ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM KEGIATAN...
Transcript of ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM KEGIATAN...
ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM KEGIATAN
DZIKIR SYAIKH ABDUL QADIR JAILANI DI MAJLIS
DZIKIR PONDOK PESANTREN AL-ISHLAH
CIKARANG UTARA BEKASI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
HILMAN AFIF
NIM : 203051001431
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM KEGIATAN
DZIKIR SYAIKH ABDUL QADIR JAILANI DI MAJLIS
DZIKIR PONDOK PESANTREN AL-ISHLAH
CIKARANG UTARA BEKASI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
HILMAN AFIF
NIM : 203051001431
Pembimbing
DR. H. Asep Usman Ismail. M.A
NIP : 150246393
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430H/ 2009M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang ajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta 10 Desember 2008
HILMAN AFIF
i
ABSTRAK
Hilman Afif
Ananlisis Isi Pesan Dakwah Dalam Kegiatan Dzikir Syaikh Abdul Qadir
Jailani Di Majlis Dzikir Pondok Pesantren Al-Ishlah Cikarang Utara Bekasi
Pesan dakwah melalui kegiatan dzikir cukup benar pengarahannya dalam
membentuk dan mengajak masyarakat kepada jalan yang benar dan bermakna.
Maka dari itu, setiap manusia menginginkan kehidupannya bermakna. Makna
hidup adalah nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan mengarah
pada kegiatan-kegiatannya. Oleh sebab itu, meraih hidup bermakna merupakan motivasi utama pada diri manusia. Karena setiap orang senantiasa menginginkan
dirinya menjadi orang yang berguna dan berharga bagi keluarganya, lingkungan dan masyarakat serta dirinya sendiri.
Dengan kata lain, meraih hidup bermakna adalah menjalani kehidupan
dengan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan kehampaan,
mempunyai tujuan hidup yang jelas sehingga mempunyai kegiatan yang terarah.
Persoalan yang ada dilingkungan masyarakat sekarang ini ialah kehidupan yang ingin selalu mengutamakan dunia, mengejar dan merebut kekuasaan. Ketika
manusia merasakan kehampaan ruhaniah dengan mengutamakan dunia,seperti yang terjadi dewasa ini, manusia kembali kepada hakikat jati dirinya yang sejati.
Hal ini dimaksudkan, hakikat jati diri dirasakan ketika manusia menghubungkan dirinya lahir batin dengan Allah melalui dzikir, manusia modern membutuhkan
wirid, shalat, sunnah dan dzikir, baik melalui tarekat maupun tidak.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana tanggapan jama’ah dan santri terhadap pesan dakwah melalui kegiatan dzikir di Majlis Pondok Pesantren Al-
Ishlah. Melalui observasi dan wawancara, tanggapan jama’ah sangat antusias
sekali, sehingga jama’ah pun tidak rela meninggalkan sedikitpun dalam kegiatan
dzikir tersebut.
Pesan dakwah dalam kegiatan dzikir yang diadakan di Pondok Pesantren
Al-Ishlah, terbukti banyak jama’ah yang merespon kegiatan dzikir ini, karena
kegiatan dzikir ini jama’ah bisa merasakan perubahan dalam kehidupan, yang
awalnya sombong menjadi tawadhu, tidak bermasyarakat sekarang bermasyarakat,
tidak berakhlak menjadi berakhlak, semua ini dikarenakan jama’ah sangat
tersentuh asma-asmanya Allah yang disampaikan KH. Ahmad Dasuki Harun
melalui dzikir Syaikh Abdul Qadir Jailani
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat,
karunia dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Sholawat beserta salam tidak lupa senantiasa tercurahkan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai Nabi dan Rasul terakhir
yang telah membimbing umatnya dari jalan kegelapan kejalan terang benerang.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan
segala pihak, baik berupa materiil maupun moril, berupa saran-saran, bimbingan,
nasehat dan sebagainya. Oleh karena itu, sudah semestinya penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah berjasa, diantaranya
kepada :
1. Dekan Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Murodi, MA dan para pembantu Dekan, yang
telah member ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
2. Kordinator tehnik Program Non Reguler Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Dra. Hj. Asriati
Jamil. M,Hum, beserta jajarannya yang telah memberikan kemudahan selama
perkuliahan berlangsung.
3. DR. H. Asep Usman Ismail, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dan memotivasi
penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
iii
4. Seluruh dosen Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya sehingga
penulis dapat meyelesaikan studinya.
5. Teristimewa Kedua Orang Tua Penulis Ayahanda Tercinta H. Ahmad Dasuki
Harun dan Ibunda Hj. Romlah yang tanpa kenal lelah dan pamrih senantiasa
mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan studinya. Do’a dan
pengharapan yang tak henti-hentinya membuat penulis tegar dalam
menghadapi kehidupan yang penuh dengan cobaan ini. Budi baikmu tidak
pernah penulis lupakan sepanjang masa. Serta Kakak dan adik yang telah sabar
dalam memberikan nasehat agar cepat terselesaikan skripsi ini.
6. Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ishlah beserta guru-guru yang selalu
memberikan motivasi untuk selesainya penulisan skripsi ini.
7. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah Dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
beserta jajarannya dan seluruh karyawan yang telah membantu penulis selama
studi dan khususnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman angkatan 2003, khususnya Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Non Reguler Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Bothel, Rasyidhi, Erikc, Londoy, Ibun, Borland, Topan, serta kelompok KKS
Ciawi dan teman-teman wanita Titi, Huzai, Izzy dan yang lain-lain yang tak
bisa penulis sebutkan satu persatu. Untuk Arifin (some) thank’s banget atas
waktu dan sarannya sehingga selesainya penulisan skripsi ini dan Hadi (Wae
iv
Hong) special thank you tempat tinggalnya yang memunculkan inspirasi-
inspirasi sampai selesainya skripsi ini.
9. Ira Purnama Sari (Mimiyo) terima kasih atas do’a dan dorongan selama ini
sehingga Fifiyo bisa menyelesaikan skripsi ini.
Pada semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Tanpa
mengurangi rasa hormat penulis menyadari bahwa skripsi ini tak luput dari segala
kekurangan, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu penulis harapkan
dari anda yang budiman, sehingga menjadi catatan kebaikan untuk penulis dalam
mengembangkan ilmu.
Akhirnya hanya kepada ALLAH SWT semua amal baik tersebut penulis
kembalikan, semoga Allah membalas jasa dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga
skripsi ini menjadi bermafaat bagi para pembaca umunya dan bagi penulis
khususnya.
Alhamdulillahi rabbil’alamin.
Jakarta, 30 Agustus 2008
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. ................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 8
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 9
D. Metodologi Penelitian ....................................................... 10
E. Sistematika Penulisan ........................................................ 13
BAB II KERANGKA TEORI TENTANG DAKWAH, DAN DZIKIR,
DI MAJLIS DZIKIR PONDOK PESANTREN AL-ISHLAH
A. Dakwah ............................................................................. 16
1. Pengertian Dakwah ...................................................... 16
2. Tujuan Dakwah ........................................................... 22
3. Sasaran Dakwah. .......................................................... 23
4. Strategi Dakwah .......................................................... 26
5. Media Dakwah ............................................................ 28
6. Pesan Dakwah ............................................................. 31
vi
B. Dzikir ................................................................................ 33
1. Pengertian Dzikir ........................................................ 33
2. Macam-macam Dzikir ................................................. 35
3. Tujuan Dzikir .............................................................. 36
4. Manfaat Dzikir ............................................................ 37
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG OBYEK PENELITIAN
A. Syaikh Abdul Al-Qadir Al-Jailani ..................................... 40
1. Riwayat Hidup dan Pendidikan Syaikh Abdul Qadir
Jailani .......................................................................... 40
2. Karya-karya Ilmiah Syaikh Abdul Qadir Jailani ........... 43
3. Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani ........................... 44
4. Dzikir Syaikh Abdul Qadir Jailani ............................... 46
B. Pondok Pesantren Al-Ishlah .............................................. 46
1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Al-
Ishlah ........................................................................... 46
2. Tujuan, Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Ishlah ...... 48
3. Kiprah Pondok Dalam Pendidikan dan Dakwah .......... 49
BAB IV ANALISIS TENTANG ISI PESAN DAKWAH DALAM
KEGIATAN DZIKIR SYAIKH ABDUL QADIR JAILANI DI
MAJLIS DZIKIR AL-ISHLAH CIKARANG UTARA
BEKASI
A. Analisis Tentang Isi Pesan Dakwah Pada kegiatan Dzikir
Yang di Bimbing KH. Ahmad Dasuki Harun Bagi Jamaah.. 51
vii
B. Analisis Tentang Tingkat Keberhasilan Penyampaian
Dzikir Syaikh Abdul Qadir Jailani oleh KH. Ahmad Dasuki
Harun di Majlis Dzikir Al-Ishlah ........................................ 54
C. Analisis Tentang Faktor Keberhasilan dan Kegagalan
Penyampaian Dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun di Majlis
Dzikir Al-Ishlah. ...................................................................... 58
D. Analisis Tentang Respon Masyarakat Terhadap
Penyampaian Dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun Dalam
Membina Kesehatan Mental ............................................... 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 63
B. Saran.................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64
LAMPIRAN
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia menginginkan kehidupannya bermakna. Makna hidup
(meaning of life) merupakan sesuatu yang dianggap penting, dirasakan
berharga dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat dijadikan tujuan
hidupnya.1 Makna hidup adalah nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi
kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus
dipenuhi dan mengarah pada kegiatan-kegiatnnya. Oleh sebab itu, meraih
hidup bermakna merupakan motivasi utama pada diri manusia. Karena setiap
orang senantiasa menginginkan dirinya menjadi orang yang berguna dan
berharga bagi keluarganya, lingkungan dan masyarakatnya serta dirinya
sendiri. Penghayatan hidup bermakna dapat diraih dengan mengaktualisasikan
kesadaran diri, pengembangan diri, moralitas, transendensi diri, kebebasan dan
tanggung jawab.2 Dengan kata lain, meraih hidup bermakna adalah menjalani
kehidupan dengan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan
kehampaan, mempunyai tujuan hidup yang jelas sehingga mempunyai
kegiatan yang terarah.
Pengertian makna hidup di atas menunujukan bahwa di dalamnya
terkandung juga tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi,
1 Hanna Djuhana Bastman, Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta : Paramadina, 1996), Cet.
Ke-1, h.14. 2 Ibid., h.132.
9
seperti terpenuhinya kebutuhan materi dan spiritual. Bila makna hidup bisa
berhasil dan sukses dipenuhi, maka kehidupan ini sangat berarti (meaningful)
yang pada gilirannya akan menimbulkan kebahagiaan. Itulah hidup
bermakna.3 Sebaliknya, seseorang yang tidak berhasil menemukan dan
merealisasikan arti hidup akan menghayati hidupnya tanpa dan tak bermakna
(meaningles) yang biasanya gerbang ke arah kesesatan dan penderitaan.
Kehidupan modern yang sarat dengan tantangan dan godaan sering-
sering menjadikan seseorang lupa akan makna dan hakikat kehidupan duniawi
yang serba fana.4 Abad modern, yang diawali oleh Descartes dan Newton,
melahirkan pandangan hidup mekanistik dan atomik. Abad ini ditandai oleh
perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan yang
berhasil mencipatakan peradaban modern yang menekankan pada rasionalitas,
sekularisme, pola hidup materealistik dan menjanjikan berbagai kemajuan.5 Di
sisi lain, manusia modern lebih berorientasi pada gaya hidup serba
keberadaan. Etos kesuksesan material menjadi pandangan dan tujuan hidup
mereka. Dan materialisme telah memproyeksikan dan mengukuhkan
kapitalisme yang memaksa manusia untuk menjadi hedonistik dan
konsumeristis. Bila hedonistik itu adalah pandangan hidup yang menganggap
bahwa kesenangan dan kenikmatan materi itu menjadi tujuan utama bagi
3 Hanna Djuhana Bastman, Makna Hidup Bagi Manusia Modern, Dalam Rekontruksi dan
Renungan Religius Islam, (Jakarta : Paramadina, 1996), Cet. Ke-1, h.14. 4 Miftah Faridi, dalam Pengantar Buku Hakikat Dzikir Jalan Taat Menuju Allah, (Depok
: Intuisi Press, 2003), Cet. Ke-1, h.9. 5 Akbar S. Ahmed, Posmodernisme; Bahaya Dan Harapan Bagi Islam, (Bandung :
Mizan, 1996), Cet. Ke-4, h.22.
10
kehidupan ini.6 Dan kaum konsumer adalah mereka yang selalu diperbudak
oleh kebutuhan-kebutuhan di luar dirinya sendiri. Konsumsi tidak lagi sekedar
berkaitan dengan nilai guna dalam rangka memenuhi fungsi rutilitas atau
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, akan tetapi berkaitan dengan unsur-
unsur simbolik untuk menandai kelas, status atau simbol sosial tertentu.
Dalam masyarakat konsumer, barang-barang pada akhirnya menjadi pada
sebuah tempat para konsumer menemukan makna kehidupan.7 Sehingga
mereka kehilangan jati dirinya sendiri. Inilah salah satu fenomena
keterasingan pada masyarakat modern yang menimbulkan krisis dalam
dimensi-dimensi intelektual, spiritual, dan moral. Kemungkinan, fonomena
krisis itu mengejawantah dalam bentuk keterasingan diri dari sosial:
kekerasan, kekejaman, kriminalitas, konflik dan sebagainya. Semua itu
menunjukan bahwa dalam kegelimangan materi kehidupan modern,
kemakmuran jasmani yang melimpah, kebudayaan yang bertumpu pada
kebendaan ternyata melahirkan kegersangan ruhaniah.8
Persoalan yang ada di lingkungan masyarakat sekarang ini ialah
kehidupan yang ingin selalu mengutamakan dunia, mengejar dan merebut
kekuasaan. Ketika manusia merasakan kehampaan ruhaniah dengan
mengutamakan dunia, seperti yang terjadi dewasa ini, manusia kembali
kepada hakikat jati dirinya yang sejati. Hal ini dimaksudkan, hakikat jati diri
6 A.M. Saefuddin et.al, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung :
Mizan, 1998), Cet. Ke-4, h.19. 7 Yasraf Amir Piliang, Sebuah Dunia Yang Dilipat, (Bandung : Mizan, 1999), Cet. Ke-3,
h.145. 8 Ahmad Fuad Fanani, Spiritualitas dan Krisis Medernitas, Sinar Pagi (Jakarta), 31
Oktober 1997, h.5
11
dirasakan ketika manusia menghubungkan dirinya lahir batin dengan Allah
melalui dzikir, manusia modern membutuhkan wirid, shalat, sunnah dan
dzikir, baik melalui tarekat maupun tidak.
Dzikir bukan sekedar repitisi lisan, melainkan merasakan dan
meresapkan keagungan Allah, kebaikan Allah, nikmat-nikamat-Nya, dan
memikirkan kekurangan hamba dalam bersyukur dan kelemahannya dalam
memenuhi hak-hak Allah, serta mengakui nikmat-nikmat lahiriah dan
batiniah. Jadi, dalam dzikir terdapat pemikiran dan perenungan. Kesadaran
mengenai dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan hamba kepada-
Nya, dan perenungan mengenai nikmat-nikmat Allah kepadanya dan
kewajiban untuk mensyukurinya. Jika seorang hamba sudah merasakan makna
dzikir, maka setiap ia mengingat Allah, ia akan berkonsentrasi penuh dengan
keseluruhan dirinya, dan hadir bersama Allah dengan totalitasnya. Ia tidak
sibuk dengan selain diri-Nya, dan tidak juga lengah dari mengingat diri-Nya,
sampai keagungan Allah menguasai hatinya. Hamba pada saat mencapai
dzikir maknanya, maka hilanglah bencana kelalaian, dan terhapuslah dari
dalam hatinya segala hubungan dan alasan. Sebab, hubungan hati dengan
Allah menjadikan sang manusia kosong dari segala-galanya selain Allah.
Maka tidak ada ruang bagi dunia, syahwat, terlebih kepada kesalahan dan
dosa. Dzikir adalah sarana pengosongan hati dari segala interes, yang dalam
12
ungkapan filosofisnya merupakan sarana keterpisahan zat dari obyek
eksternal, atau dari ketergantungan kepada keinginan tertentu.9
Salah satu jalan menepis kehampaan spiritual dan nestapa keterasingan
itu adalah dengan mengembalikan manusia modern pada jati dirinya kepada
fitrah (agama) dengan sebuah alternatif yaitu Dzikrullah. Dengan berdzikir di
sini, manusia bisa lebih baik didalam kehidupannya. Tak diragukan lagi
bahwa dzikir adalah sarana para sufi menuju kehidupan ruhaniah mereka yang
sebenarnya. Karena seseorang yang sedang berdzikir benar-benar tenggelam
di hadapan Allah sehingga ia keluar dari kelalaian menuju musyahadah
(kesaksian) dan mukasyafah (keterbukaan). Karenanya, para sufi
mengutamakan dzikir atas seluruh perbuatan lainnya, dan mengistimewakan
dzikir atas ragam ibadah apapun, seperti jihad dan shalat. Karena dalam
pandangan mereka, dzikir adalah tujuan dari shalat.10
Dalam buku Ensiklopedi Nasional Indonesia, dzikir berarti mengingat
kepada Allah dengan menghayati kehadiran-Nya, kemahasucian-Nya,
kemahaterpujian-Nya, dan kemahabesaran-Nya. Dzikir merupakan sikap batin
yang biasanya diungkapkan melalui ucapan tahlil (la ilaha illallah), tasbih
(subhanallah), tahmid (alhamdulillah), dan takbir (allahuakbar)11
Menurut Mustafa Zahri, tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam
melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang di contohkan oleh Nabi
9 Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, I, h. 264-270
10 Al-Qusyayri, al-Risalah, Hanna Djuhana Bastman, Meraih Hidup
Bermakna, (Jakarta : Paramadina, 1996), Cet. Ke-1. h. 101 11 Djohan Effendi, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka,
1989), jilid 4c, Dzikir, h.436.
13
Muhammad SAW dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi'in, tabi'it tabi'in turun
menurun sampai kepada guru-guru secara berantai pada masa ini.12
Di antara jamaah yang banyak diikuti pola dzikir dan tarekatnya di
Nusantara adalah Syaikh Abdul Qadir Jailani, beliau lahir di kota Jilan pada
tahun 470 H/ 1077 M. Wafat di Kota Baghdad pada tahun 561 H/ 1166 M.
Baliau ulama yang ahli di bidang ushul dan fiqh dalam Mazhab Hanbali, dia
seorang sufi besar di zamannya, dan pendiri tarekat Kadiriah. Ia juga disebut
dengan nama Abdul Qadir al-Jili. Di Baghdad ia dikenal dengan panggilan al-
Jami. Nama lengkapnya adalah Muhiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin
Abi Salih Zangi Dost al-Jailani. Ada pula yang mengatakan bahwa nama
lengkapnya adalah Muhiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Salih
Zangi Dost Musa bin Abi Abdillah bin Yahya az-Zahid Muhammad bin Daud
bin Musa bin Abdillah bin Musa al-Jun bin Abdul Muhsin bin Hasan al-
Musanna bin Muhammad al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib RA. Menurut garis
keturunan ini, ia termasuk cucu Nabi Muhammad SAW.
Abdul Qadir Jailani lahir dan di didik dalam lingkungan keluarga sufi.
Ia tumbuh di bawah tempaan Ibu Fatimah binti Abdullah as-Sauma'I dan
kakeknya Syeikh Abdullah as-Sauma'I, keduanya Wali. Sejak kecil beliau
berbeda dengan anak yang lainnya, ia tidak suka bermain. Sejak usia dini ia
terus mematangkan kekuatan batin yang dimilikinya dan mulai belajar
mengaji pada umur sepuluh tahun.
12 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), cet. I, h.
56.
14
Dalam usia 18 tahun ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu (488
H/1095 M). karena tidak diterima di Madrasah Nizamiyah yang pada waktu
itu dipimpin oleh seorang sufi besar, Ahmad al-Ghazali, Abdul Qadir Jailani
mengikuti pelajaran fiqh mazhab Hanbali dari Abu Sa'd Mubarak al-
Mukharrimi (pemimpin sekolah hukum Hanbali) sampai ia mendapat ijazah
dari gurunya tersebut. Mulai tahun 521 H/1127 M Abdul Qadir Jailani
mengajar dan berfatwa dalam mazhab tersebut kepada masyarakat luas sampai
akhir hidupnya.13
Adapun motif jama'ah Majlis dzikir Pondok Pesantren Al-Ishlah
mengikuti wirid dzikir Syaikh Abdul Qadir Jailani adalah, mereka selalu ingin
mengharapkan berkah dan kesehatan jiwanya, sehingga mereka merasakan
dekat dengan Allah SWT, karena dzikir adalah mengingat Allah SWT yang
bisa melahirkan cinta kepada-Nya, dan mengosongkan hati dari kecintaan
serta ketertarikan dunia fana ini.
Kaum muslimin yang mengikuti wirid dzikir Syaikh Abdul Qadir
Jailani pada prinsipnya terbagi kedalam dua kelompok; Pertama kelompok
yang mengikuti wirid dzikir Syaikh Abdul Qadir Jailani ini dengan cara
mengikuti tarekat Qadiriyah, tarekat yang di nisbahkan kepada Syaikh Abdul
Qadir Jailani. Kedua, kelompok yang mengikuti wirid dzikir Syaikh Abdul
Qadir Jailani dengan tanpa mengikuti terkat Qadiriyah.
13 Abdullah Taufik. Dr. Prof. Ensiklopedi Islam, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1999), jilid 1, Aba-Far, h.17.
15
Pondok Pesantren Al-Ishlah yang terletak di wilayah Cikarang Utara,
termasuk kelompok yang kedua. Pesantren ini hanya melakkukan wirid dan
dzikirnya Syaikh Abdul Qadir Jailani tanpa tarekat Qadriyah. Pesantren ini di
selenggarakan wirid dzikirnya setiap bulan minggu kedua pada hari selasa
malam Kliwon.
Sementara itu, harapan Majlis Dzikir Pondok Pesantren Al-Ishlah
untuk mendapatkan berkah, kesehatan mental, kedekatan dengan Allah dan
kecintaan yang mendalam kepada pengamalan wirid dzikir Syaikh Abdul
Qadir Jailani. Secara akademik masih menyisakan ruang pertanyaan. Apakah
hal itu sebatas harapan atau benar-benar sudah menjadi kenyataan?
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, penulis meneliti
Majlis Dzikir tersebut dalam bentuk penulisan skripsi yang berjudul “Analisis
Isi Pesan Dakwah Dalam Kegiatan Dzikir Syaikh Abdul Qadir Jailani Di
Majlis Dzikir Pondok Pesantren Al-Ishlah Cikarang Utara, Bekasi, Jawa-
Barat”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah dapat dinyatakan bahwa pembatasan
masalah di dalam skripsi ini adalah bagaimana dzikir dapat memberikan
makna hidup kepada orang beriman sehingga melahirkan akhlak yang
baik.
2. Perumusan Masalah
16
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah pelaksanaan dzikir di Majlis dzikir Al-Ishlah?
b. Apa yang disampaikan oleh Pembimbing dzikir?
c. Apakah penyampaian dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun berperan
dalam membina kesehatan mental jamaah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Penelitian ini di maksudkan untuk mengetahui iss pesan dakwah yang
ada di Majlis dzikir Al-Ishlah.
b. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui penyampaian yang
digunakan pembimbing dzikir
c. Penelitian ini untuk mengetahui penyampaian dzikir KH. Ahmad
Dasuki Harun dalam membina kesehatan mental jamaah..
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis. Berkaitan dengan
konsep dan metodologinya, penelitian ini dapat memberikan masukan
bagi pengembangan penelitian serupa dilingkungan Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Penelitian ini diterapkan dapat menambah wawasan bagi para teoritis,
praktisi, dan pemikir Dakwah dalam menyikapi perkembangan
Dakwah di Indonesia, khususnya berkanaan dengan fenomena
17
Kegiatan Dzikir sebagai sebuah institusi yang memiliki kontribusi
nyata terhadap perkembangan Dakwah Islam di Indonesia. Juga dapat
menjadi masukan khususnya bagi Majlis dzikir Al-Ishlah dalam
melakukan aktivitas dakwahnya.
D. Metodologi Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif
analisa. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan suatu fenomena social
keagamaan dengan variabel pengamatan sudah ditentukan secara jelas dan
spesifik.14
Pendekatan deskriptif digunakan ketika menggambarkan secara
umum tentang pengamalan akhlakul karimah dalam kehidupan serta gambaran
umum Majlis dzikir Al-Ishlah Cikarang Utara Bekasi. Selanjutnya pendekatan
analisis dilakukan sebagai upaya penulis untuk mengetahui lebih jauh jamaah
Majlis dzikir dalam menerapkan akhlakul kariamah serta kesehatan mental
dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini yang dijadikan populasi adalah jamaah Majlis dzikir Al-
Ishlah. Populasi adalah jumlah keseluruhan subjek atau elemen yang ada
didalam wilayah penelitian.15
Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi
adalah seluruh peserta dzikir di Majlis Dzikir Al-Ishlah yang berjumlah 40
orang. Sampel adalah bagian atau wakil populasi yang diteliti dan dianggap
dapat menggambarkan populasinya.16
Untuk mengambil besar sampel, penulis
14 U. Maman KH, MetodologiPenelitian Agama, (Jakarta : Logos, 2002), h.225
15 Suhasimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Tinjauan Praktek, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 1998), Cet. Ke-11, h. 15 16 Irawan soehartono, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
1999), Cet. Ke-3, h.57
18
berpedoman kepada pendapat Winarno Surahmad yaitu apabila jumlah
populasi kurang dari 100 responden, maka jumlah sampelnya adalah 50% dari
jumlah populasi.17 Yaitu berjumlah 20 orang.
Teknik analisa data dalam penelitian ini dilakukan pendekatan logika
untuk data kualitatif, dan rumus menentukan prosentasenya, yaitu:
P = N
F × 100%
Keterangan:
P = Adalah prosentase
F = Adalah jumlah yang mengisi
N = Adalah sampel
100% = Adalah bilangan tetap.18
Sedangkan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan judul
penelitian, penulis menggunakan dua cara sebagai berikut :
1. Library Research (Penelitian Kepustakaan), yaitu mengadakan kajian
dengan mencari dan membaca buku-buku yang berkenaan dengan masalah
yang diteliti.
2. Field Research (Penelitian Lapangan), yaitu penulis menggunakan
penelitian dengan datang langsung ke lapangan atau objek penelitian di
Majlis dzikir Al-Ishlah.
17 Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung : Tarsito, 1982), h.100
18 Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2001), Cet. Ke-XI, h.40
19
Dalam penelitian lapangan, penulis menggunakan beberapa teknik
untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pembahasan. Adapun teknik
pengumpulan data tersebut adalah:
1. Observasi
Observasi berarti pengamatan atau pencatatan secara sistematik
terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.19
Observasi ini dilakukan
untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan skripsi ini seperti
tentang gambaran umum Majlis dzikir Al-Ishlah dengan keadaan jamaah
dan pelaksanaan kegiatannya.
2. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan cara yang digunakan dengan
mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari
responden.20 Atau metode pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak
yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan
penyelidikan.21
Berkaitan dengan skripsi ini, maka dilakukan wawancara
secara langsung dengan pengelola Majlis Dzikir Al-Ishlah dengan tujuan
memperoleh data yang akurat tentang sejarah berdiri dan perkembangan
19 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset,1992), Cet. Ke-21,
h.136 20
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Dalam Masyarakat, (Jakarta: PT.
Gramedia,1993), Cet. Ke-5, h.129 21
Sutrisno Hadi, Op.cit, h.193
20
Majlis Dzikir Al-Ishlah, kondisi jamaah, pengurus dan bentuk-bentuk
kegiatan teknik pelaksanaanya serta struktur organisasi.
3. Penyebaran Angket
Untuk memperoleh data yang komprehensif, penulis menyebarkan
angket atau kuesioner yang merupakan suatu daftar atau rangkaian
pertanyaan yang disusun secara tertulis mengenai suatu hal yang berkaitan
dengan penelitian, penulis menyebarkan angket kepada jamaah Majlis
Dzikir Al-Ishlah yang menjadi sampel penelitian.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman
penulisan skripsi, Tesis dan Disertasi”, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press, tahun 2002.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar mempermudah
penulisan skripsi ini, maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima
bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan hal-hal seputar latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II : KERANGKA TEORI TENTANG ISI PESAN DAKWAH,
DAN DZIKIR DI MAJLIS DZIKIR AL-ISHLAH.
21
Kegiatan Dzikir, Dakwah Islam dan Pondok Pesantren Al-
Ishlah. Dalam bab ini dijelaskan mengenai Dzikir yaitu,
Pengertian Dzikir, Manfaat Dzikir, Tujuan Dzikir, Macam-
macam Dzikir, Dakwah Islam, Pengertian Dakwah, Tujuan
Dakwah, Sasaran Dakwah, Strategi Dakwah, Media Dakwah.
Pesan Dakwah.
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG OBYEK PENELITIAN.
Pembahasannya mencakup tentang Riwayat Hidup dan
Pendidikan Syaikh Abdul Qadir Jailani, Karya-karya Ilmiah
Syaikh Abdul Qadir Jailani, Corak Tasawuf Syaikh Abdul
Qadir Jailani, Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani, dan Dzikir
Syaikh Abdul Qadir Jailani. Pondok Pesantren Al-Ishlah, Latar
Belakang Berdirinya Pondok Pesantren, Tujuan, Visi dan Missi
Pondok Pesantren, Kiprah Pondok Pesantren dalam Pendidikan
dan Dakwah, Corak Tasawuf di Pondok Pesantren.
BAB IV : ANALISIS TENTANG ISI PESAN DAKWAH DALAM
KEGIATAN DZIKIR SYAIKH ABDUL QADIR JAELANI
DI MAJLIS DZIKIR AL-ISHLAH CIKARANG UTARA
BEKASI.
Kegiatan Dzikir Pondok Pesantren Al-Ishlah dalam Dakwah
Islam di Cikarang Utara. Dalam bab ini dapat dipaparkan
mengenai aktivitas Dakwah, Dzikir Pondok Pesantren Al-
Ishlah yang meliputi: Analisis Tentang Isi Pesan Dakwah Pada
22
kegiatan Dzikir Yang di Bimbing KH. Ahmad Dasuki Harun
Bagi Jamaah, Analisis Tentang Tingkat Keberhasilan
Penyampaian Dzikir Syaikh Abdul Qadir Jailani oleh KH.
Ahmad Dasuki Harun di Majlis Dzikir Al-Ishlah, Analisis
Tentang Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Penyampaian
Dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun di Majlis Dzikir Al-Ishlah,
Analisis Tentang Respon Masyarakat Terhadap Penyampaian
Dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun Dalam Membina Kesehatan
Mental.
BAB V : PENUTUP.
Dalam bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban
dari permasalahan yang dikemukakan di tambah dengan
kontribusi saran-saran yang penulis ajukan berkenaan dengan
bidang yang penulis teliti.
23
BAB II
KERANGKA TORI DAKWAH ISLAM, DZIKIR, KESEHATAN MENTAL
DAN PONDOK PESANTREN AL-ISHLAH
A. Dakwah Islam
1. Pengertian Dakwah
Secara etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa Arab د��ة yang
berarti seruan, ajakan, atau jamuan. Bentuk kata tersebut dalam bahasa
Arab disebut masdar, diambil dari kata kerja د��-���� yang berarti
menyeru, memanggil, mengajak atau menjamu.22
Dalam Kamus
Kontemporer Arab – Indonesia yang disusun oleh Atabik Ali dan Ahmad
Zuhdi Muhdlor, dakwah diambil dari kata د��ة- ���� –د�� yang berarti
panggilan atau seruan.23 Pengertian tersebut banyak terdapat dalam Al-
Quran, surat Yunus ayat 25:
������ ����� � ������ ����
���������� � �!"���� # $ %&�� '()
������ *+,�-./ 012�� 3�5$ 67�8
“Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang
yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)”.
Sejalam dengan pandangan di atas, Mansyur Amin memberikan
makna dakwah secara bebas sebagai berikut:24
22 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), Cet.
Ke-8, hal 127. 23
Atabik Ali, Ahmad Zudli Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
(Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1998), Cet. Ke-3, hal. 895. 24 Mansyur Amin, Dakwah dan Pesan Mora, (Yogyakarta: Al-Amin Perss, 1997), Cet
ke-1, hal 8.
24
a. Mengharap dan berdo’a kepada Allah
Makna ini sesuai dengan pengertian yang terdapat pada Al-Quran,
Surah Al-Baqarah ayat 186, yaitu:
�9:���� �;9��<�= � �� > ?@A ��(B�C9D ��FG9H � I�J.AKL �(����
MN�O���� �9:�� 8P� �� � ��>J�R S���D�9D �� ��T $U9JV��� ��W !XZ[��\9�
]^��&_!G � 6` 8 “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran”.
b. Memanggil dengan suara lantang, makna ini sesuai dengan Al-Quran,
Surat Al-Rum ayat 25, yaitu:
�# $�� bc d S� ���& P�L ef�9g %&���☺����� +i!�3j���� c�FGV$�<�k � lX\� �9:�� !X&m� ��
T(���� n# o$ 6i!�3j�� ��9:�� �3p�L PAGV��$ 67�8
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan
bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila dia memanggil kamu sekali
panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur)”.(Q.S. Ar-
Rum/30:25)
c. Mendorong seseorang untuk memeluk sesuatu keyakinan tertentu,
makna ini sesuai dengan Al-Quran, Surat Al-Baqarah ayat 221, yaitu:
qr�� ��9.sT9g t�⌧m�-�v☺V��� �?w1�d x# $U9� � z ${j�� |z(} $U95$ -!G�n # o$ ;z⌧m�-�v5$ !9���
!X&sUS >�R��L s qr�� ��9.sT\g ~� m�-�v☺V��� �?w1�d
��T $U9� � ?�!;�\9��� N# $U95$
25
-!G�n # o$ ;0�-�v5$ !9��� !X&s >�R��L s �;�[�9�<�KL P�� �
����� ���T��� � ������ ����� � ����� z�}�RV���
( G bV�☺V����� c d pV:�C�k � ~�o� ;��� c d S� ���& ���}� � !XZ[��\9� P�G_m⌧J S � 677`8
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka,
sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran”. (Q.S. Al-baqarah/2:221).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata dakwah memiliki dua
arti yaitu: “(1) penyiaran, propaganda: (2) penyiaran agama dan
pengembangan di kalangan masyarakat: seruan untuk memeluk,
mempelajari dan mengemalkan ajaran agma.” Dalam Ensiklopedia Islam,
dakwah yang berarti setiap kegiatan yang menyeru, mengajak, dan
memanggil untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis
aqidah, syariat, dan akhlak Islamiah.25
Sedangkan pengertian dakwah dari segi terminologi tersebut ada
beberapa pendapat, namun tidak jauh berbeda, terkadang pendapat yang
satu dengan yang lain saling melengkapi.
Prof. Toha Yahya Oemar, M.A. Dalam bukunya, Ilmu Dakwah,
mendefinisikan dakwah sebagai berikut: Dakwah adalah mengajak
25 Kafrawi Ridwan, dkk., Ensiklopedia Islam, (Jakarta: P.T. Ichtiar Baru van Hoeve,
1999), Cet. Ke-6, h,181
26
menusia dengan bijaksana pada jalan yang benar sesuai dengan perintah
Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.26
K.H. Didin Hafidudin, memberikan pengertian yang intregalistik
bahwa dakwah merupakan “suatu proses yang berkesinambungan yang
dilakukan oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah
agar bersedia mesuk ke jalan Allah secara bertahap menuju perikahidupan
yang Islami.”27
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa dakwah adalah sebuah
proses pengaktualisasian atas keimanan seseorang dengan berbagai upaya-
upaya agar kualitas diri dan masyarakatnya meningkat.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Drs.
Amrullah Ahmad bahwa dakwah merupakan: Aktualisasi iman yang
dimanifestasikan dalam suatu kegiatan manusia beriman dalam bidang
kemasyarakatan yang dilaksanakan secara terartur untuk mempengaruhi
cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada tataran realitas
pada individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan
terwujudnya ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan dengan cara
tertentu.28
Prof. H. M. Arifin, M, Ed. mendefinisikan dakwah sebagai berikut:
suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan
sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha
26 Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1997), Cet. Ke-1, h. 1
27 Didin Hafidudin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Perss, 1998), Cet. Ke-1, h. 77
28 Amrullah Ahmad, (ed), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M,
1985), Cet. Ke-2, h. 11
27
mempengaruhi orang lain, baik secara individu maupun secara kelompok
agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan,
dan pengamalan terhadap ajaran agama sebagai Message yang
disampaikan kepadanya tanpa ada unsur-unsur paksaan.29
Dr. Hamzah Ya’kub memberikan pengertian dakwah secara umum
dan khusus. Dakwah secara umum ialah “suatu pengetahuan yang
mengajarkan seni dan tehnik menarik perhatian orang guna mengikuti
ideologi dan pekerjaan tertentu”. Dengan kata lain, ilmu yang mengajarkan
cara mempengaruhi alam pikiran manusia. Dakwah berusaha
“menyeberangkan” alam pikiran manusia kepada suatu ideologi tertentu.
Sedangkan dakwah secara khusus dalam Islam ialah “mengajak manusia
dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-
Nya”.
H.S.M. Nasaruddin Latif, mendefinisikan dakwah sebagai “setiap
usaha atau aktivitas dengan lisan, tulisan, dan sebagainya, yang bersifat
menyeru, mengajak, dan memanggil manusia lainnya untuk beriman dan
mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis akidah dan syari’ah serta
akhlak Islamiyah”.30
Bertitik tolak dari beberapa definisi dakwah yang telah
dikemukakan di atas, terlihat bahwa dakwah telah menjadi kewajiban
setiap Musmin di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Kewajiban
29 H. M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000),
Cet. Ke-5, h. 6 30 H.S.M. Nasaruddin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma, 1971,
Cet, ke-1,h, 11
28
tersebut sesuai dengan kesanggupan dan proporsinya. Hal ini diungkapkan
dengan Al-Qur’an sebagai berikut;
#&s 3V��� !X&s} o$ z�$KL P�� � ����� �-!G9�V*�� P�G$D< ���
.��GU\zpD����k P!�ZUT ��� 6# FG9s}☺V��� � �;�[�9�<�KL�� X\�
]^9��Vb☺V��� 6`�8 “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Al-Imran/3;104)
(Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah;
sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya).
Dalam hadist Rasulullah SAW:
�� � � ر��ل : ا��� رى ��� ا� ��� و��� ��ل�� ا��م� راي م%$� م%$"ا �#"! �! � : ا� ��� ا� ��� و��� ���ل
. ن �� �012/ .��2ن� �ن �� �012/ .��.� وذ �, ا+* ا(���ن ) رو! م��2(
“Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata: Saya pernah
mendengar Rasulullah SAW bersabda. “Siapa yang melihat sebuah
perbuatan munkar, haruslah mengubahnya dengan tangannya (tindakan).
Jika tidak sanggup, maka dengan mulutnya (kata-kata). Jika tidak
sanggup pula, maka dengan hatinya (ketidak setujuan) namun yang
terakhir ini merupakan menifestasi yang paling lemah”. (H.R. Muslim).31
Dari uraian di atas, dapat dirangkum bahwa dakwah adalah sebuah
proses berkesinambungan harus dibangun oleh unsur kesadaran,
keteraturan, peningkatan, dan fleksibilitas. Karena itu aplikasi dakwah
harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Allah SWT
memberikan rambu-rambu kebijaksanaan untuk orang-orang beriman
31 Abu Zakariyya Yahya ibn Syaraf an Nawawi, Riyad as-Salihin, (Bairut: Dar al-Fikr
1992), t, c,. h, 67
29
dalam melaksanakan dakwah yang terdapat dalam ayat Al-Qur’an yang
berikut:
&NU��� ������ 8�J�>�= �;��k�� z�☺s V*���k z9f !�☺V�����
z�T��z V*�� � �ZV� ���A�� ?�1_����k �� � #���d�L � �P��
�;�k�� �\� +�����L #�☺�k ���` # c L��J�>�= � �\��� +�����L
~� � S�Z☺V����k 6`7�8
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”. (Q.S. Al- Nahl/16:125).
(Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat
membedakan antara yang hak dengan yang bathil).
Dalam ayat tersebut terkandung tiga prinsip pelaksanaan dakwah yaitu:
a. Hikmah, yaitu yang berlandaskan informasi tentang hakikat kehidupan
psikologi manusia suatu kebijaksanaan yang diambil berdasarkan atas
pertimbangan matang sebagai objek dakwah. Informasi tersenut
merupakan bahan pengetahuan yang secara obyektif mengambarkan
tentang kehidupan manusia dalam segala dimensi dan aspeknya
menurut situasi dan kondisi yang melengkapinya.
b. Mau’izah hasanah, yaitu perilaku yang dinyatakan dalam bentuk
penasihatan atau ajakan serta keterangan-keterangan yang disampaikan
dengan metode yang ckup baik dilihat dari segi kedayagunaan
psikologi manusia.
30
c. Sistem penyampaian secara tatap muka (face to face meeting) antar
pribadi dan kelompok yang dilakukan secara tertib dan berlangsung
secara konsisten atas dasar pendekatan-pendekatan psikologi.32
2. Tujuan Dakwah
Adapun tujuan dakwah dapat dijelaskan sebagai berikut:
Abdur Rosyad Shaleh membagi tujuan dakwah menjadi dua, yaitu
tujuan akhir (ultimate goal) dan tujuan utama: adapun tujuan akhir, yakni
terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat
yang diridhai Allah SWT, dan tujuan antara (intermediategoal), yakni
perumusan nilai yang diingin dicapai sebagai perantara tujuan utama
dakwah.33
Menurut K.H. Didin Hafiduddin dalam bukunya, Dakwah Aktual,
tujuan dakwah secara umum adalah untuk mengubah perilaku sasaran
dakwah agar menerima dan merealisasikan ajaran Islam dalam kehidupan
yang penuh keberkahan samawi dan ardi34
sebagaimana dijelaskan dalam
Al-Qur’an sebagai berikut:
!9��� �P�L q�U��L �� Gf�V��� ��T $��& ��!9��g���� ��T9 S⌧b9� X"!-�� �t�⌧m G k
n# o$ &���☺����� 6i!�3j���� #.s�9��� ��kOJ⌧m tZ� pJ9j�<9D ��☺�k ��p�q� P;.�s � 6� 8
32 H.M. Arifin , M.Ed Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara,
2000), Cet. Ke-5,h. 20-21 33
Abd. Rosyad Shaleh, Management Dakwah Islam, (Jakarta Bintang, 1997), Cet, ke, h.
21-22 34 K.H. Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Perss, 1998), Cet. Ke-
1,. h. 78
31
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya”. (Q.S. Al-A’raf/7;96)
Kemudian tujuan umum tadi dirumuskan ke dalam tujuan-tujuan
operasional sehingga dapat dievaluasi keberhasilan yang dicapai. Misalnya
berkurangnya angka kemaksiatan, berkurangnya tingkat pengangguran,
dan sebagainya.35
3. Sasaran Dakwah
Sasaran dakwah adalah manusia, baik individu maupun kelompok
(masyarakat). Dalam hal ini Amrullah Ahmad mengklasifikasikan sasaran
dakwah menjadi tujuh kelompok, yaitu:
a. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan tempat tinggal, yaitu
pendduduk kota dan desa
b. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan struktur kemasyarakatan, yaitu
masyarakat agraris dan industri.
c. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan tingkat pendidikan,
d. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan peranan dan struktur
kekuasaan, yaitu pemimpin dan rakyat.
e. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan agama, yaitu Islam dan non
Islam.
f. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan sikap terhadap dakwah yaitu
orang yang cinta terhadap Islam atau sebaliknya.
35 Ibid
32
g. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan usia, misalnya anak (6-13 th),
remaja (14-16 th), dewasa (17-35 th), orang tua (35-55 th), dan lanjut
usia (55-ke atas).36
Hal ini juga diungkapkan oleh Prof. H.M. Arifin M.Ed, dalam buku
Psikologi Dakwah. bahwa sasaran dakwah menjadi delapan kelompok,
yaitu:
a. Sosiologis: yaitu masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil,
serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
b. Struktur kelembagaan: yaitu masyarakat, pemerintahan, dan keluarga.
c. Sosio-kultural: yaitu golongan priyayi, abangan, dan santri, klasifikasi
ini terdapat dalam masyarakat Jawa.
d. Tingkat usia: yaitu golingan anak-anak, remaja, dan orang tua.
e. Okupasional (propesi atau pekerjaan) yaitu petani, pedagang, seniman,
buruh, pegawai negeri, dan sebagainya.
f. Tingkat sosio-ekonomi: yaitu orang kaya, menengah, dan miskin.
g. Masyarakat khusus: yaitu tuna susila, tuna wisma, tuna karya,
narapidana, dan sebagainya.37
h. Masing-masing kelompok masyarakat tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda. Hal ini menuntut adanya sistem dan metode dakwah
yang berbeda pula. Dengan demikian, kegiatan dakwah akan lebih
36 Amrullah Ahmad (ed), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M,
1985), Cet. Ke-2, h. 300 37 H.M. Arifin, M.Ed Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara,
2000), Cet. Ke-5,h. 3-4
33
efektif dan efesien jika penggunaan sistem dan metodenya sesuai
dengan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.
Dari uraian tentang sasaran dakwah tersebut di atas, menurut hemat
penulis, yang sesuai dengan kondisi sasaran dakwah dalam penelitian
skripsi ini:
a. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan tempat tinggal, yaitu
pendduduk desa Tanjung Sari, Kecamatan Cikarang Utara.
b. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan struktur kemasyarakatan Desa
Tanjung Sari Kecamatan Cikarang Utara, yaitu masyarakat agraris dan
industri.
c. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan agama, yaitu Islam
d. Kelompok sasaran dakwah berdasarkan usia, misalnya anak (6-13 th),
remaja (14-16 th), dewasa (17-35 th), orang tua (35-55 th), dan lanjut
usia (55-ke atas).38
e. Struktur kelembagaan: yaitu masyarakat, pemerintahan, dan keluarga
f. Okupasional (propesi atau pekerjaan) yaitu petani, pedagang, seniman,
buruh, pegawai negeri, dan sebagainya.
g. Tingkat sosio-ekonomi: yaitu orang kaya, menengah, dan miskin.
4. Strategi Dakwah
a. Pengertian Strategi Dakwah
1) Prespektif Etimilogis
38 Amrullah Ahmad (ed), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M,
1985), Cet. Ke-2. h. 300
34
Pada awal istilah strategi digunakan dalam dunia militer, yaitu
untuk memenangkan suatu peperangan.39
Istilah strategi berasal dari kata
Yunani “Strategia” (Stratis = militer, dan ag = memimpin), yang atinya
adalah seni atau ilmu untuk menjadi seorang jendral. Strategi bisa juga
diartikan sebagai sesuatu rencana untuk pembagian dan penggunaan
kekuatan militer dan material pada daerah-daerah tertentu untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.40
Secara umum, strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis
besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah
ditentukan, penetapan strategi harus didahului oleh analisis kekuatan
lawan yang meliputi jumlah personal, kekuatan dan persenjataan, kondisi
lapangan, posisi musuh, dan sebagainya.41
Strategi mempunyai beberapa pengertian yaitu: siasat perang dan
akal (daya upaya) untuk mencapai suatu maksud.42 Sama halnya yan
diungkapkan oleh Harimukti Kridalaksana, bahwa strategi berarti siasat
untuk tehnik memenangkan suatu persaingan antara kelompok-kelompok
yang berbeda orientasi hidupnya.43
Menurut Prof. Dr. A.M. Kadarman, strategi adalah penentuan
tujuan utama yang berjangka panjang dan sasaran dari suatu perusahan
39 Komaruddin, Ensiklopedi Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Cet. Ke-1, h.
539 40
Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21, Terjemahan A.E. Priyonodan Ilyas
Hasan, (Bandung: Mizan, 1996), h. Prakata 41
Abu Ahmad, et al., Strategi Belajar Mengaja, (Bandung: Pustaka setia, 1997), h. 11 42
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Nusa Indah, 1981),
Cet. Ke-1, h. 173 43 Fuad Amsyari, Strategi Umat Islam Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 1990). Cet.
Ke-1, h. 40
35
atau organisasi serta pemilihan cara-cara bertindak dan mengalokasian
sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan-
tujuan tersebut. Jadi strategi menyangkut soal pengaturan berbagai sumber
daya yang dimiliki oleh perusahaan agar dalam jangka panjang tidak kalah
bersaing.44
Dalam rangka suatu menyusun strategi dakwah diperlukan suatu
pemikiran yang luas dan rasional dengan memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi strategi tersebut.
Dalam penyusunan dan strategi ada lima faktor yang perlu diketahui:
a) Tujuan, baik tujuan jangka panjang (tujuan akhir) atau tujuan jangka
pendek (tujuan sementara).
b) Ilmu Medal (tujuan dan kondisi).
c) Kekuatan-kekuatan.
d) Kebijaksanaan Pemimpin.
e) Pemimpin.45
Prof. Dr. Onong Ushyana, M.A menyatakan bahwa dalam rangka
menyusun strategi diperlukan:
a) Pengenalan susunan, yang meliputi:
(1) Faktor kerangka referensi
(2) Faktor situasi dan kondisi.
b) Pemilihan media.
44 A.M. Kadarman, et al., Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta: PT. Prenhallindo), h. 58
45 Syarif Usman, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan, (Jakarta: Firma
Djakarta, Tanpa Tahun). Cet. Ke-1, h. 6
36
c) Pengkajian media
d) Peranan komunikator.46
Dr. Fuad Amsyari, membicarakan perjuangan umat Islam
Indonesia menyatakan tiga hal pokok dalam penyusunan strategi yaitu:
a) Potret umat
b) Permasalahan umat
c) Alternatife pemecahan.
5. Media Dakwah
Dalam arti sempit media dakwah dapat diartikan sebagai alat bantu
dakwah. Alat bantu yang berarti media dakwah memiliki peranan atau
kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan tanpa adanya media
masih dapat mencapai semaksimal mungkin.
Ada beberapa media komunikasi, dakwah yang dapat digolongkan
menjadi lima golongan besar, yaitu:
a. Lisan: termasuk dalam bentuk ini adalah khutbah, pidato, diskusi,
seminar, musyawarah, nasihat, ramah tamah dalam suatu acara,
obrolan secara bebas setiap ada kesempatan yang semuanya dilakukan
dengan lidah atau suara.
b. Tulisan: dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan umpamanya,
buku-buku, majalah, surat kabar, buletin, risalah, kuliah-kuliah tertulis,
pamplet pengumuman tertulis, spanduk, dan lain sebagainya.
46 Onong Uchyana, Teori dan Praktek Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1992). Cet. Ke-6, h. 35
37
c. Lukisan: yakni gambar-gambar dalam seni lukis, foto dan lain
sebagainya. Bentuk tertulis ini banyak menarik perhatian orang dan
banyak dipakai untuk menggambarkan suatu maksud yang ingin
disampaikan kepada orang lain umpanya komik-komik bergambar
Islami untuk anak-anak.
d. Audio visual: yaitu suatu cara menyampaikan sekaligus merangsang
penglihatan dan pendengaran. Bentuk ini dilaksanakan dalam televisi,
radio, film dan sebagainya.
e. Akhlak: yaitu suatu cara penyampaian langsung ditunjukan dalam
perbuatan yang nyata.47
Dari paparan tentang media dakwah di atas, media dakwah yang
digunakan di dalam subyek penelitian yaitu: Lisan, Tulisan, Audio Visual
dan Akhlak. adapun alasan hemat penulis, Lisan adalah ucapan langsung
dari pembimbing Dzikir, karena itu bisa merangsang akal pikiran
seseorang agar teringat selalu akan dzikirannya. Tulisan, sebelum kegiatan
dzikir para panitia memberikan pengumuman kepada masyarakat dengan
menggunakan tulisan berupa surat kabar dan spanduk, adapun kegiatan
dzikir ketika dimulai, para jama’ah diberikan tulisan berupa buku panduan
dzikir agar mereka membaca tersusun dengan baik. Audio visual, adapun
yang digunakan dalam melaksanakan dzikir menggunakan alat pengeras
47 DR. Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam: Tehnik Dakwah dan Ledership, (Bandung:
Diponogoro, 1998), h. 47-48
38
suara yaitu Sound system, agar jama’ah mendengar dengan jelas apa yang
diucapkan pembimbing dzikir.
Dalam literatur lain dikatan bahwa dakwah sebagai suatu kegiatan
komunikasi keagamaan dihadapkan pada perkembangan dan kemajuan
teknologi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan suatu adaptasi
terhadap itu. Artinya dakwah dituntut agar dikemas dengan terapan media
komunikasi sesuai aneka mad’u yang dihadapai. Dakwah yang
menggunakan media komunikasi lebih efektifdan efesien atau dengan
bahasa lain dakwah yang dimiliki merupakan dakwah komunikatif.48
a. Media Visual
Media komunikasi visual merupakan alat komunikasi yang digunakan
dengan memanfaatkan indera penglihatan dalam menangkap datanya.
Jadi masalah yang paling beperan dalam pengembangan dakwah,
media komunikasi yang berwujud alat yang merupakan penglihatan
sebagai pokok persoalannya.49 Terdiri dari beberapa jenis alat
komunikasi yang sangat komplit media visual tersebut meliputi:
1) Film Slide
2) Overhead Proyektor (OHP)
3) Gambar foto diam
4) Komputer.
b. Media Auditif
48 Dr. M. Bahri Ghazali, M.A. Dakwah Komunikatif Membangun Kerangka Dasar Ilmu
Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997). Cet. Ke-1, h. 33 49
Ibid, h. 34
39
Media auditif dalam pemahaman komunikatif merupakan alat
komunikasi berbentuk hasil teknologi canggih dalam wujud dan
hadwer, media auditif dapat ditangkap melalui indra pendengaran.50
6. Pesan Dakwah.
Dalam komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur penentuan
utama selain komunikator dan komunikan terjadi komunikasi antar
manusia. Tanpa ada unsurnya pesan, maka tidak pernah terjadi komunikasi
antar manusia.
Pesan dalam kamus besar bahasa Indonesia mengandung arti
perintah, nasihat, permintaan, amanat yang harus dilakukan atau
disampaikan kepada orang lain.51
Menurut HAW Widjaja pesan adalah
keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator.52
sedangkan
menurut Onong Uchyana Efendi, pesan adalah seperangkat lambang
bermakna yang disampaikan oleh komunikator.53 Pesan dakwah
mengandung arti segala peringatan yang berorientasi pada pembntukan
perilaku Islam baik secara pribadi (individu) maupun secara kelompok.54
Dari definisi-definisi di atas pemahapan penulis tentang dakwah,
maka pesan dakwah dapat diartikan sebagai pernyataan yang bersumber
dari Al-Qur’an dan Sunnah yang disampaikan untuk mengajak seluruh
50 Ibid, h. 36
51 Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta balai
pustaka, 2003), h. 761 52
HAW Widjaja, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rineka cipta,2000), cet ke-2, h. 32 53
Onong Uchyana Efendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), cet ke 8, h, 18 54 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta Balai Pustaka, 1989)
40
umat manusia agar mengikuti ajaran islam dan mampu merealisasikan
dalam kehidupan dengan tujuan kebahagiaan baik di dunia dan akhirat.
Pesan dakwah terdiri dari:
a. Masalah aqidah, yaitu pesan dakwah yang mencakup pada masalah-
masalah yang berhubungan erat dengan keimanan atau rukun iman.
b. Masalah syari’ah, yaitu pesan dakwah yang berhubungn dengan amal
lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah
swt. Untuk mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhannya
(Habluminallah) dan pergaulan hidup anatara sesame manusia
(Habluminannas)
c. Masalah akhlak, yaitu pesan dakwah berupa budi pekerti seseorang
yang menjadi penyempurnaan keimanan dan keislaman.
d. Masalah tasawuf, yaitu pesan dakwah yang berkaitan langsung dengan
masalah hati.
B. Dzikir
1. Pengertian Dzikir
Kata dzikir berasal dari bahasa arab ( - "ذ آ" ذآ"ا- �8آ ) Artinya:
menyebut, mengingat,55
dzakarallah ( ذ آ" ا�) artinya: “Memelihara Allah
55 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), Cet.
Ke-8,h. 134
41
dalam ingatan”. Maksudnya: selalu mengingat dan menyebut nama
Allah.56
Al-Imam Abul-Hasanat Muhammad Abdul Hayyi Al-Luknawi Al-
Hindi menjelaskan sebagai berikut:
�ن ا�8 آ" +� ا��2ن وه� > ا(�; م� ا�:�ل ا���9 ( ��2ن ن� ��8 آ" ا���2ن> ا�Cر م��AB< واح$�م م��م< �2� ��8آ"ي ا���.>
Sesungguhnya dzikir lawan katanya adalah lupa dan dzikir itu asalnya
merupakan perbuatan qalbu bkan lisan. Benar, berdzikir dengan lisan
memiliki pengaruh yang istimea dan hukum (aturan) yang diketahui tidak
ada dalam dzikir qalbu.57
Menurut Hasbi Assiddiqi, dzikir adalah menyebut nama Allah
SWT, dengan menbaca tasbih (ن ا���.�), Tahli (ا�)ا�� ا)), tahmid (� �� ,(ا��
basmallah �ا�" ح �� �2 ا� ا�" حdan membaca al-Qur’an serta membaca
do’a-do’a yang diterima dari Nabi-nabi.58
Sedangkan menurut Dr. Mir Valuddin, dzikir adalah senantiasa dan
terus menerus mengingat Allah yang bisa melahirkan cinta kepada Allah
serta mengosongkan hati dari kecintaan dan ketertarikan pada dunia fana
ini.59
Arti dzikir menurut istilah adalah suatu bentuk usaha bathiniyah
dengan melalui proses panca indera yang sifatnya intelektual dengan
56 M. Arifin Ilham dan Bebby Nasution, Hikmah Dzikir Berjama’ah, (Jakarta: Republika,
2003), Cet. Ke-1, h. 1 57
Imam Abul Hasanat Muhammad Abdul Hayyi Al-Luknawi Al-Hindi, Sibahatul Fikri –
fi Jahribidz ~ dzikir, Terjemahan Al-Baqir, h. 69 58
Hasbi Asshiddiqi, Pedoman Dzikir dan Do’a, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. Ke-
6, h. 36 59 Mir Valuddin, Zikir dan Kontemplasi dan Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2000),
Cet. Ke-6, h. 84
42
sarana menyebut nama Allah baik secara jahar maupun khofi guna
memperoleh kontemplasi tingkat tinggi.
Dari beberapa pendapat tentang makna dzikir di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa makna dzikir terdiri dari dua makna. Pertama arti
khusus adalah dzikir dengan ucapan (jahar) yaitu mengucapkan tasbih,
tahmid, takbir, tahlil, istighfar dan sebagainya dengan cara tertentu yang
telah diajarkan Rasulullah SAW, untuk mengingat atau mendekatkan diri
kepada Allah. Kedua makna umum adalah dzikir yang berupa perbuatan
atau dzikir dengan anggota tubuh (akhlak), semua itu untuk memuliakan
keagungan Tuhan sebagai sarana untuk taqarrub (mendekatkan) diri
kepada Allah.
Majlis dzikir berasal dari Bahasa Arab, majelis yang berarti tempat
duduk. Bila digabungkan keduanya maka pengertian majlis dzikir adalah
tempat bagi kita umat Islam untuk selalu mengingat Allah, mendekatkan
diri dan tempat renungan bagi kita atas semua fasilitas dan kenikmatan
yang tidak ada henti-hentinya yang telah diberikan oleh Allah SWT, agar
kita senantiasa bersyukur dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
2. Macam-macam Dzikir
a. Dzikir Jahar (ucapan jelas)
Dzikir jahar dilakukan untuk lebih mempengaruhi hati, dengan
lebih mengeraskan suara di dalam dzikir, akan lebih mudah meluluhkan
hati yang kadang-kadang keras seperti batu. Batu masih ada yang
mengeluarkan air, sedangkan hati apabila tertutup, tidak lagi menerima
43
petunjuk-petunjuk Allah yang telah menutup hati dan pendengaran mereka
dan pada penglihatan mereka ad penutup dalam hati mereka ada penyakit.
Lalu Allah menambah penyakit mereka dan bagi mereka azab yang pedih,
disebabkan apa yang mereka dustakan.60 Maka dengan dzikir yang keras
dan dilakukan dengansepenuhnya harapan dan kekhusyuan diharapkan
bisa meluluhkan hati yang keras tersebut.
Dzikir yang keras ini akan membuat Qalbu menjadi panas dan bila
dilakukan dengan kontinyu akan melahirkan cinta kepada Allah.61
Di
dalam buku karya Al-Ghazali “Rahasia Dzikir dan Do’a” disebutkan
bahwa pada awal seseorang berdzikir terlebih dahulu harus memaksakan
diri agar dapat memalingkan hati dan pikiran dari perasaan was-was
bimbang dan ragu kemudian memfokuskan perhatian pikiran, dan perasaan
sepenuhnya kepada Allah. Apabila berhasil melakukan secara kontinyu,
maka orang yang melakukan berdzikir merasakan kedekatan kepada Allah
di dalam jiwa dan tertanamlah di dalam hati perasaan cinta kepada Dia
yang kepada-Nya ditunjukan dzikir tersebut.62
b. Dzikir Amaliyah
Sebenarnya cita-cita kita sama adalah dzikir amaliyah ( <�� ( ذ آ" �
sebagai manifestasi kesalehan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Agar
kita bisa sampai kepada dzikir amaliyah ini, mestilah kita melakukan
60 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Saudi Arabia), h. 8-9
61 Mir Valuddin, Zikir Dan Kontemplasi Dan Tasawuf (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2000),
Cet. Ke-6, h. 40 62 Al-Ghazali, Asrar Al-Dzikri wa ad-Da’awat, Terjemahan: Muhammad Al-Baqir,
(Bandung: Karidma, 1996), Cet. Ke-5, h38
44
dzikir ritual/lisan terlebih dahulu, jika hal ini dilakukan, insya Allah akan
menjadikan hati dan jiwa kita bersih dan suci.63
3. Tujuan Dzikir
Adapun tujuan berdzikir adalah mensucikan jiwa dan
membersihkan hati serta membangunkan nurani. Hal ini yang ditunjukkan
Allah SWT dalam firman-Nya:
�Vg�� �� $ n?6��KL �;VJ9��� ]M $ ��� S.sV��� �� H�L�� �(��������
� �^�� �(�������� ��9�UT9g 6M &�� '9⌧bV��� FG9sT☺V����� s
GVm H9��� ���� - ����L s ������ +���U\ � � $ P\(}�9g 6�8
“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Kanbuut:
29/45).
Tujuan dari kegiatan dzikir, tentunya adalah menyikap sisi dalam
kehidupan manusia untuk sama-sama merasakan hidangan Allah SWT.
Dan tentunya, tujuan dzikir taubah itu bercorak moral, seperti membina
kejujuran, kesabaran, cinta sesama, penyantun dan mempertajam kepekaan
sosial (kecerdasan spiritual).64
4. Manfaat Dzikir
63 M. Arifin Ilham, Harakat Zikir Jalan Taat Menuju Allah, (Jakarta: Intuisi Pres, 2003),
Cet. Ke-1, h. 57 64
Samsul Yakin, Menghampiri Illahi Melalui Zikir Taubah: Ikhtiyar M. Arifin Ilham,
Membangun Masyarakat Spiritualis-Humanis, (Depok: Darul Akhyar Semesta Ilmu, 2002). Cet.
Ke-1,h 5
45
Dzikir yang dilakukan seorang hamba, sangatlah memiliki manfaat
yang besar bagi tingkat keimana serta ketakwaan atau ibadah seorang
hamba. Selain itu, dzikirpun mampu memberikan ketenangan batin
seorang hamba (manusia) yang bergelut ditengah bobroknya kehidupan
dunia.
Sesuai dengan pendapat Drs. A. Sayuti dalam buku “Percik-percik
kesucian”:
Sungguh manakala pengalaman dzikir telah mersap didalam hati seorang
hamba Allah, maka buah dzikir itu akan tampak tanda-tandanya dalam
setiap perbuatan dan perkataannya. Lidah orang-orang ahli dzikir tidak
mempercakapkan kecuali nama-nama-Nya, tubuh mereka tidak bergerak
kecuali untuk menjalankan perintah-Nya, dan pikiran merka tidak bersih
dari kotoran, kata-katanya bebas dari kebohongan, kekejian, hasutan dan
fitnah. Pikiran bening, bersinar dan memancarkan kebenaran
karenamendapat petunjuk dari Tuhan, pendeknya tidak mereka
mengutarkan apa yang dikandung hati dan hati mereka milik rahasia
batin.65
Tidak ada salahnya jika penulis memaparkan manfaat dzikir yang
lain, diantaranya:
Pertama. Meningkatkan kedekatan dan kecintaan kepada Allah
SWT, sebagaimana firman Allah:
~� H_��� ��T $��& �~8���I9g��
�Zk\�\H FGVm�J�k ���� s qr�L
FG���J�k ���� �~8�☺�I9g I�\�f�V���
678
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram (Ar-Rad:13/28).
65 As-Sayuti, Percik-percik Kesufian, (Jakarta: Pustaka Imani, 1996), Cet. Ke-1, h. 163-
164
46
Kedua. Dzikir yang dilakukan secara teratur akan menuntut
pelakunya senantiasanya mampu mengendalikan hati dan pikiran, dapat
menjernihkan pikiran dan kesadaran untuk memahami akan keberadaan
dirinya.
Ketiga. Memperoleh cahaya (nur) dari Allah yang dapat menerangi
jalan hidupnya serta diampunkan segala dosanya yang telah lalu
disebabkan kuatnya belenggu syetan karena tipisnya iman. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT:
�z"]��<[� � ~� H_��� ��T $��& ���%�\�V:�� _��� �☯GVm :
�T-G {⌧m 6`8 �9�d;�=�� T( Gsk ⌧J ��L�� 678 �\� � H_��� �F�g��� !X&sVJ�� �
�dS9s�[��� $�� k&s�AFGU�J � n# o$ t��☺\��f��� �����
�}��� � PHq��� ~� T $U9☺V����k �{☺� d�� 6F8
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya
diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan
malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya dia
mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan
adalah dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (Q.S.
Al-Ahzab: 33/41-43).
Keempat. Zikrullah menghilangkan kemunafikan
Al-Imam Ibnu-Qayyim mengatakan bahwa banyak-banya
berdzikirlah dapat menghilangkan kemunafikan karena ciri-ciri orang
munafik adalah sangat sedikit dzkirnya kepada Allah SWT, sebagaimana
disebutkan dalam surah An-Nisaa’ ayat 142:
�P�� ~��� b��T☺V��� P ��9�&¡ _��� �\��� !XZ ���n �9:����
���$�9H ����� (�������� ��$�9H �������&m P�%&�� G� ����T��� qr�� ]^�G&mJ � _��� �r��
¢⌧���9H 6`78
47
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka
berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan
manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”.
(Q.S. An-Nisaa’: 4/142).66
Kelima. Dapat menghapus dosa-dosa yang dilakukan oleh seorang
hamba, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Imran ayat 135:
]£� H_����� �9:�� ��\��\9D ,z '.9�9D U��L ���☺��9
!X�@��fbp�L ���G⌧m9: _��� ���G⌧bV S=��9D !X�Z�kp&J �
# $�� G bV � ]¤p�H��� �r�� ���� !X9��� ���5-.6� ���g � $
��\��\9D !X\��� ]^☺���\ � 6`F�8 “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya
itu, sedang mereka Mengetahui”. (Q.S. Al-Imran: 3/135).
Ternyata banyak sekali manfaat dzikir yang kita peroleh apabila
kita melakukannya bahkan orang Islam yang tidak pernah berdzikir dan
berdo’a kepada Allah maka kehidupannya dalam kesempitan, di hari
kiamat dibangkitkan dalam keadaan buta, mudah terjerumus ke jurang
kehancuran, berteman dengan syetan serta gampang tergoda oleh
keindahan dunia sehingga jiwanya tidak tenang dan gampang terkena stres
dan penyakit jiwa lainnya.
66 M. Arifin Ilham dan Debby Nasution Hikmah Dzikir Berjama’ah, (Jakarta: Republika,
2003), Cet. Ke-1, h. 13
48
49
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG OBYEK PENELITIAN
A. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
1. Riwayat Hidup dan Pendidikan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani lahir di kota Jilan pada tahun
470H/1077M dan wafat di kota Baghdad pada tahun 561H/1166M. Syaikh
Abdul Qadir al-Jailani sebagai ulama yang ahli fiqh dan ushul fiqh dalam
Mazhab Hanbali beliau seorang sufi besar di zamannya, dan pendiri
Tarekat Qadiriah. Ia juga disebut dengan nama Abdul Qadir Al-Jili. Di
Baghdad ia dikenal dengan panggilan al-Jami. Nama lengkapnya adalah
Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Salih Zangi Dost al-Jili.
Ada pula yang mengatakan bahwa nama lengkapnya adalah Muhyiddin
Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Salih Zangi Dost Musa bin Abi
Abdillah bin Yahya az-Zahid Muhammad bin Daud bin Musa bin Abdillah
bin Musa al-Jun bin Abdul Muhsin bin Hasan al-Musanna bin Muhammad
al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib RA. Menurut garis keturunan ini, ia
termasuk cucu Nabi Muhammad SAW.67
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani lahir dan dididik dalam lingkungan
keluarga sufi. Ia tumbuh di bawah tempaan ibunda yang bernama Fatimah
binti Abdullah as-Sauma’i dan kakeknya Syekh Abdullah as-Sauma’i, yang
67 Abdullah Taufik. Dr. Prof. Ensiklopedi Islam, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1999), jilid 1, Aba-Far, h.17.
50
kedua-duanya wali. Sejak kecil, Abdul Qadir al-Jailani telah tampak
berbeda dari anak-anak lainnya. Ia tidak suka bermain-main bersama anak-
anak lainnya. Sejak usia dini ia terus mematangkan kekuatan batin yang
dimilikinya. Ia mulai belajar mengaji sejak berusia sepuluh tahun. Dalam
usia 18 tahun ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu (488H/1095M).
Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizamiyah yang pada waktu itu
dipimpn oleh seorang sufi besar, Ahmad al-Ghazali, Abdul Qadir al-Jailani
mengikuti pelajaran fikih Mazhab Hanbali dari Abu Sa’ad Mubarak al-
Mukharrimi (Pemimpin sekolah hukum Hanbali) sampai ia mendapat
ijazah dari gurunya terebut. Mulai tahun 521 H/1127 M Abdul Qadir al-
Jailani mengajar dan berfatwa dalam Mazhab tersebut kepada masyarakat
luas sampai akhir hidupnya. Untuk itu, ia juga mendapat restu dari seorang
sufi besar, Yusuf al-Hamdani (440 H/1048 M-535 H/1140 M). Pada tahun
528 H untuk Abdul Qadir al-Jailani didirikan sebuah Madrasah dan ribat
di Baghdad yang dijadikan sebagai tempat tinggal bersama keluarganya
dan sekaligus tempat mengajar murid-muridnya yang juga tinggal
bersama.68
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani adalah seorang tokoh yang keras
berpegang teguh pada kebenaran dan prinsip perjuangannya. Dia tidak
segan-segan memberi nasihat kepada penguasa, bahkan kepada khalifah
sekalipun. Pada waktu Khalifah al-Muktafi (531-555 H/1136-1160 M) dari
Bani Seljuk mengangkat Ibnu Muzahim yang dikenal seorang yang lalim
68 Ibid.
51
sebagai hakim, Abdul Qadir al-Jailani naik mimbar dan berpidato yang
isinya antara lain: “Wahai Amirulmukminin, Tuan angkat seorang yang
terkenal paling lalim menjadi kadi bagi kaum muslimin. Apakah jawaban
Tuan nanti bila ditanya hal itu oleh Tuhan Yang Maha Penyayang?”
Khalifah gemetar dan menangis mendengar khotbah tersebut. Ia langsung
memecat Qadi yang diangkatnya itu.69
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menyeru murid-muridnya untuk
bekerja keras dalam kehidupannya. Tarekat tidak berarti membelakangi
kehidupan. Ia berkata: “Sembahlah olehmu Allah Azza Wajalla (Allah
Yang Maha Baik dan Maha Mulia). Mintalah pertolongan agar diberikan
kerja yang halal untuk memperkuat ibadah kepada-Nya.” Dengan ilmu dan
kepribadiannya yang utuh, Abdul Qadir al-Jailani mendapat sanjungan dari
berbagai pihak. Ibnu Arabi menganggap Abdul Qadir al-Jailani sebagai
orang yang pantas menjadi wali Qutub (pemimpin para wali) pada
masanya. Abu Hasan an-Nadwi, seorang ahli sejarah, mengatakan sebagai
berikut: “Abdul Qadir al-Jailani telah menyaksikan apa yang telah
menimpa umat Islam pada masanya. Mereka hidup terpecah belah dan
saling bermusuhan. Cinta dunia telah mendominasi merka di samping
berebut kehormatan di sisi Raja dan Sultan. Manusia sudah berpaling pada
materi, jabatan dan kekuasaan. Syeikh Abdul Qadir al-Jailani hidup
ditengah-tengah mereka, akan tetapi dia menjauhkan diri dari semua itu
69 Abdullah Taufik. Dr. Prof. Ensiklopedi Islam, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1999), jilid 1, Aba-Far, h. 18
52
dengan fisik dan mentalnya. Dia bahkan menghadapinya dengan
memberikan nasihat, bimbingan, dakwah, dan pendidikan untuk
memperbaiki jiwa kaum muslimin dan membersihkannya.”70
Tarekat Qadiriah yang dirintis oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
berpusat di Baghdad. Cabang-cabangnya tersebar dimana-mana, termasuk
di Indonesia, sehingga Tarekat ini merupakan suatu organisasi atau
pergerakan tasawuf yang mengakar pada ummat. Syaikh Abdul Qadir al-
Jailani terkenal sangat saleh dan mempunyai sifat warak. Makamnya di
Baghdad masih ramai dikunjungi orang. Dikatakan bahwa salah satu
sifatnya yang unik adalah ia dapat membedakan sufi yang paslu dan yang
asli hanya dengan mencium baunya.71
2. Karya-karya Ilmiah Syaikh Abdul Qadir al-Jailan
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani meninggalkan beberapa karya tulis
yang berisikan ajaran agama, terutama Tasawuf. Karyanya itu antara lain:
a. al-Gunya li Talibi Tariq al-Haqq (Bekal yang cukup bagi Pencari
Jalan yang Benar) terbit di Cairo pada tahun 1288,
b. al-Fath ar-Rabbani (Pembukaan Ketuhanan) atau Sittin Majalis (Enam
Puluh Majelis), berisikan 62 khotbah yang disampakannya antara
tahun 545 H/ 1150 M-546 H/1152 M, terbit di Cairo pada tahun 1302,
70 Ibid. 71
Ibid.
53
c. Futuh al-Gaib (Terbukanya Hal-hal yang Gaib), berisikan 78 khotbah
dalam berbagai masalah yang dikumpulkan oleh putranya, Abdur
Razzaq, terbit di Cairo pada tahun 1304,
d. Manaqib Abdul Qadir Jailani, berisikan tentang Biografi
kehidupannya, terbit di Indonesia.
Karya yang terakhir ini banyak di gunakan oleh masyarakat
Indonesia, terutama pada hari-hari tetentu dan penting, seperti hari Asyura
(tanggal 10 Muharam), tanggal 27 Rajab, hari Nisfu Syakban (pertengahan
bulan Sya’ban, yaitu terjadinya perubahan kiblat dari Baitulmakdis ke
Ka’bah), dan hari pertama bulan Safar.72
3. Manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
Manaqib secara leksikal berarti kebaikan sifat, dan sesuatu yang
mengandung berkah. Dalam dunia tarekat, manaqib adalah buku catatan
riwayat hidup seorang syaikh tarekat yang memaparkan kisah-kisahnya
yang ajaib dan bersifat menyanjung hagiografis dengan menyertakan
ikhtisar hikayatnya, legenda, kekeramatannya, dan nasihat-nasihatnya.
Semua ditulis oleh pengikut tarekat tersebut yang dirangkum dari cerita
yang bersumber dari murid-muridnya, orang-orang yang dekat dengannya,
keluarganya, dan sahabat-sahabatnya.73
Kitab manaqib yang terkenal dan tersebar luas di Dunia Islam
adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Hal ini menunjukan bahwa
72 Abdullah Taufik Dr. Prof. Ensiklopedi Islam, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1999), jilid 1, h. 18 73
Ibid, h. 152..
54
tokoh sufi ini pernah memiliki tempat dalam hati para pengikutnya di
berbagai Negara Islam, menembus batas asal kelahiran dan masa hidupnya
dari Timur Tengah hingga ke Afrika dan Asia, termasuk Indonesia. Syaikh
Abdul Qadir al-Jailani (1077-1166) dikenal sebagai tokoh pendiri Tarekat
Qadiriah. ManaQib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani cukup banyak, antara
lain:
a. Bahjat al-Asrar ditulis oleh al-Syattanawi (w. 713 H), merupakan
biografi tertua dan terbaik tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailani yang
penuh dengan kisah-kisah keajaiban sang wali.
b. Khulasah al-Mafakhir, ditulis oleh al-Yafi’I (w. 768 H) sebagai
apologinya tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, memuat 200 kisah
legenda tentang kesalehan tokohnya dan sekitar 40 kisah mistik
lainnya. Naskah ini dalam bahasa Jawa dikenal sebagai Hikayah
‘Abdul Qadir al-Jailani’ yang hanya memuat 100 kisah, termasuk
dalam 79 tembang.
c. Qala’id al-Jawahir karya at-Tadifi. Penyusunannya bersufat historis
yang dimulai dengan pembahasan kehidupan, keturunan, dan
lingkungan wali dan kisah-kisah ilustratif.
d. Natijah at-Ahqiq oleh Abu Abdullah Muhammad ad-Dilai (w. 1136),
memuat deskripsi kehidupan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan
ucapan-ucapannya yang menunjukan kebesaran sang wali.
e. An-Nur al-Burhani fi Tarjamah al-Lujaini ad-Dani fi Manaqib Sayyid
‘Abdul-qadir al-Jailani’ oleh Abu Lutfi al-Hakim Muslih bin
55
Abdurrahman al-Maraqi, memuat legenda dan kisah-kisah ajaib
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.
f. Lubabal-Ma’ani fi Tarjamah Lujain ad-Dani fi Manaqib Sayyidi asy-
Syekh’Abdul-Qadir oleh Abu Muhammad Salih Mustamir al-Hajian al-
Juwani, memuat kisah kehidupan dan kekramatan Abdul Qadir al-
Jailani.74
4. Dzikir Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tertulis di lampiran.
B. Pondok Pesantren Al-Ishlah
1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Al-Ishlah
Berdirinya pondok pesantren di Indonesia sering memiliki latar
belakang yang sama, dimulai dengan usaha seorang atau beberapa orang
secara pribadi atau kolektif, yang berkeinginan mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada masyarakat luas. Mereka membuka kesempatan
pengajian secara sederhana kepada penduduk setempat. Biasanya
pengajian yang mula-mula dilaksanakan adalah berlatih membaca Al-
Qur’an di Mushallah atau Masjid yang sederhana. Beberapa waktu
kemudian tumbuh kesadaran masyarakat terhadap pengetahuan dan
kelebihan yang dimiliki mereka yang mengajar sehingga penduduk sekitar
belajar menuntut ilmu agama. Akhirnya mayarakat memanggil pengajar
74 Abdullah Taufik Dr. Prof. Ensiklopedi Islam, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1999), jilid 1,h. 153
56
dengan predikat kiai, khusus di Jawa Barat disebut ajengan, sedangkan
mereka yang menuntut ilmu disitu disebut santri.75
Pada mulanya Pondok Pesantren Al-Ishlah ini hanya melakukan
pengajian rutin di Mushallah-mushallah yang ada di lingkungan Desa
Tanjung Sari, kemudian masyarakat merespon dengan kegiatan yang
dilakukan Pondok Pesantren ini, maka terlahirlah Pondok ini pada tahun
1975 M, yang dipimpin oleh KH. Ahmad Dasuki Harun. ketika Pesantren
ini mulai berkembang, banyak sekali orang yang syirik dan menghasyut
Pondok Pesantren ini, sehingga mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas
untuk didengar.76
KH. Ahmad Dasuki Harun terus tetap pada pendirian, apa yang dia
niatkan untuk memajukan pendidikan, mengembangkan dakwah dan
mengharumkan syiar Islam. Pada tahun 1985 Pemda Kabupaten Bekasi
mensyahkan Pondok Pesantren ini dengan berbadan hukum. Tahun 1986
Pesantren mendirikan Madrasyah Ibtidaiyah, tahun 1988 mendirikan
Madrasyah Tsanawiyah, dan pada tahun 1990 mendirikan Madrasyah
Aliyah. Pondok Pesantren ini terus berkembang, karena masyarakat
menyaksikan bahwa lulusan Pondok Pesantren ini memiliki potensi yang
sangat baik di lingkungan masyarakat.77
Oleh karena itu orientasi Lembaga Pendidikan Al-Ishlah bertujuan
untuk mendidik dan membina generasi muda muslim yang handal dalam
75 Sukamto, kepemimpinan kiai dalam pesantren, LP3ES, Jakarta 1999. hal, 41-42.
76 Wawancara, KH. Ahmad Dasuki Harun, tanggal 11 Mei 2007. 77
Ibid.
57
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki pribadi muslim yang
benar-benar bertaqwa kepada Allah SWT, sehingga Pondok Pesantren ini
telah meluluskan dari tahun 1985-2006 berkisar 7500 orang lulusan.
Pondok Pesantren ini belum merasa puas akan hasilnya, pada tahun 2004
Pesantren ini mencoba mengajak masyarakat sekitar untuk melaksanakan
kegiatan dzikir bulanan, masyarakatpun merespon ajakan pimpinan
Pondok Pesantren tersebut. Tahun 2006-2007, banyak masyarakat yang
mengikuti kegiatan dzikir di Pondok Pesantren Al-Ishlah ini, bahkan ada
jama’ah yang berasal dari luar lingkungan pondok hampir 135 orang.78
2. Tujuan, Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Ishlah
Tujuan Pondok Pesantren ini adalah menciptakan dan
mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bermanfaat bagi
masyarakat, sebagai pelayan masyarakat, mandiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan agama Islam dan
kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat, dan mencintai ilmu
dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.79
Visi Pondok Pesantren Al-Ishlah: Unggul dalam prestasi
berdasarkan iman dan taqwa.80
Misi Pondok Pesantren Al-Ishlah:
78 Wawancara, KH. Ahmad Dasuki Harun, tanggal 11 Mei 2007.
79 Wawancara, KH. Ahmad Dasuki Harun, tanggal 5 Juli 2007. 80
Ibid.
58
a. Mempersipkan lulusan yang menguasai kompetisi di bidang Ilmu
Pengetahuan Agama dan Ilmu Pengetahuan Umum.
b. Meningkatkan kemampuan di bidang Bahasa Arab, Bahasa Inggris,
Ilmu Pengetahun Agama, dan Qiro’at.
c. Mempersiapkan lulusan yang mengerti akan nilai-nilai moral (akhlaq)
serta penerapannya dalam kehidupan sehari-sehari.81
3. Kiprah Pondok Dalam Pendidikan dan Dakwah
Setelah mengalami masa-masa sulit akibat bangsa penjajah,
pesantren selanjutnya memasuki era pascakemerdekaan dan kiprah
pesantren di zaman pembangunan. Terdapat bukti-bukti sejarah bahwa
tidak sedikit putra terbaik bangsa di tempa di Pesantren.82
Memasuki Era Orde Baru, yang dikenal sebagai era marginalisasi
pendidikan agama, tugas pokok pesantren dalam mendidik dan
memperdayakan masyarakat tetap dijalankan. Indepedensi yang selama ini
dipertahankan agaknya menjadifaktor penting bagi tetap eksisnya
pesantren sebagai media komunikasi efektif dalam jaringan masyarakat
traadisional pedesaan. Menurut M Dawam Rahardjo, pesantren memiliki
peran penting sebagai agen pembaharuan sosial, khususnya dalam program
transmigrasi, sosialisasi sistem keluarga berencana, gerakan sadar
81 Wawancara, KH. Ahmad Dasuki Harun, tanggal 5 Juli 2007 82
HM. Amin Haedari, masa depan pesantren, IRD PRESS, Jakarta 2004, h. 11
59
lingkungan atau pergerakan para santri dan masyarakat setempat dalam
perbaikan prasarana fisik dan pembangunan masyarakat desa,
penyelenggaraan poliknik bagi anggota masyarakat sekitar, dan
sebagainya.83
Dari semua paparan di atas sangat menonjol adalah, kemampuan
pesantren Al-Ishlah dalam menyediakan sarana pendidikan relatif murah
dan terjangkau oleh masyarakat Desa Tanjung Sari, Cikarang Utara.
Menurut sosiolog Jerman, Manfred Ziemek mengungkapkan
bahwa Pesantren yang ada di Indonesia telah berhasil melaksanakan
proyek sinergis antara kerja dan pendidikan serta berhasil dalam membina
lingkungan desa berdasarkan struktur budaya dan sosial84
Demikianlah, Pesantren terus berkembang mengikuti lintasan
sejarah kehidupan dengan tetap mempertahankan indepedensinya dan
konsistensinya dalam memainkan peran sebagai lembaga pendidikan dan
pemberdayaan sosial. Tidak hanya itu, dalam tataran yang lebih luas,
Pesantren juga berperan sebagai benteng moral, khususnya berkenaan
dengan terjaganya tradisi kepesantrenan yang luhur dengan nilai-nilai
keteladanan, baik yang ditunjukan oleh figur Kyai ataupun nilai-nilai
agama yang diajarkan di Pesantren.
Semua paparan di atas dapat dikategorikan sebagai potensi
Pesantren yang bisa dikembangkan secara optimal, sehingga menjadi
83 Ibid, h. 12 84
HM. Amin Haedari, masa depan pesantren, IRD PRESS, Jakarta 2004, h. 13
60
institusi yang berperan aktif dalam memperdayakan masyarakat Tanjung
Sari Cikarang Utara, khusnya dalam hal pendidikan.
61
BAB IV
ANALISIS TENTANG ISI PESAN DAKWAH DALAM KEGIATAN
DZIKIR SYAIKH ABDUL QADIR JAILANI DI MAJLIS DZIKIR AL-
ISHLAH CIKARANG UTARA BEKASI.
A. Analisis Tentang Isi Pesan Dakwah Pada kegiatan Dzikir Yang di
Bimbing KH. Ahmad Dasuki Harun Bagi Jamaah
Isi pesan dakwah pada kegiatan dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun yang
dimaksud disini adalah berkaitan dengan pemahaman jamaah dengan
pengertian dzikir, tujuan dan motivasi dalam mengikuti kegiatan dzikir yang
dibimbing oleh KH. Ahmad Dasuki Harun.
Seperti diketahui banyak jamaah yang tidak mengerti betul dengan
pelaksannan dzikir yang ia lakukan, baik tentang pengertian, tujuan maupun
motivasinya.
Jadi penulis ingin mengetahui bagaimana isi pesan dakwah melalui
penyampaian dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun terhadap jamaah Majlis Dzikir
Al-Ishlah. Penulis menyebarkan angket sebanyak 20 buah. Kemudian data
dianalisis berdasarkan angket yang telah disebarkan, dengan menggunakan
tabel-tabel.
Tabel I
Pemahaman Mengenai Dzikir
Pilihan F %
Mengingat Allah 18 90
Menyebut/Mengucapkan Lafaz Allah 2 10
Ritualitas keagamaan belaka 0 0
Jumlah 20 100
62
Sebanyak 90% jamaah menjawab mengingat Allah, 10% menyebut/
mengucapkan lafaz-lafaz Allah, dan 0% ritualitas keagamaan belaka.
Berdasarkan tebel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar jamaah
memahami bahwa dzikir adalah upaya mengingat Allah, hal ini dapat dilihat
dengan 90% responden menjawab mengingat Allah. Sedangkan sisanya 10%
responden menjawab menyebut atau mengucapkan lafaz-lafaz Allah.
Mengenai hal ini, jawaban jamaah bervariatif terlihat dari pemahaman
mereka mengenai dzikir belum seutuhnya mengenai sasaran yang sebenarnya.
Hal ini dapat dilihat ternyata masih ada jamaah yang baru memahami arti
dzikir sebatas menyebut atau mengucapkan lafaz-lafaz Allah.
Tabel II
Tujuan berdzikir
Pilihan F %
Mendekatkan diri kepada Allah 20 100
Dekat dengan pembimbing dzikir 0 0
Sekedar ikut-ikutan 0 0
Jumlah 20 100
Sebanyak 100% jamaah menjawab mendekatkan diri kepada Allah, 0%
dekat dengan pembimbing dzikir, dan 0% sekedar ikut-ikutan.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh jamaah (100%)
mengetahui tujuan berdzikir yaitu lebih mendekatkan diri kepada Allah
dengan lebih meningkatkan kualitas ibadah kepada-Nya. Jadi seluruh jamaah
memahami tujuan dzikir yang mereka lakukan. Mengetahui tujuan berdzikir
menurut hemat penulis mutlak diperlukan, karena seseorang akan lebih dapat
merasakan nikmatnya berdzikir ketika ia mengetahui berdzikir itu sendiri. Jika
63
ia tidak mengetahui tujuan berdzikir, maka dikhawatirkan dzikir yang ia
lakukan bisa saja menjadi sia-sia.
Tabel III
Motivasi Mengikuti Kegiatan Dzikir
Pilihan F %
Karena pembimbingnya 3 15
Karena metode (cara penyampaiannya) 17 85
Lain-lain 0 0
Jumlah 20 100
Sebanyak 15% jamaah termotivasi karena pembimbingnya, 85%
karena metode (cara penyampaiannya), dan 0% lain-lain.
Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar jamaah
termotivasi karena penyampaian yang digunakan dalam kegiatan dzikir. Hal
ini dapat dilihat dengan 85% jamaah menjawab karena penyampaiannya. Hal
ini menunjukan bahwa penyampaian yang digunakan oleh pembimbing dzikir
merupakan salah satu motivasi bagi para jamaah.
Jamaah yang termotivasi karena penyampaian yang digunakan oleh
pembimbing dzikir, menurut hemat penulis disbabkan oleh penyampaian dzikr
ini mampu menyentuh hati nurani mereka untuk selalu taat kepada Allah, dan
berakhlak baik terhadap sesama.
Jamaah yang termotivasi karena sosok pembimbing, menurut hemat
penulis adalah karena sosok KH. Ahmad Dasuki Harun yang bersifat ‘arif dan
sifat bijaksana, sehingga 15% jamaah dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
mereka termotivasi karena sosok pembimbingnya.
64
Tabel IV
Pernah Tidak Meninggalkan Kegiatan Dzikir
Pilihan F %
Pernah 5 25
Tidak pernah 15 75
Tidak tahu 0 0
Jumlah 20 100
Sebanyak 25% jamaah pernah meninggalkan atau tidak mengikuti
kegiatan dzikir, 75% jamaah tidak pernah meninggalkan kegiatan dzikir, dan
0% tidak tahu.
Dari tabel diatas menunjukan bahwa jamaah tekun mengikuti kegiatan
dzikir. Menurut hemat penulis hal ini disebabkan hampir seluruh jamaah
(85%) termotivasi dengan penyampaian yang digunakan oleh pembimbing
dzikir seperti yang telah disebutkan pada tabel III diatas.
Dari beberapa tabel di atas dapatlah disimpulkan bahwa penyampaian
dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun efektif digunakan dalam pelaksanaan
kegiatan dzikir yang telah dilakukan selama ini di Majlis Dzikir Al-Ishlah.
B. Analisis Tentang Tingkat Keberhasilan Penyampaian Dzikir Syaikh
Abdul Qadir Jailani oleh KH. Ahmad Dasuki Harun di Majlis Dzikir Al-
Ishlah.
Tabel V
Pengamalan Ketika Meninggalkan Kegiatan Dzikir
Pilihan F %
Tidak tenang/gelisah 10 50
Tenang 5 25
Biasa saja 5 25
Jumlah 20 100
65
Sebanyak 50% jamaah tidak tenang atau gelisah ketika meninggalkan
kegiatan dzikir, 25% biasa saja.
Dapat diketahui bahwa setengan dari seluruh responden (50%)
merasakan tidak tenang ketika meninggalkan kegiatan dzikir, menurut hemat
penulis hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya adalah motivasi
yang ada. Karena ketika berdzikir mendapatkan suatu ketenangan batin yang
mereka rasakan, sehingga ketika tidak mengikuti kegiatan dzikir merasakan
kegelisahan.
Sedangkan 25% tenang ketika tidak mengikuti kegiatan dzikir,
menurut hemat penulis hal ini disebabkan karena pada bagian ini jamaah telah
merasakan ketenangan pula sebelum mengikuti kegiatan dzikir ini.
Tabel VI
Sikap dan Perilaku Terhadap Sesama Sebelum Mengikuti Dzikir
Pilihan F %
Kurang baik 4 20
Tidak baik 0 0
Baik 16 80
Jumlah 20 100
Dari tabel diatas 20% kurang baik, 0% tidak baik, dan 80%
menyatakan bahwa sikap dan perilaku terhadap sesama baik.
Dari tabel diatas diketahui bahwa 20% jamaah menyatakan hubungan
terhadap sesama sebelum mengikuti kegiatan dzikir kurang baik. Sedangkan
hampir seluruh jamaah (80%) menyatakan bahwa hubungan dengan sesama
baik. Menurut hemat penulis hal ini disebabkan karena para jamaah itu
memang memiliki latar belakang pendidikan dan pekerjaaan yang memadai,
66
sehingga dapat dilihat bahwa hubungan mereka dengan sesama, baik dengan
keluarga atau dengan tetangga dikatakan baik.
Tabel VII
Perubahan Sikap dan Perilaku Terhadap Sesama Setelah Mengikuti Dzikir.
Pilihan F %
Ada 19 95
Tidak ada 0 0
Biasa saja 1 5
Jumlah 20 100
Sebanyak 95% menyatakan ada perubahan, 0% tidak ada, dan 5%
biasa saja.
Dari tabel diatas menunjukan bahwa penyampaian dzikir KH. Ahmad
Dasuki Harun mempunyai peran yang besar dalam perubahan sikap dan
perilaku jamaah. Hal ini dapat dilihat 95% jamaah menyatakan bahwa ada
perubahan perilaku (akhlak) jamaah. Menurut hemat penulis hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya penyampaian yang disuguhkan,
sosok pembimbing yang dikenal baik dan dapat memberi contoh yang baik
pula terhadap jamaah, sehingga perubahan perilaku (akhlak) itupun terjadi.
Hal ini menunjukan bahwa kontribusi penyampaian dzikir KH. Ahmad Dasuki
Harun mempunyai pengaruh dalam membentuk akhlak jamaah.
Sedangkan 5% yang menyatakan biasa saja, sikap dan perilaku
(akhlak) sebelum dan setelah mengikuti kegiatan dzikir.
67
Tabel VIII
Penyampaian Pembimbing Dzikir
Pilihan F %
Sangat tepat 15 75
Tepat 5 25
Kurang tepat 0 0
Jumlah 20 100
75% jamaah sangat tepat penyampaian yang digunakan oleh
pembimbing dzikir, 25% menyatakan tepat, dan 0% menyatakan kurang tepat.
Dapat diketahui rata-rata jamaah menyatakan penyampaian dzikir yang
digunakan oleh KH.Ahmad Dasuki Harun sangat tepat digunakan. Tentunya
hal ini menjadi motivasi para jamaah untuk selalu mengikuti kegiatan dzikir
yang dilakukan di Majlis dzikir Al-Ishlah.
Penyampaian yang digunakan haruslah sesuai apa yang menjadi
harapan bagi para jamaah. Hal ini menjadi modal dasar keberhasilan
penyampaian dzikir yang digunakan. Menurut hemat penulis alasan yang
diberikan oleh para jamaah adalah karena penyampaian yang digunakan betul-
betul menyentuh qalbu bagi para jamaah, sehingga apa yang didapat dan
didengar menjadi sangat diperhatikan terutama dalam pembinaan akhlak.
68
C. Analisis Tentang Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Penyampaian
Dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun di Majlis Dzikir Al-Ishlah.
Tabel IX
Faktor Keberhasilan Dalam Kegiatan Dzikir
Pilihan F %
Sosok pembimbingnya 2 10
Metode/cara penyampaian 17 85
Tidak tahu 1 5
Jumlah 20 100
Sebanyak 10% sosok pembiming menjadi faktor keberhasilan kegiatan
dzikir, 85% metode/cara penyampaiannya, dan 5% tidak tahu.
Sebagian besar jamaah (85%) menyatakan bahwa metode/cara
penyampaian yang menjadi faktor keberhasilan dalam kegiatan dzikir yang
dilaksanakan di Majlis Dzikir Al-Ishlah. Hal ini menunjukan cara yang
digunakan oleh KH. Ahmad Dasuki Harun sangat digemari dan disukai oleh
para jamaah, sehingga sebagian besar jamaah menyatakan bahwa faktor
keberhasilan dalam pelaksanaan dzikir ini adalah karena cara yang digunakan
oleh pembimbing dzikir sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para jamaah.
Tabel X
Pengaruh Penyampaian Dzikir dalam Kesehatan Mental
Pilihan F %
Sangat berpengaruh 18 90
Tidak berpengaruh 0 0
Biasa saja 2 10
Jumlah 20 100
69
Sebanyak 90% jamaah menyatakan penyampaian dzikir KH. Ahmad
Dasuki Harun sangat berpengaruh dalam kesehatan mental, 0% tidak
berpengaruh, dan 10% biasa saja.
Dari data tabel diatas, menunjukan bahwa sebagian besar (90%)
jamaah menyatakan penyampaian dzikir yang digunakan oleh KH. Ahmad
Dasuki Harun sangat berpengaruh dalam kesehatan mental. Ini menandakan
mereka nampaknya mampu merealisasikan amalam dzikir yang dibimbing
oleh KH. Ahmad Dasuki Harun ke dalam perbuatan baik (amal shaleh),
diantaranya adalah membaca Basmallah, syahadat dan yang lainnya.
Sedangkan hanya 10% yang menyatakan biasa saja antara kehidupan
berakhlak atau berperilaku dalam kehidupan sehari-hari dengan penyampaian
dzikir yang digunakan oleh KH. Ahmad Dasuki Harun.
Menurut hemat penulis 10% yang menyatakan biasa saja adalah
mereka yang selama mengikuti kegiatan dzikir kurang memahami hakikat
dzikir yang sebenarnya, yakni pembenahan moral yang ada pada pribadi sikap
muslim.
Tabel XI
Faktor Kegagalan dalam Kegiatan Dzikir
Pilihan F %
Ada 0 0
Tidak ada 20 100
Tidak tahu 0 0
Jumlah 20 100
Sebanyak 0% menyatakan ada faktor kegagalan, 100% menyatakan
tidak ada, dan 0% menyatakan tidak tahu.
70
Dari data tabel diatas, semua jamaah menyatakan tidak ada faktor
kegagalan dalam kegiatan dzikir yang dibimbing oleh KH. Ahmad Dasuki
Harun. Hal ini menunjukan keberhasilan penyampaian dzikir yang diberikan
oleh pembimbing dzikir, sehingga seluruh jamaah mengemukakan bahwa
tidak terdapat faktor kegagalan dalam penyampaian dzikir yang digunakan.
Adapun data yang diperoleh penulis secara keseluruhan melelui
penyebaran angket kepada jamaah adalah bahwa penyampaian dzikir KH.
Ahmad Dasuki Harun nampaknya mampu mengupayakan pembinaan
kesehatan mental pada kepribadian seseorang, sehingga dapat melahirkan
keharmonisan dalam kehidupan dunia dan akhirat dalam bentuk hubungan
manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama.
D. Analisis Tentang Respon Masyarakat Terhadap Penyampaian Dzikir
KH. Ahmad Dasuki Harun Dalam Membina Kesehatan Mental.
Tabel XII
Respon Masyarakat Terhadap Penyampaian Dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun
Identitas Respon R
Alamat Usia Pekerjaan Pend.
Respon Terhadap Penyampaian Dzikir
I
Cikarang
30 th
Peg.swasta
SMA
Penyampaian dzikir yang digunakan oleh KH.
Ahmad Dasuki Harun sangat menyentuh hati
saya, sehingga ketika itu saya sampai menetes air
mata.
II
Sukatani
42 th
Guru
S1
Penyampaian dzikir yang
digunakan sangat efektif dalam menambah ketaatan
dan menciptakan ketenangan batin
71
III
Pilar
26 th
Wiraswasta
D3
Metode yang digunakan
sangat tepat, sehingga
dapat menciptakan
kedekatan antara kita
dengan Allah, seolah-olah
Allah sedang berada dihadapan kita
IV Lemahabang 62 th Wiraswasta SMA Penyampaiannya sangat
inivatif sehingga banyak
diminati
V
Serang
18 th
Pelajar
SMA
Penyampaian yang
digunakan dapat
mengubah perilaku saya
terhadap oarng tua saya
Tabel diatas hasil wawancara dengan lima responden. Responden I dan
II diwawancarai pada hari Senin 07 Mei 2007 setelah selesai melaksanakan
dzikir berjamaah di Majlis Dzikir Al-Ishlah Cikarang Utara Bekasi.
Responden III, IV dan V pada hari Senin 11 Juni 2007 setelah melaksanakan
dzikir bersama di Majlis Dzikir Al-Ishlah.
Pada umumnya kelima responden mempunyai pandangan yang sama
terhadap penyampaian dzikir KH. Ahmad Dasuki Harun, yakni bahwa
penyampaian dzikir yang digunakan sangatlah efektif dalam perubahan sikap
dan perilaku seseorang menuju kepribadian yang lebih baik.
Para responden bahwa dengan berdzikir mereka merasakan banyak
positif yang beraneka ragam. Mereka merasa ketegangan-ketegangan yang
mereka rasakan sedikit demi sedikit berkurang, dan merasakan seolah-olah
mendapatkan kehidupan yang baru dan berbeda dari yang sebelumnya yang
tidak pernah merasakan, sehingga bila mereka mendapatkan masalah, secara
bertahap dapat terselesaikan. Mereka menemukan tempat pengaduan untuk
72
mengadukan semua persoalan-persoalan yang mereka hadapi, bahkan
sekarang mereka lebih banyak disukai oleh masyarakat sehingga untuk
berinteraksi dalam lingkungannya tidak mengalami kesulitan.
Dari beberapa uraian diatas, ditemukan bahwa penyampaian dzikir
yang digunakan KH. Ahmad Dasuki Harun sangat diminati oleh lapisan
masyarakat.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Seluruh jamaah lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih
meningkatkan kualitas ibadah kepada-Nya.
2. Dari pembacaan dzikir jamaah dapat memahami ajaran-ajaran Islam,
dalam hal shalat, tawadhu, tawakal, ukhuwah, dan dapat membedakan baik
dan buruk dengan sepenuhnya.
3. Para jamaah mendapatkan ketenangan batin, akal fikiran dan jiwa raganya
didalam menjalani kehidupan.
Dengan kata lain, meraih hidup bermakna adalah menjalani kehidupan
dengan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan kehampaan,
mempunyai tujuan hidup yang jelas sehingga mempunyai kegiatan yang
terarah.
B. Saran
1. Ketika datang ke majlis dzikir hendaknya kita berniat karena Allah SWT
semata, tidak dicampuri dengan yang lainya sehingga amaliah dzikir kita
benar-benar menjadi amal saleh di sisi-Nya.
2. Terhadap sesama muslim hendaknya kita berhusnuzhzhan (berbaik
sangka). Janganlah kita bersu’uzhzhan (berburuk sangka). Misalnya ketika
melihat orang yang berdzikir di majelis dzikir sambil menangis, ia
berkomentar, “dia itu orang yang riya” (pamer). Karena su’uzhzhan itu
jelas dilarang oleh Rasulullah SAW.
74
DAFTAR PUSTAKA
Akbar S. Ahmed, Posmodernisme: Bahaya Dan Harapan Bagi Islam, (Bandung :
Mizan, 1996), Cet. Ke-4.
A.M.Saefuddin et.al, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung :
Mizan, 1998), Cet. Ke-4
Ahmad Fuad Fanani, Spiritualitas dan Krisis Medernitas, (Jakarta : Sinar Pagi
1997).
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, Cet Ke-1.
Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2001), Cet. Ke-XI
Al-Qusyayri, al-Risalah Hanna Djuhana Bastman, Meraih Hidup Bermakna,
(Jakarta : Paramadina, 1996), Cet. Ke-1.
Abdullah Taufik. Dr. Prof. Ensiklopedi Islam: Aba-Far, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1999), Cet .Ke-1.
Ahmad Amrullah, (ed), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta :
PLP2M, 1985), Cet. Ke-2.
Abu Ahmad, et al., Strategi Belajar Mengaja, (Bandung : Pustaka Setia, 1997).
Al-Ghazali, Asrar Al-Dzikri wa ad-Da’awat, Terjemahan : Muhammad Al-Baqir,
(Bandung: Karidma, 1996), Cet. Ke-5.
As-Sayuti, Percik-percik Kesufian, (Jakarta : Pustaka Imani, 1996), Cet. Ke-1
Baharuddin, Prof. Dr. Paradigma Psikologi Islami, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2007).
Chaplin. J.P. Penerjemah: Kartini Kartono,. Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Rajagrafindo,1981).
Djohan Effendi, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989), Cet Ke-4
Dr.Lexy.J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (PT. Remaja Rosdakarya. Bandung).,
Didi Hafidudin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Perss, 1998), Cet. Ke-1.
75
DR.Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam: Tehnik Dakwah dan Ledership, (Bandung:
Diponogoro, 1998),
Dr.M.Bahri Ghazali, M.A. Dakwah Komunikatif; Membangun Kerangka
DasarIlmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997). Cet. Ke-1,
DepDikNas ; Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2003),
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Saudi Arabia).
Efendi Onong Uchyana, Teori dan Praktek Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992). Cet. Ke-6
Efendi Onong Uchyana, Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), cet ke 8,
Fuad Amsyari, Strategi Umat Islam Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 1990).
Cet. Ke-1.
Hanna Djuhana Bastman, Makna Hidup Bagi Manusia Modern dalam
Rekontruksidan Renungan Religius Islam, (Jakarta : Paramadina, 1996),
Cet. Ke-1,.
H.M.Amin Haedari, Masa Depan Pesantren, (Jakarta :Ird Press, 2004)
H.M.Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara,
2000), Cet. Ke-5
H.S.M.Nasaruddin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma,
1971), Cet. Ke-1,
H.A.W.Widjaja, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rineka cipta,2000), Cet Ke-2,
Hasbi Asshiddiqi, Pedoman Dzikir dan Do’a, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet.
Ke-6.
Imam Abul Hasanat Muhammad Abdul Hayyi Al-Luknawi Al-Hindi, Sibahatul
Fikri – fi Jahribidz ~ dzikir, Terjemahan Al-Baqir
Irawan Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 1999), Cet. Ke-3
Jaenal Efendi, S.Ag, Ernawati, Dra. Profil Organisasi Santri, (Jakarta : CV Fajar
Gemilang. 2005)
Kadarman A.M., et al., Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta : PT. Prenhallindo).
76
Komaruddin, Ensiklopedi Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Cet. Ke-1,
Kontjaraningrat, Metode-metode Penelitian Dalam Masyarakat, (Jakarta : PT.
Gramedia, 1993), Cet. Ke-5
Miftah Faridi, Pengantar Buku Hakikat Dzikir Jalan Taat Menuju Allah, (Depok : Intuisi Press, 2003), Cet. Ke-1
Mir Valuddin, Zikir Dan Kontemplasi Dan Tasawuf (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2000), Cet. Ke-6,
M.Arifin Ilham, Harakat Zikir Jalan Taat Menuju Allah, (Jakarta: Intuisi Pres, 2003), Cet. Ke-1,
M.Arifin Ilham dan Bebby Nasution, Hikmah Dzikir Berjama’ah, (Jakarta: Republika, 2003), Cet. Ke-1,
M.Arifin Ilham, Membangun Masyarakat Spiritualis-Humanis, (Depok: Darul
Akhyar Semesta Ilmu, 2002). Cet. Ke-1,
Ridwa Kafrawi, dkk., Ensiklopedia Islam, (Jakarta: P.T. Ichtiar Baru van Hoeve,
1999), Cet. Ke-6,
Shaleh Abd. Rosyad, Management Dakwah Islam, (Jakarta : Bintang, 1997)..
Syarif Usman, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan, (Jakarta:
Firma Djakarta, Tanpa Tahun). Cet. Ke-1
Sukamto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren LP3ES, Jakarta 1999
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1992), Cet. Ke-
21
Samsul Yakin, Menghampiri Illahi Melalui Zikir Taubah: Ikhtiyar
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Agama, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,
1998), Cet. Ke-11
Toha Yahya Oemar , Penyakit Itu Berupa Lemah Keyakinan, Kotoran Jiwa, Budi
Rendah, Hati Jahat, Pendusta Sehingga Mereka Tidak Dapat Menerima
Kebenaran Ajaran Islam, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya 1997), Cet.
Ke-1
Tim penyusun kamus pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa
Indonesia (Jakarta : Balai pustaka, 1989)
U. Maman KH, Metodologi Penelitian Agama, (Jakarta : Logos, 2002)
77
Yahya Abu Zakariyya ibn Syaraf an Nawawi, Riyad as-Salihin, (Bairut : Dar al-
Fikr 1992).
Yasraf Amir Piliang, Sebuah Dunia Yang Dilipat, (Bandung : Mizan, 1999), Cet.
Ke-3,.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Nusa Indah,
1981), Cet. Ke-1,
Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung : Tarsito, 1982)
Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21, Terjemahan A.E. Priyonodan Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1996),
Zahri Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf (Surabaya: Bina Ilmu,1995), Cet. I,
Butir angket
Umur :
Jenis kelamin :
Pend. Terakhir :
Pekerjaan :
1. Apa yang anda ketahui tentang dzikir?
a. Mengingat Allah
b. Menyebut/ mengucapkan lafaz-lafaz Allah
c. Ritualitas keagamaan belaka
2. Apa tujuan anda mengikuti kegiatan dzikir di majelis ini?
a. Karena pembimbingnya
b. Karena penyampaiannya
c. lain-lain
3. Setelah sekian lama mengikuti kegiatan dzikir ini, pernahkah anda
meninggalkannya?
a. Pernah
b. Tidak pernah
c. Tidak tahu
4. Apa yang anda rasakah ketika tidak mengikuti kegiatan dzikir di Majlis ini?
a. Tidak tenang
b. Tenang
c. Biasa saja
5. Bagaimana hubungan anda dengan sesame (keluarga, tetangga) sebelum
mengikuti kegiatan dzikir di Majlis ini?
a. Kurang baik
b. Tidak baik
c. Baik
6. Setelah mengikuti kegiatan dzikir ini, apakah ada perubahan berakhlak dalam
kehidupan sehari-hari?
a. Ada
b. Tidak ada
c. Biasa saja
7. Menurut anda, bagaimana cara penyampaian yang digunkan oleh pembimbing
dzikir?
a. Sangat Tepat
b. Tepat
c. Kurang tepat
8. Bagaimana sarana dan prasarana selama mengikuti kegiatan dzikir ini ?
a. Mendukung
b. Tidak mendukung
c. Tidak tahu
9. Menurut anda, apakah yang menjadi factor keberhasilan dalam kegiatan dzikir
ini?
a. Sosok pembimbingnya
b. Metode / cara penyampaiannya
c. Tidak tahu
10. Menurut anda, apakah kegiatan dzikir di Majlis ini berpengaruh dalam
kesehatan mental?
a. Sangat berpengaruh
b. Tidak pengaruh
c. Biasa saja
11. Menurut anda, apakah ada factor kegagalan dalam kegiatan dzikir di Majlis
ini?
a. Ada,………………………………………….
b. Tidak ada
c. Tidak tahu