Askep Stroke Non Hemoragik
-
Upload
rismalia-az-zahra -
Category
Documents
-
view
93 -
download
0
Transcript of Askep Stroke Non Hemoragik
askep stroke non hemoragik(SNH)
A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur-struktur ini
bertanggungjawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik.
Perjalanan impuls-impuls tersebut berlangsung melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras, secara
langsung dan terus-menerus. Responsnya seketika sebagai basil dari perubahan potensial elektrik,
yang mentransmisikan sinyal-sinyal (Smeltzer. 2002).
1. OTAK
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua berada
dalam satu bagman struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera.
Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal
dan oksipital Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa anterior
berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer; bagian tengah fossa berisi lobus parietal, temporal
dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi batang otak dan medula (Smeltzer. 2002).
a. Cerebrum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Substansia
grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum
bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansi grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf
memenuhi korteks serebri, nukleus dan basal ganglia. Substansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang
menghubunekan bagianbagian otak dengan bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri
(telensefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi motorik
tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Keempat lobus serebrum adalah sebagai
berikut :
1) Frontal
lobus terbesar; terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat
keputusan, kepribadian dan menahan diri.
2) Parietal
lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh ada-
lah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglem
3) Temporal
Berfungsi mengintegrasikan sensasikecap, bau, pendengaran, dan ingatan jangka pendek
sangat berhubungan dengan daerah ini
4) Oksipital
Terletak pada lobus anterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggungjawab
menginterpretasikan penglihatan
b. Batang otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah,
pons dan medula oblongata . Otak tengah (midbrain atau mesensefalon menghubungkan pons dan
serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jaldr sensorik dan motorik dan sebagai pusat
refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula
dan merupakan jembatan antar: bagian serebehtm, dan juga antara medula dan seret Pons berisi jaras
sensorik dan motorik (Smeltzer. 2002).
Medula oblongata meneruskan serabut-serabut rik dari otak Ice medulla spinalis .dan serabut-se
sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan set serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons
berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jan pernapasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul
otak kelima sampai kedelapan (Smeltzer. 2002).
c. Cerebelum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisal hemisfer serebral,
lipatan dura mater, tentorium se lum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu meram dan menghambat
dan tanggung jawab yang luas terl koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengc gerakan yang benar,
keseimbangan, posisi dan me tegrasikan input sensorik.
1) Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari jantung atau 750 ml per menit. Sirkulasi ini
sangat tuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, tara mempunyai kebutuhan metabolisme
yang tinggi. Aliran darah otak ini unik, karena melawan arah gravitasi. Di mana darah arteri mengalir
mengisi dari bawah dan vena mengalir dari alas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat
menyebabkan jaringan rusak ireversibel; ini berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat
mentoleransi bila aliran darah menurun karena aliran kolateralnya adekuat.
2) Arteri-Arteri
Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotid internal dan dua arteri
vertebral dan meluas ke sistem percabangan. Karotid internal dibentuk dari percabangan dua karotid dan
memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari arteri
subklavia, mengalir ke belakang dan naik pada satu sisi tulang belakang bagian vertikal dan masuk
tengkorak melalui foramen magnum. Kemudian saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada
batang otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak bagian posterior. Arteri
basilaris membagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis bagian posterior.
3) SirIndus Willisi
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian
arteri karotid internal dan vertebral. Lingkaran ini disebut sirkulus Willisi yang dibentuk dari cabang-
cabang arteri karotid internal, anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung
anterior dan posterior .Aliran darah dari sirkulus Willisi secara langsung mempengaruhi sirkulasi
anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada sirkulus Willisi memberi rate alternatif pada aliran
darah jika salah satu peran arteri mayor tersumbat.
Anastomosis arterial sepanjang sirkulus Willisi merupakan daerah yang sering mengalami
aneurisma, mungkin bersifat kongenital. Aneurisma dapat terjadi bila tekanan darah meningkat, yang
menyebabkan dinding arteri menjadi menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang
berdekatan dengan struktur serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral, seperti
penekanan pada khiasma optikum yang menyebabkan gangguan penglihatan. Jika arteri tersumbat
karena spasme vaskuler, emboli, atau karena trombus, dapat menyebabkan sumbatan aliran darah ke
distal neuron-neuron dan hal ini mengakiliatkan sel-sel neuron cepat nekrosis. Keadaan ini
mengakibatkan stroke (cedera serebrovaskular atau infark). Pengaruh sumbatan pembuluh darah
tergantung pada pembuluh darah dan pada daerah otak yang tererang
.
4) Versa
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada struktur organ lain. Vena-
vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi vena-vena yang besar. Penyilangan
pada subarakhnoid dan pengosongan sinus dural yang luas, mempengaruhi vaskular yang terbentang
dalam dura mater yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus membawa vena ke luar dari otak dan
pengosongan vena jugularis interna menuju sistem sirkulasi pusat. Vena-vena serebri bersifat unik,
karena vena-vena ini tidak seperti vena-vena lain. Venavena serebri tidak mempunyai katup untuk
mencegah aliran balik darah.
B. KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE NON HEMORAGIK
1. DEFINISI
Menurut WHO dalam Muttaqin, (2008) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular. Sedangkan menurut Smeltzer & Bare, (2002) stroke atau cedera
cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic strokes)
dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) (Hickey, 1997). Pada kesempatan ini, penyusun
lebih fokus pada stroke non hemoragik (ischemic stokes).
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri
yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya trombus, embolus
atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah
cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan terjadinya
infark. Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri
cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Dari beberapa pengertian stroke diatas, Penyusun menyimpulkan stroke non hemoragik
adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya pembuluh darah
akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis , trombus dan embolus.
Gambar 2.1 : Iskemik pada jaringan otak
Sumber : Yayasan Stroke Indonesia, (2006) dalam
http://freshlifegreen.blogspot.com/2012/06/stroke-non-hemoragik-snh.html
Gambar 2.2: Lokasi penyerangan stroke
Sumber : (Hickey, 1997).
2. KALSIFIKASI
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Tarwoto dkk, (2007) adalah :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah
otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah
otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai
bbrapa hari
e. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan
peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik (Stroke Non
Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri karotis
interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada
waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara
bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa
hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam
beberapa hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umunya
berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat,
kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
3. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke
jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis
ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan
otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.
Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara.
Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
c. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah.
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala
muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat
tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala
tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter
terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih
Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
No Defisit neurologi Manifestasi
1. Defisit lapang penglihatan
a. Homonimus Hemlanopsia
b. Kehilangan penglihatan perifer
b. Diplopia
a. Tidak menyadari orang atau objek, mengabaikan salah satu
sisi tubuh, kesulitan menilai jarak
b. Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek
atau batas objek.
b. Penglihatan ganda
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis
b. Hemiplegia
c. Ataksia
d. Disatria
2. Disfagia
a. Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada
b. sisi yang sama.
a. Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama.
b. Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki.
c. Kesulitan dalam membentuk kata
d. Kesulitan dalam menelan.
3. Defisit sensori : Parastesia a. Kesemutan
4. Defisit verbal
a. Fasia ekspresif
b. Fasia reseptif
c. Afasia global
a. Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
b. Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu
berbicara tapi tidak masuk akal
c. Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif
5. Defisit kognitif a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan
lapang perhatian, tidak mampu berkonsentrasi, dan perubahan
penilaian.
6. Defisit Emosional a. Kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, depresi, menarik
diri, takut, bermusuhan, dan perasaan isolasi.
Tabel 2.1 : Penurunan kemampuan yang terjadi pada pasien SNH
Sumber : (Smeltzer, 2002).
5. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di
bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi
otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel
jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta
gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka
risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan
jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal
(Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).
Skema 2.1 : Patoflow stroke non hemoragik
Sumber : Muttaqin, (2008).
7. FAKTOR RESIKO PADA STROKE
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non hemoragik yaitu:
a. Faktor resiko terkendali
Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik sebagai
berikut :
1) Hipertensi
2) Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung, penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya
fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3) Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
4) Kolesterol tinggi
5) Infeksi
6) Obesitas
7) Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
8) Diabetes
9) Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen tinggi
10) Penyalahgunaan obat (kokain)
11) Konsumsi alkohol
b. Faktor resiko tidak terkendali
Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik sebagai
berikut :
1) Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks sirkulasi sudah tidak
baik lagi.
2) Faktor keturunan / genetic
8. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu
:
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik / emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak
ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskular.
Gambar 2.2 : Gambaran angiografi cerebral pada pasien dengan stroke.
Sumber : Muttaqin, (2008)
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan
adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
Gambar 2.3 : Gambaran CT scan cerebral pada pasien dengan stroke
Sumber : Muttaqin, (2008)
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Gambar 2.4 : (a) Gambar MRI pasien dengan Infark arter, (b) Gambar MRI klien dengan stroke
hemoragik.
Sumber : Muttaqin, (2008)
g. Pemeriksaan Laboraturium
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin.
3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.\
4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial.
a. Identitas Mien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis
medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang
sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta,
dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa
tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan
stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya
jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini memberi dampak
pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak
sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan dapat mernengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini
dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukkan
pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi
pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah:
keterbatasan yang diakibatkan.oleh defisit neurolcgis dalam hubungannya dengan peran sosial
klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam
sistem dukungan individu.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang
sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan
kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal,
dan hemisfer.
9) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari
serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa
lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
12) Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada
lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah
klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
13) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustrasi.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan
normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
Gambar 2.5 : Pemeriksaan tonus otot
Sumber : Muttaqin, (2008)
j. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA, (2011) dalam
Tarwoto, Dkk, (2007) adalah :
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi,
perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan, parestesia
paralisis
c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan
neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, tranmisi,
integrasi, stres psikologik
e. Defisit perawatan diri;mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan defisit
neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot, gangguan
kognitif
f. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif,
kerusakan komunikasi.
g. Konstipasi/diare berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi,
perubahan peristaltik, immobilisasi
3. RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi,
perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
Data pendukung
Penurunan kesadaran.
Nilai GCS.
Perubahan tanda vital.
Perubahan sensorik dan motorik.
Penurunan fungsi memori.
Nyeri kepala.
Muntah.
Kejang.
Perubahan pupil.
Perubahan pola napas.
Nilai AGD.
Hasil CT Scan, MRI adanya edema serebri, perdarahan, herniasi.
Pengunaan terapi diuretik, sedativ.
Kriteria hasil
Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kogriltlf, sensorik dan motorik.
Tanda-tanda vital stabil, peningkatan TIK tidak ada.
Gangguan lebih lanjut tidak terjadi.
Rencana tindakan Rasional
1. Kaji status neurologik setiap
jam.
2. Kaji tingkat kesadaran dengan
GCS.
3. Kaji pupil, ukuran, respon
terhadap cahaya, gerakan
mata.
4. Kaji refleks kornea dan refleks
gag.
5. Evaluasi keadaan motorik dan
sensori pasien.
6. Monitor tanda vital
setiap 1 jam.
7. Hitung irama denyut
nadi,auskultasi adanya murmur.
8. Pertahankan pasien bedrest,
1. Menentuksn perubahan deficit
neurologic lebih lanjut
2. Tingkat kesadaran merupakan
indicator terbaik adanya perubahan
neurologi
3. Mengetahui fungsi N.II dan III
4. Menurunya refleks kornea dan
refleks gag indikasi kerusakan pada
batang otak
5. Gangguan motorik dan sensori
dapat terjadi akibat edema otak
6. Adanya perubahan tanda vital
Berikan lingkungan tenang,
batasi pengunjung, atur
waktu istirahat dan aktivitas.
seperti respirasi menunjukan
kerusakan pada batang otak
7. Bradikardia dapat di akibatkan
adanya gangguan otak murmur
dapat terjadi pada gangguan jantung
8. Istirahat yang cukup dan lingkungan
yang tenang mencegah perdarahan
kembali
9. Memfasilitasi drainasi vena dari
otak
10. Dapat meningkatkan tekanan
intracranial
11. Suhu tubuh yang meningkat akan
meningkatkan aliran darah ke otak
sehingga meningkatkan TIK
12. Kejang dapat terjadi akibat iritasi
srebral dan keadaan kejang
memerlukan banyak oksigen
13. Meminimalkan stimulus sehingga
menurunkan TIK
14. Mempertahankan adekuatnya
oksigen, suction yang lama dapat
meningkatkan TIK
15. Karbondioksida menimbulkan
vasodilatasi adekuatnya oksigen
sangat penting dalam
mempertahankan metabolism otak
16. Meningkatkan aliran darah ke otak
dan mencegah kloting
kontraindikasi pada stroke
haemorogik.
Mencegah lisis dan pendarahan
Menanggulangi hipertensi
Pengontrol edema serebral
Mengontrol kejang
Mencegah proses mengedan dan
menghindari peningkatan tekanan
intracranial
17. Pasien stroke perlu memeriksaan
lanjutan untuk menentukan tindakan
lebih lanjut.
1. Mengidentifikasi kekuatan otot
kelemahan motorik.
2. Latihan ROM meningkatkan massa
tonus, kekuatan otot, perbaiki fungsi
jantung dan pernapasan.
3.
Mencegah footdrop
Mencegah kontraktur fleksi bahu
Mencegah edema dan kontraktur
fleksi pada pergelangan
4. Daerah yang tertekan mudah sekali
terjadi trauma
5. Membantu mencegah kerusakan
kulit
6. Membantu memperlancar sirkulasi
darah
7. Mengembangkan program khusus.
8. Membantu memulihkan kekuatan
otot dan meningkatkan control
volunteer.
9. Menurunkan tekanan pada ulang.
1. Mengidentifikasi masalah
komunikasi karena gangguan bicara
atau gangguan bahasa
2. Pasien dapat memperhatikan
ekspresi dan gerakan bibir lawan
bicara sehingga dapat mudah
menginterpretasi.
3. Membantu menciptakan komunikasi
yang efektif
4. Memudahkan penerimaan pasien.
5. Dengan membaiknya bicara,
percaya diri akan meningkatkan dan
meningkatkan motivasi untuk
memperbaiki bicar
6. Menunjukan adanya respond an rasa
empati terhadap gangguan bicara
pasien
7. Penanganan lebih lanjut dengan
tekhnik khusus.
1. Mengantisipasi deficit dan upaya
perawatannya
2. Menurunkan resiko cidera.
3. Menghindari kebingungan.
4. Menghindari kesalahan persepsi
terhadap realitas.
5. Memenuhi kebutuhan sehari – hari
dan mencegah injuri
1. Membantukan merencanakan
intervensi
2. Menumbuhkan kemandirian dalam
perawatan
3. Meningkatkan harga diri klien.
4. Perawat konsisten dalam memberi
asuhan keperawatan
5. Memenuhi kebutuhan ADL dan
melatih kemandirian.
6. Mengembangkan rencana terapi.
1. Menentukan rencana lebih lanjut.
2. Melatih BAK secara teratur
3. Obstruksi saluran kemih
kemungkinan dapat terjadi
4. Menghindari terjadinya infeksi.
5. Mengetahui secara dini infeksi
saluran kemih.
6. Memberikan rasa nyaman.
7. Menghindari BAK saat tidur
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan, parestesia
paralisis
5. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan
neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca
6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, tranmisi,
integrasi, stres psikologik
7. Defisit perawatan diri;mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan defisit
neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot, gangguan
kognitif
8. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif,
kerusakan komunikasi.
9. Konstipasi/diare berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi,
perubahan peristaltik, immobilisasi