BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA KELAPA DI...
Transcript of BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA KELAPA DI...
30
BAB III
PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA KELAPA DI HARGOTIRTO
KECAMATAN KOKAP
A. Latar Belakang Munculnya Industri Gula Kelapa
Gula kelapa di Yogyakarta lebih dikenal sebagai gula jawa atau gula
merah, dikenal dalam berbagai susastra Jawa. Pakem Tarugana yang ditulis Mas
Ngabehi Prawira Sudira dan disalin oleh RM Jayengkusuma pada 1897 juga
memuat resep tradisional pembuatan gula kelapa. Sebelum Perjanjian Giyanti
tahun 1755 yang memecah Mataram menjadi Kasunan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta, gula kelapa menjadi keseharian raja dan kawula. Menurut catatan De
Graaf, Kabupaten Gunung Kidul pada abad ke-16 hidup sebagai sentra industri
gula kelapa.1
Industri kecil dan kerajinan adalah usaha produktif di sektor nonpertanian,
baik merupakan mata pencaharian utama maupun sampingan. Dilihat dari cara
dan skala kegiatan, industri kecil dan kerajinan masih belum memasuki tingkat
pabrikan dan baru pada tingkat industri rumah tangga. Meskipun begitu
berdasarkan rekaman tertulis dan hasil-hasil survei, industri kecil dan usaha
kerajinan bersifat padat karya, sehingga melibatkan tenaga kerja dari lapisan
masyarakat bawah dalam jumlah paling besar sesudah sektor pertanian.
Industri gula kelapa di Desa Hargotirto merupakan sebuah industri
tradisional. Usaha tersebut telah berlangsung ratusan tahun, sebuah bentuk
1 Helena Fransisca Nababan, “Dari Nira Kelapa Merebak Rasa”, Kompas,
4 Juni 2013, hlm. 6.
31
kecakapan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi
berikutnya dalam masyarakat Desa Hargotirto. Di kalangan perajin masih ada
anggapan bahwa bidang usaha dan dirinya satu sehingga sulit dipisahkan,
meskipun pendapatannya kecil atau bahkan tidak cukup untuk menopang
keluarga, namun kecil sekali hasrat mereka untuk pindah pekerjaan. Sikap itu
adakalanya dikaitkan dengan alasan irasional. Sikap lain yang dominan adalah
kurang melihat ke depan dan tidak kreatif. Meskipun cukup energik, tetapi kurang
memiliki antisipasi menganai berbagai kemungkinan di masa yang akan datang.
Mungkin yang demikian itu ada kaitannya dengan pandangan atau anggapan
bahwa ada hari ada nasi. Dalam usaha terdapat kecenderungan kuat untuk meniru
yang sudah dikerjakan orang lain, lebih-lebih kalau usaha itu berhasil. 2 Sikap
kurang businesslike yang terdapat pada sementara perajin mungkin sekali didasari
oleh anggapan kalah satak batii sanak (rugi uang tak apa karena tokh mempunyai
teman atau kawan). Sikap persaudaraan antara sesama perajin masih cukup tebal
dalam menjalankan usaha kerajinan, sikap yang masih senafas dengan kaidah
sosial yang berlaku di pedesaan. 3
Perluasan keterampilan dan teknologi usaha kerajinan rakyat berlangsung
setapak demi setapak melalui pendidikan informal dan hubungan antar keluarga
dan tetangga atau mereka yang memiliki hubungan sosial yang dekat.
Keterampilan itu mungkin sekali semula berasal dari luar yang dirintis oleh
seorang warga desa. Di tempat perintis mulai menangani kegiatan kerajinan
2 Soeri Soeroto, “Sejarah Kerajinan di Indonesia”, Prisma, No. 8 Agustus
1983, hlm. 20.
3 Ibid., hlm.21.
32
biasanya terjadi pengalihan keterampilan yang secara berangsur-angsur akan
meluas ke sikatarnya baik itu keluarga maupun tetangga. Prosesnya biasanya
dimulai dengan turutnya seseorang saudara atau tetangga untuk membantu
perintis tersebut yang berstatus sebagai magang. Kalau kegiatan itu maju maka
magangnya bisa bertambah yang akan bekerja dalam belajar kepada perintis
kemudian magang ini telah memiliki keterampilan yang dianggap memadai yang
bisa diukur dari upahnya, maka ia akan memulai usaha sendiri sekitarnya
memiliki modal usaha. Demikian seterusnya ia akan menjadi tempat magang
perajin baru dengan demikian tumbulah kegiatan itu diantara banyak keluarga,
sehingga akan terjadi suatu cluster kegiatan kerajinan. Pertumbuhan yang
demikian itu merupakan pola yang berlaku di lingkungan usaha kerajinan yang
tumbuh dan menjadi besar. 4 Bilamana perintisan sudah terjadi jauh di masa
lampau mungkin ia akan dilupakan orang. Banyak perajin yang sudah tidak tahu
siapa dan kapan terjadi perintisan itu. Begitu pula dengan munculnya industri gula
kelapa di Desa Hargotiro, tidak diketahui secara pasti kapan sebenarnya usaha ini
pertama kali tumbuh.
Desa Hargotirto merupakan salah satu daerah sentra tanaman kelapa dan
penghasil gula kelapa yang sangat potensial di Kulonprogo. Letak geografis,
tingginya permintaan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan bahan baku nira
adalah faktor-faktor pendorong munculnya industri gula kelapa di Desa
Hargotirto. Desa Hargotirto memiliki sumber daya tanaman kelapa mencapai
16.815 pohon dengan luas 14.713,370 ha dan berpenduduk 7.504 jiwa.
4 Ibid., hlm.29
33
Berdasarkan data profil desa Hargotirto memiliki perkebunan rakyat seluas
3.961,865 ha dengan potensi pendukung Waduk Sermo.5
B. Perkembangan Industri Gula Kelapa tahun 1998-2013
Suatu kegiatan usaha meskipun sangat sederhana dan tradisional, apabila
diperhatikan secara lebih mendalam pasti terdapat bagian-bagian yang mengalami
peningkatan atau perkembangan. Sejalan dengan perihal diatas maka
bagaimanapun lambatnya perkembangan industri gula kelapa di desa Hargotirto
tentunya mengalami perkembangan. Peningkatan dan perkembangan tersebut
bersumber dari pengaruh dalam dan juga luar. Terlebih lagi perkembangan dan
peningkatan itu didorong oleh adanya faktor sosial ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga. Adanya tuntutan dalam pemenuhan kebutuhan, maka
dalam kehidupannya manusia menggunakan akal pikiran untuk mencapai hasil
yang diinginkan. Begitu pula yang terjadi di dalam kehidupan para perajin gula
kelapa di Desa Hargotirto dalam usahanya untuk menyesuaikan perkembangan
zaman ikut mempengaruhi pula terhadap jenis pekerjaan yang dilakukan, baik itu
yang menyangkut peralatan serta hasil barang yang dibuat, masalah kualitas dan
jenis produksi yang dihasilkan, jumlah serta perluasan daerah pemasaran.
1. Perkembangan Industri Gula Jawa Tahun 1998-2007
Desa Hargotiro merupakan salah satu daerah sentra tanaman kelapa dan
penghasil gula kelapa yang sangat potensial di Kulon Progo. Industri gula kelapa
di Desa Hargotirto merupakan industi rumah tangga. Berdasarkan jumlah tenaga
5 Monografi Desa Hargotirto tahun 2013.
34
kerja yang bekerja pada usaha/perusahaan, tanpa memperhatikan besarnya modal
yang ditanam dan kekuatan mesin yang digunakan sektor industri dikategorikan
menjadi empat yaitu: industri rumah tangga yaitu industri dengan jumlah tenaga
kerja 1-4 orang; industri kecil yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja 5-19
orang; industri sedang yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja 20-99 orang dan
industri besar yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang.6
Tabel 11. Sektor Industri Gula Kelapa di Desa Hargotirto
(Sumber: Wawancara dengan Byartono, Roh dan
Desperindagkop Kulon Progo)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa banyaknya industri kecil gula
kelapa mengalami kenaikan lebih dari 90% di tahun 2013. Pada tahun 1998,
Indonesia mengalami krisis moneter yang berdampak lesunya ekonomi keuangan
pada sebagian besar daerah di Indonesia, namun di daerah Kecamatan Kokap
khususnya Desa Hargotirto sebagian besar tidak mengalami krisis tersebut. Hal ini
dikarenakan bahan baku untuk membuat gula kelapa yakni nira, tidak dibeli
melainkan diambil dari lahan perajin.
6
www.organisasi.org/19701970/01/pengertian-defini-macam-jenis dan
penggolongan--industri-di-indonesia.html?m=1 diakses tanggal 25 Juni 2014
pukul 20.05 WIB
Tahun
Industri
Rumah Tangga
Industri
Kecil
1998 970 2
2011 956 27
2012 450 562
2013 156 960
35
Masyarakat Desa Hargotirto sebagian besar tergantung pada pekerjaan
nderes dan industri rumah tangga gula kelapa. Adapun usaha nderes pohon kelapa
sangat tergantung dengan musim. Musim yang terbaik bagi masyarakat hargotirto
untuk nderes kelapa adalah sasi mareng. Pada bulan-bulan ini hasil nira yang
didapatkan dapat dikatakan sebagian besar dapat menjadi gula merah kualitas
pertama. Hal ini disebabkan kandungan air di dalam nira tidak begitu banyak.
Berbeda pada saat musim penghujan ketika sudah berjalan kurang lebih satu
bulan, nira yang didapat sudah banyak mengandung air. Nira tersebut tidak begitu
baik untuk membuat gula kalaupun bisa dibuat gula, maka gula yang dihasilkan
adalah gula kualitas ketiga dan banyak menjadi gulali.
Tahun 1999, perajin gula jawa di Desa Hargotirto mempunyai
ketergantungan yang cukup tinggi pada pengijon, karena banyak perajin yang
meminjam modal kepada pengijon, perajin juga tergantung pada ketersediaan
tenaga kerja untuk nderes. Ketergantungan pada tenaga nderes tersebut
memunculkan sebuah cara yaitu maro atau genten, cara yang dilandaskan pada
prinsip saling menguntungkan ini biasanya berdasarkan hari dalam minggu,
dimana tenaga kerja mempunyai hak 3 hari dengan keseluruhan hasilnya.
Sedangkan pemilik pohon kelapa akan mendapatkan hak bau tenogo nderes
dengan hasil niranya sebanyak 4 hari. Hasil nira yang menjadi hak pemilik pohon
disebut tampa, artinya pemilik pohon nampa (menerima) hak nira tersebut. Sistem
maro tersebut memiliki beragam variasi, misalnya maro dadap dimana hak bau
ndiwan (pekerja nderes) mendapat jatah yang lebih banyak dalam perhitungan
pembagian hasil menurut hitungan hari. Pemilik hanya mendapat 2 hari tampa
36
nira, sedangkan penderes mendapat 3 hari nderesnya, maro dadap tersebut
biasanya dilakukan oleh mereka yang memiliki kebun kelapa yang jauh dari
rumah, yang menggunakan tenaga di lokasi kebun kelapa tersebut berada.
Tahun 2001, pemasaran gula jawa mengalami perkembangan, yakni gula
jawa desa Hargotirto mulai dipasarkan ke luar kota yaitu kota Yogyakarta, Bantul
dan Purworejo oleh pedagang besar. Pedagang besar adalah pedagang yang
membeli hasil pertanian dari pedagang pengumpul dan atau dari produsen, serta
menjual kembali kepada pengecer dan pedagang lain atau kepada pembeli untuk
industri, lembaga dan pemakai komersial yang tidak menjual dalam volume yang
sama pada konsumen akhir. Dalam penelitian ini terdapat satu pedagang besar
gula kelapa yang terdapat di kecamatan Kokap. Pedagang besar ini mendapatkan
gula kelapa salah satunya dari pedagang pengumpul yang berada di Hargotirto
kemudian memasarkan gula kelapa tersebut ke konsumen luar kota. Konsumen
luar kota ini merupakan pedagang pengecer yang berada di luar kota, sehingga
masih menjual lagi. Pedagang besar ini mendapatkan gula kelapa dari pedagang
pengumpul tiap harinya sekitar 200-300 kg. Setelah mendapatkan gula kelapa,
pedagang besar mengemasnya terlebih dahulu dengan plastik yang sudah ada
labelnya sebelum dijual. Pedagang besar mengemas gula kelapa 10 kg tiap
plastiknya.7 Penjualan ke luar kota ini dilakukan setiap lima hari sekali. Dalam
satu kali transaksi penjualan ke luar kota dapat mencapai penjualan sekitar 1-11/2
ton.8.
7 Wawancara dengan Byartono tanggal 8 Februari 2014.
8 Wawancara dengan Sunaryo tanggal 8 Februari 2014.
37
Jumlah produksi gula jawa di desa Hargotirto tahun 1998-2013 sebagai
berikut:
Tabel 12. Produksi Gula Jawa tahun 1998-2008
No Tahun Produksi /kg
1 1998 38.967
2 2004 57.075
3 2008 230.000
(Sumber: Wawancara dengan Roh dan
Byartono dan Desperindagkop tahun 2008)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan jumlah produksi gula jawa di desa
Hargotirto dari tahun 1998 sampai tahun 2008 mengalami kenaikan hampir 8 kali
lipat. Untuk mengetahai kondisi industri kecil gula kelapa di desa Hargotirto pada
tahun 1998-2007 sebagai berikut:
a. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam industri gula jawa skala rumah tangga
di desa Hargotirto adalah nira, yaitu cairan bening yang terdapat di dalam mayang
atau manggar kelapa yang pucuknya belum membuka. Mayang atau manggar
adalah bunga kelapa yang dijumpai pada pohon kelapa yang sudah berumur ± 8
tahun. Nira diperoleh dengan cara penyadapan atau penderesan.
Nira kelapa yang digunakan untuk gula harus memiliki kualitas yang baik.
Nira yang kurang baik mudah menjadi basi (lumer), aroma dan rasanya kecut dan
menghasilkan gula kelapa yang mudah lengket. Sedangkan nira kelapa yang
berkualitas baik dan masih segar mempunyai rasa manis, berbau harum,
38
tidakberwarna (bening), derajat keasamaan (pH) berkisar 6-7, dan kandungan gula
reduksinya relatif rendah.
Bahan baku diperoleh perajin dari penyadapan tanaman kelapa milik
sendiri, sehingga perajin tidak perlu membeli bahan baku tersebut. Jumlah bahan
baku nira yang dimasak akan sangat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya gula
jawa yang akan dihasilkan nantinya. Banyak sedikitnya nira yang dihasilkan
sangat dipengaruhi oleh jumlah pohon yang disadap dan jumlah bunga kelapa/
mayang yang tumbuh. Tanaman kelapa dapat disadap mulai umur 8 tahun. Setiap
satu pohon kelapa biasanya dapat menghasilkan 1-3 buah mayang untuk disadap,
dengan lama penyadapan per mayang sekitar 10-35 hari tergantung dari kondisi
pohon kelapa tersebut. Selain bahan baku utama, untuk proses pengolahan nira
masih juga dibutuhkan bahan penolong. Bahan penolong atau penunjang ini
antara lain bahan pengawet seperti air kapur yang dicampur getah manggis atau
tatal nangka. Bahan tambahan lain yang digunakan dalam proses pembuatan gula
semut adalah gula pasir dan air. Gula pasir digunakan untuk bahan katalisator
ataun itu kristal dari luar. Air digunakan untuk bahan pelarut dalam proses
pembuatan gula atau untuk mencuci peralatan selama proses pembuatan gula.
b. Permodalan
Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam menjalankan suatu
usaha. Semakin besar modal yang dimiliki maka kesempatan untuk memperluas
usaha menjadi semakin besar. Begitu pun dalam industri gula kelapa. Hampir
seluruh produsen yang mengusahakan industri gula kelapa menggunakan modal
sendiri. Sedangkan sisanya memperoleh modal pinjaman dari pedagang
39
pengumpul. Jadi pedagang pengumpul berfungsi sebagai pembeli gula kelapa dan
pemberi pinjaman. Dari hasil penelitian diketahui bahwa besarnya modal yang
digunakan pengusaha di tahap awal produksi rata-rata sebesar Rp 1.000.0000
sampai dengan Rp. 5.000.000,-. Banyak pengusaha yang kurang merespon adanya
modal pinjaman dari bank karena khawatir tidak dapat mengembalikannya serta
merasa beban yang harus ditanggung jika mereka meminjam uang ke bank. 9
c. Tenaga Kerja dan Sistem Upah
Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi adalah salah satu elemen
penting dalam industri. Ditangan para pekerja inilah proses berjalan. Tenaga kerja
merupakan roda-roda yang menjalankan proses produksi secara langsung. Industri
hargotirto merupakan sebuah industri rakyat. Artinya industri ini adalah kegiatan
ekonomi yang diusahakan oleh masyarakat secara perseorangan atau rumah
tangga. Industri ini pada awalnya merupakan sebuah bentuk kerajinan tradisional
yang keahlian tersebut diwarisakan secara turun temurun dari penduduk desa
sebelumnya kepada generasi selanjutnya. Karakteristik sebagai industri yang
bersifat tradisional tampak dalam faktor produksi tenaga kerja, mulai dari
perekrutan hingga sistem kerja dan upah.
Tenaga kerja dalam agroindustri gula kelapa meliputi tenaga kerja luar dan
tenaga kerja dalam (keluarga). Penggunaan tenaga kerja luar pada umumnya
dalam kegiatan penderesan. Sedangkan tenaga kerja dari keluarga pada umumnya
berperan dalam melakukan kegiatan pemiliharaan, pengolahan dan pemasaran.
Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk kegiatan pemilaharaan dalam penelitian
9 Wawancara dengan Soyem tanggal 7 Maret 2015.
40
ini tidak dihitung karena kegiatan pemeliharaan tanaman secara sederhana hanya
menjelang dan pada musim hujan sehingga tidak termasuk batasan waktu
penelitian.
Terkait dengan adanya tenaga kerja adalah upah kerja atau disebut juga
gaji. Upah diartikan sebagai bentuk penghasilan yang diterima oleh pekerja, baik
berupa uang maupun barang dalam jangka waktu tertentu.10
Upah yang diberikan
disesuaikan dengan tugas dan keahlian masing-masing yang sudah tertata dengan
baik. Sistem penerimaan upah yang diperoleh perajin dari pembuatan gula semut
dalam pengerjaannya dengan berbagai cara yaitu harian dan mingguan,. Upah
harian adalah upah yang diberikan kepada pekerja dihitung perhari atau
dibayarkan sekaligus pada hari itu. Jumlah yang diberikan beragam tergantung
keahlian masing-masing. Para buruh menerima upah berkisar antara Rp.15.000,00
sampai Rp.25.000,00 per hari untuk pengolahan gula kelapa, sedangkan upah
mingguan ialah upah yang diberikan kepada pekerja dihitung setiap satu minggu
sekali dengan jumlah yang dibayarkan berkisar antara Rp.105.000,00 sampai
Rp.210.0000,00. 11
Sistem upah menampakkan cirinya industri pedesaan yakni
pembayaran upah pekerja tidak teratur dan seringkali mengalami penangguhan.
d. Peralatan Usaha
Peralatan yang digunakan dalam industri gula kelapa secara umum adalah
peralatan non mekanis yang masih sederhana bahkan peralatan tersebut ada yang
dibuat sendiri dengan memanfaatkan apa yang ada di lingkungan sekitar.
10
Nurimansyah Hasibuan, “Upah Tenaga Kerja Dan Konsentrasi Sektor
Industri”, Prisma, Nomor V 1981, hlm. 3.
11
Wawancara dengan Byartono, tanggal 8 Februari 2014
41
Peralatan yang diperlukan untuk pembuatan gula kelapa dapat dibedakan menjadi
dua bagian yaitu peralatan untuk menyadap yakni Pisau sadap, Bumbung, Tali
dan peralatan untuk membuat gula jawa adalah Kenceng, Irus, Wajan, Ember,
Ancak, Tenggok, Luweng , Cetakan.
e. Proses Produksi
Proses pembuatan gula kelapa pada prinsipnya adalah proses penguapan
atau pemekatan nira. Berdasarkan keterangan dari Byartono proses produksi gula
jawa harus melewati 6 tahap meliputi:
1) Pengumpulan Nira
Bunga kelapa yang sudah disadap akan terus menurus
mengeluarkan nira selama kurang lebih satu bulan. Untuk menampung
nira tersebut penderes menggunakan bumbung dari bambu diikatkan
dengan pelepah daun kelapa. Bambu yang digunakan sebagai
bumbung dibuat dari jenis bambu wulung karena menurut penderes
nira yang ditampung dalam bambu wulung akan tetap jernih dan tidak
kotor. Nira yang ditampung dalam bumbung diturunkan setiap pagi
antara pukul 05.00-08.00 WIB dan sore antara pukul 16.00-18.00 WIB
tergantung pada banyaknya pohon kelapa dan banyaknya tenaga deres
yang digunakan. Setiap kali memanjat penderes membawa bumbung
kosong untuk mengganti bumbung yang terisi dan mengiris ujung
manggar yang disadap beberapa milimeter agar aliran nira lancar.
42
Gambar 1. Penderesan.
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2014)
Sebelum digunakan untuk menampung nira, bambung
mengalami beberapa perlakuan. Pertama, bumbung dicuci bersih
dengan air dingin dan dibilas dengan air panas. Bumbung yang kotor
akan menyebabkan nira rusak dan gula kelapa yang dihasilkan akan
rendah mutunya. Dalam tiap-tiap bumbung yang telah tersih ini
dimasukkan bambu yang terdiri dari campuran kapur, getah manggis
yang disebut laru dan air. Fungsi laru ini adalah sebagai bahan
pengawet dan penjerinih nira, agar nira tidak masam serta agar kotoran
nira bisa mengendap. Setelah diberi bahan pengawet bumbung siap
digunakan untuk menampung nira.
2) Penyaringan
Sebelum dimasak, nira disaring terlebih dahulu untuk membuang
kotoran-kotoran yang berupa bunga kelapa, lebah dan semut.
Penyaringan nira ini menggunakan kain yang bersih dan hasil saringan
langsung ditampung dalam wajan.
43
b
Gambar 2. Perebusan Nira.
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2014)
3) Pemasakan
Nira kelapa yang sudah bersih dari kotoran dimasak (direbus)
dalam wajan besar cukup untuk menampung 6 liter nira untuk sekali
masak. Nira yang dimasak lama-kelamaan akan menjadi pekat karena
terjadi penguapan air dan konsentrasi gulanya meningkat. Proses
pemasakan nira hingga menjadi pekat membutuhkan waktu kurang
lebih 2½ jam hingga 3 jam. Selama pemasakan (perebusan) harus
dilakukan pengadukan agar nira dapat masak secara merata dan tidak
menjadi gosong, terutama di bagian bawah. Perebusan nira terus
ditingkatkan hingga konsentrasi gulanya mencapai kondisi jenuh, yaitu
konsentrasi bahan kering mencapai 80%. Pada saat itu gula siap
berubah dari fase cair menjadi fase padat.
44
Gambar 3. Pemasakan
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2014)
Untuk mengetahui bahwa pemasakan telah jenuh, perlu diuji
dengan cara mengambil sedikit nira yang dimasak, kemudian
diteteskan ke dalam gelas yang berisi air bersih. Apabila terjadi
pembekuan dalam air, berarti pemasakan sudah dapat dihentikan dan
wajan diturunkan dari tungku api. Proses pemasakan ini pada
umumnya dilakukan oleh suami atau istri pada pagi dan sore hari.
4) Pencetakan
Pemasakan nira telah dianggap cukup apabila telah menjadi
pekat(kental mulai mengeras). Pada saat itu, adonan gula diangkat dari
wajan dan dituangkan ke dalam cetakan. Cetakan gula kelapa biasanya
terbuat dari tempurung kelapa. Namun, cetakan gula kelapa dapat juga
dibuat dari bumbung bambu, cetakan alumunium, atau cetakan kayu.
Bentuk cetakan gula yang dihasilkan bermacam-macam, tergantung
dari bentuk cetakannya.
45
Gambar 4. Pencentakan
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2014)
5) Pendinginan
Gula kelapa yang sudah dicetak dikeringkan dengna diangin-
anginkan. Setelah kering, gula kelapa tersubut diletakkan di tempat
yang kering. Untuk mempercepat proses pendinginan, pekatan nira
segera diaduk. Pengadukan dilakukan sampai suhunya turun menjadi
70 C. Pengadukan ini juga akan menyebabkan tekstur dan warna gula
yang dihasilkan lebih baik dan cepat kering. Nira kelapa sebanyak 1 kg
akan menghasilakan gula sebanyak 100 g (10%). Bila dijadikan gula
semut, nira sebanyak 1 kg akan menghasilkan rendemen gula semut
sebanyak 70 g (7%).
Gambar 5. Pendinginan
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2014)
46
6) Pengemasan
Gula yang telah dikeluarkan dari cetakan dibungkus untuk
selanjutnya dipasarkan. Pembungkus yang digunakan dapat berupa
daun kelapa kering, pohon pisang atau kantong plastik.
f. Pemasaran
Aktivitas pemasaran sering diartikan sebagai aktivitas menawarkan dan
menjual barang kepada konsumen, tetapi bila dilihat lebih jauh makna pemasaran
tidak sekedar menawarkan dan menjual barang saja. Tujuan dari kegiatan
pemasaran yaitu untuk memuaskan serta memenuhi kebutuhan manusia akan
barang dan jasa. Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-
kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan
kebutuhan berdasarkan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.12
Esensinya, pemasaran mengantisipasi dan mengukur pentingnya
kebutuhan dan keinginan dari kelompok konsumen tertentu dan menanggapinya
dengan aliran barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan. Untuk mencapai
tujuan ini perusahaan perlu menargetkan pasar yang paling sesuai dengan sumber
dayanya, mengembangkan produk yang memenuhi kebutuhan pasar sasaran lebih
baik dari produk-produk yang kompetitif, membuat produk-produk itu tersedia
dengan segera, mengembangkan kesadaran pelanggan akan kemampuan
12
Basu Swastha. DH dan Irawan., Manajemen Pemasaran. (Yogyakarta:
Liberty, 2005 ), hlm. 5
47
pemecahan masalah dan lini produk perusahaan, mendapatkan umpan balik dan
pasar tentang keberhasilan produk dan produk perusahaan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diuraikan
mengenai pola saluran pemasaran gula kelapa di Kabupaten Kulon Progo. Saluran
pemasaran gula kelapa di Kabupaten Kulon Progo, produsen gula kelapa
semuanya menjual produksi gula kelapanya ke pedagang pengumpul. Produsen
gula kelapa menjual produksinya dengan membawanya langsung ke pedagang
pengumpul dengan tanpa biaya transportasi dikarenakan semua produsen dalam
menjual gula kelapanya dengan cara jalan kaki karena produsen dan pedagang
pengumpul berada dalam satu wilayah desa.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pada saluran pemasaran gula kelapa
di Kabupaten Kulon Progo terdapat tiga pola saluran pemasaran karena konsumen
gula kelapa dari Kabupaten Kulon Progo terdiri dari konsumen dalam kota dan
luar kota. Proses pendistribusian gula kelapa antara di dalam kota dan luar kota
berbeda. Jika di dalam kota, dari pedagang pengumpul langsung dijual ke
pedagang pengecer di pasar kemudian langsung dijual kepada konsumen. Jika di
luar kota, proses pendistribusian gula kelapa dari pedagang pengumpul harus
melalui pedagang besar baru dipasarkan ke luar kota. Dimana pedagang besar ini
kuat dalam modalnya sehingga lebih memilih memasarkan ke luar kota yang
dapat memperoleh keuntungan lebih besar dari penjualan di dalam kota.
g. Relasi Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya membentuk
suatu komunitas yang saling berinteraksi. Kegiatan interaksi merupakan landasan
48
bagi terbentuknya berbagai lembaga sosial yang ada dalam masyarakat. Lembaga
sosial tersebut berfungsi untuk menjawab tuntutan kebutuhan hidup bagi
masyarakat. Suatu relasi sosial yang sedang dijalankan oleh individu-individu atau
kelompok masyarakat tidak akan bertahan lama apabila terjadi perbedaan persepsi
serta adanya penyimpangan terhadap nilai-nilai dan norma-norma berlaku.
Relasi sosial yang telah lama dijalankan dan masyarakat yang terlibat
mengangap bahwa hubungan tersebut bisa diterima, maka kelamaan relasi sosial
tersebut melembaga. Proses seperti ini juga terdapat pada masyarakat yang
sebagian besar anggotanya bekerja sebagai penderes. Masyarakat penderes sudah
sejak lama menjalin relasi sosial dengan para pengepul dalam pemasaran gula
kelapa, jalinan relasi sosial antara penderes dan pengepul sudah melembaga dalam
masyarakat dan bahkan sudah menemukan pola kerja sama yang menggunakan
sistem kontrak. Sistem kontrak ini dijalankan tanpa adanya suatu perjanjian
tertulis atau perjanjian resmi lainnya seperti dalam dunia perdagangan modern.
Relasi sosial dengan mengunakan sistem kontrak ini sifatnya personal dan
berdasarkan saling kepercayaan. Sistem ini dijalankan denagan cara pengepul
memberikan uang pelepas terlebih dahulu sebagai jaminan agar penderes terlebih
dahulu menyetorkan gula kelapa kepada pengepul yang bersangkutan, sistem
kontrak ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan antara lain bahwa
relasi yang dijalankan akan bertahan lama dibandingkan dengan sistem penjualan
biasa karena memang tidak ada sistem ikatan. Sistem kontrak ini sangat
menguntungkan pihak pengepul, karena dengan adanya uang pelepas sebagai
pengikat kontrak, pengepul dapat setoran secara teratur dan pasti. Di samping itu
49
penetapan harga pembelian ditetapkan secara sepihak oleh pengepul. Penderes
sebagai pihak yang memiliki hutang berada pada posisi yang lemah yang tidak
berdaya serta menerima begitu saja harga yang ditetepkan pengepul. Sedangkan
keuntungan yang diterima para penderes, yaitu disaat harga gula kelapa sedang
jatuh para pengepul tetap menerima semua hasil produksi gula kelapa dari
penderes.
Relasi sosial antara pemilik pohon dan penderes terjadi saling
ketergantungan, karena masing-masing pihak membutuhkan bantuan pihak lain.
Pemilik pohon tidak dapat menikmati hasil tanamannya tanpa batuan penderes,
demikian pula sebaliknya pembagian hasil produksi gula kepala dapat dikatakan
sebagai suatu yang adil, karena masing-masing pihak mendapatkan separuh hasil
produksi. Pola-pola hubungan yang terjalin antara penderes dan pengepul
menimbulkan suatu kesenjangan yang mencolok. Pengepul menikmati hasil yang
lebih besar dibandingkan yang didapat para penderes yang kerjanya ekstra keras.
Hal ini membuat kondisi penderes hidup dalam kemiskinan dan tidak mengalami
perubahan taraf hidup ke arah yang lebih baik. Pola-pola relasi jual beli ini
terbukti mengarah ke sifaf ekploitatif. Pola hubungan sosial yang terjadi antara
penderes dan pengepul berbentuk patron client dalam artian pengepul menjamin
kebutuhan para penderes baik berupa uang pinjaman maupun barang kebutuhan
dasar. Sisi lain penderes akan patuh kepada pengepul dalam wujud selalu setor
hasil produksinya kepada pengepul yang bersangkutan. para penderes yang
sebagian besar hidup dalam kemiskinan sangat membutuhkan bantuan pengepul,
50
agar dapat menghadapi berbagai kesulitan yang akan memberpuruk tingkat hidup
subsitensinya.
2. Perkembangan Gula Semut di Desa Hargotirto Tahun 2008-2013
Gula semut merupakan gula merah versi bubuk dan sering pula disebut
orang sebagai gula kristal. Salah satu pusat produksi gula semut di Yogyakarta
ada di kawasan Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Bisnis ini
berawal dari melimpahnya produksi gula jawa di Hargotirto. Lantas ada tawaran
dari sebuah perusahaan eksportir asal Bali untuk menjual gula merah dalam
bentuk bubuk ke mancangera.
Koperasi Serba Usaha (KSU) Jatirogo adalah koperasi yang menjadi
tujuan para perajin gula semut di Kulon Progo, khususnya Hargotirto. Gula kelapa
produksi KSU Jatirogo ditanam dan diolah secara organic. KSU Jatirogo
mendapat sertifikat organik dari Contrtol Union (CU) yang bertempat di Belanda,
dengan asistensi Hivos. Setiap tahun KSU Jatirogo membutuhkan biaya 150 juta
untuk memperpanjang sertifikat. Sertifikasi ini penting dilakukan sebab pasar gula
semut adalah negara-negara Barat yang peduli pada standar mutu produk. Dalam
memperoleh perpanjang sertifikat KSU Jatirogo beserta CU dan Humanistisch
Instituut voor Ontwikkelings Samenwerking (HIVOS) melakukan inpeksi ke
petani-petani kelapa. Tanah tumbuhnya pohon kelapa tidak boleh terkontaminasi
pupuk dan bahan-bahan kimia. Begitu pula tanaman tetangga di sekitar pohon
kelapa. Bumbung bambu yang digunakan untuk nderes nira kelapa tidak boleh
dicuci dengan detergen, melainkan cukup dengan air hangat.
51
Tahun 2008, produksi gula kelapa tidak hanya terbatas pada gula kelapa
cetak, tetapi sudah mulai berkembang dalam bentuk gula kelapa kristal. Produk
gula kelapa kristal mempunyai beberapa keunggulan dibanding gula kelapa cetak,
yaitu lebih mudah larut karena berbentuk kristal, daya simpan yang lebih lama,
bentuknya lebih menarik, harga lebih mahal dibandingkan gula kelapa cetak,
pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, rasa dan aroma lebih khas, mudah
diperkaya dengan bahan lain yaitu iodium, vitamin A atau mineral. Gula kelapa
kristal memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan gula (bahan pemanis)
nasional yang selama ini sebagian besar masih impor.
Tahun 2009, perajin gula semut mulai melakukan variasi produksi, dengan
menambahkan perasa dalam produksi untuk meningkatkan daya saing. Beberapa
variannya adalah gula semut rasa jahe, kencur dan vanila.
Tahun 2010, industri gula semut di Hargotirto semakin berkembang.
Industri gula semut yang pada awalnya adalah industri rumah tangga berkembang
menjadi industri kecil. Seiiring dengan perkembangan dalam pemasaran gula
semut, permintaan akan gula semut semakin meningkat. Hal ini mendorong para
pelaku usaha gula semut untuk memproduksi lebih banyak gula semut dengan
cara mengolah gula kelapa atau gula merah menjadi gula semut. Hal inilah yang
melatarbelakangi terbentuknya industri gula semut menjadi industri kecil.
Di KSU Jatirogo dilakukan pengemasan agar produk gula semut lebih
menarik untuk dipasarkan, baik di pasar nasional ataupun mancanegara. Jumlah
produsen gula kelapa yang terorganisir Internal Control System (ICS) KSU
Jatirogo yaitu tahun 2008; 1.260 orang, tahun 2009; 1.596 orang, tahun 2010;
52
1.620 orang, tahun 2011; 1.620 orang, tahun 2012; 1.554 orang dan tahun 2013:
2.024 orang.13
Berikut Jumlah penjualan gula semut organik di KSU Jatirogo:
Tabel 13. Jumlah Penjualan Produk Organik
No Tahun Penjualan/kg
1 2009 108.113
2 2010 90.324
3 2011 97.252
4 2012 304.146,4
5 2013 565.550
(Sumber: Arsip KSU Jatirogo tahun 2009-2013)
Perkembangan gula semut berbeda dengan perkembangan gula jawa,
perbedaan itu dapat dilihat dari bahan baku, modal, proses produksi dan
pemasaran. Untuk mengetahui kondisi industri gula semut di desa Hargotirto pada
tahun 2008-2013 sebagai berikut:
a. Bahan Baku
Bahan baku untuk pembuatan gula semut adalah hasil gula kelapa buatan
sendiri atau para pedagang gula kelapa. Pada dasarnya pembuatan gula semut
adalah mengubah senyawa gula yang terlarut menjadi gula padat dalam bentuk
kristal atau serbuk.
b. Permodalan
Perkembangan industri gula semut di Hargotirto itu tidak lepas juga dari
bantuan pemerintah dengan pemberian modal pada operasional KSU Jatirogo.
13
Arsip KSU Jatirogo tahun 2009-2013.
53
Para perajin skala rumah tangga menjual hasil gula semutnya ke pengepul, dari
pengepul ini kemudian dijual ke KSU Jatirogo. Pada tahun 2013 KSU Jatirogo
dapat pinjaman dari Pemerintah daerah sebesar 800 juta. Setelah itu juga dari
kredit rakyat dari BRI sebesar 100 juta. 14
c. Peralatan Usaha
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gula semut adalah peralatan
non mekanis yang masih sederhana bahkan peralatan tersebut ada yang dibuat
sendiri dengan memanfaatkan apa yang ada di lingkungan sekitar. Peralatan yang
diperlukan untuk pembuatan gula semut yaitu ancak, tenggok, luweng, guser,
centhong, sisrik, oven ,tampah, ayakan dan irus.
d. Proses Produksi
Pembuatan gula kelapa secara tradisional umumnya hanya sampai pada
pencetakan saja. Sedangkan pembuatan gula semut merupakan proses lanjut dari
pembuatan gula kelapa tradisional menjadi gula kelapa yang berbentuk kristal
(butiran-butiran kecil). Berdasarkan keterangan dari Byartono proses produksi
gula semut harus melewati 6 tahap meliputi:
1) Persiapan bahan
Gula kelapa yang akan dibuat menjadi gula semut harus memiliki
kualitas yang baik. Artinya, gula kelapa tersebut murni terbuat dari nira
kelapa murni tanpa campuran bahan lain seperti ketela dan lain-lainnya.
Gula kelapa tersebut dipotong-dipotong kecil, kemudian dilarutkan ke
dalam air dengan perbandingan 2:1 (misalnya 2 kg gula dicampur
14
Wawancara dengan Theresia tanggal 10 Mei 2015
54
dengan 1 liter air). Larutan gula kelapa yang diperoleh disaring dengan
kain saring sehingga dipeoleh larutan gula kelapa yang bersih. Larutan
gula yang telah bersih tersebut ditambah gula pasir sebanyak 15 %,
kemudian dipanaskan pada suhu 110 C. Sambil diaduk-aduk agar
merata. Karena terjadi penguapan air, maka larutan gula tersebut akan
menjadi pekat dan konsentrasi gulanya meningkat. Pemanasan
ditingkatkan sampai konsentrasi gula mencapai kondisi jenuh, yaitu saat
konsentrasi larutan gula berubah dari fase cair ke fase padat.
2) Kristalisasi
Pemasakan larutan telah mencapai titik jenuh, wajan
diturunkan dari tungku api dambil diaduk kuat-kuat. Selanjutnya,
dilakukan kristalisasi dengan cara diberi inti kristal dari luar. Inti
kristal dapat diperoleh dengan cara mengosok-gosok pinggir wajan
memakai pengaduk kayu hingga dihasilkan gula padat berbentuk
kristal. Kristal-kristal gula yang dihasilkan melalui pengadukan
tersebut tentu belum sempurna. Untuk menyempurnakan kristal gula
tersebut, masih perlu dilakukan “penguseran” dengan alat guser yang
terbuat dari tempurung kelapa bersih (telah dikerok). Pengguseran
dilakukan sampai menghasilkan kristal gula yang sempurna.
55
Gambar 6. Penguseran
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2014)
3) Penyaringan
Gula kelapa yang telah berbentuk kristal dipindahkan dalam
nampan dan dibiarkan samapai dingin. Setelah kristal gula kelapa
tersebut dingin, selanjutnya dilakukan penyaringan atau pengayakan
sehingga diperoleh kristal-kristal gula kelapa yang besarmya sama.
Kristal-kristal gula kelapa yang besar-besar dan tidak akan masuk
dalam saringan harus dihancurkan dengan cara digerus memakai alat
dari kayu atau tempurung kelapa dan kemudian disaring dan diayak.
Gambar7. Gula Semut
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2014)
56
4) Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk memperoleh gula semut yang
berkualitas tinggi. Pengeringan dilakukan dengan dijemur pada panas
matahari hingga diperoleh kristal yang sunguh-sunguh kering.
Pengeringan dengan pencemuran cukup dilakukan selama satu hari
bila matahari bersinar penuh. Pengeringan dapat juga dilakukan
dengan oven bila tidak ada sinar matahari, khususnya pada musim
penghujan.
Gambar 8. Pengeringan
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2014)
5) Labelisasi kemasan
Gula kelapa yang telah kering siap untuk dikemas dan
dipasarkan melalui warung, toko atau supermarket. Kemasan yang
digunakan untuk mengemas gula semut dapat berupa kantong plastik
atau kantong kertas yang kuat. Kantong kemasan tersebut sebelum
dipakai untuk mengemas harus diberi label terlebih dahulu.
Keterangan yang harus ada pada label tersebut meliputi: nama produk,
57
komposisi, volume atau isi netto, nama dan alamat perusahaan, nomor
sertifikasi penyuluhan dan kode produksi.
6) Pengemasan
Produk gula semut yang telah dikemas siap dipasarkan melalui
toko atau supermarket. Pengemasan sangat perlu karena disamping
untuk melindungi produk itu sendiri juga untuk memudahkan
distribusi dan menjaga kebersihan (higienitas) hasil produksi. Untuk
memperluas jangkauan pasar, misalnya untuk permintaan konsumen
luar negeri, produk dan kemasannya harus memenuhi standar mutu.
Gambar 9. Kemasan Gula Semut
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2014)
Pengemasan harus memperhatikan sifat bahan yang akan
dikemas, baik sifat fisik maupun sifat kimianya, agar tidak
mempengaruhi aroma dan umur simpannya lebih lama. Hal lain yang
harus diperhatikan dalam pengemasan adalah desain kemasan dan
wujud kemasan. Desain kemasan harus menarik, kuat, mudah dibawa,
mudah disimpan, mudah dibuka dan mudah diambil isinya.
58
e. Pemasaran
Pemasaran gula semut di Hargotirto hampir sama dengan gula jawa,
semuanya dipasarkan melalui pengepul. Pengepul ini memasarkan lagi produk
gula semutnya melalui KSU Jatirogo. Pihak KSU Jatirogo selanjutnya
memasarkan gula semut ke para eksportir untuk dikirim ke luar negeri diantaranya
Belanda, Jerman, Jepang dan Amerika Serikat. Orientasi pemasaran dari gula
semut ini memang pasar ekspor. Hal ini dikarenakan pasar nasional belum
menjanjikan, belum banyak masyarakat dalam negeri yang mengetahui tentang
gula semut dan sangat sedikit sekali permintaan akan gula semut dari pasar dalam
negeri. Umumnya di Indonesia gula semut di jual di supermarket dan outlet-outlet
kesehatan.15
f. Relasi sosial
Perkembangan gula semut di Desa Hargotirto berpengaruh terhadap
perubahan relasi social yang terjadi antara penderes dengan pengepul. Penderes
sebagai pihak yang memiliki hutang berada pada posisi yang lemah yang tidak
berdaya serta menerima begitu saja harga yang ditetepkan pengepul harga gula
jawa sering di monopoli oleh pengepul. Pada tahun 2008, perajin mulai beralih
memproduksi gula semut dikarenakan harga yang cukup stabil. Hal ini tidak
terlepas dari kehadiran KSU Jatirogo.
KSU Jatirogo sejak awal memastikan kesepakatan harga beli, yang
kesepakatannya diperbaharui secara berkala. Kesepakatan pada tahun 2013 harga
beli dari KSU adalah RP. 18.000/kg. Harga beli KSU yang stabil dan tinggi
15
Wawancara Theresia tanggal 14 Desember 2014
59
membuat banyak perajin tenang. Menurut Suradi dan Tukijan, harga KSU bukan
monopoli, justru sangat membantu dan tidak menyusahkan perajin. Ini
berkebalikan dengan kondisi jual beli ijon tengkulak dengan harga yang tidak
sesuai dengan biaya produksi.16
C. Faktor Pendorong dan Penghambat Perkembangan Industri Gula
Kelapa di Desa Hargotirto.
Suatu kegiatan industri pasti ada faktor-faktor yang mendorong dan
menghambat perkembangannya. Semakin kuat faktor pendorongnya maka
semakin cepat perkembangan tersebut sebaliknya jika semakin kuat faktor
penghambatnya maka perkembangan tersebuat menjadi statis. Faktor pendorong
yang menyebabkan industri gula kelapa di desa Hargotirto berkembang pesat
adalah sebagai berikut:
1. Peranan Pemerintah
Proses untuk meningkatkan kualitas dan membantu kelancaran usaha
gula kelapa di Desa Hargotirto juga dibantu oleh pemerintah dengan cara
melakukan usaha pembinaan dan bantuan antara lain:
a. Keterampilan Usaha
Faktor lain yang berperan dalam meningkatkan kualitas hasil produksi
industri gula kelapa adalah pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM) baik
pengusaha maupun pekerja industri. Program pemerintah tersebut dilaksanakan
melalui Departemen Perindustrian Kabupaten Kulon Progo berupa pelatihan, baik
yang dilakukan oleh Disperindag atau bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain
16
Wawancara Suradi dan Tukijan tanggal 14 Desember 2014.
60
yang terkait dengan pengembangan industri kecil. Disperindag dapat bekerjasama
dengan TP PKK Kabupaten Kulon Progo untuk melakukan pelatihan terhadap
perajin tentang penggunaan peralatan mesin.17
Program Departemen Perindustrian bertujuan memberikan bantuan pada
industri-industri gula kelapa. Bantuan tersebut berupa PPIK (Pusat Pengembangan
Industri Kecil) yang berfungsi membantu memperbaiki manajemen dan
meningkatkan keterampilan perajin seperti dalam hal teknis penggunaan mesin,
alat-alat bantu, pelatihan untuk para pengusaha.18
Program tersebut diharapkan
mampu membawa dampak terhadap peningkatan sumber daya manusia perajin
Desa Hargotirto. Perbaikan Sumber Daya Manusia bertujuan untuk meningkatkan
kualitas produksi untuk dapat bersaing dengan hasil produksi gula kelapa dari
daerah lain.
b. Pendirian KSU Jatirogo
KSU Jatirogo adalah koperasi produsen produk perkebunan organik yang
didirikan pada 26 November 2008 dengan maksud dan tujuan mensertifikatkan
kebun organik dan memasarkan bersama produk-produk perkebunan organik dan
hasil pengolahannya, terutama gula kelapa organik untuk meningkatkan
kesejahteraan petani gula kelapa di wilayah Kulon Progo. Modal pertama kali
diperoleh dari pinjaman lembaga pendamping HIVOS sebesar 60 juta. Setelah itu
17
Wawancara dengan Mangun Diharjo, Perajin Gula Kelapa, Tanggal 14
Desember 2014
. 18
Wawancara dengan Supardi, Kepala Desa Hargotirto, Tanggal 8
Februari Desember 2014.
61
juga dari kredit rakyat dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 100 juta. Pada
tahun 2013 dapat pinjaman dari Pemerintah daerah sebesar 800 juta. 19
2 . Etos Kerja
Etos menurut kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti sifat, nilai,
dan adat istiadat khas yang memberi watak kepada suatu golongan sosial dalam
masyarakat.20
Etos adalah hal yang abstrak pada diri manusia yang berwujud non
materi, karena merupakan sikap mendasar pada diri manusia atau bisa disebut
watak kebudayaan milik masyarakat, sehingga etos bisa dicerminkan keluar dalam
kehidupan.21
Masyarakat yang ada di Desa Hargotirto memiliki etos kerja yang tinggi
dalam mengembangkan industri gula kelapa. Semangat kerja yang tinggi
tercermin dalam kehidupan sehari-hari mereka, yaitu sikap rajin, telaten, sabar,
pantang menyerah, berani mengambil keputusan dan kerja keras. Orang yang
memiliki semangat kerja tinggi akan mampu melihat dan memanfaatkan setiap
peluang yang akan muncul sehingga dapat membawa keuntungan bagi pribadinya.
Etos kerja yang tinggi bisa dilihat dalam kegiatan sehari-harinya, jam kerja
mereka yang tinggi serta minimnya waktu beristirahat. Berdasarkan sebagaimana
penuturan Abdul Mutillib seorang perajin gula kelapa yang memulai aktifitasnya
pukul 05.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB. Menurut Abdul Mutollib faktor yang
19
Wawancara dengan Theresia tanggal 10 Mei 2015.
20
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Penyusunan Kamus
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
hlm. 237.
21
Taufik Abdullah., Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi,
(Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 2.
62
paling dominan untuk berhasil menjadi perajin gula kelapa adalah faktor
pemasaran, produk olahan gula kelapa yang memiliki cita rasa lebih akan disukai
oleh konsumen sehingga mereka akan mendapat pelanggan tetap.
Semangat kerja tinggi yang dimiliki oleh perajin gula kelapa didasarkan
atas agama Islam karena mayoritas perajin gula kelapa di Desa Hargotirto
beragama Islam dalam kehidupan sehari-hari agama menjadi pedoman hidup
masyarakat dalam bekerja, karena mereka menganggap bahwa bekerja mencukupi
kebutuhan keluarga agar memperoleh kehidupan yang lebih layak juga termasuk
ibadah. Hal ini sesuai dalam Al-Quran Surat Ar-Rad ayat 11 Allah berfirman"
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia” (Ar-Rad: 11). Firman dari Allah tersebut
dijadikan mengubah kehidupan mereka agar lebih baik, dengan adanya benteng
agama dalam diri mereka sehingga mereka tidak menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Kerja merupakan perbuatan manusia yang ditujukan pada orang lain dan
sebagai ganti balas jasanya diberikan upah.22
Etos kerja memiliki arti semangat
kerja yang menjadi ciri khas keyakinan seseorang atau golongan dalam suatu
masyarakat. Semangat yang tinggi merupakan pendorong bagi seseorang atau
22
Manuel Kaisepo, 1981, “Mitos Kerja”, Prisma No. 5 Mei, hlm. 3.
63
kelompok dalam bekerja. Keberhasilan yang telah diraih oleh para perajin gula
kelapa di Desa Hargotirto diyakini merupakan kerja keras dan usaha ulet yang
selama ini dilakukan. Agama Islam menyatakan bahwa usaha ulet dan kerja keras
merupakan tanggung jawab langsung kepada Tuhan. Oleh sebab itu kesadaran
beragama juga mempunyai potensi sebagai pendorong yang sedikit banyak
menyangkut kenyataan sosial ekonomis.23
Kendala yang dihadapi dalam industri gula kelapa meliputi musim, harga
dan hama:
1. Musim
Kondisi musim sangat berpengaruh pada pertumbuhan perakaran kelapa
yang mempengaruhi produksi nira kelapa. Pada musim hujan akar tanaman kelapa
tumbuh dengan pesat, hal ini mengakibatkan nira yang dihasilkan banyak tetapi
bermutu rendah karena rendeman turun. Sedangkan pada musim kemarau
produksi nira turun bahkan bisa berhenti sama sekali karena tanaman kekurangan
air. Hal ini menyebabkan produksi gula kelapa pada musim kemarau jauh lebih
sedikit dibanding pada musim hujan.
Menurut produsen dengan 35 pohon kelapa deres yang pada musim
penghujan bisa memperoleh 9-10 kg kelapa hanya bisa memperoleh 4-6 kg setiap
harinya, hal ini sangat berpengaruh pada pendapatan petani.24
2. Harga
23
Taufik Abdullah., op.cit., hlm. 14.
24
Wawancara dengan Byartono, Soyem dan Abdul Mutolib tanggal 14
Desember 2014.
64
Harga gula kelapa senantiasa berfluktuasi dari waktu ke waktu sehingga
produsen harus sering menerima harga yang rendah terutama produsen yang
memperoleh modal dengan meminjam dari pengepul tetapi produsen tidak biasa
berbuat apa-apa karena sudah terikat perjanjian dengan pedagang pengepul untuk
menyetorkan hasil produksinya. Menurut tuturan Soyem dan Abdul Mutolib,
sebelum tahun 2008 harga gula merah yang dibeli pengepul pernah cuma Rp
3.500/kg. Pendapatan tidak sebanding dengan biaya produksi yang mencapai Rp.
10.000/hari.25
Hal ini menyebabkan beberapa perajin sering mendapatkan
keuntungan yang kecil.
3. Hama
Hama yang sering mengangu perajin gula kelapa adalah tikus dan lebah
madu. Tikus mengangu dengan menggangu bumbung yang dipakai untuk
menampung nira sehingga selain merusak bumbung yang menurunkan produksi
nira karena banyak nira yang tumpah terbuang. Petani biasanya menggunakan
racun tikus untuk memberantas hama tikus. Racun tikus digunakan dengan cara
dioleskan dengan kuas pada sekeliling pelepah tanaman, bagian bawah atau
dengan memasang ajir atau kayu kecil pada kiri atau kanan tanaman lalu ajir
dipoles dengan racun tikus. Sedangkan lebah madu biasanya mengangkut nira
yang sudah ada di bumbung ke sarangnya dengan mengotori nira yang ada di
bumbung dan menyebabkan kualitas gula turun.
25
Wawancara dengan Soyem dan Abdul Mutolib tanggal 14 Desember
2014.