AKTIVITAS DAKWAH K -...
Transcript of AKTIVITAS DAKWAH K -...
AKTIVITAS DAKWAH K.H. MUHYIDDIN NA’IM
MELALUI MASJID AL-AKHYAR KEMANG
JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan Pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh
Ahmad Shofi NIM : 105051001960
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
AKTIVITAS DAKWAH K.H. MUHYIDDIN NA’IM
MELALUI MASJID AL-AKHYAR KEMANG
JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan Pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh
Ahmad Shofi NIM : 105051001960
Dibawah Bimbingan :
Umi Musyarafah, MA. NIP : 19710816997031004
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Juni 2010
Ahmad Shofi
ABSTRAK
Ahmad Shofi AKTIVITAS DAKWAH K.H. MUHYIDDIN NA’IM DI WILAYAH CIPETE JAKARTA SELATAN
Kegiatan kerja yang dilaksanakan pada tiap bagian suatu organisasi atau lembaga, sedangkan dakwah pada hakikatnya adalah ajaran atau seruan kepada umat manusia untuk menuju kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat sesuai dengan pedoman Al-Qur’an dan Hadits. Aktivitas dakwah akan berjalan dengan baik apabila para da’i atau da’iyahnya memenuhi semua unsur-unsur dakwah baik dari subjek dakwah, maupun objek dakwahnya seiring dengan perkembangan zaman dan masyarakat atau mad’u yang heterogen. Maka seorang da’i harus pandai-pandai memilih metode yang baik untuk digunakan dalam penyampaian dakwahnya. Sedangkan masjid disini mempunyai peranan yang sangat berhubungan selain digunakan untuk mengerjakan sholat 5 waktu secara berjama’ah, masjid juga dapat digunakan untuk berbagai hal yang berbau mensyiarkan agama Islam.
K.H. Muhyiddin Na’im dikenal sebagai muballigh yang aktif diberbagai majelis pengajian yang ada di jabodetabek khususnya pada Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta-Selatan, selain itu beliau juga aktiv dalam berbagai macam lembaga pemerintah seperti NU, MUI dan FUHAB yang beliau sendiri mempunyai peranan yang penting dalam lembaga-lembaga tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah bagaimana aktivitas dan bentuk dakwah beliau dalam mengembangkan dakwah Islam. Jadi, metode penelitian yang digunakan dalam skripsi inni dengan menggunakan Metode Kualitatif dengan cara analisis isi, yakni berdasarkan data-data, wawancara, observasi dan berbagai sumber tertulis maupun lisan yang berkaitan dengan dakwah K.H. Muhyiddin Na’im. pada masjid Al-Akhyar ini juga mendapatkan dukunga dari berbagai pihak atas kegiatan-kegiatan dakwah yang dilakukan pada masjid Al-Akhyar.
Dari penlitian ini ditemukan bahwa aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im dalam mengembangkan dakwah Islamnya lebih mengedepankan dari kegiatan sosial beliau dimasyarakat luas ataupun dari segi pendidikan dan pengalaman beliau yang cukup luas dengan tujuan agar mad’u mendapatkan motivasi dan berbagi pengalaman untuk menuju masyrakat Islam yang idealis.
Pada zaman yang modern ini, sangat diharuskan agar perkembangan Islam terus berkembang dan maju. Dengan landasan kesatuan antar sesama muslim. Sebagai umat muslim kita harus berperan aktif dalam memperjuangkan agama Allah SWT sehingga umat Islam tetap pada seorang muslim yang menjalankan perintah agama.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmirrahim
Alahmdulillah wa Syukurillah, puji syukur penulis panjatkan atas semua
ni’mat dan karunia yang Allah SWT berikan selama ini, yang tak henti-hentinya
memberikan kekuatan yang luar biasa disaat penulis merasakan lelah, jenuh
menghadapi semua kesulitan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi yang
berjudul Aktivitas Dakwah K.H. Muhyiddin Na’im di Wilayah Cipete Jakarta
Selatan telah selesai disusun.
Sholawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada Rasulullah
Nabi Besar Muhammad SAW yang dengan limpahan syafa’atnya menuntun
umatnya kejalan kebaikan, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT
semata, karena sesungguhnya tanpa kehendak-Nya segala sesuatu tidak mungkin
terjadi. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Betapapun hebatnya manusia, tak ada yang bisa melakukan segala
sesuatunya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Untuk itu perkenankanlah
penulis secara khusus dengan rasa hormat dan bangga menyampaikan ucapan
terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwan dan
Ilmu Komunikasi
2. Drs. Wahidin Saputra MA, selaku Pembantu Dekan Akademik, Drs. H.
Djalaluddin MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan
Drs. Study Rizal LK. MA, selaku Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu dakwah dan Komunikasi
ii
3. Bapak Drs. Jumroni, MSi, selaku Kepala Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam
4. Ibu Umi Musyarrafah MA, selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam sekaligus Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, dan juga meluangkan
waktu, fikiran dan tenaga, dalam memberikan arahan dan bimbingan
disela-sela kesibukan beliau. Serta telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan perkuliahan ini. Dan dalam pengurusan nilai-nilai kuliah.
Terima kasih ibu.
5. Seluruh Doden Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kontribusi yang tak
ternilai harganya. Semoga menjadi amal ibadah yang tak akan terputus.
Dan tak lupa kepada seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, juga para staff perpustakaan Fakultas maupun Universitas yang
telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di
kampus ini.
6. Bapak. K.H. Muhyiddin Na’im MA selaku objek yang penulis teliti,
penulis mengucapkan banyak terima kasih telah diizinkan untuk meneliti
serta waktu, fikiran, pengalaman, tenaga, ilmu yang beliau luangkan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga
beliau selalu diberi kekuatan sehingga ilmu beliau terus menerus dapat di
syiarkan.
7. Seluruh keluarga besar H. Nipan (Alm) dan K.H. Moh Na’im (Alm),
Abinda tercinta K.H. Mahmud Nipan yang telah berpulang ke
rahmatullah semoga beliau diterima disisi-Nya Amin…Serta uminda
iii
iv
Hj.Mahmudah Na’im yang denagn pengorbanan beliau seorang diri
dengan kasih sayangnya tak kenal lelah dalam mendidik dan membesarkan
anak-anaknya sehingga kami menjadi orang yang berpendidikan, motivasi,
do’a dan seluruh pengorbanan beliau yang tidak terhingga baik berupa
moril maupun materil. Jasa kalian tak dapat dibalas dengan apapun.
Terima kasih ya Abi…..
Terima kasih ya Ummi….
8. Untuk semua saudara-saudariku tercinta, Hj.Lutfiah beserta suami H.
Ahmad Mauluddin, Kasyful Anwar semoga diberi kemudahan, Fakhrur
El-Rozie, Aminuddin Zuhrie beserta istri Dewi, Fathiyah beserta suami
Bapak Alvin, Fatimah Az-Zahro’ besrta suami Khatib Jum’ah, adeku yang
paling bontot Rifki Fauzi. semoga kalian terus menerus diberkahi dan
diridhoi didunia maupun akhirat. Amiiiinnn….
9. Teman-temanku seperjuangan semua yang kucinta baik dari kampus UIN
maupun dari luar, Vikar, Kikim, Rihab, sdri Azzah, dan semua rekan yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, thanks guys. Semoga jalan
hidup yang kita jalani selalu diberi petunjuk oleh Allah SWT
amiiinn…moga tali silaturrahim kita semua tetap terjaga…amiiiinn….
Akhir kata, hanya do’a dan harapan yang dapat penulis panjatkan,
semoga semua kebaikan kalian, senantiasa Allah SWT balas dengan limpahan
yang berlipat ganda disertai keberkahan oleh-Nya. Amin, Amin yaa Rabbal
‘Alamiiin,,,,,
Jakarta, 14 Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah….......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 4
D. Metodologi Penelitian ................................................................. 5
E. Kajian Pustaka............................................................................. 6
F. Sistematis Penulisan.................................................................... 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Aktivitas .................................................................... 9
B. Pengertian Dakwah ..................................................................... 10
C. Pengertian Aktivitas Dakwah...................................................... 13
D. Unsur-Unsur Dakwah ................................................................. 14
E. Sasaran Dakwah.......................................................................... 27
F. Pengertian Masjid ....................................................................... 35
BAB III PROFIL K.H. MUHYIDDIN NA’IM DAN MASJID
AL-AKHYAR
A. Profil K.H. Muhyiddin Na’im..................................................... 36
1. Latar Belakang Keluarga....................................................... 36
v
vi
2. Latar Belakang Pendidikan ................................................... 38
B. Aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im ............................................... 39
BAB IV ANALISIS DATA AKTIVITAS DAKWAH ISLAM
K.H. MUHYIDDIN NA’IM
A. Aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im ............................................... 47
B. Bentuk Dakwah K.H. Muhyiddin Na’im .................................... 49
C. Faktor Pendukung, Hambatan-hambatan yang dihadapi serta
Penanggulangannya pada Masjid Al-Akhyar.............................. 52
1. Faktor Pendukung ................................................................. 52
2. Faktor Penghambat ............................................................... 53
3. Cara-cara Penanggulangannya .............................................. 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 55
B. Saran-saran.................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 58
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah memegang peranan yang sangat penting di dalam kehidupan
bermasyarakat. Maju mundurnya sebuah masyarakat ditentukan oleh ulama
dalam membimbingnya. Hal ini mengingat perkembangan, perubahan, dan
kemajuan masyarakat berlangsung demikian pesat dan cepat. Respon
masyarakat atas perkembangan dan kemajuan zaman tersebut, membuat
banyak warga dunia terus berbenah diri, agar mereka tak tertinggal peradaban
modern yang ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Demikian halnya dengan dunia dakwah. Secara global, sejauh ini
syi’ar Islam masih disampaikan dengan cara dan strategi yang kurang tepat
sasaran. Dari mulai materi, cara penyampaian, hingga penguasaan wawasan
yang kurang mendalam dari seorang da’i, padahal Islam harus disampaikan
dengan cara metodologi yang tepat dan benar, serta dapat dicerna dan dapat
diterima banyak dari kalangan masyarakat luas terutama umat Islam. Dakwah
secara definitif adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan yang
benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
mereka di dunia dan akhirat.1
Kegiatan berdakwah telah berlangsung seumur sejarah kehidupan
manusia. Sejak bapak manusia pertama Nabi Adam AS, hingga Nabi
1 Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah, (Jakarta: PT. Al Mawardi Prima, 2004), Cet.
Ke-1. h. 67
1
2
Muhammad SAW sekarang ini. Dahulu Rasulullah SAW pada awal masa
kenabian, tidak langsung diperintahkan berdakawah terang-terangan kepada
seluruh manusia, akan tetapi beliau berdakwah dengan kerabat-kerabatnya
dulu. Setelah itu beliau diperintahkan berdakwah secara terang-terangan
terhadap orang lain atau orang banyak.
Seorang ulama ditengah-tengah masyarakat mempunyai peranan yang
sangat penting dalam mengubah tingkah laku sosial masyarakat, hal ini
didasarkan pada sebuah asumsi bahwa seorang ulama keberadaannya di
tengah masyarakat sangat dibutuhkan dan dihormati.
Satu kehormatan masyarakat terhadap seorang ulama, karena keluasan
Ilmu pengetahuan yang dimilikinya, khususnya dalam pengetahuan agama.
Dalam ajaran Islam, ulama memang memiliki kedudukan yang tinggi dan
peranan yang penting dalam kehidupan umat. Sedemikian penting kedudukan
ulama di tengah kehidupan masyarakat, sehingga seseorang ulama diharapkan
mampu meneruskan, mengembangkan dan melaksanakan apa yang telah
dicontohkan dan disunnahkan oleh para nabi.
Dalam peran lainnya, peran ini sering disebutkan juga sebagai amar
ma’ruf nahi munkar yang rinciannya meliputi tugas untuk :
1. Menyebarkan dan mempertahankan ajaran nilai-nilai agama.
2. Melaksanakan control dalam masyarakat (social of change)
3. menjadi agen perubahan sosial (agen of change)2.
2 Masykuri Abdillah, MimbarAgama dan Budaya Vol XVI, 1999,h. 2.
3
Dakwah merupakan suatu keharusan dalam rangka mengembangkan
agama. Dakwah harus dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman
sekarang yang sudah maju dalam hal teknologi maupun ilmu pengetahuan.
Aktivitas dakwah yang baik akan membawa pengaruh terhadap
kemajuan agama dan sebaliknya aktivitas dakwah yang kurang baik akan
berakibat pada kemunduran agama, sehubung adanya hubungan timbal balik
seperti itu maka dapat dimengerti jika Islam merupakan kewajiban dakwah
atas setiap pemeluknya.
Peran ulama sangatlah besar dalam menyebarkan ajaran Islam.
Diantara peran yang cukup besar dari seorang ulama adalah agen perubahan
sosial masyarakat menuju tatanan kehidupan yang sesuai dengan ajaran-ajaran
Islam. Hal ini dilakukan oleh seorang ulama dengan cara mengajak manusia
untuk mengikuti jalan Allah SWT melalui ajaran dakwah yang ia lakukan,
karena pada dasarnya dakwah adalah merupakan manifestasi iman yang paling
utama yang dimiliki seseorang. Sebab dakwah itu tidak lain kecuali
menunjukkan jalan yang haq kepada segenap insan, menanamkan rasa cinta
kepada kebaikan dan benci kebathilan serta kejahatan, dan membawanya
keluar dari kebohongan serta kekalutan.3
Atas uraian di atas, maka penulis merasa terdorong untuk mengadakan
penelitian seputar bentuk dakwah K.H. Muhyiddin Na’im baik pada pengajian
yang diadakan di Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta selatan, yaitu melalui
ilmu yang beliau dapat dan pengalaman beliau yang aktif dalam Majlis Ulama
Indonesia (MUI), Nahdlotul ‘Ulama (NU), dan berbagai organisasi sosial
3 Suherman Affandi, Faktor Kesuksesan Da’I (Risalah No. 6/XXXVIII, 1990)
4
masyarakat. Dan beliau juga aktif di organisasi mancanegara seperti Persatuan
Mahasiswa Idonesia di Damaskus Syiria dan Masyarakat Islam Idonesia di
kedutaan Damaskus. Serta dilihat dari letak geografis Masjid Al-Akhyar yang
berada ditengah keramaian bagi para turis kafe-kafe asing, restaurant asing,
ataupun keramian bagi para anak muda sekarang ini, sehingga penulis merasa
tertarik untuk mengangkat sebuah skripsi dengan judul “Aktivitas Dakwah
K.H. Muhyiddin Na’im Di Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta Selatan”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah Agar penelitian lebih terarah dan memudahkan untuk menelitinya,
maka peneliti membatasi penelitian ini mengenai bentuk dakwah K.H.
Muhyiddin Na’im Di Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta Selatan.
2. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah :
a. Apa saja aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im?
b. Bentuk dakwah apa saja yang digunakan oleh K.H. Muhyiddin Na’im?
c. Apa saja faktor pendukung, penghambat dan cara penaggulangannya
pada masjid Al-akhyar?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
5
a. Untuk mengetahui aktivitas dakwah K.H. Muhyiddin Na’im.
b. Untuk mengetahui bentuk dakwah yang digunakan oleh K.H.
Muhyiddin Na’im.
c. Untuk mengetahui kelebihan atau kekurangan yang ditemukan dalam
penyampaian ajaran Islam pada Masjid Al-Akhyar
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
bagi perkembangan wacana keilmuan dakwah Islam, terutama tentang
aktivitas dakwah Islam seorang da’i yang sukses dan membawa
peningkatan multiguna bagi umat Islam. Sekaligus dapat menambah
khazanah keilmuan dakwah Islam K.H. Muhyiddin Na’im dengan
pengalaman, pengetahuan, dan motifasinya terhadap dakwah Islam.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tindakan praktis
untuk memberikan pengetahuan kepada penulis tentang aktivitas
dakwah K.H. Muhyiddin Na’im. Dan dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat memperkaya khazanah intelektual, wawasan dan
gambaran secara utuh mengenai dakwaH.
D. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam melakukan
penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu suatu
metode penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan
6
berupa kata-kata, gambar, dan merupakan penelitian ilmiah4. Serta wawancara
langsung dengan beliau dan buku-buku yang digunakan oleh penulis adalah
buku-buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
1. Subjek dan objek penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah K.H. Muhyiddin
Na’im. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah
aktivitas dakwah Islam K.H. Muhyiddin Na’im melalui masjid Al-Akhyar
Kemang Jakarta Selatan.
2. Tehnik pengumpulan data
a. Observasi, yaitu penulis langsung mendatangi kediaman K.H.
Muhyiddin Na’im yang beralamat dijalan H. Moh. Na’im Cipete. Guna
untuk mendapatkan data-data yang akurat tentang aktifitas dakwah
K.H. Muhyiddin Na’im, serta turut dalam pengajian yang dipimpin
langsung oleh beliau. Satu kali dalam seminggu, yaitu tiap hari senin
pukul 18.30 WIB atau setelah maghrib yang diadakan di Masjid Al-
Akhyar.
b. Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku tertentu atau
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan apa yang diteliti penulis
dan internet yaitu dengan membuka situs-situs yang sangat berkaitan
dengan penelitian tersebut.
c. Wawancara, merupakan alat pengumpulan informasi langsung
tentang beberapa jenis data.5 Dalam penelitian ini penulis
menunjukkan pertanyaan-pertanyaan langsung dan via telepon
4 Lexy, J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosda Karya,1999), Cet, Ke-10, h. 3
5 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta:Andy Offet, 1983), h. 49.
7
dengan K.H. Muhyiddin Na’im, dan beberapa pengurusnya
(H.Muhiddin sebagai ketua masjid, H.Syahroni sebagai sek. Masjid,
hakim sebagai ket. Remaja Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta
Selatan) dan masyarakat sekitar masjid (Bpk.Aripin, Sdra Yudi, Sdra
Ahmad Sani).
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa skripsi yang menjadi tinjauan pustaka bagi penulis kali
ini, namun ada beberapa poin penting yang diambil sebagai perbandingan
antara skripsi sudah ada dengan skripsi yang penulis buat, antara lain:
1. Subjek pada skripsi yang peneliti angkat, aktif diberbagai lembaga
pemerintahn serta lebih mengedepankan jiwa sifat sosialnya. Beda halnya
dari skripsi sebelumnya yang sifatnya, lebih cenderung aktif pada satu
majeli taklim saja, seperti skripsi yang berjudul “Aktivitas Dakwah Habib
Hasan bin Ja’far Assegaf di Majelis Taklim Nurul Mustofa Ciganjur”.
2. Objek pada skripsi sebelumnya hanya cenderung tertuju pada kaum wanita
saja. Sedangkan objek yang peneliti angkat bersifat umum baik laki-laki,
remaja, bapak-bapak, maupun perempuan. Yang berjudul “Aktivitas
Dakwah Ustzh. Hj. Ida Farida M.A”
F. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis akan menguraikannya
kedalam beberapa bab sebagai berikut:
8
Bab I Pendahuluan. Meliputi latar belakang, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,
tinjauan pustaka dan sistematis penulisan.
Bab II Landasan teoritis. Terdiri dari pengertian aktifitas, Pengertian
Dakwah, Pengertian Aktifitas Dakwah, Unsur-Unsur Dakwah, sasaran
Dakwah dan Pengertian Masjid
Bab III Profil K.H. Muhyiddin Na’im dan Profil Masjid Al-
Akhyar Kemang Jakarta Selatan. Meliputi Latar Belakang K.H. Muhyiddin
Na’im, Pendidikan beliau serta aktivitas beliau. Dan Profil Masjid Al-Akhyar
meliputi sejarah, struktur, dan tujuan Masjid Al-Akhyar.
Bab IV Analisis aktivitas dakwah Islam K.H. Muhyiddin Na’im
pada Masjid Al-Akhyar. Meliputi aktivitas dan bentuk dakwah Bil-Lisan,
Bil-Qolam, Bil-Hal. Dan Faktor yang penghambat dan pendukung serta cara
penanggulannya pada masjid Al-Akhyar.
Bab V Penutup, Kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian
yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Aktivitas
Aktivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “aktifitas adalah
keaktifan, kegiatan-kegiatan, kesibukan atau bisa juga berarti kerja atau salah
satu kegiatan kerja yang dilaksanakan tiap bagian dalam tiap suatu organisasi
atau lembaga.”1
Sedangkan menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, yaitu bertindak
pada diri setiap eksistensi atau makhluk yang membuat atau menghasilkan
sesuatu, dengan aktivitas menandai bahwa hubungan khusus manusia dengan
dunia. Manusia bertindak sebagai subjek, alam sebagai objek. Manusia
mengalih wujudkan dan mengolah alam. Berkat aktivitas atau kerjanya,
manusia mengangkat dirinya dari dunia dan bersifat khas sesuai ciri dan
kebutuhannya.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali aktifitas, kegiatan atau
kesibukan yang dilakukan manusia. Namun, berarti atau tidaknya kegiatan
tersebut bergantung pada individu tersebut. Karena, menurut Samuel Soeltoe
sebenarnya aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan. Beliau mengatakan bahwa
aktifitas dipandang sebagai usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan.2
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), cet. Ke- 3, h. 17
2 Samuel Soeltoe, Psikologi Pendidikan II, (Jakarta: FEUI. 1982), h. 52
9
10
B. Pengertian Dakwah
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab Dakwah dan kata daa’a, yad’u
yang berarti panggilan, ajakan dan seruan.3 Di samping itu, makna dakwah
secara bahasa juga mempunyai arti:
1. An-Nida artinya memanggil.
2. Menyeru; ad-du’a ila syai’i, artinya menyeru dan mendorong sesuatu.
3. Ad-dakwah ila qadhiyah, artinya menegaskannya atau membelanya baik
terhadap yang haq ataupun yang batil, yang positif maupun yang negatif.
4. Suatu usaha berupa perkataan atau perbuatan untuk menarik manusia ke
suatu aliran atau agama tertentu (Al-Misbah Al-munir, pada kalimat
da’aa).
5. Memohon dan meminta, ini yang sering disebut dengan istilah berdo’a.4
Menurut pendapat K.H. M. Isa Anshari, dakwah yaitu menyampaikan
seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan
mempercayai keyakinan dan hidup Islam.
Ki Moesa A. Machfoeld dalam bukunya Filsafat Dakwah (Ilmu
Dakwah dan Penerapannya) mendefinisikan dakwah yaitu panggilan,
tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan Allah
SWT. Upaya memanggil atau mengajak kembali manusia ke jalan Allah
tersebut bersifat ekspansif yaitu memperbanyak jumlah manusia yang berada
di jalan-Nya.5
3 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 2 4 Jum’ah Amin Abdul ‘Aziz, Fiqh Dakwah Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam,
(Solo: Era Intermedia, 1998), cet. Ke-3, h. 25 5 Ki Moesa A. Machfoeld, Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya”, (Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 2004), h. 15
11
Pengertian dakwah dibedakan dengan beberapa kata yang bersaudara
yaitu ta’lim, tadzkir dan tashwir. Ta’lim artinya mengajar, tujuannya untuk
menambah pengetahuan orang yang diajar. Tadzkir artinya mengingatkan,
tujuannya untuk memperbaiki kelupaan orang kepada sesuatu yang harus
selalu diingat. Sedangkan tashwir artinya melukiskan sesuatu pada alam
pikiran orang, tujuannya untuk membangkitkan pengertian akan sesuatu yang
dilukiskan.6
Dakwah menurut Syaikh Ali Mahfudz yaitu mengajak manusia untuk
mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat
baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek, agar mereka mendapat
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.7
Jum’ah Amin Abdul Aziz dalam Fiqh Dakwah mengartikan dakwah
sebagai usaha menyeru manusia kepada Islam yang hanif dengan keutuhan
dan keuniversalannya, dengan syiar dan syariatnya, dengan aqidah dan
kemuliaan akhlaknya, dengan metode dakwahnya yang bijaksana dan saran-
sarannya yang unik serta cara-cara penyampaiannya yang benar.8
Dakwah menurut HSM. Nasaruddin Latif yaitu setiap aktifitas dengan
tulisan maupun lisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil maupun
lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis
Aqidah dan syariat serta akhlak Islaminya. 9
6 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 27 7 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 28 8 Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqh Dakwah, (Solo: Era Intermedia, 1998), Cet. Ke-1, h. 74 9 Nasarudin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma Dara, tt), h. 11
12
Muhammad Al Wakil. Dakwah adalah mengumpulkan manusia dalam
kebaikan dan menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf
nahi munkar.10
Menurut Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan
peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu
keadaan kepada keadaan lain.11
Muhammad Nasir (Wafat 1971) berpendapat dakwah adalah usaha
menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat
tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini yang meliputi amar
ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang
diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan
perseorangan, berumah tangga (usrah), bermasyarakat dan bernegara.12
Menurut Sudirman (Wafat 1979) dalam bukunya Problematika
Dakwah Islam di Indonesia, dakwah adalah merealisasikan ajaran Islam di
dalam kenyataan hidup sehari-hari baik bagi kehidupan perorangan maupun
masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka
pembangunan bangsa dan umat manusia untuk memperoleh keridlaan Allah
SWT.13
Taufiq Wa’i. dakwah adalah mengumpulkan manusia dalam kebaikan,
menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara merealisasikan manhaj
Allah di bumi dalam ucapan dan amalan, menyeru kepada yang ma’ruf dan
10 Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), cet. Ke-
1, h. 36 11 Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia: Nur Niaga SDN.
BHD. 1996), cet. I, h. 5 12 Muhammad Nasir, Fiqh al-Da’wah dalam Majalah Islam, Kiblat, Jakarta, 1971, h. 7 13 Sudirman, Problematika Dakwah Islam di Indonesia, Jakarta, PDII, 1979, h. 47
13
mencegah dari yang munkar, membimbing mereka kepada shirathal mustaqim
dan bersabar menghadapi ujian yang menghadang di perjalanan.14
Dari beberapa pengertian dakwah di atas, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan, dakwah yaitu menyampaikan dan memanggil serta mengajak
manusia ke jalan Allah SWT, untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya dalam mencapai kehidupan di dunia dan di akhirat, sesuai
dengan tuntunan dan contoh Rasulullah.
C. Pengertian Aktivitas Dakwah
Dengan penjelasan di atas dapat kita artikan bahwa aktifitas dakwah
adalah segala sesuatu yang berbentuk aktifitas atau kegiatan yang dilakukan
dengan sadar yang mengajak manusia ke jalan yang mulia di sisi Allah SWT.
Serta meluruskan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran
Islam.
Aktifitas dakwah juga dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan yang
mengarah kepada perubahan terhadap sesuatu yang belum baik agar menjadi
baik dan kepada sesuatu yang sudah baik agar menjadi lebih baik lagi.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali aktifitas, kegiatan atau
kesibukan yang dilakukan manusia. Namun, berarti atau setidaknya kegiatan
tersebut bergantung pada individu tersebut. Karena menurut Samuel Soeitoe,
sebenarnya aktifitas bukan hanya sekedar kegiatan, tetapi aktifitas dipandang
sebagai usaha untuk mencapai atau memenuhi kebutuhan orang yang
melakukan aktifitas itu sendiri.15
14 Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), cet. Ke-
1, h. 37 15 Samuel Soeitoe, Psikologi Pendidikan II. (Jakarta: FEUI. 1982)
14
Definisi di atas menimbulkan beberapa prinsip yang menjadikan
substansi aktifitas dakwah sebagai berikut:
1. Dakwah merupakan suatu proses aktifitas yang penyelanggaranya
dilakukan dengan sadar atau sengaja.
2. Usaha yang diselenggarakan itu berupa mengajak seseorang untuk beramal
ma’ruf nahi munkar untuk memeluk agama Islam.
3. Proses penyelenggaraan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu
yaitu untuk mendapat kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di
akhirat yang diridhoi Allah SWT.
D. Unsur-unsur Dakwah
Dakwah pada hakikatnya adalah segala aktivitas dan kegiatan yang
mengajak orang untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai
kehidupan yang bukan Islami kepada nilai kehidupan yang Islami.
Dalam Ilmu dakwah terdapat beberapa unsur, antara lain :
1. Subjek Dakwah, pengertian subjek disini adalah seorang da’i dalam ilmu
dakwah bermakna sebagai pelaku dakwah, biasa disebut dengan istilah
subyek dakwah. Tentang subyek dakwah ini ada yang mengatakan hanya
da’i atau mubaligh saja.
Sedang da’i yang penulis maksud adalah dalam pengertian yang luas, sehingga
yang menjadi da’i itu tidak hanya orang yang menyandang predikat Kyai, ulama
atau pemuka agama saja, akan tetapi juga dapat seorang guru, pembina suatu
organisasi, orang tua, pimpinan lembaga, atau profesi-profesi yang lain termasuk
da’i, sebab bagaimanapun profesinya, mereka adalah sebagai pelaku dakwah.
15
Da’i yang sukses biasanya juga berangkat dari kepiawaiannya dalam memilih
kata. Pemilihan kata adalah hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah.16
Diantara para ulama masih terjadi perbedaan pendapat tentang
dakwah itu, apakah wajib kifayah atau wajib a’in, sementara Muhammad
Abduh cenderung berpendapat, bahwa dakwah itu hukumnya wajib a’in.
Demikian menurut Syamsuri Siddiq (1982:12). Penulis sendiri cenderung
kepada wajib a’in, hanya bentuk dakwahnya yang berbeda tergantung
kepada profesi dan kemampuan masing-masing.17
Ada saatnya dimana da’i menjadi efektif dan berbicara membawa
bencana, tetapi di saat lain terjadi sebaliknya, diam malah mendatangkan
bahaya besar dan berbicara mendatangkan hasil yang gemilang.
Kemampuan da’i menempatkan dirinya, kapan harus berbicara dan kapan
harus memilih diam, juga adalah hikmah yang menentukan keberhasilan
dakwah.18
Da’i tidak boleh hanya sekedar menyampaikan ajaran agama tetapi
mengamalkannya. Seharusnya da’ilah orang pertama yang mengamalkan
apa yang diucapkannya. Kemampuan da’i untuk menjadi contoh nyata
umatnya dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya tidak boleh
ditinggalkan oleh seorang da’i. Dengan amalan nyata yang langsung
dilihat oleh masyarakatnya, para da’i tidak terlalu sulit untuk berbicara
banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari
sekedar berbicara.
16 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 12 17 Internet. Artikel Ilmu Dakwah indonetasia.com/definisionline/index.php. diakses pada
tanggal 14-06-2010 18 Internet. Definisi_Dakwah takafultimdiniyah.multiply.com/journal. diakses pada
tanggal 14-06-2010
16
2. Objek Dakwah, sedangkan yang dijadikan objek dakwah adalah peristiwa
komunikasi di mana da’i menyampaikan pesan melalui lambing-lambang
kepada Mad’u, dan mad’u menerima pesan itu, mengolahnya dan
kemudian meresponnya. Jadi, proses saling mempengaruhi antara da’i dan
mad’u adalah merupakan peristiwa mental. Dengan mengacu pada
pengertian psikologi, maka dapat dirumuskan bahwa psikologi dakwah
ialah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan dan mengendalikan
tingkah laku manusia yang terkait dalam proses dakwah. Psikologi dakwah
berusaha menyingkap apa yang tersembunyi di balik perilaku manusia
yang terlibat dalam dakwah, dan selanjutnya menggunakan pengetahuan
itu untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan dari dakwah itu.
3. Materi Dakwah, ialah ajaran-ajaran agama Islam. Ajaran-ajaran Islam
inilah yang wajib disampaikan kepada umat manusia dan mengajak
mereka agar mau menerima dan mengikutinya. Diharapkan agar ajaran-
ajaran Islam benar-benar diketahui, dipahami, dihayati dan diamalkan,
sehingga mereka hidup dan berada dalam kehidupan yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan agama Islam.19
4. Media Dakwah, yaitu segala sesuatu yang dapat membantu juru dakwah
dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien.20 Media
dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan matrei
dakwah.21
19 M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al Amin Press,
1997), cet. Ke-1, h. 11 20 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 40 21 Warbi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-
1, h.35
17
Media adalah suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan
sesuatu. Sarana penggunaannya adalah keefektifan dan keefisienan,
semakin efektif dan efisien suatu media dalam menyampaikan sesuatu,
maka ia akan jadi pilihan. Adapun 3 wasilah dakwah (media dakwah) dari
segi penyampaian pesan, yaitu:
a. Spoken Words, yaitu media dakwah berbentuk ucapan atau bunyi yang
dapat ditangkap dengan panca indera pendengaran seperti radio,
telepon dan sebagainya.
b. Printed Writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan, gambar,
lukisan dan sebagainya yang dapat dengan panca indera penglihatan.
c. The Audio Visual, yaitu media dakwah yang berbentuk gambar hidup
yang dapat didengar dan dilihat, seperti televisi, video dan sebagainya.
Menurut Drs. Slamet Muhaemin Abda, media dakwah dari
instrumennya dapat dilihat dari empat sifat, yaitu:
a. Media visual yaitu alat yang dapat dioperasikan untuk kepentingan
dakwah dengan melalui indera penglihat seperti film, slide,
transparansi, overhead projector, gambar, foto dan lain-lain.
b. Media auditif yaitu alat-alat yang dapat dioperasikan sebagai sarana
penunjang dakwah yang dapat ditangkap melalui indera pendengaran,
seperti radio, tape recorder, telepon, telegram dan sebagainya.
c. Media audio visual yaitu alat-alat dakwah yang dapat didengar juga
sekaligus dapat dilihat, seperti movie film, televisi, video dan
sebagainya.
18
Media cetak yaitu cetakan dalam bentuk tulisan dan gambar sebagai
pelengkap informasi tulis, seperti buku, surat kabar, majalah, bulletin, booklet,
leaflet dan sebagainya.22
5. Metode Dakwah, Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu meta
(melalui) dan hodos (jalan, cara). Sumber yang lain menyebutkan bahwa
metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran tentang metode.
Dalam bahasa Yunani, metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang
dalam bahasa Arab disebut thariq.23 Sementara itu, dalam Kamus bahasa
Indonesia kata metode mangandung arti “cara yang teratur dan berpikir baik-
baik untuk maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb); cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan”.24 Jadi metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk
mencapai suatu tujuan.
Metode dakwah artinya cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i
untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan
untuk mencapai tujuan tertentu.25
Al-Qur’an menurut Sayyid Quthub, mengemukakan prinsip-prinsip
umum metodologi dakwah. Dianataranya ialah prinsip dakwah dengan
bijaksana dan kearifan (bi al-hikmah), dakwah dengan nasehat yang baik (bi
22 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 44 23Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 35 24 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, cet. IX, 1986),
h. 649 25 Warbi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-
1, h. 34
19
al-mau’izhat al-hasanah), dakwah dengan dialog yang baik (bi al-jadal al-
husna), dan dakwah dengan pembalasan berimbang (mu’aqabat bi al-mitsl).26
Adapun metode dalam melaksanakan dakwah tercantum dalam Al-
Qur’an surat An-Nahl ayat 125:
☺
☺
☺
☺
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Q.S. An-Nahl/16: 125)
Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa metode dakwah itu ada tiga
cara:27
a. Al-Hikmah
Kata hikmah dalam bentuk masdarnya adalah “hukman” yang
diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan
hukum berarti mencegah dari kedzaliman dan jika dikaitkan dengan
dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam
melaksanakan tugas dakwah.28
26 Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah sayyid Quthub:Rekonstruksi Pemikiran Dakwah
Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2006), cet. Ke-1, h. 246 27 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 36 28 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 8
20
Pengertian al-hikmah menurut Prof. Toha Jahja Omar MA, yaitu
bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya dan kitalah yang
harus berpikir, berusaha menyusun dan mengatur cara-cara dengan
menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan
hal-hal yang dilarang Tuhan.29
M. Abduh berpendapat bahwa, hikmah adalah mengetahui rahasia
dan faedah dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan
yang sedikit lafazh akan tetapi banyak makna30 ataupun diartikan
meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.31
Al-hikmah diartikan pula sebagai al ‘adl (keadilan), al-haq
(kebenaran), al-hilm (ketabahan), al ‘ilm (pengetahuan), terakhir an
Nubuwwah (kenabian). Di samping itu, al-hikmah juga diartikan sebagai
menempatkan sesuatu pada proposisinya.32
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi:
“Dakwah dengan bil-hikmah ialah dakwah dengan menggunakan
perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran
dan menghilangkan keraguan”.
Menurut Ki. M.A. Mahfoeld al-hikmah adalah berarti tepa selira,
mengukur baju dengan diri sendiri, tidak memberikan kepada orang lain
apa yang diri sendiri tak senang dapat dari orang lain.33
29 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h.36 30 Lihat, Sa’dy Abu Habib, al-Qomusul Fiqhi, h. 97 31 Abu Hayyan, al-Bahrul Muhith, Jilid 1, h. 392 Juga Dr. Zaid Abdul Karim, ad-Dakwah
bil-Hikmah, h. 26 32 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 10 33 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h.37
21
Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi
yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang
kepada agama atau Tuhan.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa al-hikmah adalah
kemampuan da’i memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah
dengan kondisi objektif mad’u. Memang tidak semua orang meraih sukses.
Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang layak mendapatkan
hikmah Insya Allah juga akan berimbas kepada para mad’unya, sehingga
mereka termotivasi untuk merubah diri dan mengamalkan apa yang
disarankan da’i kepada mereka.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentu sukses tidaknya
dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan,
strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah,
sehingga ajaran Islam mampu memasuki runag hati para mad’u dengan
tepat.34 Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk mengerti dan memahami
sekaligus mamanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima
dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.
Dengan demikian jika hikmah dikaitkan dengan dakwah kita akan
menemukan bahwa ia merupakan peringatan kepada juru dakwah untuk
tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Sebaliknya, mereka harus
menggunakan berbagai macam metode sesuai dengan realitas yang
dihadapi dan sikap masyarakat terhadap Islam. Sebab sudah jelas bahwa
dakwah tidak akan berhasil menjadi suatu wujud yang riil jika metode
34 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h.11
22
dakwah yang dipakai untuk menghadapi orang bodoh sama dengan yang
dipakai untuk menghadapi orang terpelajar. Jelas, kemampuan kedua
kelompok tersebut dalam berpikir dan menangkap dakwah yang
disampaikan tidak dapat disamakan. Bagaimanapun daya pengungkapan
dan pemikiran yang dimiliki manusia berbeda-beda.35
b. Al-Mau’idzatil Hasanah
Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, mau’izhah
dan hasanah. Kata mau’izhah berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-wa’dzan-
‘idzatan yang berarti: nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan,36
sementara hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya
kebaikan lawannya kejelekan.37
Menurut pakar bahasa, nasehat (al-wa’zh atau mau’izdhah)
mengandung arti teguran atau peringatan. Ashfahani, dengan mengutip
pendapat Imam Khalil, menyatakan bahwa nasihat adalah memberikan
peringatan (al-tadzkir) dengan kebaikan yang dapat menyentuh hati. Jadi,
makna terpenting dari nasihat adalah mengingatkan (tadzkir) dan membuat
peringatan (dzikra) kepada umat manusia.38
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh
H. Hasanuddin adalah sebagai berikut:
35 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 14 36 Lois Ma’luf, Munjid al-Lughah wa A’lam (Beirut: Dari Fikr. 1986) h. 907, Ibnu
Mandzur, Lisan al-Arab, jilid VI (Beirut: Dar Fikr, 1990), h. 466. 37 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 16 38 Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah sayyid Quthub:Rekonstruksi Pemikiran Dakwah
Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2006), cet. Ke-1, h. 249
23
“Al-Mau’izhah al-Hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak
tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan
menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.”39
Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mau’izhah al-Hasanah
merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke
jalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah
lembut agar mereka mau berbuat baik.40
Mau’idzatil Hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang
mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita
gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan
pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan
akhirat.41
Dari beberapa definisi di atas, mau’izhah hasanah tersebut bisa
diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:
1) Nasihat atau petuah
2) Bimbingan, pengajaran (pendidikan)
3) Kisah-kisah
4) Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)
5) Wasiat (pesan-pesan positif).
39 Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 37 40 Abdul Hamid al-Bilali, Fiqh al-Dakwah fi ingkar al-Mungkar (Kuwait: Dar al-
Dakwah, 1989), h. 260 41 Harjanji Hefni, dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2001), cet. Ke-1, h. 240
24
Menurut Ki. M.A. Mahfoeld, al-mau’idzatil hasanah adalah diukur
dari segi dakwah itu sendiri.42 Hasanah dalam dakwah adalah sebagai
ridha ibadah kepada Allah SWT. Dan di dalamnya mengandung:
1) Didengar orang, lebih banyak lebih baik suara panggilannya.
2) Diturut orang, lebih banyak lebih baik maksud tujuannya, sehingga
menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali ke jalan
Tuhannya, jalan Allah SWT.43
Jadi kalau kita telusuri kesimpulan dari Mau’idzatil Hasanah, akan
mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh
kasih sayang ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak
membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-
lembutan dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras
dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan
daripada larangan dan ancaman.
c. Al-Mujadalah Bi Al-Lati Hiya Ahsan
Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata
“jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada
huruf jim yang mengikuti wazan faa ala, “jaa dala” dapat bermakna
berdebat, dan “mujaadalah” perdebatan.44
Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian al-
mujadalah (al-Hiwar) dari segi istilah. Al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti
42 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 37 43 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 17 44 Ahmad Warson al-Munawwir, al-Munawwir, Jakarta:Pustaka Progresif, 1997, Cet. Ke-
14, h. 175 hal ini juga dapat dilihat pada kamus al-Bisri, karangan K.H. Adib Bisri dan K.H. Munawwir AF, Pustaka Progresif, 2000, h. 67 dan ini berarti sama pula dengan lafaazh al-Khiwaar yang berarti jawaban, al-Mukhaawaroh; Tanya jawab, perdebatan. Lebih jelas lihat kamus al-Bisri, h. 140
25
upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa
adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara
keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah
suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan
cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.
Menurut tafsir An-Nasafi,45 kata ini mengandung arti:
“Berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan sebaik-baiknya dalam
bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut,
tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu
(perkataan) yang bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan
menerangi akal pikiran, ini merupakan penolakan bagi orang yang
enggan melakukan perdebatan dalam agama.”
Menurut Ki. M.A. Mahfoeld, allati hiya ahsan yaitu bi daru
‘uqulihim, dengan kadar tingkat obyek yang bersikap bantahan. Maka
harus melihat apakah obyek dakwah itu Islam, Islam abangan atau non
Islam.46
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, Al-
Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak
secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar
lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi
dan bukti yang kuat.
45 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) h. 38 46 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia,
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 38
26
Tujuan Dakwah adalah Dakwah yang dilaksanakan harus
mempunyai tujuan tertentu. Tujuan ini dapat dirumuskan sedemikian rupa
sehingga jelas apa yang hendak dicapai. Di dalam proses dakwah, tujuan
adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Dengan tujuan
itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dalam pelaksanaan
dakwah.
Menurut Drs. H.M. Arifin M.Ed., tujuan dakwah adalah untuk
menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran
agama yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama. Oleh
karena itu ruang lingkup dakwah adalah menyangkut masalah
pembentukan sikap mental dan pengembangan motivasi yang bersifat
positif dalam segala lapangan hidup manusia.
Syekh Ali Mahfudz merumuskan, bahwa tujuan dakwah ada lima
perkara, yaitu:
1) Menyiarkan tuntunan Islam, membetulkan aqidah dan meluruskan
amal perbuatan manusia, terutama budi pekertinya.
2) Memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada keadaan yang baik.
3) Membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan di antara
kaum muslimin.
4) Menolak faham atheisme, dengan mengimbangi cara-cara mereka
bekerja.
5) Menolak syubhat-syubhat, bid’ah dan khurafat atau kepercayaan yang
tidak bersumber dari agama dengan mendalami ilmu Ushuluddin.
27
Dari rumusan tujuan pelaksanaan dakwah di atas dapat ditarik
kesimpulan, bahwa tujuan dakwah ada dua, yaitu:
a. Tujuan langsung yakni ditujukan langsung kepada masyarakat agar
melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-nya.
b. Tujuan tidak langsung, yaitu dengan membentuk kader-kader da’i baik
melalui jenjang pendidikan formal maupun non formal, sehingga mereka
dapat diterjunkan ke dalam masyarakat.
Tujuan umum maupun khusus dakwah yaitu:
a. Mengajak orang-orang Islam untuk memeluk agama Islam (meng-
Islamkan orang-orang non-muslim).
b. MengIslamkan orang-orang Islam artinya meningkatkan kualitas iman,
Islam dan ihsan kaum muslimin sehingga mereka menjadi orang-orang
yang mengamalkan Islam secara keseluruhan (kaffah).
c. Menyerahkan kebaikan dan mencegah timbulnya dan tersebarnya bentuk-
bentuk kemaksiatan yang akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan
individu dan masyarakat.
d. Membentuk individu-individu dan masyarakat yang menjadi Islam sebagai
pegangan dan pandangan dalam segi-segi kehidupan politik, ekonomi,
sosial dan budaya.
Jadi tujuan dakwah adalah mempertemukan kembali fitrah manusia
dengan agama atau menyadarkan manusia supaya mengakui kebenaran Islam
dan mau mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi orang baik.47
47 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 5
28
E. Sasaran Dakwah
Sehubungan dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat,
bila dari aspek kehidupan psikolgis, maka dalam pelaksanaan program
kegiatan dakwah berbagai permasalahan yang menyangkut sasaran bimbingan
atau dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat ilihat dari segi sosiologis
berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta
masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
2. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur
kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.
3. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosial cultural berupa golongan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi ini
terutama terdapat dalam masyarakat di Jawa.
4. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi
tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
5. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari
okupasinal (profesi, atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang,
seniman, buruh, pegawai negeri (administrator).
6. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat
hidup sosial ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan
miskin.
7. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis
kelamin berupa golongan wanita, pria dan sebagainya.
29
8. Sasaran berhubungan dengan golongan dilihat dari segikhusus berupa
golongan masyarakat tunasusila, tunawisma, tuna karya, naarapidana dan
sebagainya.
Dan jika disebutkan secara general, sasaran dakwah ini adalah meliputi
semua golongan masyarakat. Walaupun masyarakat ini berbeda dan masing-
masing memiliki ciri-ciri khusus dan tentunya juga memerlukan cara-cara
yang berbeda-beda dalam berdakwah, perlu kita lihat dulu siapa mad’unya,
dari golongan mana agar apa yang akan kita dakwahkan dapat diterima dengan
baik oleh mad’u.
Secara garis besar, ajaran Islam meliputi lima aspek penting yaitu
aqidah, syari’ah, ibadah, mu’amalah dan akhlak. Dengan begitu bisa dikatakan
akhlak merupakan sepertiga dari ajaran Islam dan sekaligus menjadi puncak
dari seluruh rangkaian ajaran Islam. Bahkan, semua bentuk ibadah bermuara
pada pembentukan akhlak yang mulia.48
1. Aqidah
Dari segi bahasa, aqidah berasal dari al ‘aqdu yang berarti ikatan,
kepastian, pengukuhan, pengencangan dengan kuat, juga berarti yakin dan
mantap (Kamus Lisan al-Arab, III:295-300). Aqidah atau iman yaitu
pengakuan dengan lisan dan membenarkan dengan hati bahwa semua yang
dibawa oleh Rasulullah adalah benar dan hak. Masalah iman ini telah
digariskan dan ditetapkan sebagai yang tersebut dalam rukun iman.49
Aqidah ini merupakan fondamen bagi setiap muslim. Aqidah inilah
yang menjadi dasar yang memberi arah bagi hidup dan kehidupan seorang
48 Didin Hafidhuddin, Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, (Jakarta: Pustaka Zaman, 2000), cet. Ke-1, h. 71
49 Syekh Thahir Ibn Saleh, Al-Jawahirul Kalamiyah, (Al-Qahirah: 1386 H, T.pn.,) hlm, 3
30
muslim. Aqidah ini merupakan keimanan kepada Allah SWT, para
malaikat as, kitab-kitab yang diwahyukan kepada para Rasul, adanya hari
kiamat dan adanya qadha’ dan qadar serta masalah-masalah yang berakitan
dengan pokok-pokok keimanan itu. Hal ini pernah diterangkan oleh Nabi
Muhammad Saw ketika beliau menjawab pertanyaan malaikat Jibril as
sebagai berikut:50
أن تؤ من باهللا ومال ئكته وآتبه ورسوله واليوم اآلخر )رواه مسلم عن عمر(وتؤمن بالقدر خيره وشره
Artinya :“Hendaknya engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir dan adanya takdir baik dan buruk (yang diciptakan oleh)Nya.” (HR. Muslim dan Umar)
Dimensi aqidah ini mengungkap masalah keyakinan manusia
terhadap rukun iman, kebenaran agama dan masalah-masalah gaib yang
diajarkan agama. Inti dimensi aqidah dalam ajaran Islam adalah tauhid.
Ismail R. Al-Faruqi seperti dikutip oleh Fuad Anshori bahwa esensi Islam
adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, tindakan yang menegaskan Allah
sebagai Yang Maha Esa.51
Aqidah adalah pesan-pesan dakwah yang meliputi: Iman kepada
Allah SWT, iman kepada malaikat, iman kepada kitab Allah, iman kepada
Rasul Allah, iman kepada hari akhir dan iman kepada qadha dan qadar.52
2. Syari’ah
Secara bahasa (etimologi) kata “syari’ah” berasal dari Bahasa
Arab yang berarti peraturan atau undang-undang, yaitu peraturan-
50 M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, h. 11 51 Fuad Nashori dan Pachmy Diana Muharam, Mengembangkan Kretaivitas dalam
Perspektif Psikologi Islam, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), cet. Ke-2, h. 78 52 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 95
31
peraturan mengenai tingkah laku yang mengikat harus dipatuhi dan
dilaksanakan sebagaimana mestinya.53
Berbicara mengenai syari’ah, Syeikh Mahmud Syaltut,
sebagaimana dikutip H. Endang Saefuddin Anshari, M.A, menulis:54
keyakinan merupakan dasar daripada syari’ah. Dan syari’ah adalah hasil
daripada kepercayaan, sebab perundang-undangan tanpa keimanan
bagaikan bangunan yang tidak bertumpuan dan keimanan dengan tidak
disertai syari’ah untuk melaksanakannya, hanyalah akan merupakan teori,
ajaran yang tiada berdaya dan berhasil.
Syari’ah mengandung cara-cara atau peraturan ibadah seperti
sembahyang, puasa, zakat, ibadah haji dan lain-lain yang dalam istilah,
lebih umum disebutkan “hablum minallah”. Syariah juga mengandung
muamalah seperti perkawinan, hutang-piutang, jual-beli, keadilan sosial,
pendidikan dan lain-lain yang menyangkut hubungan manusia (hablum
minan nas).55
3. Ibadah
Ibadah adalah bahasa Arab yang secara etimologi berasal dari akar
kata ‘abada-ya’budu-‘abdan-‘ibaadatan yang berarti taat, tunduk, patuh,
merendahkan diri dan hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna
yang berdekatan.56 Para ahli dari berbagai disiplin ilmu mengemukakan
pengertian ibadah dari segi terminologi dengan rumusan yang bervariasi
53 M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ke-1,
h. 343 54 Endang Saefuddin Anshari, Kuliah Al Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan
Tinggi, (Jakarta:Rajawali, 1992), cet. Ke-3, ed.2, h. 91 55 Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), cet. Ke-1, h.10 56 Al-Qardhawi Yusuf, Al-Ibadah fi al-Islam, Muassasah al-Risalah, (Beirut: T.pn.,1979).
cet. 6, h. 27
32
sesuai dengan bidangnya. Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan
ibadah sebagai berikut: Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah
dan menyelenggarakan segala syari’at (hukum). Menurut ahli Fiqh, ibadah
adalah: Segala bentuk ketaatan yang engkau kerjakan untuk mencapai
keridhaan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.57
Para Ulama membagi ibadah menjadi dua, yaitu ibadah makhdhah
dan ibadah ghair makhdhah. Ibadah makhdhah adalah berbagai perbuatan
yang dilakukan semata-mata hanya wujud pengabdian seseorang kepada
Tuhannya. Sedangkan ibadah ghair makhdhah adalah berbagai perbuatan
yang dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan kehidupan dunia yang
disertai dengan niat mencari ridha-Nya.58
Kita telah mengetahui, bahwa misi manusia di alam ini adalah
beribadah kepada Allah. Kita juga telah mengetahui bahwa ibadah adalah
mengoptimalkan ketundukan yang disertai dengan mengoptimalkan
kecintaan kepada Allah. Dan ibadah di dalam Islam mencakup agama
secara keseluruhan dan meliputi seluruh kehidupan dengan berbagai
macam isinya.59
4. Muamalah
Pengertian muamalah dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi
bahasa dan ke dua dari segi istilah. Menurut bahasa muamalah berasal dari
kata ‘aamala-yu’aamilu-mu’aamalatan sama dengan wazan faa’ala-
57 Tengku Muhammad Habsyi Ash-Siddieqy, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang,
1994), cet. Ke-8, h. 3 58 M. Saefuddaulah, Akhlak Ijtima’iyah, (T.tp.:Pamator, 1998), cet. Ke-1, h. 8 59 Yusuf al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2005),
cet. Ke-1, h.118
33
yufaa’ilu-mufaa’alatan, artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling
mengamalkan.60
Menurut istilah, pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan pengertian
muamalah dalam arti sempit. Definisi muamalah dalam arti luas dijelaskan
oleh para ahli sebagai berikut: Al Dimyati berpendapat bahwa muamalah
adalah: Menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah
ukhrawi.61
Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah
peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.62
Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit (khas),
didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut:
a. Menurut Hudlari Byk: Muamalah adalah semua akad yang
membolehkan manusia saling menukar manfaatnya.
b. Menurut Idris Ahmad,63 muamalah adalah aturan-aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk
mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling
baik.
c. Menurut Rasyid Ridha, muamalah adalah tukar-menukar barang atau
sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan.
60 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h. 1 61 Lihat al Dimyati, dalam: I’anat al Thalibin, Toha Putra, Semarang, tt. hlm.2 62 Lihat Abdul Madjid, dalam : Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kbendaan
dalam Islam, IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 1986 hlm. 1 63 Lihat Fiqh al-Syafi’iyah, Karya Indah, Jakarta, 1986, hlm. 1
34
d. Muamalah menurut Fuqaha yaitu segala hukum yang dilaksanakan
untuk kebaikan keluarga, masyarakat dan Negara atau kemuslihatan
dunia.64
5. Akhlak
Akhlak secara etimologis berarti tingkah laku atau perbuatan. Dan
secara terminologis akhlak adalah tingkah laku manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam
sekitarnya.65
Imam Ghazali dalam bukunya “Ihya Ulumuddin” menyatakan
sebagai berikut: Akhlak ialah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlukan pikiran dan pertimbangan.66
Dr Ahmad Amin dalam bukunya “Al-Akhlak” mengatakan bahwa
akhlak adalah ilmu untuk menetapkan ukuran segala perbuatan manusia,
yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang salah, yang hak atau
yang batil.67
Sedangkan menurut Ibnu Maskawih, akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.68
Akhlak yang dituntut dan dipelihara ialah akhlak yang merupakan
sendi agama di sisi Tuhan, bukanlah sekedar mengerti bahwa kebenaran
64 Tengku Muhammad Habsyi Ash-Siddieqy, Kuliah Ibadah, h. 5 65 Hasan Saleh, Studi Islam di Perguruan Tinggi Pembinaan IMTAQ dan Pengembangan
Wawasan, (Jakarta: Penerbit ISTN, 2000), cet. Ke-2, h. 57 66 Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur’an, h. 3 67 Ahmad Amin, Al-Akhlak, terjemahan Y Bahtiar Affandy, (Jakarta: Jembatan, 1995), h.1 68 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 3
35
itu adalah mulia dan dusta adalah hina, dan bukan pula sekedar
mengetahui bahwa ikhlas itu suatu yang agung, sedang tipu daya adalah
sebuah kehancuran. Akan tetapi akhlak yang dituntut yaitu reaksi jiwa dan
segala sesuatu yang mempengaruhinya untuk melakukan apa yang patut
dilakukan dan meninggalkan apa yang harus ditinggalkan.69
Adapun ruang lingkup akhlak terbagi dalam beberapa bagian:
a. Akhlak terhadap Kholik. Allah SWT adalah Al-Khaliq (Maha
pencipta) dan manusia adalah makhluk (yang diciptakan). Manusia
wajib tunduk kepada peraturan Allah. Hal ini menunjukkan kepada
sifat manusia sebagai hamba.
b. Akhlak terhadap Mahkluk. Prinsip hidup dalam Islam termasuk
kewajiban memperhatikan kehidupan antara sesama orang-orang
beriman. Kedudukan seorang muslim dengan muslim lainnya adalah
ibarat satu jasad, dimana satu anggota badan dengan anggota badan
lainnya mempunyai hubungan yang erat.70
F. Pengertian Masjid
Ditinjau dari segi bahasa Masjid berasal dari bahasa Arab yaitu dari
kata sajada, yasjudu yang berarti sujud, sedangkan kata masjid merupakan
isim makan dari kata tersebut yang berarti tempat bersujud.
Pada zaman pra-Islam tempat di sekitar Ka’bah dinamakan masjid.
Abu Bakar membangun sebuah tempat untuk shalat di dekat rumahnya di
mekkah. Terdapat keragaman gaya bangunan masjid, namun terdapat
69 Ali Akbar, Nabi Muhammad Pembawa Rahmat, Suara Mesjid, No. 64, DDII, hlm. 9 70http://www.cahaya-islam.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=286,
diakses pada tanggal 08 Mei 2010, pada pukul 16:40 WIB
36
beberapa elemen utama. Syarat utama sebuah masjid adalah tersedianya
sebuah ruangan besar untuk menjalankan shalat, baik beratap maupun tidak
beratap, yang didalamnya jama’ahnya membentuk barisan di belakang posisi
imam untuk menyelenggarakan shalat berjama’ah.71
Seseorang tidak diperkenankan berdiam di dalam ruangan ini kecuali
dalam keadaan suci dai hadats besar. Untuk memastikan arah kiblat, ka’bah
biasanya dalam sebuah masjid terdapat sebuah ruangan yang dinamakan
mihrab. Masjid juga dapat dijadikan sebagai lembaga untuk melaksanakan
aktifitas-aktifitas dakwah.
71 Prof. Huston Smith, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 1999)
BAB III
PROFIL K.H. MUHYIDDIN NA’IM DAN MASJID AL-AKHYAR
KEMANG JAKARTA SELATAN
A. Profil K.H. Muhyiddin Na’im
1. Latar Belakang Keluarga
Beliau lahir di Jakarta, pada tanggal 12 Januari 1950, K.H.
Muhyiddin Na’im adalah putra dari keluarga pasangan Alm. K.H.
Muhammad Na’im dan Almh. Hj. Saodah Binti Musyaffa’. Beliau terlahir
dari keluarga yang sangat religius. Ayahandanya semasa hidup adalah
seorang Ulama besar, dan beliau dikenal sebagai salah satu Ulama besar
yang turut mensyiarkan agama Islam di berbagai daerah, khususnya
diwilayah Cipete Utara Jakarta-Selatan.
K.H. Muhammad Na’im Lahir pada tahun 1912, dari pasangan,
beliau juga aktif dalam salah seorang pengurus Syuria NU dengan
Rekannya seperti K.H. Abdul Wahid Hasyim, K.H. Idham Chalid, K.H.
Anwar Musyaddad, K.H. Ilyas, K.H. Saifuddin Zuhri, K.H. Tohir Rohili,
K.H. Mursyidi, K.H. Ishaq Yahya, K.H. Ahmad Syaikhu, K.H. Nur Ali
Bekasi, K.H. Abdul Aziz Amin. Beliau juga menjadi saksi atas
dideklarasikannya pemerintah Republik Indonesia Serikat. H. Na’im dan
Mera dan beliau meninggal dunia pada 12 Mei 1973 pada usia 61 tahun.
Seminggu sebelum wafat, kini istrinya yang masih hidup ada dua orang.
Putra-putrinya yang masih hidup ada 27 orang. Cucu cicitnya ada sekitar
300 orang. Diantara mereka yang aktif dalam bidang dakwah dan
36
37
pendidikan, seperti K.H. Abdul Hayyi Na’im, K.H. Muhyiddin Na’im,
K.H. Muhammad Fatih Na’im, Hj. Siti Aisyah, Hj. Mahmudah Na’im, siti
Sahlah Na’im. Di samping itu banyak pula yang mengabdikan diri di
berbagai instansi pemerintah dan swasta.1
K.H. Muhyiddin Na’im adalah seorang Ulama dan tokoh
masyarakat betawi yang sangat di hormati, dan karena pengalaman beliau
yang cukup luas dapat memberikan motivasi tersendiri bagi K.H.
Muhyiddin Na’im untuk berkesempatan berdakwah dan mengetahui
bagaimana cara mempraktekan dakwah diberbagai forum, baik didalam
maupun diluar negeri.
K.H. Muhyiddin Na’im mempunyai beberapa saudara kandung,
diantaranya Hj. Zakiyah Na’im, Hj. Nafisah Na’im, K.H. Muhyiddin
Na’im, Hj. Mahmudah Na’im, H. Muhammad Ali Na’im, H.
Abdurrahman Na’im, H. Adnan Na’im, H. Muhammad Diinul Hadi
Na’im, H. Maliha Na’im, H. Zaenal Aripin Na’im, Hj. Azizah Na’im,
tidak ketinggalan kakak maupun adik-adiknya yang berkecimpung dalam
mensyiarkan agama Islam.
Sejak kecil kedua orang tuanya, terutama bapaknya (K.H.
Muhammad Na’im) cukup dikenal sebagai orang tua yang sangat tegas
terhadap anak-anaknya, sudah mempersiapkan bekal pendidikan agama,
berupa belajar membaca Al-Qur’an, cinta dengan Ilmu agama yang
mengharuskan beliau untuk selalu dan terus belajar.
1 Wawancara dengan adik K.H. Muhyiddin Na’im (K.H. Abdurrahman Na’im) di masjid
An-Nur Cipete Utara Jakarta Selatan.
38
Sejak usia belia, beliau sudah terbiasa dengan kesibukan dakwah,
sama halnya dengan anak-anak seusianya, beliau juga bermain bersama
teman-temannya akan tetapi beliau tidak pernah melupakan kewajibannya
sebagai pelajar untuk menuntut ilmu agama.
Beliau sudah berdakwah dari kecil, tetapi sesudah menikah atau
kurang lebih 28 tahun lalu, ternyata beliau lebih menyukai dan menekuni
profesi dakwah sebagaimana beliau mengikuti jejak ayahnya. Dan di usia
yang sudah matang ini, beliau masih menggeluti di dunia dakwah atas
dukungan dari istri tercintanya, Hj. Rohimah dari seorang anak K.H.
Fathullah (Alm).
Beliau bukan hanya sekedar seorang da’i yang berani berjuang di
medan dakwah, melainkan beliau juga seorang guru atau kyai yang selalu
membimbing dan mendidik murid-muridnya agar menjadi lebih baik dan
berakhlakul karimah. Dan beliau juga seorang suami yang banyak
memberi panutan bagi keluarganya, beliau selalu menyempatkan waktu
luang untuk berkumpul dan bersenda gurau bersama keluarga besarnya.
Hingga saat ini K.H.Muhyiddin Na’im mempunyai lima orang
anak yang sangat di banggakan. Di antara nya : Rozana, H.Muhammad
wafi, Ahmad Labib, Rihaburrahman dan Naji.
2. Latar Belakang Pendidikan K.H. Muhyiddin Na’im
Ulama yang sangat ramah ini tidak hanya pandai berbicara, tetapi
beliau juga aktif saat bangku sekolah, sejak kecil beliau bercita-cita ingin
menjadi da’i sekaligus guru. Dari kecil beliau juga sering mengikuti ayah
39
mengajar pengajian. Sehingga apapun ilmu yang diturunkan padanya
selalu direalisasikan.
Bapak dari lima orang anak ini pernah menuntut Ilmu di Jakarta
sampai antar propinsi sampai perguruan tinggi di luar negri, diantara nya :
a. SD yang terletak didaerah Perla Jakarta selata tahun
b. MTs yang berada diJombang yaitu Tebuireng,
c. selanjutnya beliau melanjutkan ke perguruan tinggi di Damaskus
(Syiria), disana beliau mendapat gelar Lc dan Kairo (Mesir) beliau
mendapat gelar MA.
Beliau sama sekali tidak membeda-bedakan antara ilmu umum
dengan ilmu agama, karena menurut sang ayah “apapun ilmu itu selama
baik dan membawa manfaat maka raihlah terus”2.
Beliau tidak hanya menuntut ilmu didalam negeri saja, akan tetapi
beliau juga menuntut ilmu di luar negeri bagian timur, Damaskus atau
Syiriya, Jerman dan Amerika.
B. Aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im
Sejak belia, beliau sudah banyak melakukan hal-hal positif yang
membawanya kearah yang lebih baik baik, diantaranya : belajar mengajar,
belajar ceramah di berbagai pengajian. Dan beliau juga termasuk orang yang
gemar membaca khususnya kitab-kitab untuk menuangkan inspirasinya, waktu
selebihnya ia gunakan untuk ceramah, berkhutbah, dan memberikan ilmu
kepada orang lain.
2 Wawancara dengan KH. Muhyiddin Na’im di kediamannya pada tanggal 15 Mei 2010.
40
Da’i yang penuh tawaddlu’ ini tidak pernah merasa lelah untuk
melakukan semua aktivitasnya. Dari kecil sampai sekarang beliau terkenal
mudah bergaul dengan siapa saja. Maupun dengan para pejabat beliau cukup
di kenal karena beliau aktif dalam beberapa lembaga-lembaga pemerintahan
juga, seperti NU (Nahdlotul Ulama), MUI DKI (Majelis Ulama Indonesia),
FUHAB Forum Ulama Habaib) dll, maka dari sini beliau mempunyai tekad
dakwah untuk mengembangkan agama Islam.
Selama ini beliau tidak hanya ceramah di Masjid Al-Akhyar yang
beliau pimpin, akan tetapi beliau juga berceramah atau mengisi pengajian di
berbagai daerah khususnya wilayah DKI Jakarta Selatan. Selain itu beliau juga
sering diundang ceramah pada acara hari-hari besar Islam seperti : Maulid
Nabi SAW, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dan undangan ceramah di
dalam maupun luar negeri.
Pada awalnya kegiatan dakwah bil-lisan K.H. Muhyiddin Na’im hanya
mengajar pada satu masjid yang terletak dekat rumah beliau di daerah Cipete
Jakarta Selatan yaitu masjid An-Nur tempat bapaknya mengajar, akan tetapi
karena efek yang ditimbulkan dari dakwah yang disampaikannya
membuahkan hasil, maka beliau terus melanjutkan dakwahnya dengan
mengajak masyarakat setempat untuk belajar mengaji.
Pada usia 25 tahun, beliau mulai memberanikan diri untuk
menunjukkan performanya sebagai penceramah atau da’i muda. Meskipun
dakwah yang disampaikannya belum maksimal ternyata dakwah yang
dirasakan sangat bermanfaat bagi mad’u pada saat itu. Sehingga beliau
mengajak masyarakat setempat untuk mengaji dan belajar bersama.3
3 Wawancara dengan KH. Muhyiddin Na’im di kediamannya pada tanggal 15 Mei 2010.
41
Beliau bukan pria yang mudah menyerah, tetapi beliau semakin
penasaran untuk lebih mendalami ilmu agamanya, agar beliau terus mampu
untuk mengimplementasikan dakwahnya kepada orang lain.
Setelah menikah beliau lebih konsentrasi lagi dalam berdakwah,
karena beliau sudah mempunyai banyak pengalaman sekaligus pengetahuan
yang sudah beliau dapatkan dari membaca.
Dalam wawancara yang penulis dapati, beliau mengkategorikan
dakwah bil lisan sama halnya seperti pidato, ceramah, mengaji, diskusi,
nasihat atau segala yang penyampaiannya melalui lisan dengan bertujuan
untuk mengajak orang menjadi lebih baik.
Figurnya sebagai ulama yang akan haus akan ilmu dan beramal,
mengajak dirinya dimanapun beliau berada dan ada kesempatan, beliau tak
segan-segan untuk mengadakan suatu acara atau kegiatan-kegiatan yang
bersifat keagamaan. Dakwah bil lisan yang dilakukan K.H. Muhyiddin Na’im.
Penulis kelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu :
1. Ceramah, dakwah yang beliau lakukan melalui ceramah ini adalah
menyampaikan pesan-pesan dan nasehat-nasehat yang baik dan membawa
nilai-nilai positif kepada mad’u, yang gunanya untuk membawa mad’u
menjadimanusia yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat dan
Tuhannya (Allah SWT). Biasanya beliau melakukan pengajian di beberapa
Masji di Jakarta dalam satu harinya.
Tidak hanya selain ceramah di Jakarta, beliau juga ceramah diluar
kota dan bahkan diluar negeri seperti Syiria dan Damaskus. Aktivitas
ceramah diluar negeri ini mulai sejak tahun kurang lebih 1990an hingga
42
saat ini. Banyak perbedaan yang terdapat antara ceramah didalam negeri
dalam suatu pengajian terdapat beberapa orang yang memulai acara
sampai do’a, sedangkan diluar negeri sejak mulai acara atau do’a, yang
memimpin hanya beliau.
2. Mengaji, dakwah ini juga biasa beliau lakukan dalam setiap minggunya.
Dengan mengadakan pengajian mingguan bapak-bapak maupun remaja
dalam setiap minggunya. Dengan mengadakan pengajian mingguan bapak-
bapak ataupun remaja di wilayah Kemang Jakarta Selatan khususnya pada
pembahasan kali ini di Masjid Al-Akhyar, guna menyampaikan pesan
dakwah sekaligus nasihat-nasihat yang sholeh dan diakhiri dengan tanya-
jawab dari mad’u kepada beliau.
Dalam pengajian tersebut membahas kitab “Riyadushsholihin”
adaalh kitab yang secara keseluruhannya membahas tentang Fiqh, sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, dan memberikan pemahaman secara utuh
karena kitab tersebut adalah salah satu kitab yang terpenting dalam kitab
referensi Islam.
3. Musyawarah (diskusi), dakwah bentuk ini biasanya dilakukan oleh K.H.
Muhyiddin Na’im dengan mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh para
‘alim ulama serta tokoh agama untuk membahas suatu permasalahan dan
bertukar fikiran tentang agama Islam, musyawarah seperti ini biasanya
dilakukan didalam suatu organisasi seperti NU dan MUI di Jakarta
Selatan.
Dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang notabennya adalah sumber
utama yang mencakup keseluruhan kultur Islam yang murni. Adapun
43
materi yang digunakan dalam pembahasan yang digunakan untuk
pengisian ceramhnya yaitu tentang : tauhid, muamalah, sejarah, akhlak dan
do’a-do’a lainnya. Profesinya sebagai ulama membuat beliau banyak
bersosialisasi dengan siapapun sehingga beliau sering kali di undang untuk
ceramah di berbagai tempat baik itu di jabodetabek tetapi juga di luar
negeri.
Pada awalnya kegiatan dakwah bil-lisan K.H. Muhyiddin Na’im
hanya mengajar pada satu masjid yang terletak dekat rumah beliau di
daerah Cipete Jakarta Selatan yaitu masjid An-Nur tempat bapaknya
mengajar, akan tetapi karena efek yang ditimbulkan dari dakwah yang
disampaikannya membuahkan hasil, maka beliau terus melanjutkan
dakwahnya dengan mengajak masyarakat setempat untuk belajar mengaji.
Pada usia 25 tahun, beliau mulai memberanikan diri untuk
menunjukkan performanya sebagai penceramah atau da’i muda. Meskipun
dakwah yang disampaikannya belum maksimal ternyata dakwah yang
dirasakan sangat bermanfaat bagi mad’u pada saat itu. Sehingga beliau
mengajak masyarakat setempat untuk mengaji dan belajar bersama.
Beliau bukan pria yang mudah menyerah, tetapi beliau semakin
penasaran untuk lebih mendalami ilmu agamanya, agar beliau terus
mampu untuk mengimplementasikan dakwahnya kepada orang lain.
Setelah menikah beliau lebih konsentrasi lagi dalam berdakwah,
karena beliau sudah mempunyai banyak pengalaman sekaligus
pengetahuan yang sudah beliau dapatkan dari membaca.
44
Dalam wawancara yang penulis dapati, beliau mengkategorikan
dakwah bil lisan sama halnya seperti pidato, ceramah, mengaji, diskusi,
nasihat atau segala yang penyampaiannya melalui lisan dengan bertujuan
untuk mengajak orang menjadi lebih baik.
Figurnya sebagai ulama yang akan haus akan ilmu dan beramal,
mengajak dirinya dimanapun beliau berada dan ada kesempatan, beliau tak
segan-segan untuk mengadakan suatu acara atau kegiatan-kegiatan yang
bersifat keagamaan. Dakwah bil lisan yang dilakukan K.H. Muhyiddin
Na’im. Penulis kelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu :
4. Ceramah, dakwah yang beliau lakukan melalui ceramah ini adalah
menyampaikan pesan-pesan dan nasehat-nasehat yang baik dan membawa
nilai-nilai positif kepada mad’u, yang gunanya untuk membawa mad’u
menjadimanusia yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat dan
Tuhannya (Allah SWT). Biasanya beliau melakukan pengajian di beberapa
Masji di Jakarta dalam satu harinya.
Tidak hanya selain ceramah di Jakarta, beliau juga ceramah diluar
kota dan bahkan diluar negeri seperti Syiria dan Damaskus. Aktivitas
ceramah diluar negeri ini mulai sejak tahun kurang lebih 1990an hingga
saat ini. Banyak perbedaan yang terdapat antara ceramah didalam negeri
dalam suatu pengajian terdapat beberapa orang yang memulai acara
sampai do’a, sedangkan diluar negeri sejak mulai acara atau do’a, yang
memimpin hanya beliau.
5. Mengaji, dakwah ini juga biasa beliau lakukan dalam setiap minggunya.
Dengan mengadakan pengajian mingguan bapak-bapak maupun remaja
45
dalam setiap minggunya. Dengan mengadakan pengajian mingguan bapak-
bapak ataupun remaja di wilayah Kemang Jakarta Selatan khususnya pada
pembahasan kali ini di Masjid Al-Akhyar, guna menyampaikan pesan
dakwah sekaligus nasihat-nasihat yang sholeh dan diakhiri dengan tanya-
jawab dari mad’u kepada beliau.
Dalam pengajian tersebut membahas kitab “Riyadushsholihin”
adalah kitab yang secara keseluruhannya membahas tentang Fiqh, sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, dan memberikan pemahaman secara utuh
karena kitab tersebut adalah salah satu kitab yang terpenting dalam kitab
referensi Islam.
6. Musyawarah (diskusi), dakwah bentuk ini biasanya dilakukan oleh K.H.
Muhyiddin Na’im dengan mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh para
‘alim ulama serta tokoh agama untuk membahas suatu permasalahan dan
bertukar fikiran tentang agama Islam, musyawarah seperti ini biasanya
dilakukan didalam suatu organisasi seperti NU dan MUI di Jakarta
Selatan.
Dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang notabennya adalah sumber
utama yang mencakup keseluruhan kultur Islam yang murni. Adapun
materi yang digunakan dalam pembahasan yang digunakan untuk
pengisian ceramhnya yaitu tentang : tauhid, muamalah, sejarah, akhlak dan
do’a-do’a lainnya. Profesinya sebagai ulama membuat beliau banyak
bersosialisasi dengan siapapun sehingga beliau sering kali di undang untuk
ceramah di berbagai tempat baik itu di jabodetabek tetapi juga di luar
negeri.
46
Dengan kesibukan yang banyak menyita waktunya, beliau tidak pernah
lupa untuk memperhatikan proyek sosial yang sudah beliau geluti kurang lebih
dari 20 tahun. Proyek sosial yang beliau tangani antara lain mengurus dan
mendidik anak yatim, panti jompo yang kurang mampu untuk mendapatkan
perhatian yang lebih layak, dan bencana alam seperti Tsunami. Gempa di
Sukabumi. Karena beliau juga untuk menjadi orang kepercayaan atau
penyambung penyalur donator yang sangat memperhatikan keadeaan bangsa
umat Islam di Indonesia, beliau adalah Syekh Hasan Hitho’ Cs, K.H.
Muhyiddin Na’im terpilih menjadi orang kepercayaaan seluruh sumbangan
yang beliau (Syekh Hasan Hitho’ Cs) salurkan.
Padatnya aktivitas yang beliau jalankan, tidak menyurutkan
kewajibannya sebagai suami, sekaligus guru dan da’i. Jika di rumah beliau
adalah sosok kepala rumah tangga yang sangat diandalkan, seorang yang
santun dan penyayang terhadap istri dan ank-anaknya. Tetapi apabila beliau
sedang tugas di luar, beliau adalah seorang guru, mu’allim, dan da’i yang
ramah. 4
Dari kegiatan-kegiatan beliau mempunyai visi dan misi yang sangat
rasional seperti : beliau membangun generasi muda dan kaum bapak-bapak
agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dengan menjalankan
perintah-Nya dan menjauhkan larangan-Nya
4 Wawancara disertai catatan aktivitasK.H. Muhyiddin Na’im. 20 Januari 2010
BAB IV
ANALISIS AKTIFITAS DAKWAH K.H. MUHYIDDIN NA’IM
MELALUI MASJID AL-AKHYAR
A. Aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im
Menurut analisa penulis, bahwa aktivitas merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan oleh seorang atau lebih. Dari hasil penelitian penulis
mendapatkan beberapa data kegiatan beliau yang berupa kegiatan dakwah dan
kegiatan organisasi, diantaranya :
1. Sebagai wakil ketua komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), beliau
menjabat sejak tahun 2004 sampai dengan sekarang.
2. Sebagai katib (Penulis) Sekertaris Suriah Nahdlotul Ulama (NU), beliau
menjabat sejak tahun 1998 sampai dengan sekarang.
3. Sebagai sekertaris Yayasan Alumni Timur-Tengah Indonesia, beliau
menjabat sejak tahun 1988 sampai dengan sekarang.
4. Kegiatan agama, saat ini kegiatan beliau yang sifatnya keagamaan,
diantaranya: mengisi khutbah antar Masjid, untuk masyarakat Islam
Indonesia di Kedutaan besar dan Alumni Masyarakat Indonesia di Timur-
Tengah. Beliau sering sekali mengendari mobil pribadinya tanpa
didampingi sang supir, karena menurutnya beliau lebih bebas dan dapat
melakukan aktivitas apapun. Tetapi kebiasaan ini biasa beliau lakukan
apabila beliau mendapat undangan ceramah di daerah jabodetabek saja.
5. Kegiatan Sosial, Untuk mengembangkan kegiatan sosial yang dilakukan
oleh K.H. Muhyiddin Na’im, maka beliau lebih memilih melakukan
47
48
dakwah bil halnya dengan membantu secara bersambung dan memberikan
tempat tinggal bagi anak-anak yang kurang mampu khususnya anak yatim
piatu yang miskin dan para jompo maupun bencana alam. Menurutnya hal
ini dilakukan agar hidup mereka lebih terarah dan menjadi orang yang
berguna.1
Lalu para donator yang mempercayakannya kepada beliau, mulai
membangun yayasan-yayasan serta pondok pesantren yang secara langsung
belaiu tangani, mulai dari pencarian tempat maupun segala biaya yang
dibutuhkan serta kepada siapa saja yang berhak dapat masuk didalamnya.
Karena anak-anak yatim dan orang tua yang tidak mampu tidak dikenakan
biaya sedikitpun. Melainkan hanya mengisi formulir dan mengikuti prosedur
yang ada. Karena salah satu program sosial yang beliau tekuni.
Ketika bencana yang terjadi di Aceh atau yang dikenal dengan sebutan
Tsunami, beliau amat sedih karena langkah awal yang memberi bantuan
begitu banyak adalah dari barat (bernotaben non muslim), maka dari itu beliau
segera menggerakkan teman-temannya yang berada di Negara bagian timur
(Arab) untuk segera memberikan bantuan. Alhasil meskipun terjadi kesulitan
dalam pengiriman barang berupa bea cukai yang harus di selesaikan. Beliau
begitu menyayangkan kejadian tersebut yang padahal barang tersebut dikirim
hanya untuk bantuan semata.
Dari peristiwa yang beliau alami, begitu banyak medan yang harus
ditempuh, dalam artian tidak semudah hanya mengirim bantuan. Begitupun
bencana yang terjadi di pangandaran, beliau tergerak hatinya langsung
1 Wawancara Pribadi dengan K.H. Muhyiddin Na’im 10 maret 2010
49
bergerak menuju pangandaran untuk menyaksikan secara langsung daerah
yang terkena bencana.
Dalam analisa penulis aktivitas yang beliau jalankan sehari-hari dapat
dikatakan begitu padat, dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 1 Aktivitas Ceramah K.H. Muhyiddin Na'im
Hari Tempat Waktu KegiatanSenin Minggu ke-2 MABES POLRI ba'da Zhuhur CeramahMinggu pada Minggu ke-2 Al-Ikhlas Cipete ba'da Maghrib Ceramah
B. Bentuk Dakwah K.H. Muhyiddin Na’im
Dakwah yang dilakukan oleh K.H. Muhyiddin Na’im dibagi oleh
berbagai macam bentuk, antara lain:
1. Dakwah Bil Qolam
Pada zaman sekarang model dakwah seperti ini sudah mulai efektif
untuk direalisasikan. Mengingat kemajuan teknologi informasi yang
memungkinkan seseorang berkomunikasi secara intens dan menyebabkan
pesan dakwah bisa menyebar seluas-luasnya.
Dalam perkembangan seperti ini dakwah juga harus menyesuaikan
situasi dan kondisi karena dunia semakin berubah kearah yang lebih maju.
Untuk itulah keberhasilan dakwah ditentukan oleh da’i atau da’iyah itu
sendiri.
Keberhasilan dan kesuksesan yang beliau raih sekarang ini, tidak
dapat beliau dapatkan dengan mudah. Justru keberhasilan itu datang
karena ketekunannya dalam ajaran Islam untuk berdakwah, selalu
berusaha dan mempunyai tekad yang kuat untuk meneruskan cita-cita yang
beliau inginkan dari kecil.
50
2. Dakwah Bil Lisan
Dakwah bil-lisan adalah membekali manusia dengan informasi dan
berita (pesan-pesan) yang benar, dengan pengetahuan ilmiyah, kenyataan
yang faktual dan akurat untuk membantu terbentuknya pikiran dan
pandangan dalam menghadapi kenyataan dan kesulitan yang dihadapi.
Dalam beberapa kesempatan penulis mengikuti cermah, pengajian
dan khutbah yang beliau pimpin langsung, beliau begitu arif dalam
berdakwah serta selalu memberi contoh yang baik pada para jama’ah,
sehingga beliau benar-benar dihormati dan menjadikan panutan yang baik.
Dalam pengajian rutin yang penulis ikuti pada masjid Al-Akhyar,
dalam kitab yang dibahas beliau yaitu “Riyadlushsholihin” yang kitab
tersebut dari keseluruhannya adalah membahas tentang fiqih atau perilaku
yang kita lakukan sehari-hari dengan memberi contoh pada kisah-kisah
Nabi dengan dasar hadits dan Al-Qur’an. Begitu pula dalam
penyampaiannya begitu mudah bagi mad’u untuk diterima.
Tabel 2 Jadwal Pengajian Rutin Mingguan
Hari Tempat Waktu Kegiatan Senin Al-Ikhlas ba'da Maghrib Pengajian Al-Akhyar ba'da Isya Pengajian Selasa Al-Karomah ba'da Maghrib pengajian Al-Barkah ba'da Isya’ pengajian Rabu Al-Mu'in ba'da Maghrib pengajian Kamis Al-Mujahidin ba'da Maghrib pengajian Al-Ma'arif ba'da Isya’ pengajian Jum'at Al-Akhyar ba'da Maghrib pengajian Sabtu Al-Izhar ba'da Maghrib pengajian Minggu Kelurahan (keliling/bulanan) Minggu ke-1 = Pengajian sekelurahan Cipete
Minggu ke-2 = Pengajian di Musholla An-Nur Jl.Nangka
51
Dari table 2 diatas, peneliti menyimpulkan bahwa K.H. Muhyiddin
Na’im mempunyai jadwal yang cukup padat. Karena setiap hari beliau
sudah mempunyai jadwal tetap yang rutin tiap minggunya.2
3. Dakwah Bil Hal
Pada hakikatnya seorang da’i atau da’iyah harus menguasai semua
kategori dalam aktivitas dakwah, salah satunya seperti dakwah bil hal.
Dakwah bil hal itu sendiri adalah cara berdakwah yang mengacu
kepada dakwah bentuk tindakan nyata.
Dakwah ini sifatnya memecahkan masalah tertentu, dengan
menaruh perhatian besar terhadap masalah masyarakat seperti kemiskinan,
kebodohan, dan sebagainya. Karena itu dakwah bil hal lebih diorientasikan
kepada kebutuhan nyata masyarakat terutama yang bersifat fisik.
Itulah kekuatan sosial beliau yang begitu kuat, meskipun
sumbangan-sumbangan para donator atau tamu-tamu beliau, dan para
pejabat dari dalam maupun luar negeri. Secara langsung beliau yang
mengatur pembagian mana yang lebih berhak.
Visi, misi dan tujuan dari program ini adalah agar semua orang
muslim terutama anak-anak yatim yang kurang mampu mendapatkan
perhatian yang lebih di dunia pendidikan, dan keterampilan yang mereka
pelajari selama ini. Serta membawa mereka kearah yang lebih baik.
Dan dari hasil yang diperoleh dari hasil program sosial ini cukup
memuaskan, karena banyak dari mereka yang berantusias untuk menuntut
ilmu, khususnya agama Islam.
2 Wawancara Pribadi dengan catatan aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im 20 maret 2010
52
Dari pengalaman yang beliau ceritakan pada pengajian mingguan,
terkadang beliau menceritakan hal yang sedang terjadi, penulis
menyimpulkan bahwa pwmbahasan beliau ditujukan agar para jama’ah
dapat mengikuti jejaknya dalam bersosialisasi dan beramal tanpa ada rasa
pamrih, karena kadang terjadi bila seseorang memberi bantuan tapi
mengharapkan suatu timbal baliknya.
C. Faktor Pendukung, Hambatan-hambatan yang Dihadapi Serta
Penanggulangannya pada Masjid Al-Akhyar
1. Faktor Pendukung
Islam memberikan penghargaan terhadap setiap hal yang dapat
mendorong untuk berbuat baik, tujuan yang mulia dan niat yang baik,
dalam seluruh pengarahannya. Karena Allah SWT menilai setiap orang
menurut niatnya dan sesungguhnya dalam kita melakukan sesuatu harus
disertai dengan niat.
Permasalahan-permasalahan yang ada bukanlah merupakan
ancaman yang harus ditinggalkan apabila berbentuk hambatan, namun
sebaliknya akan dijadikan sebagai motivator untuk mencapai tujuan yang
terbaik. Karena suatu organisasi tentunya mengalami dan menemukan
faktor pendukung dan penghambat bagi dalam setiap aktifitas kegiatan
dakwah Islamiyahnya. Sebab duka cita serta kesenangan adalah proses
alamiyah dan merupakan realitas kehidupan sebenarnya agar mereka dapat
menekuni suatu aktifitas yang di jalaninya. Dan semua itu juga terjadi
pada masjid yang terletak pada keramaian di Kemang, Masjid Al-Akhyar.
53
Adapun faktor pendukung adalah :
a. Adanya faktor dari berbagai pihak khususnya pihak dari pihak
keluarga tanah wakaf yang selalu member masukan terhadap segala
bentuk kegiatan yang dilaksanakan maupun kepada keberlangsungan
organisasi.
b. Bekerjasama dengan masyarakat-masyarakat setempat.
c. Adanya niat yang ikhlas untuk memajukan dan menyebarkan ajaran
Islam yang ditanamkan pengurus dan anggotanya.
d. Adanya semangat dari IKRIMA (Ikatan Remaja Masjid Al-Akhyar)
dengan dorongan dari para orang tua, sehingga pengurus pun semakin
semangat dalam melaksanakan aktifitas dakwahnya.
2. Faktor Penghambat
Dalam melaksanakan program kerja setiap organisasi atau lembaga
pasti mempunyai hambatan-hambatan yang dihadapi, baik hambatan yang
dating dari dalam maupun dari luar atau jama’ah itu sendiri. Namun
disamping hambatan tersebut mereka sudah mempunyai cara-cara
penanggulangannya jika ada sesuatu yang tidak diinginkan.
Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pengurus masjid
Al-Akhyar seperti:
a. Keterbatasan waktu dalam penyampaian materi-materi yang akan
dibahas.
b. Kondisi para remaja denga para orang tua yang kadang terjadi pro dan
kontra.
c. Beragamnya pengetahuan agama bagi para jama’ahnya.
54
3. Cara-cara Penanggulangannya
Permasalahan yang dihadapi terkadang datang dari seorang, yang
muncul dari dalam dirinya. Yaitu menyangkut potensi dirinya secara
rohaniah, disamping kecakapannya untuk membuat program, serta
ketahanan dalam mewujudkannya. Namun terkadang permasalahannya itu
muncul dari jam’ah itu sendiri.
Melihat hambatan-hambatan yang dihadapi dalam kegiatan yang
dilakukan, pengurus mempunyai cara untuk menanggulanginya, yaitu:
a. Dalam penyampaian materi harus secara berkesinambungan agar dapat
dipahami oleh para jama’ahnya.
b. Mendatangkan guru yang variatif dan disukai oleh jama’ah, seperti
K.H. Muhyiddin Na’im, K.H. Ustz. Romlih Jawahir dll.
c. Konsepsi tentang keislaman dasar harus diseragamkan.
Itulah kenyataan yang dihadapi sehari-hari oleh pengurus masjid
Al-Akhyar, beraneka ragam masalah yang ada dan silih berganti serta
harus diselesaikan. Namun, sepenuhnya bahwa dalam setiap melakukan
sesuatu perbuatan itu pasti penuh dengan rintangan. Semakin ada kesulitan
semakin ada jalan untuk menuju kepada kemudahan. Dengan adanya
hambatan-hambatan tentu dapat mejadikan organisasi menjadi lebih kuat
dan solid.3
3 Wawancara Pribadi dengan H. Muhiddin Marzuki Ketua Pengurus Masjid Al-Akhyar
dan Yayasan Masjid Al-Akhyar 10 April 2010
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari Bab-bab sebelumnya sebagai upaya dari hasil
pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Aktivitas yang dilakukan K.H. Muhyiddin Na’im seperti mengisi pengajian,
cermah, ataupun menghadiri rapat lembaga pemerintahan (NU, MUI,
FUHAB) serta rasa sosial beliau pada masyarakat yang membutuhkan
khususnya sangatlah kuat.
2. Upaya yang dilakukan K.H. Muhyiddin Na’im dalam mengembangkan
dakwahnya dapat dilihat dalam bentuk dakwah beliau seperti dakwah bil
qolam, bil lisan dan bil hal karena dengan 3 bentuk dakwah tersebut dapat
menjadikan orang muslim lebih bertaqwa dengan melalui materi pengajaran
yang bersumber pada kitab yang membahas tentang permasalahan yang sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dengan dasar Al-Qur’an dan
Hadits.
3. Lancarnya kegiatan-kegiatan dakwah di masjid Al-Akhyar itu karena adanya
dukungan dari berbagai kalangan antara lain : masyarakat, tokoh masyarakat,
IKRIMA (Ikatan Remaja Masjid Al-Akhyar) dan keluarga besar yang
mewaqafkan tanah untuk membangun masjid tesebut, serta adanya niat yang
55
56
ikhlas untuk memajukan dan menyebarkan ajaran Islam yang ditanamkan
Pengurus Masjid Al-Akhyar.
B. Saran
1. Perlu adanya perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan dakwah Islam
menyangkut tehnik yang digunakan, materi yang disampaikan dan jadwal
kegiatan dakwah agar lebih diperhatikan.
2. Kepada umat muslim hendaknya menyadari betapa pentingnya seorang da’i
atau da’iyah dalam kehidupan kita. Sebab dari segala permasalahan yang
dihadapi oleh kita sebagai umat muslim yang kurang faham tentang ilmu
agama, kita bisa mendapatkan jawaban atas permasalahan yang kita hadapi
dalam keseharian.
3. Untuk para calon praktisi atau para calon da’i atau daiyah hendaknya ikut
berpastisipasi dalam menambah wawasan keilmuan tentang bagaimana cara
berdakwah dimasyarakat serta bagaimana agar dakwah tersebut bisa berhasil
lewat pengajian pada masjid-masjid setempat.
4. Pengurus masjid harus mengadakan pertemuan guna mengevaluasi kegiatan-
kegiatan yang telah dilaksanakan sehingga pengurus dapat mengetahui
perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah. Masykuri, MimbarAgama dan Budaya Vol XVI, 1999,
Abdul ‘Aziz, Jum’ah Amin. Fiqh Dakwah Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, (Solo: Era Intermedia, 1998)
Affandi, Suherman. Faktor Kesuksesan Da’I (Risalah No. 6/XXXVIII, 1990)Al-Qardhawi,Yusuf. Ibadah dalam Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2005),
Akbar, Ali. Nabi Muhammad Pembawa Rahmat, Suara Mesjid, No. 64, DDII,
Amin, Ahmad. Al-Akhlak, terjemahan Y Bahtiar Affandy, (Jakarta: Jembatan, 1995).
Anshari, Endang Saefuddin. Kuliah Al Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan
Arbi, Armawati. Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003).
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004).
Bachtiar,Warbi. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997).
Darussalam,Ghazali. Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia: Nur Niaga SDN BHD. 1996).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004),
Habsyi Ash-Siddieqy,Tengku Muhammad. Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994).
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, (Yogyakarta:Andy Offet, 1983).
Hafidhuddin, Didin. Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, (Jakarta: Pustaka Zaman, 2000).
Hamid al-Bilali, Abdul. Fiqh al-Dakwah fi ingkar al-Mungkar (Kuwait: Dar al-Dakwah, 1989).
Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996).
Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996).
58
59
Hayyan,Abu al-Bahrul Muhith, Jilid 1, h. 392 Juga Dr. Zaid Abdul Karim, ad-Dakwah Bil-Hikmah.
Hefni, Harjanji. dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2001).
http://www.cahaya-islam.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id= 286
Internet. Artikel Ilmu Dakwah indonetasia.com/definisionline/index.php. diakses pada tanggal 14-06-2010
Internet. Definisi_Dakwah takafultimdiniyah.multiply.com/journal. diakses pada tanggal 14-06-2010
Ismail, Ilyas. Paradigma Dakwah sayyid Quthub:Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2006).
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 14
Ma’luf,Lois. Munjid al-Lughah wa A’lam (Beirut: Dari Fikr. 1986) Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, jilid VI (Beirut: Dar Fikr, 1990)
Machfoeld, Ki Moesa A. Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya”, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004)
Masy’ari, Anwar. Akhlak Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990).
Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosda Karya,1999).
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 5
Mujieb, M. Abdul. Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994).
Munir,M. Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 12
Nashori Fuad dan Pachmy Diana Muharam, Mengembangkan Kretaivitas dalam Perspektif Psikologi Islam, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002).
Nasir, Muhammad. Fiqh al-Da’wah dalam Majalah Islam, Kiblat, Jakarta, 1971.
Omar, Toha Yahya. Islam dan Dakwah, (Jakarta: PT. Al Mawardi Prima, 2004).
Saefuddaulah M., Akhlak Ijtima’iyah, (T.tp.:Pamator, 1998).
Saleh,Hasan. Studi Islam di Perguruan Tinggi Pembinaan IMTAQ dan Pengembangan Wawasan, (Jakarta: Penerbit ISTN, 2000).
Soeltoe, Samuel, Psikologi Pendidikan II, (Jakarta: FEUI. 1982).
Sudirman, Problematika Dakwah Islam di Indonesia, Jakarta, PDII, 1979.
60
Syekh Thahir Ibn Saleh, Al-Jawahirul Kalamiyah, (Al-Qahirah: 1386 H, T.pn.,).
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, cet. IX, 1986),
Tinggi, Al-Munawwir, Ahmad Warson al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progresif, 1997,
Yusuf, Al-Qardhawi. Al-Ibadah fi al-Islam, Muassasah al-Risalah, (Beirut: T.pn.,1979).
HASIL WAWANCARA
Nara Sumber : K.H. Muhyiddin Na’im
Tgl wawancara : 10 februari 2010
1. T : Kitab apa yang di pakai dalam pengajian di masjid Al-Akhyar ?
J : Riyadlushshsolihin
2. T : Tentang apa saja yang terkandung dalam kitab Riyadlushsholihin itu ?
J : Banyak pembahasan yang terkandung dalam kitab itu, disini saya lebih
menekankan kepada Ilmu Fiqih, karena saya sering melihat banyak
orang yang kesulitan dalam Ilmu fiqih tersebut.
3. T : tujuan dalam pengajaran dan kenapa memakai kitab tersebut?
J : Memberikan pemahaman Islam secara menyeluruh, dan juga karena
kitab tersebut sangatlah penting untuk dipelajari dan difahami.
4. T : Metode seperti apa yang dipakai dalam pengajaran ?
J : Dibaca, diterangkan, Tanya-jawab. ( ujar pak kyai singkatnya)
5. T : Pesan / kata untuk khalayak banyak ?
J : Pelajarilah Islam dari sumber yang benar dan asli, pelajarilah dan
perdalam lagi nilai-nilai Islam dengan sumber yang akurat dan asli.
Nara Sumber : Fathi duraini (jama’ah)
Tgl wawancara : 7 April 2010
1. T : Bagaiman menurut anda pengajaran K.H. Muhyiddin Na’im?
J : Saya merasa terbantu dengan pengajian ini, karena disamping kadang
saya mendapati kesulitan dalam Ilmu fiqih, kisah yang beliau ceritakan
begitu mendalam sehingga saya menjadi lebih khusyu kalau sholat.
Nara Sumber : Muh. Rusydi (jama’ah)
Tgl wawancara : 07 April 2010
1. T : bagaimana respon anda setelah mengikuti pengajian ?
J : saya lebih senang ketika beliau berecerita tentang pengalaman beliau,
karena lebih memotivasi saya untuk berkembang.
Nara Sumber : Ahmad Sani (pengurus masjid)
Tgl wawancara : 15 Maret 2010
1. T : Bagaimana kepengurusan struktur organisasi di masjid ini ?
J : Struktur organisasinya seperti yang anda lihat (bagan struktur
organisasi) menurut saya bagus, karena yang lebih berperan disini
adalah kebanyakan dari kalangan pemuda dan sebagai pondasinya
tetap di pantau dari kalangan orang tua. Serta di masjid ini seseorang
bebas dalam menyatakan sesuatu. Ngikutin zaman yang demokrasi
gitu…(katanya sambil tersenyum).
Nara Sumber : Hj. Mahmudah Na’im (Ketua Majlis Ta’lim Al-Akhyar kaum ibu)
Tgl wawancara : 27 April 2010
1. T : Bagaimana peran ibu pada masjid ini ?
J : saya, selaku ketua majlis ta’lim masjid Al-Akhyar kaum ibu, ikut
merasakan kemegahan masjid Al-Akhyar ini karena masjid yang
cukup besar ini denga letaknya yang berada di kearamaian orang
asing turut berbangga dapat menyertakan dakwah Islam saya terhapa
orang banyak. Terlebih tiap bulan saya mengadakan acara bulanan
ibu-ibu. Dan segala jenis kegiatan lainnya.