Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid...

152
i ABSTRAK Kekerasan dengan mengatasnamakan agama beberapa dekade tarakhir ini terus meningkat. Bukan hanya konflik yang melibatkan antar pemeluk agama saja, tapi juga terjadi pada internal umat beragama yang ada di Indonesia. Pengakuan akan kebenaran mutlak (truth claim) dalam mendakwahkan agama, atau klaim sepihak terhadap pendapatnya yang paling benar, dengan menganggap yang lain salah, dalam menafsirkan teks suci agama merupakan benih-benih yang setiap saat bisa menjadi pemicu meletusnya konflik. Kesadaran akan kebangsaan, termasuk adanya realitas pluralitas, yang dibingkai NKRI berdasar Pancasila terus mengalami degradasi ditengah-tengah masyarakat sehingga tidak mampu lagi menjadi pilar pemersatu. Kondisi yang ada tersebut seharusnya menjadi perhatian serius oleh semua pihak dalam rangka mengurangi benturan-benturan yang terjadi ditengah masyarakat karena adanya perbedaan nilai atau norma yang ada. Sedikit orang yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya, K.H. Abdurrahman Wahid. Sebagai mantan ketua PBNU dan mantan Presiden, Gusdur dikenal sebagai pelindung kaum minoritas, sebagai bagian implementasinya dalam menjaga nilai pluralisme. Pada saat yang sama Gusdur menolak bentuk dakwah yang menggunakan kekarasan atas nama agama. Maka menarik untuk mengetahui apa pendapat Gusdur tentang dakwah dan pluralisme. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun metode dalam menganalisis data dengan analisis deskriptif, yaitu suatu metode yang membahas permasalahan dengan memaparkan temuan data dari subjek penelitian untuk mendapatkan kesimpulan dengan berdasarkan kajian teori yang telah dilakukan sebelumnya. Tehnik pengumpulan datanya adalah dengan penelitian kepustakaan, yaitu dengan mencari bahan-bahan dalam bentuk buku, artikel lepas atau pencarian data dengan menggunakan media internet. Bagi Gusdur dakwah yang paling baik adalah dengan pendekatan budaya atau dakwah kultural. Seorang yang berdakwah tidak harus dilakukan secara formal, yaitu seorang da’i tidak harus menyelipkan ayat al-Quran atau Hadist Nabi. Dan yang paling penting bagi seorang da’i adalah meminimalisir penengakan amr ma’ruh nahi munkar dengan cara paksaan atau kekerasan. Pada sisi lain upaya untuk menjaga pluralisme bagi Gusdur adalah suatu kewajiban konstitusi dalam melindungi setiap hak-hak warga negara. Bagi Gusdur Perjuangan menyebarkan nilai-nilai pluralisme merupakan perintah agama, sebagai suatu realitas Ilahi dalam menciptakan mahluknya yang berbeda-beda. Dakwah adalah upaya seorang da’i untuk mengajak dan menawarkan manusia ke jalan kebaikan sesuai prinsip-prinsip Islam. Bagi praktisi dakwah hal yang paling mendasar bagaimana cara mengemas atau metode yang digunakan untuk berdakwah. Dalam hal ini Gusdur lebih mengedepankan dakwah kultural, yaitu suatu metode dakwah dengan menggunakan pendekatan kebudayaan- kebudayaan lokal, sekaligus menolak bentuk dakwah dengan tindakan kekerasan. Dengan demikian pemeliharaan terhadap nilai pluralisme sebagai bagian dari warisan budaya tetap terjaga.

Transcript of Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid...

Page 1: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

i

ABSTRAK

Kekerasan dengan mengatasnamakan agama beberapa dekade tarakhir ini

terus meningkat. Bukan hanya konflik yang melibatkan antar pemeluk agama saja, tapi juga terjadi pada internal umat beragama yang ada di Indonesia. Pengakuan

akan kebenaran mutlak (truth claim) dalam mendakwahkan agama, atau klaim sepihak terhadap pendapatnya yang paling benar, dengan menganggap yang lain

salah, dalam menafsirkan teks suci agama merupakan benih-benih yang setiap saat bisa menjadi pemicu meletusnya konflik. Kesadaran akan kebangsaan, termasuk

adanya realitas pluralitas, yang dibingkai NKRI berdasar Pancasila terus mengalami degradasi ditengah-tengah masyarakat sehingga tidak mampu lagi

menjadi pilar pemersatu.

Kondisi yang ada tersebut seharusnya menjadi perhatian serius oleh semua

pihak dalam rangka mengurangi benturan-benturan yang terjadi ditengah

masyarakat karena adanya perbedaan nilai atau norma yang ada. Sedikit orang

yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya, K.H. Abdurrahman

Wahid. Sebagai mantan ketua PBNU dan mantan Presiden, Gusdur dikenal

sebagai pelindung kaum minoritas, sebagai bagian implementasinya dalam

menjaga nilai pluralisme. Pada saat yang sama Gusdur menolak bentuk dakwah

yang menggunakan kekarasan atas nama agama. Maka menarik untuk mengetahui

apa pendapat Gusdur tentang dakwah dan pluralisme.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun

metode dalam menganalisis data dengan analisis deskriptif, yaitu suatu metode

yang membahas permasalahan dengan memaparkan temuan data dari subjek penelitian untuk mendapatkan kesimpulan dengan berdasarkan kajian teori yang

telah dilakukan sebelumnya. Tehnik pengumpulan datanya adalah dengan penelitian kepustakaan, yaitu dengan mencari bahan-bahan dalam bentuk buku,

artikel lepas atau pencarian data dengan menggunakan media internet. Bagi Gusdur dakwah yang paling baik adalah dengan pendekatan budaya

atau dakwah kultural. Seorang yang berdakwah tidak harus dilakukan secara formal, yaitu seorang da’i tidak harus menyelipkan ayat al-Quran atau Hadist

Nabi. Dan yang paling penting bagi seorang da’i adalah meminimalisir

penengakan amr ma’ruh nahi munkar dengan cara paksaan atau kekerasan. Pada

sisi lain upaya untuk menjaga pluralisme bagi Gusdur adalah suatu kewajiban

konstitusi dalam melindungi setiap hak-hak warga negara. Bagi Gusdur

Perjuangan menyebarkan nilai-nilai pluralisme merupakan perintah agama,

sebagai suatu realitas Ilahi dalam menciptakan mahluknya yang berbeda-beda.

Dakwah adalah upaya seorang da’i untuk mengajak dan menawarkan

manusia ke jalan kebaikan sesuai prinsip-prinsip Islam. Bagi praktisi dakwah hal

yang paling mendasar bagaimana cara mengemas atau metode yang digunakan

untuk berdakwah. Dalam hal ini Gusdur lebih mengedepankan dakwah kultural,

yaitu suatu metode dakwah dengan menggunakan pendekatan kebudayaan-

kebudayaan lokal, sekaligus menolak bentuk dakwah dengan tindakan kekerasan.

Dengan demikian pemeliharaan terhadap nilai pluralisme sebagai bagian dari warisan budaya tetap terjaga.

Page 2: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

ii

KATA PENGANTAR

Bisimillahirrahmaanirrahiim

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya. Akhirnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Dakwah dan Pluralisme: Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid”

dengan baik.

Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan serta tauladan kita

Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Selanjutnya, dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit halangan dan

rintangan yang penulis hadapi. Dan tidak sedikit pula peran serta dari berbagai

pihak dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Oleh sebab itu penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak. Drs. Wahidin Saputra, M.Ag, pembimbing skripsi sekaligus ketua

jurusan dan Ibu Umi Musyarofah, MA, sebagai Sekertaris Jurusan

Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Segenap dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang memberikan bekal ilmu kepada penulis.

4. Segenap staf Perpustakaan FDK, Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam hal administrasi,

peminjaman buku-buku/referensi, sehingga penulisan skripsi ini selesai.

Page 3: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

iii

5. Bapak H. Sunardi dan Hj. Surni, orang tua penulis yang telah memberikan

segalanya sehingga penulis berhasil menyelesaikan studi ini.

6. Kakak-kakak dan adikku yang telah memberikan banyak dukungannya

sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman “éRSOUS” (Lembaga Kajian Agama dan Sosial), yang

tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terimakasih banyak selalu

memberikan motivasi dan mendoakan saya.

8. Teman-teman IRMUSKU (Ikatan Remaja Muslim Kumelun), terimakasih

atas dukungannya dalam memberi semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini.

9. Teman-teman yang tergabung dalam ALASKA (Alumni al-Muayyad

Surakarta), Alip, syaiful, Imam, Iqoh dan lainnya yang tidak henti-

hentinya mengejek, menekan secara psikis kepada penulis dengan satu

tujuan yang mulia, supaya penulis terus semangat dalam menyusun skripsi.

10. Teman-temanku “KPI 2002” terutama kelas D, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu, banyak suka duka telah kita lalui bersama, semoga

apa yang telah kita lakukan dalam menempuh studi tercatat sebagai amal

ibadah.

Akhirnya penulis ucapkan terimakasih atas segala bantuan yang telah

diberikan, semoga amal ibadah mereka diterima oleh Allah SWT. Amiin.

Jakarta, 18 Juni 2009

Penulis

Page 4: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1

B. Perumusan Masalah ................................................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 10

D. Metodologi Penelitian ................................................................ 11

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 12

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 13

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pemikiran .................................................................................. 15

B. Dakwah .................................................................................... 20

1. Pengertian ............................................................................. 20

2. Unsur-Unsur Dakwah ........................................................... 26

3. Media Dakwah...................................................................... 42

4. Tujuan Dakwah..................................................................... 44

5. Strategi Dakwah Merespon Problematika Ummat ................. 45

6. Dakwah Kultural Walisanga.................................................. 51

7. Fenomena Dakwah Kontemporer .......................................... 57

Page 5: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

v

B. Pluralisme ................................................................................ 60

1. Pengertian ............................................................................. 60

2. Pluralisme dalam al-Quran .................................................... 67

3. Praktik Pluralisme pada Masa Nabi....................................... 75

4. Konsep Kebangsaan.............................................................. 79

5. Indonesia, diantara Pluralisme dan Fundamentalisme ............ 84

BAB III BIOGRAFI K.H. ABDURRAHMAN WAHID

A. Latar Belakang Keluarga............................................................ 89

B. Pendidikan ................................................................................. 92

C. Perjalan Karir ............................................................................. 99

D. Gusdur, Presiden Pasca Reformasi ............................................. 102

E. Pelindung Kaum Minoritas ......................................................... 105

BAB IV PLURALISME dan DAKWAH MENURUT K.H.

ABDURRAHMAN WAHID

A. Dakwah Menurut K.H. Abdurrahman Wahid ............................. 110

B.Pluralisme Menurut K.H. Abdurrahman Wahid ........................... 119

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................ 137

B. Saran.......................................................................................... 139

Page 6: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aksi kekerasan atas nama agama beberapa tahun terakhir sering terjadi di

Indonesia. Negara yang di dalamnya terdiri dari berbagai pemeluk agama yang

berbeda, suku-suku dengan ribuan bahasa daerahnya dan bentangan pulau dari

Sabang sampai Merauke membuat Indonesia tersusun dari sebuah realitas yang

sejatinya adalah masyarakat plural1. Namun sayangnya negeri yang dulu tersohor

masyarakatnya santun terhadap siapapun dan terbuka sekaligus toleran terhadap

setiap perbedaan, dalam sekejap seakan musnah begitu saja.

Rentetan kerusuhan masal tak terhitung jumlahnya. Kalau kita

klasifikasikan ada tiga periode yang semuanya berkesinambungan. Pertama,

periode pra reformasi. Pada periode ini terjadi aksi kerusuhan yang melibatkan

kaum pribumi dan non pribumi dalam hal ini etnis China. Kalau mau merunut di

mulai dari peristiwa pembakaran puluhan gereja dan sekolah-sekolah Kristen di

Situbondo pada 10 Oktober 1996. Kemudian masih pada tahun yang sama, pada

tanggal 26 Desember terjadi kasus Tasikmalaya. Kali ini vihara, klenteng,

1 Yudi latif menyebut bahwa masyarakat plural Indonesia adalah sebuah masyarakat

plural par execeleency. Bukan hanya plural dalam arti kelompok-kelompok tapi juga plural dalam

tradisi-tradisi agama besar.(The Wahid Institut) Sedangkan Reza A.A Wattimena menyebut bisa

disebut masyarakat plural atau majemuk jika memenuhi satu dari dua definisi.

Pertama,masyarakat yang terdiri dari komunitas etnis yang berbeda-beda, komunitas tersebut

hidup terpisah dan masing-masing memiliki moralitasnya sendiri. Kedua,masyarakat yang hidup

dalam komunitas yang sama namun dipisahkan satu sama lain oleh pasar. (www.averroes.or.id)

Page 7: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

vii

sejumlah gereja serta beberapa faisilitas umum di rusak massa. Hal yang sama

juga terjadi pada 23 mei 1997 kali ini Rengas Dengklok menjadi lahan

pembakaran tempat- tempat ibadah.

Dari ke tiga kerusuhan tersebut beberapa pengamat melihat adanya faktor

kesenjangan sosial antara pribumi dan non pribumi dalam hal ini etnis China.

Sementara Gusdur dalam komentarnya menyatakan bahwa kerusuhan yang terjadi

pada waktu itu bukanlah berdasar motif agama, melainkan soal ekonomi politik.2

Lebih lanjut Gusdur menduga bahwa ada semacam ketidak-puasan yang dirasakan

masyarakat kecil karena melihat kesenjangan sosial di sertai marginalisasi

ekonomi dan politik. Situasi semacam ini kemudian di manfaatkan kalangan elit

politik di Jakarta sebagai suatu alat untuk memuluskan jalan menuju kedudukan

tertentu. Meski demikian kerusuhan-kerusuhan tersebut membenturkan pemeluk

agama Islam sebagai mayoritas dan Kristen serta Tionghoa pada kelompok

minoritas.

Periode selanjutnya pada saat terjadinya gerakan reformasi pada Mei 1998.

Gerakan yang di pelopori mahasiswa ini menuntut Soeharto turun dari kekuasan

tertinggi di negeri ini. Celaknya gerakan yang sejatinya adalah gerakan politik itu

jauh dari yang apa yang di perkirakan sebelumnya. Sebelum Soeharto turun

terjadi huru-hara yang sangat hebat di Jakarta dan beberapa daerah lain. Di Jakarta

perusakan dan penjarahan terhadap super market, gedung perkantoran dan toko-

toko yang di identifikasi milik kaum bermata sipit begitu menakutkan.

Pemerkosaan dan pembantaian juga lebih banyak terjadi kepada keturunan

2 Abd. Moqsith Ghazali, Prakarsa perdamaian, Tashwirul Afkar, Jakarta, 2007 . hal.3

Page 8: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

viii

Tionghoa yang menjadi korbannya. Akan sangat lazim kita jumpai pada waktu itu

di depan toko-toko dan rumah warga memasang tulisan ‘Pro reformasi atau

pribumi’ sebagai antisipasi terhadap tindakan penyerangan.3

Priode pasca reformasi menjadi priode panjang dari daftar kekerasan yang

terjadi di negeri ini. Pada priode ini terdapat aksi kekerasan serta kerusuhan masal

dengan motif yang berbeda serta melibatkan isu yang lebih komplek. Pertentangan

antara Muslim dan Kristen seperti penutupan 23 gereja di Bandung, Cimahi dan

Garut yang berlangsung sejak akhir 2002 sampai kasus terakhir penutupan Gereja

Kristen Pasundan Dayeuhkolot di bandung pada 22 Agustus 2005 lalu.4

kerusuhan yang bersifat etnisitas juga memperburuk priode ini. Pada tahun

1999 terjadi kasus pertikaian antara Madura, melayu, Bugis dan Dayak di Sambas

Kalimantan Barat. Kemudian, pada tahun 2001 letupan kembali muncul yang

melibatkan suku Dayak dan Madura kali ini di daerah Sampit Kalimantan Tengah.

Berdasarkan catatan KOMNAS HAM korban jatuh mencapai sekitar 400 jiwa dan

ratusan rumah di bakar dan di rusak.5

Terakhir kekerasan dengan mengatasnamakan agama Islam yang di

identifikasi sebagai kelompok fundamentalisme Islam atau Islam garis keras.6

Tindak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini variatif, dari aksi bom bunuh

3 Kerusuhan Mei 1998 ( Di akses dari Wikipedia Indonesia pada 31 juli 2008)

4Penutupan tersebut dilakukan oleh kelompok yang mengaku sebagai Barisan Anti

Pemurtadan (BAP) dan Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) yang terdiri dari berbagai

elemen organisasi masyarakat yang berlabel agama diantaranya adalah Front Pembela Islam (FPI)

selengkapnya lihat di www.tempointeraktif.com diakses pada kamis 31 juli 2008 5 www.liputan6.com /2001/03 di akses pada 24 Juli 2008

6 Terminologi Fundamentalisme sesungguhnya lahir dari tradisi barat menunjuk pada

gerakan protestan Amerika pada abad kembilan belas masehi. Gerakan ini memiliki prototipe

penafsiran Injil dan seluruh teks agama secara literal dan menolak cara penakwilan atas teks,

demikian pendapat Agung primamorista. Namun perkembangan selanjutnya setelah peristiwa 11

september 2001 kata ini lebih sering ditunjukan kepada kelompok Islam berhalauan keras. Lihat

Fundamentalisme pada www.mediaisnet.com

Page 9: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

ix

diri, penutupan tempat ibadah non muslim. Selain itu ciri dari kelompok ini juga

terkesan keras dengan orang-orang sesama muslim yang berbeda pendapat dalam

menafsirkan sebuah teks suci. Aksi pengeboman Bali I 12 Oktober 2002 menjadi

semacam di mulainya oprasi para teroris di Indonesia dalam melakukan aksinya.

Setelah itu di susul berbagai aksi bom bunuh diri yang terjadi di JW Marriot,

kedutaan Australia, bom Bali II dan lain sebagainya. Aksi teroris yang terjadi di

Indonesia tidak bisa di pisahkan dari peledakan menara kembar WTC dan

Pentagon. Simbol kekuatan ekonomi kapitalis Amerika sekaligus simbol

pertahanan negara super power hancur dalam sebuah serangan bunuh diri oleh

para teroris dengan menabrakan pesawat non komersil.

Kecenderungan yang paing mutakhir justru lebih menghawatirkan karena

pertentangan bukan hanya antara pemeluk agama tapi sudah menyentuh sesama

muslim. Pertentangan biasanya dipicu atas tafsir teks suci serta perbedaan cara

pandang dalam menyelesaikan masalah. Menganggap pendapatnya yang paling

benar dan yang lain salah dengan di tambah unsur pemaksaan kehendak dengan

cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Kelompok dengan karakter

demikian dapat kita jumpai seperti HTI ( Hizbut Tahrir Indonesia), MMI (Majelis

Mujahidin Indonesia) dan FPI (Front Pembela Islam). Adapun kelompok yang

disebut terakhir akan sangat mudah kita ingat karena aksi-aksi kebrutalannya yang

tidak mempedulikan hukum yang berlaku. Setidaknya setiap memasuki bulan suci

Ramadhan semacam ritual tahunan yang wajib hukumya. FPI melakukan sweping

ke tempat hiburan malam serta memaksa tutup pedagang makanan yang berjualan

pada siang hari karena dianggap tidak menghormati orang yang sedang berpuasa.

Page 10: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

x

Kemudian kasus penyerangan FPI terhadap massa Aliansi Kebangsaan

untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang sedang

memperingati hari lahir pancasila tanggal satu Juli baru-baru ini semakin

mempertegas watak fundamentalis yang tidak kenal kata kompromi. Peristiwa

Monas di picu silang pendapat mengenai keberadaan Jemaat Ahmadiyah di

Indonesia berubah menjadi penyerangan secara brutal tepat di tengah jantung

simbol kebanggaan Jakarta. Tragedi itu sendiri mengakibatkan 74 orang luka-luka

dan beberapa diantaranya mendapat perawatan cukup serius di rumah sakit. 7

Peristiwa yang mendapat liputan luas dari media massa dan perhatian masyarakat

karena diantara korban berjatuhan kebetulan terdapat tokoh terkenal seperti Prof.

Syafi’I Anwar.

Fakta-fakta di atas merupakan tragedi kemanusian yang sangat memilukan

di negeri ini. Negeri yang di bangun atas dasar pluralitas ini mengalami gangguan

yang membahayakan. Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang menjadi landasan kita

untuk hidup berdampingan seakan tidak mampu membendung arus perpecahan

dalam masyarakat. Pada sisi lain keadaan demikian justru menjadi paradoks.

Pertama Indonesia yang di huni mayoritas beragama muslim akan dianggap

sebagai golongan penindas terhadap kaum minoritas agama lain. Padahal Islam

sebagai agama sangat menghargai adanya perbedaan. Bahkan dalam Al Quran,

Allah telah menjelaskan mengenai kondisi dunia yang di tinggali manusia.

7 Diakses pada 27 Juli 2008 dari www.kompas.com/2008/06

Page 11: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xi

Artinya: “Wahai manusia, kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan

kami ciptakan kamu dalam bentuk suku dan bangsa supaya kalian

saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara

kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa di antara kamu. Sungguh

Allah Mahatahu dan Maha waspada.” (Q. S. Al-Hujurat [49]: 13).

Doktrin otentik yang demikian jelas sayangya jarang di jadikan sebagai

landasan untuk menerima kenyataan bahwa kita di ciptakan dari beragam bentuk

fisik yang mendiami bentangan wiayah bumi yang luas dengan melahirkan

perbeadaan-perbedaan.

Pembacaan terhadap konflik bernuansa agama sebenarnya dapat di lacak

asal-usulnya. Indonesia semenjak kelahirannya dipenuhi perdebatan sangat sengit

mengenai dasar negara. Maka tidak heran setelah Indonesia menyatakan

kemerdekaan banyak pemberontakan-pemberontakan pada beberapa dekade

berdirinya republik ini. Pemberontakan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo,

PRRI/PERMESTA pimpinan Alex Kawilarang, Kahar Muzakar di Sulawesi

kemudian Ibnu Hajar di Kalsel serta Daud Beureuh di Aceh.8 Perdebatan apakah

Indonesia sebagai negara sekuler atau negara Islam masih terus mewarnai perjalan

panjang bangsa hingga saat ini. Ada sebagian kelompok kecil Muslim Indonesia

masih belum menerima sepenuhnya terhadap kosensus dasar negara Pancasila

dengan UUD 1945. Hingga sekarang perjuangan untuk menegakkan negara Islam

8 Gusdur dalam pengantar, Al Quran Kitab Toleransi, Fitrah, Jakarta 2007, Cet.Pertama

Page 12: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xii

setidaknya masih menjadi bagian utama cita-cita beberapa kelompok organisasi

Islam.

Apa yang dilakukan beberapa kelompok organisasi yang

mengatasnamakan Islam di atas di dasari atas keyakinan bahwa salah satu

kewajiban sebagai seorang muslim ialah berdakwah. Melalui keyakinan dasar ini

sebagian muslim menganggap bahwa Dakwah Islamiyah harus sampai kepada

siapapun dan dilakukan sampai kapanpun. Dari sini bisa dipetakan garis atau

corak dakwah yang di usung dari organisasi individu yang ada.

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

menyuruh kepada yang ma’ruf , dan mencegah dari yang mungkar dan

beriman kepada Allah. Sekiranya Ahlu Kitab beriman, tentulah itu

lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun

kebanyakan mereka adalah fasik” .(Ali Imron:110)

Hadist Nabi yang menjelaskan tentang perintah berdakwah,“Sampaikalah

dari padaku walau satu ayat”. Inilah dasar kewajiban sebagai seorang muslim

dalam berdakwah. Meskipun dalam pengetahuannya yang terbatas, namun bagi

seorang muslim bukan berarti dia bisa lepas dari kewajiban tersebut.

Sebagaimana kristen yang terkenal dengan istilah misionaris. Dakwah juga

merupakan suatu cara atau jalan menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh umat

Page 13: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xiii

manusia. Namun sayangnya dalam upaya untuk mengajak kepada jalan kebaikan

terkadang beberapa kelompok Islam mengabaikan cara-cara damai dan santun.

Dalam ceramah-ceramah agama seringkali kita mendengar da’i atau

muballigh yang mengutip ayat, “Sesungguhnya agama yang diridlai Allah adalah

Islam.”Q. S. Ali Imran [3]: 19. Ayat ini ditafsiri bahwa Islamlah agama yang

paling benar, sementara agama di luar Islam adalah salah, kafir. Untuk itu mereka

harus diislamkan dan seandainya tidak bersedia mau tidak mau diperangi. Materi

ini dilengkapi dengan ayat lain, “Tidak akan ridha orang Yahudi dan Nasrani

sampai kamu mengikuti agama mereka”. Q. S. Al-Baqarah [2]: 120. Dalam ayat

ini jelas Yahudi dan Nasrani dikesankan tidak memberi toleransi terhadap umat

Islam untuk memeluk agamanya sampai mereka mengikuti agama keduanya.

Membicarakan perkembangan pluralisme di Indonesia tentu tidak bisa di

lepaskan dari seorang tokoh KH. Abdurrahman Wahid yang akrab dengan

panggilan Gusdur. Pembelaannya yang konsisten terhadap kaum minoritas

tertindas menjadi perhatian dan perjuangannya selama ini. Meski banyak pihak

yang menjulukinya sebagai tokoh kontroversial namun itu tidak mengurangi

sedikitput akan nilai kebenaran yang ia yakini.

Perjuangannya dalam menanamkan nilai pluralisme di Indonesia menjadi

istimewa dan mendapat perhatian banyak pihak lantaran Gusdur merupakan

mantan ketua PBNU. Organisasi Islam terbesar Indonesia yang didirikan ulama-

ulama pesantren sebagai basis dari Islam tardisional. Apalagi Gusdur sendiri

adalah cucu pendiri NU KH.Hasyim Asyari, modal terbesarnya untuk diakui

sebagai kyai tradisional dengan kredibilitasnya yang tinggi dalam ilmu-ilmu

Page 14: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xiv

agama. Tentu saja kita tidak mengesampingkan tokoh-tokoh lain semacam Cak

Nur atau Syafi’i Ma’arif serta beberapa tokoh lainnya.

Minoritas etnis China yang selama pemerintahan ORBA terkibiri hak-

haknya sebagai warga negara seakan mendapat kebebasannya setelah Gusdur naik

menjadi presiden. Belum lagi permintaan maaf Gusdur atas kesalahan sejarah

yang dipelopori warga NU ketika terjadi pembantaian massal terhadap orang-

orang yang dianggap bagian dari komunis. Disaat orang-orang masih khawatir

akan kembalinya komunis, gusdur ketika menjabat sebagai presiden justru

mengusulkan agar tap MPRS no.XXV tahun 1966 tentang larangan penyebaran

ajaran komunis dicabut. Semua yang dilakukan adalah bagian upayanya untuk

melakukan rekonsiliasi sesama anak bangsa. Dengan memahami dan menyakini

betul bahwa setiap tumpah darah indonesia di dalam kedudukan hukum sama

sederajat.

Menjadi menarik seorang kyai yang tumbuh dalam lingkungan tradisional

memiliki garis perjuangan yang egaliter sekaligus sikap toleran yang sangat tinggi

terhadap segala perbedaan. Kalau kebanyakan da’i masih berkutat untuk terus

mempromosikan kebencian dan kecurigaan yang tinggi terhadap perbedaan

agama. Maka Gusdur hadir dengan memberi warna yang lain, dalam memandang

perbedaan justru sebagai pilar kekuatan kita sebagai bangsa yang besar.

Dengan memandang sangat penting atas usaha gusdur dalam membumikan

nilai pluralisme di dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai bagian dari upaya

membangaun kesadaran bahwa sesungguhnya perbedaan itu adalah rahmat yang

di karuniakan Allah dalam mewujudkan kehidupan yang damai. Maka mau tidak

Page 15: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xv

mau dakwah dalam konteks kekinian juga harus mempertimbangkan cara-cara

yang simpatik. Dengan kesadaran bahwa dakwah adalah sebagai bagian dalam

menawarkan jalan hidup dari berbagai jalan yang ada dan berbeda-beda. Dari

pandangan di atas penulis mengaggap penting untuk melakukan penelitian

terhadap gagasan Gusdur tentang dakwah dan pluralisme sekaligus

mengangkatnya sebagai judul skripsi “Dakwah dan Pluralisme: Studi

Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid”.

B. Rumusan Masalah

Membahas seorang tokoh seperti Gusdur terkait aktifitasnya dalam memperjuangkan nilai pluralisme tentu membutuhkan suatu usaha yang serius. Apalagi di kaitkan dengan dakwah Islam yang oleh sebagian kelompok Muslim Gusdur tidak pantas menjadi representasi dari juru dakwah

Dalam penelitian ini peneliti dapat merumuskan masalahnya sebagai

berikut:

1. Bagaimana Dakwah dalam pemikiran KH. Abudurrahman Wahid?

2. Bagaimana Pluralisme dalam pemikiran KH. Abudurrahman Wahid?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana Dakwah menurut pemikiran KH.

Abudurrahman Wahid.

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Pluralisme menurut pemikiran

KH. Abdurrahman Wahid.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Akademis

Page 16: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xvi

Kajian pemikiran Gusdur dakwah dan pluralisme masih sangat minim

sekali. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan

dan keilmuan Islam.

b. Kegunaan praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menarik minat

bagi para teorisi dan dan praktisi dan pemikir tentang dakwah dan pluralisme

dalam mengkomunikasikan nilai-nilai persamaan derajat, keadilan dan

kesetaraan bagi setiap warga negara.

D. Metodologi Penelitian

Dalam menyelesaikan penelitian ini peneliti menggunakan analisis

deskriptif, yaitu suatu metode yang membahas permasalahan dengan cara

memaparkan atau menguraikan terlebih dahulu dengan pokok permasalahan

secara teoritis untuk kemudian menganalsisnya dalam rangka mendapatkan suatu

kesimpulan yang tepat.

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini peneliti

menggunakan library research atau penelitian kepustakaan yakni dengan mencari

bahan-bahan yang perlu dipersiapkan dalam penelitian di antaranya dokumen-

dokumen, buku-buku sumber, majalah surat kabar. Sumber tersebut harus relevan

dengan pokok masalah yang akan dibahas. Sumber yang akan digunakan adalah

sumber primer misalnya dalam mengutip hadits, sumber yang digunakan dalam

kitab hadits riwayat yang bersangkutan, bukan dari riwayat atau kitab lain. Dan

juga sumber sekunder yakni sumber penunjang yang berkaitan dengan pokok

bahasan atau tema.

Page 17: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xvii

Selain menggunakan library research dalam pengumpulan data yang

dibutuhkan. Digunakan juga tehnik wawancara langsung dengan subjek penelitian

ini, yaitu Gusdur. Namun karena berbagai hal terutama kesibukan Gusdur yang

sulit untuk ditemui maka dengan sangat terpaksa wawancara secara langsung

tidak dapat terpenuhi.

Mengenai tehnik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta”, terbitan UIN Press, Jakarta tahun 2004.

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian yang dilakukan mahasiswa UIN Jakarta dengan

mengambil Gusdur sebagai subjek penelitiannya. Pertama, penelitian yang

dilakukan oleh Ayi Manduh pada tahun 1998 dengan judul skripsi “Prespektif

Strategi Dakwah Islam dalam Pluralitas Bangsa”. Meskipun secara substansi

relatif sama dengan isu yang diambil oleh penulis, namun penekanannya berbeda.

Terutama pada sisi terminlogi “Pluralitas dan Pluralisme”. Isu pluralitas yang

diambil oleh saudara Ayih Manduh terbilang tidak mendapat reaksi penolakan

yang berarti dari pada terminologi pluralisme. Isu pluralisme menjadi lebih

menarik disebabkan oleh fatwa yang dikeluarkan MUI terkait keharaman faham

tersebut karena dianggap menyamaratakan agama-agama.

Pada tahun 2004 terdapat penelitian yang berkaitan dengan Gusdur, namun

semuanya mengangkat isu politik di tubuh NU dan PKB. Skripsi yang ditulis

Kodariyah dengan mengambil judul “Peran Politik Gusdur dalam PKB” dan

skripsi yang ditulis oleh Isye Aisiyah, “ Abdurraham Wahid dan NU: Studi

Page 18: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xviii

tentang Percaturan Politik ditubuh NU dibawah Kepemimpinan Abdurrahman

Wahid.” Yang semuanya membahas politik sebagai isu dalam penelitian tersebut.

Kemudian pada tahun 2000 Saudara M. Alamsyah Ja’far menulis sama

persis dengan isu yang diangkat penulis yaitu dakwah dan pluralisme, namun

berbeda subyek penelitiannya yaitu Djohan Efendi. Dengan melihat belum ada

yang menyentuh Aktifitas Gusdur dari sisi dakwah dan pluralisme maka penulis

tertarik untuk mengangkat judul “Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran

Abdurrahman Wahid.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini mengikuti sistematika sebagai berikut:

BAB I : Merupakan Pendahuluan yang berisi Latar Belakang

Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Membahas tentang Dakwah dan Pluralisme. Didalamnya akan

dibahas teori yang berkaitan dengan studi dakwah dan pluralisme; Pengertian,

Dasar hukumnya, metode dan contoh pelaksanaan.

BAB III : Akan membahas Sekilas Tentang KH. Abdurahman Wahid dan

perjuangannya dalam menyebarkan pluralisme dalam dakwahnya. Didalamnya

mencakup; Biografi; Latar Belakang Keluarga, Pendidikan, dan Karir.

BAB IV : Merupakan pembahasan tentang dakwah dan Pluralisme

menurut KH. Abdurahman Wahid. Di dalamnya akan membahas tentang

Page 19: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xix

Pluralisme menurut pemikiran KH. Abudurrahman Wahid dan Dakwah menurut

pemikiran KH. Abudurrahman Wahid

BAB V: Merupakan Penutup yang mencakup Simpulan dan Saran-

saran.

Page 20: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xx

BAB II

Tinjauan Teori

A. Konsep Pemikiran

Jika menilik peristiwa-peristiwa besar yang terjadi sepanjang sejarah

kemanusiaan, maka tidak dapat dinafikan peran intelektualitas didalamnya. Salah

satu contohnya adalah Revolusi Perancis tahun1784. Menurut Prof. Roustan,

Revolusi Perancis terjadi karena dipengaruhi pemikiran kaum enlightenment yang

bergerak ditengah-tengah masyarakat yang sedang mengalami kesulitan materi.

Kondisi inilah yang mempersatukan orang perancis untuk bergerak secara

nasional untuk menggerakan terjadinya revolusi di Negara itu.9

Berfikir merupakan aktifitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

manusia. Selama kesadaran terjadi, selama itu pula aktifitas berfikir berlangsung.

Objek pemikiranpun sangat luas, hal itu akibat dari terus berkembangnya dimensi

kemanusiaan yang ditandai capaian-capaian dibidang ilmu pengetahuan dan

teknologi yang berbasis industrial. Disini letak tantangan bagi umat Islam dalam

merespon semua perkembangan pemikiran yang ada. Meski sangat problematis

mengenai sejauh mana batasan hubungan antara proses berfikir ijtihadi dengan

ketundukan pada teks-teks yang bersifat kalam Ilahi dan hadist Nabi. Pada satu

sisi al-Quran banyak memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya,

namun pada saat yang sama, bagi sebagian umat muslim berpendapat, bila tidak

dikontrol akal bisa menjadi lebih “maju” tidak terkendali dan melampaui dari apa

yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

9 Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran (Bandung: Gema Insani Pers, 1997)

h. 13

Page 21: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxi

Pada masa Nabi Muhammad perkembangan pemikiran umat Islam pada

waktu itu mungkin tidak mengalami masalah yang berarti. Karena semua

persoalan yang menimpa umat Islam dikembalikan pada jawaban wahyu yang

diberikan Allah atau jawaban yang datang dari keputusan Nabi sendiri. Ini bukan

berarti proses berfikir pada waktu itu tidak ada, dikisahkan, dalam pertempuran

tertentu Nabi Muhammad menerima masukan dari sahabatnya dalam hal

penggunaan strategi perang. Perkembangan menarik selanjutnya pada masa

khalifah kedua, Umar ibnu khatab. Dia dikenal sebagai khalifah yang paling

kreatif dalam berfikir. Pemikiran dan kreatifitas Syaidina Umar memberi kesan

kuat bahwa sekalipun beriman teguh, ia tidak sekedar bersifat dogmatis belaka.10

Kepeloporan Khalifah kedua tersebut bisa nampak ketika Dia menggagas adanya

Jizyah atau pajak bagi kaum non muslim dan menyarankan adanya sholat tarawih

yang dilakukan secara jamaah. Semua keputusan itu dilakukan dari hasil proses

pemikirannya. Setelah itu polarisasi pemikiran terus berkembang dan tidak dapat

dibendung. Itu ditandai dengan lahirnya berbagai madzab dalam berteologi

maupun dalam bidang fikih.

Melihat perkembangan pemikiran Islam yang pesat itu, yang dimuali pada

zaman Nabi hingga masa kini, Lodrop stoddart, secara sangat baik melukiskan

dalam bukunya The New World of Islam:

Berkembangnya Islam barangkali satu peristiwa yang sangat

menakjubkan dalam sejarah manusia. Dalam tempo seabad saja, dari gurun

tandus dan suku bangsa yang terbelakang, Islam tersebar hampir

menggenangi separoh dunia; menghancurkan kerajaan-kerajaan besar,

memusnahkan beberapa agama besar yang telah dianut berbilang zaman

10 Suadi Puro, Moh. Arkoun: Tantang Islam dan Modernitas, (Jakarta:Paramadina, 1998)

h.34

Page 22: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxii

dan abad. Mengadakan revolusi berpikir dalam bangsa-bangsa, dan

sekaligus membina suatu dunia baru, dunia Islam.11

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia kata “pikir” mempunyai arti, (1)

akal budi, ingatan, angan-angan: dan (2) kata dalam hati, pendapat

(pertimbangan). Sedangkan kata “berpikir” diartikan mengguanakan akal budi

untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam

ingatan. Adapaun “memikirkan” artinya daya upaya untuk menyelesaikan masalah

sesuatu dengan menggunakan akal budi. Pemikiran adalah cara atau hasil pikir.

Karena kata “pikir” berasal dari bahasa arab fikr atau tafkir (dari fakkara-

yufakkiru), yang artinya memfungsikan akal dalam suatu masalah untuk

mendapatkan pemencahannya.12

Secara terminologi banyak ahli mendefinisikan pemikiran secara berbeda.

Robert Woodwort, sebagaimana dikutip Muhammad Imarah, mengartikan

pemikiran adalah suatu upaya mental yang dilakukan manusia untuk menemukan

kesimpulan berdasarkan pada premise-premise.13

Toha Jabir Alwi 1989 mengatakan bahwa dalam Al-Quran, kata fikr tidak

disebut dalam bentuk isim (kata benda), tetapi dalam bentuk fiil (kata kerja) yakni

fiil madhi (telah terjadi) dan fiil mudhore (sedang dan akan terjadi : kontinu) serta

dalam sighoh mukhatab (bentuk orang kedua) dan ghaib (orang ketiga). Misalnya

fakara, tatafakkarun. Dalam bahasa arab, fi’il senantiasa menunjukkan atau

mengandung adanya dua hakikat yakni perbuatan itu sendiri dan pelakunya,

11

L. Stoddart, The New World of Islam (Dunia Baru Islam), (Jakarta: Panitia Penerbit,

1996)h. 11 12

Abu Azmi Azizah, Berbagai Berpikir Islami, (Solo: Era Intermedia,2001), h.34 13 Muhammad Imarah, Perang Terminologi Islam versus Barat, (Jakarta: Robbani Pers,

1998) h. xi

Page 23: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxiii

sehingga dalam kata fakkara tersebut ada fikr (perbuatan berfikir) dan ada

mufakkir (pemikirnya). Disamping itu, kegiatan berfikir termasuk yang

memerlukan objek yang difikirkan.14

Muhammad Imarah (1994) mengatakan bahwa “pemikiran” secara

termonologis adalah pendayagunaan pemikir terhadap sesuatu dan sejumlah

aktivitas otak, berupa berfikir berkehendak, dan perasaan yang bentuk paling

tingginya adalah kegiatan menganalisis, menyusun dan mengkoordinasi.

Dari berbagai pendapat yang ada, maka pemikiran adalah suatu metode,

cara atau hasil dari pendayagunaan akal dan budi untuk mempertimbangkan dan

memutuskan sesuatu dalam merespon berbagai masalah atau merumuskan

konsepsi-konsepsi tentang kehidupan manusia.

Manusia terlahir didunia telah dilenghapi dengan berbagai unsur yang

sekaligus merupakan potensi yang sangat penting bagi diri dan kehidupannya.

Secara garis besar, manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Manusia telah dibekali

dengan berbagai potensi, berupa indra, akal fikiran, dan hati. Potensi yang lain

adalah kejahatan dan taqwa yang Allah ilhamkan kepadanya.

Dengan indranya, seseorang dapat mengetahui atau menangkap sesuatu

fenomena, atau peristiwa yang ada disekitarnya. Termasuk didalamnya makhluk

hidup, khususnya manusia itu sendiri dengan segala tingkah laku dan

kompleksitasnya. Apa saja yang ditangkap indra, secara otomatis akan diproses

atau atau di transformasikan ke otak sebagai input. Otak memproduksi input itu

dalam ingatan, mengimajinasikan, membandingkan, menyeleksi, dan

14 Toha Jabir alwani, Krisi Pemikiran Modern Diagnosis dan Resep Pengobatan ,

(LKPS,1986)

Page 24: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxiv

mengombinasikan dalam bentuk yang baru, dengan proses seperti itu secara terus-

menerus, akan diperoleh suatu pendapat teori, hukum-hukum atau ilmu

pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan problem

kehidupannya.

Oleh karena itu, berfikir sesungguhnya suatu kebutuhan insani yang tak

terelakkan untuk tumbuh dan berkembang, sekaligus merupakan kebutuhan akan

aktualisasi fitrahnya. Tegasnya, manusia tidak dapat lepas dari berfikir

seberapapun intensitas dan kuantitasnya.

Manusia diberikan kelebihan dari makhluk-makhluk yang Allah telah

ciptakan, yaitu akal. Maka sesuai dengan potensi yang dimiliki manusia, dijadikan

sebagai suatu anugerah yang besar dan harus di manfaatkan dan diaktualisasikan

secara benar. Ada makna yang tersurat dan tersirat dari alam dan al-Quran,

disinilah manusia dianjurkan untuk merenungkan tanda-tanda kebesarannya, baik

berupa ayat-ayat dan melalui perantara alam semesta ini dalam bentuk yang

konkrit.

Dengan demikian, bagaimana manusia berfikir mengaplikasikannya dalam

bentuk dakwah, yaitu menyeru kepada jalan kebenaran yang telah diperintahkan

Allah SWT, dan meninggalkan apa yang menjadi larangan-NYA. Dakwah

merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan setiap muslimin, dalam

ajaran Islam dakwah merupakan suatu kewajiban yang dibebankan agama kepada

pemeluknya. Dengan demikian, dakwah bukanlah semata-mata timbul dari

pribumi/ golongan, walaupun aktivitas ini di khususkan pada satu golongan/

individu (Thaifah) yang melaksanakannya. Islam sendiri adalah sebagai nama

Page 25: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxv

sebuah agama disebut juga sebagai “dakwah”. Artinya agama yang selalu

mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif dalam melakukan dakwah bahkan

bisa dikatakan bahwa mundurnya Islam sangat bergantung pada kegiatan dakwah

yang dilakukannya.

B. Teori Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Secara etimologi, dakwah berasal dari bahasa Arab yang

berarti: ajakan, seruan, panggilan, undangan. Bentuk perkataan tersebut dalam

bahasa Arab disebut Mashdar; sedangkan kata kerja atau fi'il-nya berarti

memanggil, menyeru atau mengajak.15

Dalam bahasa Indonesia kata “mengajak”

tidak mengandung unsur paksaan atau kewajiban mengikuti ajakan itu. Seperti

seseorang mengajak temannya untuk mengantarnya ke pasar. Maka, jawaban

terhadap ajakan itu ada dua pilihan yaitu mau memenuhi ajakan itu atau menolak

ajakan itu.

Secara terminologi dakwah memiliki arti yang berbeda tergantung dari

sudut mana para ahli ilmu dakwah memberikan defenisi dakwah itu sendiri.

Menurut Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk

mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik

dan melarang berbuat jelek dan tercela agar mereka mendapat kebaikan dunia dan

akhirat. 16

Pendapat ini juga selaras dengan pendapat Al Ghazali bahwa amar

15

Achmad Mubarok, 1999. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus, h.10. 16 Ibid h. 7

Page 26: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxvi

ma’ruf adalah inti dari gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika

masyarakat Islam.

Menurut H.M Arifin, dakwah adalah kegiatan ajakan baik dalam bentuk

lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebaginya yang dilakukan secara sadar dan

terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain secara individual atau kelompok

supaya timbul dalam dirinya suatu pengetahuan, kesadaran, sikap penghayatan

serta pengalaman ajaran agama sebagai pesan (massage) yang disampaikan

kepada mereka, tanpa unsur paksaan. 17

Muhammad Natsir mendefinisikan dakwah sebagai:

"Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada

perorangan manusia dan seluruh umat konsepsi Islam tentang

pandangan dan tujuan hidup di dunia ini, yang meliputi amar ma'ruf

dan nahi mungkar, dengan pelbagai media dan cara yang

diperbolehkan dan membimbing perikehidupan perorangan,

perikehidupan berumah tangga (usrah), perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara".18

Quraish Shihab memberikan defenisi, dakwah adalah seruan atau ajakan

menuju pada keinsyafan atau usaha untuk mengubah situasi yang lebih baik dan

sempurna, baik terhadap pribadi maupun terhadap masyarakat. 19

Menurut Farid Ma’ruf Noor, dakwah adalah usaha mengubah keadaan

negatif kepada keadaan positif. Memperjuangkan yang ma’ruf, atas yang munkar,

memenangkan yang hak atas yang batil. 20

17

H.M Arifin, Psikologi Dakwah (Jakarta: Bulan Bintang) h.54

18

M. Natsir, Fungsi Dakwah dalam Rangka Pembangunan, Prasaran pada Seminar

Dakwah Islam oleh Majelis Ulama Jawa Barat di Tasikmalaya, 4—7 Mei 1968. 19

Quraish Shihab, Membumikan al Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1998) cet ke-17 h. 194

Page 27: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxvii

Secara sosiologis, konsep dakwah bisa dilihat sebagai tiga tingkatan: 21

Pertama, dakwah yang hanya bersifat tabligh, retorika, yakni hanya

menyampaikan pesan Islam kepada masyarakat manusia. Contoh dakwah dalam

pengertian ini, adalah dakwah yang dilakukan para mubaligh yang aktif

melakukan aktivitas dakwah menyeru kepada Islam, tetapi tidak mempunyai

konsep yang jelas tentang masyarakat Islam pasca dakwah.

Kedua, dakwah yang berwujud usaha menanamkan nilai-nilai Islam ke

tengah masyarakat. Dakwah dalam pengertian ini sudah bersifat esensial dan

membutuhkan pemikiran yang serius dan mendalam, karena pekerjaan

menanamkan nilai-nilai (misalnya nilai kejujuran, nilai keadilan, nilai

persaudaraan, nilai kasih sayang) membutuhkan dukungan sistem. Dakwah pada

tingkatan ini mengharuskan da'i mampu melakukan dialog antara budaya mampu

mendorong terjadinya sosialisasi, implementasi, dan akulturasi pewarisan budaya

Islam dari satu generasi ke generasi berikutnya. Efektivitas dakwah terukur dari

rentangan dan intensitas atau perubahan perilaku masyarakat yang mampu

ditimbulkannya, dan pada tingkatan ini dakwah adalah perubahan sosial atau

bersifat kultural. Contoh dakwah dalam pengertian ini, adalah dakwah para wali

songo yang memilih jalan akulturasi budaya. Dakwah model ini sangat

membekas, tetapi menimbulkan banyak bias kebudayaan dan akidah pada

masyarakat mad'u.

20

Farid ma’ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1981)

cet ke 1 h.28

21

Ibid h.12

Page 28: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxviii

Ketiga, membentuk masyarakat Islam, mencakup masyarakat lingkungan,

masyarakat bangsa hingga masyarakat internasional. Pada tahap ini, dakwah

membutuhkan sistem jaringan. Pada tingkatan ini, dakwah merupakan usaha

membangun dan mewujudkan sistem Islam dalam semua segi kehidupan (iqamat

al-majhaj al-Ilahiy li hayat al-basyariyyah). Pada tingkatan ini seorang da'i

memandang Islam sebagai sistem hidup yang kaffah, dan ketika itu tidak ada lagi

pemisahan antara agama dan negara. Dakwah dalam pengertian ini disebut

"dakwah gerakan", seperti yang dilakukan Ikhwanul Muslimin di Mesir atau

Syi'ah di Iran. Dakwah ini sangat menggairahkan, tetapi sering menimbulkan

konflik di tengah masyarakat mad'u.

Dari berbagai pendapat di atas setidaknya ada beberapa poin penting yang

menjadi garapan dakwah. Pertama bahwa dakwah adalah kewajiban setiap pribadi

muslim yang baligh untuk menyampaikan ajaran agama Islam. Tentu saja

mengenai kewajiban untuk melakukan dakwah tersebut, sesuai dengan

kemampuan dan kapasitasnya masing-masing dari setiap muslim pada setiap level

dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini penting diungkapkan karena sebagain

besar masyarakat Muslim menganggap bahwa kewajiban dakwah hanya

dibebankan kepada juru dakwah yang lebih spesifik adalah para mubaligh.

Padahal lingkup kewajiban dakwah juga dibebankan kepada semua muslim

dengan setiap keahlian dalam bidangnya masing-masing. Kewajiban itu juga tidak

mengenal kedudukan seorang muslim dalam strata sosialnya dalam masyarakat.

Aktifitas dakwah merupakan upaya untuk merubah suatu keadaan dari

yang buruk menjadi baik atau yang sudah baik menjadi lebih baik atau dalam

Page 29: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxix

bahasa yang lebih dikenal adalah amr ma’ruf wa nahi munkar. Namun persoalan

baik dan buruk ini sering tidak sama ukurannya bagi setiap orang. Sehingga tentu

saja untuk melihat ukurannya adalah kalam Tuhan dan Sunnah Nabi yang menjadi

titik tolaknya. Namun persoalan juga akan muncul kemudian ketika setiap orang

dengan latar historis sosial dan pengetahuan serta pengalaman berbeda maka akan

terjadi perbedaan pula dalam menangkap pesan Tuhan dan sunnah Nabi. Maka hal

yang baik adalah dilandasi dengan cara yang ikhlas dan penuh kesabaran dalam

menghadapi benturan nilai-nilai tersebut.

Kemudian untuk melaksanakan kewajiban amr ma’ruf wa nahi munkar

tersebut haruslah ditempuh dengan cara yang efektif, persuasif dan lebih

bearadab. Bahwa kewajiban untuk menyeru atau mengajak kebaikan juga harus

dibarengi dengan cara yang baik pula. Bukan dengan cara-cara yang mengandung

unsur paksaan, intimidasi, provokasi. Maka mutlak dibutuhkan ahlakul karimah

sebagai pengawal dalam setiap aktifitas dakwah.

Selanjutnya, banyak yang sering melupakan bahwa sesungguhnya hakikat

dakwah adalah sebuah proses terus menerus yang tidak pernah berhenti. Karena

memang finalisasinya tetap di tangan Allah. Sehebat apapun seorang da’i dapat

mempengaruhi orang lain, disertai jalan atau cara yang beragam namun perubahan

yang dikehendaki ternyata tidak atau sekurangnya belum menuai hasil. Maka

semuanya diserahkan kepada Allah. Karena dakwah adalah sebuah proses untuk

merubah suatu keadaan dalam masyarakat, maka memerlukan perjuangan panjang

dengan membutuhkan waktu yang lama. Upaya untuk mempercepat tujuan

dakwah yang dikehendaki justru menumbuhkan sikap pemaksaan dan cara-cara

Page 30: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxx

kekerasan terhadap sasaran dakwah. Mengenai hal ini Allah telah memberi

peringatan kepada kaum muslim;

Artinya: Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang

yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak)

memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang

beriman semuanya? Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali

dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-

orang yang tidak mempergunakan akalnya. (QS: Yunus[10]:99-100)

Qurais Shihab berpendapat ayat di atas mengisyaratkan bahwa manusia diberi

kebebasan percaya atau tidak. Ayat tersebut menceritakan kaum Nabi Yunus yang

pada awalanya membangkang namun kemudian bertaubat untuk beriman kepada

Allah atas kehendak sendiri. Namun Kebebasan yang dimaksud bukanlah

bersumber dari kekuatan manusia, tapi semuanya karena anugerah Allah. Pada

ayat tersebut juga terdapat pertanyaan kepada Nabi Muhammad yang diajukan

Allah, “Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi

orang-orang yang beriman semuanya?” Pertanyaan itu mengandung pengertian

bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad dengan kesungguhannya dalam

berdakwah sehingga mendekati tahap pemaksaan kepada diri Nabi maupun

kaumnya. Padahal pada ayat selanjutnya Allah menegaskan bahwa semua

manusia diciptakan dengan kemampuan akal untuk dapat memilih jalan baik atau

Page 31: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxxi

buruk. Jika manusia menggunakan akalnya secara benar, maka Allah memberikan

izin manusia untuk beriman.22

Dengan demikian sangat jelas sekali rambu-rambu bagi juru dakwah

dalam melaksanakan misinya. Kewajiban da’i hanyalah sebatas menyampaikan

ajaran Allah dan bukan kewajiban merubah semua umat manusia untuk beriman.

Adapun perubahan yang terjadi adalah kehendak Allah melalui hidayah kepada

siapa saja yang Ia kehendaki. Penekanan yang demikian harus menjadi perhatian

para da’i sebagai bahan pertimbangan dalam tindakannya tidak melampaui batas

dari apa yang diperintahkan Allah SWT.

2. Unsur Unsur Dakwah

a. Subyek Dakwah

Subyek dakwah adalah pelaku atau juru dakwah, atau bisa disebut juga

dengan da’i atau mubaligh . Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap muslim

yang mukhalaf (orang yang sudah terbebani hukum) secara otomatis berperan

sebagi subyek dakwah (da’i) yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan

ajaran-ajaran Islam kepada seluruh umat manusia.

Berkaitan dengan kewajiban setiap individu untuk menyampaikan dakwah

Islamiyah, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa diantara kamu yang melihat

kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya (kekuasaan),

jika tidak sanggup maka ubahlah dengan lisan (nasehat) jika tidak sanggup maka

ubahlah dengan hatinya dan itulah serenah-rendahnya iman.” (HR. Muslim)

22

Qurais Shihab. Tafsir Al-misbah h.164-165

Page 32: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxxii

Hendaknya seorang subyek dakwah harus mempunyai kemampuan-

kemampuan yang dapat mendukung keberhasilan dakwah. Adapun kemampuan-

kemampuan yang dapat dimiliki oleh subyek dakwah yaitu:23

1) Memiliki pemahaman agama Islam secara tepat dan benar.

2) Memiliki pemahaman hakekat gerakan/tujuan akwah.

3) Memiliki akhalak karimah.

4) Mengetahui perkembangan pengetahuan yang relatif luas.

5) Mencintai mad’u dengan tulus.

6) Mengenal kondisi dengan baik.

Selain kemampuan-kemampuan yang telah dituliskan di atas, dalam buku

Prinsip-Prinsip Metode Dakwah dituliskan juga bahwa kemampuan-kemampuan

yang harus dimiliki seorang subyek dakwah adalah:24

1) Kemampuan berkomunikasi

2) Kemampuan menguasai diri

3) Kemampuan berpsikologi

4) Kemampuan pengetahuan pendidikan

5) Kemampuan dibidang umum

6) Kemampuan dibidang umum al-Quran

7) Kemampuan dibidang ilmu agama secara umum.

23

Abdul Munir Mulkhan, Idilogi Gerakan Dakwah, (Yogyakarta: Sipress, 1996) cet ke-1

h. 237-239

24

Slamet Muhaimain Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, (Yogyakarta: Sipress,

1996) cet ke 1 h

Page 33: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxxiii

Idealnya memang beberapa kemampuan tersebut haruslah di penuhi bagi

setiap da’i dalam melakukan misinya. Namun tentunya hal itu bukanlah syarat

mutlak yang harus dipenuhi. Upaya untuk membuat rumit atau memperberat

syarat justru akan menghambat sekaligus membatasi untuk menggerakan semua

komponen muslim untuk ikut serta dalam menyampaikan ajaran Islam. Tentu

semua berpulang pada kapasitas dan kemampuan sesuai level yang berbeda dari

setiap muslim itu sendiri.

b. Obyek Dakwah

Objek dakwah atau mad’u adalah orang yang dikenai sasaran dakwah. Al

Gazali menyebutkan beberapa bentuk sasaran dakwah dilihat dari segi psikologi25

,

yaitu:

1) Dilihat dari sosiologis, meliputi masyarakat terasing, pedesaan,

pinggiran, kota dan masyarakat kota besar.

2) Menyangkut golongan dilihat dari struktur kelembagaan berupa

kelompok masyarakat dari kalangan pemerintah dan keluarga biasa.

3) Kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan

anak-anak, remaja dan dewasa.

4) Kelompok masyarakat dari dilihat dari segi sosio kultural berupa

golongan priyayi, santri dan abangan.

5) Kelompok masarakat dilihat dari segi occupational (profesi dan

pekerjaan berupa petani, nelayan, pedagang seniman, dan lain lain).

25 Bahri Gazali, Dakwah Komunkaif, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997) cet ke 1 h. 11-

12

Page 34: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxxiv

6) Kelompok masyarakat dari dilihat dari tingkat hidup sosio ekonominya

berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.

7) Sasaran dakwah yang berhubungan dengan golongan masyarakat yang

dilihat dari segi khusus berupa golongan tuna wisma, tuna karya, tuna

susila, narapidana, dan lain-lain.

Melihat berbagai macam latar sosial dari mad’u yang berbeda juga sangat

penting dalam upaya untuk melakukan dakwah secara efektif. Karena hal ini akan

berkaitan dengan langkah selanjutunya bagaimana menyusun strategi,

menentukan metode dan media apa yang tepat untuk digunakan dalam

berdakwah. Membuat dakwah mencapai hasil yang gemilang tentu dibutuhkan

perencaan yang matang sekaligus di dukung infrastruktur yang baik sehingga

pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik pula oleh mad’u.

c. Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan

“hodos” (jalan, cara). Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah

cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain

menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran

tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya

jalan yang dalam bahasa Arab disebut Thariq. Apabila kita artikan secara bebas

metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran mencapai

suatu maksud. 26

26

H. Harjani Hefni Lc. MA. et al, Metode Dakwah , (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003)

Cet ke-1, h. 7

Page 35: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxxv

Toto Tasmara berpendapat bahwa metode dakwah adalah cara-cara

tertentu yang dilakukan seseorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk

mencapai sutu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.27 Hal ini mengandung

arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada pandangan Human Oriented

mendapatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.

Keberhasilan dakwah tentu tidak bisa terlepas bagaimana seorang da’i

dalam memilih metode sesuai kebutuhan dari objek dakwah. Dengan metode yang

digunakan ini nantinya seorang da’i dapat melakukan pendekatan kepada madu’

secara lebih sempurna. Dengan demikian materi dakwah yang disampaiakan

seorang da’i akan lebih mudah diterima oleh objek dakwah.

Secara umum metode dakwah yang diajarka Al-Quran ada tiga cara

dengan mengacu pada Firman Allah yaitu:

Artinya: ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan cara hikmah dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih

baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang

siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui

orang orang yang diberi petunjuk (an-Nahl 125)

Menurut Al-Qurtubi Ayat diatas turun di mekkah atau termasuk ayat

makiyah. Asbabun nuzul dari ayat tersebut adalah ketika terjadi genjatan senjata

dengan pihak Quraisy. Saat itu Tuhan menurunkan firman-Nya agar Nabi

27

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gema Media Pratama, 1997) cet ke-1 h.7

Page 36: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxxvi

mengajak orang-orang Quraisy kejalan Allah dengan cara yang lemah-lembut

tanpa pertumpahan darah dan kekerasan. Al-Qurtuby menambahkan metode

dakwah yang demikian hendaknya dikembangkan dan harus menjadi pedoman

Umat Islam hingga akhir zaman.28

Sesuai keterangan ayat diatas metode dakwah ada tiga, yaitu : bi al-

hikmah; mau’idzotil hasanah; dan mujadalah billati hiya ahsan menunjukan

bahwa bentuk-bentuk metode dakwah meliputi tiga cakupan yaitu:

1) Bi al-hikmah (kebijaksanaan), Yaitu dengan secara bijaksana, akal

budi, yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang pada

agama, atau kepada kepercayaan terhadap Tuhan.

2) Mauizatul Hasanah, yaitu pengajaran yang baik, atau pesan-pesan

yang baik, yang disampaikan dengan nasehat.

3) mujadalah billati hiya ahsan , yaitu bantahlah mereka dengan cara

yang lebih baik. Kalau telah terpaksa timbul pembantahan atau

pertukaran pikiran atau mengarah pada polemik. Ayat ini menyuruh

agar hal yang demikian, kalau sudah tidak dapat dihindarkan lagi,

pilihlah jalan yang sebaik baiknya.29

Metode dakwah bi al-hikmah atau secara mudahnya diartikan dengan

kebijaksanaan adalah dalil-dalil argumentatif yang digunakan untuk menjelaskan

kebenaran kitab suci dan sekaligus menghilangkan keraguan. Sementara Imam al-

Zamakhsyari, menafsirkan kata al-hikmah dengan pendapat yang arif dan

28

Zuhairi Misrawi, “Al-Quran Kitab Toleransi”, (Jakarta: Fitrah, 2007) h.259 29

Prof. DR. Hamka, Tafsir al Azhar, juz XIII-XVI, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas 1983)

h.321

Page 37: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxxvii

argumentatif. Senada dengan al-Zamakhsyari, Imam al-Razi berpendapat bahwa

argumentasi dan eksplanasi menjadi penting dalam dakwah karena dua alasan,

yaitu dalam rangka mengukuhkan pemahaman para pendengar, serta untuk

mendebat dan mengalahkan pendapat lawan. Dalam hal ini, hikmah berfungsi

sebagai dalil atau bukti yang dapat membentuk keyakinan terhadap suatu hal.

Menurut Ibnu Rusyd, bahwa hikmah adalah karib syariat, bahkan saudara

sesusuan.30

Dakwah dengan modal hikmah maka peradaban Islam menjadi salah satu

peradaban Islam yang adiluhung. Kekuatan Islam tidak ditentukan oleh otot, yang

berarti dengan tindakan kekerasan. Kekuatan Islam ditandai dengan pemikiran-

pemikiran kreatif untuk menjawab kemusykilan di tengah-tengah masyarakat.

Dengan demikian Umat Islam membutuhkan peradaban akal budi untuk dapat

melahirkan pemikiran-pemikiran kreatif dan inovatif.

Maka sudah selayaknya metode dakwah dengan metode bi al-hikmah perlu

dikembangkan secara terus menerus. Upaya ini dilakukan sebagai upaya untuk

membendung gerakan dakwah yang lebih mementingkan aspek kekerasan dan

saling fitanah kepada kelompok Islam lainnya. Terwujudnya penilaian “orang

lain” terhadap Islam sebagai agama dan Muslim sebagai pemeluknya sangat

bergantung bagaimana cara menyampaikan nilai-nilai Islam yang sangat luhur itu.

30

Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Toleransi, (Jakarta: Fitrah, 2007), h.260

Page 38: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxxviii

Firman Allah dalam al-Quran:

Artinya: “Allah menganugrahkan al hikmah kepada siapa yang Dia

kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia

benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya

orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran”.

(QS: al-baqoroh: 269)

Kedua, Mauizatul Hasanah atau menasehati dengan baik. Bila yang

pertama menekankan aspek akal budi, maka tahap selanjutnya terletak pada

metode penyampaian. Metode ini menjadi semacam ujung tombak dalam

keberhasilan dakwah. Karena suatu pesan atau materi dakwah dapat diterima oleh

mad’u sangat bergantung oleh kreatifitas sang da’i bagaimana cara

menyampaikannya. Dengan itu maka dibutuhkan sebuah komunikasi yang lebih

persuasif untuk bisa mengajak mad’u mau mengapresiasi apa yang disampaikan

seorang da’i.

Imam al-Zamakhsyari berpendapat bahwa yang dimaksud dengan

Mauizatul Hasanah adalah menyampaikan nasehat atau pesan dengan tujuan

memberikan manfaat kepada mereka. Pendapat yang demikian sangat cocok

dikembangkan sebagai metode dakwah di Indonesia. Karena Ini terkait gejala

yang menyedihkan ketika para da’i justru lebih mengarah pada upaya tindakan

provokatif yang membakar emosi mad’u untuk berbuat anarkis kepada kelompok-

kelompok tertentu. Entah itu ditujukan kepada internal umat Islam sendiri yang

saling bersebrangan atau kepada umat beragama lain. Ungkapan-ungkapan

Page 39: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xxxix

seperti; sesat, bid’ah atau bahkan mengkafirkan sesama muslim seringkali

menghiasi mimbar tabligh. Padahal ada etika dakwah yang sangat populer dalam

tradisi Islam, menyampaikan kebaikan dengan cara yang baik dan mengajak orang

lain untuk tidak melakukan kemungkaran dengan cara yang tidak mungkar.31

Ketiga, mujadalah billati hiya ahsan , yaitu bantahlah mereka dengan cara

yang lebih baik atau debat yang kontrukstif. Tradisi perdebatan atau saling

membantah adalah tradisi yang diwariskan oleh Islam. Malahan tradisi debat di

internal Umat Islam sendiri merupakan pemandangan yang pada zamannya telah

mematangkan pemikiran keislaman. Sejauh perdebatan itu disertai prinsip saling

menghargai dan bermartabat maka hal itu akan sangat menguntungkan terhadap

proses kemajuan Islam.

Pemandangan semacam itu sekarang seakan sulit ditemukan di berbagai

ajang diskusi, seminar atau forum-forum lainnya. Yang terjadi saat ini terutama

forum diskusi dengan menghadirkan kelompok Islam yang saling berbeda

pendapat atau dengan umat beragama lain, seringkali disertai dengan caci maki,

pelecehan dan tuduhan yang tidak berdasar kepada lawan bicaranya. Belum lagi

pekikan takbir sebagai tanda dukungan dari audience terhadap pembicara dan

sekaligus upaya melemahkan mental lawan bicara, seakan sesuatu yang lumrah

kita saksikan. Pemandangan itu sungguh bukanlah termasuk dari konsep

mujadalah billati hiya ahsan yang sangat menghargai lawan bicara.

Kenyataan diatas tentulah sangat jauh dari apa yang ditegaskan oleh Imam

al-Zamakhsyari tentang makna dari mujadalah billati hiya ahsan yaitu memilih

31

Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Toleransi, (Jakarta: Fitrah, 2007), h. 262

Page 40: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xl

cara terbaik dalam berdebat. Ciri dari debat tersebut adalah dengan mengapresiasi

pendapat orang lain. Disertai dengan kata-kata yang lemah lembut dan tidak

menggunakan kata-kata yang tidak pantas, terutama kata-kata yang bisa

memancing tindak kekerasan.32

Firman Allah dalam al-Quran:

Artinya: Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan

cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara

mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab)

yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu;

Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya

berserah diri".(QS: al-Ankabuut: 46)

Selain ketiga bentuk metode dakwah diatas ada bebrapa metode yang juga

sering digunakan oleh para da’i. Sebagaimana yang diungkapkan Asmuni Syukir

bahwa dalam pelaksanaan dakwah dikenal beberapa bentuk metode dakwah yang

lain seperti:

1) Metode ceramah (retorika)

Ceramah adalah tekhnik atau metode dakwah yang banyak diwarnai

oleh ciri karakteristik bicara. Seorang da’i/mubaligh pada suatu

aktifitas dakwah/ceramah dapat pula bersifat propaganda, kamapanye,

berpidato, khutbah, sambutan, mengajar, dan sebaginya. Metode

ceramah ini sebagai metode konvensional yang masih banyak kita

32

Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Toleransi, (Jakarta: Fitrah, 2007), h.263

Page 41: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xli

jumpai di tengah-tengah masyarakat kita. Dari sisi gearakan awal

dalam berdakwah memang metode ini sangat efektif. Namun jika

metode tidak diikuti langkah selanjutnya dengan metode yang lain

maka akan terjadi kesia-siaan.

2) Metode Tanya Jawab.

Metode tanya jawab adalah penyampaian materi dakwah dengan cara

mendorong sasarannya (obyek dakwah) untuk menyampaikan suatu

masalah yang dirasa belum dimengerti oleh mubaligh atau da’inya,

sebagai penjawabnya. Metode ini sangat dibutuhkan bagi mad’u

karena permasalahan yang silih berganti muncul dalam masyarakat

begitu baragam.

3) Debat (mujadalah)

Mujadalah selain sinonim dari dakwah dapat juga sebagi salah satu

metode dakwah yaitu: mempertahankan pendapat dan idiologinya itu

diakui, kebenaran dan kehebatannya oleh musuh (orang lain).

4) Percakapan Antar Pribadi

Percakapan antar pribadi atau individual conference adalah

percakapan bebas antar seorang da’i/mubaligh dengan individu-

individu sebagi sasaran dakwahnya.

5) Metode Demonstarasi

Berdakwah dengan memperlihatkan suatu contoh baik berupa benda,

peristiwa, perbuatan dan sebaginya. Dapat dinamakan bahwa seorang

da’i yang bersangkutan mengunakan metode demonstrasi.

Page 42: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xlii

6) Metode Rasulullah SAW.

Nabi Muhammad seorang da’i yang dipilih oleh Allah SWT dalam

menyampaikan Islam melalui beberapa metode: Dakwah dibawah

tanah (sembunyi-sembunyi/keluarga terdekat), dakwah secara terang-

terangan, politik pemerintahan, tekhnik informasi surat-menyurat,

peperangan.

7) Pendidikan Agama

Pendidikan pengajaran dapat pula dijadikan sebagai metode dakwah

guna membina generasi muslim. Pendidikan ini seharusnya menjadi

metode yang sangat efektif dalam menyampaiakan pesan-pesan

agama. Karena di institusi semacam inilah norma-norma agama akan

sangat mudah

8) Mengunjungi Rumah

Metode dakwah yang dirasa efektif juga dilaksanakan dalam rangka

mengembangkan maupun membina umat Islam ialah metode dakwah

dengan cara mengunjungi rumah obyek dakwah atau disebut dengan

metode silaturahmi atau home visit.33

Selain pendekatan al-hikmah, maw'izhah hasanah, dan mujadalah dan

pendekatan beberapa pendekatan diatas, al-Quran juga memperkenalkan istilah

yang dapat dipandang sebagai bahasa dakwah, yaitu (1) qawlan layyina, (2)

qawlan baligha, (3) qawlan maysura, (4) qawlan karîma, dan (5) qawlan sadîda.

33

Asmunmi Syukir, Dasar Dasar Strategi Dakwahj Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1983) h.

164

Page 43: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xliii

Penjelasan dari kelima pendekatan atau bahasa dakwah tersebut akan dijabarkan

secara rinci di bawah ini.34

1). Qaulan Layyinâ (Perkataan yang Lemah Lembut)

Al-Quran mengintrodusir istilah qaulan layyina, seperti yang disebutkan

dalam Surat Thaha ayat 43-44 di bawah ini.

Artinya: "Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah

melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan

kaya-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut".

Ayat ini berada dalam rangkaian kisah Nabi Musa (dan Harun) dengan

Fir'aun. Berhadapan dengan penguasa yang tiran, al-Quran mengajarkan agar

dakwah kepada mereka haruslah bersifat sejuk dan lemah lembut, tidak kasar, dan

menantang. Perkataan yang kasar kepada penguasa tiran dapat memancing

respons yang lebih keras dalam waktu yang spontan, sehingga menghilangkan

peluang untuk berdialog atau berkomunikasi antara kedua belah pihak. Psikologi

penguasa yang sewenang-wenang ialah, jika diusik pikiran dan perasaannya oleh

orang lain, maka ia akan segera bereaksi dengan keras sejak komunikasi yang

pertama .

Jadi, dakwah yang lembut adalah dakwah yang dirasakan oleh mad’u

sebagai sentuhan yang halus, tanpa mengusik atau menyentuk kepekaan

34

Achmad Mubarok, 1999. Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus, h.132-146.

Kelima pendekatan dakwah di atas, dapat dilihat juga pada buku Achmad Mubarok, Jiwa dalam

Al-Quran, Op.Cit., h.251-260.

Page 44: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xliv

perasaannya sehingga tidak menimbulkan gangguan pikiran dan perasaan. Dengan

sentuhan yang halus itu, orang kasar pun dibuat sulit untuk mendemonstrasikan

kekasarannya.

2). Qaulan Balîghâ (Perkataan yang Membekas pada Jiwa)

Al-Quran memberikan tuntunan, bahwa redaksi seruan dakwah berbeda-

beda tekanannya, tergantung siapa mad'unya. Surat al-Nisa ayat 63 di bawah ini

mengintrodusir istilah qaulan baligha yang dapat diterjemahkan dengan

"perkataan yang membekas pada jiwa".

Artinya: "Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang ada

dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan

berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan

yang berbekas pada jiwa mereka".

Ayat tersebut di atas berkenaan dengan orang munafik yang di hadapan

Nabi berpura-pura baik, tapi di belakang, mereka menentang dakwah Nabi.

Kalimat dakwah yang persuasif bagi orang munafiq adalah kalimat yang tajam,

pedas, tetapi benar, baik bahasa maupun substansinya. Dengan qaulan baligha,

sekurang-kurangnya orang munafiq dibuat tak berkutik di depan da'i, meskipun di

belakang hari mereka bekerja keras mencari celah yang dapat digunakan untuk

menyerang da'i. Pengertian lain dari qaulan baligha adalah suatu perkataan yang

membuat lawan bicaranya terpaksa harus mempersepsi perkataan itu sama dengan

apa yang dimaksudkan oleh pembicara, sehingga tidak ada celah untuk

mempersepsi lain.

Page 45: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xlv

3). Qaulan Maysûrâ (Perkataan yang Ringan)

Istilah qaulan maysura tersebut dalam Surat al-Isra ayat 28:

Artinya: "Dan jika kamu berpaling daari mereka untuk memperoleh rahmat dari

Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka

ucapan yang pantas".

Kalimat maysura berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qaulan

Maysura adalah lawan dari qaulan ma'sura, perkataan yang sulit. Sebagai suatu

proses komunikasi, qaulan maisura artinya perkataan yang mudah diterima, yang

ringan, yang pantas, yang tidak berliku-liku dan tidak bersayap. Dakwah dengan

qaulan maisura artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti

dan dapat dipahami secara spontan tanpa harus berpikir panjang. Pesan dakwah

model ini tidak memerlukan dalil naqli maupun argumen-argumen logika yang

rumit.

4). Qaulan Karîmâ (Perkataan yang Mulia)

Kalimat qaulan karima dalam al-Quran terdapat dalam ayat yang

mengajarkan etika pergaulan manusia kepada kedua orang tuanya yang sudah tua,

seperti yang disebutkan dalam surat al-Isra ayat 23:

Artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan

sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya

Page 46: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xlvi

sampau berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali

janganlah kamu mengatakan kepada kedua perkataan "ah", dan

janganlah kamu membantah mereka, dan ucapkanlah kepada mereka

perkataan yang mulai".

Dalam perspektif dakwah, maka term qaulan karima diperlukan jika

dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia

lanjut, atau dalam masyarakat kota barangkali adalah kelompok pensiun. Seorang

da'i dalam berhubungan dengan lapisan mad'u yang sudah masuk kategori usia

lanjut, haruslah bersikap seperti terhadap orang tua sendiri, yakni hormat dan

tidak berkata keras dan kasar kepadanya.

Kata karima yang artinya penuh kebajikan (katsir al-khair) jika

dihubungkan dengan qaulan berarti sahlan wa layyinan yakni perkataan yang

mudah dan lembut. Berdakwah kepada orang yang berusia lanjut, haruslah dengan

perkataan yang musah dipahami dan disampaikan dengan retorika yang halus dan

lembut.

5). Qaulan Sadîdâ (Perkataan yang Benar)

Term Qaulan Sadida merupakan persyaratan umum suatu pesan dakwah

agar dakwahnya persuasif. Ditujukan kepada siapa pun, pesan dakwah haruslah

dengan perkataan yang benar. Terma qaulan sadida disebut dua kali dalam al-

Quran, yaitu dalam Surat an-Nisa ayat 9 dan surat al-Ahzab ayat 70. Yang

pertama berkaitan dengan hukum waris, dan yang kedua berhubungan dengan

pesan dakwah.

Page 47: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xlvii

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

katakanlah perkataan yang benar".

Perintah untuk berkata benar didahului oleh perintah bertaqwa, dan Allah

berjanji bahwa berkata benar yang dilandasi oleh ketakwaan itu akan mengantar

pada perbaikan amal dan ampunan dari dosa. Seorang da'i yang konsisten dengan

pesan kebenaran dan didukung oleh integritas pribadinya yang mulia, dijamin oleh

al-Quran bahwa dakwahnya bukan hanya membangun orang lain tetapi juga

membangun dirinya, yakni meningkatkan integritas dirinya.

3. Media Dakwah

Bila dilihat dari asal katanya, media berasal dari bahasa Latin yaitu median

yang berarti alat perantara. Sedangkan pengertian istilah media berarti segala

sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai sesuatu tujuan

tertentu.35

Sedangkan media dakwah berarti segala sesuatu yang dapat digunakan

sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah

ini dapat berupa barang (material, orang, tempat, kondisi tertentu dan sebaginya).

Menurut Hamzah Yakub media dakwah ditinjau dari bentuk penyampaian

dapat dijelaskan menjadi lima yaitu:

a) Lisan, dakwah dengan metode ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah

bimbingan penyuluhan dan sebagainya.

35

Ibid 178

Page 48: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xlviii

b) Tulisan, dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan seperti buku,

majalah, surat kabat (Koran), surat menyurat (koresponden), spanduk dan

sebaginya.

c) Lukisan. Seperti gambar, karikatur, kaligrafi dan sebaginya.

d) Audio visual yaitu alat dakwah yang merangsang alat indra pendengaran

atau penglihatan atau kedua-duanya. Seperti televisi, radio, film, slide,

OHP, interenet dan lain sebaginya.

e) Akhlak. Yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran

Islam dapat dinikmati serta didengarkan oleh mad’u.36

Dari beberapa pendapat diatas, penulis berkesimpulan bahwa media dan

cara yang digunakan untuk berdakwah hakikatnya adalah agar tercapai sebuah

misi dakwah kepada mad’u dan dapat diterima dengan penuh ikhlas sehingga

dapat tercapai sebuah misi dakwah yang sudah ditentuakan oleh para da’i.

Dalam buku Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Asmuni Syukir

berpendapat bahwa ada beberapa media yang dapat dijadikan sebagai media

dakwah, antara lain:

a) Lembaga-lembaga pendidikan formal

b) Lingkungan keluarga

c) Organisasi-organisasi Islam

d) Hari-hari besar Islam

e) Media massa (radio, televisi, buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain)

f) Seni budaya (musik, drama, sastra, wayang kulit, dan lain-lain). 37

36

Hamzah Yakub, Publisistik Islam Tekhnik Dakwah Islam Dan Lidersif, (Bandung: CV

Diponogoro 1986) h.4

Page 49: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xlix

4. Tujuan Dakwah

Bila dipahami pengertian dakwah yang sudah dikemukakan sebelumnya,

sebenarnya secara eksplisit sudah tergambarkan apa yang menjadi tujuan dakwah.

Tujuan pokoknya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dan kebahagiaan umat

manusia, baik di dunia maupun di akhirat dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Tujuan pokok ini juga terperinci sebagi berikut:

a. Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam agar selalu

meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

b. Membina mental kegamaan bagi kaum yang masih mualaf (baru masuk

Islam)

c. Mengajak manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah SWT.

d. Mendidik anak-anak (generasi Islam) agar tidak menyimpang dari

fitrahnya.38

Menurut Toha Yahya Umar, dakwah Islam bertujuan untuk menyebarkan

benih “hidayah” yang pokoknya dilakukan dengan cara meluaskan I’tikad

(Aqidah) meneruskan amal shaleh, membersihkan jiwa, mengokohkan

kepribadian, mengokohkan persaudaraan dan menolak syubhat agama. 39

Dengan demikian semakin jelas, pada perinsipnya ajaran dakwah

bertujuan membimbing umat manusia kepada sesuatu yang bermanfat dan

menunjukan bagaimana cara meraih kebahagian, hanya bisa tercapai dengan cara

37

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1983) h.

179

38

Ibid, h.58

39

Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Widjaya,1992), cet ke-5, H. 10

Page 50: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

l

menumbuhkan benih-benih hidayah, mensucikan jiwa, menjalankan perintah

Tuhan, dan memelihara diri dari sesuatu yang dilarang dari ajaran agama Islam.

5. Strategi Dakwah dalam Merespon Problematika Umat.

Untuk mengatasi berbagai persoalan umat yang begitu kompleks, institusi

dakwah tidak cukup hanya dengan dengan melakukan program dakwah

konvensional, sporadis, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan

pro-aktif. Menghadapi sasaran dakwah (madu) yang semakin kritis dan tantangan

dunia global yang makin kompleks dewasa ini, maka diperlukan strategi dakwah

yang mantap, sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan dapat bersaing di tengah

bursa informasi yang semakin kompetitif.

Ada beberapa rancangan dakwah yang dapat dilakukan untuk menjawab

permasalahan dewasa ini, yaitu: 40

a. Memfokuskan aktivitas dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat.

b. Menyiapkan elit strategis Muslim untuk disuplai ke berbagai jalur

kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.

c. Membuat peta sosial umat sebagai informasi awal bagi pengembangan

dakwah

d. Mengintregasikan wawasan etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbagai

perencanaan dakwah

e. Mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih propesional dan

berorientasi pada kemajuan iptek

40

Kontowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, (Yogyakarta: Salahudin Press,

1985), hlm. 120.juga Syahrin Harahap, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hlm.143-145.

Page 51: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

li

f. Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan: ekonomi, kesehatan dan

kebudayaan umat Islam. Karenanya, sistem manajemen kemasjidan perlu

ditingkatkan

g. Menjadikan sebagai pelopor yang propertis, humanis, dan transpormatif.

Karenanya perlu dirumuskan pendekatan-pendekatan dakwah yang

progresif dan inklusif. Dakwah Islam tidak boleh hanya dijadikan sebagai objek

dan alat legitimasi bagi pembangunan yang semata-mata bersifat ekonomis-

pragmatis berdasarkan kepentingan sesaat para penguasa. Untuk merencanakan

strategi dakwah yang mumpuni, maka diperlukan pembenahan secara internal

terhadap beberapa unsur yang terlibat dalam proses dakwah. Unsur-unsur tersebut

adalah Dai/juru dakwah (aktivis dakwah) materi dakwah, metode dakwah, dan

alat atau media dakwah. Pembenaran strategis terhadap unsur tersebut dapat

dilakukan melalui langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Peningkatan sumber daya muballigh/Da’i (SDM)

Untuk mencapai tujuan dakwah secara maksimal, maka perlu dukungan

oleh para juru dakwah yang handal. Keandalan tersebut meliputi kualitas yang

seharusnya dimiliki oleh seorang juru dakwah yang sesuai dengan tujuan dewasa

ini. Aktivitas dakwah dipandang sebagai kegiatan yang diperlukan keahlian.

Mengingat suatu keahlian memerlukan penguasaan pengetahuan, maka para

aktivis dakwah (Dai/muballigh) harus memiliki kualifikasi dan persyaratan

Page 52: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lii

akademik dan empirik dalam melaksanakan kewajiban dakwah.41

Di era modern

ini, juru dakwah perlu memiliki dua kompetensi dalam melaksanakan dakwah,

yaitu : kompetensi substantif dan kompetensi metodologis. Kompetensi substantif

meliputi penguasaan seorang juru dakwah terhadap ajaran-ajaran Islam secara

tepat dan benar. Kompetensi metodologis meliputi kemampuan juru dakwah

dalam mensosialisasikan ajara-ajaran Islam kepada sasaran dakwah (mad’u).42

b. Pemanfaatan Teknologi Modern sebagai Media Dakwah

Salah satu sasaran yang efektif untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam

adalah alat-alat teknologi modern di bidang informasi dan komunikasi. Kemajuan

di bidang informasi dan telekomunikasi harus dimanfaatkan oleh aktivis dakwah

sebagai media dalam melakukan dakwah Islam, sebab dengan cara demikian

ajaran agama Islam dapat diterima dalam waktu yang relatif singkat oleh sasaran

dakwah dalam skala luas. Dalam hal ini, lembaga-lembaga dakwah masih banyak

yang belum dapat memanfaatkan akses teknologi-informasi secara maksimal,

begitu juga dengan penyediaan dakwah modern, misal TV. Hingga kini masih

menjadi impian. Oleh karena itu, lembaga dakwah perlu membangun sinergis

antar kekuatan guna merealisasikannya dalam rangka mengimbangi laju informasi

dan meredam program-program TV yang tidak mendidik dan cenderung merusak

tatanan masyarakat.

c. Pengembangan Metode Dakwah Fardhiyah.

41

4 Asep Muhyidin, Dakwah dalam Perspektif al-Quran: Studi Kritis atas Visi, Misi dan

Wawasan, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 34.

42

Abdul Munir Mulkhan, Ideologi Gerakan Dakwah: Episode Kehidupan M. Natsir dan

Azhar Basyir, (Yogyakarta: Sipress, 1996), hlm. 237.

Page 53: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

liii

Untuk menjawab tantangan dunia global, maka perlu dikembangkan

metode dakwah fardhiyah, yaitu metode dakwah yang menjadikan pribadi dan

keluarga sebagai sendi utama dalam aktivitas dakwah. Dalam usaha membentuk

masyarakat yang dicirikan oleh Islam harus berawal dari pembinaan pribadi dan

keluarga yang Islami, sebab lingkungan keluarga merupakan elemen sosial yang

amat strategis dan memberi corak paling dominan bagi pengembangan masyarakat

secara luas. Pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami ini dapat ditempuh

melalui dua cara, yaitu: pertama, peningkatan fungsi orang tua (ibu dan bapak)

sebagai tauladan dalam rumah tangga; kedua, perlunya dibentuk lembaga

konsultan keluarga sakinah (KKS) dan klinik rohani Islam (KRI) dalam setiap

komunitas Muslim. Untuk pelaksanaan KKS dan KRI ini diperlukan tenaga

penyuluh dan counselor Islam yang handal baik secara teoritis maupun secara

praktis.43 Di sinilah peran lembaga dakwah untuk membina dan mendorong agar

anggotanya mengembangkan dakwah fardiyah sehingga masing-masing keluarga

dapat terpantau dan

terkendali, sekaligus menjadi benteng kontrol sosial.

d. Penerapan Dakwah Kultural

Dakwah kultural adalah dakwah Islam dengan pendekatan kultural, yaitu:

pertama, dakwah yang bersifat akomodatif terhadap nilai budaya tertentu secara

inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan aspek substansial keagamaan; kedua,

menekankan pentingnya kearifan dalam memahami kebudayaan komunitas

43

Mohammad Noer, “Dakwah untuk Umat,” Makalah dalam Workshop Program Studi

Sejenis Ditjen Pendidikan Islam Depag RI, 2007, hlm. 5.

Page 54: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

liv

tertentu sebagai sasaran dakwah. Jadi, dakwah kultural adalah dakwah yang

bersifat buttom-up dengan melakukan pemberdayaan kehidupan beragama

berdasarkan nilai-nilai spesifik yang dimiliki oleh sasaran dakwah. Lawan dari

dakwah kultural adalah dakwan struktural, yaitu dakwah yang menjadikan

kekuasaan, birokrasi, kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam.

Karenanya dakwah struktural lebih bersifat top-down.

Secara sunnatullah, setiap komunitas manusia, etnis, dan daerah memiliki

kehasan dalam budaya. Masing-masing memiliki corak tersendiri dan menjadi

kebanggaan komunitas bersangkutan. Dalam melakukan dakwah Islam corak

budaya yang dimiliki oleh komunitas tertentu dapat dijadikan sebagai media

dakwah yang ampuh dengan mengambil nilai kebaikannya dan menolak

kemungkaran yang terkandung dalamnya. Perbedaan penghayatan dan

pengamalan agama selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: karakteristik

individu, umur, lingkungan sosial, dan lingkungan alam. Kelahiran mazhab dalam

Islam pun turut dipengaruhi oleh faktor alam dan geografis. Karena itu, akan

selalu ada perbedaan cara beragama antar orang desa dan kota, petani dengan

nelayan, masyarakat agraris dan masyarakat industri, dan sebagainya. Perbedaan-

perbedaan itu perlu dimengerti oleh para aktivis dakwah supaya dakwah Islam

yang dilakukan dapat menyeseuaikan diri dengan kondisi objektif manusia yang

dihadapi dan kecendrungan dinamika kehidupan mutakhir.

Dalam melakukan dakwah kultural, para aktivis dakwah harus

menawarkan pemikiran dan aplikasi syariat Islam yang kaffah dan kreatif. Materi-

materi dakwah perlu disistematiskan dalam suatu rancangan sillabi dakwah

Page 55: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lv

berdasarkan kecendrungan dan kebutuhan madu. Para aktivis dakwah tidak boleh

langsung menghakimi jamaah berdasarkan persepsinya sendiri, tanpa

mempertimbangkan apa sesungguhnya yang sedang mereka alami. Karena itu

materi dakwah kultural tidak semata-mata bersifat fiqh sentries, melainkan juga

materi-materi dakwah yang aktual dan bernilai praktis bagi kehidupan umat

dewasa ini. Kaedah formal ketentuan-ketentuan syariah yang selama ini

merupakan tema utama pengajian dan khutbah harus diimbangi dengan uraian

mengenai hakikat, substansi, dan pesan moral yang terkandung dalam ketentuan

syariah dan fiqh tersebut. Seiring dengan pergeseran ini, maka tema-tema dakwah

pun yang muncul kepermukaan adalah masalah-masalah yang menyangkut

lingkungan hidup, polusi udara, perubahan iklim, pemanasan global, etika bisnis

dan kewiraswastaan dan, bio-teknologi dan cloning, HAM, demokrasi, supremasi

hukum, etika politik, kesenjangan sosial ekonomi dan pemerataan hasil-hasil

pembangunan, budaya dan teknologi informasi, gender, dan tema-tema

kontemporer lainnya.

Keharusan untuk medesain ulang tema-tema dakwah ini merupaka

tuntunan modernisasi spiritualitas Islam yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Sebab, problema yang muncul di zaman modern jauh lebih kompleks dan

memerlukan respon yang lebih beragam dan akomodatif.44

Di sinilah lembaga

dakwah secara sistematis memberikan respon-proaktif bukan reaktif yang

sporadis. Sehingga dampaknya dapat dirasakan oleh umat secara konkrit.

44

Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, (Jakarta:

Paramadina, 1999),

hlm. 14.

Page 56: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lvi

6. Dakwah Kultural Walisanga

Islam-Indonesia dibawa oleh para kaum sufi yang berdagang ke wilayah

Indonesia sekitar abad 14 M (8 H). Para pedagang tersebut berasal dari kawasan

India, Yaman, Persia, dan Mesir. Sebagian dari mereka yang pada akhirnya

melahirkan sosok-sosok dai tangguh yang tergabung dalam Wali Songo yang

mendakwahkan ajaran Islam di beberapa belahan wilayah Indonesia. Dalam

prakteknya, mereka menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Indonesia

dengan memperhatikan kondisi sosio-kultural yang ada. Karena ajaran agama

sebelumnya (Hindu dan Budha) sudah mendarahdaging dalam aktifitas keseharian

mereka, maka metode dakwah yang diterapkan pun menyesuaikan dengan kultur

yang ada.45 Secara perlahan-lahan, metode persuasif yang dikembangkan dengan

sangat cantik, bisa diterima oleh masyarakat. Bahkan tidak jarang, para Walisongo

ini mengadopsi tradisi dan adat-istiadat Hindu dan Budha dan selanjutnya

diakselerasikan dengan ajaran Islam. Dengan begitu maka masyarakat akan

dengan mudah menerima kehadiran Islam. Cara ini ternyata ampuh. Dengan

sangat mengejutkan, banyak sekali masyarakat Indonesia yang berbondong-

bondong memeluk agama Islam.46

Ketika para penjajah menduduki wilayah Indonesia sekitar 350 tahun,

keadaan berubah. Meskipun tidak sedikit anggota masyarakat yang bisa diperalat

45 Fadlolan Musyaffa, MA. Budaya dan Media Dakwah, Selasa, 17 Juli 2007

http://www.numesir.org/cetak.php?id=43

Page 57: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lvii

oleh mereka, namun sebagian besar dari mereka memilih untuk tidak melakukan

kompromi dengan penjajah. Terutama bagi mereka yang notabene baru mengenal

Islam, tidak ada tempat pelarian bagi mereka kecuali melarikan diri ke daerah-

daerah terpencil yang sekiranya tidak terendus oleh para penjajah. Bahkan tidak

jarang mereka yang melarikan diri ke gua-gua dan daerah pegunungan untuk

menenangkan diri dan terus memperdalam keislaman mereka. Mereka telah

antipati dan berkomitmen untuk tidak melakukan kompromi dalam bentuk apapun

dengan penjajah.

Secara garis besar, ajaran yang dikembangkan Walisongo di tengah

masyarakat merupakan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Meskipun demikian,

aliran ini bukanlah satu-satunya aliran yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.

Ada aliran lain, misalnya Salafiyah. Ia mempunyai jumlah pengikut yang cukup

signifikan dan secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap para

penjajah. Di sisi lain, mereka juga melakukan perlawanan ideologi menentang

aliran Syafi'iyah dan Maturidiyah yang telah lebih dulu berkembang di Indonesia.

Hal ini disebabkan oleh perbedaan ajaran yang dijadikan mainstream oleh masing-

masing kelompok yang ada.

Pembelajaran tentang kehidupan harmonis ditengah mejemuknya

masyarakat Indonesia telah diajarkan oleh Walisanga. Keberhasilan dakwah yang

diraih dalam waktu relatif singkat itu menjadi menarik untuk dikaji. Petama,

keberhasilan Walisanga dalam “mengislamkan” sebagian masyarakat jawa justru

ditengah-tengah keberadaan kerajaan Hindu, Majapahit. Meskipun harus diakui

Page 58: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lviii

pula bahwa Majapahit pada waktu itu pada masa kemundurannya. Kedua,

kegemilngan itu justru tidak didukung dengan kekuatan militer sebagaimana

ekspansi yang terjadi di Spanyol, Andalusia dan cordova. Metode dakwah yang

dilakukan oleh Walisanga adalah dengan mengambil budaya lokal sebagai

medianya. Maka tidak heran akan mudah dijumpai bentuk “perkawinan” antara

nilai universal Islam dengan budaya lokal di tanah jawa. Bentuk akulturasi

semacam itu ternyata justru mengantarkan Walisanga meraih tujuan dakwah yang

diharapkan.

Kesenian wayang yang dahulu adalah cerita tentang kisah Hindu

Mahabarata dan Ramayana kemudian di modifikasi dengan memasukan unsur-

unsur ajaran Islam. Pertama yang dilakukan adalah merubah bentuk wayang yang

sebelumnya berupa ukiran kayu yang mirip mahluk hidup kemudian diganti

dengan kulit sapi agar kemiripannya jauh berkurang. Ini dilakukan karena dalam

ajaran Islam ada larangan untuk mengambar atau membuat patung yang mirip

dengan mahluk hidup. Kedua, memasukan nilai Islam kedalam unsur cerita dalam

pewayangan. Caranya dengan mempersonifikasikan atau memanusiakan tokoh-

tokoh "pandawa Lima" seperti:

Puntadewa atau Samiaji sebagai saudara tua (anak sulung) dari pandawa

karena kalimat syahadat adalah rukun Islam yang pertama. Didalam cerita

wayang, sifat-sifat Puntadewa sebagai raja (Syahadat bagaikan rajanya rukun

Islam) yang memiliki sikap "berbudi bawa leksana, berbudi luhur dan penuh

kewibawaan. Seorang raja yang arif bijaksana, adil dalam ucapan dan perbuatan

Page 59: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lix

(al-adlu), sebagai pengejawantahan dari kalimat syahadat yang selamanya

mengilhami kearifan dan keadilan. Puntadewa memimpin keempat saudaranya

dalam suka duka dan penuh kasih saying. Demikian pula dalam rukun Islam

kalimat Syahadat adalah rajanya, karena biarpun seseorang menjalankan rukun

Islam yang kedua, ketiga, keempat,dan kelima namun tidak menjalankan rukun

Islam yang pertama maka seluruh amalnya akan sia-sia. Terlebih orang akan

menyebutnya sebagai seorang yang munafik (hipokrit). Prabu Puntadewa tidak

pernah mati selama ia memiliki azimat "Kalimosodo" (kalimat syahadat atau

syahadatain), senantiasa unggul dalam setiap perjuangan dan selalu ikhlas dan

menyayangi rakyatnya.

Bima atau Werkudara dipersonofikasikan sebagai rukun Islam yang

kedua yaitu Shalat lima waktu. Dalam kisah pewayangan bima terkenal sebagai

penegak pandawa. Ia hanya bisa berdiri saja, karena memang tidak bisa duduk,

konon menurut ki Dalang tidurpun Bima dengan berdiri. Seperti halnya hadis

Nabi Muhammad SAW yang artinya: "Shalat adalah tiang agama, barang siapa

yang menjalankanya maka ia menegakkan Islam dan barang siapa yang

meninggalkanya maka ia merobohkan Islam". Dalam kehidupanya sehari-hari

Bima selalu menggunakan "bahasa ngoko" atau bahasa jawa kasar bail itu kepada

Dewa, pendeta, kiayi dan lain-lain. Sebagai lambang rukun Islam yang kedua

shalat lima waktu maka shalat berlaku terhadap siapapun, kapanpun dan

dimanapun.

Arjuna atau Janoko dipersonifikasikan sebagai rukun Islam yang ketiga

yaitu Zakat. Dalam cerita pewayangan dia disebut sebagai "lelananging Jagad"

Page 60: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lx

(lelaki pilihan). Nama Arjuna berasal dari kata "Jun" yang artinya jambangan.

Benda ini merupakan symbol jiwa yang bersih. Banyak wanita yang "nandhang

gandrung kapirangu lan kapilayu" (tergila-gila) kepadanya. Arjuna memiliki sifat

yang sangat lemah lembut, terlebih terhadap kaum wanita dia sangat tidak bisa

mengatakan "tidak" (seperti orang Jawa pada umumnya diluar mengatakan tidak

padahal batinya mengiyakan). Dengan kehalusan dan kelembutan Arjuna maka ia

terlihat lemah dan tidak berdaya, namun sebenarnya dibalik kelemahan dan

kehalusanya terdapat kekuatan yang sangat luarbiasa. Terbukti Arjuna selalu

unggul didalam setiap pertempuran. Maka demikianlah Zakat sebagai rukun Islam

yang ketiga yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim disini juga

mengandung arti agar setiap muslim dimanapun berada agar berjuang untuk

mendapatkan rizqi dan kekayaan. Setiap orang pasti menginginkan "mas peci raja

brana" (harta kekayaan dan lain-lainya). Maka agar harta itu berfungsi sosial dan

pembersih maka harus di Zakati supaya suci dan bersih lahir batinya.

Nakula dan Sadewa dipersonifikasikan sebagai rukun Islam yang keempat

dan kelima yaitu Puasa ramadhan dan haji. Kedua tokoh ini hanya bertemu pada

saat-saat tertentu saja. Demikian juga dengan puasa Ramadhan dan haji tidak

setiap hari dikerjakan. Hanya dikerjakan dalam waktu tertentu misalnya Puasa

setahun sekali pada bulan Ramadhan, dan haji juga setahun sekali pada bulan

dzulhijah di mekah al-Mukaromah. Pandawa bukanlah pandawa tanpa si kembar

nakula sadewa, meskipun mereka ini lahir dari ibu yang lain, Dewi Madrim yang

ikut "labuh geni" (menceburkan diri kedalam api bila suaminya meninggal

Page 61: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxi

menurut tradisi Hindu) dengan suaminya pandu Dewanata. Memang demikian

puasa ramadhan dan haji lahir pada bulan-bulan tertentu (ramadhan dan zulhijah).

Penghormatan terhadap budaya lokal juga ditunjukan oleh Sunan Kudus. Peninggalannya sampai sekarang masih dapat dilihat berupa menara masjid yang menyerupai bangunan peribadatan Umat Hindu. Selain itu tradisi umat hindu yang sangat memuliakan binatang sapi juga dibiarkan oleh Sun

daerah jawa tengah masih mengikuti tradsi tersebut dengan cara tidak makan

daging sapi.

Upaya rekonsiliasi memang wajar antara agama dan budaya di Indonesia

dan telah dilakukan sejak lama serta bisa dilacak bukti-buktinya. Masjid Demak

adalah contoh konkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi itu. Ranggon atau

atap yang berlapis pada masa tersebut diambil dari konsep 'Meru' dari masa pra

Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Sunan Kalijaga

memotongnya menjadi tiga susun saja, hal ini melambangkan tiga tahap

keberagamaan seorang muslim; iman, Islam dan ihsan. Pada mulanya, orang baru

beriman saja kemudian ia melaksanakan Islam ketika telah menyadari pentingnya

syariat. Barulah ia memasuki tingkat yang lebih tinggi lagi (ihsan) dengan jalan

mendalami tasawuf, hakikat dan makrifat.47

Berbagai bukti-bukti diatas, menunjukkan penerimaan walisanga terhadap

budaya lokal merupakan satu indikasi pemahaman yang kuat bahwa kepulauan

nusantara memiliki keragaman budaya dan agama. Maka Walisanga

memperlakukan objek dakwahnya tidak keras terhadap kebudayaan-kebudayaan

yang tumbuh dan berkembang bersama agama Budha dan Hindu. Walisanga

47Abdurrahman Wahid, Pribumisasi Islam dalam Islam Indonesia, Menatap Masa Depan

(Jakarta: P3M, cet. I, 1989), h. 92.

Page 62: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxii

justru secara cerdas menjadikan kultur masyarakat yang ada itu sebagai salah satu

strategi dakwahnya dalam mendekati objek dakwahnya. Pendekatan yang diambil

inilah membuat gerakan dakwah seperti ikut mengalir dalam arus yang ada, tapi

terus memberikan warna terhadapnya. Adapaun warna yang dimaksud adalah

warna keislaman, dengan tanpa melakukan pembersihan terhadap tardisi lokal.

Pendekatan kultur ini pula menjadi babak baru sebagai model dakwah penyebaran

Islam yang berhasil secara gemilang tanpa dilakukan dengan kekuatan politik atau

militer.

Dengan melihat warisan yang begitu baik dari walisanga dalam

menyampaikan Islam, maka sudah menjadi keharusan bagi kita untuk

melestarikannya. Bukan saja karena keberhasilannya yang gemilang dalam proses

Islamisasi, tapi lebih dari itu bagaimana mereka wujudkan itu dengan tetap

menghomati budaya yang telah berkembang dalam masyarakat. Inilah seharusnya

menjadi teladan bagi penggiat dakwah dalam menyampaikan kebenaran Islam

secara cerdas dan bermartabat.

7. Fenomena Dakwah kontemporer

Perkembangan dakwah di Indonesia dewasa ini secara umum sulit dinilai

apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh praktisi dakwah. Ini terjadi

bukan karena berhentinya proses dakwah itu, melainkan sangat sulit untuk

menentukan ukuran-ukuran yang tepat sebagai standarisasi keberhasilan dakwah

secara menyeluruh. Memang secara sederhana keberhasilan dakwah dikatakan

telah berhasil jika tujuan dakwah telah tercapai. Namun kalau yang menjadi

Page 63: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxiii

ukuran adalah dari segala sisi kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik dan

ekonomi artinya tidak un sich dalam bidang agama maka kiranya masih jauh

dirasakan keberhasilannya.

Memang harus diakui secara jujur bahwa perkembangan pengajian-

pengajian atau majelis taklim sekarang ini sedang mengalami ghiroh yang tinggi.

Ambil contoh di Jakarta banyak bermunculan pengajian-pengajian seperti Majelis

Rosulullah yang di pimpin Habib Mundzir Al-Musawwa atau Nurul Mustofa yang

diasuh Habib Hasan bin Ja’far Assegaf. Pada malam minggu akan dijumpai arak-

arakan para pemuda-pemudi dengan menggunakan motor atau mobil untuk

menghadiri tempat-tempat pengajian tersebut. Belum lagi majelis taklim yang

biasanya gencar dilakukan para ibu-ibu yang jumlahnya mencapai ribuan. Tentu

fenomena itu harus diberi apresiasi yang tinggi apalagi ini terjadi di Jakarta

sebagai Ibu Kota Negara.

Tidak hanya pengajian yang bersifat tabligh konvensional. Para da’i juga

merambah kedunia teleivisi sebagai alat atau media dalam menyampaikan

dakwahnya. Ini tentu menarik karena jangkauan media yang tidak hanya bersifat

lokal dan temporal namun juga bisa dinikmati mad’u di berbagai daerah. Maka

tidak heran kita mengenal tokoh da’i kondang seperti KH. Abdullah Gymnastiar,

Ust. Jefry Al-Bukhori, Ust. Mansyur atau Ust. Arifin Ilham yang beberapa tahun

terakhir menghiasi layar kaca televisi. Kalau dulu kita kita mengenal Zainuddin

MZ maka sekarang ini estafet dakwah di media diteruskan oleh ketiga da’i

tersebut.

Page 64: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxiv

Malahan trend yang terjadi sekarang muncul da’i karbitan yang namanya

di besarkan oleh media sebagai bagian dari kepentingan bisnis semata. Saking

populernya da’i tersebut di media televisi tidak jarang para da’i lebih terasa lekat

menjadi sebagai selebriti dari pada sebagai penyuluh agama. Inilah yang harus

menjadi perhatian para penggiat dakwah agar tetap menjaga jarak dengan media.

Tentu kita tidak menginginkan kasus yang terjadi kepada K.H. Abdullah

Gymnastiar tidak terulang lagi. Hanya karena kasus poligami yang dilakukannya

terjadi aksi boikot sekaligus pemutusan kontrak kerja dengan beberapa stasiun

TV. Dalam sekejap pesona kyai dari kota Parahiyangan pun mulai meredup.

Selain perkembangan yang cukup menjajikan diatas terdapat pula

keprihatinan yang perlu diperhatikan secara serius. Banyak kita jumpai saat ini

para da’i lebih sering menabur benih-benih kebencian kepada setiap kelompok

yang berbeda, entah itu kepada sesama muslim atau dengan kelompok agama lain.

Sebelum reformasi kita tentu dapat memahami jika para mubaligh sering bicara

keras bahkan terkesan menantang dan provokatif. Tapi semua itu ditujukan

kepada penguasa negeri ini yang saat itu berbuat tidak adil, korup, nepotisme dan

melakukan penindasan kepada rakyat. Sekarang, konteksnya bergeser kepada

upaya untuk melakukan pemaksaan kehendak kepada kelompok minoritas yang

berbeda pandangan, entah itu sesama muslim atau kepada umat baragama lain.

Kemudian yang perlu disorot lagi adalah materi-materi khutbah yang di

sampaikan para khatib pada sholat jumat, terutama di Jakarta. Apa yang

disampaikan para khatib seringkali cenderung provokatif dan berupaya untuk

menjelek-jelekkan pihak lain. Perkataan yang kurang pantas seperti hujatan dan

Page 65: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxv

tuduhan juga meluncur dari mulut mereka. Padahal jelas masjid secara etis adalah

milik semua golongan Islam. Oleh karenanya pada waktu sholat jumat

berlangsung, semua jamaah melepaskan diri dari sekat-sekat organisasi sosial

maupun politik ataupun madzahab yang dikutinya. Namun sayangnya perilaku

para khatib tidak bisa menghargai perbedaan-perbedaan para jamaahnya yang

berafiliasi dengan kelompok tertentu. Hujatan, tuduhan, dan mejelekkkan kepada

kelompok maupun tokoh-tokoh tertentu sering dilancarkan para khatib. Selain itu,

materi khutbah sekarang ini banyak mengambil isu-isu kontemporer yang masih

menjadi perdebatan di dalam masyarakat. Jika kondisi ini terus berlangsung

sungguh membahayakan bagi persatuan umat dan keberlangsungan toleransi yang

telah terjaga selama ini. Bisa jadi masjid pada saatnya nanti masjid menjadi

terkotak-kotak untuk komunitas jamaah terbatas yang sesuai paham yang

diusungnya.

C. Teori Pluralisme

1. Pengertian

Pluralisme dalam bahasa Inggris berasal dari kata plural berarti jamak

atau banyak48

, secara sederhana dapat dimaknai sebagai sikap yang menyadari

adanya kemajemukan masyarakat, baik dari segi etnis, bahasa, agama, gender,

maupun bangsa. Bisa pula sebagai sikap sadar terhadap kemajemukan agama-

48 Jhon M. Echol dan Hasan Shadiliy, (ed.), “plur”, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta:

Gramedia, 1996), Cet. Ke-23, h. 435

Page 66: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxvi

agama sebagai kenyataan yang tak dapat dielakkan, sesuatu yang hadir di

depan mata. 49

Pluralitas dapat diartikan sebagai agama, kebangsaan, pandangan

politik, yuridiksi politik, dan pendapat perseorangan, yang kesemuanya

berkumpul bersama di dalam suatu masyarakat. Oleh sebab itu, berbicara

mengenai pluralisme di dalam masyarakat Muslim adalah berbicara mengenai

kemerdekaan dan demokrasi.50

Dengan alasan kehati-hatian, ada yang membedakan antara kata

pluralitas dan pluralisme. Yang pertama sebagai sebuah realitas antropologis,

sedangkan yang kedua sebagai pandangan hidup atau sikap hidup.51

Sebagai

sebuah realitas antropologis memang tidak bisa di sangkal bahwa

kemajemukan yang ada di bumi ini justru menjadi sebuah pertanda akan

kekuasaan Allah yang tidak terbatas. Pada posisi ini pluralitas sesungguhnya

lebih di terima oleh semua golongan. Namun, perdebatan baru akan muncul

ketika membahas pluralisme sebagai pandangan atau sikap hidup. Kelompok

pengusung faham ini menganggap bahwa penerimaan sekaligus penyebaran

terhadap pluralisme menjadi agenda penting di saat banyak kekerasan terjadi

di banyak tempat yang mendasarkan atas nama agama. Namun bagi kelompok

yang menolak faham ini berpendapat bahwa penyebaran faham pluralisme

adalah sebagai upaya barat untuk melakukan pendangkalan agama karena

49

Bahtiar Effendi dan Hendro Prasetyo (ed.), Radikalisme Agama, (Jakarta: PPIM-IAIN

Jakarta, 1998), h.86-87 50Mohamad Shahrour, diakses pada tanggal 27 Juni 2008 www.mediaisnet.com 51

Komarudin Hidayat

Page 67: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxvii

sangat kental terhadap faham relativisme. Apalagi, kelahirannya muncul dari

tradisi keagamaan yang terjadi di barat atau ke-kristenan.

Kata pluralisme muncul menjadi konsep pertama kali terjadi dalam

tradisi kehidupan dunia Barat. Kemunculannya dilatarbelakangi oleh

timbulnya gerakan protestantisme yang dipimpin Martin Luther (1546), tokoh

yang berusaha melansir pembaharuan keagamaan dalam tubuh gereja lantaran

merasa terkungkung dalam hirarki gereja dan kekuasaan politik yang menutup

kebebasan berpikir dan ekspresi masyarakatnya. Sejak abad pertengahan (abad

ke-5 dan ke-16), muncul sejumlah gerakan pemberontakan terhadap Gereja

Katolik Roma dan akhirnya berhasil menyatukan Eropa Kristen. Pada masa

itu, perang agama-agama yang dahsyat merebak dan telah menghancurkan

sendi-sendi kehidupan masyarakat, kerajaan, dan berbagai imperium.52

Menurut Richard J. Mouw (1993), pluralisme adalah paham mengenai

kemajemukan, dalam pengertian ini pluralisme dapat dikondisikan ketika

seseorang memiliki keyakinan bahwa di sana ada sesuatu yang penting, dapat

dikatakan bahwa yang bercorak banyak sebagai anugerah.53 Senada dengan itu,

John Hick mengatakan: ”Aneka ragam agama merupakan berbagai aliran

pengalaman keagamaan yang berbeda di mana masing-masing bermula pada

episode yang berbeda dalam sejarah manusia yang kemudian memekarkan

kesadaran logis di dalam sebuah ruang kebudayaan.” Di sini Hick hendak

menyatakan bahwa agama berbeda karena ia lahir dalam ruang sejarah dan budaya

52

Bahtiar Effendi dan Hendro Prasetyo (ed.), Radikalisme Agama, (Jakarta: PPIM-IAIN

Jakarta, 1998), h.86-87 53 Fathimah Usman, Wahdat Al-Adyan: Dialog Pluralisme Agama, (Yogyakarta: LkiS,

2002), h. 64

Page 68: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxviii

yang berbeda. Tapi perbedaan itu bertemu pada satu persepsi tentang sebuah

hakekat yang misterius. Jhon Hick menyimpulkan bahwa pluralisme agama

adalah sesuatu yang rasional karena mampu memberikan penegasan tentang

realitas alam yang secara substansial benar, berkembang, tepat, dan jalan bagi

penyelamatan masa depan.54 Untuk itu masa depan bangsa kita masih sangat

tergantung pada sejauh mana hubungan antar umat beragama tercipta, di tengah

pluralitas agama. Karena pluralitas agama sendiri, menurut Harold Coward,

sebagaimana dikutip Sukidi, masih merupakan tantangan khusus bagi agama-

agama.55

Bila ditelusuri secara mendalam, pemikiran sinkretis yang berupaya

menyamakan semua agama, pada dasarnya adalah bentuk pelecehan terhadap

agama. Pemikiran sinkretis semacam itu juga pernah dikembangkan oleh

kelompok organisasi rahasia Yahudi Free Masonry. Kelompok ini pernah

mendirikan perkumpulan teosofi di Indonesia dengan nama Nederlandsch

Indische Theosofische Vereeniging (Perkumpulan Teosofi Hindia Belanda, yang

merupakan cabang dari perkumpulan teosofi yang bermarkas di Adyar, Madras,

India (Saidi, 1994: 10-13)56

Penyangkalan sekaligus tuduhan bahwa pluralisme adalah bentuk

menyamakan agama dalam segala hal adalah sikap yang jelas-jelas tidak mau

tahu sekaligus menutup mata terhadap realitas yang ada. Sebagaimana Adian

54

Ibid, h. 71 55

Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001) h. 5 56 Adian Husaini “Teologi Pluralis yang Merusak (Kerukunan) Agama” Artikel diakses

pada 29 Juni 2008 [email protected]

Page 69: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxix

Husaini mengatakan bahwa Pluralisme adalah bentuk lain dari menyamakan

semua agama yang menurutnya merupakan suatu tindakan pelecehan terhadap

agama. Bagaimana mungkin suatu usaha untuk memahamai realitas agama yang

berbeda dengan tujuan saling mengenal dan menghormati justru disebut sebagai

sebagai tindakan pelecehan terhadap agama. Bukankah perbedaan itu justru telah

diciptakan oleh yang maha tunggal Allah SWT.

Penerimaan terhadap agama-agama tidak lepas dari keterbatasan manusia

dari memahami kesempurnaan Tuhan. Perbedaan justru menunjukan betapa

kayanya Tuhan. “Tuhan terlalu kaya dan sangat tak terbatas sehingga tradisi suatu

agama yang tentu saja memilki keterbatasan, tidak akan menimba secara tuntas

kesempurnaan Tuhan.” Kepenuhan Tuhan lebih baik terungkap melalui pluralitas

agama dari pada hanya oleh satu agama. Jadi pluralisme agama lebih merupakan

pada pengakuan akan keterbatasan manusia dalam menangkap kepenuhan Tuhan.

Keterbatasan ini tidak lantas mengurangi otentisitas kebenaran suatu agama dalam

peranannya sebagai jalan keselamatan pemeluknya. Agama sejauh sebagai

lembaga atau sistim kepercayaan, praktik dan nilai adalah juga fenomena empiris

(sosio-sejarawi). Maka agama menyisakan keberatan bila dimutlakan. Dalam

setiap agama, terjadi proses intstitusionalisasi konsep dari orientasi personal ke

sebuah ideal, lalu abstraksi (WC. Smith. 1962:131) dan konsepsi ideal ke konsep

logis kebenaran. Dalam proses penafsiaran itu, terselip berbagai kepentingan.

Page 70: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxx

Pewahyuan Tuhan memang mutlak, namun kemampuan manusia menangkap

wahyu itu terbatas. Terbatas juga kemampuan menagkap misteri agama lain.57

Sebagaimana dikutip Zuhairi Misrawi dalam bukunya Al-Quran Kitab

Toleransi Diana L. Eck pimpinan pluralism project. Harvard University

memberikan penjelasan perihal bagaimana sesungguhnya posisi pluralisme.

Upaya ini sekaligus untuk menjelaskan dan membantah anggapan bahwa

pluralisme sama dengan paham menyamakan agama-agama yang ada. Ada tiga

poin yang diuraikan secara baik mengenai pluralisme: Pluaralisme adalah

keterlibatan aktif (active engagement) ditengah keragaman dan perbedaan.58

Kedua, pluralisme lebih dari sekedar toleransi. Dalam toleransi akan lahir sebuah

kesadaran akan pentingnya menghargai orang lain. Tapi pluralisme ingin

melampaui capaian tersebut, yaitu menjadi sebuah upaya memahami yang lain

sebagai sebuah pemahaman yang kontrukstif (contructive understanding). Ketiga,

pluralisme bukanlah relativisme. Pluralisme adalah upaya untuk menemukan

komitmen bersama diantara pelbagai komitmen (encounter commitmens).

Dari ketiga poin tersebut sedikit terjawab apa dan bagaimana

sesungguhnya pluralisme itu. Pluralisme bukanlah paham yang menyakini bahwa

setiap agama itu sama. Pluralisme adalah paham yang secara jelas mendorong

agar keragaman dijadikan sebagai potensi untuk membangun toleransi, kerukunan

dan kebersamaan.59

Pluralisme juga bukan relativisme sebagaimana dituduhkan.

Karena justru pluralisme menghargai komitmen dan keyakinan dari setiap agama

57

Haryatmoko, “Mencoba Menafsir Pluralisme”, Kompas, (Jakarta), 20 Agusutus 2005

h.6 58 Zuhairi Misrawi, “Al-Quran Kitab Toleransi”, (Jakarta: Fitrah, 2007) h.207 59

Ibid h.208

Page 71: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxi

yang ada. Adapun yang dimaksud membangun kebersamaan hanya sebatas dalam

bidang sosial dan bukan akidah.

Berbagai pendapat diatas seakan menampik dengan keras apa yang

dipahami MUI tentang pluralisme. Dalam fatwanya MUI menyatakan bahwa

paham-paham semacam pluralisme hukumnya adalah haram karena lebih

mengarah kepada faham relativesme yang ujungnya menyamakan semua ajaran

agama yang ada. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa silang pendapat itu terjadi

dari sisi terminologis dan ada kecenderungan penolakan tersebut karena lahirnya

faham pluralisme berasal dari peradaban barat. Polemik tentang diharamkannya

faham pluralisme itu sebenarnya memiliki implikasi yang begitu luas ditengah

masyarakat. Tidak hanya terbatas pada upaya untuk membatasi kebebasan berfikir

saja tapi lebih dari itu ada upaya-upaya kelompok massa tertentu untuk melakukan

upaya intimidasi terhadap kelompok yang memperjuangkan pentingnya

pluralisme. Kesemuanya itu ditenggarai dilakukan atas landasan fatwa yang

dikeluarkan MUI. Kalau dulu sebelum reformasi pemasungan akal dilakukan oleh

penguasa yang sedang berkuasa pada waktu itu, maka kini tindakan pemaksaaan,

dan pelarangan kebebasan berfikir justru dilakukan oleh sebuah lembaga agama

yang sebenarnya tidak memiliki wewenang karena tidak masuk dalam struktur

ketatanegaraan kita.

Perihal fatwa yang kini marak dikeluarkan oleh MUI, Khaled Abou el-

Fadl, seorang pakar hukum dari University of California Los Angles (UCLA)

berpendapat, Bahwa salah satu kelemahan fatwa tentang persoalan kekinian

adalah hilangnya ketelitian, kesungguhan, kemenyeluruhan dan kejujuran dalam

Page 72: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxii

membedah sebuah persoalan. Akibatnya, yang muncul bukanlah pandangan-

pandangan yang otoritatif. Mereka sebenarnya bukan berbicara tentang Tuhan,

akan tetapi berbicara “atas nama Tuhan”.60

Akhirnya pluralisme melampaui fundamentalimse yang berkutat pada

setiap agama. Agama yang pada mulanya hanya berkutat pada dimensi hukum

(heretical imperative) menuju dimensi pelayanan yang dilakukan secara sukarela

(Voulentary imperative). Semua agama mempunyai potensi untuk melakukan hal-

hal yang berkaitan dengan dimensi kemanusiaan. Baik Islam Maupun Kristen

sama-sama memiliki potensi untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan

dimensi kemanusiaan.61

2. Pluralisme Dalam Al-Quran

Kehancuran menara kembar WTC yang menjadi simbol kekuatan ekonomi

Amerika Serikat menandai kambali terkoreksinya hubungan antara barat (Kristen)

dengan timur (Islam). Peristiwa yang dikenal September kelabu itu seakan

membuka mata semua pihak teutama para agamawan. Ada sesuatu yang salah

dalam mengartikan agama jika memang pengeboman yang di maksud sebagai

bagian dari perintah agama. Apalagi muncul dugaan kuat para pelaku yang

melakukan peledakan itu diidentifikasi sebagai fundamentalisme muslim

pimpinan Osama bin laden yang tidak puas atas kebijakan USA diberbagai Negara

Muslim terutama kasus Timur- Tengah. Meskipun sampai kini belum ada pelaku

yang diadili atas peristiwa itu, Bush telah meniup sangkakala perang terhadap

teroris. Maka terjadilah aksi balas dendam sebagai bagian dari operasi teroris

60 Ibid h.211 61

Ibid h.209

Page 73: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxiii

dengan menginfasi negara berdaulat Irak dan Afganistan yang dianggap sebagai

sarang dan berkembangnya teroris.

Akibat buruk yang di terima umat Islam dari peristiwa itu berkembangnya

stigma bahwa islam adalah agama teroris yang intolerar terhadap setiap

perbedaan. Agama yang sama sekali tidak sejalan dengan pencapaian barat atau

tradisi barat saat ini. Bahkan, berbagai pihak menuduh Islam tidak sejalan dengan

nilai-nilai universal yang dikampanyekan PBB terkait persoalan HAM.

Stigma tidak adil tersebut lantas dibarengi dengan penyerangan negeri

berpenduduk muslim dalam hal ini Irak dan Afganistan. Bukan berhasil

melemahkan aksi-aksi brutal dari fundamentalisme Islam, namun yang terjadi aksi

terorisme justru menyebar ke berbagai Negara dengan target-target orang-orang

atau fasilitas yang dimiliki Amerika dan sekutunya. Indonesia , negeri yang

sesungguhnya jauh dari wilayah konflik juga terkena imbas dari teror trans

nasional itu. Yang paling mengejutkan tentu bom bunuh diri Bali satu dengan

memakan korban ratusan orang kemudian dilanjutkan bom bali dua, peledakan

JW Marriot, kedutaan Australia dan beberapa tempat lain juga tidak luput dari

ancaman.

Pada saat yang sama peristiwa tersebut justru mensahihkan tesis Samuel P.

Huntington mengenai adanya clash of civilizations. Dalam pandangannya,

Huntington menyebutkan, antara Barat dan Islam sesungguhnya tidak ada

persoalan. Barat hanya mempersoalkan Islam ekstrimis. Tapi satu hal yang

menurutnya tidak bisa diabaikan adalah hubungan antara Kristen dan Islam. Ia

mengutip sejarah sejak abad pertengahan sampai pada akhir kekuasaan dinasti

Page 74: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxiv

Ottoman perihal relasi yang kurang baik antara Islam dan Kristen. Keduanya telah

mengklaim sebagai agama universal, yang mana setiap manusia dapat dipengaruhi

untuk memilih agama diantara keduanya. Runtuhnya komunis Soviet juga

menyebabkan lahirnya anggapan bahwa tantangan berikutnya bagi Barat adalah

Islam. Salah satu alasannya adalah karena antara Barat dan Islam sama-sama

memilki spirit untuk saling mengungguli.62

Bahkan sebagai respon seriusnya terhadap peristiwa 11 September

tersebut, seorang orientalis Robert Spencer berkesimpulan bahwa apa yang

dilakukan Osamah bin Laden justru telah mengamalkan ajarannya dengan benar

dan bukan membajak agamanya sebagaimana diyakini banyak orang. Karena apa

yang dilakukannya juga terdapat dalam perintah al-Quran dan Hadist. Lebih lanjut

Spencer menyakini semua aspek agama Islam dari sejak doktrin, tradisi, sejarah

hingga isu-isu kontemporer dia kritik. Melalui pertanyaannya seperti: Apakah

Islam agama damai? Apakah Islam sesuai demokrasi? Apakah Islam agama

toleran? Apakah Islam melindungi perempuan? Dan apakah ilmu pengetahuan

dapat berkembang dibawah Islam? Semua pertanyaan itu dijawab dengan sangat

menyakinkan: Tidak!63

Sudah barang tentu kesimpulan yang demikian terasa tergesa-gesa.

Karena pertama, bahwa faktanya sejauh ini peristiwa 11 September belum

diketahui pasti siapa pelaku sesungguhnya. Adapun penyebutan Osamah sebagai

dalang dibalik peristiwa itupun tidak disertai bukti-bukti nyata. Kedua,

sebagaimana umat Nasrani, Muslim juga tidak boleh dilihat pada satu realitas

62

Ibid h. 489 63 Robert Spencer, Islam ditelanjangi. Penerjemah Mun’im A. Sirry ( Jakarta:

Paramadina, 2003) h.viii

Page 75: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxv

tunggal yang monolitik yang kemudian menafikan fakta bahwa sebagian besar

umat Islam adalah moderat, inklusif sekaligus terbuka terhadap perbedaan.

Untuk membuktikan bagaimana Islam menerima perbedaan sebagai suatu

realiatas yang tak terbantahkan al-Qu’ran sesungguhnya telah menjelaskan dengan

secara baik. Pluralisme atau kemajemukan merupakan kehendak Tuhan

(sunatullah).64 Hal ini sesuai ayat 13 dalam surat Al-Hujurat yang menyatakan:

Artinya: “Wahai manusia, kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan

kami ciptakan kamu dalam bentuk suku dan bangsa supaya kalian

saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara

kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa di antara kamu. Sungguh

Allah Mahatahu dan Maha waspada.” (Q. S. Al-Hujurat [49]: 13).

Dalam ayat ini Allah terang menegaskan bahwa Ia telah berkehendak

untuk menciptakan manusia beragam, tidak tunggal. Keberagaman itu tidak lain

dan tidak bukan ditujukan untuk saling mengenal, saling dialog dan saling bekerja

sama. Karena dengan saling mengenal, dialog dan kerjasama, keselarasan akan

tercipta dan keharmonisan akan lestari di muka bumi ini. Sejak awal

sesungguhnya Islam telah mengajarkan kepada umatnya bagaimana bersikap

terhadap setiap perbedaan. Inilah yang menjadi pondasi bagi umat Islam dalam

membangun relasi dengan umat beragama lain. Bahwa perbedaan adalah garis

64

Ibid, h. 4

Page 76: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxvi

takdir Allah sehingga setiap umat muslim wajib untuk menerima garis itu sebagai

upaya untuk saling mengenal diantara sesama ciptaan-Nya.

Sesungguhnya jika mau merujuk ayat diatas tidak mungkin ada sikap-sikap atau anggapan bahwa umat Islam tidak bisa menampung perbedaan. Bahwa umat Islam tidak mau mengerti

fundamentalisme adalah ajaran Al-Quran itu sendiri. Namun juga tidak bisa di

sangkal pula, jika anggapan itu muncul karena memang faktanya sebagaian kaum

fundamentalisme ekstrimis dalam melakukan aksi terornya sering kali membajak

al-Quran dan hadist sebagai dasar pembenarannya.

Penegasan surat al-Hujarat ayat 13 tersebut, merupakan bukti betapa al-

Quran telah memberikan informasi awal yang penting untuk diketahui umat

manusia perihal adanya perbedaan. Ini senada dengan keyakinan Gamal al-Banna

bahwa sesungguhnya al-Quran merupakan refrensi paling otentik bagi pluralisme.

Dengan kata lain, bahwa al-Quran adalah pondasi bagi pluralisme dalam Islam.65

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa al-Quran tidak pernah menghendaki manusia

menjadi umat satu yang diatur oleh satu konfersi atau satu gagasan. Pendapat ini

membuktikan fakta sejarah yang berlangsung dalam tradisi Islam tentang

perbedaan pendapat adalah suatu hal yang biasa. Dalam tradisi Ilmu Fikih jelas

sekali gambaran perbedaan tersebut, yaitu dengan lahirnya banyak madzhab

dalam Islam. Belum lagi sepeninggal Nabi telah terjadi perpecahan diantara Umat

Islam yang membentuk firkah sendiri dengan ragam teologis yang ditawarkan.

Bahkan hal ini telah diperingatkan oleh Nabi sendiri bahwa suatu hari nanti Umat

Islam akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.

65

Gamal al-Banna, Doktrin Pluralisme dalam al-Quran, (Jakarta, Menara,2006)h.13

Page 77: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxvii

Namun sayangnya ajaran agung tentang kemanusiaan yang jelas ini seakan

belum mampu untuk menundukkan pikiran dan prilaku kelompok-kelompok yang

mengingkari realitas pluralitas. Dari sinilah sebenarnya pikiran subur kelompok

garis keras atau kelompok literalis dengan meminggirkan realitas yang ada.

Mereka seringkali tidak mau tahu bagaimana kondisi sosial dalam ruang dan

waktu dapat selalu berubah.

Untuk lingkup agama ada dua komitmen yang harus dipegang untuk

melakukan semua itu. Pertama adalah toleransi, dan kedua adalah pluralisme.66

Karena itu Allah dalam ayat lain lebih spesifik menekankan dua komitmen ini.

Umat Islam dituntut untuk terbuka akan keimanan orang di luar Islam. Agama

menjadi sebuah pilihan bebas tanpa paksaan.

Allah berfirman:

Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya

telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu

barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,

maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat

kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha

Mengetahui. (QS Al-Baqarah[2]:256)

Pada surat lain Allah menegaskan:

66 Alwi Sihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung, Mizan,

1997) h. 41

Page 78: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxviii

Artinya: “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” (QS Al-

Kafirun[109]: 6).

Betapa Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap perbedaan agama yang ada. Itu menjadi bagi

Bahkan keseriusan Al-Quran dalam mengakomodasi perbedaan agama

ditujukan dengan jaminan Allah kepada orang beriman, orang nasrani dan shabi’in

yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir serta melakukan amal

kebaikan akan diganjar pula dengan pahala sesuai amalnya.

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan diberi petunjuk, orang

nasrani, shabi’in, yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari

akhir serta beramal saleh, maka bagi mereka pahala di sisi Tuhannya

dan tidak ada ketakutan serta kekhawatiran atas mereka.” (QS Al-

Baqarah[2]:62)

Dalam kitab Ashbab al-Nuzul, Imam al-Wahidi menjelaskan sebab

turunnya ayat tersebut, bahwa suatu hari Salaman al-Farisi mendatangi

Raasulullah SAW menceritakan penduduk al-dayr, yang mana mereka melakukan

sembahyang, puasa, dan bersaksi tentang kenabian Muhammad SAW. Lalu

Rasulallah berkata kepada Salman, “Mereka adalah penduduk neraka”. Tapi

kemudian Allah menegur Rosulullah dengan teurunnya ayat tersebut.

Page 79: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxix

Pembuktian akan kebebasan manusia dalam memilih untuk beriman atau

tidak beriman juga ditegaskan Allah dalam al-Quran. Ayat ini sekaligus

menyangkal pendapat bahwa Islam tidak bisa menerima keberadaan agama lain

dalam kehidupan di dunia.

Artinya: Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua yang dimuka

bumi seluruhnya. Maka apakah engkau memaksa semua manusia

supaya mereka menjadi orang-orang mukmin semuanya, padahal tidak

ada satu jiwa pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah

menimpakan kekotoran jkepada orang-orang yang tidak

mempergunakan akalnay.” (QS Al-Yunus[10]:99-100)

Bukti nyata perihal pluralisme ini sekaligus di tegaskan dalam ayat di atas

seandainya Allah menginginkan maka akan diciptakan-Nya satu umat saja.

Namun demikan Allah tidak menghendaki yang demikian itu terjadi. Yang

dikehendaki-Nya adalah mahluk ciptaannya disuruh untuk berlomba-lomba

melakukan amal kebaikan. Kondisi persaiangan untuk meraih yang terbaik akan

terjadi jika terdapat perbedan-perbedaan manusia terdapat di dalamnya.

3. Praktek Pluralisme Nabi Muhammad SAW.

Salah satu basis keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW. adalah menjunjung tinggi sisi kemanusiaan. Salah s

Hampir seluruh wilayah jazirah arab waktu itu dapat menerima ajaran Nabi

Muhammad. Keberhasilan tersebut karena Nabi Muhammad SAW. sangat

mengerti betul tugas kerasulannya sebagaimana yang diperinthakan Allah:

Page 80: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxx

Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)

rahmat bagi semesta alam.” (A-Anbiya’[21]:107

Bila dicermati ayat tersebut adalah penjabaran dari basmalah. Karena

Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sudah semestinya bila

Rosulullah SAW membawa misi kasih sayang bagi seluruh semesta alam. Inilah

landasan Nabi dalam dakwahnya yang menekankan aspek kasih sayang dan bukan

dengan hawa nafsu yang dipenuhi kebencian dan amarah terhadap umatnya.

Banyak sekali contoh kehidupan Nabi dalam bersikap terhadap orang-orang yang

membencinya dan melakukan penghinaan terhadap diri Nabi Muhammad. Semua

itu tentu dilakukan atas dasar ahlak mulia yang tertanam didalamnya. Maka tidak

heran ketika masih usia muda Nabi Muhammad SAW sudah mendapat pengakuan

dari masyarakatnya dengan memberikannya gelar Al-Amin, orang yang

dipercaya. Kejujuran dan keadilan itu pula membuat Siti Khadijah, seorang

saudagar kaya, memberikan kepercayaan kepada Nabi Muhammad untuk

melakukan perdagangan. Maka sangat wajar pada usia mudanya, Nabi

Muhammad, sebelum masa kenabiannya, sangat dihormati oleh pembesar-

pembesar Quraisy karena kejujuran dan kesantunan prilakunya.

Dari praktek Nabi Muhammad SAW kita juga bisa melihat bagaimana

toleransi terhadap umat lain ditegakkan. Misalnya pada tahun 628 Nabi

Muhammad SAW menurut A. Zahoor dan Z. Haq -sebagaimana disebutkan oleh

Page 81: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxxi

Robert Spencer- memberikan piagam prevelise kepada biarawan Kristen dari

Biara Santo Catherine. Dalam piagam itu, Nabi berkata kepada umat Kristen,

“Sesungguhnya aku, hamba penolong, dan pengikut-pengikutku berusaha untuk

membela mereka, karena orang-orang Kristen merupakan wargaku; dan demi

Allah! Aku akan berjuang untuk melawan setiap sesuatu yang dapat mengganggu

mereka. Tidak ada pemaksaan terhadap mereka.” Di samping itu Nabi juga

melarang merusak dan menghancurkan rumah ibadah mereka. Gereja-gereja harus

dihormati. Mereka juga tidak boleh dihalang-halangi untuk memperbaiki gereja-

gereja mereka atau kesucian perjanjian mereka. Dr. Zahoor dan Haq menegaskan

bahwa “Piagam yang memberikan hak-hak istimewa ini telah dihormati dan

diterapkan secara jujur oleh kaum muslim sepanjang berabad-abad di seluruh

negeri yang dikuasai.67

Sejarah telah mencatat bagaimana Nabi Muhammad sangat menghoramti

umat nasrani. Itu ditunjukkan ketika kanjeng Nabi Muhammad memerintahkan

para sahabat beliau untuk melakukan shalat jenazah untuk Raja Najasyi (Negus)

dari Abesinia yang beragama kristen. Hal ini karena Raja Negus telah berjasa

besar melindungi Nabi dari penganiayaan para kaum musyrik mekkah. Pertanyaan

keheranan para sahabat dijawab dengan firman Allah QS Al Maidah/5:82 yang

menegaskan bahwa sedekat-dekat ummat manusia dalam rasa cintanya kepada

kaum muslim ialah mereka yang berkata, ”Kami adalah orang-orang nasrani”68

67

Robert Spencer, Islam Ditelanjangi, Penerjemah Mun’im Sirry, (Jakarta: Paramadina,

2003) h. 226-228

68Artikel diakses pada 21 Agustus 2008 dari

http://paramadina.wordpress.com/2007/02/25/contoh-pluralisme-jaman-nabi/

Page 82: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxxii

Teladan Nabi juga tidak berhenti dalam kehidupan sehari-hari yang

berhubungan dengan sosial agama. Nabi selain mengemban tugas sebagai seorang

Rosul beliau juga sebagai seorang “presiden” madinatul munawaroh. Disinilah

letak kenegarawanan yang diperlihatkan Nabi Muhammad SAW dengan

menekankan komitmen bersama untuk hidup dalam bangunan satu bangsa, maka

dibuatlah Piagam Madinah. Konvensi ini adalah sebuah perjanjian yang mengikat

satu sama lain terhadap semua unsur dalam masyarakat untuk membangun

bersama warga negara yang baru terbentuk. Dan disebut-sebut Piagam Madinah

adalah konstitusi pertama yang lahir dengan menjamin hak warganya untuk saling

bersatu dan membantu, sekaligus memberikan kebebasan dalam melaksanakan

ajaran agama yang diyakininya.

Dengan prinsip-prinsip Piagam Madinah sebagai ”konstitusi negara”, Nabi

Muhammad memberikan kebebasan sipil kepada orang-orang Kristen dari Najran

yang mendiami Madinah, yaitu menjamin hak hidup mereka, hak milik dan agama

mereka, di mana mereka mempunyai kebebasan penuh untuk mengamalkan

agama yang mereka yakini.69 Warga negara dapat mengambil contoh kesetiaan

dan ketaatan terhadap konstitusi dari sejarah Rasulullah Muhammad yang pernah

membuat Piagam Madinah. Para ahli menyebut piagam tersebut sebagai konstitusi

pertama di dunia yang ditandatangani oleh 13 suku bersama Muhammad. Setiap

muslim saat itu harus tunduk pada piagam, selain tentu saja kepada al-Quran dan

69 M. Fuad Nasar, “Nabi Muhammad SAW Membangun Konsep Umat,”artikel diakses

pada 13 Maret 2009 dari http://bimasislam.depag.go.id/?mod=article&op=detail&klik=1&id=258

Page 83: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxxiii

Sunnah Nabi. Bahkan pernah terdapat salah satu suku muslim yang melanggar

Piagam Madinah, (suku Qutaibah), dan mendapat hukuman dari Rasulullah.

Ketika Romawi yang beragama Kristen mengalami kekalahan dari Persia

yang menyembah api (614 M), Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslim merasa

sedih, dan Al-Quran turun menghibur mereka dengan menyatakan bahwa dalam

jangka waktu tidak lebih dari sembilan tahun, Romawi akan menang, dan ketika

itu kaum Mukmin akan bergembira:70

Dalam hal ini al-Quran telah menbadikan kisahnya:

Artinya:"Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang

terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam

beberapa tahun (lagi). Bagi Allah urusan sebelum dan sesudah (mereka

menang) dan di hari (kemenangan bangsa rumawi) itu

bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah.

Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Maha

Perkasa lagi Maha Penyayang" (QS Al-Rum [30]: 1-5).

4. Konsep Kebangsaan

Salah satu bentuk perwujudan politik modern adalah lahirnya konsep

kebangsaan. Perwujudan dalam konsep tersebut adalah bersatunya semua unsur

70 Qurais Shihab, Wawasan al-Quran, Artikel diakses pada15 Mei 2009 dari

http://media.isnet.org/

Page 84: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxxiv

yang ada untuk melepaskan identitas primordial kesukuan dan agama kedalam

ikatan baru untuk mewujudkan cita-cita bersama dalam sebuah negara kebangsaan

(nation state). Dengan itu maka semua warga negara diberi hak dan kewajiban

yang sama dalam memperoleh perlindungan dari negara.

Pertama kali paham kebangsaan dperkenalkan kepada umat Islam oleh

Napoleon pada saat ekspedisinya ke Mesir. Seperti telah diketahui, setelah

Revolusi 1789, Perancis menjadi salah satu negara besar yang berusaha

melebarkan sayapnya. Mesir yang ketika itu dikuasai oleh para Mamluk dan

berada di bawah naungan kekhalifahan Utsmani, merupakan salah satu wilayah

yang diincarnya. Walaupun penguasa-penguasa Mesir itu beragama Islam, tetapi

mereka berasal dari keturunan orang-orang Turki. Napoleon mempergunakan

sisi ini untuk memisahkan orang-orang Mesir dan menjauhkan mereka dari

penguasa dengan menyatakan bahwa orang-orang Mamluk adalah orang asing

yang tinggal di Mesir. Dalam maklumatnya, Napoleon memperkenalkan istilah

Al-Ummat Al-Mishriyah, sehingga ketika itu istilah baru ini mendampingi istilah

yang selama ini telah amat dikenal, yaitu Al-Ummah Al-Islamiyah.71

"Kebangsaan" terbentuk dari kata "bangsa" yang dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, diartikan sebagai "kesatuan orang-orang yang bersamaan

asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri."

71 Quraish Shihab, Kebangsaan, artikel diakses pada 11 Mei 2008 dari

http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kebangsaan3.html

Page 85: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxxv

Sedangkan kebangsaan diartikan sebagai "ciri-ciri yang menandai golongan

bangsa."72

Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas

bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan sejarah.

Mereka umumnya dianggap memiliki asal-usul keturunan yang sama. Konsep

bahwa semua manusia dibagi menjadi kelompok-kelompok bangsa ini merupakan

salah satu doktrin paling berpengaruh dalam sejarah. Doktrin ini merupakan

doktrin etika dan filsafat, dan merupakan awal dari ideologi nasionalisme.73

Berbangsa, yakni rasa persatuan kesatuan yang lahir secara alamiah oleh

kebersamaan sosial yang tumbuh dari kesamaan kebudayaan, sejarah, aspirasi

perjuangan masa lampau, dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah

masa kini, serta kesamaan dalam merumuskan cita cita bersama untuk waktu yang

akan datang.74

Kendati paham kebangsaan saat ini menjadi model dapat mempersatukan

masyarakat pada sebuah negara. Namun bagi sebagian umat Islam masih

mempertanyakan keabsahan konsep kebangsaan, apakah tidak bertentangan

dengan terminologi ummatan wahadiah yang terkandung di dalam al-Quran. Bagi

sebagian ummat Islam konsep kebangsaan adalah upaya untuk memecah belah

72 Quraish Shihab, Kebangsaan, artikel diakses pada 11 Mei 2008 dari

http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kebangsaan3.html

73 Artikel diakses pada 16 Agustus 2008 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa

74

Peranan Wawasan Kebangsaan Dalam Pembangunan, Artikel diakses pada 19 Mei

2009 dari

http://www.tangerangkota.go.id/?tab=berita&tab2=20&hal=2&id=344

Page 86: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxxvi

ummat Islam. Sehingga sangat penting mencari pembenaran dalam nash tentang

konsep kebangsaan yang saat ini telah berkembang.

Tidak dapat disangkal bahwa Al-Quran memerintahkan persatuan dan

kesatuan. Sebagaimana secara jelas pula Kitab suci ini menyatakan bahwa

"Sesungguhnya umatmu ini adalah umat yang satu" (QS Al-Anbiya' [2l]: 92,

dan Al-Mu'minun [23]: 52). Inilah yang kemudian berkembang perdebatan para

pemikir megenai kata umat yang satu. Bagi Qurais Shihab kata umat adalah

menunjukan pada umat Islam saja. Namun bukan berarti harus ada penyatuan

umat Islam dalam satu wadah kenegaraan.

Hal ini bisa ditunjukkan pada Piagam Madinah (Kitabun Nabi) yang

diprakarsai oleh Rasulullah Saw. ketika beliau baru tiba di Madinah yang

berisi ketentuan/kesepakatan yang mengikat masyarakat Madinah justru

mengelompokkan anggotanya pada suku-suku tertentu, dan masing-masing

dinamai ummat. Kemudian, mereka yang berbeda agama itu bersepakat

menjalin persatuan ketika membela kota Madinah dari serangan musuh.75

Maka sungguh tidak ada larangan atas persatuan yang berdasarkan

perbedaan suku dan agama dalam satu wadah kebangsaan. Ini dibuktikan dengan

tidak dilarangnya umat Islam untuk berbuat adil kepada umat lain asal mereka

tidak memerangi agama dan mengusir umat Islam. Tegasnya bentuk kerjasama

dalam membangun bangsa bukanlah hal terlarang. “Allah tidak melarang kamu

75 Quraish Shihab, Kebangsaan, artikel diakses pada 11 Mei 2008 dari

http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kebangsaan3.html

Page 87: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxxvii

berbuat baik, dan memberi sebagian hartamu (berbuat adil) kepada orang yang

tidak memerangi kamu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu dari

negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-

orang yang memerangi kamu karena agama, mengusir kamu dari negerimu, dan

membantu orang lain mengusirmu”. (QS Al-Mumtahanah [60]: 8-9).

Melihat dasar-dasar diatas, Indonesia sebagai negara yang tersusun dari

berbagai ras dan suku, yang kemudian mengikatkan diri untuk menjadi bagian

Bangsa Indonesia yang terikat pada perjanjian dalam Pancasila dan UUD 1945.

Keterikatan itu harus diwujudkan pada ketundukan semua warga negara terhadap

perundangan yang berlaku. Bersama-sama pula dalam mempertahankan

keberadaan kedaulatan negara sebagai bagian dari bentuk cinta tanah air.

Dengan paham kebangsaan sebagai salah satu asas negara, maka orang

Islam, orang Kristen, orang Jawa, orang Batak, orang keturunan Tionghoa,

semuanya memiliki perasaan atau kehendak yang sama sebagai satu bangsa

Indonesia. Rasa kebangsaan dengan demikian mampu menjadi wahana titik temu

(common denominator) keberagaman latar belakang warga negara Indonesia.

Dengan kebangsaan, maka kemajemukan bukan menjadi kutukan yang menyeret

kita ke dalam perpecahan, tapi justru menjadi faktor yang memperkaya kesatuan

atau rasa memiliki (sense of belonging) kita sebagai warga negara Indonesia.

Dengan kata lain: kemajemukan justru menjadi anugerah.76

76 AriaBima. Mengayomi Pluralitas dengan Paham Kebangsaan. Diakses pada 27

Januari 2009 dari http://ariabima.blogspot.com/2009/06/mengayomi-pluralitas-dengan-

Page 88: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxxviii

Pada pidato lahirnya Pancasila Bung Karno menyampaikan pandangannya

tentang konsep negara yang menurutnya dapat mencakup semua untuk semua,

“Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan di sini, maupun Saudara-

saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat...Kita hendak

mendirikan negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu

golongan.. Maka, yang selalu mendengung di dalam jiwa saya, yang baik

dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan. Kita mendirikan

satu negara kebangsaan Indonesia”.

5. Indonesia, diantara Pluralisme dan Fundamentalisme

Dalam satu dasawarsa terkahir, beberapa tragedi kemanusiaan yang

memilukan sekaligus mengkhawatirkan berlangsung silih berganti di Indonesia.

Serentetan peristiwa kerusuhan sosial (riots) itu telah membelalakkan mata

semua orang tentang apa yang sedang terjadi di negara yang dulunya dikenal

damai dan ‘adem ayem’ ini. Tidak hanya eskalasi konflik yang kian bertambah,

sifat konflik pun berkembang tidak hanya horizontal tetapi juga vertikal. Banyak

orang susah mencari penyebab dari semua ini. Kerumitan mengurai penyebab

konflik yang mendadak sontak merebak di hampir semua tempat di tanah air

berbuntut pada ketidakmampuan menemukan formula jitu bagi sebuah resolusi

paham.html

Page 89: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

lxxxix

konflik yang manjur. Sesuai dengan bentuk, jenis dan eskalasi konflik yang

memang beragam, beragam pula faktor penyebabnya. Penyebab konflik dapat

berupa faktor politik, kesenjangan ekonomi, kesenjangan budaya, sentimen etnis

dan agama. Hanya saja, faktor ekonomi dan politik sering ditunjuk berperan

paling dominan dibanding dua faktor yang disebut terakhir. Kendati acap terlihat

di lapangan bahwa konflik yang ada kerap menggunakan simbol-simbol agama

misalnya pembakaran dan perusakan tempat-tempat ibadah, penyerangan dan

pembunuhan terhadap penganut agama tetentu, namun pertentangan agama dan

etnis ternyata hanyalah faktor ikutan saja dari penyebab konflik yang lebih

kompleks dengan latar belakang sosial, ekonomi dan politik yang pekat.77

Jika pada mulanya agama tumbuh dan dipeluk oleh sekelompok umat

secara relatif homogen, sekarang dengan terjadinya ledakan penduduk, kemajuan

alat transformasidan teknologi informasi maka perjumpaan antar berbagai

pemeluk agama tidak bisa dielakkan. Senang atau tidak senang, kita telah

memasuki realitas sosial yang pluralistik dari segi agama, buadaya, bahasa

maupun profesi. Hubungan sosial menjadi riuh rendah. Bagi sebagian orang

pluralitas dirasakan semakin indah dan menarik, tapi bagi sebagian yang lain

dirasakan malah membingungkan. Di Indonesia, citra tentang keharmonisan antar

agama dan etnis tiba-tiba buyar dengan terjadinya sederet peristiwa memilukan

berkenaan konflik sosial yang melibatkan simbol agama dan etinis mulai dari

77

Sorprapto, Pluralitas, Konflik dan Kearifan Dakwah, Artikel diakses pada

25 Februari 2009 dari

www.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makalah%20Suprapto.doc -

Page 90: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xc

Ambon, Mataram, Poso, Kalimantan dan beberapa daerah lain di negeri ini.78

Konflik-konflik tersebut telah menelan ribuan korban sia-sia dan trauma

mengerikan bagi mereka yang ditinggalkan oleh sanak familinya. Apalagi jika

konflik yanga ada itu diselimuti dengan simbol-simbol atau perintah atas nama

agama maka akibat dari konfliknya akan lebih besar dan menakutkan. Maka

dalam konteks ini tidak salah jika ada yang berpendapat bahwa agama adalah

mesin pembunuh paling menakutkan di dunia ini.

Suatu gambaran yang menakutkan tentunya untuk keberlangsungan kita

sebagai bangsa yang besar. Jika konflik itu terus terpelihara bukan tidak mungkin

Indonesia akan bernasib sama seprti Yugoslafia dan Uni Soviet yang terpecah-

pecah menjadi negara-negara kecil. Tentu keadaan seperti itu tidak diinginkan

semua pihak, bagaimanapun juga luas wilayah yang dimilki Indonesia saat ini,

masih ampuh untuk dijadikan senjata psikologis bahwa kita adalah negara besar

yang tidak boleh dianggap sebelah mata. Meskipun dari sisi ekonomi dan

kekuatan militernya masih jauh dari negara-negara maju. Keuntungan lainnya

adalah bahwa Indonesia dengan penduduk Islam terbesar di dunia dapat dijadikan

model bagi negara-negara Muslim lainnya dalam hal upaya menampilkan Islam

yang penuh warna sekaligus moderat. Kelebihan-kelebihan itu bisa menjadi alat

diplomasi yang ampuh sebagai representasi dunia Islam dalam usaha-usaha ikut

menciptakan perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan pembukaan UUD 1945.

78 Komaruddin Hidayat, Wahyu di Langit Wahyu di Bumi:Doktrin dan Peradaban Islan

di Panggung Sejarah,(Jakarta: Paramadina, 2003) h. 137

Page 91: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xci

Menguatnya kekerasan yang terjadi dalam masyarakat akhir-akhir ini

dengan balutan simbol-simbol agama tentu sebuah kerugian besar bagi toleransi

yang sedang terus dijaga di negeri ini. Sebagian pengamat menduga bahwa

beberapa peristiwa itu tidak berdiri sendiri melainkan ada agenda besar di

dalamnya. Agenda yang dimaksud adalah upaya untuk mengusug kembali cita-

cita lama yaitu menegakkan Negara Islam atau Khilafah Islamiyah. Mereka

mengandaikan bahwa solusi terbaik untuk mengahadpi barat yang sewenang-

wenang terhadap dunia Islam adalah dibentuknya kembali kesatuan politik Islam

dibawah payung khilafah Islamiyah. Inilah yang kemudian menjadi obesesi kaum

fundamentalis dengan melakukan aksi kekerasan dengan melakukan penyerangan

terhadap objek-obejek Amerika di berbagai negara termasuk didalamnya

Indonesia. Peristiwa Bom Bali satu contohnya, pelakunya Imam Samudra,

berungkali menyatakan kebencian yang amat mendalam kepada tindakan

Amerika, menurutnya sebagai Muslim yang baik ia tidak bisa tinggal diam dengan

melihat keadaan orang-orang Palestina yang terus terbunuh dan tergusur dari

tanahnya. Sehingga Imam Samudera dengan beberapa kelompoknya melakukan

bom bunuh diri di Bali sebagai bagian dari bentuk jihad kepada kaum kafir.

Menurut Gusdur, lahirnya kelompok-kelompok garis keras tidak bisa

dipisahkan dari dua sebab. Pertama, para penganut garis keras tersebut

mengalami semacam kekecewaan dan alienasi karena ketertinggalan umat Islam

terhadap kemajuan barat dan penetrasi budayanya dan segala ekses yang timbul

karenanya. Karena ketidakmampuan mereka untuk mengimbangi dampat

matrialistik budaya Barat, akhirnya mereka menggunakan cara-cara kekerasan

Page 92: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xcii

untuk menghadapinya. Kedua, kemunculan kelompok-kelompok Islam keras itu

tidak terlepas dari adanya pendangkalan agama dari kalangan umat Islam sendiri,

terutamanya dari para kaum mudanya. Hal ini bisa di jumpai banyak dari sebagian

besar anggota-anggota mereka yang tergabung di dalamnya adalah mereka yang

berlatar belakang pendidikan ilmu-ilmu eksata dan ekonomi. Mereka

mencukupkan diri interpretasi keagamaan yang didasarkan pada pemahaman

secara literal atau tekstual tanpa di diringi dengan pelbagai penafsiran yang ada,

kaidah ushul fiqh, maupun variasi pemahaman terhadap teks-teks yang ada.79

Jika pluralisme itu given, sementara konflik adalah sesuatu yang inhern di

dalamnya. Pertanyaan selanjutnya bagaimana mengelola pluralitas dan konflik

yang ada sehingga menjadi sebuah energi sosial bagi penciptaan tatanan bangsa

yang lebih baik. Jawabannya tentu panjang dengan melibatkan pengkajian seluruh

faktor yang ada. Akan tetapi terkait dengan kajian ini (memahami pluralitas),

ternyata menjaga kerukunan tidak cukup hanya memahami keanekaragaman yang

ada di sekitar kita secara apatis dan pasif. Memahami pluralisme meski melibat-

kan sikap diri secara pluralis pula. Sebuah sikap penuh empati, jujur dan adil

menempatkan kepelbagaian, perbedaan pada tempatnya, yaitu dengan

menghomati, memahami dan mengakui eksistensi orang lain, sebagaimana

menghormati dan mengakui eksistensi diri sendiri.80

79

K.H. Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam, (Jakarta: The Wahid Institute,

2009) h. xxvi 80

Sorprapto, Pluralitas, Konflik dan Kearifan Dakwah,

www.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makalah%20Suprapto.doc -

Page 93: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xciii

Perjuangan untuk membumikan nilai-nilai pluralisme di Indonesia harus

terus diupayakan. Karena sikap toleransi tidak mungkin akan muncul tanpa

didahuli kesadaran bahwa manusia pada dasarnya tercipta berbeda dari sisi agama,

etnis, budaya serta pamahaman terhadap agama yang tentunya sesuai ilmu dan

pengalamnnya. Maka sudah seharusnya pemerintah mengambil peran lebih besar

untuk mengkampanyekan nilai-nilai pluralisme.

Page 94: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xciv

BAB III

Biografi K.H. Abdurrahman Wahid

A. Latar Belakang Keluarga

Abdurrahman Wahid yang dikenal luas saat ini sebetulnya bukanlah nama

yang diberikan kedua orang tuanya sejak lahir. Nama pemberian Orang tuanya

ketika itu adalah Abdurrahman Addakhil. Secara bahasa, "Addakhil"

mempunyai arti "Sang Penakluk", sebuah nama yang diambil Wahid Hasyim,

orang tuanya, dari seorang perintis Dinasti Umayyah yang telah menancapkan

tonggak kejayaan Islam di Spanyol.81

Sebuah harapan yang begitu tinggi dari

orang tuanya dengan nama pilihan yang diberikan untuk buah harti mereka. Bagi

seorang Muslim pemberian nama tidak semata untuk identitas pembeda namun

lebih dari itu, nama mengandung doa dan harapan yang ditunjukan untuk anak-

anak mereka. Itulah mungkin yang ada dalam benak Wahid Hasyim untuk

kelahiran anak sulungnya. Ia berharap suatu kelak nanti anaknya menjadi pribadi

yang sangat penyayang dan sekaligus menjadi seorang penakluk. Namun

belakangan kata "Addakhil" tidak popouler, kemudia diganti nama "Wahid",

menjadi Abdurrahman Wahid. Kemudian sosok Abdurahman Wahid lebih

dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas

pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".

81 Ma’mun Murod Al-Brebesy, Menyingkap Pemikiran Politik Gusdur dan Amin

Raistentang Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 99

Page 95: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xcv

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di

Denanyar Jombang Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940.82

Ada yang

menarik perihal tepatnya tanggal lahir Gusdur. Sebenarnya tanggal lahir Gusdur

bukanlah tanggal yang secara umum diketahui sekarang. Memamg Gusdur

dilahirkan pada hari keempat pada bulan kedelapan. Namun perlu diketahui

bahwa tanggal itu menurut penanggalan Islam, yaitu bahwa ia dilahirkan pada

bulan sya’ban, bulan kedelapan pada penanggalan itu. Sebenarnya tanggaal 4

Sya’ban adalah tanggal 7 September.83

Gus Dur sudah ditakdirkan lahir dari

keturunan "darah biru". Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim

Asy'ari, pendiri jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU)-organisasi massa Islam terbesar

di Indonesia-dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang. Sedangkan Ibundanya,

Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri

Syamsuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi

Rais 'Aam PBNU setelah K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus

Dur merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligius, dan dua tokoh Bangsa

Indonesia.

Silsilah dari jalur ayah Gus Dur merupakan keturunan Raja Brawijaya VI,

yang berkuasa pada abad XVI dan terkenal sebagai salah seorang raja terakhir.

Kerajaan Hindu Budha yang besar di Jawa, Kerajaan Majapahit. Lebih penting

lagi, tokoh legendaris Jaka Tingkir, putera Brawijaya VI. Dianggap sebagai orang

yang memperkenalkan agama Islam di daerah pantai timur laut pulau Jawa.

82

http://www.gusdur.net/indonesia/index.php?option=com_content&task=view&id=23&I

temid=63 83

Greg Barton, Biografi Gusdur, (Yogyakarta: LKIS,2003), h.25

Page 96: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xcvi

Sedangkan puteranya, pangeran Benawa, dikenang sebagai seorang yang pertama

kali meninggalkan kerajaan untuk mengajar Sufisme.84

Pada tahun 1949, ketika pertentangan dengan pemerintahan Belanda telah

berakhir, ayahnya diangkat sebagai Menteri Agama pertama, sehingga keluarga

Wahid Hasyim pindah ke Jakarta. Dengan demikian suasana baru telah

dimasukinya. Tamu-tamu, yang terdiri dari para tokoh-dengan berbagai bidang

profesi-yang sebelumnya telah dijumpai di rumah kakeknya, terus berlanjut ketika

ayahnya menjadi Menteri agama. Hal ini memberikan pengalaman tersendiri bagi

seorang anak bernama Abdurrahman Wahid. Secara tidak langsung, Gus Dur juga

mulai berkenalan dengan dunia politik yang didengar dari kolega ayahnya yang

sering mangkal di rumahnya.

Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah ditandai berbagai isyarat bahwa

Gus Dur akan mengalami garis hidup yang berbeda dan memiliki kesadaran penuh

akan tanggung jawab terhadap NU. Pada bulan April 1953, Gus Dur pergi

bersama ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan

madrasah baru. Di suatu tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan

Bandung, mobilnya mengalami kecelakaan. Gus Dur bisa diselamatkan, akan

tetapi ayahnya meninggal. Kematian ayahnya membawa pengaruh tersendiri

dalam kehidupannya.85

Dalam kesehariannya, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin

memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu ia juga aktif berkunjung

keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab

84

Ibid h.26

85

Diakses pada 27 Januari 2008 dari www.gusdur.net

Page 97: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xcvii

dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku yang agak serius.

Karya-karya yang dibaca oleh Gus Dur tidak hanya cerita-cerita, utamanya cerita

silat dan fiksi, akan tetapi wacana tentang filsafat dan dokumen-dokumen manca

negara tidak luput dari perhatianya. Di samping membaca, tokoh satu ini senang

pula bermain bola, catur dan musik. Dengan demikian, tidak heran jika Gus Dur

pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran

lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop.

Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film.

Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua

juri festival film Indonesia.86

Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan

Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai

meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak

Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke

Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah

anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika ia berada di Mesir.

B.Pendidikan

Pertama kali belajar, Gus Dur kecil belajar pada sang kakek, K.H. Hasyim

Asy'ari. Saat serumah dengan kakeknya, ia diajari mengaji dan membaca al-

Qur'an. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur'an. Pada saat sang

ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di sekolah, Gus Dur masuk juga

mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru lesnya bernama Willem Buhl, seorang

86

www.gusdur.net

Page 98: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xcviii

Jerman yang telah masuk Islam, yang mengganti namanya dengan Iskandar.

Untuk menambah pelajaran Bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu menyajikan

musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang dewasa. Inilah pertama kali

persentuhan Gu Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai tertarik

dan mencintai musik klasik.87

Menjelang kelulusannya di Sekolah Dasar, Gus Dur memenangkan lomba

karya tulis (mengarang) se-wilayah kota Jakarta dan menerima hadiah dari

pemerintah. Pengalaman ini menjelaskan bahwa Gus Dur telah mampu

menuangkan gagasan/ide-idenya dalam sebuah tulisan. Karenanya wajar jika pada

masa kemudian tulisan-tulisan Gus Dur menhiasi berbgai media massa.

Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus Dur dikirim orang tuanya untuk

belajar di Yogyakarta. Pada tahun 1953 ia masuk SMEP (Sekolah Menengah

Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak. Sekolah ini

meskipun dikelola oleh Gereja Katolik Roma, akan tetapi sepenuhnya

menggunakan kurikulum sekuler. Di sekolah ini pula pertama kali Gus Dur

belajar Bahasa Inggris. Karena merasa terkekang hidup dalam dunia pesantren,

akhirnya ia minta pindah ke kota dan tinggal di rumah Haji Junaidi, seorang

pimpinan lokal Muhammadiyah dan orang yang berpengaruh di SMEP. Kegiatan

rutinnya, setelah shalat subuh mengaji pada K.H. Ma'sum Krapyak, siang hari

sekolah di SMEP, dan pada malam hari ia ikut berdiskusi bersama dengan Haji

Junaidi dan anggota Muhammadiyah lainnya.

87

www.gusdur.net

Page 99: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

xcix

Ketika menjadi siswa sekolah lanjutan pertama tersebut, hobi membacanya

semakin mendapatkan tempat. Gus Dur, misalnya, didorong oleh gurunya untuk

menguasai Bahasa Inggris, sehingga dalam waktu satu-dua tahun Gus Dur

menghabiskan beberapa buku dalam bahasa Inggris. Di antara buku-buku yang

pernah dibacanya adalah karya Ernest Hemingway, John Steinbach, dan William

Faulkner. Di samping itu, ia juga membaca sampai tuntas beberapa karya Johan

Huizinga, Andre Malraux, Ortega Y. Gasset, dan beberapa karya penulis Rusia,

seperti: Pushkin, Tolstoy, Dostoevsky dan Mikhail Sholokov. Gus Dur juga

melahap habis beberapa karya Wiill Durant yang berjudul 'The Story of

Civilazation'. Selain belajar dengan membaca buku-buku berbahasa Inggris, untuk

meningkatan kemampuan bahasa Ingrisnya sekaligus untuk menggali informasi,

Gus Dur aktif mendengarkan siaran lewat radio Voice of America dan BBC

London. Ketika mengetahui bahwa Gus Dur pandai dalam bahasa Inggis, Pak

Sumatri-seorang guru SMEP yang juga anggota Partai Komunis-memberi buku

karya Lenin 'What is To Be Done' . Pada saat yang sama, anak yang memasuki

masa remaja ini telah mengenal Das Kapital-nya Karl Marx, filsafat Plato,Thales,

dan sebagainya. Dari paparan ini tergambar dengan jelas kekayaan informasi dan

keluasan wawasan Gusdur.88

Setamat dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren

Tegarejo Magelang Jawa Tengah. Pesantren ini diasuh oleh K.H. Chudhari, sosok

kyai yang humanis, saleh dan guru dicintai. Kyai Chudhari inilah yang

88

Diakses pada 17 Januari 2009 dari http://www.gusdur.net/indonesia/index.php?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=63

Page 100: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

c

memperkenalkan Gus Dur dengan ritus-ritus sufi dan menanamkan praktek-

praktek ritual mistik. Di bawah bimbingan kyai ini pula, Gus Dur mulai

mengadakan ziarah ke kuburan-kuburan keramat para wali di Jawa. Pada saat

masuk ke pesantren ini, Gus Dur membawa seluruh koleksi buku-bukunya, yang

membuat santri-santri lain terheran-heran. Pada saat ini pula Gus Dur telah

mampu menunjukkan kemampuannya dalam berhumor dan berbicara. Dalam

kaitan dengan yang terakhir ini ada sebuah kisah menarik yang patut diungkap

dalam paparan ini adalah pada acara imtihan-pesta akbar yang diselenggarakan

sebelum puasa pada saat perpisahan santri yang selesai menamatkan belajar-

dengan menyediakan makanan dan minuman dan mendatangkan semua hiburan

rakyat, seperti: Gamelan, tarian tradisional, kuda lumping, jathilan, dan

sebagainya. Jelas, hiburan-hiburan seperti tersebut di atas sangat tabu bagi dunia

pesantren pada umumnya. Akan tetapi itu ada dan terjadi di Pesantren Tegalrejo.

Setelah menghabiskan dua tahun di pesantren Tegalrejo, Gus Dur pindah

kembali ke Jombang, dan tinggal di Pesantren Tambak Beras. Saat itu usianya

mendekati 20 tahun, sehingga di pesantren milik pamannya, K.H. Abdul Fatah, ia

menjadi seorang ustadz, dan menjadi ketua keamanan. Pada usia 22 tahun, Gus

Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian

diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar. Pertama kali

sampai di Mesir, ia merasa kecewa karena tidak dapat langsung masuk dalam

Universitas al-Azhar, akan tetapi harus masuk Aliyah (semacam sekolah

persiapan). Di sekolah ia merasa bosan, karena harus mengulang mata pelajaran

yang telah ditempuhnya di Indonesia. Untuk menghilangkan kebosanan, Gus Dur

Page 101: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

ci

sering mengunjungi perpustakaan dan pusat layanan informasi Amerika (USIS)

dan toko-toko buku dimana ia dapat memperoleh buku-buku yang dikehendaki.

Terdapat kondisi yang menguntungkan saat Gus Dur berada di Mesir, di

bawah pemerintahan Presiden Gamal Abdul Nasr, seorang nasionalis yang

dinamis, Kairo menjadi era keemasan kaum intelektual. Kebebasan untuk

mengeluarkkan pendapat mendapat perlindungan yang cukup. Pada tahun 1966

Gus Dur pindah ke Irak, sebuah negara modern yang memiliki peradaban Islam

yang cukup maju. Di Irak ia masuk dalam Departement of Religion di Universitas

Bagdad samapi tahun 1970. Selama di Baghdad Gus Dur mempunyai pengalaman

hidup yang berbeda dengan di Mesir. Di kota seribu satu malam ini Gus Dur

mendapatkan rangsangan intelektual yang tidak didapatkan di Mesir. Pada waktu

yang sama ia kembali bersentuhan dengan buku-buku besar karya sarjana

orientalis Barat. Ia kembali menekuni hobinya secara intensif dengan membaca

hampir semua buku yang ada di universitas.

Selama dua tahun terakhir di di Baghdad, Gusdur memfokuskan diri pada

riset mengenai sejarah Islam di Indonesia. Maka ia membaca semua sumber dari

kaum orientalis dan tulisan-tulisan orang Indonesia yang bekenaan dengan hal

tersebut. Ia tidak menduga bahwa perpustakaan Universitas Baghdad ternyata

menyediakan sumber informasi yang sangat luas mengenai topik ini. Dengan

memanfaatkan sumeber ilmiah yang ada, Gusdur menjadi seorang yang

mempunyai otoritas dalam masalah ini.89

89

LIstiyono Santoso, Teologi Politik Gusdur,(Yogyakarta: Ar-Ruz h, 2004), h .78

Page 102: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cii

Di luar dunia kampus, Gus Dur rajin mengunjungi makam-makam

keramat para wali, termasuk makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani, pendiri jamaah

tarekat Qadiriyah. Ia juga menggeluti ajaran Imam Junaid al-Baghdadi, seorang

pendiri aliran tasawuf yang diikuti oleh jamaah NU. Di sinilah Gus Dur

menemukan sumber spiritualitasnya. Kodisi politik yang terjadi di Irak, ikut

mempengaruhi perkembangan pemikiran politik Gus Dur pada saat itu.

Kekagumannya pada kekuatan nasionalisme Arab, khususnya kepada Saddam

Husain sebagai salah satu tokohnya,menjadi luntur ketika syekh yang dikenalnya,

Azis Badri tewas terbunuh.

Saat di Baghdad pula Gusdur memutuskan masa lajangnya dengan

menikahi gadis pujannya Shinta Nuriyah. Namun ada yang berbeda dari prosesi

pernikahan Gusdur. Pernikahan tersebut terjadi dimana jarak antara Gusdur

dengan calon mempelai wanitanya berjauhan, Gusdur masih sibuk dengan

studinya di Irak sementara calon istrinya berada di Indonesia. Akhirnya persoalan

ini dapat di selesaikan dengan cara kakeknya, K.H. Bisri Syansuri mewakili

Gusdur dalam pernikhab tersebut. Para tamu menjadi heboh ketika melihat

seorang kyai berusia delapan puluh satu tahun bersanding dengan seorang

pengantin wanita muda usia. Walaupun secara teknis Gusdur dan Nuriyah telah

menikah, mereka menganggap perlawinan ini tidak lebih daripada pertunangan.

Mereka sepakat akan hidup bersama setelah keduanya menyelesaikan studi

mereka.90

90

Barton, h.105

Page 103: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

ciii

Selepas belajar di Baghdad Gus Dur bermaksud melanjutkan studinya ke

Eropa. Akan tetapi persyaratan yang ketat, utamanya dalam bahasa-misalnya

untuk masuk dalam kajian klasik di Kohln, harus menguasai bahasa Hebraw,

Yunani atau Latin dengan baik di samping bahasa Jerman-tidak dapat

dipenuhinya, akhirnya yang dilakukan adalah melakukan kunjungan dan menjadi

pelajar keliling, dari satu universitas ke universitas lainnya. Pada akhirnya ia

menetap di Belanda selama enam bulan dan mendirikan Perkumpulan Pelajar

Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di Eropa. Untuk biaya hidup

dirantau, dua kali sebulan ia pergi ke pelabuhan untuk bekerja sebagai pembersih

kapal tanker. Gus Dur juga sempat pergi ke McGill University di Kanada untuk

mempelajari kajian-kajian keislaman secara mendalam.

Gusdur akhirnya kembali ke Indoneisa setelah terilhami berita-berita yang

menarik sekitar perkembangan dunia pesantren. Perjalanan keliling studi Gus Dur

berakhir pada tahun 1971, ketika ia kembali ke Jawa dan mulai memasuki

kehidupan barunya, yang sekaligus sebagai perjalanan awal kariernya. Meski

demikian, semangat belajar Gus Dur tidak surut. Buktinya pada tahun 1979 Gus

Dur ditawari untuk belajar ke sebuah universitas di Australia guna mendapatkkan

gelar doktor. Akan tetapi maksud yang baik itu tidak dapat dipenuhi, sebab semua

promotor tidak sanggup, dan menggangap bahwa Gus Dur tidak membutuhkan

gelar tersebut. Memang dalam kenyataannya beberapa disertasi calon doktor dari

Australia justru dikirimkan kepada Gus Dur untuk dikoreksi, dibimbing yang

kemudian dipertahankan di hadapan sidang akademik.

Page 104: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

civ

C.Perjalanan Karir

Sepulang dari pegembaraanya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang

dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, tokoh muda ini bergabung di

Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian ia

menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur

mulai menjadi penulis. Ia kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan

kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai

mendapat perhatian banyak. Djohan Efendi, seorang intelektual terkemuka pada

masanya, menilai bahwa Gus Dur adalah seorang pencerna, mencerna semua

pemikiran yang dibacanya, kemudian diserap menjadi pemikirannya tersendiri.

Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk

membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini

Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah

forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri.

Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama

Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan

pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M

Yang dimotori oleh LP3ES.

Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula ia merintis

Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai

wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan

yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan

lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut

Page 105: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cv

dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran

keislaman. Karier yang dianggap 'menyimpang'-dalam kapasitasnya sebagai

seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah

ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Ia juga

menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.

Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall

wa al-'aqdi yang diketuai K.H. As'ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan

ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali

dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan

muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian

dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Meskipun sudah menjadi

presiden, ke-nyleneh-an Gus Dur tidak hilang, bahkan semakin diketahui oleh

seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat tertentu,

khususnya kalangan nahdliyin yang merasakan kontroversi gagasannya. Sekarang

seluruh bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan yang dilontarkan

oleh K.H. Abdurrahman Wahid.

Catatan perjalanan karier Gus Dur yang patut dituangkan dalam

pembahasan ini adalah menjadi ketua Forum Demokrasi untuk masa bakti 1991-

1999, dengan sejumlah anggota yang terdiri dari berbagai kalangan, khususnya

kalangan nasionalis dan non muslim. Anehnya lagi, Gus Dur menolak masuk

dalam organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Tidak hanya

menolak bahkan menuduh organisai kaum 'elit Islam' tersebut dengan organisasi

sektarian.

Page 106: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cvi

Dari paparan tersebut di atas memberikan gambaran betapa kompleks dan

rumitnya perjalanan Gus Dur dalam meniti kehidupannya, bertemu dengan

berbagai macam orang yang hidup dengan latar belakang ideologi, budaya,

kepentingan, strata sosial dan pemikiran yang berbeda. Dari segi pemahaman

keagamaan dan ideologi, Gus Dur melintasi jalan hidup yang lebih kompleks,

mulai dari yang tradisional, ideologis, fundamentalis, sampai moderrnis dan

sekuler. Dari segi kultural, Gus Dur mengalami hidup di tengah budaya Timur

yang santun, tertutup, penuh basa-basi, sampai denga budaya Barat yang terbuka,

modern dan liberal. Demikian juga persentuhannya dengan para pemikir, mulai

dari yang konservatif, ortodoks sampai yang liberal dan radikal semua dialami.

Pemikiran Gus Dur mengenai agama diperoleh dari dunia pesantren.

Lembaga inilah yang membentuk karakter keagamaan yang penuh etik, formal,

dan struktural. Sementara pengembaraannya ke Timur Tengah telah

mempertemukan Gus Dur dengan berbagai corak pemikirann Agama, dari yang

konservatif, simbolik-fundamentalis sampai yang liberal-radikal. Dalam bidang

kemanusiaan, pikiran-pikiran Gus Dur banyak dipengaruhi oleh para pemikir

Barat dengan filsafat humanismenya. Secara rasa maupun praktek prilaku yang

humanis, pengaruh para kyai yang mendidik dan membimbingnya mempunyai

andil besar dalam membentuk pemikiran Gus Dur. Kisah tentang Kyai Fatah dari

Tambak Beras, KH. Ali Ma'shum dari Krapyak dan Kyai Chudhori dari Tegalrejo

telah membuat pribadi Gus Dur menjadi orang yang sangat peka pada sentuhan-

sentuhan kemanusiaan.

Page 107: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cvii

Dari segi kultural, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya. Pertama,

Gus Dur bersentuhan dengan kultur dunia pesantren yang sangat hierarkis,

tertutup, dan penuh dengan etika yang serba formal; kedua, dunia Timur yang

terbuka dan keras; dan ketiga, budaya Barat yang liberal, rasioal dan sekuler.

Kesemuanya tampak masuk dalam pribadi dan membetuk sinergi. Hampir tidak

ada yang secara dominan berpengaruh membentuk pribadi Gus Dur. Sampai

sekarang masing-masing melakukan dialog dalam diri Gus Dur. Inilah sebabnya

mengapa Gus Dur selalu kelihatan dinamis dan suliit dipahami. Kebebasannya

dalam berpikir dan luasnya cakrawala pemikiran yang dimilikinya melampaui

batas-batas tradisionalisme.

D. Gusdur, Presiden Orde Reformasi

Pada tahun 1998 gejolak refomasi yang digalang mahasiswa waktu itu

telah berhasil menumbangkan kekuasan Soeharto setelah berkuasa selama 32

tahun. Runtunya Orde Baru ini membuka harapan masyarakat banyak untuk

dimulainya kehidupan berbangsa yang lebih demokrtis, bebas dari belenggu

kesewenagan penguasa, sekaligus diharapkan mampu membawa kesejahteraan

masyarakat. Peralihan kekuasaan yang dipimpin presiden pengganti BJ. Habibie

dituntut cepat untuk melaksakan pemilihan umum sebagai upaya untuk

memperoleh pemerintahan dengan legitimasi luas dari rakyat. Karena biar

bagaimanapun kepemimpinan BJ. Habibie dianggap banyak orang sebagai

kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya. Apalagi sudah umum diketahui

Habibie adalah orang kesayangan Soeharto.

Page 108: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cviii

Dalam kekalutan yang terjadi setelah jatuhnya rezim Soeharto, dapatlah

dipahami bahwa pemerintahan dibawah agak lambat dalam mendorong

terbentuknya parta politik baru. Sejak tahun 1973, ketika sepuluh parpol diperas

menjadi tiga partai politik baru. Kini sejarah akan berbalik arah saat pemerintahan

transisi membuka kembali sistim pemilu dengan menyertakan banyak partai.

Peristiwa ini akan menjadi ujian sesungguhnya bagi kesungguhan pemerintahan

transisi untuk menghantarkan pemilu yang bersih dan jujur jauh dari bayang-

bayang kecurangan yang dilakukan orde baru.

Keadaan yang ada inilah membuat banyak kalangan di akar rumput warga

NU mendesak kepada PBNU untuk membuat partai yang dapat membawahi

aspirasi politik mereka. Sebagai respon permintaan warga NU tersebut, Gusdur

dan reka-rekan sejawatnya di PBNU merencanakan berdirinya Partai Kebangkitan

Bangsa (PKB). Gusdur sendiri secara formal tidak menjadi pemimpin PKB, dan

lebih mempercayakan kepada Matori Abdul Djalil sebagai ketua umum partai.

Matori sendiri merupakan politisi senior yang telah berkiprah lama di PPP.

Lahirnya PKB akhirnya tidak bisa menghindai diri Gusdur untuk mengambil jalur

ke dunia politik praktis. Meskipun tetap berusaha untuk menjaga jarak secara

institusi dengan PBNU sebagai konskuensi keputusan khittah NU di Situbondo. 91

Pemilu pertama pasca roformasi tahun 1999 telah mengasilkan pemenang

utama yaitu PDIP dengan meraih 34 persen suara mengalahkan Golkar yang

hanya meraih 22 persen. PKB sendiri hanya meraih 12 persen suara, namun

perolehan suara ini lebih banyak dari partai-partai lain yang bermunculan di era

91 Ibid, h. 312

Page 109: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cix

reformasi, seperti partai yang didirikan Amin Rais Partai Amanat Nasional yang

hanya memperoleh 7 persen suara pemilih. Bahkan prestasi ini dapat melampaui

partai PPP yang notabene partai lawas dengan mendapatkan perolehan suara

sebesar 10 persen saja. Dengan dukungan raihan suara pemilih yang relatif kecil

ini, keputusan untuk maju menjadi calon presiden belum menjadi suatu tujuan

utama bagi Gusdur dan pendukungnya. Namun setelah Amin Rais dengan secara

cerdas membuat poros tengah yang berisikan partai-partai Islam atau yang

berbasis Islam membuat peluang maju sebagai calon presiden lebih terbuka. Poros

tengah sendiri di gagas salahsatunya adalah untuk membuat pilihan lain agar PDIP

dan Golkar tidak berhadapan secara langsung. Kekuatan poros tengah secara tidak

terduga semakin menguat setelah laporan pertanggungjawaban Presiden Habibie

ditolak oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Peluang yang semakin

terbuka tersebut membuat poros tengah berhitung sekaligus mengupayakan

meraih dukungan dari fraksi Golkar yang pada saat terakhir tetap tidak

mengajukan calon presiden. Rupaya semua berjalan sesuai dengan apa yang

dinginkan, Golkar memberikan dukungan kepada poros tengah sehingga dengan

modal suara cukup tersebut menghantarkan Gusdur menjadi presiden RI.

Hari-hari pertama menjadi presiden adalah momen yang bersejarah, paling

tidak bagi para pendukungnya, para nahdliyin. Harapan besar bangsa ini

bergantung pada begaimana Gusdur mengelola pemerintahannya. Namun yang

paling berat baginya adalah untuk mempersatukan berbagai kepentingan partai

politik, dan pada saat yang sama tidak melupakan kepentingan rakyat banyak.

Jelas sekali ini akan menjadi hambatan besar besar jika Gusdur tidak mampu

Page 110: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cx

mengakomodasi semua parpol penyokong poros tengah dalam kabinetnya.

Kesalahan dan perbedaan pandangan antara parlemen dan presiden dalam menilai

suatu kebijakan akan sangat mudah menjadi pemicu keretakan antara parlemen

dan eksekutif. Kondisi ini didukung dengan menguatnya posisi parlemen dari

sebelumnya. Pada masa ORBA kedudukan parlemen hanya dijadikan alat

legitimasi semata atas semua kebijakan yang diambil penguasa. Kondisi berubah

pada masa reformasi dimana parlemen memilki peran institusi super body dengan

memainkan peranan yang melibihi dari sitim pemerintahan presidensial, yang

seharusnya antara eksekutif dan legeslatif tidak bisa saling membubarkan seperti

pada sistem parlementer.

Realitas politik yang terjadi memang tidak banyak mendukung Gusdur

untuk bertahan lama menduduki jabatan nomor satu di negeri ini. Apalagi

dukungan partainya, PKB, di parlemen terlalu sedikit untuk bisa berbuat banyak

dalam mengamankan jalannya pemerintahan yang dipimpin Gusdur. Maka ketika

terjadi kasus Bulloggate dan Bruneigate yang dilakukan orang dekatnya, sekaligus

menyeret namaya sendiri sebagai presiden, membuat posisi Gusdur terancam.

Meskipun sampai sekarang pun belum ada pembuktian perihal keterlibatan

Gusdur dalam kasus yang dituduhkan lawan politiknya di parlemen. Maka melalui

sidang Istimewa MPR yang dipimpin Amin Rais mandat Gusdur akhirnya dicabut

sebagai presiden Republik Indonesia.

Page 111: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxi

E. Pelindung Kaum Minoritas

Predikat sebagi sosok yang kontrofersial membuat Gusdur justru menjadi

orang yang sangat laris untuk dimintai tanggapan pada isu-isu yang muncul dalam

masyarakat. Namun, predikat itu tampaknya cukup tepat, bila mengamati sikap

dan pemikiran politik Gusdur. Sejak kemunculannya sebagai seorang pemikir

sampai kemudian menjadi aktor politik yang cukup mumpuni, tidak salah kiranya

jika peran yang berganti-ganti itu membuat pandangannya begitu luas terhadap

segala permasalahan yang muncul dalam masyarakat.

Secara faktual asumsi ini tidak bisa dibantah, hanya saja menurut al-

Zastrouw, bila dikaji secara lebih jauh apa yang dilakukan gusdur sebenarnya hal

yang wajar dan bisa terjadi dalam proses kehidupan. Jika dikatakan nyeleneh dan

kontroversi itu lantaran keberaniannya untuk berbeda dan keluar dari kelaziman.

Emha memperkuat kenyataan itu dengan menyebut bahwa bahwa Gusdur sebagai

“orang gila” dalam sejarah. Orang gila yang dimaksud Emha Ainun Najib adalah

orang menggagas apa yang tidak digagas orang lain, memikirkan apa yang tidak

dipikirkan orang lain, dan membayangkan apa yang tidak dibayangkan orang lain.

Al-Zastrouw menyatakan bahwa inilah yang menjadi ciri khas Gusdur.

Ketika seluruh masyarakat hanyut dalam silent culture (budaya bisu), selepas

peristiwa berdarah, 27 juli 1996, ia justru tampil beda dengan memberikan terapi

kepada masyarakat manusia melalui sikap dan pandangannya yang selalu berbeda

dari kelaziman. Jika dikaji lebih dalam, apa yang dilakukannya bukan sekedar

latah, apalagi sekedar mencari perhatian, lebih dari itu, ini adalah kerja culture

guna melakukan transformasi sosial.

Page 112: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxii

Dalam kasus monitor misalnya, pada saat mayoritas Muslim di negeri ini

mengecam angket yang dibuat Tabloid Monitor, Gusdur justru sebaliknya,

mengecam tindakan tersebut. Kecaman Gusdur bukan semata-mata membela

monitor, namun sikap umat Islam dalam pandangan Gusdur yang sudah kelewat

keras. Gusdur menilai, sikap umat Islam justru sudah mengarah pada sikap anti

demokrasi, misalnya meminta pencabutan SIUP, termasuk juga upaya melakukan

pemboikotan terhadap Harian Kompas dan Gramedia Group. Belum lagi kasus

yang membuat geger perihal pernyataannya bahwa Assalamualaikum bisa diganti

dengan selamat pagi dan seterusnya. Meskipun dalam klarifikasinya, pergantian

salam itu hanya sebatas pada panggilan sehari-hari, tidak sampai pada mengganti

ucapan salam pada saat sholat.

Ketika terjadi kasus-kasus yang melibatkan banyak nyawa yang melayang,

menjelang dan pasca reformasi. Gusdur melontarkan pernyataan bahwa yang

terjadi adalah permainan di tingkat elit untuk merusak suasana dalam masyarakat.

Bisa jadi apa yang dikatakannya, sebagai upaya agar konflik –konflik yang terjadi

ketika itu tidak menyandarkan pada isu-isu etnis atau petentangan agama. Karena

jika isu yang berkembang terkait dengan isu SARA maka keadaan akan

bertambah kacau dan tidak bisa dikendalikan, dan sangat mungkin akan

menambah daftar korban yang lebih banyak lagi, terutama dari kaum minoritas.

Paling tidak usaha yang dilakukan atas konflik-konflik tersebut sedikit banyak

tidak melebar ke daerah-daerah lain.

Sosok Gusdur selama ini secara konsisten membela golongan minoritas

yang mendapat perlakuan tidak adil, merupakan sedikit tokoh yang berani di

Page 113: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxiii

negeri ini untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Meski untuk

perjuangannya itu Gusdur mendapat cercaan dan tuduhan-tuduhan sebagai agen

Yahudi dan Nasrani. Namun yang pasti keadilan bagi segenap rakyat adalah hal

mutlak yang harus dipenuhi dan dilindungi oleh negara, dan Gusdur telah

melakukan tugasnya sebagai bagian dari bangsa ini.

Ahmad Suady dan Ulil Absar dengan secara cermat telah mengidentifikasi

arah pijakan Gusdur dalam berpikir. Menurut pengamatannya, ada lima elemen

kunci yang dapat disimpulkan dari pemikiran Gusdur. Pertama, pemikirannya

progressif dan jauh kedepan. Menurutnya, daripada terlena kepada kejayaan Islam

masa lalu, Gusdur lebih senang melihat masa dapat dengan keyakinan bahwa

Umat Islam akan mencapai tahapan kejayaan pada masa yang akan datang.

Kedua, pemikran Gusdur sebagian besar adalah respon terhadap modernitas,

respon dengan penuh percaya diri dan cerdas sembari tetap kritis terhadap

kegagalan-kegagalan masyarakat barat modern. Gusdur secara umum bersikap

positif terhadap nilai-nilai inti pemikiran liberal pasca pencerahan, walaupun dia

juga berpendapat hal ini perlu dikaitkan pada dasar-dasar teistik. Ketiga, dia

menegaskan bahwa posisi sekularisme teistik yang ditegaskan dalam pancasila

merupakan dasar yang paling mungkin dan terbaik bagi terbentuknya Negara

Indonesia modern dengan alasan posisinya non-sektarian. Gusdur menegaskan

bahwa ruang paling cocok untuk Islam adalah ruang sipil (civil sphere) bukan

ruang politik praktis. Keempat, Gusdur mengartikulasikan pemahaman Islam

Liberal dan terbuka yang toleran terhadap perbedaan dan sangat peduli untuk

menjaga harmoni dalam masyarakat. Kelima, pemikran Gusdur mempresentasikan

Page 114: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxiv

sintesis cerdas pemikiran Islam tradisional, modernisme Islam dan kesarjanaan

Barat modern. Dengan berusaha menghadapi tantangan modernitas baik dengan

kejujuran intelektual yang kuat maupun dengan keimanan yang mendalam

terhadap kebenaran utama Islam.92

92 Ahmad Suaedy dan Ulil Abshar Abdala(ed.), Gila Gusdur : Wacana Pembaca

Abdurrahman Wahid (Yogyakarta: LKIS, 2000) h. 87

Page 115: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxv

BAB IV

Dakwah dan Pluralisme Menurut K.H. Abdurrahman Wahid

A. Dakwah Menurut Gusdur

Sebagai Muslim Gusdur sadar betul akan kewajibannya untuk berdakwah.

Apalagi gelar Kyai yang terlanjur melekat pada dirinya sebagai simbol pengakuan

orang kepada pengetahuannya yang luas sekaligus mendalam tentang ilmu-ilmu

Islam. Kyai yang juga pernah menjabat sebagai ketua umum PBNU ini tentu tidak

bisa dilepaskan dari dunia dakwah, meskipun dalam bentuknya yang berbeda dari

kebanyakan. Perjalanan dan kunjungannya ke perlbagai pesantren-pesantern di

daerah untuk menemui warga NU juga merupakan salah satu bentuk tanggung

jawabnya sebagai seorang Muslim yang tidak bisa lepas untuk saling menasihati

dalam hal kebaikan.

Secara berani Gusdur mengungkapkan konsep dalam berdakwah berbeda

dari aktifitas dakwah yang banyak kita jumpai. Menurutnya bahwa dakwah tidak

harus disampaikan secara formal, artinya dalam berdakwah kita tidak harus

mengutip dalil-dalil agama.93 Sebuah pandangan yang sesungguhnya membuka

pintu dakwah agar dapat dilakukan oleh siapa saja. Selama ini aktifitas dakwah

93 Dialog Interaktif dalam Konkow Bareng Gusdur di Radio 68H Jakarta pada 21 Maret

2009

Page 116: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxvi

sering dipersepsikan banyak orang hanya dilakukan oleh seorang mubaligh, yaitu

seorang Da’i yang menggunakan media dakwahnya melalui mimbar atau tabligh.

Sehingga dengan pengertian yang demikian itu membuat dakwah hanya bergerak

pada ruang yang sangat sempit sekali.

Manurut Gusdur saat ini dakwah masih berwatak penciptaan solidaritas di

permukaan. Sekedar melecut manusia agar berakhlak pribadi yang terpuji,

mengikuti kerangka ritual yang ditetapkan faham masing-masing, dan

menjanjikan hadiah surga atau siksa neraka. Ditambah "acara tetap" berupa

ketakutan kepada serangan kebudayaan modern dan sejumlah bahaya lain yang

dianggap akan menghancurkan keyakinan agama.94

Salah satu ajaran yang dengan sempurna menampilkan

universalisme Islam adalah lima buah jaminan dasar yang diberikan agama

samawi terakhir ini kepada warga masyarakat baik secara perorangan maupun

sebagai kelompok. Kelima jaminan dasar itu tersebar dalam literatur hukum

agama (al-kutub al-fiqhiyyah) lama, yaitu jaminan dasar akan (1) keselamatan

fisik warga masyarakat dari tindakan badani di luar ketentuan hukum, (2)

keselamatan keyakinan agama masing-masing, tanpa ada paksaan untuk

berpindah agama, (3) keselamatan keluarga dan keturunan, (4) keselamatan harta

benda dan milik pribadi di luar prosedur hukum, dan (5) keselamatan profesi.

Jaminan akan keselamatan fisik warga masyarakat mengharuskan adanya

pemerintahan berdasarkan hukum, dengan perlakuan adil kepada semua warga

94

K.H. Abdrrahman Wahid, “Dakwah Harus Diteliti”, Diakses pada 27 Januari 2009

dari www.gusdur.net

Page 117: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxvii

masyarakat tanpa kecuali, sesuai dengan hak masing-masing. Hanya dengan

kepastian hukumlah sebuah masyarakat mampu mengembangkan wawasan

persamaan hak dan derajat antara sesama warganya, sedangkan kedua jenis

persamaan itulah yang menjamin terwujudnya keadilan sosial dalam arti

sebenar-benarnya. Sedangkan kita ini mengetahui, bahwa pandangan hidup

(Worldview, Weltanschauung) paling jelas universalitasnya adalah pandangan

keadilan sosial.95

Kesimpulan dari nilai unversalitas Islam diataslah yang terus disuarakan

Gusdur dalam mengimplementasikan Islam rahmatan lil alamin. Dengan kelima

pilar itu diyakini Islam benar-benar menjadi pengayom bagi semua mahluk di

bumi. Maka tidak heran corak dakwah yang dilakukan Gusdur sering bertumpu

pada pembelaan atas kesewenangan dan ketidakadilan yang diperoleh kaum

minoritas atau individu atau kelompok yang dirugikan.

Pada era akhir delapanpuluh Gusdur secara terus-menerus dalam

tulisannya mengenalkan sebuah gagasan apa yang di sebut olehnya sebagai

pribumisasi Islam. Dalam hal ini Gusdur berpendapat bahwa Islam sebagai ajaran

agama yang normatif berasal dari Tuhan diakomodasikan kedalam kebudayaan

yang berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing.

Menurutnya proses Arabisasi atau proses mengidentifikasi dengan budaya Timur

Tengah adalah tercerabutnya kita dari akar budaya sendiri. Apalagi budaya yang

di impor itu belum tentu bermanfaan bagi kondisi masyarakat Indonesia.

95

K.H. Abdrrahman Wahid.“Universalisme Islam dan Kosmopolitanisme Peradaban

Islam”. Diakses pada 27 Januari 2009 dari

http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/Universalisme.html

Page 118: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxviii

Pribumisasi bukan upaya menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan

budaya-budaya setempat, agar budaya itu tidak hilang. Karena itu, inti pribumisasi

Islam adalah kebutuhan bukan untuk menghindarkan polarisasi antara agama dan

budaya. 96 Dalam hal ini yang di pribumisasikan adalah menifestasi kehidupan

Islam belaka. Bukan ajaran yang menyangkut keimanan dan peribadatan

formalnya, dan yang menjadi agendanya adalah berpikir tentang bagaimana

melestarikan agama Islam sebagai budaya, melalui upaya melayani dan

mewujudkan kepentingan seluruh bangsa.97

Persis di titik inilah, gagasan pribumisasi Islam dikembangkan lebih lanjut

sebagai jawaban atas berkembangnya Islam otentik atau Islam murni. Islam tidak

bisa lagi dipandang secara tunggal , melainkan majemuk. Tidak ada lagi anggapan

bahwa Islam yang berada di Timur Tengah sebagai Islam murni dan paling benar.

Pribumisasi Islam yang dilontarkan Gusdur sesungguhnya mengambil semangat

yang telah diajarkan oleh Walisongo dalam dakwahnya yang melintasi kepulaun

nusantara beberapa abad lampau. Dalam hal ini Walisongo dianggap mampu dan

berhasil memasukan nilai-nilai lokal kedalam Islam yang khas keindonesiaan.

Dengan demikian jelas kemana arah pemikiran Gusdur bagaimana strategi

dakwah itu harus dijalankan

1. Amar ma’ruf nahi Munkar

Keadaan paling fenomenal dan menjadi isu utama dalam dalam relasi

kemanusiaan global dewasa ini, muncul dengan motif yang disebut banyak

96

Abdurahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan (Jakarta, Desantara,

2001), h.111 97 Alfian Muhammad dan Helmi Jacob (ed), Gusdur Bertutur , (Jakarta: Harian proaksi,

2005), h. xxiv

Page 119: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxix

orangsebagai isu agama. Ini hanya karena kekerasan tersebut digerakkan atau

dibalut dengan simbol-simbol agama, terma-terma agama, teriakan-teriakan

dengan mengutip teks-teks suci agama dan seterusnya. Untuk kasus Indonesia,

gejala munculnya kekerasan dengan nuansa keagamaan telah berlangsung cukup

lama. Konflik yang dilanjutkan dengan kekerasan juga terjadi secara fenomenal

terhadap golongan, aliran keyakinan tertentu atau budaya tertentu. Pendeknya

kita menyaksikan secara kasatmata betapa klaim-klaim keagamaan, kayakinan-

keyakinan sakral atau yang disakralkan, digunakan untuk menjustifikasi kekerasan

antar umat manusia. Ini semua berlangsung di tengah-tengah bumi manusia yang

justru adalah mahluk yang paling dimuliakan Tuhan. Justru karena dibekali akal,

bahkan dalam sebuah negara yang penduduknya ber-Ketuhanan yang Maha Esa,

maka manusia menjadi mahluk yang sulit dipahami, ia sangat misterius dan

ambigu.98 Hal ini harus diperhatikan agar kekerasan dengan mensandarkan pada

terma-terma amar ma’ruf nahi munkar misalnya, perlu adanya kaji ulang.

Menurut Gusdur ketiadaan negara Islam tidak berarti kaum muslimin harus

hidup secara individual, melainkan mereka harus membuat komunitas masing-

masing, dan merumuskan kewajiban-kewajiban kolektif agama yang mereka anut.

Dengan kata lain, ber amr ma’ruf nahi munkar dilakukan secara persuasif oleh

tiap-tiap muslim.

Pada sisi lain terma amar ma’ruf nahi munkar telah dijadikan sebagai

legitimasi untuk melakukan pemaksaan, kekerasan dan penyerangan terhadap

siapapun yang berbeda. Mereka berdalih memperjuangkan al-ma’ruf dan

98 Husain Muhammad,.”Pluralisme dan Multikulturalisme sebagai masalah dalam

pergulatan Tafsir dalam Islam”. Diakses pada 14 Desember 2008 dari www.wahidinstitute.com

Page 120: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxx

menolak al-munkar setiap kali melakukan aksi-aksi kekerasan atau

mendiskreditkan orang atau pihak lain. Sementara konsep rahmatan lil-’alamin

digunakan sebagai dalih formalisasi, memaksa pihak lain meyetujui tafsir mereka,

dan menuduh siapa pun yang berbeda atau bahkan menolak tafsir mereka sebagai

menolak konsep rahmatan lil-alamin, sebelum dicap murtad atau bahkan kafir.

Padahal, sebenarnya semangat dakwah adalah memberi informasi dan mengajak,

dan Islam menjamin kebebasan beragama. Disini kita melihat kontradiksi

mendasar antara kelompok-kelompok garis keras dengan ajaran Islam yang penuh

kasih sayang, toleran, dan terbuka.99

Mukti Ali menjelaskan bahwa ada beberapa pemikiran diajukan orang untuk

mencapai kerukunan dalam kehidupan beragama. Pertama, sinkretisme, yaitu

pendapat yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Kedua,

reconception, yaitu menyelami dan meninjau kembali agama sendiri dalam

konfrontasi dengan agama-agama lain. Ketiga, sintesis, yaitu menciptakan suatu

agama baru yang elemen-elemennya diambilkan dari pelbagai agama, supaya

dengan demikian tiap-tiap pemeluk agama merasa bahwa sebagian dari ajaran

agamanya telah terambil dalam agama sintesis (campuran) itu. Keempat,

penggantian, yaitu mengakui bahwa agamanya sendiri itulah yang benar, sedang

agama-agama lain adalah salah; dan berusaha supaya orang-orang yang lain

agama masuk dalam agamanya. Kelima, agree in disagreement (setuju dalam

perbedaan), yaitu percaya bahwa agama yang dipeluk itulah agama yang paling

99

K.H. Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam, (Jakarta: The Wahid Institute,

2009) h. 33

Page 121: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxi

baik, dan mempersilahkan orang lain untuk mempercayai bahwa agama yang

dipeluknya adalah agama yang paling baik. Diyakini bahwa antara satu agama dan

agama lainnya, selain terdapat perbedaan, juga terdapat persamaan.100

Berbagai gambaran di lapangan menunjukkan bahwa merajut tali kerukunan

dan toleransi di tengah pluralitas agama memang bukan perkara mudah. Menurut

Burhanudin beberapa faktor berikut jelas merupakan ancaman bagi tercapainya

toleransi. Pertama, sikap agresif para pemeluk agama dalam mendakwahkan

agamanya. Kedua, adanya organisasi-organisasi keagamaan yang cenderung

berorientasi pada peningkatan jumlah anggota secara kuantitatif ketimbang

melakukan perbaikan kualitas keimanan para pemeluknya. Ketiga, disparitas

ekonomi antar para penganut agama yang berbeda. Guna meminimalisir ancaman

seperti ini (terutama ancaman pertama dan kedua), maka mau tidak mau umat

Islam, demikian juga umat lain, dituntut untuk menata aktifitas penyebaran atau

dakwah agama secara lebih proporsional dan dewasa.101

2. Dakwah Kultural

Dakwah telah berjalan sejak lahirnya agama Islam secara alamiah. Karena

tuntutan zaman yang makin kompleks, maka membutuhkan teori dakwah yang

sistematis dan terencana sesuai dengan tuntutan ruang dan waktu. Islam masuk ke

wilayah Indonesia dengan sangat halus tanpa melalui proses kekerasan atau

diiringi dengan pertumpahan darah. Islam mengalir sesuai dengan kultur

100A. Mukti Ali, “Ilmu Perbandingan Agama, Dialog, Dakwah dan Misi”, dalam

Burhanuddin Daja dan Herman Leonard Beck (red.), Ilmu Perbandingan agama di Indonesia dan Belanda, (Jakarta : INIS, 1992), hlm. 227-229.

101 Sorprapto, Pluralitas, Konflik dan Kearifan Dakwah, Artikel diakses pada

25 Februari 2009 dari

www.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makalah%20Suprapto.doc -

Page 122: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxii

masyarakat yang telah mapan dan berbaur dengan budaya setempat yang banyak

dijiwai oleh ajaran agama Hindu atau Buda. Islam datang menyapa umat

Indonesia dalam bentuknya yang khas sebagai hasil dari elaborasi budaya lokal

yang dilakukan oleh tokoh-tokoh muslim yang bijak, yaitu dengan menyematkan

identitas positif (keislaman), menanamkan etika dan moral pada adat yang telah

berlaku di masyarakat sehingga terjadi perubahan dalam diri masyarakat

Indonesia beranjak menuju ajaran yang dibebankan (taklif) oleh Allah kepada

setiap muslim (mukallaf) sesuai dengan tuntutan lingkungannya.102

Ada dua cara Umat Islam dalam menghadapi tantangan dari luar. Pertama,

pendekatan kultural seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Ada ulama

yang memperbolehkan ziarah kubur dan ada yang melarang. Yang

memperbolehkan ziarah menjadi NU, serta yang anti menjadi Muhammadiyah.

Kedua, dengan pendekatan institusional, kelembagaan. Dalam menentang Barat,

mereka biasanya ofensif. Sekarang ditambah lagi, kita menghadapi globalisasi. Ini

menambah khawatir mereka. Padahal Islam di Indonesia itu sebetulnya menerima

atau menyerap segala budaya.

Menurut Gusdur upaya untuk mengenal dunia Islam yang berbeda perlu

pendekatan yang beragam. Oleh karenanya Gusdur mengajukan sebuah gagasan

tentang pentingnya kajian kawasan dunia Islam. Dengan begitu pendekatan

dakwah yang dilakukan pun harus berbeda dari satu kawasan dengan kawasan

lainnya.

102

Fadlolan Musyaffa, MA. Budaya dan Media Dakwah. Artikel diakses pada 17 Juli

2008 dari http://www.numesir.org/cetak.php?id=43

Page 123: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxiii

Minimal adanya enam buah kajian kawasan (Area Studies) di dunia

Islam studi kawasan masyarakat-masyarakat Islam di kawasan Afrika

hitam (Sub-Saharan Communities), masyasrakat-masyarakat Islam di

Afrika Utara dan kawasan Arab, masyarakat-masyarakat Islam di Turki-Persia-Afganistan, masyarakat-masyarakat Islam di Asia Selatan

(Bangladesh, Nepal, Pakistan, India dan Sri Langka) . masyarakat-masyarakat Islam di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan masyarakat-

masyarakat Islam di kawasan negara berindustri maju (Advanced Technology Communities).103

Dakwah agama harus digeser dengan menggunakan strategi budaya. Sebab

dengan budaya, dakwah akan lebih mudah dicerna oleh masyarakat termasuk

kalangan non muslim.104 Pendapat ini menegaskan pendapat Gusdur sendiri, yang

menurutnya apa yang dilakukan Walisanga dalam melakukan penyebaran ajaran

Islam di Indonesia sangatlah baik dan harus dijadikan contoh.105

Dari segi kultural, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya. Pertama,

Gus Dur bersentuhan dengan kultur dunia pesantren yang sangat hierarkis,

tertutup, dan penuh dengan etika yang serba formal; kedua, dunia Timur yang

terbuka dan keras; dan ketiga, budaya Barat yang liberal, rasioal dan sekuler.

Kesemuanya tampak masuk dalam pribadi dan membetuk sinergi. Hampir tidak

ada yang secara dominan berpengaruh membentuk pribadi Gus Dur. Sampai

sekarang masing-masing melakukan dialog dalam diri Gus Dur. Inilah sebabnya

mengapa Gus Dur selalu kelihatan dinamis dan suliit dipahami. Kebebasannya

103

Dialog Interaktif dalam Konkow Bareng Gusdur di Radio 68H Jakarta pada 7 Februari

2009 104

Diakses pada 17 Januari 2009 dari

www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/06/30/brk%C20060630-79626%2cid.html 105

Dialog Interaktif dalam Konkow Bareng Gusdur di Radio 68H Jakarta pada 21

Februari 2009

Page 124: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxiv

dalam berpikir dan luasnya cakrawala pemikiran yang dimilikinya melampaui

batas-batas tradisionalisme.106

Pendekatan dakwah harus ditekankan pada cara pandang terhadap mitra

dakwahnya, yaitu manusia seutuhnya. Pendekatan adalah cara-cara yang

dilakukan oleh seorang Da’i untuk mencapai suatu tujuan tertentu atas dasar

hikmah dan kasih sayang. Dengan demikian pendekatan dan metode dakwah itu

berdiri atas landasan yang sangat demokratis dan persuasif. Demokrasi yang

dimaksud adalah pada akhirnya seorang Da’i harus menerima keputusan final

yang akan dipilih oleh sasaran dakwah. Da’i tidak memiliki wewenang untuk

memakasa pada sasaran dakwah agar melakukan hal-hal tertentu yang diajarkan

Da’i.107

Dalam kedudukannya sebagai juru dakwah maka seorang Da’i itu hanya

benar-benar menyampaikan, menghimbau tetapi tidak boleh memaksa. Ini sesuai

apa yang diajarkan al-Quran surat al-Ghosiyah ayat 22 yang artinya: “Kamu

bukanlah orang yang berkuasa atas diri mereka.” Ayat ini megukuhkan batasan

bagi seorang Da’i yang berkewajiban untuk menyampaikan fakta-fakta kebenaran

namun tidak sampai berkewajiban untuk memaksa objek dakwah agar mengikuti

apa yang disampaikannya.108

B. Pluralisme Menurut K.H. Abdurrahman Wahid

Pertama kali orang mendengar nama Gusdur dapat dipastikan mereka

menyebut sosok ini sebagai orang yang penuh dengan kontrofersi. Pernyataan-

pernyataan yang diungkapkannya seringkali mengejutkan sekaligus membuat

106

Diakses pada 14 Desember 2008 dari www.gusdur.net 107 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: GAya Media Pratama, 1987) 108

Rosyidi MA, Dakwah Sufistik Kang Jalal, (Jakarata: Paramadina, 2004), h.50

Page 125: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxv

orang bingung. Belum lagi sikap Gusdur yang dianggap selalu melawan arus

dengan pendapat orang banyak tentang suatu isu dalam masyarakat maupun

kenegaraan. Semua penilaian itu memang tidak bisa lepas dari kiprah Gusdur

selama beberapa dasawarsa belakangan ini. Namun yang pasti semua penilaian

miring itu sejauh ini belum dapat mengehentikan Gusdur dalam memperjuangkan

nilai-nilai yang ia yakini.

Sebagai mantan ketua PBNU dengan membawahi puluhan juta umat tentu

kiprahnya selalu disorot oleh banyak kalangan. Jabatan strategis itu pula yang

membuat Gusdur semakin dikenal di negeri ini. Satu hal yang membuat Gusdur

begitu dipuja sebaian besar warga NU adalah upayanya yang secara terus-menerus

untuk mengenalkan dunia pesantren pada tahun 80-an. Pesantren merupakan basis

NU yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat pedesaan khusunya di

pulau jawa. Islam tradisional yang lebih dikenal untuk menunjuk komunitas warga

NU yang pada waktu itu menghadapi serbuan Islam kota dengan melabeli ritual-

ritual yang dilakukan orang NU adalah bentuk-bentuk bid’ah. Hal ini menjadi

awal pergulatan Gusdur untuk membela dan menagkis semua tuduhan itu dengan

penuh keyakianan atas kesalahan pandangan mereka terhadap NU. Pada

kedudukannya itu pula Gusdur memberikan rangsangan dan inspirasi

pengembangan intelektual dikalangan kaum muda NU yang dahulu lebih dikenal

sebagai golongan yang tertinggal.

Dalam bidang pemikiran Gusdur memberikan kontribusi yang begitu besar

pada upayanya untuk menjaga kedaulatan nasional berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945. Dalam berbagai kesempatan pidatonya, Gusdur dengan tegas

Page 126: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxvi

menyatakan bahwa bentuk negara kesatuan berdasar pancasila adalah bentuk

final. Perwujudan pemikrannya itu terlihat bagaiaman Gusdur pada tahun 1984

mendorong NU untuk menerima Pancasila sebagai azas tunggal dan pada saat

yang sama mempelopori keluarnya NU dari politik praktis atau yang lebih dikenal

dengan gerakan kembali ke khittah NU 1926.

Gagasan-gagasan Gusdur juga bisa dilihat dari tulisan-tulisannya. Kita

akan menemukan kemampuannya meracik hikmah yang terkandung dalam

tradisonalitas dan modernitas, antara spiritualitas dan materialistik, antara

penalaran dan wahyu Ilahi. Kemampuan inilah yang mampu membawanya

dikenal sebagai seorang pluralis, rasionalis, humanis, liberal tetapi tetap

dipandang mewakili kaum tradisonails. Gusdur meyakini sekaligus menunjukan

pada dunia bahwa Islam tradisional tidak pernah menjadi sesuatu yang statis,

dinamisasi merupakan ekspresi terbaik dari Islam tradisonal yang adaptif dan

fleksibel. Bahwa terjadi proses seleksi dimana akan ada yang dipertahankan dan

dibuang, diterima dan ditolak telah lama dirumuskan demikian indahnya oleh para

kyai dengan istilah “memelihara warisan lama yang baik dan mengambil hal baru

yang lebih baik” (almuhafazhat ‘alal qodim al shalih wa akhdzu biljadid

asfoleh).109

1. Pancasila Jangkar Kehidupan Berbangsa

Perhatian Gus Dur yang begitu besar terhadap nilai-nilai pluralisme

merupakan sebuah keharusan bagi dirinya. Gus Dur sangat yakin arti penting

pluralisme bagi perkembangan Indonesia di masa mendatang. Hal ini tentu saja

109

Abdurahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan (Jakarta,

Desantara, 2001), h.xxii

Page 127: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxvii

tidak terlepas dari kondisi Indonesia yang merupakan negara besar dengan

bentangan lebih dari tujuh belas ribu pulau-pulau yang berjajar dari sabang sampai

merauke. Negara yang luas itulah yang kemudian melahirkan begitu tinggi

keragaman masyarakatnya dari segi agama, suku, bahasa, budaya dan lainnya.

Keyakinan Gus Dur untuk berjuang menegakkan pluralisme bukanlah hanya

semata keinginan dari dirinya. Gus Dur mencoba berusaha sebisamungkin untuk

meneruskan apa yang telah menjadi kesepakatan para pendiri bangsa pada masa

kemerdekaan yaitu, untuk bersama-sama bersatu sebagai bangsa dalam bingkai

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesatuan tersebut yang

menjadiakan perbedaan-perbedaan di dalamnya dapat terwadahi sebagai sebuah

potensi kekayaan negeri ini. Kesemuanya itu mendapat jaminan dasar dan

sekaligus perintah konstitusi yang termaktub dalam falsafah negara yakni

“Bhinika Tunggal Eka”, berbeda-beda tapi tetap satu.

Keputusan bersepakat untuk membentuk negara kebangsaan (nation state)

bukanlah hal yang mudah. Tarik ulur tentang konsep kenegaraan terus saja

berlangsung terutama dua gerbong besar antara mereka yang nasinolis dan

religius Islam. Isu yang selalu menghantui perjalanan bangsa ini adalah desakan

pihak tertentu memasukkan kembali tujuh kata dalam pembukaan UUD 1945 atau

yang lebih di kenal dengan Piagam Jakarta. Kontrofersi dimulai saat Bung Hatta

pada tanggal 18 agustus 1945 setelah mendengar AA Maramis sebagai perwakilan

non Muslim menyatakan tidak setuju dengan dimasukannya tujuh kata dalam

UUD 1945. Tujuh kata yang dihilangkan adalah “dengan kewajiban menjalankan

Page 128: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxviii

syaria’ah Islam bagi pemeluknya.”110

Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang

merupakan kompromi untuk mengakomodasi kelompok Islam akhirnya juga

terpaksa dibatalkan.111

Sejak itu, Penghapusan tujuh kata tersebut telah menimbulkan perdebatan

berkelanjutan. Selama sidang konstituante 1956-1958, tujuh kata itu dicoba

dimasukkan lagi tapi gagal mencapai mayoritas. Dengan demikian inilah fakta

yang relevan, yang sampai saat ini tidak pernah dipersoalkan bahkan oleh mereka

yang menuntut pemasukan kembali tujuh kata itu, baik yang berorientasi

nasionalis maupun religius Islam, sepakat untuk membuat UUD dimana agama

Islam tidak diberi status khusus. Ini berarti adalah suatu konsensus mendasar

agung bangsa Indonesia tentang prinsip non-diskriminasi dalam agama.112

Penerimaan yang dilakukan secara ikhlas oleh pemimpin-pemimpin

Muslim dalam masa-masaa kemerdekaan itu seharusnya menjadi komitmen terus

menerus untuk tunduk kepada konstitusi. Kepatuhan terhadap konstitusi juga

merupakan implikasi dari kewajiban umat Islam tunduk kepada para pemimpin

(ulil amri). Apalagi UUD 1945 didahului oleh Piagam Jakarta yang kemudian

menjadi Pembukaan UUD 1945, sebagai spirit UUD 1945. Adanya 7 kata yang

dihapus dari Piagam Jakarta merupakan proses sejarah yang harus diterima dalam

kehidupan bernegara. Bahkan dalam pembentukan Piagam Madinah pun terhadap

110

Alfian Muhammad dan Helmi jacob (ed.), Gusdur Bertutur, (Jakarta: Penerbit Harian

Proaksi, 2005), h. 202

111

Salahuddin Wahid. “NU dan Khialafah Islamiyah”. Diakses pada 14 Desember 2008

dari www.nu.or.id

112 Franz Magnis-Suseno, Islam dan Nilai-Nilai Universal, (Jakarta: ICIP, 2008) h. 47

Page 129: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxix

penghapusan 7 kata yang tidak disetujui oleh kaum Yahudi. Pada awalnya di

bagian awal Piagam Madinah terdapat kata “Bismillahirahmanirrahim” dan di

akhir piagam terdapat kata “Muhammad rasulullah”. Kata-kata tersebut tidak

disetujui oleh kaum Yahudi sehingga “Bismillahirahmanirrahim” dihilangkan dan

di akhir piagam tinggal nama “Muhammad”.113

Sebenarnya konstitusionalisme dalam praktik kehidupan bernegara

berdasarkan konstitusi dan mengakui serta melindungi kebhinnekaan telah

dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada masa pemerintahannya di

Madinah, telah disusun dan ditandatangani persetujuan atau perjanjian bersama di

antara kelompok-kelompok penduduk kota Madinah untuk bersama-sama

membangun struktur kehidupan bersama yang di kemudian hari berkembang men-

jadi kehidupan kenegaraan dalam pengertian modern sekarang. Naskah per-

setujuan bersama itulah yang selanjutnya dikenal sebagai Piagam Madinah

(Madinah Charter).

Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai piagam tertulis pertama dalam

sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi

dalam arti modern. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama antara Nabi

Muhammad SAW dengan wakil-wakil penduduk kota Madinah tak lama setelah

beliau hijrah dari Mekkah ke Yastrib, nama kota Madinah sebelumnya, pada tahun

113 M. Ali Safaat. “Kesetiaan Warga Negara Terhadap Konstitusi”. diakses pada tanggal

27 Januari 2009 dari

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=524 ,

Page 130: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxx

622 M. Para ahli menyebut Piagam Madinah tersebut dengan berbagai macam

istilah yang berlainan satu sama lain.114

Tercapainya konsensus dalam berbangsa dan bernegara dengan semangat

persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh tumpah darah yang menjiwai UUD

1945 merupakan kerelaan hati oleh para pendiri bangsa. Gusdur dalam hal ini

begitu apik menjelaskan rentetan peristiwa yang mengilhami semangat persatuan

tersebut yang baginya merupakan hasil pengalaman perjalanan sejarah dari masa-

masa lampau Nusantara. Dengan berpijak pada upaya melestarikan keragaman

budaya serta tradisi bangsa untuk berdialog secara berkelanjutan dengan nilai-nilai

Islam sebagai seperangakat ajaran agama.

Gagasan Negara bangsa ini adalah buah dari pahit getir

pengalaman sejarah Nusantara sendiri. Pada satu sisi, sejarah panjang

Nusantara yang pernah melahirkan dan mengalami peradaban-peradaban

besar Hindu,Budha, dan Islam selama masa kerajaan Sriwijaya, Sailendra, Mataram I, Kediri, Singsari, Majapahit,Demak, Aceh, Makasar, Goa,

Mataram II, dan lain-lain telah memperkuat kesadaran tentang signifikansi melestarikan kekayaan dan keragaman budaya serta tradisi bangsa.

Sementara pada sisi lain , dialog terus-menerus antara Islam sebagai seperangkat ajaran agama dengan nasionalisme yang berakar kuat dalam

pengalaman bangsa Indonesia, telah menegaskan kesadaran bahwa Negara bangsa yang mengakui dan melindungi beragam keyakinan, budaya dan

tradisi bangsa Indonesia adalah pilihan tepat bagi bangunan kehidupan

berbangsa dan bernegara. Pepatah Mpu Tantular, ajaran dan gerakan

Sunan Kalijogo, serta keteladanan lain semacamnya, dengan dapat

mengungkapkan kesadaran spiritual yang menjadi landasan kokoh

Indonesia modern dan melindunginya dari perpecahan sejak proklamasi

kemerdekaan pada tahun 1945. 115

Perjalanan sejarah di ataslah yang menjiwai perjuangan Gusdur untuk

mengupayakan tertanamnya nilai-nilai pluralisme. Meskipun konsekuensinya ia

114

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945: Kajian Per-

bandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: UI-Press, 1995), 115 K.H. Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam, (Jakarta: The Wahid Institute,

2009) h. 16

Page 131: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxxi

harus berhadapan dengan kelompok-kelompok Islam radikal yang tidak segan-

segan melakukan tekanan psikis maupun fisik. Namun sayangnya dalam berbagai

kesempatan perlawananya terhadap tekanan itu , Gusdur tidak cukup

mendapatkan dukungan. Sebagian orang menganggap itu adalah persoalan

Gusdur semata dan bukan menjadi bagian penting untuk membela idiologi negara.

Tentu anggapan yang denikian terasa tidak adil dan hanya membebankan semua

persoalan hanya kepada Gusdur semata. Padahal sesungguhnya ini adalah

tanggung jawab bersama terutama bagi penyelenggara pemerintahan yang

mempunyai kewajiban untuk melindungi setiap warga negara dari ancaman

hilangnya hak hidup dan berkeyakinan sesuai amant UUD 1945.

2. Islam dan Negara

Sejak pemilu pertama pada era reformasi pemerintah memberikan angin

segar bagi masyarakat untuk bebas membuat partai politik. Kemudian dibukanya

keran demokrasi pada masa reformasi membuat azas tunggal Pancasila yang

dahulu diterapkan oleh rezim Soeharto secara bersamaan juga dicabut. Inilah awal

polarisasi terkait kebebasan oraganisasi sosial maupun politik dengan berazaskan

pada paham-paham yang berbeda dari sebelumnya. Maka munculnya kembali

gerakan-gerakan untuk memperjuangkan diberlakukannya kembali Piagam

Jakarta atau penegakan Khalifah Islam tidak bisa terelakkan. Konsekuensi yang

diperoleh dari sebuah negara demokrasi adalah kebebasan yang diperoleh

warganya dalam berserikat dan mengeluarkan pendapat. Peluang tersebut sejauh

ini dapat dimanfatkan secara baik oleh mereka yang mengusung terbentuknya

negara Islam, baik dari jalur politik atau melalui gerakan dakwah.

Page 132: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxxii

Bagi pengusung terbentuknya negara Islam menganggap bahwa Islam

merupakan agama yang sekaligus negara (al-Islam huwa al-din wa al-daulah).

Keyakinan ini menancap kuat dalam memori sebagaian Muslim, terutama para

pemikir politik Islam. Paradigma ini kerap menggiring umat Islam untuk

menampilkan agamanya dalam bentuk formal, yakni dengan menmpakkan wajah

literal bangunan politik masa silam.116 Tentu yang menjadi rujukannya adalah

negara kota madinah yang dibentuk Kanjeng Nabi Muhammad dan penerusnya

Khalifah Empat.

Pengalaman itu muncul kembali dari partai-partai politik yang berazaskan

Pancasila di era reformasi. Perjuangan yang dilakukan seperti PPP, PBB, PKS dan

partai kecil lainnya, dengan menjual isu memperjuangkan kembali Piagam Jakarta

atau dalam bentuk lain, semisal syariatisasi perundangan di parlemen. Meskipun

belum jelas betul arah perjuangannya, mengingat apa yang menjadi isu jualan

partai-partai tersebut seringkali berubah setiap saat. Satu contoh, saat Megawati

mencalonkan diri menjadi presiden tahun 1999 PPP serta partai lain yang

berasakan Islam menolak pencalonanya, dengan alasan karena Megawati seorang

perempuan. Dalil-dalil agama pun menjadi landasan bagi mereka untuk

menghancurkan Megawati yang pada intinya bahwa dalam Islam seorang wanita

tidak boleh menjadi Imam. Namun anehnya ketika pada tahun 2001 Megawati

menjadi presiden menggantikan Gusdur, Hamzah Has sebagai ketua PPP

menerima pencalonannya sebagai wakil presidennya Megawati.

116

Khamami Zada dan Arif R. Rafah, Diskursus Politik Islam, (Jakarta:LSIP, 2004) h.23

Page 133: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxxiii

Gusdur begitu jujur mengakui bahwa hubungan antara agama dan negara

masih bersifat problematik bagi kaum muslimin, setidak-tidaknya bagi pemimpin

gerakan-gerakan Islam. Hal ini adalah warisan sejarah yang tidak dapat dihindari,

karenanya harus dipikirkan bagaimana ia diselesaikan. Memang pendidikan -

terutama perkembangan teknologi, pengetahuan modern maupun kebudayaan-

mengarahkan kepada semakin kaburnya ‘sekat-sekat’ itu dalam kehidupan.

Namun karena semakin besar kehadiran mereka, semakin banyak juga yang ingin

melihat, dan tentunya turut berusaha, moralitas kita sehari-hari mengikuti prinsip-

prinsip Islam, sehingga akan tercapai pola kehidupan yang “Islami”. Hal ini tidak

menjadi persoalan, jika dijaga agar tidak “bertabrakan” dengan “pola umum” yang

berjalan sekarang. Pengharaman atau pertentangan terhadap pola yang ada itulah

yang harus dihindari117

Pendapat Gusdur diatas sangat jelas bahwa ia tidak mempersoalkan sama

sekali uasaha-usaha untuk mengakkan moralitas berbasis agama dalam

masyarakat. Namun, catatannya adalah tentu saja asalkan usaha-usaha tersebut

tidak betentangan kesepakatan moralitas secara umum. Satu contoh, saat Gusdur

mengecam tindakan FPI saat melakukan sweping para pedagang makanan saat

orang berpuasa dalam bulan Ramadhan. Tindakan sweping itu mungkin benar

bagi mereka, tapi harus dilihat juga hak hidup untuk mencari makan bagi orang

lain. Inilah salah satu sikap dimana sebagian kecil masyarakat belum bisa

menerima hak orang lain, akhirnya hak tersebut saling berbenturan satu sama lain.

117

Abdurrahman Wahid, “Islam, Nasionalis dan Orang Arab”. Artikel diakses pada

27 Januari 2009 dari www.gusdur.net

Page 134: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxxiv

Padahal seharusnya semua persoalan itu dikembalikan pada perundangan yang

beralaku di negera ini.

Menurut Gusdur, lahirnya kelompok-kelompok garis keras tidak bisa

dipisahkan dari dua sebab. Pertama, para penganut garis keras tersebut

mengalami semacam kekecewaan dan alienasi karena ketertinggalan umat Islam

terhadap kemajuan barat dan penetrasi budayanya dan segala ekses yang timbul

karenanya. Karena ketidakmampuan mereka untuk mengimbangi dampak

matrialistik budaya Barat, akhirnya mereka menggunakan cara-cara kekerasan

untuk menghadapinya. Kedua, kemunculan kelompok-kelompok Islam keras itu

tidak terlepas dari adanya pendangkalan agama dari kalangan umat Islam sendiri,

terutamanya dari para kaum mudanya. Hal ini bisa di jumpai banyak dari sebagian

besar anggota-anggota mereka yang tergabung di dalamnya adalah mereka yang

berlatar belakang pendidikan ilmu-ilmu eksata dan ekonomi. Mereka

mencukupkan diri interpretasi keagamaan yang didasarkan pada pemahaman

secara literal atau tekstual tanpa di diringi dengan pelbagai penafsiran yang ada,

kaidah ushul fiqh, maupun variasi pemahaman terhadap teks-teks yang ada.118

Menurut Gusdur “Kesempurnaan sistem” Islam sebagai agama, tidak

didasarkan pada kekuatan atau wewenang lembaga tertentu, melainkan pada

kemampuan akal manusia untuk melakukan perbandingan sendiri-sendiri. Dalam

pandangannya, kesadaran pluralistik seperti inilah yang harus dipelihara bukannya

dengan mendasarkan pada adanya lembaga tertentu sperti negara.119

118

K.H. Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam, (Jakarta: The Wahid Institute,

2009) h. xxvi 119 K.H. Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam, (Jakarta: The Wahid Institute,

2009) h. 14

Page 135: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxxv

Lebih lanjut Gusdur menyatakan bahwa Islam tidak mementingkan

bentuk kelembagaan, melainkan fungsi-fungsi lembaga. Karena itu, Islam tidak

mengenal konsep tentang negara, melainkan tentang fungsi-fungsi negara. Dengan

demikian, sebuah konsep negara bangsa (nation-state) menjadi sama nilainya

dengan negara Islam. Sikap ini, tidak berarti Islam memusuhi konsep negara

agama, termasuk konsep tentang Negara Islam, melainkan hanya menunjukkan

betapa bentuk negara bukanlah sesuatu yang esensial dalam pandangan Islam,

karena segala sumber-sumber tekstual (adillah naqliyah) tidak pernah

membicarakan bentuk-bentuk negara. Yang selalu dibicarakan adalah berbagai

fungsi dari sebuah negara,120

3. Islam dan Pluralisme

Bagi sebagian kalangan, kiprah tokoh Nahdlatul Ulama ini sering kali

mengundang kontroversi, bahkan rasa tidak simpatik. Namun, di kalangan

umatnya warga nahdliyin, kelompok minoritas, dan mereka yang gigih

mendorong pluralisme. Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur ini

adalah simbol kebebasan dan kesetaraan. Bicara apa adanya, blak-blakan, dan tidak

jarang membuat kuping pendengarnya panas. Ungkapan-ungkapan lantangnya tak

jarang membuat orang terkaget-kaget. Bagi pria yang lahir dan dibesarkan di

lingkungan pesantren ini, pluralisme adalah keniscayaan sekaligus berkah dari

120

K.H. Abdurrahman Wahid, “Islam Dan Fungsi Keadilan”. Artikel diakses pada 27

Januari 2009 dari www.gusdur.net

Page 136: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxxvi

Tuhan Yang Maha Esa yang tidak akan terhapus di bumi Indonesia sampai

kapanpun.121

Hubungan antar umat beragama di Indonesia tampaknya kembali

mengalami cobaan dan ujian berat dua tahun terakhir ini. Kalau dilihat dengan

cermat tampak bahwa hal itu masih akan berlangsung cukup lama. Memulihkan

hubungan semula yang tampak harmonis dan kemudian mengalami keretakan,

bukanlah hal yang mudah. Namun, masa depan kita sebagai bangsa banyak

bergantung pada kemampuan pemulihan hubungan itu. Kegagalan dalam hal ini

dapat mengakibatkan ujung traumatik yang megerikan; terpecah belahnya kita

sebagai bangsa.122

Refleksi Gusdur diatas menggambarkan betapa bangsa ini menghadapi

cobaan besar. Pluralitas agama, etnis, bahasa dan budaya yang menjadi

penyokong terbentuknya bangsa ini menghadapi tantangan, terutama dari

kelompok-kelompok yang tidak mau mengakui keragaman. Inilah awal persoalan

timbul yang pada gilirannya membuat sebagaian muslim tidak terbuka kepada

saudaranya yang muslim dan cenderung berlaku memusuhi mereka. Pengingkaran

terhadap pluralitas agama merupakan sikap menutup mata terhadap realitas yang

ada. Padahal Allah menjadikan umatnya beragam untuk membedakan antara sang

Pencipta dengan apa yang diciptakan, yaitu ketunggalan hanya milk Allah semata.

121

Mohammad Bakir dan M Zaid Wahyudi, “Ketegaran Pluralisme Akar Rumput. Artikel

diakses pada 18 januari 2009 dari

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/05/23/01275173/ketegaran.pluralisme.akar.rumput

122 K.H. Abdurrahman Wahid, Gusdur Menjawab Perubahan Zaman, (Jakarta: PT

kompas Media Nusantara, 2002) h.14

Page 137: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxxvii

Jika pemahaman ini bisa dimengerti oleh kaum muslimin, maka penerimaan

terhadap “yang beda” akan berdampak baik untuk terjaganya keragaman dan

toleransi agama-agama yang ada di Indonesia.

Dalam soal pandangan Islam terhadap kekerasan dan terorisme, sikap

Gusdur sangat jelas: mengecam keras dan mengutuk penggunaan kekerasan oleh

sejumlah kelompok Islam garis keras. Menurut Gusdur satu-satunya alasan

penggunaan kekerasan yang bisa di tolerir dalam Islam adalah jika kaum

Muslimin terusir dari tempat tinggal mereka. Pendapat Gusdur tersebut sejalan

apa yang telah diperintahkan al-Quran di dalam surat al-Muntahanah ayat 8

disebutkan, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil

pada orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak (pula)

mengusir kamu dari negerimu.” Gusdur dalam berbagai kesempatan sering

membacakan ayat tersebut sebagai pembelaanya terhadap nasib komunitas

Ahmadiyah atau kelompok minoritas lainnya yang mendapatkan tindakan

kekerasan dari kelompok muslim tertentu karena dianggap melecehkan ajaran

Islam yang sesungguhnya.

Pluralisme adalah bagian dari Islam sejak dulu. Inti dari Islam kan

sebetulnya hanya dua dalam kalimat syahadat, yaitu tentang keesaan Tuhan dan

kerasulan Muhammad. Di luar itu, masing-masing saja,123

123

KH. Abdurrahman Wahid, “Pluralisme Bagian dari Islam”. Artikel diakses pada 19

Januari 2009 dari www.gusdur.net

Page 138: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxxviii

Dalam pandangan Gusdur, ajaran Islam senantiasa memiliki jalinan dua

hal, yaitu sisi individual dan sisi kolektif atau kemasyarakatan. Gusdur

mencontohkan ayat poligami, yang menurutnya bahwa ayat tersebut bukanlah

bersifat perintah tapi hanya bersifat kebolehan untuk poligami. Oleh karenanya

ayat tersebut besifat individual, karenanya tidak boleh melakukan generalisasi.

Kenyataan tersebut juga harus dilihat kepada siapa keadilan itu ditunjukkan?

Kalau bagi seorang laki-laki, berapa orang istri pun tetap dianggap adil, namun

bagi wanita yang bersangkut paut dengan keadilan secara normal, tentu ia akan

menolak poligami.124

Dalil naqli yang menunjuk satu sisi kolektif Gusdur mencontohakan pada ayat, “Wahai manusia, kami ciptakan kamu dari laki

umat manusia secara keseluruhan. Dan yang dikehendaki adalah kenyataan yang

tidak tertulis yaitu persaudaraan antara sesama manusia.125

Di lihat dari berbagai pengertian seperti diterangkan di atas, jelaslah

bahwa ribuan sumber tertulis (dalil Naqli), baik berupa ayat-ayat Kitab Suci Al

Qur’an maupun ucapan Nabi Muhammad SAW, akan memiliki peluang-peluang

yang sama bagi pendapat-pendapat yang saling berbeda, antara universalitas

sebuah pandangan atau partikularitasnya di antara kaum muslimin sendiri. Dengan

demikian, menjadi jelaslah bagi kita bahwa perbedaan pendapat justru sangat

dihargai oleh Islam, karena yang tidak diperbolehkan bukanya perbedaan

pandangan, melainkan pertentangan dan perpecahan. Kitab suci kita menyatakan:

124

KH. Abdurrahman Wahid, Islam: Pribadi dan Masyarakat, Duta Masyarakat, Sabtu

15/02/2003

125 KH. Abdurrahman Wahid, Islam: Pribadi dan Masyarakat, Duta Masyarakat, Sabtu

15/02/2003

Page 139: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxxxix

“Berpeganglah kalian kepada tali Allah secara menyeluruh, dan janganlah

terpecah-belah/saling bertentangan “(Wa tashimu bi habli Allah Jami’an wala

tafarraqu). Ini menunjukan lebih jelas, bahwa perbedaan pendapat itu penting,

tetapi pertentangan dan keterpecahbelahan adalah sebuah malapetaka. Dengan

demikian, nampak bahwa perbedaan, yang menjadi inti sikap dan pandangan

perorangan harus dibedakan dari pertentangan dan keterpecah-belahan, sebagai

upaya kolektif dari sebuah totalitas masyarakat.126

Menurut Din Syamsudin, pemikiran Gus Dur sebagai pemikiran yang

bersifat substantivistik. Menurutnya, dengan pendekatan substantivistik dalam

islamisasi Indonesia membuka ruang bagi terjadinya pribumisasi Islam

(domestication of Islam), usaha mewujudkan nilai-nilai universal Islam ke dalam

kultur bangsa Indonesia yang beragam. Dalam konteks ini pula kultur Islam harus

dipandang hanya sebagai salah satu dari sekian banyak kultur bangsa. Ia hanya

bersifat komplementer terhadap kultur Indonesia secara keseluruhan. Dengan

pemikiran ini diharapkan masyarakat muslim mempunyai kesadaran kebangsaan,

termasuk bahwa negara Indonesia harus dibangun atas dasar kesadaran ini.

Implikasi dari implementasi pemikiran Gus Dur ini adalah adanya pluralisme.127

126 KH. Abdurrahman Wahid, Islam: Pribadi dan Masyarakat, Duta Masyarakat, Sabtu

15/02/2003

127

Abd. Haris, Abdurrahman Wahid: Telaah Kritis atas Ide Neo-moderrnisme, Diakses

pada 14 November 2008

dari

http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-30.html

Page 140: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxl

Adanya anggapan bahwa pluralisme sama dengan relativisme dibantah

oleh Gusdur. Menurutnya al-Quran sering menggunakan bahasa dengan maksud

yang berbeda-beda. Ada kalanya dengan tujuan mikro atau makro dan pada saat

lain ayat tersebut menunjukkan tujuan mikro dan makro sekaligus. Dalam

memahami ayat “lakum diinukum wa liyadin” Gusdur berpandangan bahwa ayat

tersebut berlaku secara mikro maupun makro. Dalam hal ini, perintah Allah

berlaku baik bagi setiap orang muslim maupun bagi semua orang yang memeluk

agama tersebut. Jadi, antara semua agama yang ada di dunia secara makro harus

ada sikap saling menghormati, tanpa “kehilangan” keyakinan akan “kebenaran”

masing-masing.

Suatu hal yang harus diingat dalam hal ini, adalah kenyataan

bahwa Islam selalu ‘berbicara’ dalam bahasa yang beragam. Adakalanya

secara mikro, dan ada kalanya secara makro dan kadang pula pula ia berbcara secara mikro dan makro. Secara mikro dapat dilihat pada firman

Allah di atas, yaitu “Tiap orang pekerja mengerjakan sesuai dengan kecakapan/profesinya”. Namun, ada kalanya ia berbicara secara makro,

seperti firman Allah: “Dan barang siapa mengambil selain Islam sebagai agama, maka amal sholehnya tidak diterima dan ia diakhirat kelak menjadi

orang yang merugi “(Wa man yabtaghi ghaira al-Islami diinan falan

yuqbala minhu wa huwa fi al-akhirati mina al-khasirin). Ini adalah sikap

makro tiap orang muslim terhadap para pengikut agama lain, karenanya menjadi sikap semua orang muslim terhadap semua orang yang beragama

lain.

Apakah ini berarti Islam tidak menghargai agama lain? Tidak demikian.

Penghargaan itu harus ‘ditunjukkan’ dalam bentuk lain, yaitu penghargaan

kepada tiap perbuatan baik (a’mal al khair). Seperti Allah swt berfirman:

“Hendaknya ada sebuah kelompok diantara kalian, yang mengajak kepada

perbuatan baik” (Waltakun minkum ummatun yad’uuna ila al-khairi).

Firman Allah ini jelas berarti penghormatan terhadap tiap perbuatan baik

umat manusia, walaupun berbeda keyakinan. Adapun perintah Allah yang

harus berlaku secara mikro maupun makro dapat dilihat antara lain pada

ayat berikut: “Bagi kalian agama kalian, dan bagiku agamaku” (Lakum

diinukum wa liyadiin). Dalam hal ini, perintah Allah berlaku baik bagi setiap orang muslim maupun bagi semua orang yang memeluk agama

tersebut. Jadi, antara semua agama yang ada di dunia secara makro harus

Page 141: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxli

ada sikap saling menghormati, tanpa “kehilangan” keyakinan akan

“kebenaran” masing-masing. Inilah prinsip hubungan antar agama secara

makro bagi setiap orang. Nah, kita sendiri sekarang dapat mengaca

perbuatan yang kita lakukan, dalam sikap terhadap agama lain. Sudahkah kita memiliki “obyektifitas” (tidak memihak) kepada emosi sendiri? Jika

belum, terus terang saja kita belum menjadi muslim yang dikehendaki oleh kitab suci tersebut. Namun, upaya perbaikan itu sendiri dapat dilakukan

tiap waktu. Bukankah sebuah pepatah menyatakan, bahwa lebih baik terlambat dari pada tidak pernah sama sekali (better late than never).128

Pada kesempatan dialog interaktif dalam acara Konkow Bareng Gusdur.

Seorang penanya dari umat Kristen menanyakan apakah sama konsep ketuhanan

Kristen dengan “trinitasnya” yang dalam Islam dikenal dengan perwujudan sifat

Allah yang duapluh dan pada asmaul khusna. Menurut Gusdur konsep ketuhanan

antara Islam dan Kristen jelas berbeda. Namun demikian itu hak kaum kristen

untuk menafsirkan demikian.129

128

Abdurrahman Wahid, Penafsiran Baru Atas Al-Qur’an. Artikel diakses pada 27

Januari 2009 dari www.gusdur.net

129

Dialog Interaktif dalam Konkow Bareng Gusdur di Radio 68H Jakarta pada 11 April

2009

Page 142: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxlii

BAB V

PPENUTUP

A. Kesimpulan

Pluralisme pada dasarnya adalah nilai-nilai dan realitas yang telah ada dan

terus berkembang secara alamiah yang dikehendaki keberadaannya oleh sang

pencipta. Meskipun demikan masih banyak diantara kaum muslim, karena kehati-

hatiannya yang berlebihan, untuk tidak membuka diri terhadap realitas Ilahi

berupa penerimaan terhadap pihak lain yang berbeda dari sisi agama maupun dari

status lainnya. Maka apa yang dilakukan Gusdur sebagai motor untuk

membumikan nilai-nilai pluralisme di Indonesia adalah didorong oleh suatu

kenyataan yang ada dari wahyu ilahi baik di al-Quran maupun tanda-tanda alam

lainnya.

Meskipun Gusdur tidak secara formal oleh masyarakat luas dikenal

sebagai da’i, namun posisinya sebagai mantan ketua PBNU tetap dianggap

sebagai ulama yang memiliki integeritas dalam keilmuan, paling tidak pengakuan

tersebut dilakukan oleh kaum tradisional NU. Sebagai seorang da’i Gusdur

memiki karakter yang berbeda dari da’i pada umumnya, yaitu ia memilih

berdakwah lewat budaya atau dakwah kultural yang manfaatnya untuk Bangsa

Indonesia.

1. Menurut Gusdur dakwah tidak musti harus disampaikan dengan secara formal,

artinya ketika seseorang da’i berdakwah tidak harus menyelipkan ayat-ayat al-

Quran maupun hadist Nabi. Bagi penggiat dakwah tentu pendapat tersebut

terasa cukup aneh, namun sesungguhnya apa yang dilakukan Gusdur adalah

Page 143: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxliii

membuka peluang yang sebesar-besarnya kepada setiap muslim. Bahwa

dakwah itu bisa dilakukan oleh siapaun asalal dengan tujuan kepada amal

sholeh. Inilah salah satu bentuk yang dimaksud Gusdur pribumisasi Islam,

dimana nilai-nilai Islam telah mengalami internalisasi dan selanjutnya

termanifestasikan pada budaya sehari-hari dalam kehidupan kita. Sehingga

secara “diam-diam” Gusdur telah berdakwah kepada siapapun, termasuk non

Muslim, dengan strategi budaya atau dakwah kultural termasuk didalamnya

jarang menggunakan dalil-dalil agama. Sejauh ini Gusdur berhasil dalam

dakwahnya untuk membawa pesan, bahwa Islam adalah agama yang

membawa kedamaian kepada seluruh alam. Itu dibuktikan banyaknya

penghargaan yang diperolehnya dari organisasi non-muslim atas jasanya yang

melindungi kaum minoritas.

2. Perjuangan Gusdur untuk membumikan nilai-nilai pluralisme di Indonesia

adalah sebuah keharusan bagi dirinya. Sebagai konsesus yang telah disepakati

oleh para pendiri bangsa yang tertuang dalam Pancasila, Preamblu, UUD 45

serta semboyan negara, “Bihinika Tunggal Eka”, merupakan harga mati yang

harus terus dihormati dan dipatuhi oleh generasi-generasi selanjutnya. Maka

ketika Gusdur berbicara tentang Islam ia juga harus mandasarkan pada

kepentingan yang lebih besar yaitu, kepentingan bangsa dengan tidak terbatas

hanya pada umat Islam saja. Keyakinan Gusdur akan kebenaran nilai-nilai

pluralisme juga untuk mengingatkan kembali apa yang telah diwahyukan oleh

Allah seperti dalam surat al-Baqoroh ayat 256, al-Hujarat ayat 13, al-Kafirun

ayat 6, yang kesemuanya menunjuk pada kebebasan bagi umat manusia untuk

Page 144: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxliv

memaluk agama sesuai keyakinannya. Selain itu, Perwujudan nilai-nilai

pluralisme juga secara jelas dicontohkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW

dalam kehidupan sehari-hari. Beliau begitu sabar dan tetap santun dalam

menghadapi musuh-musuhnya saat di mekkah maupun setelah hijrah ke

Madinah. Nabi Muhammad SAW juga mencontohkan kehidupan bernegara

dengan menggagas Negara kota, yang terbuka untuk saling menghormati

keyakinannya masing-masing antara Islam, Yahudi, dan Kristen hidup

bersama dibawah naungan Piagam Madinah. Piagam inilah yang juga menjadi

model bagi Indonesia untuk tetap mempertahankan keragaman atau pluralisme

yang sudah ada sebelum Islam datang sebagai agama mayoritas dikemudian

hari sampai sekarang. Dari ketiga dasar itulah yaitu, Firman Allah, Contoh

baginda Nabi Muhammad SAW dan kesetiaan pada konstitusi negara,

Pancasila dan UUD 1945, membuat Gusdur secara yakin dengan kebenaran

langkahnya untuk terus “mendakwahkan pluralisme” sebagai upayanya untuk

memperkokoh bangunan toleransi, sebagai perwujudan untuk menuju pada

konsep universalitas Islam yang rahmatan lil alamin.

B. Saran-Saran

Secara umum apa yang telah dilakukan Gusdur dalam mempertahankan

nilai pluralisme merupakan nilai positif bagi Indonesia. Ini akan menjadi model

yang baik bagi negara-negara lain dalam mengelola perbedaan dengan penuh

sikap toleransi. Namun apa yang dilakukan Gusdur sejauh pengamatan penulis

ada bebrapa hal yang harus menjadi catatan, diantaranya:

Page 145: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxlv

1. Dengan pilihan dakwahnya untuk menyuarakan perlunya penyadaran akan

pentingya nilai-nilai pluralisme pada satu sisi akan menimbulkan kecurigaan

pada diri kaum muslim apalagi Pluralisme sebagai paham adalah produk

sejarah yang dilahirkan oleh tradisi barat. Sementara mayoritas Umat Islam

seringkali menganggap bahwa apa yang datang dari barat lebih banyak

buruknya. Sehingga Gusdur sering berbenturan pendapat, yang pada

gilirannya ada tuduhan-tuduhan dari orang yang berbeda pendapat dengan

Gusdur. Padahal sesungguhnya Gusdur sangat mengerti betul jika simbol-

simbol atau terminolgi yang digunakan berasal dari budaya barat pada

gilirannya akan mendapat penolakan dari umat Islam. Jalan yang lebih

produktif barangkali mencoba untuk “mengindonesiakan” terminologi

pluralisme.

2. Kelemahan Gusdur adalah begitu jarangnya mengutip dalil, baik dari al-Quran

maupun hadist dalam berbagai kesempatan diskusi yang dilakukannya. Hal ini

memang sesuai pendapatnya bahwa berdakwah tidak harus disampaikan

secara formal dengan mengutip ayat-ayat atau hadist. Namun faktanya masih

banyak umat Islam yang merasa lebih mantap jika ceramah-ceramah itu di

selingi dalil-dalil keagamaan. Sehingga apa yang disampaikan Gusdur sulit

diyakini kebenarannya oleh kaum muslim atau mad’u.

3. Tanggung jawab untuk menciptakan kehidupan beragama yang penuh dengan

toleransi dan saling menghormati bukanlan kewajiban Gusdur saja. Namun

semua komponen bangsa terutamanya pemerintah perlu terus berperan aktif

dalam upaya-upaya tersebut. Karena, keharmonian antara pemeluk agama juga

Page 146: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxlvi

pendukung utama dalam menciptakan kehidupan bangsa yang aman, sehingga

progam-prgam pembangunan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.

Kemudian bagi pemuka agama marilah kita bersama-sama menyampaikan

kebenaran yang kita yakini dengan cara santun sekaligus menghormati adanya

perbedaan yang terjadi dalam masyarakat.

Page 147: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxlvii

DAFTAR PUSTAKA

Abda, Slamet Muhaimain. Prinsip-Prinsip Metode Dakwah. Yogyakarta: Sipress, 1996.

al-Banna, Gamal. Doktrin Pluralisme dalam al-Quran. Jakarta, Menara,2006.

al-Brebesy, Ma’mun Murod Menyingkap Pemikiran Politik Gusdur dan Amin

Raistentang Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

Ali, A. Mukti. “Ilmu Perbandingan Agama, Dialog, Dakwah dan Misi”, dalam

Burhanuddin Daja dan Herman Leonard Beck (red.), Ilmu Perbandingan

agama di Indonesia dan Belanda. Jakarta : INIS, 1992.

Arifin, H.M. Psikologi Dakwah. Jakarta: Bulan Bintang, 1998

Artikel diakses pada 18 Januari 2009

http://www.gusdur.net/indonesia/index.php?option=com_content&task=

view&id=23&Itemid=63

Azra, Azyumardi. Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam,. Jakarta: Paramadina, 1999.

Bakir, Mohammad dan Wahyudi, M Zaid.“Ketegaran Pluralisme Akar Rumput”.

Artikel diakses pada 18 Januari 2009

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/05/23/01275173/ketegaran.plura

lisme.akar.rumput

Barton, Greg Biografi Gusdur. Yogyakarta: LKIS,2003.

dari www.gusdur.net

Di akses dari www.wikipedia.com Indonesia pada 31 juli 2008

Echol, Jhon M. dan Shadiliy, Hasan (ed.). “plur”, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1996.

Effendi, Bahtiar dan Prasetyo, Hendro (ed.).Radikalisme Agama. Jakarta: PPIM-

IAIN Jakarta, 1998

Fadlolan Musyaffa, MA. “Budaya dan Media Dakwah”. Artikel diakses pada 17 Juli 2007 dari http://www.numesir.org/cetak.php?id=43

Fadlolan Musyaffa, MA. “Budaya dan Media Dakwah”. Artikel diakses pada 25

Februari dari http://www.numesir.org/cetak.php?id=43

Gazali, Bahri. Dakwah Komunkaif. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997.

Page 148: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxlviii

Ghazali, Abdul Moqsith. Prakarsa perdamaian, , Jakarta: Tashwirul Afkar, 2007.

Gusdur dalam pengantar, Al Quran Kitab Toleransi, Jakarta: Fitrah, 2007.

Hafidudin, Didin. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani Press,1998.

Hamka. Tafsir al Azhar, juz XIII-XVI. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas 1983.

Harahap, Syahrin. Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999.

Haris, Abd. “Abdurrahman Wahid: Telaah Kritis atas Ide Neo-moderrnisme”.

Artikel diakses pada 14 November 2008 dari

http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-30.html

Haryatmoko, “Mencoba Menafsir Pluralisme”, Kompas, 20 Agusutus 2005

Hefni, H. Harjani et al, Metode Dakwah. Jakarta: Rahmat Semesta, 2003.

Hidayat, Komaruddin. Wahyu di Langit Wahyu di Bumi:Doktrin dan Peradaban

Islan di Panggung Sejarah.Jakarta: Paramadina, 2003.

http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/Universalisme.html

http://paramadina.wordpress.com/2007/02/25/contoh-pluralisme-jaman-nabi/

Husaini, Adian “Teologi Pluralis yang Merusak (Kerukunan) Agama” Artikel

diakses pada 29 Jun 2008 [email protected]

Kontowijoyo. Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia. Yogyakarta: Salahudin

Press, 1985.

M. Ali Safaat, “Kesetiaan Warga Negara Terhadap Konstitusi”. diakses pada

tanggal 27 Maret 2009 dari

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=524

Misrawi, Zuhairi. Al-Quran Kitab Toleransi. Jakarta: Fitrah, 2007.

Mohamad Shahrour, diakses pada tanggal 27 Juni 2008 www.mediaisnet.com

Mubarok, Achmad. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.

Muhammad , Alfian dan jacob, Helmi (ed.), Gusdur Bertutur. Jakarta: Penerbit

Harian Proaksi, 2005. 202

Page 149: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cxlix

Muhammad, Husain. “Pluralisme dan Multikulturalisme sebagai masalah dalam

pergulatan Tafsir dalam Islam”. Artikel diakses pada 25 Februari 2009

dari www.wahidinstitute.com

Muhyidin, Asep. Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an: Studi Kritis atas Visi, Misi

dan Wawasan. Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Mulkhan, Abdul Munir. Idiologi Gerakan Dakwah.Yogyakarta: Sipress, 1996.

Nasar, M. Fuad “Nabi Muhammad SAW Membangun Konsep Umat,”artikel

diakses pada 13 Maret 2009 dari http://bimasislam.depag.go.id/?mod=article&op=detail&klik=1&id=258

Noer, Mohammad Dakwah untuk Umat. Makalah dalam Workshop Program

Studi Sejenis Ditjen Pendidikan Islam Depag RI, 2007.

Noor, Farid ma’ruf . Dinamika dan Akhlak Dakwah. Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1981.

Rosyidi. Dakwah Sufistik Kang Jalal. Jakarata: Paramadina, 2004.

Santoso, LIstiyono Teologi Politik Gusdur. Yogyakarta: Ar-Ruz h, 2004.

Shihab, Qurais. “Wawasan al-Quran”. Artikel diakases pada 15 Mei 2009 dari

http://media.isnet.org/

Shihab, Quraish. Membumikan al Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1998.

Sihab, Alwi. Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama. Bandung,

Mizan, 1997.

Sorprapto, Pluralitas,” Konflik dan Kearifan Dakwah”. Artikel diakses pada 25

Februari 2009 dari

www.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makalah%20Su

prapto.doc -

Spencer, Robert. Islam ditelanjangi. Penerjemah Mun’im A. Sirry. Jakarta: Paramadina, 2003.

Suaedy, Ahmad dan Abdala, Ulil Abshar (ed.), Gila Gusdur : Wacana Pembaca

Abdurrahman Wahid. Yogyakarta: LKIS, 2000.

Page 150: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cl

Sukardja, Ahmad. Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945: Kajian

Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat

Majemuk. Jakarta: UI-Press, 1995.

Sukidi. Teologi Inklusif Cak Nur. Jakarta: Kompas, 2001.

Suseno, Franz Magnis. Islam dan Nilai-Nilai Universal. Jakarta: ICIP, 2008.

Syukir, Asmunmi. Dasar Dasar Strategi Dakwahj Islam. Surabaya: Al Ikhlas,

1983.

Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah.. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987.

Umar, Toha Yahya. Ilmu Dakwah. Jakarta: Widjaya,1992.

Usman, Fathimah. Wahdat Al-Adyan: Dialog Pluralisme Agama. Yogyakarta:

LkiS, 2002

Wahid, Abdurahman. Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan. Jakarta,

Desantara, 2001.

______________ “Universalisme Islam dan Kosmopolitanisme Peradaban Islam”.

Artikel diakses pada 17 Januari 2009 dari

______________. Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan. Jakarta,

Desantara, 2001.

______________Ilusi Negara Islam. Jakarta: The Wahid Institute, 2009.

______________“Islam Dan Fungsi Keadilan”. Artikel diakses pada 27 Maret 2009

______________ “Islam, Nasionalis dan Orang Arab”. Artikel diakses pada 27

Januari 2009 dari www.gusdur.net

______________ “Lagi-Lagi Pribumisasi Islam”. Artikel diakses pada 25

Februari 2009 http://www.fkb dpr.or.id/index.php?

______________ Gusdur Menjawab Perubahan Zaman. Jakarta: PT kompas

Media Nusantara, 2002.

______________. Pribumisasi Islam dalam Islam Indonesia, Menatap Masa

Depan. Jakarta: P3M, , 1989.

Page 151: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

cli

______________.” Islam: Pribadi dan Masyarakat,” Duta Masyarakat, Sabtu

15/02/2003

Wahid, Salahuddin. “NU dan Khialafah Islamiyah”. Artikel diakses pada 14 Desember 2008 dari www.nu.or.id

www.averroes.or.id

www.kompas.com/2008/06 di akses pada 27 Juli 2008

www.liputan6.com /2001/03 di akses pada 24 Juli 2008

www.mediaisnet.com

www.tempointeraktif.com diakses pada kamis 31 juli 2008

www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/06/30/brk%C20060630-

79626%2cid.html

Yakub, Hamzah Publisistik Islam Tekhnik Dakwah Islam Dan Lidersif. Bandung:

CV Diponogoro 1986.

Zada, Khamami dan Rafah, Arif R. Diskursus Politik Islam. Jakarta: LSIP, 200

Page 152: Dakwah dan Pluralisme Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid )repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/17178/1/DARNOTO...yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya,

clii