacology at a Glance, 3rd ed, 70, Blackwell
Science, London
62
Oemijati, 1992, Uji Klinik Obat Tradisional, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Putri, 2009, Mari Mengenal, http://putrixue.wordpress.com, diakses tanggal 16 Desember 2009
Rang H.P., Dale M.M., Ritter J.M., and Moore P.K., 2003, Pharmacology, 5th edition, 562-572, Churchill Livingstone, London
Rahmawati R. I., , 2009, Uji Daya Analgesik Jamu Kunyit Asam Instan dan Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar pada Mencit Putih Betina, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Rengganis, I., 2004, Peranan Antihistamin pada Inflamasi Alergi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia www.kalbe.co.id diakses tanggal 16 Desember 2009
Roach, S. S., 2004, Introductory Clinical Pharmacology, 7th edision, 150, Lippincott Williams & Wilkins, New York
Rukmana, Rahmat, 1994, Kunyit, 13-15, Kanisius, Yogyakarta
Rustam, E., Atmasari, I., dan Yanwirasti, 2007, Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi,12 (2), 112-115
Soegiharjo, C.J., 2002, Perkembangan Obat Tradisional dan Pembuatan Obat Tradisional, dalam Risalah Seminar Sehari Menyambut Dies Natalis Fakultas Farmasi, 3-5, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Soedibyo, M., 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, 230-231, Balai Pustaka, Jakarta
Stankovic, I., 2004, Curcumin Chemical And Technical Assessment (CTA), 4-5,
ftp://ftp.fao.org/es/esn/jecfa/cta/CTA_61_Curcumin.pdf diakses tanggal 10 Desember 2008
Suharmiati, dan Handayani, L., 1998, Bahan Baku, Khasiat, dan Cara
Pengolahan Jamu Gendong: Studi Kasus di Kotamadya Surabaya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, www.tempo.co.id diakses tanggal 16 Desember 2009
Sunarto, E., 2009, Manfaat Kunyit, http://sunartoedris.wordpress.com, diakses
tanggal 16 Desember 2009
63
Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting : Khasiat penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi V, Cetakan ke-2, 295-310, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Turner R. A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, Academic Press, New
York Van der Goot H, 1997, The chemistry and qualitative structure-activity
relationships of curcumin, in Recent Development in Curcumin Pharmacochemistry, Procedings of The International Symposium on Curcumin Pharmacochemistry (ISCP), August 29-31, 1995, edited by Suwijyo Pramono, Aditya Media, Yogyakarta Indonesia
Vidiani. Y, Vani Dwi, 2006, Validasi Penetapan Kadar Parasetamol Tercampur
Kunyit Asam dalam Plasma dengan Metode Kolorimetri Menggunakan Senyawa Pengkopling Vanili, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta
Vogel G., H., 2002, Drug Discovery and Evaluation, 716, Springer, Germany
Williamson, E. M., Okpako, D. T., dan Evans, F. J., 1996, Selection, Preparation, and Pharmacological Evaluation of Plant Material, 145, John Wiley & Sons, New York
Wilmana, P.F., 1995, Analgesik Antiinflamasi Non Steroid dan Obat Pirai dalam
Ganiswara, S. G., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, 210-212, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Wisely, 2008, Studi Tentang Pemahaman Obat Tradisional Berdasarkan Informasi
pada Kemasan dan Alasan Pemilihan Jamu Ramuan Segar atau Jamu Instan pada Masyarakat Desa Maguwoharjo, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
LAMPIRAN
64
65
66
Lampiran 3. Gambar larutan jamu kunyit asam ramuan segar, mencit tidak
menggeliat, dan geliat mencit yang diamati
. Gambar 16. Larutan jamu kunyit asam ramuan segar
Gambar 17. Mencit tidak menggeliat
Gambar 18. Geliat mencit yang diamati
67
Lampiran 4. Tata cara analisis hasil dengan SPSS
a. Menguji pengaruh dosis jamu kunyit asam terhadap jumlah geliat hewan uji
Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Dosis jamu merupakan variabel bebas (faktor)
2. Jumlah geliat merupakan variabel tergantung
Proses pengujian:
• Buka SPSS
• Dari menu Analyze, pilih submenu Nonparametric Test, lalu pilih Sample
K-S
Pengisian:
− Masukkan variabel tergantung ke variabel test list
− Tekan OK
• Dari menu Dari menu Analyze, pilih submenu Compare Means, lalu pilih
Means
Pengisian:
− Masukkan variabel tergantung ke independent list dan masukkan variabel
bebas ke dependent list
− Tekan OK
• Dari menu Dari menu Analyze, pilih submenu Compare Means, lalu pilih
One-way ANOVA
Pengisian:
− Masukkan variabel bebas ke dependent list dan variable tergantung ke faktor
− Tekan OK
68
• Dari menu Dari menu Analyze, pilih submenu Compare Means, lalu pilih
One-way ANOVA, kemudian pilih Post Hoc dan pilih Scheffe
Pengisian:
− Masukkan variabel bebas ke dependent list dan variable tergantung ke faktor
− Tekan OK
b. Menguji pengaruh dosis jamu kunyit asam terhadap % penghambatan geliat
Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Dosis jamu merupakan variabel bebas (faktor)
2. Persen penghambatan geliat merupakan variabel tergantung
Proses pengujian:
• Buka SPSS
• Dari menu Analyze, pilih submenu Nonparametric Test, lalu pilih Sample
K-S
Pengisian:
− Masukkan variabel tergantung ke variabel test list
− Tekan OK
• Dari menu Dari menu Analyze, pilih submenu Compare Means, lalu pilih
Means
Pengisian:
− Masukkan variabel tergantung ke independent list dan masukkan variabel
bebas ke dependent list
− Tekan OK
69
• Dari menu Dari menu Analyze, pilih submenu Compare Means, lalu pilih
One-way ANOVA
Pengisian:
− Masukkan variabel bebas ke dependent list dan variable tergantung ke faktor
− Tekan OK
• Dari menu Dari menu Analyze, pilih submenu Compare Means, lalu pilih
One-way ANOVA, kemudian pilih Post Hoc dan pilih Scheffe
Pengisian:
− Masukkan variabel bebas ke dependent list dan variable tergantung ke faktor
− Tekan OK
c. Menguji pengaruh dosis jamu kunyit asam terhadap % perubahan daya analgesik
Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Produk jamu dan dosis jamu merupakan variabel bebas (faktor)
2. Persen perubahan daya analgesik geliat merupakan variabel tergantung
Proses pengujian:
• Buka SPSS
• Dari menu Analyze, pilih submenu Nonparametric Test, lalu pilih Sample
K-S
Pengisian:
− Masukkan variabel tergantung ke variabel test list
− Tekan OK
• Dari menu Dari menu Analyze, pilih submenu Compare Means, lalu pilih
Means
70
Pengisian:
− Masukkan variabel tergantung ke independent list dan masukkan variabel
bebas ke dependent list
− Tekan OK
• Dari menu Dari menu Analyze, pilih submenu Compare Means, lalu pilih
One-way ANOVA
Pengisian:
− Masukkan variabel bebas ke dependent list dan variable tergantung ke faktor
− Tekan OK
• Dari menu Dari menu Analyze, pilih submenu Compare Means, lalu pilih
One-way ANOVA, kemudian pilih Post Hoc dan pilih Scheffe
Pengisian:
− Masukkan variabel bebas ke dependent list dan variable tergantung ke faktor
− Tekan OK
71
Lampiran 5. Data jumlah geliat dan hasil analisis statistik pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan jamu kunyit asam ramuan
segar komposisi 20, 7% : 9,3
Tabel VI. Jumlah geliat hewan uji setelah pemberian asam asetat pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20, 7% : 9,3
Waktu (menit)
Aquadest Asetosal Dosis I (1365 mg/kg BB) I II III IV V VI I II III IV V VI I II III IV V VI
0-5 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 8 3 1 4 0 7 5-10 1 10 5 3 10 3 0 2 0 0 0 0 14 8 3 8 2 3 10-15 0 7 8 8 9 3 0 4 1 3 0 0 5 9 4 1 0 7 15-20 8 0 4 8 7 5 1 0 0 6 2 0 5 6 1 5 0 1 20-25 2 1 5 5 7 6 1 0 0 1 0 2 1 2 1 0 1 0 25-30 5 1 3 6 7 7 0 0 0 2 1 0 1 0 5 0 1 0 30-35 7 3 1 0 0 5 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 4 0 35-40 7 6 2 3 2 3 0 2 0 0 0 0 4 5 2 0 3 0 40-45 2 4 4 2 3 2 0 0 0 0 1 0 1 2 0 3 2 0 45-50 4 1 1 0 2 2 0 1 0 0 1 0 0 4 0 2 2 0 50-55 4 4 2 1 1 2 0 2 0 0 1 0 2 1 2 1 3 0 55-60 0 5 4 0 0 5 0 1 1 1 0 0 1 1 2 0 0 0
TOTAL 40 43 39 36 49 43 2 12 2 13 7 3 42 41 21 24 18 18
72
Waktu (menit)
Dosis II (2730 mg/kg BB) Dosis III (5460 mg/kg BB) I II III IV V VI I II III IV V VI
0-5 7 0 0 2 0 5 4 2 1 2 0 1 5-10 10 3 2 6 3 3 22 6 4 4 12 4 10-15 7 4 0 0 2 2 13 10 6 7 15 6 15-20 4 2 0 4 7 2 6 6 7 8 18 10 20-25 5 0 6 0 1 0 1 4 5 5 12 2 25-30 0 1 3 1 5 3 1 0 7 4 5 5 30-35 5 0 3 2 3 0 6 2 2 3 6 3 35-40 0 1 1 0 1 0 0 2 3 6 8 0 40-45 2 0 4 1 0 0 1 1 2 0 0 5 45-50 3 1 1 2 0 1 2 2 4 0 5 3 50-55 1 0 1 1 2 0 0 1 0 1 2 6 55-60 2 0 2 5 0 0 0 1 1 1 1 2
TOTAL 46 12 23 24 24 16 39 18 23 6 17 8
73
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
geliat
N 30
Normal Parametersa,,b Mean 24.5000
Std. Deviation 16.60442
Most Extreme Differences Absolute .179
Positive .179
Negative -.088
Kolmogorov-Smirnov Z .979
Asymp. Sig. (2-tailed) .294
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Means
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
geliat * perlakuan 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Report
geliat
perlakuan Mean N Std. Deviation
aquadest 46.0000 6 13.09962
asetosal 91 mg/Kg BB 6.5000 6 5.00999
dosis 1365 mg/Kg BB 27.3333 6 11.20119
dosis 2730 mg/Kg BB 24.1667 6 11.77143
dosis 5460 mg/Kg BB 18.5000 6 11.91218
Total 24.5000 30 16.60442
74
Oneway
ANOVA
geliat
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4982.333 4 1245.583 10.335 .000
Within Groups 3013.167 25 120.527
Total 7995.500 29
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
geliat
Scheffe
(I) perlakuan (J) perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
aquadest asetosal 91 mg/Kg
BB
39.50000* 6.33842 .000 18.4446 60.5554
dosis 1365 mg/Kg
BB
18.66667 6.33842 .102 -2.3888 39.7221
dosis 2730 mg/Kg
BB
21.83333* 6.33842 .039 .7779 42.8888
dosis 5460 mg/Kg
BB
27.50000* 6.33842 .006 6.4446 48.5554
asetosal 91 mg/Kg
BB
aquadest -39.50000* 6.33842 .000 -60.5554 -18.4446
dosis 1365 mg/Kg
BB
-20.83333 6.33842 .054 -41.8888 .2221
dosis 2730 mg/Kg
BB
-17.66667 6.33842 .135 -38.7221 3.3888
dosis 5460 mg/Kg
BB
-12.00000 6.33842 .481 -33.0554 9.0554
75
dosis 1365 mg/Kg
BB
aquadest -18.66667 6.33842 .102 -39.7221 2.3888
asetosal 91 mg/Kg
BB
20.83333 6.33842 .054 -.2221 41.8888
dosis 2730 mg/Kg
BB
3.16667 6.33842 .992 -17.8888 24.2221
dosis 5460 mg/Kg
BB
8.83333 6.33842 .746 -12.2221 29.8888
dosis 2730 mg/Kg
BB
aquadest -21.83333* 6.33842 .039 -42.8888 -.7779
asetosal 91 mg/Kg
BB
17.66667 6.33842 .135 -3.3888 38.7221
dosis 1365 mg/Kg
BB
-3.16667 6.33842 .992 -24.2221 17.8888
dosis 5460 mg/Kg
BB
5.66667 6.33842 .936 -15.3888 26.7221
dosis 5460 mg/Kg
BB
aquadest -27.50000* 6.33842 .006 -48.5554 -6.4446
asetosal 91 mg/Kg
BB
12.00000 6.33842 .481 -9.0554 33.0554
dosis 1365 mg/Kg
BB
-8.83333 6.33842 .746 -29.8888 12.2221
dosis 2730 mg/Kg
BB
-5.66667 6.33842 .936 -26.7221 15.3888
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
76
Homogeneous Subsets
geliat
Scheffea
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
asetosal 91 mg/Kg BB 6 6.5000
dosis 5460 mg/Kg BB 6 18.5000
dosis 2730 mg/Kg BB 6 24.1667
dosis 1365 mg/Kg BB 6 27.3333 27.3333
aquadest 6 46.0000
Sig. .054 .102
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
77
Lampiran 6. Data % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif dan hasil analisis statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam ramuan
segar komposisi 20,7% : 9,3%
Tabel VII. Data % penghambatan terhadap kontrol negatif dan hasil analisis statistiknya pada perlakuan jamu kunyit asam ramuan
segar komposisi 20, 7% : 9,3%
REPLIKASI KELOMPOK PERLAKUANAquadest Asetosal Dosis I (1365
mg/kg BB) Dosis II (2730
mg/kg BB) Dosis III (5460
mg/kg BB) I -19,56 95,65 8,700 0,00 15,22 II -15,22 95,65 10,87 73,91 60,87 III 17,39 73,91 54,35 50,00 50,00 IV -39,13 71,74 47,83 47,83 86,96 V 26,09 84,78 60,87 47,83 63,04 VI 30,43 93,48 60,87 65,22 82,61
X + SE 0,00 + 11,62 85,87 + 4,44 40,58 + 9,94 47,46 + 10,44 59,78 + 10,57
78
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
penghambatan
N 30
Normal Parametersa,,b Mean 46.7397
Std. Deviation 36.09602
Most Extreme Differences Absolute .179
Positive .088
Negative -.179
Kolmogorov-Smirnov Z .979
Asymp. Sig. (2-tailed) .293
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Means
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
penghambatan *
perlakuan
30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Report
penghambatan
perlakuan Mean N Std. Deviation
aquadest .0000 6 28.47625
asetosal 91 mg/Kg BB 85.8683 6 10.89124
dosis 1365 mg/Kg BB 40.5817 6 24.34979
dosis 2730 mg/Kg BB 47.4650 6 25.58983
dosis 5460 mg/Kg BB 59.7833 6 25.89602
79
Report
penghambatan
perlakuan Mean N Std. Deviation
aquadest .0000 6 28.47625
asetosal 91 mg/Kg BB 85.8683 6 10.89124
dosis 1365 mg/Kg BB 40.5817 6 24.34979
dosis 2730 mg/Kg BB 47.4650 6 25.58983
dosis 5460 mg/Kg BB 59.7833 6 25.89602
Total 46.7397 30 36.09602
Oneway
ANOVA
penghambatan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 23545.400 4 5886.350 10.335 .000
Within Groups 14239.357 25 569.574
Total 37784.757 29
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
penghambatan
Scheffe
(I) perlakuan (J) perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
aquadest asetosal 91 mg/Kg
BB
-85.86833* 13.77890 .000 -131.6401 -40.0966
dosis 1365 mg/Kg
BB
-40.58167 13.77890 .102 -86.3534 5.1901
80
dosis 2730 mg/Kg
BB
-47.46500* 13.77890 .039 -93.2368 -1.6932
dosis 5460 mg/Kg
BB
-59.78333* 13.77890 .006 -105.5551 -14.0116
asetosal 91 mg/Kg
BB
aquadest 85.86833* 13.77890 .000 40.0966 131.6401
dosis 1365 mg/Kg
BB
45.28667 13.77890 .054 -.4851 91.0584
dosis 2730 mg/Kg
BB
38.40333 13.77890 .135 -7.3684 84.1751
dosis 5460 mg/Kg
BB
26.08500 13.77890 .481 -19.6868 71.8568
dosis 1365 mg/Kg
BB
aquadest 40.58167 13.77890 .102 -5.1901 86.3534
asetosal 91 mg/Kg
BB
-45.28667 13.77890 .054 -91.0584 .4851
dosis 2730 mg/Kg
BB
-6.88333 13.77890 .992 -52.6551 38.8884
dosis 5460 mg/Kg
BB
-19.20167 13.77890 .746 -64.9734 26.5701
dosis 2730 mg/Kg
BB
aquadest 47.46500* 13.77890 .039 1.6932 93.2368
asetosal 91 mg/Kg
BB
-38.40333 13.77890 .135 -84.1751 7.3684
dosis 1365 mg/Kg
BB
6.88333 13.77890 .992 -38.8884 52.6551
dosis 5460 mg/Kg
BB
-12.31833 13.77890 .936 -58.0901 33.4534
dosis 5460 mg/Kg
BB
aquadest 59.78333* 13.77890 .006 14.0116 105.5551
asetosal 91 mg/Kg
BB
-26.08500 13.77890 .481 -71.8568 19.6868
dosis 1365 mg/Kg
BB
19.20167 13.77890 .746 -26.5701 64.9734
dosis 2730 mg/Kg
BB
12.31833 13.77890 .936 -33.4534 58.0901
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
81
Homogeneous Subsets
penghambatan
Scheffea
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
aquadest 6 .0000
dosis 1365 mg/Kg BB 6 40.5817 40.5817
dosis 2730 mg/Kg BB 6 47.4650
dosis 5460 mg/Kg BB 6 59.7833
asetosal 91 mg/Kg BB 6 85.8683
Sig. .102 .054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
82
Lampiran 7. Data % perubahan daya analgesik terhadap kontrol positif dan hasil analisis statistiknya pada perlakuan jamu kunyit
asam ramuan segar komposisi 20, 7% : 9,3%
Tabel VIII. Data % perubahan daya analgesik terhadap kontrol positif dan hasil analisis statistiknya pada perlakuan perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20, 7% : 9,3%
REPLIKASI KELOMPOK PERLAKUAN
Aquadest Asetosal Dosis I (1365 mg/kg BB)
Dosis II (2730 mg/kg BB)
Dosis III (5460 mg/kg BB)
I -122,78 11,39 -89,87 -100,00 -82,28 II -117,72 11,39 -87,34 -13,93 -29,11 III -79,75 -13,93 -36,71 -41,77 -41,77 IV -145,57 -16,46 -44,30 -44,30 -1,27 V -69,62 -1,27 -29,11 -44,30 -26,59 VI -64,56 8,86 -29,11 -24,05 -3,80
X + SE -100,00 + 13,53 -0,00 + 5,18 -52,74 + 11,58 -44,72 + 12,16 -30,38 + 12,31
83
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
perubahan
N 30
Normal Parametersa,,b Mean -45.5697
Std. Deviation 42.03546
Most Extreme Differences Absolute .179
Positive .088
Negative -.179
Kolmogorov-Smirnov Z .979
Asymp. Sig. (2-tailed) .293
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Means
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
perubahan * perlakuan 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Report
perubahan
perlakuan Mean N Std. Deviation
aquadest -100.0000 6 33.16188
asetosal 91 mg/Kg BB -.0033 6 12.68506
dosis 1365 mg/Kg BB -52.7400 6 28.35752
dosis 2730 mg/Kg BB -44.7250 6 29.80002
dosis 5460 mg/Kg BB -30.3800 6 30.15804
Total -45.5697 30 42.03546
84
Oneway
ANOVA
perubahan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 31930.830 4 7982.708 10.334 .000
Within Groups 19311.595 25 772.464
Total 51242.425 29 Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
perubahan
Scheffe
(I) perlakuan (J) perlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
aquadest asetosal 91 mg/Kg
BB
-99.99667* 16.04643 .000 -153.3009 -46.6925
dosis 1365 mg/Kg
BB
-47.26000 16.04643 .102 -100.5642 6.0442
dosis 2730 mg/Kg
BB
-55.27500* 16.04643 .039 -108.5792 -1.9708
dosis 5460 mg/Kg
BB
-69.62000* 16.04643 .006 -122.9242 -16.3158
asetosal 91 mg/Kg
BB
aquadest 99.99667* 16.04643 .000 46.6925 153.3009
dosis 1365 mg/Kg
BB
52.73667 16.04643 .054 -.5675 106.0409
85
dosis 2730 mg/Kg
BB
44.72167 16.04643 .135 -8.5825 98.0259
dosis 5460 mg/Kg
BB
30.37667 16.04643 .481 -22.9275 83.6809
dosis 1.365 mg/Kg
BB
aquadest 47.26000 16.04643 .102 -6.0442 100.5642
asetosal 91 mg/Kg
BB
-52.73667 16.04643 .054 -106.0409 .5675
dosis 2730 mg/Kg
BB
-8.01500 16.04643 .992 -61.3192 45.2892
dosis 5460 mg/Kg
BB
-22.36000 16.04643 .746 -75.6642 30.9442
dosis 2.730 mg/Kg
BB
aquadest 55.27500* 16.04643 .039 1.9708 108.5792
asetosal 91 mg/Kg
BB
-44.72167 16.04643 .135 -98.0259 8.5825
dosis 1365 mg/Kg
BB
8.01500 16.04643 .992 -45.2892 61.3192
dosis 5460 mg/Kg
BB
-14.34500 16.04643 .936 -67.6492 38.9592
dosis 5.460 mg/Kg
BB
aquadest 69.62000* 16.04643 .006 16.3158 122.9242
asetosal 91 mg/Kg
BB
-30.37667 16.04643 .481 -83.6809 22.9275
dosis 1365 mg/Kg
BB
22.36000 16.04643 .746 -30.9442 75.6642
dosis 2730 mg/Kg
BB
14.34500 16.04643 .936 -38.9592 67.6492
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
86
Homogeneous Subsets
perubahan
Scheffea
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
aquadest 6 -100.0000
dosis 1365 mg/Kg BB 6 -52.7400 -52.7400
dosis 2730 mg/Kg BB 6 -44.7250
dosis 5460 mg/Kg BB 6 -30.3800
asetosal 91 mg/Kg BB 6 -.0033
Sig. .102 .054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
87
BIOGRAFI PENULIS
Penulis mempunyai nama lengkap Esti Nugraheni,
dilahirkan di kota Klaten pada tanggal 9 September 1988
dari pasangan Bapak Sunarto dan Ibu Kirmini, S. Pd.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan taman kanak-
kanak di TK Pertiwi Tugu II Cawas, Klaten pada tahun
1994. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan
Sekolah Dasar di SD N Tugu II, Cawas, Klaten hingga
tahun 2000. Penulis telah melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah di SMP
Negeri 1 Cawas, Klaten pada tahun 2000 hingga tahun 2003 dan SMA Negeri 1
Klaten pada tahun 2003 hingga tahun 2006. Setamat SMA, penulis melanjutkan
pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada
tahun 2006 hingga tahun 2010.
Semasa kuliah penulis pernah menjadi asisten Praktikum Mikrobiologi,
Praktikum Farmakognosi Fitokimia I dan Praktikum Farmakognosi Fitokimia II.
Penulis juga pernah menjadi pengurus dalam UKF Kerohanian PMK Apostolos
tahun 2006-2007. Penulis juga pernah bergabung dalam kepanitiaan INSADHA
tahun 2008 dan kepanitiaan Kampanye Infomasi Obat tahun 2008.