BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Interpersonal
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Interpersonal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi secara tatap muka yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih (Cangara 1998). Sedangkan menurut Enjang,
(2009) definisi umum dari komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang
dilakukan orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap orang
tersebut menangkap reaksi lawan bicara secara langsung, baik secara verbal
maupun non verbal.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian
informasi, pikiran dan sikap tertentu antara dua orang atau lebih yang terjadi secara
langsung dan bertatap muka, sehingga timbul timbal balik secara langsung pula
baik secara verbal maupun non-verbal.
Komunikasi interpersonal antara komunikator dan komunikan sudah
berinteraksi dan saling mempengaruhi sebagai dukungan sosial. Komunikasi
interpersonal ini dapat digambarkan lewat skema berikut:
8
Komunikator Umpan balik Komunikan
Gambar 2.1 Skema Komunikasi Interpersonal
Keterangan skema:
Dalam skema diatas, lingkaran paling luar dengan garis putus-putus
menggambarkan konteks komunikasi tempat elemen-elemen serta ruang lingkup
pengalaman beroperasi. Perhatikan sumber dan penerima, maka dilingkari oleh
dua lingkaran yang berhimpitan (overlap)1. Pada gambar lingkaran yang paling
luar maupun kedua lingkaran ruang lingkup pengalaman digambarkan dengan
garis-garis terputus, artinya bahwa konteks komunikasi maupun ruang lingkup
pengalaman adalah hal-hal yang selalu berubah tidak dengan adanya
overlopping of interest ini, komunikasi interpersonal menjadi efektif (Mudjiono
2009).
2.1.1 Tujuan Komunikasi Interpersonal
Arni (2005) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal mempunyai
beberapa tujuan, yaitu:
a. Menemukan diri sendiri
1Kedua lingkaran dengan garis-garis terputus yang berhimpitan tersebut menggambarkan baik
penerima maupun komunikator mempunyai ruang lingkup tertentu yang sama(Mudjiono,
2009).
Efek
9
Bila kita terlibat dalam komunikasi interpersonal, kita akan
belajar banyak hal tentang diri kita maupun orang lain dan
memberikan kesempatan kepada diri kita untuk berbicara
tentang apa yang kita sukai atau mengenai diri kita maupun
orang lain.
b. Menemukan dunia luar
Dengan komunikasi interpersonal kita akan berbagi informasi
yang kita peroleh dari orang lain yang mana hal itu bisa
menjadikan suatu bahan diskusi dan akhirnya dipelajari atau
didalami. Sehingga kita dapat lebih memahami diri kita dan
orang lain saat berkomunikasi dengan kita.
c. Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti
Komunikasi interpersonal untuk membentuk dan memelihara
atau menjaga hubungan kita dengan orang lain.
d. Berubah sikap dan tingkah laku
Untuk mempengaruhi orang lain secara tidak langsung untuk
mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dan percaya bahwa
sesuatu itu benar atau salah.
e. Untuk bermain dan kesenangan
Berbicara dengan teman mengenai aktivitas menyenangkan
yang telah kita lakukan. Dengan melakukan komunikasi
interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan
10
yang penting dalam pikiran yang memerlukan ketenangan dari
semua kejenuhan di lingkungan kita.
f. Untuk membantu
Para ahli kejiwaan, psikolog klinis dan terapi menggunakan
komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka
untuk membantu kliennya. Kita juga berfungsi membantu orang
lain untuk mengenali diri mereka dalam interaksi komunikasi
interpersonal.
Dapat disimpulkan bahwa ketika individu melakukan komunikasi interpersonal,
setiap individu dapat mempunyai tujuan yang berbeda-beda disadari maupun tidak
disadari, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
2.1.2 Fungsi Komunikasi Interpersonal
Tanpa kita sadari, keberadaan komunikasi interpersonal telah berperan aktif
dalam kehidupan, bahkan tidak sedikit yang melakukan praktik komunikasi
interpersonal ini. Widjaja (2000) mengemukakan beberapa fungsi komunikasi
interpersonal sebagai berikut :
a. Informasi
Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar,
fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan.
b. Sosialisasi (pemasyarakatan)
11
Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap
dan bertindak sebagai masyarakat yang efektif.
c. Motivasi
Mendorong orang untuk menentukan pilihannya dan keinginannya,
mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama
yang ingin dicapai.
d. Perdebatan dan diskusi
Sebagai sarana untuk saling bertukar fakta yang diperlukan untuk
memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat
mengenai masalah publik.
e. Pendidikan
Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong pengembangan
intelektual.
f. Memajukan kebudayaan
Penyebaran hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan
warisan budaya masa lalu.
g. Hiburan
Penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan image dari drama, tari, kesenian
dan lain-lain untuk rekreasi, kesenangan kelompok dan individu.
h. Integrasi
12
Sebagai sarana kesempatan bagi bangsa, kelompok dan individu untuk
memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling
mengenal, mengerti dan menghargai kondisi atau pandangan dan keinginan
orang lain.
2.1.3 Unsur-unsur Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal terdapat beberapa unsur penting, yang mana
unsur itu tidak dapat dipisahkan selama proses komunikasi interpersonal
berlangsung. Unsur-unsur tersebut menurut Cangara (1998) dalam bukunya
Pengantar Ilmu Komunikasi adalah:
a. Sumber (komunikator), semua peristiwa komunikasi akan melibatkan
sumber yang terdiri perorangan, kelompok ataupun lembaga yang
berfungsi sebagai pembuat (pengirim) informasi. Sumber yang dimaksud
disini adalah pengirim pesan, komunikator atau bisa disebut dengan
source, sender atau encoder.
b. Pesan, adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima,
pesan dapat disampaikan secara tatap muka atau melalui media
komunikasi lainnya. Pesan tersebut bisa berisi tentang ilmu, informasi,
pengetahuan, nasihat atau propaganda.
c. Media, adalah alat yang bermacam-macam bentuknya baik secara
langsung ataupun tidak, digunakan untuk memindahkan pesan dari
sumber kepada penerima.
d. Penerima, adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh
sumber pengirim pesan.
13
e. Pengaruh atau efek, adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dilakukan dan dirasakan oleh penerima pesan sebelum dan sesudah
menerima pesan. Tingkah laku seseorang, sikap seseorang, pengetahuan
seseorang bisa terjadi karena suatu pengaruh.
f. Tanggapan balik adalah pesan yang dikirim kembali oleh penerima
kepada pengirim.
g. Lingkungan adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi
jalannya komunikasi yaitu lingkungan psikologis, lingkungan fisik,
lingkungan sosial-budaya dan dimensi waktu.
2.1.4 Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal bersifat dialogis2, sehingga pada saat itu juga
komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan dari komunikan, dan
mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasinya dan apakah komunikasinya
positif atau negatif (Cangara 1998). Komunikator dapat memberi kesempatan
kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya apabila komunikasinya tidak
berhasil.
Menurut Kumar dalam Wiryanto (2005) bahwa ciri-ciri komunikasi
interpersonal yang efektif yaitu sebagai berikut:
a. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi seseorang dengan
senang hati informasi yang diterima dalam menghadapi hubungan
interpersonal;
2Dalam arti arus balik antara komunikator dengan komunikan terjadi langsung (Cangara, 1998).
14
b. Empati (empathy), yaitu individu mampu merasakan apa yang dirasakan
orang lain.
c. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk
mendukung suatu komunikasi berlangsung secara efektif.
d. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif
terhadap dirinya, mampu mendorong orang lain lebih aktif
berpartisipasi dalam suatu proses komunikasi interpersonal, dan
menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
e. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan bahwa kedua
belah pihak secara diam-diam mampu menghargai, berguna, dan
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Berdasarkan paparan diatas mengenai ciri-ciri komunikasi interpersonal, dapat
disimpulkan bahwa keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung
(supportivenes), rasa positif (positivenes) dan kesetaraan (equality) dibutuhkan
dalam proses komunikasi interpersonal agar komunikasi berjalan dengan efektif.
2.1.5 Pentingnya Komunikasi Interpersonal
Sebagai makhluk sosial, komunikasi interpersonal sangat penting
bagi diri kita. Berikut beberapa peranan yang diberikan oleh komunikasi
interpersonal menurut Jhonson dalam (Supratiknya 1995) :
a. Komunikasi interpersonal membantu perkembangan intelektual
dan sosial kita;
15
b. Lewat komunikasi dengan orang lain, maka identitas dan jati diri
kita akan terbentuk;
c. Jika kita ingin menguji realitas yang ada disekeliling kita serta
menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki
tentang dunia disekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan
orang lain tentang realitas yang sama;
d. Kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain juga
memiliki pengaruh yang cukup besar untuk kesehatan mental,
terutama dengan orang-orang yang merupakan tokoh signifikan
dalam hidup kita.
Jadi, secara tidak langsung dengan berkomunikasi kita akan mengenali jati diri
kita maupun orang lain. Komunikasi juga memberikan berbagai informasi
yang dapat membantu individu untuk belajar dan mengembangkan
kemampuan intelektualnya. Kondisi mental seseorang juga dipengaruhi oleh
kualitas komunikasinya. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial, komunikasi
interpersonal merupakan hal yang penting bagi tiap individu.
2.2 Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam
Komunikasi Interpersonal
Rakhmat (2007) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi terbentuknya
pola komunikasi dalam hubungan interpersonal.
1. Percaya (trust)
Kepercayaan mampu menentukan efektifitas komunikasi dan dapat
meningkatkan kadar komunikasi interpersonal yang terbentuk.
16
2. Sikap Supportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Faktor-faktor personal yang dapat mempengaruhi komunikasi
menjadi defensif yaitu ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah,
pengalaman defensif atau faktor- faktor situasional.
3. Sikap Terbuka
Sikap terbuka memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menumbuhkan
komunikasi interpersonal yang efektif. Dogmatisme adalah lawan dari sikap
terbuka. Dogmatisme atau sikap tertutup harus digantikan dengan sikap
terbuka, agar komunikasi interpersonal yang dilakukan mampu melahirkan
hubungan yang efektif.
2.2.1 Keterbukaan Diri
Keterbukaan diri merupakan tindakan untuk mengungkapkan tentang
bagaimana kita berinteraksi dengan orang terhadap situasi yang terjadi saat ini,
memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan. Menurut Devito (1997)
keterbukaan diri adalah suatu bentuk komunikasi dimana seseorang
menyampaikan informasi tentang dirinya yang biasanya disimpan, proses
keterbukaan diri setidaknya membutuhkan dua orang. Wrightsman dalam
Dayakisni (2009) menyebutkan bahwa keterbukaan diri adalah suatu proses
menghadirkan diri yang terwujud dalam kegiatan membagi informasi,
perasaan, dengan orang lain. Sedangkan pengertian komunikasi interpersonal
menurut Papu (2002) dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri
sendiri kepada orang lain. Pemberian informasi yang dimaksud dapat
17
mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, pendapat, perasaan,
emosidan lain sebagainya. Keterbukaan diri harus dilandasi dengan kejujuran
dan keterbukaan dalam memberikan informasi atau dengan kata lain, apa yang
disampaikan kepada orang lain bukan merupakan suatu topeng pribadi atau
kebohongan belaka atau hanya menampilkan sisi yang baik saja.
Dari beberapa pengertian keterbukaan diri, dapat diartikan bahwa
keterbukaan diri adalah proses pengungkapkan informasi diri kepada orang
lain. Hal yang diungkapkan berhubungan dengan informasi yang bersifat
personal, perasaan, sikap dan pendapat tanpa ada hal yang ditutupi.
2.2.1.1 Karakteristik Keterbukaan Diri
De Vito (1997) mengemukakan bahwa keterbukaan diri mempunyai
beberapa karakteristik umum antara lain:
a. Keterbukaan diri adalah suatu tipe komunikasi tentang
informasi diri yang pada umumnya tersimpan dan
dikomunikasikan kepada orang lain.
b. Keterbukaan diri adalah penyampaian informasi tentang diri
sendiri yang sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain.
c. Keterbukaan diri adalah penyampaian pikiran, perasaan dan
sikap tentang diri sendiri kepada orang lain.
d. Keterbukaan diri dapat bersifat informasi secara khusus yang
bersifat rahasia dan diungkapkan kepada orang lain secara
pribadi yang tidak semua orang ketahui.
18
e. Keterbukaan diri melibatkan individu lain, oleh karena itu
keterbukaan diri merupakan informasi yang harus diterima dan
dimengerti oleh individu lain.
2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterbukaan Diri
Faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri menurut Joseph A. De
Vito (1997) adalah sebagai berikut :
a. Efek Diadik
Keterbukaan diri bersifat timbal balik. Keterbukaan antara kita dan
lawan komunikasi akan membuat interaksi bisa berlangsung dengan
baik. Keterbukaan diri yang kita lakukan akan mendorong lawan
komunikasi kita dalam berinteraksi di antara dua orang untuk
membuka diri juga, inilah yang dinamakan efek diadik.
b. Ukuran Khalayak
Keterbukaan diri itu merupakan salah satu karakteristik dari
komunikasi interpersonal. Oleh karena itu, keterbukaaan diri lebih
besar kemungkinannya terjadi dalam komunikasi dengan khalayak
kecil, misalnya dalam komunikasi antar pribadi atau komunikasi
kelompok kecil. Apabila khalayak komunikasi itu besar jumlahnya
maka kita akan sulit mengontrol dan menerima umpan balik dari
lawan komunikasi kita. Ketika lawan komunikasi kita melakukan
keterbukaan diri dan memberikan respon yang baik terhadap
19
keterbukaan diri kita, maka proses komunikasi yang menyingkapkan
diri kita akan terus berlangsung.
c. Topik Bahasan
Pada awal percakapan dengan lawan komunikasi yang baru, seseorang
akan membicarakan hal yang umum. Semakin akrab seseorang maka
topik pembicaraan akan semakin mendalam.
d. Valensi
Valensi terkait dengan sifat positif atau negatif keterbukaan diri. Pada
umumnya, manusia cenderung lebih menyukai valensi positif atau
keterbukaan diri positif dibandingkan dengan keterbukaan diri
negatif, hal tersebut dikarenakan lawan komunikasi kita tidak akrab
dengan kita. Namun, apabila lawan komunikasi kita adalah orang
yang sudah akrab maka keterbukaan diri negatif bisa saja dilakukan.
e. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempengaruhi proses komunikasi keterbukaan diri, hal
itu dibuktikan dengan beberapa penelitian menunjukkan bahwa
wanita lebih terbuka dibandingkan dengan pria. Bukan berarti pria
juga tidak melakukan keterbukaan diri. Bedanya, wanita akan
mengungkapkan dirinya pada orang yang dia sukai sedangkan pria
mengungkapkan dirinya pada orang yang dipercayai.
20
f. Ras, Nasionalitas, dan Usia
Adanya ras-ras tertentu yang lebih sering melakukan keterbukaan diri
dibandingkan dengan ras lainnya. Misalnya kulit putih Amerika lebih
sering melakukan keterbukaan diri dibandingkan dengan orang
Negro. Begitu juga dengan usia, keterbukaan diri lebih banyak
dilakukan oleh orang yang berusia antara 17-50 tahun dibandingkan
dengan orang yang lebih muda atau lebih tua.
g. Mitra dalam Hubungan
Mitra dalam hubungan akan menentukan keterbukaan diri kita.
Keterbukaan diri akan kita lakukan kepada mereka yang kita anggap
sebagai orang yang dekat misalnya suami/istri, teman dekat atau
sesama anggota keluarga. Di samping itu, kita juga akan melihat
bagaimana respon mereka. Apabila kita melihat respon mereka hangat
dan penuh perhatian maka kita akan melakukan keterbukaan diri,
apabila sebaliknya yang terjadi maka kita akan lebih memilih untuk
menutup diri.
2.3.1.2 Tingkatan Keterbukaan Diri
Tingkatan-tingkatan keterbukaan diri pada komunikasi menurut John
Powell dalam Dayakisni (2009) yaitu:
a. Basa-basi
21
Basa basi merupakan tingkat keterbukaan diri yang paling lemah,
walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak terjadi
hubungan antar pribadi.
b. Membicarakan orang lain
Ketika kita berkomunikasi dengan seseorang namun yang dibahas
hanyalah tentang orang lain atau hal-hal diluar dirinya. Walaupun pada
tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini
seseorang tidak mengungkapkan dirinya.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat
Pada tahapan ini hubungan sudah mulai dijalin erat, dimana seseorang
mulai mengungkapkan dirinya kepada orang lain, walaupun hanya
sebatas pendapat mengenai hal-hal tertentu saja.
d. Perasaan
Tiap individu dapat memiliki pendapat yang sama tetapi perasaan atau
emosi individu dapat berbeda-beda. Apabila seseorang ingin
mendapatkan pertemanan antar pribadi yang sungguh-sungguh, maka
harus didasari dengan hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan
perasaan-perasaan yang mendalam.
e. Hubungan puncak
Ketika keterbukaan diri telah dilakukan secara mendalam, seseorang
yang menjalin hubungan antar pribadi dapat merasakan apa yang dialami
oleh individu lainnya. Persahabatan yang mendalam dan sejati harus
didasari dengan keterbukaan diri dan kejujuran yang mutlak.
22
2.3.1.4 Aspek-Aspek Keterbukaan Diri
De Vito (1997) menyebutkan bahwa terdapat lima (5) dimensi di dalam
keterbukaan diri, yaitu
a. Amount, yaitu kuantitas dari keterbukaan diri dapat diukur dengan
mengetahui frekuensi dengan siapa individu mengungkapkan diri
dan durasi dari pesan keterbukaan diri atau waktu yang diperlukan
untuk mengutarakan statemen keterbukaan diri individu tersebut
terhadap orang lain.
b. Valence keterbukaan diri, valensi merupakan hal yang positif atau
negatif dari penyingkapan diri. Individu dapat menyingkapkan diri
mengenai hal-hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
mengenai dirinya, memuji hal-hal yang ada dalam dirinya atau
menjelek-jelekkan diri individu sendiri. Faktor nilai juga
mempengaruhi sifat dasar dan tingkat dari keterbukaan diri.
c. Accuracy / Honesty, yakni ketepatan dan kejujuran individu dalam
mengungkapkan diri. Ketepatan dari keterbukaan diri individu
dibatasi oleh tingkat dimana individu mengetahui dirinya sendiri.
Keterbukaan diri dapat berbeda dalam hal kejujuran. Individu
dapat saja jujur secara total atau dilebih-lebihkan, melewatkan
bagian penting atau berbohong.
d. Intention, yaitu seluas apa individu mengungkapkan tentang apa
yang ingin diungkapkan, seberapa besar kesadaran individu untuk
mengontrol informasi-informasi yang akan dikatakan pada orang
23
lain.
e. Keakraban / Intimacy, yaitu individu dapat mengungkapkan detail
yang paling intim dari hidupnya, hal-hal yang dirasa sebagai
periperal atau impersonal atau hal yang hanya bohong.
2.4 Mahasiswa
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu dan
terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu perguruan tinggi yang terdiri
dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas menurut Hartaji
(2009). Definisi mahasiswa menurut pendapat lain mengatakan bahwa mahasiswa
dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat
perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat
dengan perguruan tinggi . Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), mahasiswa didefinisikan sebagai orang yang belajar di Perguruan
Tinggi.
Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi,
kecerdasan dalam berpikir dan bertindak. Berpikir kritis sekaligus bertindak
dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri
setiap mahasiswa. Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan
yang usianya 18 sampai 25 tahun. Menurut (Hartaji 2009) tahap ini dapat
digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat
dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini adalah
pemantapan pendirian hidup. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa mahasiswa adalah seorang peserta didik berusia 18 sampai 25 tahun yang
24
terdaftar dan menjalani pendidikannnya di perguruan tinggi baik dari akademik,
politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Sedangkan dalam penelitian
ini, subyek yang digunakan ialah mahasiswa yang tercatat sebagai mahasiswa aktif.
2.4.1 Karakteristik Perkembangan Mahasiswa
Seperti halnya transisi dari sekolah dasar menuju sekolah menengah
pertama yang melibatkan perubahan dan kemungkinan stres, begitu pula
masa transisi dari sekolah menengah atas menuju universitas. Terdapat
perubahan yang sama dalam dua transisi ini dalam banyak hal. Transisi ini
melibatkan gerakan menuju satu struktur sekolah yang lebih besar dan
tidak bersifat pribadi, seperti interaksi dengan kelompok sebaya dari daerah
yang lebih beragam dan peningkatan perhatian pada prestasi dan
penilaiannya (Santrock 2002). Perguruan tinggi menjadi masa
dimanaseseorangdapatmelakukan penemuan intelektual dan pertumbuhan
kepribadian. Respon mahasiswa akan berubah terhadap kurikulum yang
menawarkan wawasan dan cara berpikir baru seperti mahasiswa lain yang
berbeda dalam soal pandangan dan nilai, terhadap kultur mahasiswa yang
berbeda dengan kultur pada umumnya, dan terhadap anggota fakultas
yang memberikan model baru. Pilihan perguruan tinggi dapat mewakili
pengejaran terhadap hasrat yang menggebu atau awal dari karir masa
depan (Papalia 2008). Karakteristik mahasiswa dilihat dari
perkembangannya dapat diuraikan menjadi dua jenis yaitu perkembangan
mahasiswa remaja lanjut dan remaja dewasa.
25
2.4.2 Ciri-ciri Perkembangan Mahasiswa Remaja Lanjut
Menurut Gunarsa, S. D, & Gunarsa (2001) ciri-ciri dari perkembangan
mahasiswa yang remaja lanjut atau remaja akhir (usia 18 sampai 21 tahun)
dapat dilihat dalam tugas-tugas perkembangan yaitu :
a. Menerima keadaan fisiknya
Perubahan fisiologis dan organis yang sedemikian hebat pada
tahun-tahun sebelumnya, pada masa remaja akhir seseorang yang
menghadapi hal tersebut akan merasa sudah lebih tenang.
Kekecewaan karena kondisi fisik tertentu tidak lagi mengganggu dan
akan mulai menerima keadaannya.
b. Memperoleh kebebasan emosional
Seseorang mampu mengungkapkan pendapat dan perasaannya
dengan sikap yang sesuai dengan lingkungan dan kebebasan
emosionalnya.
c. Mampu bergaul
Mulai mengembangkan kemampuan untuk melakukan hubungan
sosial baik dengan teman sebaya maupun orang lain yang berbeda
tingkat kematangan sosialnya.
d. Menemukan model untuk identifikasi
Dalam proses ke arah kematangan pribadi, tokoh identifikasi sering
kali menjadi faktor penting, tanpa tokoh identifikasi maka akan
timbul kekaburan model yang ingin ditiru dan memberikan
26
pengarahan bagaimana bertingkah laku dan bersikap sebaik-
baiknya.
e. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Kekurangan dan kegagalan yang bersumber pada keadaan
kemampuan tidak lagi mengganggu kepribadian dan menghambat
prestasi yang ingin dicapai.
f. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Menyesukaian penilaian pribadi yang disesuaikan dengan nilai-nilai
umum (positif) yang berlaku dilingkungannya.
g. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan
Dunia remaja mulai ditinggalkan dimana ia mampu mengurus
dan menentukan sendiri. Dapat dikatakan masa ini ialah masa
persiapan ke arah tahapan perkembangan berikutnya yakni masa
dewasa muda.
Apabila telah selesai masa remaja ini, masa selanjutnya ialah jenjang
kedewasaan sebagai fase perkembangan seseorang yang telah memiliki bentuk
kepribadian tersendiri.
2.4.3 Ciri-ciri Perkembangan Mahasiswa Dewasa
Menurut Langeveld dalam Ahmadi, A dan Sholeh (1991) ciri-ciri
kedewasaan seseorang antara lain :
a. Dapat berdiri sendiri dalam kehidupannya tanpa merepotkan orang
lain atau meminta bantuan
27
b. Dapat bertanggung jawab akan dirinya sendiri dalam arti sebenarnya
terutama moral
c. Memiliki sifat-sifat yang konstruktif terhadap masyarakat dimana ia
berada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik mahasiswa
ialah pada penampilan fisik tidak lagi mengganggu aktifitas dikampus, mulai
memiliki intelektualitas yang tinggi dan kecerdasan berpikir yang matang untuk
masa depannya, memiliki kebebasan emosional untuk memiliki pergaulan dan
menentukan kepribadiannya. Mahasiswa juga harus meningkatkan prestasi
dikampus, memiliki tanggung jawab dan kemandirian dalam menyelesaikan tugas-
tugas kuliah, serta mulai memikirkan nilai dan norma-norma di lingkungan
kampus maupun di lingkungan masyarakat dimana dia berada.
2.5 Klub Malam
Klub malam adalah suatu tempat hiburan yang dibuka hanya pada malam
hari. Klub malam menyajikan berbagai suasana dan penyuguhan yang berbeda-
beda dan akan membuat seseorang yang datang akan mendapatkan kesenangan
tertentu. Tempat ini menyuguhkan musik yang dimainkan oleh DJ (disc jockey)
melalui system PA (play audio) yang memiliki berbagai macam jenis genre musik
yaitu techno, house, trance, dubstep, drum and bass, UK garage, hard dance,
moombahton, breakbeat dan downtempo.
Klub malam sudah sangat identik dengan kehidupan masyarakat
metropolitan. Tidak hanya menjadi bagian dari gaya hidup, tetapi juga menjadi
sarana bersosialisasi dengan orang alin. Istilah dugem di kehidupan malam menjadi
28
sangat terkenal di Indonesia seiring dengan kebutuhan para eksmud (eksekutif
muda) untuk menyeimbangkan diri dari tumpukan emosi dan rutinitas pekerjaan di
kantor dan bisnis yang dikelolanya sendiri (Achmad, 2018).
Mayoritas para clubbing (aktivitas pengunjung klub malam) adalah generasi
muda yang memiliki status sosial ekonomi yang cukup baik. Hal tersebut terlihat
dari kebutuhan-kebutuhan material yang menopang aktivitas Clubbing yang jelas
membutuhkan dana ekstra. Mulai dari pemilihan pakaian yang bermerek, properti,
kendaraan, hingga perangkat clubbing itu sendiri (Andy 2007).
Tidak semua orang yang datang ke klub malam adalah clubbers sejati atau
pengunjung setia. Biasanya ada diantaranya yang hanya ikut-ikutan teman, hanya
ingin tahu atau hanya ingin sekedar melepas kepenatan sementara. Jika
diperhatikan, masing-masing pengunjung klub malam memiliki ciri, tingkah laku
atau karakter tersendiri saat berada di dalam klub malam.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu rujukan penulis dalam
melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan
dalam mengkaji penelitian. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan
penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Namun peneliti
menjadikan beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian
pada penelitian peneliti.
Peneliti menggunakan beberapa rujukan penelitian terdahulu yaitu pada
penelitian Dewi Wahyanti Gangga pada tahun 2015 mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Malang yang berjudul “Keterbukaan dalam Relasi
29
Antarpersonal untuk Menghindari Konflik dalam Persahabatan”. Dalam Relasi
Antarpersonal Untuk Menghindari Konflik Dalam Persahabatan” (Studi
deskriptif terhadap siswa SMK Islam Batu Jawa Timur). Membuktikan dan
mendapatakan hasil bahwa Pengelola Wisata Pantai Kutang memiliki beberapa
hambatan. Namun dengan menggunakan strategi yang berdasar pada SWOT,
beberapa hambatan yang ada telah terselesaikan.
Penelitian yang dilakukan Dewi Wahyanti Gangga dan penelitian yang akan
dilakukan peneliti sama-sama mengkaji tentang Keterbukaan. Namun
perbedaannya adalah jika subjek Dewi Wahyanti Gangga adalah siswa SMK Islam
Batu Jawa Timur, sedang subjek peneliti adalah mahasiswa pengunjung klub
malam Backroom by Triangle Malang.
Kemudian rujukan yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Nur
Yumalia Hayuningtyas pada tahun 2017 yang berjudul “Memahami Keterbukaan
Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak dalam Penggunaan
Smartphone untuk Pacaran”. Hasil penelitian ini yaitu bahwa tidak semua anak
terbuka ketika menceritakan tentang hubungan pacaran yang sedang mereka jalani
dan orang tua secara aktif berkomunikasi kepada anak-anak mereka untuk
mengetahui apa saja aktivitas anak diluar rumah, bahkan tentang kehidupan
pribadinya.
Alasan memilih penelitian ini sebagai rujukan karena memiliki kesamaan
yaitu keterbukaan komunikasi interpersonal. Dalam penelitian terdahulu ini yang
berbeda memfokuskan terhadap orang tua dan anak dalam penggunaan smartphone
30
untuk pacaran. Sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah bagaimana
keterbukaan mahasiswa pengunjung klub malam Backroom by Triangle di Kota
Malang.
2.7 Fokus Penelitian
Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Dalam
penelitian ini, peneliti hanya berfokus pada keterbukaan interpersonal yang terjadi
di pengunjung klub malam Backroom by Triangle Malang. Adapun yang peneliti
maksud dari keterbukaan interpersonal beserta unsur dan pihak yang terlibat dalam
komunikasi.
Dalam hal ini komunikan yang peneliti maksud adalah peneliti, sedangkan
yang bertindak sebagai komunikator adalah mahasiswa pengunjung klub malam
Backroom by Triangle Malang. Pesan yang diharapkan peneliti adalah keterbukaan
komunikasi personal komunikator dalam mengunjungi klub malam Backroom by
Triangle Malang. Ketika proses penyampaian pesan berlangsung, umpan balik
terjadi secara seketika (immediate feedback), komunikan (peneliti) diharap mampu
memberikan tanggapan yang positif atau tanggapan yang menyenangkan agar
komunikator (mahasiswa pengunjung Backroom by Triangle) merasa percaya,
suportif dan terbuka sehingga komunikasi berjalan dengan baik dan lancar. Dengan
komunikasi interpersonal yang berjalan dengan baik, komunikan (peneliti) akan
mendapatkan penambahan pengetahuan baru atau bisa disebut dengan efek
kognitif. Media dalam proses penyampaian komunikasi interpersonal akan
berlangsung secara tatap muka, sehingga komunikator dan komunikan dapat
melihat secara langsung bagaimana feedback dari kedua belah pihak.
31