BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Sumber Daya …digilib.unila.ac.id/11552/16/BAB II.pdf · 2.1....

33
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia dapat disebut sebagai personil, tenaga kerja, pekerja, karyawan, dan potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya, atau potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal non material dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi, (Nawawi, 2012:45). Perkembangan ilmu manajemen khususnya manajemen sumber daya manusia, ditandai oleh lahirnya definisi baru tentang Manajemen Sumber Daya Manusia. Masing-masing ahli memberikan definisi yang berbeda, tetapi pada dasarnya mempunyai makna yang sama yaitu manajemen sumber daya manusia merupakan suatu ilmu yang digunakan untuk mengatur orang atau karyawan sesuai dengan tujuan organisasi. Manajemen sumber daya manusia wajib diterapkan di perusahaan besar maupun kecil untuk membuat perusahaan tersebut dapat terus berkembang karena keberhasilan perusahaan bergantung pada karyawan di dalam perusahaan tersebut.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Sumber Daya …digilib.unila.ac.id/11552/16/BAB II.pdf · 2.1....

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dapat disebut sebagai personil, tenaga kerja, pekerja,

karyawan, dan potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam

mewujudkan eksistensinya, atau potensi yang merupakan aset dan berfungsi

sebagai modal non material dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan

menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi

organisasi, (Nawawi, 2012:45). Perkembangan ilmu manajemen khususnya

manajemen sumber daya manusia, ditandai oleh lahirnya definisi baru tentang

Manajemen Sumber Daya Manusia. Masing-masing ahli memberikan definisi

yang berbeda, tetapi pada dasarnya mempunyai makna yang sama yaitu

manajemen sumber daya manusia merupakan suatu ilmu yang digunakan

untuk mengatur orang atau karyawan sesuai dengan tujuan organisasi.

Manajemen sumber daya manusia wajib diterapkan di perusahaan besar

maupun kecil untuk membuat perusahaan tersebut dapat terus berkembang

karena keberhasilan perusahaan bergantung pada karyawan di dalam

perusahaan tersebut.

15

2.1.1. Peranan dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Peranan manajemen sumber daya manusia seperti yang dikemukakan oleh

Hasibuan (2005:34) antara lain

a. menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif

sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan deskripsi pekerjaan,

spesifikasi pekerjaan dan penilaian (evaluasi) terhadap pekerjaan;

b. menetapkan penarikan, seleksi, dan menempatkan karyawan berdasarkan

asas the right man in the right job;

c. menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan

pemberhentian;

d. meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa

yang akan datang;

e. memperkirakan keadaan perekonomian secara umum dan perkembangan

perusahaan secara khusus;

f. memonitor dengan cermat undang-undang tentang perburuhan dan

kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis;

g. memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh;

h. melaksanakan pendidikan,latihan, dan penilaian prestasi karyawan;

i. mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal; dan

j. mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.

Dari penjelasan mengenai peranan manajemen sumber daya manusia, dapat

disimpulkan bahwa karyawan sebagai salah satu ujung tombak

keberlangsungan perusahaan harusnya dibina terkait dengan kemampuan

16

dan kecakapan dalam bekerja, keterampilan dan yang tidak kalah penting

yaitu kemauan dan kesungguhan karyawan untuk bekerja secara efektif dan

efisien.

2.1.2. Fungsi Manajemen sumber daya manusia

Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut.

1. Recruitment

Rekrutmen merupakan serangkaian aktivitas mencari dan memikat

pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan

yang diperlukan guna menutup kekurangan yang diidentifikasi dalam

perencanaan kepegawaian (Simamora, 2006:34). Menurut Andrew dalam

(Mangkunegara, 2005:12), rekrutmen adalah tindakan atau proses dari

suatu usaha organisasi untuk mendapatkan tambahan karyawan untuk

tujuan organisasi. Dapat disimpulkan bahwa rekrutmen merupakan

proses untuk mencari karyawan yang memiliki keahlian, motivasi, dan

pengetahuan yang dibutuhkan perusahaan. Dalam proses rekrutmen,

perusahaan akan menerima pelamar mereka sebanyak mungkin, karena

pihak perusahaan akan memiliki banyak pilihan pelamar yang sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan.

2. Selection

Sesudah melakukan rekrutmen, tahap kedua adalah melakukan seleksi.

a. Menurut Sirait, (2006:13), seleksi adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengambil keputusan tentang

17

siapa dari calon pegawai yang paling tepat (memenuhi syarat) untuk

bisa diterima menjadi pegawai dan siapa yang seharusnya ditolak.

b. Seleksi menurut Simamora (2006:35), adalah proses pemilihan dari

sekelompok pelamar, atau orang-orang yang paling memenuhi kriteria

seleksi untuk posisi yang tersedia berdasarkan kondisi yang ada pada

saat ini yang dilakukan oleh perusahaan.

c. Menurut Siagian (2006:131), seleksi adalah proses yang terdiri dari

berbagai spesifikasi, yang diambil untuk memutuskan pelamar mana

yang akan diterima atau pelamar mana yang akan ditolak.

d. Menurut Cascio (1992:109), seleksi adalah proses identifikasi dan

pemilihan orang-orang dari kelompok pelamar yang paling cocok dan

paling memenuhi syarat untuk jabatan dan posisi tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa seleksi adalah sebuah proses untuk memilih

pelamar atau calon karyawan mana yang paling memenuhi syarat untuk

posisi jabatan tertentu di perusahaan itu. Teknik seleksi yang biasa

dilakukan di perusahaan seperti: interview; tes psikologi; tes mengenai

hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan; biodata; dan referensi.

3. Training and developing

Tahap ketiga ini terjadi bila calon karyawan sudah diterima untuk bekerja

di perusahaan.Training dan pengembangan yang dilakukan perusahaan

bertujuan untuk melatih karyawan dan membiasakan karyawan baru

dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dalam proses tersebut karyawan

18

baru akan diberikan baik itu materi teori maupun praktek kerja lapangan

(Bohlander dan Snell 2010:151).

4. Performance appraisal

Proses ini haruslah dibantu dan didukung dengan kemampuan dan

keahlian karyawan dalam mengembangkan dan membuat suatu inovasi

terhadap pekerjaannya. Apabila karyawan tersebut dapat bekerja sesuai

target atau bekerja melebihi batas kemampuan dan standarisasi

perusahaan, maka karyawan tersebut berhak atas suatu penghargaan yang

didasarkan kepada kinerja atau performance appraisal (Bohlander dan

Snell 2010:151).

5. Compensation management

Tahap terakhir adalah proses pemberian kompensasi. Kompensasi yang

diberikan perusahaan dapat bersifat finansial berupa uang dan non-

finansial bukan berupa uang tetapi tantangan dalam pekerjaan yang

mereka lakukan.

2.2. Pengertian Person Organization Fit (PO Fit)

Beberapa dekade yang lalu, organisasi biasanya terfokus pada kepribadian

dan bagaimana mencocokkan kepribadian seorang karyawan dengan

pekerjaannya. Namun, beberapa tahun terakhir, perhatian mulai berkembang

dengan mencoba mencocokkan karyawan tersebut tidak hanya berdasarkan

kepribadiannya dengan pekerjaan, akan tetapi lebih luas terhadap organisasi.

Definisi-definisi Person-Organization Fit menurut para ahli disajikan dalam

Tabel 2

19

Tabel.2. Definisi Person-Organization Fit

Definisi Sumber

Person-organization fit secara luas sebagai

kesesuaian antara nilai-nilai organisasi dan

nilai-nilai individu

(Kristof, 1996; Netemeyer et al.,

1999; Vancouver et al., 1994)

Person-organization fit sebagai kesesuaian

antara keyakinan dan nilai-nilai individu dengan

budaya organisasi

Handler (2004)

Person-organization fit didasarkan pada asumsi

keinginan individu untuk memelihara

kesesuaian mereka dengan nilai-nilai organisasi

Schneider, Goldstein, dan Smith,

(1995)

Person-organization fit diartikan sebagai

kesesuaian nilai

Chatman(1989)

Person-organization fit diartikan sebagai

kesesuaian antara kepribadian individu dengan

karakteristik organisasi

Bowen et al, (1991)

Berdasarkan definisi pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa Person-

organization fit merupakan kesesuaian antara nilai-nilai yang terkandung

dalam perusahaan dengan kepribadian karyawan itu sendiri.

Menurut definisi Kristof-Brown etal., (2005:12), ada tiga komponen untuk

person-organization fit yaitu ;1) kesesuaian kepribadian karyawan dengan

karakteristik organisasi ;2) kesesuaian tujuan antara karyawan dan

organisasi ;dan 3) konsistensi antara nilai-nilai karyawan dan budaya

organisasi. Westerman dan Cyr (2004:255) menggambarkan person-

organization fit sebagai bangunan multidimensional yang terdiri dari tiga

jenis yaitu: nilai-nilai, kepribadian, dan lingkungan kerja.

Dalam person-organization fit, kesesuaian antara karyawan dengan organisasi

sangat ditekankan (Barrick dan Stevens, 2005:937). Ada dua bentuk person-

organization fit (Muchinsky dan Monahan, 1987 dalam Kristof, 1996:21);

20

a. Supplementary fit yaitu terjadi jika seseorang „melengkapi, menarik dan

memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lain” di dalam

lingkungan.

b. Complementary fit yaitu terjadi jika karakteristik seseorang menciptakan

lingkungan atau menambah sesuatu yang kurang dalam lingkungan

tersebut.

Berdasarkan asalnya, person-organization fit juga dapat dibedakan menjadi

need-supplies dan demand-ablities. Perspektif need supplies perspective:

person-organization fit terjadi jika organisasi mampu memuaskan kebutuhan,

keinginan dan preferensi individu. Sebaliknya berdasarkan perspektif

demand-abilities menyatakan bahwa kesesuaian itu terjadi jika individu dapat

memenuhi permintaan organisasi, (Sugianto,Thoyib dan Noermijati, 2012:3).

Menurut Kristof (1996:24), person-organization fit dapat diartikan dalam

empat konsep yaitu

1. Kesesuaian nilai adalah kesesuaian antara nilai instrinsik individu dengan

organisasi (Chatman, 1989; Judge dan Bretz, 1992;.Selanjutnya, Robbins

(2008,160:162) menyatakan bahwa untuk menghubungkan kepribadian

dan nilai seorang individu didasarkan pada kesesuaian antara

karakteristik kepribadian individu dengan organisasi, dan dalam

kesesuaian individu–organisasi, kesesuaian itu harus setarakan antara

individu dengan organisasi serta dengan pekerjaan.

21

2. Kesesuaian tujuan adalah kesesuaian antara tujuan individu dengan

organisasi dalam hal ini adalah pemimpin dan rekan sekerja. Menurut

Pratapa (2009:43) organisasi memiliki tujuan tertentu,begitu pula orang-

orang yang ada dalam organisasi juga memiliki tujuan tertentu. Apabila

tujuan organisasi dan tujuan individu saling bertentangan, kecil

kemungkinannya tujuan-tujuan berbeda itu bisa tercapai. Kesesuaian

tujuan yaitu suatu keadaan dimana tujuan individu sesuai dengan tujuan

organisasi.

3. Pemenuhan kebutuhan karyawan merupakan kesesuaian antara

kebutuhan-kebutuhan karyawan dan kekuatan yang terdapat dalam

lingkungan kerja dengan sistem dan struktur organisasi (Cable dan

Judge,1994; Turban dan Keon, 1994). Lingkungan kerja yang dimaksud

menurut Nitisemito (2002:55) adalah segala sesuatu yang ada disekitar

pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melaksanakan tugas

dan tanggung jawab sehari-hari, misalnya penerangan, suhu udara, ruang

gerak, keamanan, kebersihan, dan lain-lain.

4. Kesesuaian karakteristik kultur-kepribadian adalah kesesuaian antara

kepribadian (non nilai) dari setiap individu dan iklim atau kultur

organisasi (Bowen, Ledrof dan Nathan,1991). Maksud kultur atau

budaya organisasi menurut Wirawan (2007:10) adalah norma, nilai,

kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi dan sebagainya yang

dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin dan

anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota

22

baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi

pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi

produk, melayani para konsumen dan mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan definisi person-organiation fit, dapat disimpulkan sebagai

kesesuaian nilai antara individu dengan organisasi juga karakteristik individu

dengan organisasi. Karakter individu yang ada di Person-organiation fit juga

diperhatikan dalam penempatan karyawan di suatu perusahaan, misalnya bila

seorang karyawan akan dipindahkan dari kantor cabang ke kantor pusat, maka

si karyawan tersebut akan dinilai karakternya. Apakah karakter karyawan

tersebut dapat cocok dengan rekan sekerjanya nanti di kantor pusat. Hal ini

diperlukan guna menghindari terjadinya lingkungan kerja yang tidak

produktif dan untuk membuat lingkungan kantor lebih nyaman dalam bekerja.

Menurut Autry dan Daugherty (2003:175), dimensi dari person-organization fit

adalah adanya kesesuaian dengan tujuan perusahaan, kesesuaian dengan rekan

kerja, dan kesesuaian dengan supervisor. Berikut Tabel 3 tentang dimensi

person-organization fit.

Tabel.3. Dimensi Person-Organization Fit

Elemen –Elemen Organisasi

Komponen

Sikap

Individual

Kebijakan

danProsedurPerusahaan

Supervisor atau

Manager

Rekan Kerja

Kognitif

Kesesuaian

Kognitif

Perusahaan

Kesesuaian

Kognitif

Supervisor

Kesesuaian

Cognitive rekan

kerja

Afektif Kesesuaian

Afektif

Perusahaan

Kesesuaian

Afektif

Supervisor

Kesesuaian

Afektif rekan

kerja

Sumber: Aurty, C. W, dan Daugherty P. J., 2003

23

2.2.1. Petunjuk Praktis Untuk Mencapai Kesesuaian Orang Dengan

Organisasi

Handler (2004) memberikan beberapa petunjuk untuk mencapai kesesuaian

orang dengan organisasi (person-organization fit), yaitu:

1. Membangun kesesuaian di dalam setiap jenis pekerjaan.

Untuk mencapai kecocokan antara orang dengan organisasi sangat sulit

apalagi kesesuaian dalam hal pekerjaan. Adanya perbedaan pendapat

mungkin dapat menimbulkan keretakan hubungan antara rekan kerja

karena adanya perbedaan nilai dari orang atau rekan sekerja. Maka dari

itu nilai organisasi perlu dipahami dan disampaikan dalam seleksi awal.

2. Gunakan data person-organization fit untuk melengkapi data person-job

fit.

Sebelum menempatkan orang pada pekerjaan yang sesuai, hal pertama

yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian orang itu dengan organisasi

terlebih dahulu. Jadi bisa dilihat apakah karakteristik dan nilai individu

orang tersebut sudah cocok dengan organisasi atau tidak, bila nilai dan

karakteristik individu orang tersebut sesuai dengan organisasi, maka

setelah itu mencari person-job fit nya karena bila data person-

organization fit tidak digunakan maka perusahaan tidak akan mengetahui

apakah orang tersebut cocok berada di dalam organisasi atau tidak.

3. Gunakan kesesuaian untuk mengoptimalkan kelompok-kelompok dalam

organisasi pada saat membuat penugasan internal.Salah satu manfaat data

person-organization fit adalah membantu organisasi dalam menentukan

24

individu yang tepat untuk sebuah penugasan internal. Daftar nilai-nilai

yang dikumpulkan selama proses hiring dapat digunakan untuk

membantu memastikan bahwa seorang pekerja tidak ditugaskan pada

sebuah kelompok kerja yang memiliki budaya yang tidak sejalan dengan

nilai-nilai yang mereka miliki. Bentuk evaluasi seperti ini bisa

memberikan pengaruh yang kuat terhadap produktifitas kelompok kerja

dalam organisasi.

4. Pelajari pengaruh dari person-organization fit.

5. Organisasi harus mengumpulkan beberapa data yang memperlihatkan

dampak dari kesesuaian yang dihasilkan. Organisasi menggunakan model

person-organization fit dalam proses hiring dikarenakan manfaat yang

diharapkan baik yang terlihat, seperti berkurangnya turnover maupun

yang tidak terlihat seperti meningkatnya komitmen terhadap organisasi

dan misinya.

2.2.2. Manfaat dan Masalah Potensial dari Model Hiring Person–organization

fit

Bowen, Ledford, dan Nathan (1991:39) terdapat manfaat potensial yang

diperoleh dengan menerapkan hiring for person-organization, yaitu: a)

pekerja memiliki sikap yang baik; b) perilaku individu yang lebih baik; dan

c) memperkuat desain organisasi.

Schneider menyatakan hiring terhadap individu dengan nilai-nilai yang

sama akan memunculkan masalah bagi budaya organization karena

homogenitas nilai-nilai pekerja bisa menimbulkan disfungsi organisasi dan

25

balikan mengarah pada kehancuran. Sementara itu Karen dan Graves (1994)

juga menyebutkan beberapa konsekuensi lain yang timbul dari penggunaan

kriteria seleksi berdasarkan atas kesesuaian antara pelamar dengan

organisasi yaitu:

a. Akan menciptakan organisasi yang terlalu homogen.Tingkat

homogenitas yang tinggi mungkin mengurangi kemampuan organisasi

untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan.

b. Cenderung merugikan anggota dari kelompok minoritas. Hal ini terutama

terjadi jika penilaian dilakukan dengan menggunakan wawancara yang

tidak terstruktur sehingga anggota kelompok minoritas yang tidak sama

secara demografi dengan pewawancara akan dianggap memiliki tingkat

kesesuaian yang rendah.

c. Ukuran kesesuaian antara pelamar dan organisasi mungkin akan usang

bila organisasi tersebut mengalami perubahan. Karena itu organisasi

harus dipersiapkan untuk memodifikasi ukuran kesesuaiannya.

2.3. Pengertian Motivasi Kerja

Seseorang yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam

bekerja. Konsep motivasi, merupakan konsep penting studi tentang kinerja

individual. Dengan demikian,motivasi berarti pemberian motif, penimbulan

motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan

dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa motivasi adalah faktor yang

mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu.

26

Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan

memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subjek yang penting

bagi manajer, karena manajer harus bekerja dengan dan melalui orang lain.

Manajer perlu memahami orang-orang yang berperilaku tertentu agar dapat

mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi

(Handoko, 2002:45).

Robbins (2006:30) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk

melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi

untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu

untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.

Menurut Mangkunegara (2009:67), terdapat dua teknik memotivasi kerja

karyawan yaitu: 1) teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya bahwa

pemenuhan kebutuhan pegawai merupakuan fundamental yang mendasari

perilaku kerja;dan 2) teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan salah

satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara

mempengaruhi secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan dengan

istilah “AIDDAS” yaitu attention (perhatian), interest (minat), desire (hasrat),

decision (keputusan), action (aksi atau tindakan), dan datisfaction (kepuasan).

Hughes et al dalam (Koesmono, 2005:6) mengatakan pada umumnya dalam

diri pekerja ada dua hal yang penting yaitu kompensasi dan pengharapan.

Kompensasi adalah imbal jasa dari pengusaha kepada karyawan yang telah

memberikan kontribusinya selalu menjadikan sebagai ukuran puas atau

27

tidaknya seseorang dalam menjalankan tugasnya atau pekerjaannya, sedang

pengharapan adalah harapan yang akan diperoleh dalam melakukan

kegiatannya sehingga dapat memacu seseorang untuk maju.

Herzberg dalam (Robbins, 2006:35), memperkenalkan teori motivasi higiene

atau yang sering disebut dengan teori dua faktor, yang berpendapat bahwa

hubungan individu dengan pekerjaannya merupakan hubungan dasar dan

bahwa sikap seseorang terhadap kerja sangat menentukan kesuksesan atau

kegagalan individu tersebut. Herzberg juga menyatakan bahwa terdapat faktor

yang diinginkan seseorang terhadap pekerjaan mereka. Dari respon yang

dikategorikan, diketahui bahwa respon mereka yang merasa senang berbeda

dengan respon mereka yang tidak merasa senang. Beberapa faktor tertentu

cenderung secara konsisten terkait dengan kepuasan kerja dan yang lain

terkait dengan ketidakpuasan kerja.

Selanjutnya, untuk mengukur motivasi kerja yang diuji dalam penelitian ini,

digunakan indikator-indikator yang dikembangkan oleh Herzberg (dalam

Robbins, 2006:45), meliputi motivasi intrinsik terdiri dari : (1) kemajuan, (2)

pengakuan, dan (3) tanggung jawab, sedangkan motivasi ekstrinsik terdiri

dari : (4) pengawasan, (5) gaji, (6) kebijakan perusahaan dan (7) kondisi

pekerjaan. Perubahan motivasi kerja ke arah yang semakin tinggi sangat

penting. Motivasi ini akan berhubungan dengan : (a) arah perilaku karyawan,

(b) kekuatan respon setelah karyawan memilih mengikuti tindakan tertentu, (c)

ketahanan perilaku atau berapa lama orang itu terus menerus berperilaku

28

menurut cara tertentu. Responden yang merasa senang dengan pekerjaan

mereka cenderung mengkaitkan faktor ini dengan diri mereka. Di pihak lain,

bila mereka tidak puas, mereka cenderung mengkaitkan dengan faktor-faktor

ekstrinsik seperti: pengawasan, gaji, kebijakan perusahaan, dan kondisi

pekerjaan

2.3.1. Teori-teori Motivasi

Untuk mencapai keefektifan motivasi, maka diperlukan teori-teori motivasi

dari para ahli sebagai pendukungnya.

1. Teori Motivasi Mc Cleland

Menurut David Mc Cleland yang dikutip oleh Gibson (2001:12) terdapat

tiga macam kebutuhan yang perlu diperhatikan pegawai yaitu :

Kebutuhan akan prestasi (needs for achievement = nAch), kebutuhan

akan kelompok pertemanan (needs for affliliation = nAff) dan kebutuhan

akan kekuasaan (needs for power = nPower), dimana apabila kebutuhan

seseorang terasa sangat mendesak, maka kebutuhan itu akan memotivasi

orang tersebut untuk berusaha keras memenuhinya. Berdasarkan teori ini

kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibangun dan dikembangkan

melalui pengalaman dan pelatihan. Orang yang tinggi dalam nAch akan

lebih menyukai pekerjaan dengan tanggung jawab individu, umpan balik

dari kinerja, dan tujuan yang menantang.

2. Teori Herzberg

Teori Dua Faktor yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg merupakan

kerangka kerja untuk memahami implikasi motivasional dari lingkungan

29

kerja dan dua faktor tersebut adalah: faktor higienis (sumber

ketidakpuasan) dan faktor pemuas (sumber kepuasan). Dalam teorinya,

Herzberg menyakini bahwa kepuasan kerja memotivasi pada capaian

kinerja yang lebih baik. Faktor higienis seperti kebijakan organisasi,

supervisi dan gaji dapat menghilangkan ketidakpuasan. Faktor ini

berhubungan erat dengan pekerjaan. Perbaikan hubungan pekerjaan tidak

mengarah pada kepuasan yang lebih besar, tetapi diharapkan akan

mengurangi ketidakpuasan. Dilain pihak, motivator atau pemuas seperti

pencapaian, tanggung jawab dan penghargaan mendukung pada

kepuasan kerja. Motivator berhubungan erat dengan kerja itu sendiri atau

hasil langsung yang diakibatkannya, seperti peluang promosi, peluang

pertumbuhan personal, pengakuan tanggung jawab dan prestasi.

Perbaikan dalam isi pekerjaan mendorong pada peningkatan kepuasan

dan motivasi untuk bekerja lebih baik.

3. Teori X dan Y.

Teori motivasi milik Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan

yang nyata mengenai manusia, yakni: pandangan pertama pada dasarnya

negatif disebut Teori X, dan yang lain pada dasarnya positif disebut Teori

Y. McGregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang pemimpin

mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi

tertentu, dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka

terhadap pegawai berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.

30

Menurut Teori X, empat asumsi negatif yang dimiliki yakni:

a. Pegawai pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan, dan sebisa

mungkin untuk menghindarinya.

b. Karena pegawai tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa,

dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan-

tujuan.

c. Pegawai akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah

formal bilamana mungkin.

d. Sebagian pegawai menempatkan keamanan di atas semua faktor lain

yang terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.

Kontras dengan pandangan negatif tersebut diatas, McGregor membuat

empat asumsi positif yang disebutnya Teori Y yaitu:

a. Pegawai menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti

halnya istirahat atau bermain.

b. Pegawai akan berlatih mengendalikan diri, dan emosi untuk mencapai

berbagai tujuan.

c. Pegawai akan bersedia belajar untuk menerima, bahkan belajar lebih

bertanggung jawab.

d. Pegawai mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang

diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang

menduduki posisi manajemen.

31

Kesimpulan dari teori ini yaitu Teori X berasumsi bahwa kebutuhan-

kebutuhan tingkat yang lebih rendah mendominasi individu, sedang Teori

Y berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih tinggi

mendominasi individu. McGregor sendiri meyakini bahwa asumsi Teori

Y lebih valid daripada Teori X.

2.4. Kinerja Karyawan

2.4.1. Definisi Kinerja Karyawan

Kekuatan setiap organisasi adalah terletak pada orang-orangnya, sehingga

prestasi suatu organisasi tidak terlepas dari prestasi setiap individu yang

terlibat di dalamnya. Kinerja karyawan atau pegawai pada dasarnya adalah

merupakan hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu

dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target,

sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah

disepakati bersama. Tinggi rendahnya kinerja karyawan merupakan ukuran

terhadap efisiensi dan efektivitas suatu organisasi dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Penekanan kinerja dapat bersifat jangka pendek

maupun jangka panjang, juga dapat pada tingkatan individu, kelompok atau

organisasi. Kinerja individu berakibat pada kinerja kelompok yang

selanjutnya memberikan kontribusi pada kinerja organisasi.

Kinerja adalah hasil atau keluaran dari suatu proses, kinerja memiliki

hubungan yang erat dengan produktivitas karena merupakan indikator dalam

32

menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang

tinggi dalam suatu organisasi (Soedarmayanti, 2001:21).

Pada hakikatnya, kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar dan kriteria yang

ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan salah satu

kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja atas tugas yang

diberikan. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan.

Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki

derajat kesediaan dan tingkat kemampuan. Kinerja merujuk kepada tingkat

keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai

dengan baik, maka kinerja dinyatakan baik dan sukses. Kinerja juga

dinyatakan sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik

yang dilakukan oleh individu, kelompok atau perusahaan. Untuk

menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat

kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. (Griffin, 1987; Cascio, 1995;

Stoloviych and Keeps, 1992; Schermerhorn et, al., 1991; Donnely et al.,

1994; Hersey and Blanchard, 1993; Rivai, 2005).

Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A),

motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu

kinerja = f (A × M × O). Artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan,

motivasi dan kesempatan Robbins (Moeheriono, 2009:61). Dengan

demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan

33

kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi

yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang

mengendalikan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia

dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat.

2.4.2. Penilaian Kinerja

Notoatmodjo dan Soekidjo (2003:143) menjelaskan bahwa penilaian kinerja

yang baik harus dapat menggambarkan secara akurat tentang apa yang

diukur. Agar penilaian mencapai tujuan ini, maka ada dua hal yang perlu

diperhatikan, yaitu :

1. Penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan (job related),

artinya sistem penilaian itu benar-benar menilai perilaku atau kerja yang

mendukung kegiatan organisasi dimana karyawan itu bekerja.

2. Adanya standar pelaksanaan kerja (performance standard). Standar

pelaksanaan adalah ukuran yang dipakai untuk menilai kinerja tersebut,

agar penilaian itu efektif, maka standar penilaian hendaknya

berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerjaan.

Dengan demikian, standar pelaksanaan kerja menjadi alat ukur kinerja.

Pelaksanaan pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan kinerja

dibutuhkan suatu penilaian yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Cascio

(1995:275) menyatakan bahwa syarat-syarat dari sistem penilaian kinerja

meliputi :

34

1. Relevance artinya bahwa suatu sistem penilaian digunakan untuk

mengukur kegiatan-kegiatan yang ada hubungan antara hasil pekerjaan

dan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu

2. Acceptability artinya bahwa hasil dari sistem penilaian tersebut dapat

diterima dari kesuksesan pelaksanaan pekerjaan dalam suatu organisasi

3. Reliability artinya bahwa hasil dari sistem penilaian tersebut dapat

dipercaya. Reliabilitas sistem penilaian dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain; waktu dan frekuensi penilaian

4. Sensitivity artinya bahwa sistem penilaian tersebut cukup peka dalam

menunjukkan kegiatan yang berhasil atau gagal dilakukan oleh seorang

karyawan. Hal ini sangat penting, karena jangan sampat terjadi suatu

sistem tidak memiliki kemampuan membedakan karyawan yang berhasil

dan karyawan yang tidak berhasil

5. Practically artinya bahwa sistem penilaian dapat mendukung secara

langsung tercapainya tujuan organisasi perusahaan melalui peningkatan

produktivitas para karyawan

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tetapi

berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh

keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Menurut model partner-

lawyer dalam Rivai (2005:42), kinerja individu dipengaruhi oleh faktor-

faktor: a) harapan mengenai imbalan; b) dorongan; c) kemampuan;

kebutuhan dan sifat; d) persepsi terhadap tugas; d) imbalan internal dan

eksternal; dan e) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.

35

Kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu : 1) kemampuan; 2)

keinginan; dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja

yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk

mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga

faktor ini, kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan demikian, kinerja

individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan

kemampuan.

Rivai (2005:45) menyebutkan faktor-faktor yang menandai kinerja adalah

hasil ketentuan: 1) kebutuhan yang dibuat pekerja; 2) tujuan yang khusus; 3)

kemampuan; 4) kompleksitas; 5) komitmen; 6) umpan Balik; 7) situasi; 8)

pembatasan; 9) perhatian pada setiap kegiatan; 10) usaha; 11) ketekunan; 12)

ketaatan; 13) kesediaan untuk berkorban; dan 14) memiliki standar yang

jelas.

2.4.3. Tujuan Penilaian Kinerja

Evaluasi terhadap kinerja merupakan masukan untuk pengambilan

keputusan penting seperti promosi, transfer, dan pemutusan hubungan kerja.

Evaluasi mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Evaluasi berfokus pada keterampilan dan kompetensi karyawan. Nawawi

(2012:78) mengatakan bahwa penilaian prestasi kerja atau kinerja

mempunyai tujuan yang berindikator luas yaitu sebagai berikut:

36

1. Tujuan Umum.

a. Penilaian kinerja bertujuan untuk memperbaiki pekerjaan karyawan,

dengan memberikan bantuan agar setiap pekerja mewujudkan dan

menggunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal dan

melaksanakan misi organisasi atau perusahaan melalui pelaksanaan

pekerjaan masing-masing.

b. Penilaian kinerja bertujuan untuk menghimpun dan mempersiapkan

informasi bagi pekerja dan para manajer dalam membuat keputusan

yang dapat dilaksanakan sesuai dengan bisnis organisasi atau

perusahaan di tempatnya bekerja.

c. Penilaian kinerja secara umum bertujuan untuk menyusun

inventarisasi SDM di lingkungan organisasi atau perusahaan yang

dapat digunakan dalam mendesain hubungan antara atasan dan

bawahan, guna mewujudkan saling pengertian dan penghargaan

dalam rangka mengembangkan keseimbangan antara keinginan

pekerja secara individual dengan sasaran organisasi atau perusahaan,

dan dari hasil tersebut dapat pula diketahui tentang kepuasan kerja

atau sebaliknya. Di samping itu dapat pula digunakan untuk

menyusun program pengembangan pribadi, pengembangan karier,

program pelatihan, dan lain-lain bagi setiap pekerja

d. Penilaian kinerja bertujuan untuk meningkatkan motivasi kerja yang

berpengaruh pada prestasi para pekerja dalam melaksanakan tugas-

tugasnya. Untuk itu hasil penilaian perlu diketahui oleh pekerja. Dari

37

satu sisi pengetahuan tentang keberhasilannya akan menjadi

motivasi untuk mempertahankannya dan bahkan untuk lebih

meningkatkannya di masa depan. Sebaliknya informasi kegagalan

dapat digunakan oleh organisasi atau perusahaan dalam usaha

mendorong pekerja memperbaiki kekurangan atau kelemahannya

agar di masa depan kinerjanya lebih meningkat, penilaian karya

bertujuan untuk meningkatkan kinerja SDM.

2. Tujuan Khusus

a. Penilaian kinerja bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat

digunakan sebagai dasar melakukan promosi, menghentikan

pelaksanaan pekerjaan yang keliru atau tindakan memperbaiki

(melaksanakan konseling), menegakkan disiplin sebagai kepentingan

bersama, menetapkan pemberian penghargaan atau balas jasa, dan

merupakan ukuran dalam mengurangi atau menambah pekerja

melalui perencanaan SDM.

b. Penilaian kinerja bertujuan untuk menghasilkan informasi yang

dapat dipergunakan sebagai kriteria dalam membuat test yang

validitasnya tinggi. Dengan kata lain, informasi penilaian karya

dapat digunakan untuk keperluan rekruitmen dan seleksi, karena

dengan test yang valid akan diperoleh hasil berupa nilai yang dapat

digunakan untuk memprediksi kemampuan calon pekerja dalam

mengisi kekosongan, sehingga dapat diperoleh pekerja yang

berkualitas.

38

c. Penilaian kinerja menghasilkan informasi sebagai umpan balik bagi

pekerja dalam meningkatkan efisiensi kerja, dengan memperbaiki

kekurangan atau kekeliruannya dalam melaksanakan pekerjaan.

Pekerja yang berstatus bawahan dapat mempergunakan informasi

hasil penilaian karya untuk mengembangkan diri masing-masing

secara individual.

d. Penilaian kinerja bertujuan untuk menghasilkan informasi yang

dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pekerja dalam

meningkatkan kinerja, baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan

keterampilan dalam bekerja maupun yang menyentuh sikap terhadap

pekerjaannya. Dengan demikian informasi penilaian karya dapat

digunakan untuk menetapkan tujuan dan materi di dalam kurikulum

pelatihan tenaga kerja.

e. Penilaian kinerja bertujuan untuk memberikan informasi tentang

spesifikasi jabatan, baik untuk pembidangan maupun

perjenjangannya dalam struktur organisasi. Spesifikasi ini dapat

membantu dalam memecahkan masalah dalam organisasi atau

perusahaan.

f. Penilaian kinerja bertujuan untuk meningkatkan komunikasi sebagai

usaha mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis antara

atasan dan bawahan, terutama jika penilaian dilakukan dengan

metode interview.

39

2.4.4. Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja menurut Nawawi (2012:80), diantaranya adalah :

1. Manfaat bagi karyawan yang dinilai adalah a) meningkatkan kualitas

kerja; b) adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka; c)

umpan balik dari kinerja masa lalu yang akurat dan konstruktif; d)

pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan yang dimiliki; e)

pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan

membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin;

f) adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas; g) peningkatan

pengertian tentang nilai pribadi; h) kesempatan untuk mendiskusikan

permasalahan pekerjaan dan bagaimana mereka dapat mengatasinya; g)

pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu

dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut; h) adanya pandangan

yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan; i) kesempatan untuk

mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun, dorongan atau pelatihan

yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita karyawan; dan j)

meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan.

2. Manfaat bagi Penilai (Manajer), yaitu a) kesempatan untuk mengukur

dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja karyawan untuk

perbaikan manajemen; b) kesempatan untuk mengembangkan pandangan

umum tentang pekerjaan individu dan departemen secara lengkap; c)

memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik

untuk pekerjaan manajer sendiri maupun pekerjaan bawahannya; d)

40

identifikasi gagasan terhadap peningkatan tentang nilai pribadi; e)

peningkatan kepuasan kerja; f) pemahaman yang lebih baik terhadap

karyawan, tentang rasa takut, rasa grogi, harapan dan aspirasi mereka; g)

meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer maupun dari para

karyawan; h) kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai

dengan memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana

mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada

perusahaan; i) meningkatkan rasa harga diri yang kuat di antara manajer

dan juga para karyawan, karena telah berhasil mendekatkan ide dari

karyawan dengan ide dari para manajer; j) sebagai media untuk

mengurangi kesenjangan antara sasaran individu dengan sasaran

kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran perusahaan; k)

kesempatan bagi manajer untuk menjelaskan kepada karyawan apa yang

sebenarnya diinginkan oleh perusahaan dari para karyawan sehingga para

karyawan dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya dan berdaya

sesuai dengan harapan dari manajer; l) sebagai media untuk

meningkatkan inter personal relationship atau hubungan antar pribadi

antara karyawan dengan manajer; m) dapat sebagai sarana meningkatkan

motivasi karyawan dengan lebih memusatkan perhatian kepada mereka

secara pribadi; n) merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar

dapat menilai kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada

kemungkinan merevisi target atau menyusun prioritas baru; o) bisa

mengidentifikasi kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas karyawan.

41

2.4.5. Ukuran-ukuran Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja karyawan dapat dilakukan terhadap hasil pekerjaan yang

dicapai karyawan dalam kurun waktu tertentu berdasarkan kuantitas dan

kualitas hasil kerja serta kehadiran karyawan, seperti dikemukakan

Mangkunegara (2009:67), penilaian kinerja karywan berkenaan dengan

hasil pekerjaan yang dicapai karyawan dalam kurun waktu tertentu yang

diukur berdasarkan kuantitas maupun kualitas hasil kerja.

Meier dalam (As‟ad, 1995:21) menyatakan bahwa yang umum dianggap

sebagai kriteria penilaian kinerja karyawan, antara lain; kualitas, kuantitas,

waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi, dan keselamatan dalam

menjalankan tugas pekerjaannya. Indikator mana yang lebih penting adalah

berbeda antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya. Untuk

memudahkan pengukuran kinerja ini, Meier membagi pekerjaan menjadi

dua jenis, yaitu :

a. Pekerjaan produksi, dimana secara kuantitatif orang bisa membuat

standar yang obyektif. Hasil produksi seseorang bisa langsung dihitung,

dan mutunya dapat dinilai pula melalui pengujian hasil

b. Pekerjaan non produksi, dimana penentuan sukses tidaknya seseorang di

dalam tugas biasanya didapat melalui human judgements atau

pertimbangan subyektif. Ada beberapa cara yang umum ditempuh antara

lain melalui penilaian (rating) oleh atasan, rating oleh rekan kerja, dan

self rating. Karena cara yang demikian ini lebih bersifat subyektif, maka

42

sedapat mungkin diusahakan adanya standar yang obyektif dan kalau

tidak memungkinkan baru ke langkah yang kedua.

Menurut Gomes (2000:72), ada beberapa tipe kriteria penilaian kinerja yang

didasarkan atas deskripsi perilaku yang spesifik di antaranya adalah :

a. quantity of work yaitu jumlah kerja yang dihasilkan dalam suatu periode

waktu yang telah ditentukan;

b. quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-

syarat kesesuaian dan kesiapannya;

c. creativeness yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul;

d. cooperation yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain;

e. dependability yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran

dan penyelesaian pekerjaan;

f. initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

memperbesar tanggung jawabnya; dan

g. personal qualities menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-

tamahan dan integritas pribadi.

Robbins (2006:56), menjelaskan tentang tiga perangkat kriteria yang

populer dalam evaluasi kinerja yakni hasil tugas individual, perilaku dan ciri.

1. Hasil tugas individual.

43

Tujuan akhir yang diperhitungkan dan bukannya cara mencapai hasil,

maka manajemen posisi seharusnya mengevaluasi hasil tugas dari

seorang karyawan.

2. Perilaku.

Di dalam banyak kasus, sukar untuk mengenali hasil spesifik yang dapat

dikaitkan secara langsung dengan tindakan seorang karyawan, hal ini

sesuai untuk personalia dalam staf dan individu yang tugas kerjanya

merupakan bagian dari intrinsik dari suatu upaya kelompok. Kinerja

kelompok itu mungkin mudah untuk dievaluasi, tetapi sumbangan dari

tiap anggota kelompok akan menjadi sulit untuk dikenali dengan jelas.

3. Ciri.

Perangkat kriteria terlemah tapi masih digunakan oleh organisasi adalah

ciri individu. Ciri seperti misalnya mempunyai „sikap yang baik‟

menunjukkan „rasa percaya diri‟, „dapat diandalkan‟ atau „kooperatif‟,

„tampak sibuk‟ atau memiliki „banyak sekali pengalaman‟ bisa atau

sama sekali tidak bisa dikorelasikan dengan hasil tugas yang positif,

tetapi hanya yang naif akan mengabaikan kenyataan bahwa ciri-ciri

semacam itu sering digunakan sebagai kriteria menilai tingkat kinerja

karyawan.

44

2.5. Penelitian Terdahulu

2.5.1. Pengaruh Person-Organization Fit Terhadap Kinerja Karyawan

Scheineder (1988), mengemukakan bahwa individu tertarik dan merasa

nyaman berada di organisasi dikarenakan adanya kesamaan karakteristik

diantara keduanya. Meglino (1989), mengemukakan bahwa individu yang

mempunyai nilai-nilai yang sama dengan organisasi, maka mereka akan

mudah berinteraksi secara efisien dengan sistem nilai organisasi,

mengurangi ketidakpastian, dan konflik serta meningkatkan kepuasan dan

komitmen serta meningkatkan kinerja. Hasil dari beberapa penelitian

dengan memakai kesamaan nilai yang dirasakan dengan budaya organisasi

yang dirasakan sangat jelas mengindikasikan bahwa kesamaan yang

dirasakan berhubungan positif dengan outcomes affective seperti kepuasan,

komitmen dan keterlibatan (Cable dan Judge, 1996; Chaw et al., 1994).

Penelitian Tepeci (2001), mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif

antara person-organization fit dengan kinerja yang merupakan employee

outcomes. Selanjutnya Kristof (1996) mengemukakan hasil empiris yang

mendukung bahwa ada pengaruh positif antara person-organization fit

dengan kepuasan kerja, komitmen organisasional, extra role behavior,

kinerja dan menurunkan stress dan turnover.

Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat dijelaskan bahwa person-

organization fit berpengaruh terhadap kinerja karyawan, sehingga menjadi

dasar dalam membentuk hipotesis penelitian

45

2.5.2. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Motivasi merupakan hasrat di dalam seseorang yang menyebabkan orang

tersebut melakukan tindakan. Seseorang sering melakukan tindakan untuk

suatu hal mencapai tujuan. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya

mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan

memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk mewujudkan

tujuan perusahaan.

Motivasi seorang berawal dari kebutuhan, keinginan dan dorongan untuk

bertindak demi tercapainya kebutuhan atau tujuan. Hal ini menandakan

seberapa kuat dorongan, usaha, intensitas, dan kesediaanya untuk berkorban

demi tercapainya tujuan. Dalam hal ini semakin kuat dorongan atau

motivasi dan semangat akan semakin tinggi kinerjanya.

Mangkunegara (2005:67), menyatakan faktor yang mempengaruhi kinerja

adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi. Sementara Malthis (2007 :84)

menyatakan kinerja yang dicari oleh perusahaan dari seseorang tergantung

dari kemampuan, motivasi, dan dukungan individu yang diterima. Menurut

Munandar (2001:10) ada hubungan positif antara motivasi dan kinerja

dengan pencapaian prestasi, artinya karyawan yang mempunyai motivasi

prestasi yang tinggi cenderung mempunyai kinerja tinggi, sebaliknya

mereka yang mempunyai kinerja rendah dimungkinkan karena motivasinya

rendah. Penelitian Suharto dan Budhi Cahyono (2005 : 15), juga menguji

46

hubungan motivasi dengan kinerja karyawan, bahwa motivasi kerja

berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

Motivasi seorang berawal dari kebutuhan, keinginan dan dorongan untuk

bertindak demi tercapainya kebutuhan atau tujuan. Motivasi merupakan

variabel penting, yang dimana motivasi perlu mendapat perhatian yang

besar pula bagiorganisasi dalam peningkatan kinerja pegawainya. Dapat

disimpulkan bahwa motivasi mempengaruhi kinerja karyawan.

Penelitian Ajila dan Abiola (2004: 35) memperlihatkan ada hubungan yang

signifikan antara penghargaan ekstrinsik dan kinerja pekerja, diterima. Hal

ini menunjukkan bahwa imbalan ekstrinsik yang diberikan kepada pekerja

dalam sebuah organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja

pekerja. Selanjutnya, penelitian Chowdhury (2007 : 9) memperlihatkan hasil

bahwa pentingnya perilaku motivasi berprestasi otoriter dan positif dari

pengawas dalam meningkatkan motivasi tenaga penjualan dan kinerja kerja.

Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat dijelaskan bahwa motivasi

kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan, sehingga menjadi dasar dalam

membentuk hipotesis penelitian.