;(

download ;(

If you can't read please download the document

description

jurnal

Transcript of ;(

Document

INTISARIPrevalensidismenorecukup tinggipadaremaja.Dampak yangditimbulkan dari dismenoreadalahpenurunan aktifitassehari-hari sampaipenggunaan terapi. Faktor risiko dismenore tidak hanya berkaitan dengan faktorfisiologis tapi juga faktor psikologi termasuk kecemasan. Data-data tersebut diatasadalah data di negara lain dan masih sangat sedikit didapatkan data mengenaigambaran, akibat yang ditimbulkan, dan faktor terkait dengan dismenore padaremaja di Indonesia..Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dismenore,mengetahui prevalensi kecemasan, dan mengetahui hubungan antara kecemasandan dismenore pada remaja di kota Surakarta. Rancangan penelitian yangdigunakan adalah cross sectional. Sembilan puluh subyek remaja putri yangmemenuhi kriteria inklusi dan eksklusi mengikuti penelitian ini,Prevalensi dismenore pada remaja di kota Surakarta adalah 87,7%.Delapan puluh tujuh koma tujuh persen remaja tetap beraktivitas saat terjadidismenore dan 12,2% yang menggunakan analgetika untuk mengurangi rasa nyerisaat menstruasi. Rerata skor TMAS didapatkan 22,65,7 dan rerata skor VASdidapatkan 4,12,2. Pada uji Chi Square, tidak didapatkan hubungan antaratingginya skor kecemasan dengan tingginya skor dismenore (RP 1,1 (IK 95% 0,4-2,8, Pearson Chi Square = 0,05, p=0,82) dan hasil uji korelasi Spearman antaraskor VAS dan skor TMAS diperoleh korelasi positif lemah dan tidak bermaknasecara statistika (nilai korelasi 0,04, p = 0,74). Berat ringannya dismenore jugatidak mempengaruhi jumlah subyek yang mencari pertolongan kesehatan. (RP 4,1(IK 95% 0,5-34), p=0,28).Kata kunci: dismenore, kecemasan, perilaku pencarian pertolongan kesehatan

ABSTRACTThe prevalence of dysmenorrhea in adolescents is quite high and may sometimes cause serious problems. Previous study in other country have shown physiological and psychological factor like anxiety are contributed in the dysmenorrhea.This study investigated the prevalence of adolescent dysmenorrhea, theprevalence of adolescent anxiety, and the relationship between adolescent anxietyand dysmenorrheal in Surakarta city. A cross sectional study was conductedamong student in Junior High Scool in Surakarta city. Ninety girls asked tocomplete questionnaire of Taylor Manifest Anxiety Scale(T-MAS) and VisualAnalog Scale (VAS) for assessing severity pain of dysmenorrhea. Score from T-MAS and VAS later being analyzed using Chi Square test.Prevalence of dysmenorrhea in Surakarta city adolescent was 87,7%.Eighty seven point eight percent girls still be able to observe the event ofdysmenorrhea and 12,2% use analgesics to relieve dysmenorrhea. Mean of TMASscore was 22,6 5,7 and mean of VAS scores was 4,1 2,2. Chi square test wasfound no relationship between anxiety and dysmenorrhea (RP 1,1 (IK 95% 0,4-2,8, Pearson Chi Square = 0,05, p=0,82)) and Spearman Correlation test resultsbetween VAS scores and TMAS scores obtained a weak positive correlation withno statistical significance (correlation value 0,04, p = 0,74). Severity ofdysmenorrhea did not affect the number of subjects who looking for the medicinetherapy (RP RP 4,1 (IK 95% 0,5-34), p=0,28).Key words: dysmenorrhea, anxiety, health seeking behavior

Latar BelakangDismenore adalah menstruasi yang disertai dengan rasa nyeri (Hillard,2006). Dismenore terjadi karena pelepasan prostaglandin yang berlebihan yangmengakibatkan kenaikan kontraksi uterus sehingga terjadi rasa nyeri saatmenstruasi. Berdasarkan patofisiologi yang mendasari, ada 2 tipe dismenore, yaitudismenore primer (dismenore tanpa kelainan organik pada daerah pelvis) dandismenore sekunder (dismenore dengan kelainan organik pada daerah pelvisseperti endometriosis dan mioma) (Proctor et al., 2006).Dismenore yang terjadi saat usia remaja biasanya merupakan dismenoreprimer (Hillard, 2006). Dismenore primer ini terjadi 6 bulan 1 tahun setelahmenarche (Proctor et al., 2006). Beberapa penelitian menunjukkan prevalensidismenore yang cukup tinggi pada remaja. Studi epidemiologi di Swedia, padaremaja perempuan di kota menunjukkan 72% remaja mengalani dismenore (15%-nya dismenore berat) (Harel, 2002). Di Amerika Serikat prevalensi dismenorepada remaja perempuan sekitar 20-90 % (15%-nya mengalami dismenore berat)(French, 2008). Studi di Malaysia mengenai gangguan menstruasi terbanyak padaremaja, didapatkan premenstual syndrome sebanyak 74,6%, dismenore sebanyak69,4%, dan abnormalitas siklus menstruasi sebanyak 37,2% (Lee et.al., 2006).Studi dismenore di Cina menunjukkan 92,4% subyek menderita dismenore ringan berat, yang berdampak pada aktifitas mereka (39,9% harus absen dari sekolahdan 49,8% menggunakan analgetik 1-6 kali per siklus) (Chen et al., 2005).

Dismenore merupakan penyebab utama remaja perempuan di AmerikaSerikat tidak masuk sekolah (sebanyak 14%-52% remaja di Amerika Serikat tidakmasuk sekolah karena dismenore) (French, 2008). Lima puluh tiga persen remajadi Australia mengalami penurunan aktifitas di sekolah, olahraga, dan sosial karenadismenore, dan 24% pekerja perempuan remaja harus absen tiap bulan karenadismenore(Harel, 2002). Bahkan suatu studi pada era 80 di Amerika Serikatmenunjukkan dampak dismenore terhadap perekonomian, yaitu kehilangan 600juta jam kerja dan 2 milyar dolar per tahun (French, 2008).Faktor psikologi seperti kecemasan, depresi, pengalaman buruk sepertikejadian pelecehan seksual di masa lalu, dan stressor psikososial lain diyakinimenjadi salah satu faktor risiko dismenore selain faktor fisiologi seperti kenaikanhormon prostaglandin dan kenaikan hormon vasopressin yang mempengaruhikontraksi otot uterus pada saat menstruasi (French, 2008). Sebaliknya dismenorejugaberpengaruh terhadap terjadinya gangguan psikologis seperti depresi,kecemasan, dan somatisasi (Chen et al., 2005).Suatu studi lain menunjukkanadanyatingkahlaku negatif dari perempuan yang mengalamidismenoredibanding yang tidak mengalami dismenore (Ferber, 2006). Dismenore jugadikaitkan dengan kenaikan tingkat stres dan sebaliknya (Wang et al., 2004).Insidensi, prevalensi, dan angka kesakitan dismenore pada remaja diberbagai negara masih tinggi, dimana faktor risiko dismenore tidak hanyaberkaitan dengan faktor fisiologis tapi juga faktor psikologi. Di Indonesia belumbanyak didapatkan data mengenai dismenore pada remaja sehingga penulistertarik untuk menelitinya.

Kota Surakarta adalah salah satu kota yang terletak di Propinsi JawaTengah, Indonesia yang berpenduduk 503 421 jiwa dan dengan kepadatanpenduduk 11 370 jiwa/km pada tahun 2010. Kepadatan penduduk ini merupakan 2 yang tertinggi di Propinsi Jawa Tengan. Kota ini mempunyai luas 44 km2danberbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Boyolali di sebelah utara,Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan KabupatenSukoharjo di sebelah selatan. Sisi timur kota ini dibatasi oleh sungai BengawanSolo (BPS Jateng, 2010). Kota Surakarta adalah pusat ekonomi, pendidikan,budaya.KotaSurakartabersamadengankabupatendisekitarnyatelahberkembang sejak jaman dahulu dengan kota Surakarta sebagai pusatnya.Berbagai golongan etnis (Jawa, Cina, Arab), agama (Islam, Kristen, Hindu,Budha, Konghucu), dan status sosial ekonomi hidup berdampingan di kota ini(BPS Jateng, 2010) Penulis melakukan pengambilan sampel di kota Surakartadengan alasan keragaman yang ada pada kota Surakarta, yang dimungkinkanbanyak mempengaruhi adanya kejadian dismenore dan kecemasan, serta alasankemudahan pengambilan sampel karena kota Surakarta adalah daerah tempattinggal penulis.B.Permasalahan PenelitianBerdasar uraian diatas, didapatkan bahwa insidensi, prevalensi, dan angkakesakitan dismenore remaja di luar negeri masih cukup tinggi, namun di negarakita belum banyak data mengenai besar permasalahan dismenore remaja besertahubungannya dengan faktor risikonya.

Tujuan penelitianMencari perbedaan proses sistemik yang terjadi padawanita dengan dismenore dan tanpa dismenore.Tahun2001.Desain penelitianKasus kontrol.Subyek22 orang wanita dengan dismenore dan 31 orang wanitatanpa dismenore dari Faculty of Health Science, Helsinki.HasilTerdapat perbedaan yang signifikan antara wanita dengandismenore dan tanpa dismenore dalam hal potensial perangsang nyeri (383,08 6,8 msec vs 345, 05 7,0 msec. p < 0,001), angka pada Visual Analog Scale(83,29 2,87 vs 63,5 3,82, p < 0,001), dan skor kecemasan (37,69 1,7 vs 29,2 1,9, p = 0.002). Kesimpulan : Wanita dengan dismenore mempunyai persepsinyeri yang lebih tinggi daripada wanita tanpa dismenore. Persepsi nyerimerupakan salah satu faktor risiko pada kejadian dismenore.

8BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Dismenore1.DefinisiDismenore berasal dari bahasa Yunani dys, yang berarti sulit atau sakitatau abnormal, meno, berarti bulan, dan rrhea, berarti aliran. (French, 2005).Dismenore adalah istilah klinis yang digunakan untuk nyeri perut depan bawahdan atau punggung yang terjadi selama periode menstruasi. Nyeri ini dapatdisertai mual, muntah, diare, nyeri kepala dan terkadang pingsan (Jabbour etal., 2006).Skor Visual Analogue Scale (VAS) biasanya digunakan untuk membantumenunjukkan berat ringannya gejala dismenore. Menurut VAS dismenoredapat dibagi menjadi dismenore ringan (skor VAS 0-3), sedang (skor VAS 3-6), dan berat (skor VAS 6-10) (Wang et al., 2004)). Oleh karena hampir semuawanita mengalami rasa tidak enak ataupun nyeri sewaktu menstruasi, maka adapara ahli yang menggunakan istilah dismenore ini hanya untuk dismenoreberat. Dismenore berat adalah rasa nyeri perut sewaktu menstruasi, dapatdisertai gejala lain seperti mual, muntah, diare, nyeri kepala, yang membuatpenderita harus meninggalkan aktifitasnya, beristirahat dan atau meminum obat(Colin et al., 2007).Berdasar patofisiologinya, dismenore dibagi menjadi 2 kategori, yaitudismenore primer dan dismenore sekunder. Dismenore primer terjadi murnikarena kenaikan kadar hormon prostaglandin dalam darah selama menstruasi,sedangkan dismenore sekunder terjadi karena adanya kelainan organik pada