Fortifikasi Iodium Dalam Gula Kelapa
-
Upload
lestari-tia -
Category
Documents
-
view
90 -
download
5
Transcript of Fortifikasi Iodium Dalam Gula Kelapa
Fortifikasi Iodium dalam Gula Kelapa : Pengaruh
Saat Fortifikasi dan Sumber Iodium
Disusun oleh :
Syarifatul Laily 091810301038
Tia Lestari 101810301012
Agita Raka P 101810301013
Susilowati 111810301030
Riyan Cahyo S 111810301032
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2013
PENDAHULUAN
A. Pengertian GAKY
GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang
kurang unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Suatu
daerah berisiko mengalami GAKY, jika kandungan yodium dalam tanah dan air
sudah banyak yang terkikis karena erosi, banjir atau hujan lebat, selain itu juga
karena sumber air, hewan dan tumbuhan di daerah tersebut mengandung kadar
yodium yang rendah.Gangguan akibat kekurangan yodium adalah rangkaian efek
kekurangan yodium pada tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri
dari gondok dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh
gangguan mental, gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan
orang dewasa. (Supariasa, 2002).
Adapun pengertian dari gondok, endemik dan kretin adalah :
1. Gondok
Gondok/goiter adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan
pembesaran kelenjar thyroid.
2. Gondok Endemik
Gondok endemik bukan penyakit melainkan suatu istilah kesehatan dalam
konsep kesehatan masyarakat yaitu apabila dalam masyarakat terdapat prevalensi
gondok atau penderita gondok di masyarakat itu lebih dari 10 % dari jumlah
penduduk setempat, maka daerah tersebut disebut daerah gondok endemik.
3. Kretin Endemik
Seseorang disebut kretin endemik apabila lahir di daerah gondok endemik.
Kelainan kretin terjadi pada waktu bayi dalam usia kandungan atau tidak lama
setelah dilahirkan dan terdiri atas kerusakan pada saraf pusat dan hipotiroidisme.
Secara klinis kerusakan saraf pusat bermanifestasi dengan :
a. Retardasi mental
b. Gangguan pendengaran sampai bisu tuli.
c. Gangguan neuromotor seperti gangguan bicara, cara berjalan yang aneh.
d. Hipotiroidi dengan gejala :
- Miksedema pada hipotisodisme berat.
- Tinggi badan yang kurang, cebol (Stunted Growth) dan osifikasi yang
terlambat.
- Pada pemeriksaan darah ditemukan kadar hormon tiroid yang rendah (Pudjiadi,
2000).
B. Etiologi Gondok
Kekurangan yodium merupakan penyebab utama gondok endemik dan
terdapat di daerah-daerah dimana tanahnya tidak mengandung banyak yodium,
hingga produk yang dihasilkannya juga miskin akan yodium. Kekurangan yodium
menyebabkan hiperplasia tiroid sebagai adaptasi terhadap kekurangan tersebut.
Zat goitrogen seperti yang ditemukan pada kubis dapat menyebabkan pembesaran
kelenjar gondok, begitu pula dengan beberapa bahan makanan lain misalnya
kacang tanah, kacang kedelai, singkong, bawang merah, bawang putih. Flour dan
kalsium menghambat penggunaan yodium oleh tiroid hingga merupakan
goitrogen juga. Air minum yang kotor diduga terdapat zat goitrogen yang dapat
dihilangkan jika dimasak. Faktor keturunan dapat mengurangi kapasitas fungsi
tiroid atau gangguan pada reabsorbsi iodium oleh tubulus ginjal (Pudjiadi, 2002).
C. Akibat Kekurangan Zat Iodium
1. Dampak Gaky
Pada kekurangan yodium, konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormone
perangsang tiroid / TSH (Thyroid Stimulating Hormone) meningkat agar kelenjar
tiroid mampu menyerap lebih banyak yodium bila kekurangan berlanjut sehingga
sel kelenjar tiroid membesar dalam usaha meningkatkan pengambilan yodium
oleh kelenjar tersebut. Bila pembesaran ini menampak dinamakan gondok
sederhana, bila terdapat secara meluas di suatu daerah dinamakan gondok
endemik. Gondok dapat menampakkan dari dalam bentuk gejala yang sangat luas,
yaitu dalam bentuk kretinisme (cebol) di satu sisi dan pembesaran kelenjar tiroid
pada sisi lain. Gejala kekurangan yodium adalah malas dan lamban, kelenjar tiroid
membesar, pada ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin, dan dalam keadaan berat bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang
permanen serta hambatan pertumbuhan yang dikenal sebagai kretinisme. Seorang
anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal. Kekurangan
yodium pada anak-anak menyebabkan kemampuan belajar yang rendah. GAKY
dapat mengancam kualitas sumber daya manusia (SDM), karena mempunyai
potensi menurunkan tingkat kecerdasan atau sering disebut Intelligence Quotient
(IQ). Potensi penurunan IQ karena dampak GAKY yaitu sebagai berikut:
Kretin : 50 IQ point
Gondok : 10 IQ point
Tinggal di daerah GAKY : 5 IQ point
(Rahma, 2010).
2. Usaha Penanggulangan Gaky
Mengingat masalah Gaky terutama disebabkan karena lingkungan yang
miskin sumber yodium, maka upaya penanggulangan ditekankan pada
suplementasi yodium baik secara oral, melalui garam beryodium maupun secara
parentral melalui preparat yodium dosis tinggi. Kegiatan Gaky yang dilaksanakan
antara lain meliputi :
a. Upaya Jangka Pendek
Pemberian kapsul minyak beryodium kepada penduduk wanita umur 0 – 35
tahun, pria 0 – 20 tahun sesuai dengan dosis yang telah ditentukan, pemberian ini
terutama kepada penduduk di daerah endemik berat dan sedang.
b. Upaya Jangka Panjang
Iodisasi garam merupakan kegiatan penanggulangan Gaky jangka panjang.
Program untuk meyodisasi garam konsumsi dimulai tahun 1975, dan pelaksanaan
program mulai tahun 1980 dikelola oleh perindustrian. Tujuan dari program ini
adalah semua garam yang dikonsumsi oleh masyarakat baik yang menderita
maupun yang tidak dan garam beryodium tersedia diseluruh wilayah Indonesia.
(Rahma, 2010).
D. Yodium
Pentingnya iodium dalam tubuh manusia untuk metabolisme sudah dikenal
sejak abad lalu walaupun pengaruh positif dan kaya iodium terhadap penyakit
gondok sudah diketahui sejak zaman purba di seluruh dunia. Kekurangan iodium
berhubungan erat dengan jumlah iodium yang terkandung di dalam tanah yang
digunakan dalam bidang pertanian di daerah yang berpengaruh. Walaupun
program suplemen tambahan iodium telah mengurangi kekurangan jumlah iodium
di berbagai daerah daerah di dunia, masih terlihat masalah kekurangan iodium
yang serius di berbagai daerah (Darwin, 1996).
Yodium ditemui dalam bentuk inorganik (yodida) dan organik dalam
jaringan tubuh. Yodium adalah penting untuk reproduksi sistem disamping untuk
produksi hormone tiroid yaitu hormone yang ddibutuhkan untuk perkembangan
fungsi otak. Unsur ini juga dibutuhkan untuk sel darah merahdan juga pernafasan
sel sertra menjaga keseimbangan metabolism tubuh. Hormon tiroid ini diproses
oleh kelenjar gondok. Yodium dari makanan akan diserap dan menjadi bentuk
yodida. Yodida adalah bentuk yodium yang berada dalam tubuh yang merupakan
bagian penting dari dua hormon yaitu triiodothyronine/T3 dan
tetraiodothyrinine/T4, yang dihasilkan oleh hormone thyroid. Iodine ini yang
berperan mengatur suhu tubuh, reproduksi dan fungsi iodine lainnya. Tubuh yang
sehat mengandung 15-20 mg iodium dimana 70-80 % ada di kelenjar gondok
dalam bentuk thyroglobulin. Sisanya di kelenjar air liur, kelenjar lambung,
jaringan dan sebagian kecil beredar di selururh tubuh. Iodium dapat diperoleh dari
garam-garam yang konsumsi, dimana garam merupakan salah satu unsur yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia walaupun hanya dibutuhkan dalam jumlah
kecil. Manusia tidak dapat membuat unsur/elemen iodium dalam tubuhnya seperti
membuat protein atau gula, tetapi harus mendapatkannya dari luar tubuh (secara
alamiah) melalui serapan iodium yang terkandung dalam makanan serta minuman.
Umumnya bahan makanan sumber hewani seperti ikan dan kerang mengandung
tinggi yodium. Bahan makanan sumber nabati yang mengandung tinggi yodium
adalah rumput laut. Gangguan akibat kekurangan iodium telah disebutkan
sebelumnya yaitu Iodine Deficiency Disorder (IDD) atau yang kita kenal dengan
sebutan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) (Darwin, 1996).
Iodium adalah suatu unsur bukan logam yang termasuk golongan
halogenida. Di alam iodium terdapat sebagai iodium air laut, natrium iodat (NaIO3
dalam filtrat senyawa chili NaIO3), tiroksin yaitu hormon yang dikeluarkan oleh
therinoida. Sifat fisika yodium yaitu pada temperatur biasa berupa zat padat yang
mengkristal berbentuk keping-keping atau plat-plat rombis, berkilat seperti logam
berwarna hitam kelabu serta bau khas yang menusuk. Iodium mudah menyublim
(uap iodium berwarna merah, sedangkan uap murni berwarna biru tua). Iodium
mempunyai berat atom 126, 93 gram/mol. Iodium mendidih pada suhu 183oC
dengan titik lebur 144 oC. Sifat kimia dari yodium yaitu molekul iodium terdiri
dari atom (I2) tetapi jika dipanaskan di atas 500oC akan terurai menjadi 2 atom I,
menurut reaksi:
I2 (s)
2I-(g)
Iodium kurang reaktif terhadap hidrogen bila dibanding unsur halogen
lainnya, tetapi sangat reaktif terhadap oksigen. Dengan logam-logam dan
beberapa metaloid langsung dapat bersenyawa. Dengan fosfor, misalnya dapat
membentuk tri ioda:
2P (s) + 3I2(g) 2PI3 (l)
Apabila gas dialirkan ke dalam larutan iodida maka terjadilah iodium.
Reaksinya serupa dengan reaksi seng dengan asam klorida, hanya ionnya
bermuatan negatif.
2KI (aq) + Cl2 (g) 2KCl (aq)
+ 2I- (aq)
2I- (aq) + Cl2 (g) 2Cl- (aq)
+ I2 (aq)
(Adang, 1977).
Kegunaan dan Kebutuhan Iodium
Iodium dalam tubuh manusia dapat berfungsi untuk:
a) Sebagai komponen penting dalam pembentukan tiroksin pada kelenjar gondok
(tiroida)
b) Tiroksin termasuk iodium merupakan pengendali transduksi energi seluler.
c) Dapat berperan dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif vitamin A,
sintesa protein dan absornsi karbohidrat dari saluran cerna.
d) Dapat juga berperan dalam sintesis kolesterol.
e) Mengatur suhu, reproduksi, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot
dan saraf, dll.
Kebutuhan iodium perhari adalah sekitar 1 - 2 mikrogram per berat badan.
Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40 – 100 mikrogram perhari untuk
anak sampai umur 10 tahun atau 150 mikrogram perhari untuk orang dewasa.
Untuk wanita hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing 25 dan 50
mikrogram perhari (Darwin, 1996).
E. Fortifikasi
Fortifikasi dapat diartikan sebagai penambahan satu atau lebih zat gizi
(nutrien) ke dalam bahan makanan dengan tujuan utama meningkatkan nilai gizi.
Fortifikasi sudah dilakukan sejak lama dan untuk iodium dilakukan awalnya pada
garam dapur. Fortifikasi dilakukan pada bahan pangan yang merupakan menjadi
kebutuhan pokok masyarakat sehingga tujuan fortifikasi dapat terwujud. Menurut
survey GAKI pada tahun 2003, lima kecamatan di kabupaten Banyumas termasuk
kriteria endemis ringan gondok dengan kecenderungan 5-20 %. Fortifikasi yang
diterapkan di kabupaten Banyumas adalah fortifikasi iodium pada gula kelapa
mengingat bahwa banyumas merupakan daerah potensial penghasil gula kelapa di
Jawa Tengah. Data Disperindagkop Kabupaten Banyumas (2003), pada tahun
2002 terdapat 28.300 unit usaha gula kelapa dengan volume produksi 30.988,5 ton
dan menyerap tenaga kerja sebanyak 52.157 orang. Selain itu adanya
kecenderungan memasak orang jawa menggunakan gula kelapa dibandingkan
gula pasir menjadikan fortifikasi iodium tepat sasaran dan efektif. Tujuan
penelitian mengenai fortifikasi iodium dalam gula kelapa dengan menentukan
pengaruh saat fortifikasi dengan sumber iodiumnya adalah mengkaji saat
fortifikasi iodium dan sumber iodium yang tepat pada pembuatan gula kelapa
beriodium. Upaya ini diharapkan menjadi langkah strategis dalam menanggulangi
GAKI di Indonesia khususnya Kabupaten Banyumas, sebagai sentra penghasil
gula kelapa (Naufalin. dkk, 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan dan uji statistik pengaruh saat fortifikasi dan jenis sumber
iodium terhadap variabel yang diamati disajikan dalam Tabel 1. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gula kelapa dapat dijadikan media untuk fortifikasi iodium.
Hal ini terlibat dari 40 ppm yang dimasukkan ke dalam gula kelapa ternyata
semuanya memenuhi syarat yang ditetapkan sebesar 30 ppm.
Interaksi saat fortifikasi pada nira setelah mencapai end point dan sumber
iodium KI memberikan hasil yang terbaik, yaitu gula kelapa dengan kadar iodium
sebesar 34,98 ppm. Gula kelapa beriodium yang dihasilkan, memiliki kadar air
9,24% bb, kadar abu 0,10% bk, kadar gula reduksi 0,14% bk dan total padatan
terlarut 2,72. Menurut SNI gula kelapa, yaitu SNI 01-7343-1995 semua sifat
kimia tersebut masih dapat memenuhi standar yang dipersyaratkan. Hal ini berarti
gula kelapa dapat dipakai sebagai wahana fortifikasi iodium, karena gula kelapa
yang dihasilkan tidak menurunkan sifat-sifat kimia produk.
Pengaruh saat fortifikasi yang berbeda, yaitu fortifikasi pada bahan mentah,
pada saat nira setelah mencapai endpoint dan saat nira mengalami pemekatan
dapat memberikan hasil kadar iodium gula kelapa berbeda-beda (Gambar 2).
Fortifikasi iodium pada saat nira mengalami endpoint memiliki kadar iodium
paling besar, hal ini mungkin saat fortifikasi tersebut merupakan saat yang tepat
iodide terperangkap dalam gula kelapa. Sumber iodium yang paling tepat
digunkan pada gula kelapa adalah Kalium Iodida (KI) dengan kandungan iodium
tertinggi dimana kuantitasnya ini lebih besar dari iodium yang lain dan lebih besar
dengan syarat minimial yang disyaratkan (gambar 3). Perbedaan kadar iodium
untuk perlakuan sumber iodium dalam gula kelapa diduga berhubungan dengan
kestabilan iodium.
Hasil penelitian menunjukkan iodium dari kalium iodida lebih banyak yang
terperangkap dibandingkan denga natrium iodide dan natrium iodat. Kalium iodat
memiliki kelarutan air yang lebih rendah dari kalium iodide. Selain itu air dalam
gula juga berperan penting dalam mekanisme hilangnya kalium iodat melalui
reaksi redoks. Dugaan tersebut diperkuat oleh penelitian Saksono (2002), bahwa
hilangnya kalium iodat pada garam karena adanya zat pengotor yang bersifat
higroskopis maupun pereduksi dan kandungan air. Reaksi redoks tersebut dapat
ditulis sebagai berikut IO3- (aq) + 6H+ + 6e- ½ I2 (aq) + 3H2 I2 (aq).
Selain itu menurut teori ikatan kimia (Sjahrul, 2000), kalium iodat
mempunyai kestabilan sedikit dibawah kalium iodide karena keduanya
mempunyai dua unsur berikatan yang sama yaitu kalium dan iodium, tetapi pada
kalium iodat ada unsur oksigen yang berikatan dengan unsur iodium dengan
ikatan kovalen, selain itu oksigen mempunyai pasangan elektron sunyi yang
semakin memperlemah ikatan kimianya jika berikatan dengan unsur lain. Natrium
iodide merupakan kristal putih yang mudah mencair dalam udara lembab, sangat
mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi dengan membebaskan iodium
(Astuti, 1984).
Djokomoeljanto (1990) menyatakan iodium yang difortifikasikan sebesar 40
ppm, karena jumlah ini cukup berdaya guna dan aman untuk dikonsumsi. Hal ini
sejalan denga hasil penelitian, bahwa dengan penambahan iodium sebesar 40 ppm
ternyata mampu menghasilkan gula kelapa beriodium yang memenuhi syarat
iodium minimal 30 ppm. Gula kelapa yang dicetak masih dapat diterima panelis.
Sifat sensoris yang diamati adalah aroma, tekstur, warna dan kesukaan. Hasil yang
diterima panelis adalah interaksi perlakuan terbaik adalah sumber iodium KI pada
saat fortifikasi pada nira setelah mencapai endpoint. Adapaun sifat sensorisnya
meliputi aroma 3,0 (harum), tekstur 3,8 (sangat keras), warna 2,9 (coklat muda)
dan kesukaan 3,2 (suka) (Tabel 3).
KESIMPULAN
Interaksi perlakuan fortifikasi pada nira yang telah mengalami proses
pemasakan (setelah endpoint tercapai) dan sumber iodium kalium iodide (KI)
memberikan hasil dengan kadar iodium tertinggi, yaitu 34,89 ppm. Gula kelapa
beriodium yang dihasilkan memiliki kadar air 9,24% bb, kadar abu 0,10% bk,
kadar gula reduksi 0,14% bk dan total padatan terlarut 2,72. Sifat sensoris yang
dihasilkan meliputi aroma harum gula kelapa, tekstur, warna dan kesukaan dapat
diterima oleh panelis.
DAFTAR PUSTAKA
Adang Kurnia. 1977. Sistematika Unsur-Unsur. Jakarta: Bintang pelajar.
Astuti, M. 1984. Aborsi Iodium Dalam Gula Kelapa Yang Difortifikasi Dengan
Iodium Pada Usus Tikus Secara in situ. Tesis. Yogyakarta: Fakultas
Pascasarjana Universitas Gajahmada.
Darwin Karya dan Muhillal. 1996. Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan. Jakarta: PT.
Gramedia.
Djokomoljanto, R. 1990. Masalah Gizi Dan Penanggulannya Dengan Pendekatan
Mutakhir. Prosiding Symposium Pangan dan Gizi. Bogor, Jawa Barat. 8
hal.
Naufalin, Rifda dkk. 2004. Fortifikasi Iodium Dalam Gula Kelapa: Pengaruh
Saat Fortifikasi dan Sumber Iodium. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian, UNSOED.
Pudjiadi. 2000.
Rahma, Nuning. 2010.
Saksono, N. 2000. Pengaruh Pencegahan Terhadap Zat pengotor Higroskopis
dan Zat Pereduksi Pada Garam Konsumsi.
http://[email protected] . Diakses 10 November 2013.
Sjahrul, M. 2000. Kimia Organik. Makassar: Universitas Hasanuddin. 235 hal.
Supariasa. 2002.