Case Morbus Hansen
-
Upload
aidii-kenny-cantika -
Category
Documents
-
view
266 -
download
3
description
Transcript of Case Morbus Hansen
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial,
mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang
terinfeksi dapat asimtomatik, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan
mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki.
1.2 Definisi
Penyakit kusta atau lepra merupakan salah satu penyakit menular kronik yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M leprae) yang intra seluler obligat
menyerang saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus
respiratorius bagian atas kemudian ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit
kusta dikenal juga dengan nama Morbus Hansen atau lepra. Istilah kusta berasal dari
bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum.
1.3 Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh M .leprae yang ditemukan oleh G.H. Armauer
Hansen tahun 1873 di Norwegia. Basil ini bersifat tahan asam, bentuk pleomorf lurus,
batang ramping dan sisanya berbentuk paralel dengan kedua ujung-ujungnya bulat
dengan ukuran panjang 1-8 um dan diameter 0,25-0,3 um.
Basil ini menyerupai kuman berbentuk batang yang gram positif, tidak bergerak
dan tidak berspora. Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk
batang yang utuh, berwarna merah terang, dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang
mati bentuknya terpecah-pecah (fragmented) atau granular. Basil ini hidup dalam sel
terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak dapat dikultur dalam media buatan (in
vitro)
1
1.4 Epidemiologi
Sumber infeksi kusta adalah penderita dengan banyak basil yaitu tipe multibasiler
(MB). Cara penularan belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan yang
klasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua
ialah secara inhalasi, sebab M. leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
Masa tunas kusta bervariasi,40 hari sampai 40 tahun. Kusta menyerang semua umur dari
anak - anak sampai dewasa. Faktor sosial ekonomi memegang peranan, makin rendah
sosial ekonomi makin subur penyakit kusta, sebaliknya sosial ekonomi tinggi membantu
penyembuhan. Sehubungan dengan iklim, kusta tersebar di daerah tropis dan sub tropis
yang panas dan lembab, terutama di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Jumlah kasus
terbanyak terdapat di India, Brazil, Bangladesh, dan Indonesia.
1.5 Klasifikasi
Jenis-jenis klasifikasi yang umum adalah :
a. Klasifikasi Internasional ( Madrid,1953 )
(1) Interdeterminate ( I )
(2) Tuberkuloid ( T )
(3) Bordeline ( B )
(4) Lepromatosa ( L )
b. Klasifikasi Ridley-Jopling ( 1962 ) :
(1) Tuberkuloid –tuberkuloid ( TT )
(2) Bordeline – tuberkuloid ( BT )
(3) Bordeline – bordeline ( BB )
(4) Lepramatosa – lepramatosa ( LL )
Klasifikasi WHO (1982) yang kemudian disempurnakan pada tahun 1997. Dalam
klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. tipe Paucibacillary (PB)
2. Multibacillary (MB).
Dasar klasifikasi ini adalah negatif dan positifnya basil tahan asam (BT) dalam skin
smear. Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit kusta menurut
2
WHO adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Kusta
Tanda Utama Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)
Lesi Kulit 1-5 lesi 5 lesi
Distribusi tidak simetris Distribusi simetris
Hilangnya sensasi yang
jelas
Hiangnya sensasi yang
kurang jelas
Kerusakan saraf Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf
Hasil pemeriksaan BTA Negatif Posiif
1.6 Patogenesis
Mycobacterium leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah
karena penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala
yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi
dengan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah
reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif.
Oleh karena itu penyakit lepra dapat disebut sebagai penyebab imunologik. Kelompok
umur terbanyak terkena lepra adalah usia 25-35 tahun.
Onset lepra membahayakan karena dapat mempengaruhi saraf, kulit dan mata.
Hal ini juga dapat mempengaruhi mukosa (mulut, hidung dan faring), testis, ginjal, otot-
otot halus, sistem retikulo- endotel dan endotelium pembuluh darah.
Basil masuk kedalam tubuh biasanya melalui sistem pernafasan, memiliki
patogenisitas rendah dan hanya sebagian kecil orang yang terinfeksi menimbulkan tanda-
tanda penyakit. Masa inkubasi M. leprae biasanya 3-5 tahun. Setelah memasuki tubuh
basil bermigrasi kearah jaringan saraf dan masuk kedalam sel Schwann. Bakteri juga
dapat ditemukan dalam makrofag, sel-sel otot dan sel-sel endotel pembuluh darah.
Setelah memasuki sel Schwann atau makrofag, keadaan bakteri tergantung pada
perlawanan dari individu yang terinfeksi. Basil mulai berkembangbiak perlahan (sekitar
12-14 hari untuk satu bakteri membagi menjadi dua) dalam sel, dapat dibebaskan dari sel-
sel yang hancur dan memasuki sel terpengaruh lainnya. Pada tahap ini manifestasi klinis
3
mungkin muncul sebagai keterlibatan saraf disertai dengan penurunan sensasi dan atau
skin patch. Apabila tidak didiagnosis dan diobati pada tahap awal, keadaan lebih lanjut
akan ditentukan oleh kekuatan respon imun pasien.
Sitem Imun Seluler (SIS) memberikan perlindungan terhadap penderita lepra.
Ketika SIS spesifik efektif dalam mengontrol infeksi dalam tubuh, lesi akan menghilang
secara spontan atau menimbulkan lepra dengan tipe Pausibasilar (PB). Apabila SIS
rendah, infeksi menyebar tidak terkendali dan menimbulkan lepra dengan tipe
Multibasilar (MB). Kadang-kadang respon imun tiba-tiba berubah baik setelah
pengobatan atau karena status imunologi yang menghasilkan peradangan kulit dan atau
saraf dan jaringan lain yang disebut reaksi lepra (tipe 1 dan 2).
1.7 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penyakit MH pada pasien mencerminkan tingkat kekebalan
selular pasien tersebut. Gejala dan keluhannya tergantung pada :
multifikasi dan diseminasi kuman M.leprae
respon imun penderita terhadap kuman M.leprae
komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer.
Ada 3 tanda kardinal, jika salah satunya ada, tanda tersebut telah cukup untuk
menetapkan diagnosis penyakit MH, yaitu:
1. lesi kulit yang anestesi
2. penebalan saraf perifer
3. ditemukan M.leprae (bakteriologis positif)
Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah
klasifikasi menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit MH menjadi 5
kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan imunologis,
yaitu:
4
1. Tipe Tuberkuloid (TT)
Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa,
dapat berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat
ditemukan lesi yang regrasi atau central healing. Permukaan lesi dapat bersisik
dengan tepi yang meninggi bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau
tinea sirsinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba,
kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak
adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respon imun pejamu yang adekuat
terhadap kuman MH.
2. Tipe Boderline Tuberkuloid (BT)
Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering
disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi
hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid.
Gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit
biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
3. Tipe Mid Borderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit
MH. Merupakan bentuk dimorfik. Lesi dapat berupa makula infiltratif, permukaan
lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe
BT dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi baik dalam ukuran, bentuk,
ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi punched out yang merupakan ciri khas
tipe ini.
5
4. Tipe Borderline Lepromatous (BL)
Lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan dengan
cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi
bentuknya. Papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir
simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian
tengah sering tampak normal dengan bagian pinggir dalam infiltrat lebih jelas
dibandingkan dengan pingir luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched
out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa kerusakan sensasi, hipopigmentasi,
berkurangnya keringat, dan hilangnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan
dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat-tempat penebalan saraf.
5. Tipe Lepromatosa (LL)
Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap,
berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan
anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu,
cuping telinga, sedangkan di badan mengenai bagian yang dingin, lengan,
punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut
terdapat penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka
menjadi kasar, dan cekung membentuk facies leonina yang dapat disertai dengan
madarosis, iritis, keratitis. Lebih lanjut dapat terjadi deformitas hidung. Dapat
dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya dapat terjadi atrofi
testis. Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking and glove
anaesthesia. Bila menjadi progresif, muncul makula dan papula baru sedangkan
6
lesi lama menjadi plakat dan nodus. Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf
perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anestesi dan
pengecilan otot tangan dan kaki.
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari
penyakit tersebut. yaitu:
Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin
melebar dan banyak.
Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, auricularis,
magnus serta peroneus.
Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
Alis rambut rontok
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leonina (muka singa).
1.8 Diagnosis
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, baketrioskopis,
histopatologi, dan immunologis. Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta
perlu dicari anda-tanda kardinal yaitu lesi kulit yang mati rasa, penebalan saraf
tepi dengan gangguan fungsi saraf (sensoris, motoris,, dan otonom), dan
ditemukannya M. Leprae pada pemeriksaan bakteriologis.
1.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bakterioskopik
Pemeriksaan BTA dengan Ziehl-Nielsen
7
Bahan pemeriksaan diambil dari 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian
bawah dan 2 atau 4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan
paling infiltratif.
Indeks Morfologi
Untuk menentukan persentasi BTA hidup atau mati
Rumus:
Jumlah BTA solid x 100 % = X %
Jumlah BTA solid + non solid
Guna: Untuk melihat keberhasilan terapi
Untuk melihat resistensi kuman BTA
Untuk melihat infeksiositas penyakit
Indeks Bakteri
Untuk menentukan klasifikasi penyakit Lepra, dengan melihat kepadatan BTA
tanpa melihat kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/ granular).
0 BTA -
1 – 10/ 100 L.P +1
1 – 10/ 10 L.P +2
1 – 10/ 1 L.P +3
10 – 100/ 1 L.P +4
100 – 1000/ 1 L.P +5
> 1000/ 1 L.P + 6 b. Pemeriksaan histopatologik
Untuk membedakan tipe TT & LL
• Pada tipe TT à ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit)
8
• Pada tipe LL à ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yi histiosit dimana di
dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk gelembung.
Ditemukan lini tenang (subepidermal clear zone).
c. Pemeriksaan serologik
• Tes ELISA
• Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Partikel Aglutination)
• ML dipstick
1.10 Terapi
Obat antikusta yang paling banyak dipakai adalah DDS (diaminoodifenil
sulfon) kelmudian klofazimin dn rifampisin. Untuk mencegah resistensi, pengobatan
resistensi digunakan multy drug treatment (MDT). Berbagai macam obatanti kusta,
antara lain:
1. DDS
2. Rifampisin
3. Klofazimin (Lamprene)
4. Protionamid
5. Obat alternatif, seperti : Ofloksasin, Minoksiklin, dan Klaritromisin.
Pemberian obat MDT berbeda berdasarkan tipe dari kusta, yaitu :
i. MDT untuk Multibasilar (MB)
- Rifampisin 600 mg setiap bulan,dalam pengawasan
- DDS 100 mg setiap hari
- Klofazimin 300 mg setiap bulan. Dilanjutkan 50-100 mg sehari
atau 3x 100 mg setiap minggu.
9
Kombinasi obat tersebut diberikan 24 dosisdalam 24 sampai 36 bulan
dengan syarat bakterioskopis harus negatif. Jika masih poitif, pengobatan
dilanjutkan sampai hasil negatif. Selama masa pengobatan dilakukan pemeriksaan
klinis setiap bulan dan bakterioskopis minimal setiap 3 bulan.
ii. MDT untuk Pausibasilar PB)
- Rifampisin 600 mg setiap bulan
- DDS 100 mg setap hari.
- Obat tersebut diberikan dalam 6dosis selama 6- 9 bulan. Selama
pengobatan pemeriksaan klinis setiap bulan dan bakterioskopis
pada akhir setelah 6 bulan pada akhir pengobatan.
1.11 Reaksi Kusta
Reaksi kusta : suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta yang
terjadi dalam perjalanan penyakitnya, yang diduga disebabkan hipersensitivitas akut
10
terhadap Ag basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.
Ada dua tipe reaksi berdasarkan hipersensitivitas yang menyebabkannya ;
1. Tipe I : disebabkan oleh hipersensitivitas seluler (Reversal Reaction)
2. Tipe 2 : disebabkan oleh hipersensitivitas humoral(Eritema Leprosum Nodosum)
Manifestasi / gambaran klinis reaksi kusta:
REAKSI TIPE 1
Organ yang diserang
Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Lesi kulit yang telah ada dan menjadi eritematosa.
Lesi yang telah ada menjadi eritematosa, timbul lesi baru yang kadang-kadang disertai panas dan
malaiseSaraf Membesar, tidak nyeri fungsi
tidak terganggu, berlangsung kurang dari 6 rainggu.
Membesar, nyeri, fungsi terganggu, berlangsung lebih dari 6 minggu.
Kulit dan saraf bersama-sama
Lesi yang telah ada menjadi lebih eritematosa, nyeri pada
saraf berlangsung kurang dari 6 minggu.
Lesi kulit yang eritematosa disertai ulserasi atau edem pada tangan / kaki. Saraf membesar, nyeri, dan
fungsinya terganggu, Berlangsung sampai 6 minggu atau lebih.
REAKSI TIPE 2
Organ yang diserang
Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Timbul sedikit nodus yang beberapa diantaranya
terjadi ulserasi. Disertai demam ringan dan malaise.
Banyak nodus yang nyeri dan mengalami ulserasi disertai
demam tinggi dan malaise.
Saraf Saraf membesar, nyeri, fungsi normal
Saraf membesar, nyeri, dan fungsinya terganggu.
Mata Tidak ada gangguan Nyeri, penurunan visus, dan merah di sekitar limbus.
Testis Lunak, tidak nyeri. Lunak, nyeri, dan membesar.Kulit, saraf
mata, dan testis bersama-sama
Gejalanya seperti diatas. Gejalanya seperti diatas disertai keadaan sakit yang keras dan
nyeri yang sangat.
BAB II
11
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. M
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Padang Sidempuan
Pekerjaan : Pedagang Buah
Agama : Islam
Suku : Batak
No. MR : 86 22 23
Tanggal Pemeriksaan : 10 Juni 2015
ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki berumur 31 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Dr. M.Djami Padang tanggal 10 Juni 2015 dengan
Keluhan utama : bercak kemerahan yang mati rasa di kedua lengan bawah, kedua
tungkai, dan pinggang sisi kiri dan kanan sejak 16 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang :
Bercak kemerahan yang mati rasa muncul pada kedua lengan bawah dan tungkai
sejak 16 bulan yang lalu. Awalnya bercak berwarna putih sebesar uang logam 100
perak kemudian bercak dirasakan semakin melebar dan bertambah banyak serta
berubah warna menjadi kemerahan, 2 minggu kemudian muncul bercak kemerahan
disertai benjolan yang mati rasa di pinggang kiri dan kanan. Muncul bercak-bercak
12
merah yang mati rasa baru di lengan bawah, tungkai dan pinggang disertai dengan
demam.
Pasien mengeluh rasa baal di ujung-ujung jari kedua kaki dan tangan (terutama jari
kelingking) sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien mengeluh pada bercak kemerahan yang mati rasa tidak pernah keluar
keringat sejak 1 tahun yang lalu.
Kemudian pasien berobat ke RSUD Dr. M. Djamil Padang dan dilakukan
pemeriksaan BTA dengan hasil +6, kemudian diberikan obat paket MH yang
berwarna merah. Pasien minum obat teratur dan selalu kontrol ke Puskesmas setiap
bulan untuk mendapatkan obat tambahan. Setelah mendapat pengobatan bercak
kemerahan di kedua lengan bawah, tungkai, dan pinggang mulai menghilang dan
berkurang jumlahnya, namun keluhan mati rasa masih dirasakan pasien di bagian-
bagian yang dulunya terdapat bercak kemerahan.
Pasien mengeluh rambut kepala dan alis rontok sejak 2 bulan yang lalu.
Penglihatan berkurang tidak ada.
Riwayat kelopak mata tidak dapat menutup sempurna tidak ada.
Riwayat mengalami mulut mencong tidak ada.
Riwayat luka dan tukak pada bercak kemerahan yang mati rasa tidak ada.
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Nyeri pada sendi tidak ada.
Pasien tidak pernah berdomisili di daerah lain, pasien tinggal bersama istri dan
anaknya. Paman pasien diketahui pernah menderita penyakit dengan bercak yang
mati rasa seperti ini, pernah mendapat pengobatan tetapi telah meninggal dunia.
13
Orang di desa sebelah tempat domisili pasien juga ada yang menderita penyakit
dengan bercak mati rasa pada kulit, pasien sering kontak dengan paman dan orang
tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pernah memiliki riwayat batuk-batuk lama.
- Tidak pernah mengalami keluhan yang sama yaitu timbul bercak yang mati rasa
pada kulit sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Paman pasien pernah menderita keluhan yang sama dan meminum obat paket
berwarna merah setiap bulan. Perjalanan penyakit pamannya tidak begitu
diketahui oleh pasien, namun sekarang sudah meninggal.
- Keluarga pasien (Istri dan anak) tidak memiliki keluhan yang sama dengan
pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien telah berobat ke RSU Dr. M. Djamil sejak 16 bulan yang lalu dan mendapatkan
obat paket antikusta berwarna merah. Pasien rutin kontrol ke puskesmas dekat tempaat
tinggal dan minum obat teratur selama 16 bulan. Sekarang bercak kemerahan sudah tidak
terlihat lagi, namun keluhan mati rasa pada bagian yang ada bercak kemerahan dulu
masih ada.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal di Padang Sidempuan sejak lahir.
Keluarga pasien termasuk sosial ekonomi menengah ke bawah.
Rumah semipermanen.
Di rumah tinggal dengan istri dan satu orang anak.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata :
14
Keadaan umum : tidak tampak sakit
Kesadaran : CMC
Nadi : dalam batas normal
Nafas : dalam batas normal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada deformitas
Thoraks : diharapkan dalam batas normal
STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi : kedua lengan bawah, kedua tungkai, dan pinggang
Distribusi : terlokalisir, bilateral
Bentuk/susunan : tidak khas
Batas : tegas – tidak tegas
Ukuran : milier, lentikuler, plakat
Effloresensi : makula hiperpigmentasi, makula hipopigmentasi, nodul
Gangguan sensibilitas :
Rasa tusuk : hipoestesi pada lesi
Rasa raba : hipoestesi pada lesi
Rasa suhu : tidak diperiksa
Pembesaran saraf perifer :
N. Aurikularis magnus dextra dan sinistra : tidak ada pembesaran
N. Ulnaris dextra dan sinistra : ada pembesaran, perabaan keras dan sedikit nyeri
N. Peroneus lateral dextra dan sinistra : ada pembesaran, perabaan keras dan sedikit
nyeri
15
N. Tibialis poterior dextra dan snistra : tidak ada pembesaran
Tes kekuatan otot :
M. orbicularis oculi : 5
M. abductor digiti minimi : 3
M. interoseous dorsalis : 5
M. abductor pollicis brevis : 5
M. tibialis anterior : 5
Pemeriksaan BTA
Lengan bawah kanan : (+++)
Lengan bawah kiri : (+++)
Tungkai kanan : (+++)
Tungkai kiri : (+++)
Pinggang kiri : (+++)
Pinggang kanan : (+++)
Kelainan lain-lain :
Kontraktur : tidak ada
Mutilasi : tidak ada
Atrofi otot : tidak ada
Xerosis kutis : ada
Absorbsi : tidak ada
Ulkus trofik : tidak ada
Madarosis : ada
16
Lagophtalmus: : tidak ada
Claw hand : tidak ada
Wrist drop : tidak ada
Dropped foot : tidak ada
Facies leonina : tidak ada
Anhidrosis : ada
Status venereologikus : tidak diperiksa
Kelainan selaput lendir: tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : ada, rambut mudah di cabut
17
Diagnosis :
Morbus Hansen tipe BL (Borderline Lepromatosa) dalam pengobatan.
Diagnosis Banding :
Morbus Hansen tipe LL (Lepromatosa) dalam pengobatan.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan bakteriologis dengan kerokan jaringan kulit: teah dilakukan dengan
hasil ditemukan kuman BTA +3 pada semua lokasi lesi
Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
Pemeriksaan histopatologik : melihat ada atau tidaknya tuberkel dan sel Virchow
Lepromin tes : (negatif)
Pemeriksaan serologik
Terapi :
Umum :
Penjelasan mengenai penyakit (penyebab, penularan dan komplikasi) dan
pengobatan pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin tiap bulan ke poliklinik
Kulit dan Kelamin, berobat teratur sampai dinyatakan sembuh.
Penjelasan mengenai cara pencegahan disabilitas, bahwa pasien yang terlambat
didiagnosis dan diterapi akan beresiko tinggi untuk terjadinya kerusakan saraf. Jika
terjadi nyeri pada saraf, hilangnya sensibilitas dan berkurangnya kekuatan otot
menandakan adanya kerusakan saraf. Jadi, setiap kali pasien datang untuk kontrol,
harus diperiksa ulang raba saraf, sensibilitas dan kekuatan otot pasien.
18
Jika munculan lesi semakin banyak, berwarna kemerahan, disertai dengan demam,
nyeri saraf, semakin meluasnya daerah yang mati rasa, dan terjadi kelumpuhan dari
otot-otot segera datang ke dokter.
Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat resiko
terjadinya luka, dan daerah yang luka merupakan tempat masuknya bakteri, sehingga
perlu menggunakan sepatu atau sarungtangan bila bekerj degan benda tajam atau
panas, dan menggunakan kaca mata untuk melindungi mata. Hindari terjadinya luka.
Jika terjadi luka, lakukan perawatan luka dengan menjaga kebeersihan luka.
Memberitahukan pada pasien bahwa penggunaan Rifampisin menyebabkan warna
buang air kecil berwarna merah sehingga pasien tidak perlu khawatir. Jika ada nyeri
kepala hebat, pucat, tanda-tanda anemia, ada tanda-tanda erupsi obat, sembab pada
tubuh, atau mata kuning (tanda-tanda hepatitis) segera datang ke dokter karena
merupakan efek samping dari DDS. Jika ada sakit perut, mual-muntah, atau diare,
hal tersebut merupakan eefek samping dari Klofazimin.
Khusus :
Paket obat MH tipe MB warna merah
- Hari I : Rifampicin 600mg
Klofazimin 300 mg
Dapson 100 mg
- Hari 2-28 : Klofazimin 100 mg
Dapson 100 mg
Prognosis :
Quo ad vitam : bonam
19
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad kosmetikum : bonam
20
BAB III
DISKUSI
Morbus Hansen (MH) atau yang dikenal di masyarakat sebagai kusta/lepra
merupakan penyakit yang memiliki keanekaragaman gambaran klinik baik dari segi lesi
kulit maupun lesi saraf sehingga MH dikenal sebagai “the greatest imitator”.
Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan lesi berupa makula eritem dengan
papul di lengan bawah kanan dan kiri. Dari riwayat penyakit sekarang ditemukan bercak
kemerahan pada kedua lengan bawah kanan dan kiri muncul bersamaan. Lama-kelamaan
semakin membesar dan bercak kemerahan. Riwayat kontak lama dan erat dengan
penderita kusta ada, yaitu paman dan tetangga pasien.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan lesi bentuk bulat yang hipoanastesi. Tidak ada
gangguan motorik, pembesaran syaraf yakni N. ulnaris dekstra dan sinistra dan N.
Peroneus lateral dekstra dan sinistra.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah pemeriksaan BTA dengan
Ziehl Nielsen pada empat lokasi dengan hasil (+++). Pada pasien ini ditegakkan
diagnosis kerja Morbus hansen tipe BL dengan diagnosis banding Morbus hansen tipe
LL. Diagnosis MH tipe BL ditegakkan karena adanya lesi berbentuk makula dengan
jumlah 2 buah, distribusi simetris, batas jelas dan gangguan sensibilitas (anastesi).
Pasien diterapi dengan terapi umum yaitu minum obat dan kontrol teratur dan
menghindari trauma. Dan terapi khusus hari 1 dengan rifampisin 1x600 mg dan
Klofazimin 1x300 mg dan Dapson 1x100 mg. Untuk hari 2-28 diberi Dapson 1x100 mg
21
dan Klofazimin 1x100 mg. Prognosis Quo ad vitam dan quo ad kosmetikum adaah
bonam, sedangkan quo ad sanationam, dan fungsionam adalah dubia ad bonam.
22