47800396-faringitis.pdf

15
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahunnya ±40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan ±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis. 1 Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun non infeksi. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. 2 1.2. Tujuan Adapun tujuan pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior di departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher. Dalam tinjauan pustaka ini dibahas tentang definisi, etiologi, insidens, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan terapi dari faringitis. 1.3. Manfaat Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: a. Memberikan informasi pada dokter maupun tenaga kesehatan tentang Faringitis serta berbagai hal lain yang berhubungan dengan penyakit ini. b. Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit Faringitis. c.Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau hal lain yang ada kaitannya dengan penyakit ini. 1

Transcript of 47800396-faringitis.pdf

Page 1: 47800396-faringitis.pdf

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap tahunnya ±40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.

Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan

atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama

seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan

±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral

faringitis.1

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi

maupun non infeksi. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang

menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya

tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.2

1.2. Tujuan

Adapun tujuan pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk memenuhi tugas

kepaniteraan klinik senior di departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan

Bedah Kepala Leher. Dalam tinjauan pustaka ini dibahas tentang definisi, etiologi, insidens,

patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan terapi dari faringitis.

1.3. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

a. Memberikan informasi pada dokter maupun tenaga kesehatan tentang Faringitis serta

berbagai hal lain yang berhubungan dengan penyakit ini.

b. Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit Faringitis.

c.Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau hal lain

yang ada kaitannya dengan penyakit ini.

1

Page 2: 47800396-faringitis.pdf

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian

atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus

resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan

terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. 3,4,5,6

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini merupakan

bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia

faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.3,4,5,6

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang

(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan

inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap

bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-

otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor

ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.3,4,5,6

Gambar 2.1. Otot-otot Faring dan Esofagus

2

Page 3: 47800396-faringitis.pdf

Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan M.Palatofaring.

letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik

laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah

faring dan laring. Kedua otot ini bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada

waktu menelan. M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring

dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu

dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu M.Levator veli palatini, M.Tensor veli palatine,

M.Palatoglosus, M.Palatofaring dan M.Azigos uvula. M.Levator vela palatine membentuk

sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar

ostium tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini

membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum

mole dan membuka tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Palatoglosus

membentuk arkus anterior faring dab kerjanya menyempitkan ismus faring. M.Palatofaring

membentuk arkus posterior faring. M.Azigos uvula merupakan otot yang kecil dan kerjanya

adalah memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. 3,4,5,6

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang

utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial)

serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatine superior. 3,4,5,6

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.

Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari Nervus

Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus berisi serabut

motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring

kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang Nervus Glossopharyngeus. 3,4,5,6

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan

inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah

bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-

digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar

getah bening servikal dalam bawah. 3,4,5,6

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan

Laringofaring (Hipofaring). 3,4,5,6

3

Page 4: 47800396-faringitis.pdf

Gambar 2.2. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini

antara lain : - batas atas : Basis Kranii

- batas bawah : Palatum mole

- batas depan : rongga hidung

- batas belakang : vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa

struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus

faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur

embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan

kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus,

Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian

petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 3,5,6

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring.

Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : - batas atas : palatum mole

- batas bawah : tepi atas epiglottis

4

Page 5: 47800396-faringitis.pdf

- batas depan : rongga mulut

- batas belakang : vertebra servikalis

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil

palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen

sekum. 3,5,6

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-batas

dari laringofaring antara lain, yaitu : - batas atas : epiglotis

- batas bawah : kartilago krikodea

- batas depan : laring

- batas belakang : vertebra servikalis

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti

penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding anterior Ruang retrofaring

(retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia

faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevetebralis.

Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia

servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral

ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. 3,5,6

Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut dengan

dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya ada kornu mayus

os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh M.Konstriktor faring superior, batas luarnya

adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan M.Pterigoid interna dan bagian posterior

kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid

dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas

dan dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid)

berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang dibungkus dalam suatu

sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian ini dipisahkan dari ruang

retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. 3,5,6

2.2. Fisiologi Faring

5

Page 6: 47800396-faringitis.pdf

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi

suara dan artikulasi. 3,4,5,6

2.2.1. Fungsi Menelan

Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase esophagus

yang terjadi secara berkesinambungan. Pada proses menelan akan terjadi hal-hal sebagai

berikut: 3,4,5,6

a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik

b. Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan

c. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi

d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring

e. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke

arah lambung

f. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan air

liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga mulut melalui dorsum

lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsic lidah. Kontraksi M.Levator veli

palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat

dan bagian atas dinding posterior faring (Passavant’s ridge) akan terangkat pula. Bolus

terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan

nasofring sebagai akibat kontraksi M.Levator veli palatine. Selanjutnya terjadi kontraksi

M.Paltoglossus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi

M.Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut. 3,4,5,6

Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan

dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi M.Stilofaring,

M.Tirohioid dan M.Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglottis, sedangkan ketiga sfingter

laring, yaitu plika ariepligotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi

M.Ariepliglotika dan M.Aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran

udara ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan akan

meluncur kea rah esophagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus. 3,4,5,6

6

Page 7: 47800396-faringitis.pdf

Fase esophageal ialah fase oerpindahan bolus makanan dari esophagus ke lambung.

Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus

makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi M.Krikofaring, sehingga introitus

esophagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esophagus. Setelah bolus makanan lewat,

maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esophagus pada saat

istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat

dihindari. Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi

M.Konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan

didorong ke distal oleh gerakan peristaltic esophagus. Dalam keadaan istirahta sfingter

esophagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8mmHg lebih dari tekanan di

dalam lambung sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagal

sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika dimulainya peristaltic esophagus servikal untuk

mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat maka sfingter ini

akan menutup kembali. 3,4,5,6

Gambar 2.3. Proses Menelan

2.2.2. Fungsi Faring Dalam Proses Bicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan

faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring. 7

Page 8: 47800396-faringitis.pdf

Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula M.Salpingofaring dan

M.Palatofaring, kemudia M.Levator veli palatine bersam-sam M.Konstriktor faring superior.

Pada gerakan penutupan nasofaring M.Levator veli palatine menarik paltum mole ke atas

belakang hampIr mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan

(fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu

pengangkatan faring sebagai hasil gerakann M.Palatofaring (bersama M.Salpingofaring) dan

oleh kontraksi aktif M.Konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak

pada waktu yang bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada

periode fonasi tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara

cepat bersamaan dengan gerakan palatum. 3,4,5,6

2.3. Definisi

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.

Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid. 1,7,8,9

2.4. Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi

maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%)

bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak

teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada Influenza

virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A,

cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan

terjadinya faringitis. 1,2,3,5,7,8,9

Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%

penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis

yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun.

Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,

Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema

pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 9

8

Page 9: 47800396-faringitis.pdf

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.

Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi

makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.2

2.5. Insidens

Setiap tahunnya ±40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.

Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan

atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama

seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan

±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral

faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnis dan jenis kelamin. Viral faringitis

menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak. Puncak insidensi

bacterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis yang disebabkan

infeksi grup a streptococcus jarang dijumpai pada anak berusia <3 tahun.1,9

2.6. Patogenesis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung

menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan

epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi

pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat

hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi

menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan

hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna

kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel

limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi

meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat

menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. 2,3,4,7,8,,9

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan

extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena

fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema

pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain

9

Page 10: 47800396-faringitis.pdf

itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat

terbentuknya kompleks antigen-antibodi.2,3,5,7,8,9

2.7. Klasifikasi Faringitis

2.7.1. Faringitis Akut

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan

faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan

tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak

menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi

kulit berupa maculopapular rash. 3,5

Gambar 2.4. Viral Pharyngitis

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis

terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi

eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama

retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan

nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,

terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 3,5

10

Page 11: 47800396-faringitis.pdf

b. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang

tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan

tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak

petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri

pada penekanan. 3,5

Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan

menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam

- Anterior Cervical lymphadenopathy

- Tonsillar exudates

- absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis

akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40%

terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi

streptococcus group A.9

11

Page 12: 47800396-faringitis.pdf

c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di

orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 3,5

2.7.2. Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis

kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis,

iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.

Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut

karena hidungnya tersumbat. 3,5

a. Faringitis Kronik Hiperplastik

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak

kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak

mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. 3,5

b. Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis

atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan

rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan

tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang

kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 3,5

2.8. Gejala klinis

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang

menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,

anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,

tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah

12

Page 13: 47800396-faringitis.pdf

teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai

peningkatan laju endap darah dan leukosit.1,2,3,7,8,9

2.9. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan

dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan

leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan

hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

2.10. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose

antara lain yaitu :

- pemeriksaan darah lengkap

- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus

group A

- Throat culture

Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas. 9

2.11. Penatalaksanaan

Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur

dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine)

diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali

pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-

6 kali pemberian/hari. 1,2,3,7,8,9

Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A

diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau

amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg

selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid

karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid

yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3

mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik,

13

Page 14: 47800396-faringitis.pdf

antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau

antiseptik. 1,2,3,7,8,9

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik

faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).

Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk

antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis

kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya

ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. 1,2,3,7,8,9

2.12. Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis

biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.1,9

2.13. Komplikasi

Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis,

pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain

berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara

perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik. 1,9

14

Page 15: 47800396-faringitis.pdf

BAB 3

KESIMPULAN

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.

Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor

resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi

makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang

menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,

anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,

tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah

teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai

peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai

dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi

tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang

hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di

leher.

Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri maka

diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik dan

pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan yang

adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya

sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media,

epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat

terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut.

Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

15