Askep Stroke Non Hemorogik
-
Upload
xtianto-adjie -
Category
Documents
-
view
71 -
download
3
description
Transcript of Askep Stroke Non Hemorogik
Perawatan pasien Stroke non hemorogik
A. Konsep Dasar
1. Defenisi
Stroke non hemorogik adalah bila gangguan peredaran darah otak ini
berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 -
20 menit) tapi kurang dari 24 jam. (Arief Inansjoer, 2000 : 17)
Stroke non hemorogik adalah penyakit atau kelainan dan penyakit
pembuluh darah otak, yang mendasari terjadinya stoke misalnya arteriosclerosis
otak, aneurisma, angioma pembuluh darah otak. (dr. Harsono, 1996 : 25)
Stroke non hemorogik adalah penyakit yang mendominasi kelompok usia
menengah dan dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian
arterosklerosis (trombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetus oleh
adanya faktor predisposisi hipertensi (Satyanegara, 1998 : 179)
2. Klasifikasi
Stroke non hemorogik dapat dijumpai dalam 4 bentuk :
a. Serangan Iskemio Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Deficit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neorological Deficit
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akn hilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progesif (Progessive Stroke/Stroke in Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke Komplit (Completed Stroke/Permanent Stroke)
3. Etiologi
Penyebab dari stroke non hemorogik dapat disebabkan oleh penyempitan
atau tertutupnya salah satu pembuluh darah ke otak, ini terjadi karena :
a. Trombosis Selebral
Ini terjadi karena adanya aterosklerosis. Trombosis ini biasanya
terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi terjadi dan menyebabkan iskemik
jaringan otak, edema dan kongesti di daerah sekitarnya. Thrombus bisa
terjadi pada saat tidur atu setelah bangun tidur. Ini terjadi pada orang tua
yang mengalami aktifitas simpatis dan menyebabkan menurunnya tekanan
darah sehingga dapat mengakibatkan iskemik selebral.
b. Emboli Serebral
Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak, oleh bekuan darah
lemak dan udara. Emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas
menyumpat sistem arteri selebral.
c. Perdarahan Intraselebral
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak karena aterosklerosis
dan hipertensi. Pada umumnya ini terjadi pada usia di atas 50 tahun sebagai
akibat pecahnya pembuluh arteri otak dan akan menyebabkan perembesan
darah ke dalam parenkim otak yang dapat menyebabkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak internal tertekan sehingga
menyebabkan infark otak dan edema. (Depkes, 1996 : 49)
4. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi
Darah arteri ke otak di suplai oleh dua arteria karotis interna
(dianterior) dan dua arteri vertebralis (diposterior). Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta. Di sebelah kanan, trunkus brakio sefalikus (arteri
enominata) akan berkurang menjadi arteri karotis komunis kanan yang
memperdarahi lengan. Di sebelah kiri, arteri karotis komunis kiri dan arteri
subklaria kiri masing-masing langsung dicabangkan dari lingkung aorta.
Secara umum, arteri serebri berupa arteri penghantar (konduktif) atau
arteri yang menembus (penetran). Arteri konduktif carteri, karotis, selebri
media dan selebri anterior, vertebrates basilaris dan selebri posterior dan
cabang-cabangnya membentuk jalinan yang luas meliputi permukaan otak.
Arteri penetran merupakan pembuluh darah yang mengalirkan nutrisi ini
masuk ke dalam otak dengan sudut tegak lurus yang menyediakan darah
bagi struktur-struktur yang terdapat di bawah korteks seperti kapsula interna
dan ganglia basalis. (Price, S.A, 1995 : 962)
Bagian dalam otak terutama ganglion basalis, capsula interna dan
thalamu terutama dipelihara oleh cabang-cabang arteria yang berasal dari
arteria yang membentuk sirkulus willisi. Arteri itu juga berhubungan satu
sama lain dan dengan a.corticalis tetapi sambungan ini tidak cukup menahan
nekrosis (kerusakan) jaringan yang disebabkan penyumbatan salah satu
diantaranya dan memelihara jaringan tersebut. Yang sering terjadi
perdarahan adalah yang dipelihara oleh a.lenticulostriata dan disebut
a.cerebralis hemore-hagica-capiler pada substantia otak membentuk
anyaman yang saling berhubungan sehingga terjadi susunan pembuluh
darah yang berhubungan dengan distribusi sel syaraf. Kepadatan kapiler
yang berbeda pada otak yang sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.
(Djoemikan, 1994 : 126)
b. Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisper otak dan sistem
vertebratis terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemispel.
Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama oleh tiga faktor yaitu :
1) Tekanan untuk memompakan darah dari sistem arteri kapiler ke sistem
vena.
2) Tahanan (parefer) pembuluh darah otak.
3) Viskositas darah dan keagulobilitasnya.
Dari faktor utama yang terpenting adalah tekanan darah sistemik
(faktor jantung, darah dan pembuluh darah) dan faktor kemampuan khusus
pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik
naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi
sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi. Pembuluh darah otak (yang
berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50 -150 mmhg).
Faktor darah selain viskositas dan daya membekunya juga
diantaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Viskositas/kekentalan yang tinggi mengurangi ADO
sedangkan koagolubilitas yang besar juga memudahkan terjadinya
trombosis, dan aliran darah lambat akibat ADO yang menurun. (dr. Haisono,
1996 : 27)
5. Fatofiologi
Infark regional kortikal, sub kortikal ataupun infark regional di batang otak
terjadi karena daerah perdarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat aliran
darah. Aliran/suplai adalah tidak dapat disampaikan ke daerah tersebut karena
arteri tersumbat atau pecah sebagai akibat keadaan tersebut dapat terjadinya
anoksia atau hypoksia.
Bila aliran darah ke otak berkurang sampai 24 - 30 ml/100 gr, jaringan akan
terjadi ischemia untuk jangka waktu yang lama dan bila otak hanya mendapat
suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan otak, maka akan terjadi infark
jaringan otak yang permanen.
Gabungan aliran darah otak yang mengakibabkan stroke dapat disebabkan
oleh penyempitan atau tertutupnya salah satu pembuluh darah ke otak dan ini
terjadi karena :
a. Trombosis serebral, yang diakibatkan adanya aterosclerosis, pada
umumnya menyerang usia lanjut. Trombosis ini dapat menyebabkan iskemik
jaringan otak, edema, dan kongesti. Terbentuknya trombus biasanya terjadi
pada orang tua atau usia yang mengalami penurunan aktifitas simpatis dan
posisi recumbent menyebabkan menurunnya tekanan darah sehingga dapat
mengakibatkan sistemik serebral.
b. Emboli Cerebral, merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri cerebral. Emboli
cerebral pada umumnya berlangsung cepat dan gejala yang timbul kurang
dari 10 - 30 detik.
c. Perdarahan Intracerebral, terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak, ini
terjadi karena ateroclerosis dan hypertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
akan menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
menyebabkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak internal
tertekan sehingga menyebabkan infark otak, edema, dan mungkin terjadi
hemiasi otak. (Depkes, 1996 : 49 - 50)
6. Manifestasi Klinis
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi stroke dapat berupa :
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
b. Gangguan sesibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemisensorik)
c. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau
koma).
d. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami
ucapan).
e. Disartria (bicara pelo atau cadel).
f. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.
g. Ataksia (trunkal atau anggota badan).
h. Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala.
(Arief mansjoer, 2000 : 18)
7. Komplikasi
a. Dini (0 - 48 jam pertama)
1) Edema serebri : Defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibabkan tekanan intracranial, hemiasi dan
akhirnya menimbulkan kematian.
2) Infark miokard : Memyebabkan kematian mendadak pada stroke
stadium awal.
b. Jangka pendek (1 - 14 hari pertama)
1) Pheumonia : Akibat immobilitas lama.
2) Emboli paru : Cenderung terjadi 7 – 14 hari pasca stroke, sering
kali pada saat penderita mulai embolisasi.
3) Stroke rekuren : Dapat terjadi pada setiap saat
c. Jangka panjang ( > 14 hari)
1) Stroke rekuren.
2) Infark miorakel
3) Gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer.
(Satyanegara, 1998 : 189)
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan
atau adanya obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture.
b. Scan CT
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, skemia dan adanya infark.
c. Fungsi Lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli
serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemorogik subaraknoid atau perdarahan intracranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan
adanya proses inflamasi.
d. MRI
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemorogik, Malformasi
Arteriovena (MAV)
e. Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis (cairan
darah/muncul plak) arteriosklerotik).
f. EEG
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal yang berlawanan dari
masa yang luas. Klasifikasi internal terdapat pada trombosis selebral.
(Marilynn E. Doengoes, 1999 : 290)
9. Penatalaksanaan
Penderita-penderita stroke memerlukan penanganan medis dan perawatan yang
mendasari beberapa prinsip/langkah sebagai berikut :
a. Menetapkan diagnosis iskemia serebri dan etiologinya secepat mungkin.
b. Menyadari bahwa ada suatu periode waktu dimana ischemia masih
reversibel. Merencanakan strategi pemeriksaan dan terapi atas dasar
tersebut.
c. Pemberian terapi spesifik sesuai dengan patogenesis ischemia.
d. Mencari dan penanganan keadaan-keadaan lain yang memperberat kondisi
ischemia.
Secara praktis penanganan terhadap ischemia selebri adalah sebagai berikut :
a. Penanganan Suportif Umum
1) Pemeliharaan jalan napas dan vertilasi yang adekuat.
2) Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang adekuat.
3) Koreksi kelainan/gangguan lain seperti payah jantung atau aritmia,
polisitemia, dan trombositosis.
b. Meningkatkan aliran darah selebral
1) Intervensi bedah : enarterektomi, karotis/tromboembolektomi, pintas
ekstra-intraklanial.
2) Elevasi tekanan darah.
3) Ekspansi volume intravaskuler.
4) Antikoagulan.
5) Pengontrolan tekanan intraklanial.
6) Obat-obatan anti edema serebri : steroid
7) Proteksi serebral (barbiturate, hipotermia)
(Satyanegara, 1998 : 187)
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Proses perawatan adalah suatu metode yang sistematis dalam memberikan
asuhan keperawatan secara individual yang fokusnya adalah respon manusia
yang unik baik secara perorangan maupun kelompok orang yang mempunyai
masalah kesehatan aktual, resiko dan potensial. Oleh karena itu pengkajian yang
cermat dan teliti meliputi aspek bio-psikososio dan spiritual akan dapat
menentukan permsalahan pasien yang lebih akurat.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien dengan stroke non hemorogik
dapat dilakukan dengan mnggunakan teori sesuai dengan metode pendekatan
proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implemetasi dan evaluasi.
Adapun data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :
a. Pengkajian Awal
Meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, agama, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat rumah serta tanggal masuk rumah sakit.
b. Pengkajian Data Dasar
1) Riwayat kesehatan dahulu
a) Biasanya pernah menderita hipertensi, penyakit jantung dan diabetes
mellitus.
b) Biasanya pasien mengalami stress.
c) Kadang kala pernah mengalami stroke.
2) Riwayat kesehatan Sekarang
a) Pada umumnya kejadian secara mendadak dan adanya perubahan
tingkat kesadaran yang disertai dengan kelumpuhan.
b) Diawali dengan gangguan keluhan penglihatan seperti penglihatan
kabur, kembar, dapat juga nyeri kepala, kadang kala seperti berputar,
lupa ingatan sementara dan kaku leher.
c) Biasanya pasien mengeluh adanya perubahan mental emosi yang
labil, mudah marah, dapat juga disorientasi maupun menarik diri.
d) Dapat juga keluhan pasien setelah kejang mulutnya, mencong
disertai gangguan berbicara, kesemutan dan tangan terasa lemah
atau tidak dapat diangkat sendiri.
3) Riwayat kesehatan keluarga
a) Biasanya adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
kelainan jantung dan diabetes mellitus.
b) Sering juga terdapat riwayat keluarga yang menderita kelainan
pembuluh darah seperti artera vehol malformasi, asma bronchial dan
penyakit paru aobtruksi menahun (PPOM).
c. Data Fisik Bilogis (Doenges, M.E, 1999 : 290)
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia).
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralistik (hemiplegia),
dan terjadi kelemahan umum.
Gangguan penglihatan.
Gangguan tingkat kesadaran.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung (MCl, rematik/penyakit jantung
vaskuler, GJK, endokarditis bakterial) polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
Tanda : hipertensi arterial (dapat diotemukan/terjadi pada CVA)
sehubungan dengan adanya embolisme/malformasi vaskuler.
Nadi : Frekuensi jantung bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi
jantung/kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomator).
Distrima, perubahan EKG
Desiran pada karotis, temoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.
3) Integritas Ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : Emosi yang stabil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira.
Kesuluitan untuk mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola brkemih, seperti inkontinensia urine, anuria,
distensi abdomen (distensi, kandung kemih berlebihan), bising
d. Data Psikologis
1) Dampak dari masalah fisik terhadap psikologi pasien (emosi, perasaan,
konsep diri, daya pikir, kreatifitas)
Pasien biasanya mengalami hemiparesis kiri maupun hemiparesis kanan
serta mengalami gangguan fisik sehingga pasien mampu memperlihatkan
dampak dari masalah fisiknya terhadap psikologis seperti :
a) Mudah tersinggung, akibat ketidakmampuannya dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
b) Takut karena pasien berada dalam situasi yang mengancam dimana
suatu waktu maut dapat saja menyemputnya atau pasien tidak bisa
lagi berjlan.
c) Cemas, kecemasan yang terjadi adalah sebagian respon dari rasa
takut akan terjadinya kehilangan uakan sesuatu yang bernilai bagi
dirinya yaitu kehidupan atau fungsi tubuh serta pekerjaannya.
d) Rasa bersalah, ini timbul karena diri pasien tidak berhati-hati dan
disiplin sehingga menyakitnya kambuh.
e) Marah dan bermusuhan, ini timbul karena perasaan jengkel karena
berkurangnya kemampuan pasien dan juga berkurangnya peran
pasien di dalam keluarga dan masyarakat.
f) Mudah lelah, adanya kecenderungan mudah capek bila membaca,
bercakap-cakap dan dalam melakukan pekerjaan.
g) Ingatan berkurang.
h) Inisiatif berkurang
e. Data Sosial Ekonomi
1) Dampak terhadap sosial : keluarga, masyarakat dan pekerjaan.
a) Stroke mungkin dirasakan sebagai masalah besar bagi keluarga,
karena keadaan yang mengancam pasien merupakan ancaman bagi
keluarga. Pasien mengalami stroke hampir seluruh kebutuhannya
tergantung pada keluarga.
b) Data-data yang berkaitan dengan penghasilan
Semua data-data yang berkaitan dengan penghasilan diantaranya
sumber penghasilan tetap dan sumber penghasilan tambahan.
c) Sumber-sumber yang mendukung
Usus negative (ileus paralitik)
d) Makanan/cairan
Gejala : nafsu makan hilang
Mual, muntah selama fase akut (peningkatan TIK)
Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan,
disfagia.
Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan
faringeal), obesitas (faktor resiko).
e) Neurosensori
Gejala : Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV/selama TIA).
Sakit kepala akan berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau
subarakhnoid.
Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA,
yang ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang lain),
sisi yang terkena terlihat seperti mati/lumpuh.
Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat
sebagian (kebutaan monokuler), penglihatan ganda, (diplopia) atau
gangguan yang lain
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : Status mental tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragis, dan biasanya akan tetap sadar jika
penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alamai, gangguan
tingkah laku (seperti letargi apatis menyerang), gangguan fungsi
kognitif (seperti penurunan memory, pemecahan masalah).
Ekstremitas : kelemahan/paralysis (kontra lateral pada semua jenis
stroke) gangguan tidak sama, refleks respon melemah secara kontra
laterl, pada wajah terjadi paralysis atau parese (ipsilateral). Afasia
moyorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), afasia sensorik
(kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna) atau afasia
global (gabungan dari kedua hal di atas.) kehilangan kemampuan
untuk mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil
(agnosia). Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat
pasien ingin menggerakkan (apraksia). Ukuran atau reaksi pupil tidak
sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan/herniasi)
f) Nyeri/keamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena
arteri karotis terkena)
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
otot/fasia.
g) Pernapasan
Gejala : Meerokok (faktor resiko)
Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas.
Timbulnya pernapasan sulit dan/atau tak teratur. Suara napas
terdengar/ronki (aspirasi sekresi).
h) Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik : Masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan).
Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang
kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu
mengenai objek, warna kata dan wajah yang pernah dikenalinya
dengan baik.
Gangguan berespon terhadap panas dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh.
Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi sendiri (mandiri).
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
tidak sabar/kurang kesadaran diri (stroke kanan)
i) Interaksi Sosial
Tanda : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
j) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor
risiko)
Pemakaian kontrasepsi oral.
Kecanduan alkohol (faktor risiko)
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah menganalisa data, penulis menegakkan diagnosa keperawatan, maka
kemungkinan dapat ditegakkan diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan gangguan oklusif,
hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler,
kelemahan, parestesi, floksid/paralysis hipotonik (awal), paralysis spastis.
c. Gangguan komunikasi verbal dan/atau tertulis berhubungan dengan
kerusakan persepsi sensori serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan
tonus/control otot fasia/oral, kelemahan/kelemahan umum.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi
sensori, transmisi, integrasi (trauma neorologis dan defisit). Stress psikologis
(penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh ansietas)
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan . kehilangan kntrol/koordinasi otot,
kerusakan perceptual/kognitif nyeri/ketidaknyamanan, depresi.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,
perceptual kognitif.
g. Kurang pengtahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan pengobatan
berhubungan dengan kurang penajaman, keterbatasan kognitif, kesalahan
interprestasi informasi, kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber
informasi.
h. Resiko tinggi ganggua menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
3. Intervensi/Perencanaan
Berikut ini penulis akan menguraikan rencana tindakan menurut Doenges (1999)
adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah, gangguan oklusif, hemorogi, vasospasme serebral, edema serebral.
Data penunjang : Perubahan tingkat kesadaran, perubahan dalam respons
motorik, deficit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi, perubahan tanda-
tanda vital.
Tujuan : Pasien memperlihatkan perfusi serebral yang efektif.
Kriteria hasil :
Pasien dapat/mampu :
- Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya membaik, fungsi kognitif
dan moro.
- Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan takadnya tanda-tanda
peningkatan TIK.
- Menunjukkan tidak ada kelanjutan deferiorasi/kekambuhan deficit.
Rencana tindakan :
1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab
koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan
TIK.
Rasionalnya : Kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurology atau
kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan
pembedahan dan/atau pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan
kritis untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK
2) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya/standar.
Rasional : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resdusi
kerusakan SSP.
3) Pantau tanda-tanda vital, seperti catat apakah ada hipertensi/hipotensi
dan bandingkan tekanan darah pada kedua lengan, denyut nadi dan
irama jantung. Kaji apakah ada mur-mur, catat pola napas dan irama
pernapasan.
Rasional : Hipertensi/hipotensi postual dapat menjadi factor pencetus.
Hipotensi dapat terjadi karena syok. Peningkatan TIK dapat terjadi
Karena oedema, adanya formasi bekuan darah. Tersumbat arteri
subklavia dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan darah. Adanya
brandi kardi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Disritma dan mur-
mur mungkin mencerminkan adanya penyakit jantung yang mungkin telah
menjadi pencetus CSV. Ketidakteraturan pernapasan dapat memberikan
gambaran lokasi kerusakan serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan
untuk intervensi selanjutnya.
4) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk kesamaan dan reaksinya terhadap
cahaya.
Rasional : Reaksi pupil diatur oleh syarat cranial okulomotor (III) dan
berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis dan mempersarafinya.
5) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, gangguan
lapang pandang/kedalaman persepsi.
Rasional : Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah
otak yang terkena, mengidentifikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.
6) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien
sadar.
Rasional : Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator
dari lokasi/derajat gangguan serebral dan mungkin mengindikasikan
penurunan/peningkatan TIK.
7) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasinol : Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.
8) Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang,
batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat
secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap
prosedur.
Rasional : Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat peningkatan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemorogik/perdarahan lainnya.
9) Cegah terjadinya mengejan saat defeksi, dan pernapasan yang
memaksa (batuk terus-menerut)
Rasional : Manuver valsalva dapat meningkatkan TIK dan memperbesar
risiko terjadinya perdarahan.