depresi.pdf

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Remaja II.1.1. Pengertian Remaja Hurlock, (2008 ) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir. Menurut Papalia dan Olds (2009), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Hurlock (2008) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 2008). Bagian dari masa kanak- kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Papalia & Olds, 2009). Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.

description

depresi.pdfdepresi.pdf

Transcript of depresi.pdf

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. Remaja

    II.1.1. Pengertian Remaja

    Hurlock, (2008 ) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis

    identitas atau masalah identitas ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja

    berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat,

    serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus

    memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal

    seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.

    Menurut Papalia dan Olds (2009), masa remaja adalah masa transisi

    perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya

    dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau

    awal dua puluhan tahun.

    Hurlock (2008) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses

    perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan

    perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan

    orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses

    pembentukan orientasi masa depan. Transisi perkembangan pada masa remaja

    berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian

    kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 2008). Bagian dari masa kanak-

    kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih

    terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses

    kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan

    kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Papalia & Olds,

    2009).

    Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli,

    maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada

    pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan

    perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.

  • II.1.2. Ciri-ciri Remaja

    Menurut Santrock (2003), Masa remaja adalah suatu masa perubahan.

    Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun

    psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

    1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang

    dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini

    merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa

    remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa

    remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada

    masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya

    mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus

    lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan

    terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir

    yang duduk di awal-awal masa kuliah.

    2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.

    Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan

    kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik

    perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi

    maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi

    tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

    3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang

    lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari

    masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang.

    Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa

    remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka

    pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan

    orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis

    kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

    4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-

    kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. Kebanyakan

  • remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu

    sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan

    tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan

    kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

    II.1.3. Aspek-aspek perkembangan pada remaja

    1. Perkembangan fisik

    Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan

    pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds,

    2009). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat

    tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi

    reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya

    adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah

    kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna

    meningkatkan kemampuan kognitif. Papalia dan Olds, (2009).

    2. Perkembangan kognitif

    Menurut Santrock (2003), seorang remaja termotivasi untuk memahami

    dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget,

    remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang

    didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka.

    Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih

    penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut.

    Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati,

    tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan

    suatu ide baru.

    Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti

    belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. (Piaget Papalia & Olds, 2009)

    mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu

    interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan social yang

    semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir

    abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi

  • formal (Papalia & Olds, 2009). Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu

    berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan

    sesuatu yang diinginkan dimasa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada

    remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih

    logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana

    mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di

    masa depan (Santrock, 2002).

    Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum

    sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir

    egosentrisme Papalia & Olds, (2009). Yang dimaksud dengan egosentrisme di

    sini adalah ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain.

    Papalia & Olds, (2009) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir

    egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel. Personal fabel adalah

    "suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri,

    tetapi cerita itu tidaklah benar". Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak

    berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya

    berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik

    khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang

    orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2009) dengan mengutip

    Elkind menjelaskan personal fable sebagai berikut : Personal fable adalah

    keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum

    alam.

    Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri (self-destructive)

    oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara logis terlindung dari bahaya.

    Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil

    (karena perilaku seksual yang dilakukannya), atau seorang remaja pria berpikir

    bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya (saat mengendarai

    mobil), atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang (drugs) berpikir bahwa ia

    tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal

    itu hanya terjadi pada orang lain bukan pada dirinya.

  • 3. Perkembangan kepribadian dan social

    Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara

    individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik,

    sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan

    orang lain (Papalia & Olds, 2009). Perkembangan kepribadian yang penting

    pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan

    pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran

    yang penting dalam hidup (Papalia & Olds, 2009).

    Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman

    sebaya dibanding orang tua (Papalia & Olds, 2009). Dibanding pada masa

    kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti

    kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman ( Papalia & Olds,

    2009). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya

    sangat besar. Pada diri remaja pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku

    diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan

    kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun

    penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari

    kelompok teman sebaya.

    Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan

    keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Papalia & Olds (2009)

    mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi

    utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya

    hidup. Bagi remaja teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai

    bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus dan

    sebagainya.

    II.1.4. Tahapan Remaja

    Masa remaja merupakan masa yang sulit, dimana terjadi pertumbuhan

    fisik yang pesat dalam ukuran dan bentuk, dan perbedaan antara laki-laki dan

    perempuan mulai terlihat, sehingga masa remaja sering disebut sebagai masa kritis

    (critical phasse) bagi kehidupan seseorang (WHO,1997). Terdapat banyak

  • pendapat mengenai batasan usia remaja tetapi pada umumnya bervariasi antara 10

    sampai 24 tahun. WHO membaginya dalam 3 kategori yaitu: remaja awal (early

    adolescence) usia antara 10 sampai 14 tahun, remaja madya (mid adolescence) usia

    antara 15 sampai 17 tahun dan remaja akhir (late adolescence) usia antara 18

    sampai 21 tahun. Sedangkan BKKBN (2002) membagi remaja berdasarkan tahapan

    usia sebagai berikut :

    1. Remaja sehat usia antara 11-13 tahun yang ditandai dengan adanya masa akil

    baligh atau pubertas.

    2. Remaja sehat usia antara 14-18 tahun yang ditandai dengan dimulainya

    hubungan dengan lawan jenis atau pacaran.

    3. Remaja sehat usia antara 19-21 yang ditandai dengan kematangan fisik, mental

    dan sosial.

    Menurut Santrock (2003) membagi usia remaja menjadi empat tahapan,

    walaupun tanpa memberikan batas usia biologis untuk tiap tahapan. Tahapan

    tersebut adalah :

    1. Masa Juvenil

    Suatu tahap psikologis yang terletak diantara masa anak-anak dan masa

    pra remaja. Dalam masa ini perkembangan intelektual anak berlangsung sangat

    cepat, kemampuan memantau pikirannya sendiri berkembang dan mulai

    mempunyai perhatian terhadap lawan jenisnya.

    2. Masa Pra Remaja

    Masa ini relatif sangat singkat, jika masa juvenil ditandai dengan

    perluasan hubungan sosial. Maka pada masa ini anak secara pasti beranjak

    keluar dari lingkungan keluarga dan belajar mengenal berbagai manusia di dunia

    luar, tetapi belum sepenuhnya terlepas dari orang tuanya.

    3. Masa Remaja Awal

    Masa ini kebutuhan sosial seorang remaja adalah mengembangakan

    hubungan yang semakin mendalam. Keinginannya untuk mandiri makin kuat,

    dalam tahap ini remaja belum cukup matang untuk menyelesaikan masalah yang

    mereka hadapi. Pada masa ini remaja sudah dapat mengalami orgasme, mulai

  • merasakan perkembangan kebutuhan interpersonal, kebutuhan untuk

    mendapatkan kepuasan birahi yang dicoba diintegrasikan dengan

    kebutuhan interpersonal lainnya yaitu kebutuhan akan rasa aman.

    4. Masa Remaja Akhir

    Tahap ini remaja telah mencapai kemampuan untuk mengembangkan cita-

    citanya sesuai dengan pengalaman dan pendidikannya. Pada masa ini remaja

    sudah mampu mengarahkan dorongan nafsu genitalnya menjadi hubungan

    interpersonal yang disesuaikan dengan budaya, kesempatan dan

    persahabatan dengan seseorang yang dianggap sesuai. Dikatakan bahwa dalam

    tahap ini seseorang remaja sudah berkembang menjadi seseorang remaja yang

    utuh.

    II.1.5. Masalah Umum Pada Remaja

    Penyesuaian remaja terhadap situasi baru dapat menimbulkan masalah

    akibat masa transisi dari anak-anak menuju kedewasaan yang berlangsung begitu

    cepat. Seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja, berikut ini

    beberapa masalah yang dialami dalam kaitannya dengan penyesuaian diri terhadap

    lingkungannya (Santrock, 2002) :

    1. Kesulitan dalam hubungannya dengan orang tua.

    Merupakan masalah yang paling sering ditemui dan kerap manjadi inti

    yang mendasari munculnya masalah lain. Gejala kesulitan hubungan dengan

    orang tua biasanya disebabkan karena kesulitan komunikasi, yaitu kesulitan

    untuk saling mengerti.

    2. Masalah keluarga

    Anakanak dari keluarga broken home, merupakan anak-anak dengan

    kesulitan tersendiri. Keretakan hubungan keluarga akan menjadi masalah yang

    sulit bagi remaja karena mereka kehilangan orang yang menjadi panutan bagi

    dirinya. Kondisi ini dapat menimbulkan kompensasi tingkah laku sebagai cara

    remaja menyalurkan beban atau ketegangan emosinya.

  • 3. Masalah dengan teman sebaya

    Pengakuan dan penerimaan oleh teman-teman merupakan kebutuhan yang

    mutlak bagi remaja. Remaja-remaja yang terasing dari teman sebayanya akan

    mengalami kesepian, kesendirian dan rendah diri, termasuk dalam masalah

    pacar.

    4. Kesulitan belajar dan mendapat pekerjaan

    Kesulitan dalam bersaing dalam belajar dan pekerjaan bisa jadi menjadi

    pemicu remaja untuk bersaing secara tidak sehat.

    5. Masalah penyalahgunaan obat

    Remaja merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan

    norma-norma orang dewasa, bila memang ingin diidentifikasikan dengan

    kelompok sebaya dan tidak mau lagi dianggap anak-anak. Dalam kondisi yang

    demikian, rasa ingin tahu terhadap obat-obatan terus berkembang selama masa

    remaja, sehingga timbul kecendrungan untuk menganggap obat-obatan sebagai

    lambang yang penting bagi keanggotaan kelompok.

    6. Masalah seksualitas

    Masalah seksualitas di kalangan remaja timbul karena :

    a. Kurang adanya pendidikan seks yang tepat sehingga remaja buta terhadap

    masalah seks

    b. Banyaknya rangsangan pornografi baik berupa film, obrolan, gambar dan

    lain-lain.

    II.1.6. Penanganan Prilaku Negatif Remaja

    Menurut Santrock (2002) ada 5 ketentuan yang harus dipenuhi dalam

    menangani perilaku negatif remaja yaitu :

    1. Kepercayaan

    Remaja harus percaya kepada orang yang mau membantunya (orang tua,

    guru, psikolog, ulama dan sebagainya), harus yakin bahwa penolong ini tidak

    akan membohonginya dan kata-kata penolong ini memang benar adanya.

  • 2. Kemurnian Hati

    Remaja harus merasa bahwa penolong itu sungguh-sungguh mau

    membantunya tanpa syarat, karena itulah remaja lebih sering minta nasihat sama

    teman-temanya sendiri daripada orang tua mereka, walaupun teman-teman itu

    tidak bisa memberi nasihat atau mencarikan jalan keluar yang baik. Yang juga

    sering dijadikan sasaran untuk meminta bantuan adalah rubrik-rubrik konsultasi

    di berbagai majalah atau radio. Setidaknya remaja yakin bahwa pengasuh rubrik-

    rubrik semacam ini sungguh-sungguh mau membantu saja tanpa pamrih

    walaupun ia juga tahu bahwa jawaban mereka sering tidak tuntas karena

    terbatasnya ruang dan waktu dan informasi yang diberikan.

    3. Kemampuan mengerti dan menghayati (emphaty) perasaan remaja

    Dalam posisi yang berbeda antara anak dengan orang dewasa (perbedaan

    usia, perbedaan status, perbedaan cara berpikir dan sebagianya) sulit bagi orang

    dewasa khususnya orang tua untuk beremphaty pada remaja karena setiap orang

    (khususnya yang tidak terlatih) akan cenderung untuk melihat segala persoalan

    dari sudut pandangnya sendiri dan mendasarkan penilaian dan reaksinya pada

    pandangan sendiri.

    4. Kejujuran

    Remaja mengharapkan penolongnya menyampaikan informasi apa adanya

    termasuk hal-hal yang kurang menyenangkan. Apa yang salah dikatakan salah,

    apa yang benar dikatakan benar. Yang tidak biasa diterimanya adalah jika hal-

    hal yang dia salahkan, tetapi pada orang lain atau pada orangtuanya sendiri

    dianggap benar.

    5. Mengutamakan persepsi remaja sendiri

    Terlepas dari kenyataan atau pandangan orang lain, buat remaja

    pandangannya sendiri itulah yang merupakan kenyataan dan akan berekasi

    terhadap hal itu. Kemampuan untuk mengerti pandangan remaja berikut seluruh

  • perasaan yang ada di balik pandangan remaja merupakan modal untuk

    membangun emphaty pada remaja

    II.2 Depresi

    II.2.1. Pengertian

    Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan

    respon emosional yang berat dikenal melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap

    fisik dan fungsi social seperti perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan

    bekepanjangan (Stuart dan Sundeen, 2005).

    Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang

    disertai komponen psikologik: rasa susah, murung, sedih putus asa, dan tidak

    bahagia serta komponen somatic: anoreksia, konstipasi, kulit lemban(rasa dingin),

    tekanan darah dan denyut nadi menurun. Depresi adalah salah satu bentuk

    gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) (Iyus Yosep, 2009)

    Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan

    dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat, lama

    dan menetap pada individu yang bersangkutan. Depresi merupakan reaksi yang

    normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus

    yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi

    merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan

    realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat lagi dimengerti oleh orang lain.

    II.2.2. Rentang Respons Emosional (Depresi)

    Menurut Stuart dan Sundeen (2006)

    Skema 2.1

    Rentang Respon Emosional (Depresi)

    RESPONS ADAPTIF RESPONS MALADAPTIF

  • Responsive Reaksi Kehilangan Supresi Reaksi Kehilangan Depresi

    Yang Wajar yang Memanjang

    1. Re

    sponsif adalah Respon emosional individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya.

    Pada rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal

    2. Re

    aksi kehilangan yang wajar merupakan posisi rentang yang normal dialami individu

    yang mengalami kehilangan misalnya bersedih, befokus pada diri sendiri, berhenti

    malakukan kegiatan sehari-hari. Reaksi kehilangan tersebut tidak berlangsung lama

    3. Su

    presi merupakan tahap awal yang maladaptif, dimana individu menyangkal,

    menekan, atau menginternalisasi semua aspek perasaannya terhadap lingkungan

    4. Re

    aksi berduka yang memanjang merupakan penyangkalan yang menetap dan

    memanjang tetapi tidak tampak reaksi emosional terhadap kehilangan. Reaksi

    berduka yang memanjang ini dapat terjadi beberapa tahun

    5. De

    presi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan respon emosional yang

    berat dikenal melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik dan fungsi social

    seperti perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan bekepanjanga

    II.2.3. Proses Terjadinya masalah

    Skema 2.2

    Proses Terjadinya Masalah pada Klien Depresi

    Menurut Iyus Yosep (2009)

  • 1. Adanya persepsi negative terhadap suatu masalah (seperti memandang dirinya tidak

    mampu apa-apa, lingkungan yang tidak mendukung, dan pengalaman yang semua

    ia terima adalah sumber masalah )

    2. Mekanisme koping yang maladaptive

    3. Sehingga terjadi akumulasi stress yang berkepanjangan

    4. Terjadi depresi

    5. Kemungkinan besar untuk menciderai diri.

    II.2.4. Dampak depresi pada remaja

    Menurut Fortinash (2003), Depresi dapat mengakibatkan dampak yang merugikan

    bagi si penderita seperti terganggunya fungsi sosial, fungsi pekerjaan, mengalami

    kesulitan untuk berkonsentrasi, mengalami ketidak berdayaan yang dipelajari, bahkan

    hingga tindakan bunuh diri yang menyebabkan kematian. Remaja hanya mengurung diri

    di kamar, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya semangat hidup, hilangnya kreativitas,

    antusiasme dan optimisme. Dia tidak mau bicara dengan orang-orang, tidak berani

    Negative perception to

    problem

    Maladaptive Coping

    Stressor

    Potential self destruction

    Accumulation of stessor

    Helpnessness depression

  • berjumpa dengan orang-orang, berpikir yang negatif tentang diri sendiri dan tentang

    orang lain, hingga hidup terasa sangat berat dan melihat masalah lebih besar dari dirinya.

    Remaja jadi pesimis memandang hidupnya, seakan hilang harapan, tidak ada yang bisa

    memahami dirinya, dan sebagainya.

    II.2.5. Ciri-ciri depresi

    Stuart (2006), ciri-ciri umum dari depresi adalah:

    1. Perubahan pada Kondisi Emosional

    a.Perubahan pada mood (periode terus-menerus dari perasaan terpuruk, depresi, sedih

    atau muram)

    b. Penuh air mata atau menangis

    c. Meningkatnya iritabilitas (mudah tersinggung), kegelisahan, atau kehilangan

    kesabaran

    d. Perubahan dalam Motivasi

    1) Perasaan tidak termotivasi, atau memiliki kesulitan untuk memulai (kegiatan) di

    pagi hari atau bahkan sulit bangun dari tempat tidur

    2) Menurunnya tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial

    3) Kehilangan kenikmatan atau minat dalam aktivitas menyenangkan

    4) Menurunnya minat pada seks

    5) Gagal untuk berespons pada pujian atau reward

    e. Perubahan dalam Fungsi dan Perilaku Motorik

    1) Bergerak atau berbicara dengan lebih perlahan daripada biasanya

    2) Perubahan dalam kebiasaan tidur (tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit,

    bangun lebih awal dari biasanya dan merasa kesulitan untuk kembali tidur di

    pagi buta

    3) Perubahan dalam selera makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit)

    4) Perubahan dalam berat badan (bertambah atau kehilangan berat badan)

    5) Berfungsi secara kurang efektif daripada biasanya di tempat kerja atau di sekolah

    f. Perubahan Kognitif

  • 1) Kesulitan berkonsentransi atau berpikir jernih

    2) Berpikir negatif mengenai diri sendiri dan masa depan

    3) Perasaan bersalah atau menyesal mengenai kesalahan di masa lalu

    4) Kurangnya self esteem atau merasa tidak adekuat

    5) Berpikir akan kematian atau bunuh diri

    II.2.6. Tanda dan Gejala Depresi

    Menurut Stuart (2006) menyebutkan bahwa gejala-gejala depresi dapat dilihat dari segi

    fisik, psikis dan sosial.

    1. Gejala Fisik

    Gejala depresi yang kelihatan mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai

    dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun secara fisik besar ada beberapa

    gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi. Gejala itu seperti:

    a. Gangguan pola tidur. Misalnya, sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit

    tidur

    b. Menurunnya tingkat aktivitas. Pada umumnya, orang yang mengalami depresi

    menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan

    orang lain seperti menonton TV, makan, dan tidur.

    c. Menurunnya efisiensi kerja. Orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan

    perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga, mereka juga akan

    sulit memfokuskan energipada hal-hal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan

    justru hal-hal yang tidak efisien dan tidak berguna, seperti misalnya ngemil,

    melamun, dan merokok terus-menerus

    d. Menurunnya produktivitas kerja. Orang yang terkena depresi akan kehilangan

    sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati

    dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat

    dan motivasi untuk melakukan kegiatannya seperti semula.

    e. Mudah merasa letih dan sakit. Jelas saja, depresi itu sendiri adalah perasaan

    negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan negatif, maka jelas akan membuat

    letih karena membebani pikiran dan perasaan, dan ia harus memikulnya di mana

    saja dan kapan saja, suka tidak suka.

  • 2. Gejala Psikis

    a. Kehilangan rasa percaya diri. Orang yang mengalami depresi cenderung

    memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri.

    b. Sensitif. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengaitkan segala sesuatu

    dengan dirinya. Perasaannya sensitif sekali, sehingga sering peristiwa yang netral

    jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalah

    artikan. Akibatnya mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan

    maksud orang lain, mudah sedih, murung dan suka menyendiri.

    c. Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka

    merasa menjadi orang yang gagal terutama di bidang atau lingkungan yang

    seharusnya mereka sukai.

    d. Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang

    yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa

    dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan

    tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan.

    e. Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan

    yang dialaminya. Mereka merasa tebeban berat karena merasa terlalu dibebani

    tanggung jawab yang berat.

    3. Gejala Sosial

    Depresi yang berawal adalah masalah diri sendiri pada akhirnya

    mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas rutin lainnya). Lingkungan

    tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada

    umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih,

    mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi

    dengan rekan kerja, atasan atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik,

    namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di

    antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal.

    Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin

    hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

  • Secara umum orang mengalami depresi karena salah satu kejadian atau situasi

    sebagai berikut:

    a. Kehilangan orang yang dicintai

    b.Peristiwa traumatis atau stressfull, misalnya mengalami kekerasan, deprifasi sosial

    yang kronik atau penolakan sosial

    c. Penyakit fisik yang kronis

    d. Obat-obatan atau narkoba

    e. Adanya penyakit mental lain

    f. Seseorang yang mempunyai orang tua atau saudara kandung yang mengalami

    depresi akan mengalami peningkatan resiko mengalami depresi juga.

    Terdapat tiga sindroma depresif utama pada remaja, yaitu:

    a.Sindroma pasrah dengan kesedihan, over-adaptasi, malu, menyendiri, gigit kuku

    dan agresivitas massif.

    b. Sindroma yang ditandai dengan hambatan dan penurunan gairah dengan retardasi

    psikomotor, apatis, bimbang, pendiam dan pasif.

    c. Sindroma cemas dengan auto dan hetero agresivitas, rasa tidak aman, ketagihan

    obat, sedih, kecenderungan bunuh diri.

    II.2.7. klasifikasi Depresi

    Menurut PPDGJ klasifikasi depresi adalah sebagai berikut:

    1. Episode depresi ringan

    a. Minimal harus ada dua dari tiga gejala utama depresi

    b. Ditambah sekurang- kurangnya dua gejala sampingan (yang tidak boleh ada gejala

    berat diantaranya)

    c. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

    d. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

    dilakukannya.

    2. Episode depresi sedang

    a. Minimal harus ada dua dari 3 gejala utama

    b. Ditambah sekurang- kurangnya 3 (dan sebaiknya empat) dari gejala lainnya

  • c. Seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu

    d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan

    urusan rumah tangga.

    e. Tanpa gejala somatik atau dengan gejala somatik.

    3. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

    a. Gemua gejala utama harus ada

    b. Ditambah minimal 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus

    berintensitas berat

    c. Episode depresi terjadi minimal 2 minggu, namun dibenarkan dalam kurung waktu

    yang lebih singkat apabila gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

    d. Sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau

    urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

    4. Episode depresi berat dengan gejala psikotik

    a. Memenuhi seluruh kriteria episode depresi berat tanpa gejala psikotik

    b. Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresi

    II.2.8. Faktor Resiko Depresi

    Depresi secara khusus terjadi pada akhir usia 20an akan tetapi sebenarnya dapat

    terjadi pada semua usia. Meskipun penyebab tepat depresi tidak diketahui, ilmuan telah

    mengidentifikasi faktor tertentu yang meningkatkan risiko berkembangnya atau memicu

    munculnya depresi, yaitu:

    1. Memiliki hubungan biologis dengan orang yang memiliki depresi

    2. Wanita

    3. Memiliki kejadian traumatis saat anak-anak

    4. Memiliki hubungan biologis dengan catatan pecandu alkohol

    5. Memiliki anggota keluarga yang mengalami kejatuhan

    6. Memiliki pengalaman kejadian hidup yang memberikan tekanan, seperti kematian

    orang yang dicintai

  • 7. Memiliki banyak teman atau hubungan personal

    8. Memiliki suasana hati depresi ketika kecil

    9. Memiliki penyakit serius, seperti kanker, serangan jantung, Alzheimer atau HIV/AIDS

    10. Memiliki sifat tertentu, seperti rendahnya kepercayaan diri dan ketergantungan yang

    berlebih, mengkritik diri sendiri atau pesimistis

    11. Penyalahguanan alkohol, nikotin atau obat-obatan terlarang

    12. Mengambil pengobatan medis atas tekanan darah tinggi yang dimiliki, meminum

    obat tidur atau pengobatan medis tertentu lainnya (bicara pada dokter anda sebelum

    berhenti menjalani pengobatan medis tertentu yang anda pikir mengakibatkan

    berubahnya suasana hati anda)

    II.3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Resiko Depresi pada Remaja

    Menurut Stuart dan Sundeen (2006), depresi dapat disebabkan oleh faktor predisposisi dan

    faktor presipitasi. Adapun faktor predisposisi yaitu:

    II.3.1.Teori Genetik

    Anak-anak yang memiliki orangtua depresi maka akan memiliki risiko yang lebih

    tinggi untuk mengalami depresi pada usia remaja. Dengan demikian, faktor gentik

    akan meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami depresi.

    II.3.2.Pengalaman masa anak-anak

    Jika seorang anak mengalami perlakuan yang tidak adil dari orangtuanya, hidup dalam

    keluarga yang tidak harmonis maka akan menyebabkan goncangan emosi yang

    memicu respon fisiologis dan psikologis yang mengakibatkan depresi.

    II.3.3.Faktor Kehilangan

    Berhubungan dengan faktor perkembangan, misalnya kehilangan

    orang tua pada masa anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang

    sangat dicintai. Individu tidak berdaya mengatasi kehilangan.

    II.3.4.Faktor Kepribadian

    Teori kepribadian mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan

    seseorang mengalami depresi atau mania. Tipe kepribadian yang diingkat adalah:

    1. Sanguinis

    Ditandai dengan sifat hangat, lincah, bersemangat, meluap-luap, dan pribadi yang

  • menyenangkan. Pengaruh/kejadian luar akan gampang masuk ke pikiran dan

    perasaan yang meledak-ledak. Orang sanguinis sangat ramah kepada orang lain,

    sehingga dia biasanya dianggap seorang yang sangat eksrovert.

    Kekuatan : Mempunyai kepribadian yang menarik, suka berbicara, rasa humor

    yang hebat dan antusias, periang, ekspresif dan penuh semangat.

    Sebagai seorang teman, orang sanguinis mudah berteman, suka dipuji,

    bukan pendendam, cepat minta maaf dan suka menjadi sukarelawan.

    Kelemahan: Mereka tidak benar-benar menerima diri secara serius, suka bicara

    banyak, mementingkan diri sendiri, pelupa, tanpa kesalahan ( tidak

    benar-benar percaya bahwa mereka mempunyai kesalahan besar).

    tidak tertib dan tampak tidak dewasa.

    2. Koleris

    Choleris adalah tipe yang tampil hangat, serba cepat, aktif, pasif, berkemauan

    keras, dan sangat independen. Dia cenderung tegas dan berpendirian keras, dengan

    gampang dapat membuat keputusan bagi dirinya dan bagi orang lain. dia tidak

    butuh digerakan dari luar, malah mempengaruhi lingkungannya dengan gagasan-

    gagasannya, rencana, tujuan,dan ambisinya yang tak pernah surut.

    Kekuatan :Berbakat memimpin , dinamis dan aktif, sangat memerlukan perubahan,

    tidak emosional dan tidak mudah patah semangat, bebas dan

    mandiri. Sebagai teman, tipe ini tidak terlalu memerlukan teman,

    mau bekerja untuk kegiatan, mau memimpin dan unggul dalam

    keadaan darurat.

    Kelemahan : Tuan tanpa salah (orang lain yang salah), benar-benar pekerja keras,

    tidak tahu cara bagaimana menangani orang lain.

    3. Melankolis

    Melankolis adalah orang yang suka berkorban, analisis, betipe perfektionis dengan

    sifat emosi yang sangat sensitif. Makanya dia tipe yang paling "kaya" di antara

    semua temperamen. Tidak seorang pun yang dapat menikmati keindahan karya seni

    melebihi seorang melankolis. apabila sedang bergembira maka sifatnya lebih

  • ekstrovet. namun, apabila sedang murung, maka ia bisa menjadi seorang yang

    begitu antagonis.

    Kekuatan :Mendalam dan penuh pikiran, analistis, serius, dan tekun, cenderung

    jenius, berbakat dan kreatif, artistik atau musikal, filosofis dan puitis,

    menghargai keindahan, suka berkorban, penuh kesadaran dan idealis.

    Sebagai seorang teman, menghindari perhatian, setia dan berbakti,

    mau mendengarkan keluhan dan bisa memecahkan masalah orang

    lain.

    Kelemahan :Mudah tertekan dan mempunyai citra diri yang rendah,suka menunda-

    nunda, mengajukan tuntutan yang tidak realistis kepada orang lain.

    4. Phlegmatis

    Phlegmatis adalah seorang yang hidupnya tenang, gampangan, tak pernah merasa

    terganggu sehingga dia hampir tak pernah marah. Dia adalah orang dengan tipe

    yang mudah bergaul, dan paling menyenangkan diantara semua temperamen.

    Baginya hidup adalah suatu kegembiraan dan kadang menjauh dari hal-hal yang

    tidak menyenangkan. Dia begitu tenang dan agak diam sehingga tidak pernah

    kelihatan terhasut oleh keadaan sekitarnya.

    Kekuatan :Rendah hati, mudah bergaul dan santai, diam, tenang, sabar, seimbang,

    konsisten, cerdas, simpatik dan baik hati. Sebagai teman, Mudah

    diajak bergaul, menyenangkan, tidak suka menyinggung, pendengar

    yang baik, punya banyak teman, suka belas kasih dan perhatian.

    Kelemahan:Seperti tidak ada masalah, melawan perubahan, tampaknya malas,

    punya kemaun baja yang tenang, tampaknya tidak berpendirian

    II.3.5.Faktor Kognitif

    Teori-teori kognitif mementigkan pikiran-pikiran sadar remaja. Dua teori kognitif

    yang penting adalah teori perkembangan kognitif dari Piaget dan teori pemrosesan

    informasi.

    Psikolog Swiss tekenal, Jean Piaget (1896-1980), menekankan bahwa

    remaja secara aktif mengkonstruksikan dunia kognitif mereka sendiri; informasi tidak

  • hanya dicurahkan ke dalam pikiran mereka dari lingkungan. Piaget menekankan

    bahwa remaja menyesuaikan pikiran mereka dengan memasukan gagasan-gagasan

    baru, karena tambahan informasi akan mengembangkan pemahaman. Piaget (1954)

    juga percaya kita melewati empat tahapan dalam memahami dunia. Setiap tahap

    berhubungan dengan umur tertentu dan terdiri dari cara berfikir yang berbeda. Adapun

    empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget adalah:

    1. Tahap sensorimotorik (sensorimotor stage), yang berlangsung dari lahir sampai

    kira-kira usia 2 tahun, adalah tahap Piaget yang pertama. Pada tahap ini anak

    mengkonstruksikan pemahaman mengenai dunia dengan mengkoordinasikan

    pengalaman sensori (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan fisik,

    motorik. Karena itu disebut sensorik motorik.

    2. Tahap praoperasional (preoperational stage) yang berlangsung dari kira-kira usia 2-

    7 tahun, adalah tahap Piaget yang kedua. Pada tahap ini, anak mulai

    mereprestasikan dunia dengan kata-kata, citra, dan gambar-gambar.

    3. Tahap operasional konkrit (concrete operational stege) yang berlangsung dari kira-

    kira usia 7 sampai 11 tahun, adalah tahap piaget yang ketiga. Pada tahap ini, anak

    dapat melakukan operasi dan penalaran logis, menggantikan pemikitan instuitif,

    sepanjang penalaran dapat diaplikasikan pada contoh khusus atau konkrit.

    4. Tahap operasional formal (formal operational stage) yang terjadi antara usia 11 dan

    15 tahun, adalah tahap Piaget yang keempat dan terakhir. Pada tahap ini, individu

    bergerak melebihi dunia pengalaman yang aktual dan konkrit, dan berfikir lebih

    abstrak serta logis.

    Pemrosesan Informasi (information processing) berhubungan dengan

    bagaimana individu memproses informasi mengenai dunianya, bagaimana

    informasi masuk ke pikiran, bagaimana informasi tersebut disimpan dan

    ditranformasikan, dan bagaimana informasi tersebut diambil kembali untuk

    melakukan aktivitas kompleks seperti memecahkan masalah dan penalaran.

    Pemrosesan informasi dimulai ketika informasi dari dunia ditangkap melalui proses

    sensori dan persepsi. Kemudian informasi disimpan, ditransformasi, dan diambil

    kembali melalui proses ingatan.

  • Sedangkan faktor presipitasi yang dapat menyebabkan depresi meliputi

    faktor biologis, psikologis, dan social budaya.

    1. Faktor biologis meliputi perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan

    atau berbagai penyakit. Pendekatan biologis menemukan bahwa faktor genetis,

    sistem endokrin, dan neurotransmiter berperan dalam kemunculan depresi.

    Kemunculan depresi dalam prespektif biologi dapat dipahami bahwa kehidupan

    yang penuh stres mengaktifkan hormon stres, berefek luas pada sistem

    neurotransmitter khususnya serotonin, norepinephrine,dan circadian rhythms

    function(CRF). Pengaktifan hormon stres dalam jangka waktu lama akan

    mempengaruhi gen, menghasilkan perubahan jangka panjang pada struktur dan

    kimia di otak (Durand & Barlow, 2003).

    2. Faktor psikologis meliputi kehilangan kasih sayang, termasuk kehilangan cinta

    seseorang dan kehilangan harga diri. Faktor psikologis dibagi menjadi tiga

    pendekatan:

    a. Pendekatan Psikodinamika

    Pendekatan ini menekankan penyebab depresi sebagai rasa

    kehilangan dari suatu objek atau status. Proses hubungan antara orangtua dan

    anaknya merupakan sumber kehilangan, seperti perceraian orangtua,

    kurangnya kasih sayang orangtua, kurangnya penghargaan tanpa syarat

    kepada anak, perpisahan orangtua dengan anak, dan kehilangan orangtua

    dapat menyebabkan depresi.

    b. Pendekatan Behavioral

    Pendekatan ini memandang bahwa kurangnya reinforcement

    positif, seperti ketertarikan dan perhatian orangtua terhadap anaknya, dan

    dampak perubahan hidup mempengaruhi timbulnya depresi. Faktor yang

    penting lain dalam memahami depresi salah satunya adalah perasaan tidak

    berdaya (learned helplessness), muncul ketika dihadapkan pada situasi yang

    tidak menyenangkan, seperti stres atau rasa sakit yang berkepanjangan, dan

    individu merasa tidak memiliki kendali atasnya (Santrock, 2003).

  • Pengalaman perasaan tidak berharga seperti ini mengarahkan individu pada

    perasaan putus asa dan keyakinan bahwa tidak ada yang bisa dilakukan untuk

    memperbaikinya.

    Depresi yang dialami remaja putri muncul dikarenakan

    meningkatnya perasaan tidak berdaya (learned helplessness) yang disebabkan

    karena meningkatnya penekanan terhadap diri sendiri, kemandirian, dan

    individualime serta menurunnya hubungan dengan orang lain, keluarga, dan

    agama (Santrock, 2003). Perasaan tidak berharga terjadi ketika remaja putri

    dihadapkan pada situasi yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang

    berlangsung lama, sementara remaja putri merasa tidak memiliki kendali

    untuk mengubahnya, sehingga memupuk perasaan putus asa dan keyakinan

    bahwa tidak ada yang bisa dilakukan lagi. Remaja putri yang mengalami

    depresi akan bersikap apatis karena merasa tidak menerima penghargaan dari

    orang lain (Santrock, 2003).

    c. Pendekatan Humanistic-eksistensial

    Teori ini memfokuskan atas kehilangan harga diri sebagai

    penyebab depresi yang utama, kehilangan objek ini dapat nyata atau simbolik,

    misalnya prestasi belajar menurun, status sosial ekonomi. Perbedaan antara

    ideal self seseorang dengan persepsinya terhadap keadaan yang senyatanya

    menjadi sumber depresi. Keadaan ini terkait dengan ketidakmampuan

    individu untuk mengalami kontinyuitas perasaan secara langsung yang erat

    kaitanya dengan hilangnya kesadaran diri dengan tubuh sebagai suatu

    kesatuan diri.

    Terkadang orang tidak menyadari seutuhnya apa yang dialaminya,

    seperti seseorang memikirkan tentang situasi emosinya melalui keluhan fisik

    tanpa mengerti atau merasakan kaitan perasaannya yang ditekankan dengan

    keluhan fisik yang dilontarkan. Tanpa adanya kesadaran diri di sini dan saat

    ini tentang apa yang dialaminya dan konflik yang sedang dihadapinya, ia

    tidak akan merasa bahagia dan akan terjebak dalam permasalahan yang

    dirasakan.

  • 3. Faktor sosial budaya meliputi kehilangan peran, perceraian, dan kehilangan

    pekerjaan.

    Memahami depresi yang terjadi pada remaja memerlukan informasi

    mengenai pengalamannya pada masa remaja dan anak-anak. Ikatan antara ibu

    dan anak yang tidak memberikan rasa aman, tanpa rasa cinta dan kasih sayang

    dalam pengasuhan anak, atau kehilangan salah satu orangtua pada masa anak-

    anak akan menciptakan set kognitif yang negatif (Santrock, 2003). Skema

    kognitif yang negatif tersebut akan dibawa terus hingga mempengaruhi

    pengalamannya pada masa kehidupan selanjutnya. Pengalaman-pengalaman

    baru remaja putri yang berkaitan dengan kehilangan akan memicu munculnya

    depresi. Hubungan dengan keluarga atau teman sebaya berpengaruh pada

    munculnya depresi pada remaja. Orang tua yang mengalami depresi atau orang

    yang tidak hadir secara emosional, terlibat dalam konflik perkawinan, dan

    memiliki masalah ekonomi memunculkan depresi pada anak remaja mereka (

    Santrock, 2003). Ketidakadaan hubungan yang dekat dengan sahabat, sedikitnya

    teman, dan penolakan dari teman sebaya dapat meningkatkan munculnya depresi

    pada remaja (Santrock, 2003).

    4. Umur

    Komunikasi verbal anak yang belum berkembang akan mempersulit

    diagnosis depresi pada anak sebelum usia 7 tahun. Komunikasi non-verbal

    seperti ekspresi wajah dan postur tubuh dapat membantu menegakkan diagnosis

    depresi pada anak yang lebih muda. Anak yang lebih muda akan menunjukkan

    fobia, gangguan cemas perpisahan, keluhan somatik, dan perubahan tingkah

    laku. Depresi mulai banyak muncul pada masa remaja. Studi-studi epidemologis

    menunjukkan bahwa angka prevalensi depresi untuk anak-anak adalah 2,5

    persen dan meningkat menjadi 8,3 persen untuk remaja. Bila depresi ringan juga

    diperhitungkan, angka prevalensi ini meningkat sampai 25 persen. Pada

    penelitian lain disebutkan sekitar 15 sampai 20 persen remaja mengalami satu

  • atau lebih episode major depressive, diantaranya 2 sampai 8 persen mengalami

    depresi kronis seperti murung dan kritik diri untuk beberapa bulan sampai

    beberapa tahun (Berk, 2000).

    5. Jenis kelamin

    Seseorang dikatakan depresi jika sedikitnya mengalami dua dari gejala

    utama, yaitu perasaan depresif seperti murung dan sedih, hilangnya minat atau

    gairah, serta rasa lemah tidak bertenaga. Di samping gejala utama, ada gejala

    tambahan seperti konsentrasi menurun, rasa bersalah berlebihan, gangguan pola

    tidur dan makan, serta rasa putus asa, Kondisi tersebut, akan berlangsung lebih

    dari dua minggu. wanita ternyata lebih rentan mengalami depresi. Wanita lebih

    berisiko depresi disebabkan perubahan hormonal serta perbedaan karakteristik di

    antaranya keduanya. Kriteria depresi adalah sama untuk semua jenis kelamin.

    Akan tetapi, wanita lebih mudah merasakan perasaan bersalah, cemas,

    peningkatan bahkan penurunan nafsu makan, gangguan tidur, serta gangguan

    makan. Kemungkinan wanita mengalami depresi satu setengah kali sampai dua

    kali dibandingkan pria. (Tetapi tidak semua wanita mengalami hal tersebut.)

    Namun, masalah perubahan hormonal sering dikaitkan dengan kecenderungan

    depresi. Ketika seseorang mengalami depresi, jumlah cairan kimia di dalam otak

    berkurang. Hal itu dapat menyebabkan sel otak bekerja lebih lambat.

    Cairan neurotransmitter tersebut adalah serotonin. Bila terjadi

    ketidakseimbangan, akan menyebabkan depresi. Selain serotonin, ada zat

    penghantar saraf lain yang berperan menyebabkan depresi, seperti norepineprin,

    dopamine, histamin, dan estrogen. Estrogen yang merupakan hormon kaum

    wanita ini bertanggung jawab sebagai penyebab depresi.Ketika jumlah estrogen

    menurun akan memunculkan gejala-gejala depresi. Di samping itu, estrogen juga

    akan memberi pengaruh secara langsung timbulnya depresi itu sendiri. Di dalam

    tubuh wanita terdapat dua hormon yaitu estrogen serta progesteron. Keduanya

    bekerja bergantian, misalnya dalam kondisi menstruasi jumlah estrogen menurun

    sedangkan progesteron naik. Pada saat menstruasi atau pre-menstrual syndrome

    (PMS).

  • Dalam kondisi ini wanita lebih mudah untuk sedih, sensitif, marah, serta

    mudah menangis. Bagi wanita yang menjelang menopause, tepatnya satu tahun

    sebelumnya, akan semakin berisiko mengalami depresi. Kondisi ini disebut pre-

    menopause, kecenderungannya wanita lebih sensitif serta paranoid sehingga

    semakin berisiko. Penurunan estrogen pada wanita akan berpengaruh pada

    emosi. Selain perubahan hormonal, karakteristik wanita yang lebih

    mengedepankan emosional daripada rasional juga berperan. Ketika menghadapi

    suatu masalah, wanita cenderung menggunakan perasaan.

    II.4.Terapi pada depresi

    Depresi pada remaja harus segera ditangani karena kalau berkepanjangan dapat

    mengakibatkan bunuh diri yang berujung pada kematian. Makin lama seseorang mengalami

    depresi, makin lemah daya tahan mentalnya, makin habis energinya, makin habis

    semangatnya, makin terdistorsi pola pikirnya sehingga dia tidak bisa melihat alternatif

    solusi, tidak bisa melihat ke depan, tidak menemukan harapan, tidak bisa berpikir positif. Ini

    menyebabkan remaja melihat bahwa bunuh diri menjadi solusi satu-satunya.

    Depresi akan lebih baik ditangani dengan psikoterapi karena dengan psikoterapi,

    remaja dibantu untuk menemukan akar permasalahannya dan melihat potret diri secara lebih

    obyektif. Psikoterapi ditujukan untuk membangun pola pikir yang obyektif dan positif,

    rasional dan membangun strategi atau mekanisme adaptasi yang sehat dalam menghadapi

    masalah. Perlu diingat bahwa keterbukaan remaja untuk mengemukakan masalah yang

    sedang dihadapinya akan membantu proses penyembuhan dirinya. Ada beberapa terapi yang

    dapat dilakukan untuk mengatasi depresi pada remaja, yaitu:

    II.4.1.CBT (Cognitive Behavioral Therapy)

    CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif dalam memandang diri dan

    masa depan sehingga akan memunculkan suatu kekuatan dari dalam dirinya bahwa

    dirinya mampu untuk mengatasi masalah tersebut.

    II.4.2.Psychodinamic Psychotherapy

    Psychodinamic Psychotherapy digunakan untuk membantu remaja memahami,

    mengidentifikasi perasaan, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kemampuan

    untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi konflik yang sedang dialami.

  • II.4.3.Interpersonal Psychoterapy

    Interpersonal Psychoterapy digunakan untuk mengatasi depresi yang disebabkan

    oleh peristiwa-peristiwa yang menyebabkan kesedihan atau trauma, kesulitan untuk

    berinteraksi dengan orang lain.

    II.4.4.Terapi Suportif

    Terapi suportif digunakan untuk mengurangi taraf depresi.

    Banyak faktor yang menentukan keberhasilan terapi seperti usia remaja saat awal

    mengalami depresi, beratnya depresi, motivasi, kualitas terapi, dukungan orangtua,

    kondisi keluarga (apakah orangtua juga menderita depresi atau tidak, ada atau tidak

    konflik dengan keluarga, kehidupan yang penuh stres atau tidak). Selain itu, juga

    diperlukan terapi keluarga untuk mendukung kesembuhan remaja penderita depresi.

    II.5.Penelitian Terkait

    II.5.1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sofia Retnowati dengan judul

    Sumberdaya pribadi dan social sebagai mediator dampak kejadian menekan terhadap

    munculnya simtom depresi pada remaja di daerah Istimewa Yogyakatra. Penelitian

    ini menggunakan pendekatan model persamaan srtuktural (SEM) yang bertujuan

    untuk menguji model yang disusun oleh peneliti mengenai variable sumber daya

    pribadi dan social yang menjadi perantara (mediator) dampak kejadian menekan

    dalam kehidupan terhadap munculnya simtom depresi. Model yang disusun juga

    melibatkan variable strategi pengatasan masalah sebagai mediator hubungan antara

    kejadian menekan dan sumber daya pribadi-sosial dengan depresi. Partisipan yang

    dilibatkan dalam penelitian adalah 2.586 remaja yang bertempat tinggal di Daerah

    Istimewa Yogyakarta. Semua indeks ketepatan model sesuai dengan kriteria yang

    diharapkan. Dari dua model yang disusun berdasarkan jenis kelamin, model pria

    mampu menjelaskan sebesar 6% dan model wanita menjelaskan 86% variasi

    munculnya simtom depresi.

    II.5.2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Finda Fatmawati (2007) dengan judul

    Hubungan antara konflik orang tua (Ayah-Ibu-Anak) dengan depresi pada remaja

    penelitian ini menggunakan subjek purpose sampling. Hasil penelitiannya adalah

    untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konflik orang tua (Ayah dan Ibu)

  • Anak dengan depresi pada remaja. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi 2

    yogyakarta tahun ajaran 2007-2008. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

    akan dilakukan oleh peneliti adalah tempat penelitian, dan fokus penelitiannya.

    Tempat penelitian dilakukan Di SMA Budhi Warman Jakarta Timur dan penelitian

    yang akan dilakukan peneliti adalah mengenai Analisis faktor-faktor yang

    berhubungan dengan resiko terjadinya depresi pada remaja.

    II.5.3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asmika, Harijanto, dan Nina Handayani

    (2008) dengan judul Prevalensi depresi dan gambaran stressor psikososial pada

    remaja sekolah menengah umum di wilayah kota madya Malang penelitian ini

    menggunakan metode deskriptif cross sectional pada populasi remaja SMU Kota

    Madya Malang. Pemilihan jenjang sekolah ini karena siswa SMU dianggap remaja

    yang sedang mengalami masa pubertas serta mempunyai tanggung jawab yang lebih

    besar. Sebagai populasi target dipilih 3 SMU secara purposive yang mewakili 3

    tingkat kefavoritan yaitu paling favorit, sedang, dan tidak favorit berdasarkan opini

    masyarakat. Sebagai sampel adalah remaja kelas 1-3 SMU yang diambil secara

    proportional random sampling, dengan total sampel 458 responden. Pengukuran

    faktor resiko dan prediksi depresi dilakukan dengan menggunakan instrument baku

    dari Beck Depression Inventory (BDI) dan Holmes and Rahe Stressor Scale for youth

    (HRSSY) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Presentasi dari Beck

    depression inventory dikelompokkan sebagai berikut:

    0-9 : Normal

    10-15 : Depresi Ringan

    16-23 : Depresi Sedang

    24-63 : Depresi Berat

  • II.6.Kerangka Teori

    Dari tinjauan teori diatas maka dibuat kerangka teori dalam bentuk bagan di bawah ini

    Skema 2.3

    Kerangka Teori Penelitian (Stuart, 2006)

    Input Proses Output

    A. Faktor internal1. Umur2. Jenis kelamin3. Tingkat

    pendidikanB. Faktor eksternal1. Faktor predisposisi

    a. Genetikb. Pengalaman

    masa anak-anak c. Kehilangand. Kepribadiane. kognitif

    2. Faktor presipitasia. Psikologisb. Social budayac. Biologis

    Proses terjadinya depresi

    Depresi

    Terapi untuk mengatasi depresi:

    1.CBT (Cognitif Behavioral Therspy)

    2.Psychodinamic Psychoterapi

    3.Interpersonal Psychoteray

    4.Terapi Supeortif

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. Remaja

    II.1.1. Pengertian Remaja

    Hurlock, (2008 ) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.

    Menurut Papalia dan Olds (2009), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

    Hurlock (2008) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 2008). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Papalia & Olds, 2009).

    Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.

    II.1.2. Ciri-ciri Remaja

    Menurut Santrock (2003), Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

    1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.

    2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

    3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

    4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

    II.1.3. Aspek-aspek perkembangan pada remaja

    1. Perkembangan fisik

    Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2009). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif. Papalia dan Olds, (2009).

    2. Perkembangan kognitif

    Menurut Santrock (2003), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

    Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. (Piaget Papalia & Olds, 2009) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan social yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (Papalia & Olds, 2009). Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan dimasa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2002).

    Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme Papalia & Olds, (2009). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Papalia & Olds, (2009) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel. Personal fabel adalah "suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi cerita itu tidaklah benar". Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2009) dengan mengutip Elkind menjelaskan personal fable sebagai berikut : Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam.

    Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri (self-destructive) oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara logis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil (karena perilaku seksual yang dilakukannya), atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya (saat mengendarai mobil), atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang (drugs) berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain bukan pada dirinya.

    3. Perkembangan kepribadian dan social

    Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik, sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2009). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Papalia & Olds, 2009).

    Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Papalia & Olds, 2009). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman ( Papalia & Olds, 2009). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya sangat besar. Pada diri remaja pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya.

    Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Papalia & Olds (2009) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus dan sebagainya.

    II.1.4. Tahapan Remaja

    Masa remaja merupakan masa yang sulit, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang pesat dalam ukuran dan bentuk, dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan mulai terlihat, sehingga masa remaja sering disebut sebagai masa kritis (critical phasse) bagi kehidupan seseorang (WHO,1997). Terdapat banyak pendapat mengenai batasan usia remaja tetapi pada umumnya bervariasi antara 10 sampai 24 tahun. WHO membaginya dalam 3 kategori yaitu: remaja awal (early adolescence) usia antara 10 sampai 14 tahun, remaja madya (mid adolescence) usia antara 15 sampai 17 tahun dan remaja akhir (late adolescence) usia antara 18 sampai 21 tahun. Sedangkan BKKBN (2002) membagi remaja berdasarkan tahapan usia sebagai berikut :

    1. Remaja sehat usia antara 11-13 tahun yang ditandai dengan adanya masa akil baligh atau pubertas.

    2. Remaja sehat usia antara 14-18 tahun yang ditandai dengan dimulainya hubungan dengan lawan jenis atau pacaran.

    3. Remaja sehat usia antara 19-21 yang ditandai dengan kematangan fisik, mental dan sosial.

    Menurut Santrock (2003) membagi usia remaja menjadi empat tahapan, walaupun tanpa memberikan batas usia biologis untuk tiap tahapan. Tahapan tersebut adalah :

    1. Masa Juvenil

    Suatu tahap psikologis yang terletak diantara masa anak-anak dan masa pra remaja. Dalam masa ini perkembangan intelektual anak berlangsung sangat cepat, kemampuan memantau pikirannya sendiri berkembang dan mulai mempunyai perhatian terhadap lawan jenisnya.

    2. Masa Pra Remaja

    Masa ini relatif sangat singkat, jika masa juvenil ditandai dengan perluasan hubungan sosial. Maka pada masa ini anak secara pasti beranjak keluar dari lingkungan keluarga dan belajar mengenal berbagai manusia di dunia luar, tetapi belum sepenuhnya terlepas dari orang tuanya.

    3. Masa Remaja Awal

    Masa ini kebutuhan sosial seorang remaja adalah mengembangakan hubungan yang semakin mendalam. Keinginannya untuk mandiri makin kuat, dalam tahap ini remaja belum cukup matang untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Pada masa ini remaja sudah dapat mengalami orgasme, mulai merasakan perkembangan kebutuhan interpersonal, kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan birahi yang dicoba diintegrasikan dengan kebutuhan interpersonal lainnya yaitu kebutuhan akan rasa aman.

    4. Masa Remaja Akhir

    Tahap ini remaja telah mencapai kemampuan untuk mengembangkan cita-citanya sesuai dengan pengalaman dan pendidikannya. Pada masa ini remaja sudah mampu mengarahkan dorongan nafsu genitalnya menjadi hubungan interpersonal yang disesuaikan dengan budaya, kesempatan dan persahabatan dengan seseorang yang dianggap sesuai. Dikatakan bahwa dalam tahap ini seseorang remaja sudah berkembang menjadi seseorang remaja yang utuh.

    II.1.5. Masalah Umum Pada Remaja

    Penyesuaian remaja terhadap situasi baru dapat menimbulkan masalah akibat masa transisi dari anak-anak menuju kedewasaan yang berlangsung begitu cepat. Seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja, berikut ini beberapa masalah yang dialami dalam kaitannya dengan penyesuaian diri terhadap lingkungannya (Santrock, 2002) :

    1. Kesulitan dalam hubungannya dengan orang tua.

    Merupakan masalah yang paling sering ditemui dan kerap manjadi inti yang mendasari munculnya masalah lain. Gejala kesulitan hubungan dengan orang tua biasanya disebabkan karena kesulitan komunikasi, yaitu kesulitan untuk saling mengerti.

    2. Masalah keluarga

    Anakanak dari keluarga broken home, merupakan anak-anak dengan kesulitan tersendiri. Keretakan hubungan keluarga akan menjadi masalah yang sulit bagi remaja karena mereka kehilangan orang yang menjadi panutan bagi dirinya. Kondisi ini dapat menimbulkan kompensasi tingkah laku sebagai cara remaja menyalurkan beban atau ketegangan emosinya.

    3. Masalah dengan teman sebaya

    Pengakuan dan penerimaan oleh teman-teman merupakan kebutuhan yang mutlak bagi remaja. Remaja-remaja yang terasing dari teman sebayanya akan mengalami kesepian, kesendirian dan rendah diri, termasuk dalam masalah pacar.

    4. Kesulitan belajar dan mendapat pekerjaan

    Kesulitan dalam bersaing dalam belajar dan pekerjaan bisa jadi menjadi pemicu remaja untuk bersaing secara tidak sehat.

    5. Masalah penyalahgunaan obat

    Remaja merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan norma-norma orang dewasa, bila memang ingin diidentifikasikan dengan kelompok sebaya dan tidak mau lagi dianggap anak-anak. Dalam kondisi yang demikian, rasa ingin tahu terhadap obat-obatan terus berkembang selama masa remaja, sehingga timbul kecendrungan untuk menganggap obat-obatan sebagai lambang yang penting bagi keanggotaan kelompok.

    6. Masalah seksualitas

    Masalah seksualitas di kalangan remaja timbul karena :

    a. Kurang adanya pendidikan seks yang tepat sehingga remaja buta terhadap masalah seks

    b. Banyaknya rangsangan pornografi baik berupa film, obrolan, gambar dan lain-lain.

    II.1.6. Penanganan Prilaku Negatif Remaja

    Menurut Santrock (2002) ada 5 ketentuan yang harus dipenuhi dalam menangani perilaku negatif remaja yaitu :

    1. Kepercayaan

    Remaja harus percaya kepada orang yang mau membantunya (orang tua, guru, psikolog, ulama dan sebagainya), harus yakin bahwa penolong ini tidak akan membohonginya dan kata-kata penolong ini memang benar adanya.

    2. Kemurnian Hati

    Remaja harus merasa bahwa penolong itu sungguh-sungguh mau membantunya tanpa syarat, karena itulah remaja lebih sering minta nasihat sama teman-temanya sendiri daripada orang tua mereka, walaupun teman-teman itu tidak bisa memberi nasihat atau mencarikan jalan keluar yang baik. Yang juga sering dijadikan sasaran untuk meminta bantuan adalah rubrik-rubrik konsultasi di berbagai majalah atau radio. Setidaknya remaja yakin bahwa pengasuh rubrik-rubrik semacam ini sungguh-sungguh mau membantu saja tanpa pamrih walaupun ia juga tahu bahwa jawaban mereka sering tidak tuntas karena terbatasnya ruang dan waktu dan informasi yang diberikan.

    3. Kemampuan mengerti dan menghayati (emphaty) perasaan remaja

    Dalam posisi yang berbeda antara anak dengan orang dewasa (perbedaan usia, perbedaan status, perbedaan cara berpikir dan sebagianya) sulit bagi orang dewasa khususnya orang tua untuk beremphaty pada remaja karena setiap orang (khususnya yang tidak terlatih) akan cenderung untuk melihat segala persoalan dari sudut pandangnya sendiri dan mendasarkan penilaian dan reaksinya pada pandangan sendiri.

    4. Kejujuran

    Remaja mengharapkan penolongnya menyampaikan informasi apa adanya termasuk hal-hal yang kurang menyenangkan. Apa yang salah dikatakan salah, apa yang benar dikatakan benar. Yang tidak biasa diterimanya adalah jika hal-hal yang dia salahkan, tetapi pada orang lain atau pada orangtuanya sendiri dianggap benar.

    5. Mengutamakan persepsi remaja sendiri

    Terlepas dari kenyataan atau pandangan orang lain, buat remaja pandangannya sendiri itulah yang merupakan kenyataan dan akan berekasi terhadap hal itu. Kemampuan untuk mengerti pandangan remaja berikut seluruh perasaan yang ada di balik pandangan remaja merupakan modal untuk membangun emphaty pada remaja

    II.2 Depresi

    II.2.1. Pengertian

    Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan respon emosional yang berat dikenal melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik dan fungsi social seperti perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan bekepanjangan (Stuart dan Sundeen, 2005).

    Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik: rasa susah, murung, sedih putus asa, dan tidak bahagia serta komponen somatic: anoreksia, konstipasi, kulit lemban(rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi menurun. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) (Iyus Yosep, 2009)

    Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada individu yang bersangkutan. Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat lagi dimengerti oleh orang lain.

    II.2.2. Rentang Respons Emosional (Depresi)

    Menurut Stuart dan Sundeen (2006)

    Skema 2.1

    Rentang Respon Emosional (Depresi)

    RESPONS ADAPTIF RESPONS MALADAPTIF

    Responsive Reaksi Kehilangan Supresi Reaksi Kehilangan Depresi

    Yang Wajar yang Memanjang

    1. Responsif adalah Respon emosional individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya. Pada rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal

    2. Reaksi kehilangan yang wajar merupakan posisi rentang yang normal dialami individu yang mengalami kehilangan misalnya bersedih, befokus pada diri sendiri, berhenti malakukan kegiatan sehari-hari. Reaksi kehilangan tersebut tidak berlangsung lama

    3. Supresi merupakan tahap awal yang maladaptif, dimana individu menyangkal, menekan, atau menginternalisasi semua aspek perasaannya terhadap lingkungan

    4. Reaksi berduka yang memanjang merupakan penyangkalan yang menetap dan memanjang tetapi tidak tampak reaksi emosional terhadap kehilangan. Reaksi berduka yang memanjang ini dapat terjadi beberapa tahun

    5. Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan respon emosional yang berat dikenal melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik dan fungsi social seperti perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan bekepanjanga

    II.2.3. Proses Terjadinya masalah

    Skema 2.2

    Proses Terjadinya Masalah pada Klien Depresi

    Menurut Iyus Yosep (2009)

    1. Adanya persepsi negative terhadap suatu masalah (seperti memandang dirinya tidak mampu apa-apa, lingkungan yang tidak mendukung, dan pengalaman yang semua ia terima adalah sumber masalah )

    2. Mekanisme koping yang maladaptive

    3. Sehingga terjadi akumulasi stress yang berkepanjangan

    4. Terjadi depresi

    5. Kemungkinan besar untuk menciderai diri.

    II.2.4. Dampak depresi pada remaja

    Menurut Fortinash (2003), Depresi dapat mengakibatkan dampak yang merugikan bagi si penderita seperti terganggunya fungsi sosial, fungsi pekerjaan, mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, mengalami ketidak berdayaan yang dipelajari, bahkan hingga tindakan bunuh diri yang menyebabkan kematian. Remaja hanya mengurung diri di kamar, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya semangat hidup, hilangnya kreativitas, antusiasme dan optimisme. Dia tidak mau bicara dengan orang-orang, tidak berani berjumpa dengan orang-orang, berpikir yang negatif tentang diri sendiri dan tentang orang lain, hingga hidup terasa sangat berat dan melihat masalah lebih besar dari dirinya. Remaja jadi pesimis memandang hidupnya, seakan hilang harapan, tidak ada yang bisa memahami dirinya, dan sebagainya.

    II.2.5. Ciri-ciri depresi

    Stuart (2006), ciri-ciri umum dari depresi adalah:

    1. Perubahan pada Kondisi Emosional

    a.Perubahan pada mood (periode terus-menerus dari perasaan terpuruk, depresi, sedih atau muram)

    b. Penuh air mata atau menangis

    c. Meningkatnya iritabilitas (mudah tersinggung), kegelisahan, atau kehilangan kesabaran

    d. Perubahan dalam Motivasi

    1) Perasaan tidak termotivasi, atau memiliki kesulitan untuk memulai (kegiatan) di pagi hari atau bahkan sulit bangun dari tempat tidur

    2) Menurunnya tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial

    3) Kehilangan kenikmatan atau minat dalam aktivitas menyenangkan

    4) Menurunnya minat pada seks

    5) Gagal untuk berespons pada pujian atau reward

    e. Perubahan dalam Fungsi dan Perilaku Motorik

    1) Bergerak atau berbicara dengan lebih perlahan daripada biasanya

    2) Perubahan dalam kebiasaan tidur (tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, bangun lebih awal dari biasanya dan merasa kesulitan untuk kembali tidur di pagi buta

    3) Perubahan dalam selera makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit)

    4) Perubahan dalam berat badan (bertambah atau kehilangan berat badan)

    5) Berfungsi secara kurang efektif daripada biasanya di tempat kerja atau di sekolah

    f. Perubahan Kognitif

    1) Kesulitan berkonsentransi atau berpikir jernih

    2) Berpikir negatif mengenai diri sendiri dan masa depan

    3) Perasaan bersalah atau menyesal mengenai kesalahan di masa lalu

    4) Kurangnya self esteem atau merasa tidak adekuat

    5) Berpikir akan kematian atau bunuh diri

    II.2.6. Tanda dan Gejala Depresi

    Menurut Stuart (2006) menyebutkan bahwa gejala-gejala depresi dapat dilihat dari segi fisik, psikis dan sosial.

    1. Gejala Fisik

    Gejala depresi yang kelihatan mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun secara fisik besar ada beberapa gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi. Gejala itu seperti:

    a. Gangguan pola tidur. Misalnya, sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur

    b. Menurunnya tingkat aktivitas. Pada umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti menonton TV, makan, dan tidur.

    c. Menurunnya efisiensi kerja. Orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energipada hal-hal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien dan tidak berguna, seperti misalnya ngemil, melamun, dan merokok terus-menerus

    d. Menurunnya produktivitas kerja. Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya seperti semula.

    e. Mudah merasa letih dan sakit. Jelas saja, depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan negatif, maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan, dan ia harus memikulnya di mana saja dan kapan saja, suka tidak suka.

    2. Gejala Psikis

    a. Kehilangan rasa percaya diri. Orang yang mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri.

    b. Sensitif. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya sensitif sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalah artikan. Akibatnya mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain, mudah sedih, murung dan suka menyendiri.

    c. Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama di bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka sukai.

    d. Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan.

    e. Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya. Mereka merasa tebeban berat karena merasa terlalu dibebani tanggung jawab yang berat.

    3. Gejala Sosial

    Depresi yang berawal adalah masalah diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas rutin lainnya). Lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

    Secara umum orang mengalami depresi karena salah satu kejadian atau situasi sebagai berikut:

    a. Kehilangan orang yang dicintai

    b.Peristiwa traumatis atau stressfull, misalnya mengalami kekerasan, deprifasi sosial yang kronik atau penolakan sosial

    c. Penyakit fisik yang kronis

    d. Obat-obatan atau narkoba

    e. Adanya penyakit mental lain

    f. Seseorang yang mempunyai orang tua atau saudara kandung yang mengalami depresi akan mengalami peningkatan resiko mengalami depresi juga.

    Terdapat tiga sindroma depresif utama pada remaja, yaitu:

    a.Sindroma pasrah dengan kesedihan, over-adaptasi, malu, menyendiri, gigit kuku dan agresivitas massif.

    b. Sindroma yang ditandai dengan hambatan dan penurunan gairah dengan retardasi psikomotor, apatis, bimbang, pendiam dan pasif.

    c. Sindroma cemas dengan auto dan hetero agresivitas, rasa tidak aman, ketagihan obat, sedih, kecenderungan bunuh diri.

    II.2.7. klasifikasi Depresi

    Menurut PPDGJ klasifikasi depresi adalah sebagai berikut:

    1. Episode depresi ringan

    a. Minimal harus ada dua dari tiga gejala utama depresi

    b. Ditambah sekurang- kurangnya dua gejala sampingan (yang tidak boleh ada gejala berat diantaranya)

    c. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

    d. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.

    2. Episode depresi sedang

    a. Minimal harus ada dua dari 3 gejala utama

    b. Ditambah sekurang- kurangnya 3 (dan sebaiknya empat) dari gejala lainnya

    c. Seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu

    d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

    e. Tanpa gejala somatik atau dengan gejala somatik.

    3. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

    a. Gemua gejala utama harus ada

    b. Ditambah minimal 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat

    c. Episode depresi terjadi minimal 2 minggu, namun dibenarkan dalam kurung waktu yang lebih singkat apabila gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

    d. Sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

    4. Episode depresi berat dengan gejala psikotik

    a. Memenuhi seluruh kriteria episode depresi berat tanpa gejala psikotik

    b. Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresi

    II.2.8. Faktor Resiko Depresi

    Depresi secara khusus terjadi pada akhir usia 20an akan tetapi sebenarnya dapat terjadi pada semua usia. Meskipun penyebab tepat depresi tidak diketahui, ilmuan telah mengidentifikasi faktor tertentu yang meningkatkan risiko berkembangnya atau memicu munculnya depresi, yaitu:

    1. Memiliki hubungan biologis dengan orang yang memiliki depresi

    2. Wanita

    3. Memiliki kejadian traumatis saat anak-anak

    4. Memiliki hubungan biologis dengan catatan pecandu alkohol

    5. Memiliki anggota keluarga yang mengalami kejatuhan

    6. Memiliki pengalaman kejadian hidup yang memberikan tekanan, seperti kematian orang yang dicintai

    7. Memiliki banyak teman atau hubungan personal

    8. Memiliki suasana hati depresi ketika kecil

    9. Memiliki penyakit serius, seperti kanker, serangan jantung, Alzheimer atau HIV/AIDS

    10. Memiliki sifat tertentu, seperti rendahnya kepercayaan diri dan ketergantungan yang berlebih, mengkritik diri sendiri atau pesimistis

    11. Penyalahguanan alkohol, nikotin atau obat-obatan terlarang

    12. Mengambil pengobatan medis atas tekanan darah tinggi yang dimiliki, meminum obat tidur atau pengobatan medis tertentu lainnya (bicara pada dokter anda sebelum berhenti menjalani pengobatan medis tertentu yang anda pikir mengakibatkan berubahnya suasana hati anda)

    II.3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Resiko Depresi pada Remaja

    Menurut Stuart dan Sundeen (2006), depresi dapat disebabkan oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Adapun faktor predisposisi yaitu:

    II.3.1.Teori Genetik

    Anak-anak yang memiliki orangtua depresi maka akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi pada usia remaja. Dengan demikian, faktor gentik akan meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami depresi.

    II.3.2.Pengalaman masa anak-anak

    Jika seorang anak mengalami perlakuan yang tidak adil dari orangtuanya, hidup dalam keluarga yang tidak harmonis maka akan menyebabkan goncangan emosi yang memicu respon fisiologis dan psikologis yang mengakibatkan depresi.

    II.3.3.Faktor Kehilangan

    Berhubungan dengan faktor perkembangan, misalnya kehilanganorang tua pada masa anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang sangat dicintai. Individu tidak berdaya mengatasi kehilangan.

    II.3.4.Faktor Kepribadian

    Teori kepribadian mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan seseorang mengalami depresi atau mania. Tipe kepribadian yang diingkat adalah:

    1. SanguinisDitandai dengan sifat hangat, lincah, bersemangat, meluap-luap, dan pribadi yang menyenangkan. Pengaruh/kejadian luar akan gampang masuk ke pikiran dan perasaan yang meledak-ledak. Orang sanguinis sangat ramah kepada orang lain, sehingga dia biasanya dianggap seorang yang sangat eksrovert.

    Kekuatan : Mempunyai kepribadian yang menarik, suka berbicara, rasa humor yang hebat dan antusias, periang, ekspresif dan penuh semangat. Sebagai seorang teman, orang sanguinis mudah berteman, suka dipuji, bukan pendendam, cepat minta maaf dan suka menjadi sukarelawan.

    Kelemahan: Mereka tidak benar-benar menerima diri secara serius, suka bicara banyak, mementingkan diri sendiri, pelupa, tanpa kesalahan ( tidak benar-benar percaya bahwa mereka mempunyai kesalahan besar). tidak tertib dan tampak tidak dewasa.

    2. KolerisCholeris adalah tipe yang tampil hangat, serba cepat, aktif, pasif, berkemauan keras, dan sangat independen. Dia cenderung tegas dan berpendirian keras, dengan gampang dapat membuat keputusan bagi dirinya dan bagi orang lain. dia tidak butuh digerakan dari luar, malah mempengaruhi lingkungannya dengan gagasan-gagasannya, rencana, tujuan,dan ambisinya yang tak pernah surut.

    Kekuatan :Berbakat memimpin , dinamis dan aktif, sangat memerlukan perubahan, tidak emosional dan tidak mudah patah semangat, bebas dan mandiri. Sebagai teman, tipe ini tidak terlalu memerlukan teman, mau bekerja untuk kegiatan, mau memimpin dan unggul dalam keadaan darurat.

    Kelemahan : Tuan tanpa salah (orang lain yang salah), benar-benar pekerja keras, tidak tahu cara bagaimana menangani orang lain.

    3. Melankolis

    Melankolis adalah orang yang suka berkorban, analisis, betipe perfektionis dengan sifat emosi yang sangat sensitif. Makanya dia tipe yang paling "kaya" di antara semua temperamen. Tidak seorang pun yang dapat menikmati keindahan karya seni melebihi seorang melankolis. apabila sedang bergembira maka sifatnya lebih ekstrovet. namun, apabila sedang murung, maka ia bisa menjadi seorang yang begitu antagonis.

    Kekuatan :Me